Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
PERBANDINGAN AFEK
POSITIF PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ASING DITINJAU DARI ASPEK
DUKUNGAN SOSIAL
Rukayah, Aziz Thaba, Asriani Abbas, Indramini, Abdul
Kadir
Universitas Negeri Makassar, Lembaga Swadaya Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matutu
Sulawesi Selatan, Universitas Hasanuddin, Universitas
Muhammadiyah Makassar dan Universitas Puangrimaggalatung
Sengkang
Email: [email protected], [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan afeksi positif pemakaian bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa asing
(Inggris, Jerman, dan Arab)
pada penutur asli bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan jumlah responden
sebanyak 150 orang. Data dikumpulkan
dengan teknik angket dan wawancara, kemudian dianalisis dengan concurrent
embedded strategy. Hasil dari penelitian
ini yaitu (1) dukungan sosial terhadap penutur asli bahasa Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia rendah (hanya 50,95%) sehingga afek positif penutur
asli bahasa Indonesia terhadap pemakaian bahasa Indonesia pun rendah (hanya 49,95%); (2) dukungan sosial terhadap penutur asli bahasa
Indonesia dalam menggunakan
bahasa asing tinggi (70,93%) sehingga afek positif penutur
asli bahasa Indonesia terhadap pemakaian bahasa asing pun tinggi (77,96%);. Dan (3) Tingginya afeksi positif terhadap pemakaian bahasa asing pada penutur asli bahasa Indonesia disebabkan adanya perolehan kepercayaan diri yang tinggi, prestise, dan jaminan sosial di masa depan.
Kata Kunci: afeksi positif, dukungan sosial, bahasa Indonesia, bahasa asing
Abstract
This study aims to compare positive affect of language usage between Indonesian and foreign languages (English, German, and Arabic) in native speakers of the Indonesian language. This study uses a mixed method with the number of respondents as many as 150 people. Data were collected by questionnaire and interview techniques, then analyzed with concurrent embedded strategy. The results of this study were (1) social support for native speakers of Indonesian in using low Indonesian language (only 50.95%) so that the positive affect of native Indonesian speakers on the use of Indonesian language was low (only 49.95%); (2) social support for native speakers of the Indonesian language in the use of foreign languages high (70.93%) so that the positive affect of native speakers of Indonesian against the use of foreign languages was high (77.96%); And (3) The high positive affect on the use of foreign languages in native speakers of Indonesia is due to the acquisition of high confidence, prestige, and social security in the future.
Keywords: positive affect, social support,
Indonesian language, foreign language
Pendahuluan
Penelitian ini bermula ketika dijumpai fenomena beberapa orang penutur asli bahasa Indonesia yang menyatakan sikap kebanggaannya lebih besar dalam menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia saat berinteraksi dilingkungannya. Hal ini tentunya bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan yang di dalamnya ditentukan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa Negera Kesatuan Republik Indonesia yang lebih tinggi kedudukannya dari bahasa daerah terlebih lagi bahasa asing. Tujuan ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yaitu (1) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (3) menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bahasa. Pernyataan sikap dan kebanggan penutur asli bahasa Indonesia terhadap bahasa asing tersebut tidak lain karena dipengaruhi oleh pengalaman emosional saat menggunakan bahasa. Pengalaman emosional yang dirasakan dapat berbeda-beda pada setiap individu, tergantung peristiwa yang dialami. Ada peristiwa yang yang dapat menciptakan pengalaman emosi yang positif, ada pula peristiwa yang dapat menciptakan pengalaman emosi yang negatif (Sarafino, 1998). Pengalaman emosi yang positif inilah yang memicu sikap dan kebanggaan setiap penutur terhadap bahasa tertentu seperti perasaan senang, bangga, atau merasa termotivasi (Sarafino & Smith, 2011). Krech (1996) juga mengungkapkan bahwa pemilihan bahasa juga berhubungan dengan dorongan dan kebutuhan psikologis para pelakunya.
Afek (Affect) merupakan suatu keadaan neuropsychological yang dapat dirasakan secara sadar yakni perasaan subjektif individu dalam kurun waktu tertentu (Watson, 2000). Afek yang dimaksudkan merupakan penggambaran tentang perbedaan individu yang cenderung stabil dalam pengalaman emosional tertentu, baik itu positif maupun negatif (Synder & Lopez, 2002).� Watson dalam Synder & Lopez (2002) menyebutkan pula bahwa affect merupakan dimensi dasar dari sebuah pengalaman emosional tertentu. Keadaan afek tertentu pada individu dapat pula mempengaruhi perilaku dan keadaan fisik individu. Oleh karena itu, afek memiliki dampat terhadap perubahan fisik maupun perubahan pada penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit kronis yang berlangsung dalam jangka waktu lama.
Afek memiliki keterkaitan yang erat dengan emosi dan mood. Emosi merupakan sebuah sistem reaksi yang terintegrasi, terorganisir, terstruktur terhadap sebuah peristiwa yang melibatkan reaksi fisiologikal serta relevan terhadap kebutuhan, tujuan, dan kelangsungan hidup organism (Synder & Lopez, 2002). Watson (2000) menyatakan bahwa emosi sebagai adaptive response yang berperan sebagai penyedia informasi bagi individu terkait dengan apa yang dipikirkan maupun dirasakannya (Watson, 2000). Adapun contoh-contoh dari emosi seperti takut, marah, sedih, perasaan jijik, dan sebagainya (Watson & Clark, 1999). Sedangkan mood, menurut Watson & Clark (1994) dalam Synder & Lopez (2002) merupakan episode sementara dari suatu perasaan. Mood terbentuk karena adanya afek (Watson, 2000).
Afek positif (positif affect) merupakan dimensi yang menggambarkan perasaan individu yang mengarah pada perasaan positif. Positive affect mengarah pada perbedaan individu dalam pengalaman emosional yang positif. Individu yang memiliki positive affect cenderung memiliki suasana hati yang menyenangkan. Positive affect menggambarkan bahwa individu berada dalam kondisi yang menyenangkan, sedangkan kondisi positive affect yang kurang baik digambarkan dalam hal rendahnya kebahagiaan, kepercayaan diri, dan sebagainya. Positive affect dapat pula digambarkan dengan individu yang berenergi dan konsentrasi yang baik pula seperti attentive, interested, alert, dan enthusiastic.� Adapun beberapa indikator dalam positive affect meliputi active (aktif), alert (fokus), attentive (penuh perhatian), determined (tegas), enthusiastic (semangat), excited (gembira), inspired (terinspirasi), interested (ketertarikan), proud (bangga), strong (kuat), (Watson, 1988; Watson & Clark, 1999)
Individu yang berada dalam keadaan positive affect dapat memiliki coping strategy yang lebih baik. Coping strategy merupakan cara individu dalam berupaya dan mengatasi emosi yang umumnya negatif (Lazarus & Folkman dalam Davison, Neale, & Kring, 2014). Keadaan affect yang positif menjadikan individu cenderung menggunakan active coping berupa problem focused coping. Problem focused coping merupakan salah satu coping strategy yang dilakukan dengan bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan (Ben-Zur, 2009; Deichert, Fekete, Boarts, Druley, & Delahanty, 2008; Greenglass & Fiksenbaum, 2009). Individu yang berada dalam keadaan positive affect cenderung memiliki ketaatan (adherence) yang lebih baik. Ketaatan disini merupakan upaya terus menerus untuk menggunakan satu bahasa yang dianggap berdampak positif terhadap kondisi psikologi penuturnya. Lebih lanjut, ternyata individu dengan keadaan affect yang positif juga dapat memiliki kecenderungan patuh terhadap anjuran-anjuran dari pihak tertentu (pelaku bahasa) seperti perilaku berbahasa yang lebih baik. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa positive affect merupakan salah satu variabel yang diperlukan oleh individu untuk memilih bahasa yang berdampak baik terhadap psikologisnya (Deichert. dkk, 2008; Dockray & Steptoe, 2010).
Afek yang ada dalam diri setiap penutur bahasa sangat dipengaruhi oleh dukungan dari lingkungan sosialnya (Dockray dan Steptoe. 2010). Dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik (King, 2012). Sedangkan menurut Ganster, dkk., (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) dukungan sosial adalah tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. Selanjutnya, dukungan sosial menurut Cohen & Syme (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) adalah sumber-sumber yang disediakan orang lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu bersangkutan. Lebih lanjut dukungan sosial menurut House & Khan (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) adalah tindakan yang bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan istrumen, dan penilaian positif pada individu dalam menghadapi permasalahannya. Menurut Cohen & Hoberman (dalam Isnawati & Suhariadi, 2013) dukungan sosial mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar pribadi seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa dukungan sosial terhadap seorang penutur dalam menuturkan suatu bahasa akan memberikan pengalaman emosional. Pengalaman emosional tersebut mempengaruh afek seseorang yang mengarahkannya pada pemilihan bahasa. Jika afek yang ditimbulkan oleh pengalaman emosional tersebut bersifat positif maka seseorang cenderung untuk menggunakan suatu bahasa secara konsisten.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan pada penelitian
ini adalah campuran (mixed
method) yang melibatkan 150 sampel
untuk dijadikan responden. Sampel dipilih dengan strategi kombinasi (purposive
sampling dan multilevel sampling).
Gambaran mengenai sampel penelitian ini disajikan dalam tabel berikut;
Tabel 1
Sampel penelitian
Sampel (Penutur
Asli Bahasa Indonesia) |
Kompetensi
Bahasa Kedua |
|||
Inggris |
Jerman |
Arab |
||
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
30 |
10 |
25 |
Perempuan |
55 |
9 |
21 |
|
Usia |
15 � 25 |
45 |
8 |
27 |
26 � 35 |
20 |
6 |
11 |
|
36 � 45 |
15 |
3 |
4 |
|
46 � 55 |
5 |
2 |
4 |
|
Status |
Pelajar (SMA) |
20 |
5 |
10 |
Mahasiswa |
45 |
10 |
25 |
|
Umum |
20 |
4 |
11 |
�Unit-unit analisis yang diteliti yaitu afeksi positif
dan dukungan sosial. Oleh karena itu, teknik
pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik angket dan wawancara. Data dianalisis dengan metode concurrent
embedded strategy yaitu strategi analisis dalam penelitian campuran yang mengkombinasikan penggunaan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara simultan (bersama-sama) dengan bobot yang berbeda. Pada model ini ada metode
primer, untuk memperoleh
data yang utama dan metode sekunder, untuk memperoleh data pendukung metode primer (Creswell, 2009). Yang dijadikan
metode primer adalah metode kauntitatif yaitu data afeksi positif berbahasa dan data dukungan sosial. Sedangkan metode sekunder adalah metode kualitatif yaitu data hasil wawancara untuk memvalidasi data primer.
Hasil Penelitian
1.
Afeksi Positif Pemakaian
Bahasa Indonesia
Skor total yang diperoleh
dari pengukuran afeksi positif 150 responden penutur asli bahasa Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia yaitu 3746. Jika
skor tersebut diasumsikan pada tabel berikut, katagori afeksi positif responden dapat diketahui.
Tabel 2
Distribusi Kecenderungan
Skor Afeksi Positif Pemakaian Bahasa Indonesia
Interval |
�Interval Persentase |
Katagori |
6301
� 7500 |
84%
- 100% |
Sangat
Tinggi |
5101
� 6300 |
68%
- 83% |
Tinggi |
3901
� 5100 |
52%
- 67% |
Sedang |
2701
� 3900 |
36%
- 51% |
Rendah |
1500
� 2700 |
20%
- 35% |
Sangat
Rendah |
Tabel
di atas menjelaskan bahwa afeksi positif
penutur asli bahasa Indonesia terhadap bahasa Indonesia berada pada katagori rendah, seperti yang terlihat pada tabel bahwa untuk
skor 3746 (49,95%) berada
pada interval 2701 � 3900 (36% - 51%).�
2.
Afeksi Positif Pemakaian
Bahasa Asing
Skor total yang diperoleh
dari pengukuran afeksi positif 150 responden penutur asli bahasa Indonesia dalam menggunakan bahasa asing yaitu
5847. Jika skor tersebut diasumsikan pada tabel berikut, katagori afeksi positif responden dapat diketahui.
Tabel 3
Distribusi Kecenderungan
Skor Afeksi Positif Pemakaian Bahasa Indonesia
Interval |
�Interval Persentase |
Katagori |
6301
� 7500 |
84%
- 100% |
Sangat
Tinggi |
5101
� 6300 |
68%
- 83% |
Tinggi |
3901
� 5100 |
52%
- 67% |
Sedang |
2701
� 3900 |
36%
- 51% |
Rendah |
1500
� 2700 |
20%
- 35% |
Sangat
Rendah |
Tabel
di atas menjelaskan bahwa afeksi positif
penutur asli bahasa Indonesia terhadap bahasa asing berada
pada katagori tinggi seperti yang terlihat pada tabel bahwa untuk
skor total 5847 (77,96%) berada
pada interval 5101 � 6300 (68% - 83%).
3.
Dukungan Sosial Pemakaian
Bahasa Indonesia
Skor total yang diperoleh
dari pengukuran dukungan sosial pada 150 responden penutur asli bahasa Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia yaitu 3821. Jika
skor tersebut diasumsikan pada tabel berikut, katagori dukungan sosial terhadap pemakaian bahasa Indonesia dapat diketahui.
Tabel 4
Distribusi Kecenderungan
Skor Dukungan Sosial Pemakaian Bahasa Indonesia
Interval |
�Interval Persentase |
Katagori |
6301
� 7500 |
84%
- 100% |
Sangat
Tinggi |
5101
� 6300 |
68%
- 83% |
Tinggi |
3901
� 5100 |
52%
- 67% |
Sedang |
2701
� 3900 |
36%
- 51% |
Rendah |
1500
� 2700 |
20%
- 35% |
Sangat
Rendah |
Tabel
3 di atas menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diperoleh penutur asli bahasa
Indonesia terhadap pemakaian
bahasa Indonesia berada
pada katagori rendah, seperti yang terlihat pada tabel bahwa untuk
skor total 3821 (50,95%) berada
pada interval 2701 � 3900 (36% - 51%).�
4.
Dukungan Sosial Pemakaian
Bahasa Asing
Skor total yang diperoleh
dari pengukuran dukungan sosial pada 150 responden penutur asli bahasa Indonesia dalam menggunakan bahasa asing yaitu
5320. Jika skor tersebut diasumsikan pada tabel berikut, katagori dukungan sosial terhadap pemakaian bahasa asing dapat
diketahui.
Tabel 5
Distribusi Kecenderungan
Skor Dukungan Sosial Pemakaian Bahasa Indonesia
Interval |
�Interval Persentase |
Katagori |
6301
� 7500 |
84%
- 100% |
Sangat
Tinggi |
5101
� 6300 |
68%
- 83% |
Tinggi |
3901
� 5100 |
52%
- 67% |
Sedang |
2701
� 3900 |
36%
- 51% |
Rendah |
1500
� 2700 |
20%
- 35% |
Sangat
Rendah |
Tabel
4 di atas menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diperoleh penutur asli bahasa
Indonesia terhadap pemakaian
bahasa Indonesia berada
pada katagori tinggi, seperti yang terlihat pada tabel bahwa untuk
skor total 5320 (70,93%) berada
pada interval 5101 � 6300 (68% - 83%).
Pembahasan
Tepat,
demikianlah kata yang dapat
mewakili pendapat Dockray dan Steptoe (2010) bahwa tinggi rendah afek
positif dalam diri setiap orang untuk memilih dan melakukan suatu tindakan atau aktivitas
sangat dipengaruh oleh besar
kecilnya dukungan sosialnya. Hal tersebut dibuktikan melalui hasil penelitian ini yaitu afeksi
positif penutur asli bahasa Indonesia untuk memilih dan menggunakan bahasa Indonesia dalam interaksi sehari-hari terkatagori rendah. Rendahnya afeksi positif tersebut sejalan dengan rendahnya dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat dilingkungan sosialnya pada saat penutur menggunakan
bahasa Indonesia. Berbeda dengan pemakaian bahasa Indonesia, afeksi positif penutur asli bahasa Indonesia untuk memilih dan menggunakan bahasa asing dalam interaksi
sehari-hari terkatagori tinggi. Hal tersebut sejalan dengan tingginya dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat dilingkungan sosialnya pada saat penutur menggunakan bahasa asing. Klarifikasi
responden terhadap fenomena tersebut menjelaskan bahwa penutur menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing dalam
berinteraksi adalah sesuatu yang bersifat semaunya (arbitrer), tetapi, dalam menuturkan
bahasa tertentu, seseorang juga terikat dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang dimaksudkan oleh responden berkaitan langsung dengan kemungkinan respon yang akan diberikan oleh mitra tutur seperti
prestise atau penghargaan, Semakin baik penghargaan yang diberikan, maka akan semkain baik
pula responden untuk berusaha memakai dan mengembangkan potensi dan keterampilannya dalam menggunakan bahasa terntentu. Begitu pula dalam kasus ini,
responden menilai bahwa apresiasi berupa penghargaan yang diberikan oleh mitra tutur atau masyarakat
terhadap potensi dan keterampilan dalam penggunaan bahasa Indonesia
sangat rendah. Berbeda ketika seseorang mahir dalam berbahasa
asing, apresiasi atau penghargaan yang diberikan oleh mitra tutur atau masyarakat,
khususnya lingkungan keluarga, pertemanan, dan sekolah atau lingkungan
kerja sangatlah tinggi dan positif. Jadi, sebagai penutur, memilih bahasa untuk digunakan dalam interaksi sangat tergantung oleh dukungan sosialnya. Terkait dengan klarifikasi tersebut, Krech (1996) menjelaskan bahwa ada dorongan dan kebutuhan psikologis pada diri setiap penutur
untuk memosisikan dirinya pada keadaan aman, nyaman, dianggap,
diperhatikan, dan dihargai.
Selanjutnya,
selain tujuan memperoleh prestise atau penghargaan dari mitra tutur
atau masyarakat, ada beberapa alasan
yang diungkapkan oleh responden
untuk memilih dan menggunakan bahasa tertentu dalam suatu interaksi. Alasan tersebut yaitu perolehan kepercayaan diri yang tinggi dan jaminan sosial di masa depan. Responden menjelaskan bahwa peroleh kepercayaan
diri timbul sebagai bentuk eksistensi dari bahasa itu sendiri.
Jika suatu bahasa lebih popular dari bahasa lainnya, maka pemakaian bahasa popular itu akan menjadikan penuturnya memperoleh kepercayaan diri yang tinggi, sebab mampu
menjadi bagian dari popularitas tersebut. Terlebih lagi jika bahasa
popular tersebut masih
sangat jarang dikuasai oleh
kelompok tertentu, maka dengan hadirnya
seorang penutur yang menguasai bahasa popular tersebut menjadikan dirinya semakin percaya diri. Maka,
tidak heran jika penutur asli
bahasa Indonesia lebih tinggi afek positifnya
terhadap bahasa asing dari pada bahasa Indonesia karena ingin memperoleh kepercayaan diri di tengah masyarakat yang rendah pengetahuannya tentang bahasa asing tersebut. Responden mengungkapkan bahwa kemampuan berbahasa asing sekarang ini sangat popular dan diidam-idamkan di masyarakat.
Jadi, dengan kemampuan berbahasa asing yang dimiliki akan menambah
kepercayaan diri. Selanjutnya, alasan afeksi positif pemakaian bahasa asing lebih tinggi
dari bahasa Indonesia yaitu harapan di masa depan. Di era industri global sekarang ini, kemampuan
berbahasa asing sangat dibutuhkan, bahkan tidak jarang perusahan-perusahan
besar menjadikan bahasa asing seperti
bahasa Inggris, Jerman, dan bahasa Arab sebagai syarat utamanya. Tidak hanya itu, untuk
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi seperti
jenjang magister atau doktoral pun menjadikan kemampuan berbahasa bahasa asing sebagai
salah satu penentu keberhasilannya. Jadi, dengan menguasai bahasa asing, peluang untuk menjadi bagian
dari zona industri global atau untuk memperoleh
pendidikan tinggi pun semakin besar.
Fenomena
dari hasil penelitian ini membawa dua sisi
berbeda. Satu sisi, tingginya afeksi positif terhadap pemakaian bahasa asing berdasarkan dukungan sosialnya sangat mendukung perkembangan dan kemajuan individu atau masyakat dalam
menghadapi era global. Artinya,
kemampuan berbahasa asing sangat diperlukan agar individu atau masyakat
dapat beradaptasi dengan laju perkembangan
zaman. Namun sebaliknya, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, kebangaan, dan identitas nasional perlahan namun pasti akan
bergeser. Ditakutkan bahasa Indonesia hanya menduduki statusnya saja sebagai bahasa
negara dan identitas nasional,
tetapi kebangaan akan bahasa Indonesia akan menjadi berkurang
akibat melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia karena ketidakmampuannya untuk memenuhi kebutuhan akan kepercayaan diri di masyarakat, prestise atau penghargaan, serta jaminan hidup
di masa depan.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu dukungan sosial terhadap penutur asli bahasa
Indonesia dalam pemakaian bahasa Indonesia rendah (hanya 50,95%) sehingga afek positif yang dimiliki penutur asli bahasa Indonesia terhadap pemakaian bahasa Indonesia juga rendah (hanya 49,95%) jika dibandingkan dengan afeksi positif pemakaian bahasa asing (77,96%), jauh lebih tinggi karena
dukungan sosialnya juga tinggi (70,93%). Jadi, semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh masyarakat terhadap pemakaian suatu bahasa, maka
semakin tinggi pula afek positif yang dimiliki penutur bahasa tersebut. Sebaliknya, jika dukungan masyarakat terhadap pemakaian suatu bahasa rendah,
maka afeksi positif penutur bahasa tersebut juga rendah. Tingginya afeksi positif penutur asli bahasa
Indonesia terhadap bahasa asing disebabkan adanya pengetahuan dan pemahaman bahwa bahasa asing mampu
untuk meningkatkan kepercaan diri penuturnya, memberikan prestise atau penghargaan
dari mitra tutur atau masyarakat,
serta ada jaminan dimasa depan.
BIBLIOGRAFI
Apollo, & Cahyadi,
A. 2012. �Konflik Peran Ganda Perempuan Menikah yang Bekerja Ditinjau dari Dukungan
Sosial Keluarga dan Penyesuaian Diri�. Jurnal Widya Warta,
02, 255-271.
Ben-Zur, H. 2009. �Coping Styles and Affect�. International
Journal of Stress Management, 16 (2), 87�101. https://doi.org/10.1037/a0015731
Creswell,
John. 2009. Riset Pendidikan, Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Davison,
G.C., Neale, J. M., & Kring, A. M. 2014. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali
Press.
Deichert, N.
T., Fekete, E. M., Boarts, J. M., Druley,
J. A., & Delahanty, D. L. 2008. �Emotional support and affect: Associations
with health behaviors and active coping efforts in men living with HIV�. AIDS
and Behavior, 12(1), 139�145. https://doi.org/10.1007/s10461-007-9214-y
Dockray, S.,
& Steptoe, A. 2010. �Positive affect and psychobiological processes�. Neuroscience
and Biobehavioral Reviews, 35(1), 69�75. https://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2010.01.006
Greenglass,
E. R., & Fiksenbaum, L. 2009. �Proactive Coping,
Positive Affect, and Well-Being�. European Psychologist, 14(1),
29�39. https://doi.org/10.1027/1016-9040.14.1.29
Isnawati, Dian & Suhariadi
Rendi. 2013. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian
Diri Masa Persiapan Pensiun pada Karyawan PT Pupuk Kaltim. Jurnal Psikologi Industri
dan Organisasi. Vol. 1, Februari
2013, Hal. 1-6. Departemen Psikologi
Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
King, L. A. 2012. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Krech, D.
1996. Individuals and Society: A Textbook
of Social Psychology. New York: Mc Grow Hill.
Sarafino, E.
P., & Smith, T. W. 2011. Health
Psychology. USA: John Wiley and Sonc.
Sarafino, E.P.
1998. Health Psychology: Biopsychology
Interactions. United Stated of America: John Wiley and Sonc.
Snyder,
C. R., Lopez, S. J. 2002. Handbook of
Positive Psychology. New York: Oxford University Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Watson,
D. 1988. �Intraindividual and Interindividual Analysis of Positive and Negative
Affect: Their Relation to Health Complaints, Perceived Stress, and Daily
Activities�. Journal of Personality and Social Psychology, 54(6),
1020�1030.
Watson,
D., & Clark, L. A. 1992. �On Traits and Temperament: General and Specific
Factors of Emotional Experience and Their Relation to the Five‐Factor Model�.
Journal of Personality, 60(2), 441�476. https://doi.org/10.1111/j.1467-6494.1992.tb00980.x
Watson,
D., & Clark, L. A. 1999. The PANAS-X: �Manual for the Positive and Negative
Affect Schedule-Expanded Form�. Iowa Research Online, 277(6),
1�27. https://doi.org/10.1111/j.1742-4658.2010.07754.x
Copyright
holder: Rukayah, Aziz Thaba, Asriani
Abbas, Indramini, Abdl
Kadir (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |