Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
HUBUNGAN
PAJANAN PM2,5 TERHADAP GANGGUAN FUNGSI PARU PADA ORANG DEWASA DI
KECAMATAN CIWANDAN, KOTA CILEGON TAHUN 2022
Gita
Rahmaningsih, Budi Haryanto
Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Kawasan industri
merupakan salah satu sumber terjadinya pencemaran udara, baik yang terjadi pada
udara ambien maupun dalam ruang. Salah satu jenis pencemaran yaitu disebabkan
oleh partikel debu, terutama pada PM2,5. Telah ditemukan banyak
ditemukan bahwa PM2,5 dikaitkan dengan kejadian gangguan fungsi
paru. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pajanan PM2,5
terhadap gangguan fungsi paru pada orang dewasa yang tinggal di sekitar kawasan
indsutri,Kelurahan Tegalratu Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. Jenis penelitian
ini menggunakan desain studi cross-sectional. Penelitian dilakukan pada
bulan April 2022. Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan secara acak
berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan dengan jumlah sampel sebanyak 100
responden. Fungsi paru diperiksa dengan menggunakan alat spirometri yang akan
didapatkan nilai VC, FVC, FEV1 dan FEV1/FVC. Gangguan
fungsi paru yang diakibatkan oleh pajanan PM2,5 dapat dpengaruhi
oleh karakteristik individu setiap orangnya. Pada penelitian ini ditemukannya
hubungan yang signifikan antara pajanan konsentrasi PM2,5 terhadap
gangguan fungsi paru dengan nilai p=0,003, namun tidak adanya hubungan yang
signifikan antara variable umur, keberadaan penghuni yang merokok dan lama
tinggal terhadap gangguan fungsi paru dengan masing-masing nilai p=0,171,
p=0,478 dan p=1,000. Kesimpulan dari penelitian ini tidak ditemukannya hubungan
yang signifikan antara umur, penghuni rumah yang merokok dan lama tinggal
terhadap gangguan fungsi paru.
Kata
Kunci: Polusi
Udara dalam Ruang, PM2,5, Gangguan Fungsi Paru
Abstract
Industrial areas are one of the sources of air pollution, both in ambient
and indoor air. One type of pollution is caused by dust particles, especially
in PM2.5. It has been found that PM2.5 is associated with
the incidence of impaired lung function. �The purpose of this study was to determine the
relationship between exposure to PM2.5 concentrations to impaired
lung function in adults living around the industrial area, Tegalratu Village,
Ciwandan District, Cilegon City. This type of research uses a cross-sectional
study design. The study was conducted in April 2022. The selection of samples
for this study was carried out randomly based on predetermined criteria with a
total sample of 100 respondents. Lung Function is examined using a spirometry
tool which will get VC, FVC, FEV1 and FEV1 / FVC values.
Impaired lung function caused by PM2.5 exposure �can be affected by the individual characteristics
of each person. In this study, a significant relationship was found between
exposure to PM 2.5 concentrations to impaired lung function with a value of p =
0.003, but there was no significant relationship between age variables, the
presence of residents who smoked and the length of stay to impaired lung
function with p values = 0.171, p = 0.478 and p = 1.000, respectively. �The conclusions of this study did not find a
significant relationship between age, residents of the house who smoked and the
length of stay to impaired pulmonary function.
Keywords: Indoor Air
Pollution, PM2,5 Impired Lung Function
Pendahuluan
Polusi udara merupakan racun
lingkungan yang multifaset, terdiri dari partikulat matter (PM), gas, senyawa
organik dan logam yang terdapat didalam ruang dan di luar ruang. Pajanan Particulate Matter (PM) merupakan jenis
polutan yang berbahaya yang dapat mengakibakan tingginya angka kematian. PM
merupakan bahan pencemar yang terdiri dari campuran partikel yang kompleks
seperti asap, debu, kotoran, jelaga, dan tetesan cairan yang ditemukan di udara
dengan ukuran cukup kecil (IDEM, 2015). Sumber utama partikulat debu berasal
dari pembakaran batu bara, minyak bumi dan yang lainnya seperti dari proses industri
metalurgi, industry bahan makanan, pabrik semen dan juga lalu lintas kendaraan.
Menurut (Sholihati, Suhartono, & Dewanti, 2017)
menyatakan bahwa semakin besar aktivitas manusia maka akan semakin besar pula
sumber antropogenik dalam meningkatkan konsentrai PM2,5.
Particulate matter 2,5 atau biasa disebut PM2,5
yang didefinisikan sebagai partikel udara ambien yang berukuran hingga
2,5 mikron. PM2,5 dapat menimbulkan berbagai penyakit, apabila
terhirup dan masuk ke dalam tubuh maka akan terjadi penetrasi pada saluran pernafasan
bagian bawah serta melewati aliran darah (Cheng, Chang, & Yan, 2012).
Efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh partikulat debu adalah kematian dini
pada orang dengan penyakit jantung, detak jantung yang tidak teratur, penurunan
fungsi paru, asma serta peningkatan gejala pernafasan seperti iritasi pada
saluran pernafasan, batuk dan kesulitan bernafas (Azizah, 2019).
Pajanan polusi udara
terhadap gangguan pernafasan bukan hanya terjadi pada udara ambien saja, namun
juga dapat terjadi di udara dalam ruang dengan tingkat pencemaran lebih besar
dibandingkan dengan polusi udara luar ruang. paparan PM2,5 dalam
waktu singkat dapat berdampak pada peningkatan risiko sistem kardiovaskular dan
beberapa gangguan fisilogis pada sistem pernafasan seperti penurunan fungsi
paru (Putri, 2012).
Penyakit paru yang diakibatkan oleh PM dalam ruang adalah penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), gangguan fungsi paru dan infeksi saluran pernafasan (Upadhyay, Ganguly, & Stoeger, 2014).
Adanya kejadian gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pajanan polusi udara
seringkali dilaporkan dari daerah-daerah yang berdekatan dengan kawasan
industri atau para pekerja industri. Menurut (Ombuh, Nurjazuli, & Raharjo, 2017)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kasus gangguan pernafasan khususnya kasus
kanker paru-paru banyak diakibatkan oleh PM2,5 sehingga perlu adanya
upaya pengendalian polutan PM2,5 mengenai pencegahan dan penyembuhan
kanker paru-paru yang disebabkan oleh PM2,5.
Laporan mengenai gangguan
penafasan yang diakibatkan oleh pajanan PM2,5 melalui udara sering
dilaporkan pada daerah-daerah yang berdekatan dengan Kawasan industri.
Sebagaimana dalam penelitian sebelumnya bahwa dikawasan indutri terdapat hubungan
yang dignifikan antara konsentrasi PM2,5 dengan gangguan fungsi paru
pada orang dewasa yang tinggal disekitar kawasan indutstri tersebut dengan
rerata 9 kali lipat dari standar buku mutu udara yang telah ditetapkan (Putri, 2012).
Selain itu juga penelitian yang dilakukan dikawasan industri pabrik semen
dengan asupan konsentrasi PM2,5 yang tinggi berisiko mengalami
penurunan fungsi paru 1,2 kali dibandingkan dengan pekerja yang berada di area
konsentrasi PM2,5 lebih rendah (Komariah, 2016).
Penelitian kohort Framingham Heart Study menunjukkan bahwa setiap 2 μg/m3
dapat berpengaruh terhadap 2,1 ml FEV1 per tahunnya (Rice et al., 2015).
Kota Cilegon, terutama pada
Kecamatan Ciwandan merupakan kecamatan yang memiliki paling banyak industri dan
perusahaan besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kota Cilegon.
Penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat di Kecamatan Ciwandan
yaitu ISPA dan Pneumonia (BPS, 2016), sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan pajanan PM2,5 terhadap gangguan fungsi paru pada orang
dewasa yang tinggal di sekitar kawasan indsutri,Kelurahan Tegalratu Kecamatan
Ciwandan, Kota Cilegon.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dan termasuk kedalam
deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2022 yang
dilaksanakan di sekitar pemukiman kawasan industri Kelurahan Tegal Ratu Kecamatan
Ciwandan Kota Cilegon Provinsi Banten. Pengambilan sampel dilakukan secara acak
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan diantaranya responden yang memiliki umur
20-65 tahun, telah menetap minimal 5 tahun dan dalam keadaan sehat. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pengukuran fungsi paru dengan spirometri.
Data yang terkumpul kemudian dilakukan analisis statistika dengan menggunakan
program statistika.
Hasil
dan Pembahasan
Analisis
Univariat
1. Konsentrasi
PM2,5
Pada
penelitian ini, pada rumah yang konsentrasi PM2,5 tidak memenuhi syarat (> 35
μg/m3) yaitu sebanyak 71% lebih banyak dibandingkan yang
memenuhi syarat (≤ 35 μg/m3) yaitu sebanyak 29%.
Konsentrasi
PM2,5 |
Jumlah |
Persentase
(%) |
Memenuhi Syarat (≤ 35 μg/m3) |
29 |
29 |
Tidak Memenuhi Syarat (> 35 μg/m3) |
71 |
71 |
Jumlah |
100 |
100 |
2. Umur
Orang dewasa yang
diteliti sebagian besar memiliki usia non reproduktif (46-65 tahun) sebanyak 51
(51%), sedangkan orang dewasa yang memiliki usia reproduktif yaitu 49 (49%).
Umur |
Jumlah |
Persentase
(%) |
20-45 (Reproduktif) |
49 |
49 |
46 � 65 (Non Reproduktif) |
51 |
51 |
Jumlah |
100 |
100 |
3. Keberadaan
Penghuni Merokok
Dari hasil analisis,
responden yang tinggal didalam rumah dengan ada penghuni rumah yang merokok
yaitu sebanyak 75 (75%) dan 25 (25%) lainnya tidak ada penghuni rumah yang
merokok.
Penghuni
Merokok |
Jumlah |
Persentase
(%) |
Tidak Ada |
25 |
25 |
Ada |
75 |
75 |
Jumlah |
100 |
100 |
4. Lama
Tinggal
Lama tinggal responden
yang ≤ 20 Tahun
yaitu sebanyak 51 (51%) dan responden yang lama tinggalnya > 20 tahun yaitu
sebanyak 49 (49%) orang dewasa.
Lama Tinggal |
Jumlah |
Persentase
(%) |
≤ 20 Tahun |
51 |
51 |
> 20 Tahun |
49 |
49 |
Jumlah |
100 |
100 |
Analisis
Bivariat
Adapun hubungan konsentrasi PM2,5, umur, keberadaan
yang merokok dan lama tinggal dengan gangguan fungsi paru yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1
Hubungan Konsentrasi PM2,5 Dengan Gangguan
Fungsi Paru Pada Orang Dewasa
Konsentrasi
PM2,5 |
Gangguan
Fungsi Paru |
Nilai
p |
OR |
CI |
|||||
Tidak
Menderita |
Menderita |
Total |
|||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Memenuhi Syarat |
9 |
41.4 |
17 |
58.6 |
29 |
100 |
0,003 |
4,86 |
1,75-13,4 |
Tidak memenuhi syarat |
12 |
12.7 |
62 |
87.3 |
71 |
100 |
|
|
|
Hasil analisis hubungan antara
konsentrasi PM2,5 dengan kejadian gangguan fungsi paru pada orang
dewasa diperoleh bahwa sebanyak 62 (87,3%) orang dewasa yang konsentrasi PM2,5
dalam rumahnya tidak memenuhi syarat menderita gangguan fungsi paru, sedangkan
terdapat 17 (58,6%) orang dewasa yang konsentrasi PM2,5 dalam
rumahnya memenuhi syarat menderita gangguan fungsi paru. Dari hasil analisis
didapatkan nilai p=0,003 yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara konsentrasi PM2,5� di dalam ruang dengan gangguan fungsi paru
(nilai p < 0.05).
Table 2
Hubungan Umur Dengan Gangguan
Fungsi Paru Pada Orang Dewasa
Umur |
Gangguan
Fungsi Paru |
Nilai
p |
OR |
CI |
|||||
Tidak
Menderita |
Menderita |
Total |
|||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
20-45 Tahun |
7 |
14,3 |
42 |
85,7 |
49 |
100 |
0,171 |
0,44 |
0,16-1,20 |
46-65 Tahun |
14 |
27,5 |
37 |
72,5 |
51 |
100 |
|
|
|
Pada variabel umur, untuk
orang dewasa yang memiliki umur 20-45 tahun (usia reproduktif) dan mengalami
gangguan fungai paru yaitu sebanyak 42 (86,7%) orang dewasa, adapun orang dewasa
dengan usiaa antara 46-65 tahun yang mengalami gangguan fungsi paru yaitu
sebanyak 37 (72,5%) orang dewasa. Dari hasil uji Chi Square didapatkan
nilai p=0,171 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara umur dengan kejadian gangguan fungsi paru.
Tabel 3
Hubungan Keberadaan Anggota
Rumah Yang Merokok Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Orang Dewasa.
Keberadaan
penghuni rumah yang merokok |
Gangguan
Fungsi Paru |
Nilai
p |
OR |
CI |
|||||
Tidak
Menderita |
Menderita |
Total |
|||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Tidak Ada |
7 |
28 |
18 |
72 |
25 |
100 |
0,478 |
1,69 |
0,59-4,83 |
Ada |
14 |
18,7 |
61 |
81,3 |
75 |
100 |
Adanya penghuni rumah yang
merokok dengan gangguan fungsi paru sebanyak 61 orang dewasa (81,3%) dan tidak
adanya penghuni rumah yang merokok dengan gangguan fungsi paru yaitu sebanyak
18 orang dewasa (72%). Dari hasil uji Chi Square didapatkan nilai p=0,478
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara adanya
penghuni rumah yang merokok dengan kejadian gangguan fungsi paru.
Table 4
Hubungan Lama Tinggal Dengan
Gangguan Fungsi Paru Pada Orang Dewasa
Lama
Tinggal |
Gangguan
Fungsi Paru |
Nilai
p |
OR |
CI |
|||||
Tidak
Menderita |
Menderita |
Total |
|||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
≤20
Tahun |
11 |
21,6 |
40 |
78,4 |
51 |
100 |
1,000 |
1,07 |
0,40-2,81 |
>20 Tahun |
10 |
20,4 |
39 |
79,6 |
49 |
100 |
Pada variabel lama tinggal,
orang dewasa dengan lama tinggal ≤20 Tahun yang mengalami gangguan fungsi
paru yaitu sebanyak 40 (78,4%) orang dewasa, dan orang dewasa dengan lama
tinggal >20 tahun yang mengalami gangguan fungsi paru yaitu sebanyak 39
(79.6%) orang dewasa.. Dari hasil uji Chi Square didapatkan nilai
p=1.000 dengan nilai OR sebesar 1,07, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara lama tinggal dengan kejadian gangguan fungsi
paru.
Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti
mengenai konsentrasi PM2,5, umur, keberadaaan penghuni rumah yang
merokok dan lama tinggal. Menurut (Zhang et al., 2016)
menyatakan bahwa kenaikan konsentrasi PM2,5� di udara ambien sebesar
10μg/m3 yang berhubungan dengan penurunan kapasitas vital paksa
paru sebesar 3,4%.�� Hasil analisis
hubungan antara konsentrasi PM2,5 dengan kejadian gangguan fungsi
paru pada orang dewasa diperoleh bahwa sebanyak 62 (87,3%) orang dewasa yang
konsentrasi PM2,5 dalam rumahnya tidak memenuhi syarat menderita
gangguan fungsi paru, sedangkan terdapat 17 (58,6%) orang dewasa yang
konsentrasi PM2,5 dalam rumahnya memenuhi syarat menderita gangguan
fungsi paru. Dari hasil analisis didapatkan nilai p=0,003 yang� menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara konsentrasi PM2,5� di dalam ruang dengan gangguan
fungsi paru (nilai p < 0.05) dengan nilai OR sebesar 4,86. Hal ini
menunjukkan bahwa orang dewasa yang terpajan konsentrasi PM2,5 di rumah �yang
tidak memenuhi syarat �lebih tinggi memiliki risiko
mengalami gangguan fungsi paru 4,86 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa yang terpajan konsentrasi PM2,5 dalam rumahnya memenuhi
syarat. Sejalan dengan dengan penelitiannya (Beladina, 2017)
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5
dengan kejadian gangguan fungsi paru, dengan nilai OR sebesar 7,56 yang artinya
pekerja di industri marmer yang terpajan PM2,5 memiliko risiko
penurunan fungsi paru 7,56 kali lebih besar dari pada pekerja yang yang
terpajan PM2,5 dibawah nilai ambang batas.
Fungsi paru akan meningkat
seiring bertambahnya umur manusia, sebagaimana penelitian yang dilakukan di
India membuktikan bahwa fungsi paru-paru menurun secara signifikan seiring
bertambahnya usia (Pruthi dan Multani, 2012). Dari hasil analisis
variabel umur bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan
kejadian gangguan fungsi paru. Dengan nilai OR sebesar 0,44 menunjukkan besar
risiko orang dewasa yang memiliki umur 20-45 tahun mengalami gangguan fungsi
paru 0,44 kali dibandingkan orang dewasa yang umurnya 46-65 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putra, 2015) yang menyatakan bahwa tidak ditemukan
hubungan yang bermakna antara umur responden dengan penurunan fungsi paru,
namun umur yang berisiko (≥35 tahun) memiliki peluang sebesar 4 kali
mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan umur yang tidak berisiko (<35
tahun). Selain itu juga sama halnya dengan
penelitian lainnya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara umur dengan gangguan fungsi paru, analisis data menunjukkan bahwa
pekerja dengan umur risko rendah (<30 tahun) lebih banyak yang mengalami
ganggguan fungsi paru sebanyak 66,7%, yang dikarenakan banyak pekerja yang
berada di lingkungan kerja dengan konsentrasi tidak memenuhi syarat sebesar
79,2%, sehingga membuktikan bahwa jumlah konsentrasi PM2,5 sebagai
faktor risiko utama lebih kuat mempengaruhi kejadian fungsi paru dibandingkan
umur (Ahmad, n.d.).
Asap rokok merupakan masalah
terbesar karena memiliki kandungan zat kimia yang ada di dalam rokok yang
mengakibatkan pada kesehatan. Asap rokok mengandung partikulat cair dengan
komponennya uap dan gas yang ada didalamnya serta sekitar 4000 jenis senyawa
kimia yang dapat mencapai alveoli paru-paru (58). Terdapat gas Environmental
tobacco Smoke (ETS) yang merupakan gas beracun yang dikeluarkan dari
pembakaran produk tembakau yang mengandung seenyawa Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) yang berbahaya untuk kesehatan manusia, senyawa ini
terdapat dalam asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru pada manusia,
impotenis, serangan jantung, gangguan kehamilan dan janin (45). Dalam
penelitian ini, keberadaan anggota rumah yang merokok bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara adanya penghuni rumah yang merokok dengan kejadian
gangguan fungsi paru. Dengan nilai OR sebesar 1,69 menunjukkan adanya orang
dewasa yang terpapar asap rokok memiliki risiko 1,69 kali menderita gangguan
fungsi paru dibandingkan orang dewasa yang dirumahnya tidak terpapar asap
rokok. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Basra, 2018) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara ada penghuni rumah yang merokok dengan gangguan fungsi paru
restriktif pada ibu rumah tangga, namun proporsi ibu rumah tangga yang tinggal bersama
penghuni merokok sebanyak 63,6% mengalami gangguan fungsi paru tingkat sedang.
Bahaya yang harus ditanggung oleh perokok pasif hampir 3 kali lipat dibanding
perokok aktif, karena perokok pasif 2,5% memiliki risiko lebih besar terkena
gangguan fungsi paru dibandingkan perokok aktif yang hanya memiliki 1,4% untuk
terkena gangguan fungsi paru (Fitriyani, 2013).
Lama tinggal di kawasan dengan
polusi yang tinggi dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pernafasan. Semakin
lama seseorang bermukim di wilayah tersebut, maka semakin tinggi risiko terpapar
zat pencemar. Partikulat memiliki waktu paruh yang cukup lama dalam paru-paru
hingga zat pencemar ini mampu terakumulasi (Basra, 2018).
Semakin lama seseorang berada di suatu tempat dengan nilai konsentrasi berbagai
parameter pencemaran udara yang tinggi, semakin besar pula resiko pajanan yang
terjadi melalui inhalasi, sehingga dapat berdampak pada kesehatan di bagian
saluran dan rongga pernafasan khususnya penurunan fungsi paru (Beladina, 2017).
Hasil uji analisis pada penelitian ini yaitu tidak ada hubungan yang signifikan
antara lama tinggal dengan kejadian gangguan fungsi paru. Namun, pada
penelitian ini besar risiko orang dewasa yang lama tinggalnya lebih dari 20
tahun memiliki 1,07 kali mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan dengan
orang dewasa yang lama tinggalnya kurang dari 20 tahun. Sebagaimana dalam
penelitian (Fitriyani, 2013)
menyatakan bahwa besar risiko ibu rumah tangga yang menderita gangguan fungsi
paru yang tinggal diatas 20 tahun yaitu 7,25 kali dibandingkan dengan ibu rumah
tangga yang tinggal kurang dari 20 tahun, karena semakin lama ibu rumah tangga
yang terpapar maka akan semakin berisiko untuk menderita gangguan fungsi paru.
Kesimpulan
Pada penelitian ini didapatkan
hasil, pada konsentrasi PM2,5 terhadap gangguan fungsi paru ditemukannya
hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,003. Namun berbeda dengan variabel umur,
penghuni rumah yang merokok dan lama tinggal yang tidak ada hubungan yang
signifikan terhadap kejadian gangguan fungsi paru. Hasil analisa pada variabel
umur, didapatkan nilai OR sebesar 0,44 menunjukkan besar risiko orang dewasa
yang memiliki umur 20-45 tahun mengalami gangguan fungsi paru 0,44 kali
dibandingkan orang dewasa yang umurnya 46-65 tahun. Variabel keberadaan yang merokok
dengan nilai OR sebesar 1,69 menunjukkan adanya orang dewasa yang terpapar asap
rokok memiliki risiko 1,69 kali menderita gangguan fungsi paru dibandingkan
orang dewasa yang dirumahnya tidak terpapar asap rokok. Dan untuk variabel lama
tinggal pada penelitian ini, besar risiko orang dewasa yang lama tinggalnya
lebih dari 20 tahun memiliki 1,07 kali mengalami gangguan fungsi paru
dibandingkan dengan orang dewasa yang lama tinggalnya kurang dari 20 tahun.
Sebaiknya untuk masyarakat sekitar menggunakan masker pada saat akan berpergian
keluar rumah, memperhatikan kondisi rumah dengan rajin membersihkan rumah untuk
meminimalisir adanya partikulat debu dan adanya kesadaran pada penghuni rumah
untuk tidak merokok khususnya dalam rumah karena akan berdampak pada kesehatan
pada penghuni lainnya dirumah tersebut.
Ahmad,
Haeranah. (n.d.). Thesis: Particulate Matter 2, 5 Dan Gangguan Fungsi Paru
Pada Pekerja Industri Rumah Tangga Kerajinan Satu Ukir Di Desa Allakuang
Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan. Google Scholar
Azizah, Imfatul T. N. (2019). Analisis Kadar Debu PM2,5 dan
Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Pupuk Organik di Nganjuk. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 11(2), 141�149. Retrieved from
http://doi.org/10.20473/jkl/v11i2.2019.141-149
Basra, M. U. (2018). Konsentrasi PM2,5 Dalam Rumah Dengan
Gangguan Fungsi Paru Pada Ibu Rumah Tangga Di Sekitar Industri Semen Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bgor Tahun 2018. Fakultas Kesehatan Masyarakat:
Universitas Indonesia.
Beladina, N. (2017). Konsentrasi PM2,5di Udara Tempat
Industri Marmer dan Penurunan Fungsi Paru pada Pekerja di Sentra Industri
Marmer X Kabupaten Tulungagung Tahun 2017. Fakultas Kesehatan Masyarakat :
Universitas Indonesia.
Cheng, Yu Hsiang, Chang, Hsiao Peng, & Yan, Jhih Wei.
(2012). Temporal variations in airborne particulate matter levels at an indoor
bus terminal and exposure implications for terminal workers. Aerosol and Air
Quality Research, 12(1), 30�38. Google Scholar
Fitriyani, A. (2013). Konsentrasi Pajanan PM2,5 Terhadap
Gangguan Fungsi Paru pada Ibu Rumah Tanggadi Sekitar Industri Pembakaran Batu
Kapur di Desa Taman Sari Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang. Fakultas
Kesehatan Masyarakat : Universitas Indonesia.
Ombuh, Richard Victor, Nurjazuli, Nurjazuli, & Raharjo,
Mursid. (2017). Hubungan Paparan Debu Terhirup terhadap Gangguan Fungsi Paru
pada Pekerja Bongkar Muat di Pelabuhan Manado Sulawesi Utara Tahun 2017. HIGIENE:
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(2), 69�75. Google Scholar
Putra, N. R. (2015). Gambaran Konsentrasi Particulate Matter
2,5 (PM2,5) Pada Waktu Masak dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Dapur Rumah
Makan di Kota Solok Tahun 2015. Fakultas Kesehatan Masyarakat :
Universitas Indonesia.
Putri, Eky Pramitha Dwi. (2012). Konsentrasi PM2, 5 di Udara
dalam Ruang dan Penurunan Fungsi Paru pada Orang Dewasa di Sekitar Kawasan
Industri Pulo Gadung Jakarta Timur Tahun 2012. Jakarta: FKM UI. Google Scholar
Rice, Mary B., Ljungman, Petter L., Wilker, Elissa H.,
Dorans, Kirsten S., Gold, Diane R., Schwartz, Joel, Koutrakis, Petros, Washko,
George R., O�Connor, George T., & Mittleman, Murray A. (2015). Long-term
exposure to traffic emissions and fine particulate matter and lung function
decline in the Framingham heart study. American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine, 191(6), 656�664. Google Scholar
Sholihati, Nina, Suhartono, Suhartono, & Dewanti, Niki
Astorina Yunita. (2017). Hubungan Masa Kerja Dan Penggunaan Apd Dengan Gangguan
Fungsi Paru Pada Penyapu Jalan Di Ruas Jalan Tinggi Pencemaran Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(5), 776�789.
Google Scholar
Upadhyay, Swapna, Ganguly, Kaustav, & Stoeger, Tobias.
(2014). Inhaled ambient particulate matter and lung health burden. EMJ
Respir, 2, 88�95. Google Scholar
Zhang, L., Crowley, G., Haider, S. H., Zedan, M., Kwon, S.,
& Nolan, A. (2016). Air pollution and lung function loss: the importance of
metabolic syndrome. Austin Journal of Pulmonary and Respiratory Medicine,
3(2). Google Scholar
Copyright
holder: Gita Rahmaningsih, Budi Haryanto (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |