Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
ANALISIS
BROADCAST MESSAGE APLIKASI WHATSAPP SEBAGAI SUMBER INFORMASI BAGI GENERASI BABY
BOOMER DI JAKARTA
Putra
Haqiqi, Putri Zahrah Nursyifa, Syifa Salsabila Putri
Institut
Komunikasi dan Bisnis LSPR, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Kemajuan teknologi dapat dirasakan pada masa kini, salah satu perubahannya dapat ditinjau melalui ranah komunikasi, sehingga bermunculan berbagai platform sosial media di Indonesia yang sering digunakan. Salah satu aplikasi yang sering digunakan di Indonesia adalah sosial media WhatsApp yang menempati urutan kedua. WhatsApp memiliki berbagai fitur untuk mempermudah kegiatan bersosial media seperti Chat, Broadcast Message dan lainnya. Melalui fitur yang diberikan menghasilkan menimbulkan berbagai manfaat namun masih bisa juga menimbulkan dampak negatif seperti salah satunya adalah penyebaran berita palsu atau Hoaks. Riset membuktikan bahwa masyarakat berusia diatas 45 tahun rentan untuk menyebarkan dan mempercayai berita palsu. Berbagai faktor dapat menjadi penilaian untuk mengetahui penyebabnya namun penelitan kali ini berfokus kepada Literasi Media Digital dari generasi Baby Boomer. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana Literasi media Baby Boomer yang menyebabkan mereka mudah mempercayai dan menyebarkan pesan siar pada media sosial WhatsApp yang belum tentu valid kebenarannya. Teori utama yang digunakan adalah Literasi Media Digital dengan metode penelitian kualitatif fenomenologi, in-Depth Interview kepada generasi Baby Boomer sebagai narasumber.
Kata Kunci: WhatsApp, Broadcast Message, Baby Boomer, Hoaks, Media Sosial
Abstract
Technological advances can be felt at present, one of the changes
can be seen through the realm of communication, so that various social media
platforms have emerged in Indonesia that are often used. One application that
is often used in Indonesia is the WhatsApp social media which ranks second.
WhatsApp has various features to facilitate social media activities such as
Chat, Broadcast Message and others. Through the features provided, it generates
various benefits but can still cause negative impacts, such as the spread of
fake news or hoaxes. Research shows that people aged over 45 years are
vulnerable to spreading and believing fake news. Various factors can be used as
an assessment to determine the cause, but this research focuses on Digital
Media Literacy of the Baby Boomer generation. The study was conducted to find
out how Baby Boomer media literacy causes them to easily trust and spread
broadcast messages on WhatsApp social media which are not necessarily valid.
The main theory used is Digital Media Literacy with phenomenological
qualitative research methods, in-depth interviews with the Baby Boomer
generation as a resource.
Keywords: WhatsApp, Broadcast
Message, Baby Boomer, Hoax, Social Media
Pendahuluan
Kemajuan teknologi dapat dirasakan pada masa kini, salah satu perubahannya dapat ditinjau melalui ranah komunikasi. Media sosial merupakan salah satu bukti adanya kemajuan dalam dunia teknologi. Bermacam aplikasi dengan fungsi yang berbeda diciptakan guna memberikan atau menerima suatu informasi seperti pesan teks, pesan suara, foto, video dan lainnya. Pada akhirnya media sosial menjadi salah satu kebutuhan yang diperlukan untuk kegiatan berkomunikasi sehari-hari. Menurut Carr dan Hayes (dalam Rahadi, 2017). Media sosial merupakan media berbasis internet yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dan memperkenalkan diri, baik secara seketika maupun tertunda dengan khalayak luas ataupun tidak yang mendorong nilai user generated content atau yang dapat disebut dengan persepsi interaksi dengan orang lain Menurut Carr dan Hayes (dalam Rahadi, 2017).
Kemajuan teknologi ini menciptakan berbagai platform sosial media dan di Indonesia saat ini ada beberapa jenis sosial media yang sering digunakan. Berdasarkan kutipan dari (Jayani, 2020) terdapat empat peringkat media sosial teratas yang selalu digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu Youtube mencapai dengan 88% yang paling sering di akses diikuti dengan WhatsApp sebesar 84%, Facebook 82%, dan Instagram 79%.
Gambar 1. Gambar Data Perbandingan penggunaan sosial media, We Are Social Hootsuite, dari databoks.katadata.co.id, 2020
Penelitian ini akan membahas tentang Broadcast Message pada aplikasi WhatsApp sebagai sumber informasi dengan tujuan agar mendapatkan hasil analisis media sosial WhatsApp mengenai berita hoaks yang disebarkan oleh orang tua generasi Baby Boomer melalui grup WhatsApp. Seorang Public Relations memiliki kedekatan dengan media, salah satu fungsi media yaitu untuk menyebarkan pengumuman atau informasi. Salah satunya adalah media sosial WhatsApp sebagai sarana untuk melakukan komunikasi. Terdapat dua macam media sebagai penyalur informasi yaitu tradisional dan juga modern. Radio, televisi dan koran merupakan media tradisional sedangkan media modern yaitu media yang bersumber dari internet. Penyebaran informasi melalui media internet dapat berkembang dengan cepat dan lebih fleksibel dibanding media tradisional, maka dari itu penyebaran melalui media modern lebih mudah diterima oleh para audiens karena melalui internet yang diakses oleh seluruh pengguna sosial media. Maka dari itu penyebaran informasi harus dikuasai oleh seorang Public Relations.
Seiring adanya perkembangan media modern, ada baiknya untuk berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi karena penyebaran berita dapat disebarkan oleh berbagai oknum yang tidak bertanggung jawab, seperti contoh kasus �Ulat pohon Mangga Mematikan� dan dibantah oleh Dr. Purnama Hidayat, dosen di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor menyatakan �Pertama, ulat itu tidak menggigit, jadi dia makan daun. Memang di ujung bulu-bulunya itu ada racun tapi yang ini tidak mematikan. Hanya bikin gatel kayak ulat bulu biasa lah. Jadi ini Hoaks ya, ini udah berkali-kali.� (Putri, 2018, Para 4).
Adapula kasus dimana berita terusan yang membawa nama Satpol PP dan Satgas Covid 19 yang akan melakukan razia keliling dan bagi mereka yang keluar malam atau berkerumun di suatu tempat akan ditangkap dan dimasukan ke mobil untuk melakukan karantina serta wali murid dan guru akan dipanggil, lalu bagi yang tidak menggunakan masker akan ditangkap dan disuruh untuk menyemprot lingkungan radius 1000 meter. Setelah dilakukan penelurusan fakta oleh tim Liputan6 bahwa berita berantai itu adalah berita palsu atau Hoaks. Hal ini dikarenakan Wali kota Jakarta Selatan, Marullah Matali memastikan pesan itu bukan dari pihaknya melainkan untuk sengaja dibuat untuk mencatut nama wali kota Jakarta Selatan (Salim, 2020).
Melalui dua kasus diatas terbukti bahwa media modern dapat meresahkan masyarakat bahkan dapat merusak nama baik individu ataupun organisasi karena tidak terdapat kebenaran atau bukti konkrit mengenai penyebaran berita oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab melalui Broadcast Message.
Broadcast Message dapat diartikan sebagai pesan siar dan yang diambil dari dua kata yaitu Broadcast dan Message. Mengutip dari Henneke (dalam Theodora, 2013). Broadcasting merupakan suatu usaha untuk mengkomunikasikan informasi dalam memberikan suatu berita. Melalui Henneke dapat dirangkum bahwa pesan siar adalah suatu pesan komunikasi yang memiliki topik pembicaraan yang disiarkan kepada berbagai tujuan melalui berbagai media.
Aplikasi WhatsApp menyediakan fitur Broadcast Message yang dapat mempermudah kita untuk mengirimkan pesan kepada orang-orang terdekat ataupun kerabat. Mengutip dari detikInet WhatsApp membatasi pesan terusan yang sebelumnya bisa diteruskan kepada 20 kontak atau grup menjadi lima kali. Hal ini diberlakukan untuk mencegah penyebaran berita palsu atau Hoaks (Kristo, 2019).
Broadcast Message merupakan salah satu fitur yang bisa membantu kehidupan dalam berkomunikasi secara daring tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa fitur ini memiliki hal negatif. Berita yang disebarkan bisa berupa palsu atau berita provokasi yang biasa disebut dengan Hoaks. Isu hoaks biasanya di percaya dan diterima oleh masyarakat jika informasinya sesuai dengan opini pembaca atau sesuai dengan perilaku masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Laras Sekarasih, PhD, dosen Psikologi Media dari Universitas Indonesia (Fakta, Tim Cek, 2017) mengatakan, �Orang lebih cenderung percaya hoaks jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Misal seseorang memang sudah tidak setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka ia mudah percaya�.
Gambar 2. Gambar Data
Persentase konten negatif 2016-2018, kominfo dari inet.detik.com, 2019
Berdasarkan Rekapitulasi yang dilakukan pertahun, kominfo menerima aduan konten hoaks sebanyak 733 laporan sepanjang 2018 di aplikasi pesan instan WhatsApp. Pengaduan konten negatif yang disebarkan melalui aplikasi WhatsApp sudah dilakukan Kominfo sejak 2016 dan mendapatkan hasil jika dijumlahkan dari 2016 sampai dengan 2018 terdapat sebanyak 1735 aduan tentang konten negatif (Haryanto, 2019).
Berita Hoaks pada umumnya disebarkan oleh siapa saja dan dalam berbagai kalangan usia seperti generasi milenial, generasi W bahkan generasi Z. Namun berdasarkan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kominfo, Setu (Pahlevi, 2018) mengatakan, �Menurut data analisis kami kominfo, penyebar hoaks itu bukan anak-anak muda, lebih cenderung orang tua yang menyebarkan. Sebagai contoh banyak dilakukan ibu-ibu melalui chat. Asal forward tanpa harus membaca dahulu. Kira-kira penyebar hoaks itu umur 45 ke atas.�
Mengutip riset New York University & Priceton University jumlah orang tua berumur 45 tahun keatas banyak yang menyebarkan berita hoax dan Pengguna Facebook usia 65 tahun ke atas, atau golongan tertua, menyebarkan hoax dua kali lebih banyak ketimbang pengguna usia 45 hingga 65 tahun dan hampir tujuh kali lipat lebih banyak ketimbang pengguna usia 18 sampai 29 tahun (Hasan, 2019).
Melalui data yang tertera diatas dapat dirangkum bahwa banyaknya penyebaran berita Hoaks telah meresahkan seluruh pengguna sosial media. Data juga mengatakan bahwa penyebar berita Hoaks sebagian besar berusia 45 tahun keatas. Dimana generasi Baby Boomer merupakan generasi yang lahir pada tahun 1946 sampai dengan 1964 atau berumur 57 sampai dengan 75 tahun. Keterkaitan teori literasi media dengan fenomena era teknologi masa kini, mencangkup persepsi orang tua yang mudah untuk mempercayai dan menyebarluaskan berita melalui pesan siar pada media sosial. Menurut tamburaka (dalam Arnus, 2017) Literasi Media terdiri dari dua kata yaitu literasi yang berarti melek atau kemampuan membaca dan menulis, sedangkan media jika diartikan dari konteks komunikasi berarti tempat pertukaran pesan sehingga jika dirujuk ke dalam konteks komunikasi yaitu kemampuan khalayak dalam keadaan sadar terhadap pesan media massa.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi. Metode kualitatif
menurut Dezin dan Lincoln merupakan sebuah bidang antardisiplin, lintas
disiplin dan terkadang kontra disiplin. Penelitian yang juga menggunakan latar
ilmiah dan melibatkan berbagai metode seperti wawancara, pengamatan dan
pemanfaatan dokumen. Fokus perhatian kepada berbagai paradigma dan peka
terhadap berbagai metode serta pemahaman interpretatif mengenai pengalaman
manusia (Sugiarti, Andalas, & Setiawan, 2020).�
Penelitian
kualitatif menurut Creswell (2007) memiliki Sembilan karakteristik khusus,
yaitu 1) Setting natural, interaksi dengan data sangat dekat, 2) peneliti
sebagai instrumen pengumpulan data, 3) beragam sumber data dalam bentuk kata ataupun
gambar, 4) analisis data secara induktif, 5) fokus pada perspektif partisipan,
6) Framing perilaku manusia dan kepercayaannya berikut konteks yang
menyadarinya, 7) desain tidak bersifat kaku, 8) penyelidikan interpretatif
mendasar dan 9) holistic (Sugiarti, Andalas, & Setiawan, 2020).
Fenomenologi
menurut alase sebuah metodologi Kualitatif yang mengizinkan peneliti menerapkan
dan mengaplikasikan kemampuan subjektivitas dan interpersonalnya dalam proses
penelitian eksplorasi�
(Alase,
2017). Adapula yang disampaikan oleh Emzir dikutip oleh (Helaluddin &
Wijaya, 2019) menyatakan bahwa penelitian fenomenologi sebagai proses
penelitian yang mengidentifikasikan esensi atau hakikat dari pengalaman manusia
yang dipandang sebagai sebuah fenomena.
Penelitian ini
dibuat untuk mengetahui sebuah fenomena yang terjadi terhadap orang tua yang
menyebarkan berita ataupun menerima berita dari Broadcast Message dan dengan
mudahnya mempercayai informasi yang diterima tanpa melakukan pengecekan.
Mengambil sampel dari orang tua yang menggunakan aplikasi sosial media WhatsApp
dan pernah menyebarkan berita dengan cara meneruskan sebuah pesan yang diterima
atau kepada mereka yang membuat sebuah informasi lalu disebarkan ke grup
ataupun personal serta kepada mereka yang menerima langsung pesan yang
dikirimkan. Masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana penyebaran dan
penyerapan orang tua terhadap pesan siar yang didapat dan bagaimana mereka
dapat mempercayai pesan tersebut yang dapat berakibat meresahkan masyarakat
lain yang menerima pesan siar.
Hasil dan Pembahasan
Dalam elemen pertama yaitu Personal Locus peneliti
mencari tahu melalui jawaban dari narasumber yang menyatakan apa tujuan dan
bagaimana pemahaman mereka dalam sebuah pesan agar mendapatkan inti langsung
atau apa saja pokok yang harus dilihat dari pesan sehingga mempermudah mereka mendapatkan
inti dari sebuah informasi. Personal Locus memiliki pengertian yaitu : Personal
(personality)� menurut para psikolog
berasal dari bahasa latin, yaitu kata persona yang artinya topeng yang dipakai
oleh actor romawi dalam pertunjukan drama Yunani. Para aktor memakai topeng
untuk memainkan peran atau penampilan palsu (Kasdin, 2009:34, dalam Temaluru
Yohanes, Dolet & Sihotang, 2019:3). Namun walau tidak ada definisi tunggal,
dapat dikatakan bahwa:
�kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu,
yang relative permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualitas
pada perilaku seseorang� (Temaluru, Unardjan, & Sihotang, 2019).
Namun James Potter mengatakan bahwa Personal Locus yang
di tersusun dari tujuan dan juga pergerakan. Tujuannya membentuk proses
informasi untuk menunjukan apa yang di saring dan apa yang ditolak (Potter,
2016). Dalam pengertian yang telah disertakan, Personal Locus merupakan
bagaimana cara penerima pesan informasi melihat sebuah pesan yang ada dengan
melihat apakah individu memiliki tujuan kenapa individu membaca berita tersebut
dan juga melakukan beberapa pergerakan atau aksi untuk memahami dan juga
membaca sebuah pesan.
Dalam pengertiannya tipe lokus personal ini bisa
diartikan bahwa apakah masing-masing narasumber memiliki tujuan dalam membaca
sebuah pesan informasi dan apa aksi selanjutnya yang dilakukan oleh narasumber.
Dari sini untuk melengkapi lokus personal, selanjutnya kita harus memiliki
elemen Knowledge Structure.
Elemen selanjutanya Knowledge Structure dapat diartikan
struktur pengetahuan. Dapat diartikan bahwa struktur pengetahuan adalah
pemikiran yang sudah tertanam dalam pemikiran individu, hal ini dapat terjadi
karena kita telah mendalami sesuatu ranah yang membuat individu untuk membentuk
sebuah pola dan akhirnya dapat menduga apa yang akan terjadi atau mungkin dapat
mengetahui jalan cerita sebuah tulisan pesan informasi.
�Knowledge Structure are set of organized information in
person�s memory.� (Potter, 2016)
Structure pengetahuan tidak muncul secara spontan
melainkan harus dibentuk dengan baik dan presisi. Tidak hanya terbentuk dari
sekumpulan fakta yang ada melainkan terbuat secara perlahan dari berbagai macam
informasi dan akhirnya mengeluarkan hasil keseluruhan. (Potter, 2016).
Elemen ketiga yaitu Skills atau keterampilan adalah
sebuah kemampuan yang dilatih dan dipelajari sehingga timbul efek yang berguna.
Untuk membentuk struktur pengetahuan individu harus bersandar pada kumpulan
Keterampilan.
�Skill, Which is a learnt ability and it can be develop
in someone if he/she put his time and effort in it.� (Jerome & Antony,
2018)
Keterampilan merupakan suatu hal yang kita harus taruh
usaha, dimana kita memiliki niat dan juga tujuan untuk mempelajari serta
melatih keterampilan itu karena keterampilan tidak datang sendirinya.
Dalam pemahaman James Potter pada bukunya �Media Literacy
8th Edition� Skills terdapat tujuh kemampuan yang krusial yaitu, analisis,
evaluasi, pengelompokan, induksi, deduksi, sintesis dan juga abstraksi. Tujuh
keterampilan ini tidak hanya untuk media literasi melainkan kita menggunakannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk melengkapi pembahasan ini peneliti melakukan
wawancara dengan ahli literasi media mengenai fenomena ini. Ibu Xenia berpendapat
bahwa untuk menyatakan suatu generasi sudah memiliki literasi media yang baik
harus dinilai dari riset dan beliau melanjutkan pendapatnya dengan mengatakan
bahwa beliau akan dilihat berdasarkan segmentasi yang lebih detail dan generasi
Baby Boomer sudah ada yang berliterasi media dengan baik di beberapa lingkungan
namun masih banyak juga yang belum dan dapat dilihat dari beberapa aplikasi
sosial media lainnya.
�Pertanyaan ini untuk konteks sebenarnya, harus dijawab
dengan riset. Untuk pendapat pribadi, akan kembali dilihat berdasarkan
segmentasi yang lebih detail. Baby boomer di sekeliling saya (lingkungan
keluarga inti) sudah sangat digital literate. Tapi tidak bisa disamakan dengan
lingkungan luar. Di facebook saja kan bisa kita lihat kontrasnya�
Dari sini dapat dinyatakan bahwa lingkungan bisa membantu
untuk memahami cara ataupun mengerti bagaimana untuk berliterasi media. Faktor
yang dapat mempengaruhi generasi Baby Boomer sehingga dapat Berliterasi Media
dengan baik menurut beliau adalah faktor lingkungan Karena lingkungan yang mendukung
akan memberikan info tentang hoaks.
�faktor lingkungan dan keterbukaan ya..karena lingkungan
yang mendukung untuk misalnya kasih info ke mereka kalau ini konten yang hoaks,
bisa jadi lebbih terliterasi�
Beliau melanjutkan dengan faktor keterbukaan, untuk
menerima koreksi ataupun saran sehingga bisa untuk belajar,
�dan kalau lebih terbuka untuk terima koreksi dan kritik
dan informasi2 yang baik, jadi bisa belajar juga untuk lebih terliterasi�
Faktor tingkat pendidikan bukan menjadi salah satu faktor
yang pasti dalam berliterasi media menurut beliau.
�menurut saya nggak pengaruh ya, karena banyak banget tuh
yang sudah s3 tapi masih bagi2 hoaks di lingkungan saya. jadi lebih kepada
lingkungan dan kemauan diri untuk mencari tau dan belajar dari berbagai
iniformasi. karena di masa sekarang, informasi relatif mudah untuk didapat
kalau kita mau effort�
Beliau juga melanjutkan bahwa literasi media digital
masih perlu dipahami dan dipelajari bagi masing-masing individu karena dunia
digital akan terus berkembang maka orang yang hidup dijaman itu harus
beradaptasi terus menerus untuk menyesuaikan zaman agar tidak tertinggal oleh
zaman.
�tentu masih, karena dunia digital akan terus berkembang,
dan mau tidak mau orang2 yang hidup di jaman ini dan bersentuhan dengan
perkembangan harus menyesuaikan dengan jaman. Kalau tidak dipelajari, tidak
akan bisa beradaptasi.�
����������� Dari pendapat dari ahli
Literasi media diatas dapat dirangkum bahwa dalam ber-literasi media, generasi
suatu individu tidak dapat menjadi tolak ukur melainkan bagaimana masing-masing
individu untuk mencari tahu dan memiliki keinganan dan juga pemikiran yang
terbuka serta lingkungan akan dapat mempengaruhi faktor untuk berliterasi media
di zaman ini ataupun kedepannya
Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti akhirnya ditemukka simpulan
mengenai Analisis Broadcast Message Aplikasi WhatsApp Sebagai Sumber Informasi
Bagi Generasi Baby Boomer di Jakarta, memiliki hasil kurang sesuai dengan riset
yang sudah dilakukan. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
secara tidak langsung seluruh pihak narasumber memiliki kemampuan Literasi
Media yang cukup baik.
Hasil wawancara juga mengatakan bahwa secara keseluruhan para narasumber
tidak pernah mengirimkan berita palsu pada zaman sekarang. Dua dari lima orang
yang diwawancarai mengaku pernah mengirimkan berita Hoaks sebelumnya namun
mereka pada akhirnya mempelajari dan mulai mengerti, sehingga pada saat ini
mereka sudah tidak mengirimkan berita palsu lagi.
Seluruh narasumber mengatakan bahwa mereka hanya membaca berita tertentu
yang menurut mereka menarik dan tentang perkembangan dunia. Diluar dari itu
mereka akan bersikap seadanya atau mungkin dibiarkan saja. Dua narasumber juga
memberikan sifat yang cukup acuh jika diberikan sebuah pesan informasi lewat
sosial media dan tidak melakukan pengecekan secara berlanjut namun dikarenakan
hal yang acuh juga pesan berantai yang belum tentu kebenarannya menjadi tidak
tersebar lebih luas. Sedangkan tiga narasumber lainnya memiliki cara untuk
menelurusuri pesan lebih jauh dan mencari kepastiannya. Seluruh narasumber
selalu melakukan pengecekan terhadap berita yang menurut mereka perlu
ditelusuri lebih lanjut, mereka melakukan pengecekan dengan cara mencari perbandingan
ataupun berdiskusi dengan kerabat, orang yang menurut mereka bersangkutan dan
orang yang cukup terpercaya.
Aspek Etos, Patos dan Logos juga mesti berjalan seimbang agar tercipta
personal locus yang positif dalam meperlakukan setiap informasi yang diterima.
Menurut hasil rangkuman dari narasumber, mereka menyatakan bahwa wajib
adanya pergerakan dari individu ataupun pihak otoritas untuk mencegah
penyebaran berita palsu. Untuk individu mereka mengatakan bahwa wajib adaya
kesadaran diri dan mulai memahami berita sebelum menyebarkan berita selanjutnya
sedangkan dari sisi pihak otoritas, mereka menyatakan bahwa wajib adanya
layanan atau sarana yang menyediakan pengecekan berita dan menelusuri jejak
penyebaran informasi palsu sehingga orang yang menyebarkan berita bohong dapat
ditangkap.
Melalui keseluruhan statement dapat dipastikan bahwa berdasrkan penelitian
ini bahwa generasi Baby Boomer cukup baik dalam ber-Literasi Media. Secara
tersirat mereka memiliki tiga elemen penting yaitu Personal Locus, Knowledge
Structure dan Skills yang telah dijelaskan oleh James Potter dan
mengaplikasikannya secara langsung.
Dari sini dapat dikatakan bahwa generasi Baby Boomer tidak dapat di
generalisasikan sebagai penyebar hoaks karena menurut ahli literasi media ibu
Xenia, keterbukaan dan juga lingkungan dapat menjadi faktor yang sangat
mendukung masing-masing individu untuk beriliterasi media dengan baik.
Sehingga,
meskipun pada riset yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa masyarakat
yang berumur diatas 45 tahun banyak yang mengirimkan berita palsu, dapat
dikatakan disini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan masih banyak
masyarakat berumur diatas 45 tahun yang baik dalam berliterasi media ataupun
memahami pesan sehingga berita bohong yang harusnya tersebar dari Broadcast
Message di aplikasi WhatsApp dapat terhenti.
BIBLIOGRAFI
Abdullah, M. Q. (2019). Pengantar Ilmu Dakwah. CV. Penerbit Qiara Media.
Alase, A. (2017).
The Interpretative Phenomenological Analysis (IPA): A Guide to a. International Journal of Education &
Literacy Studies, 10-11.
Arnus, S. H.
(2017). Dakwah Yang Berliterasi
Media: Upaya Deradikalisasi
di Lingkup Kampus IAIN
Kendari. Journal of Social-Religion
Research, 123.
Bungin, M. (2017). Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Kencana.
Dukut, E. M.
(2020). Kebudayaan, Ideologi,
Revitalisasi dan Digitalisasi
Seni Pertunjukan Jawa Dalam Gawai.
In E. M. Dukut, Kebudayaan, Ideologi, Revitalisasi
dan Digitalisasi Seni Pertunjukan Jawa Dalam Gawai (p. 166). semarang: Unika Soegijapranata.
Fakta, Tim Cek. (2017, Januari 23). Nasional
Kompas. Diambil dari
kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/23/18181951/mengapa.banyak.orang.mudah.percaya.berita.hoax.?page=all#page2
Fauzi, A. (2018). Memahami Literasi Media Baru dalam Penyebaran
Informasi Hoax dan hate speech (Studi
Fenomenologi Dosen Pengguna Facebook dan Whatsapp). PROMEDIA, 56-76.
Gelinas, U. J., Dull, R.
B., & Wheeler, P. (2012). Accounting Information Systems. In U. J. Gelinas,
R. B. Dull, & P. Wheeler, Accounting
Information Systems. Boulevard: PreMediaGlobal.
Gumilar, G., Adiprasetio, J., & Maharani, N. (2017). Literasi Media: Cerdas Menggunakan Media Sosial Dalam Menanggulangi Berita Palsu (Hoax) Oleh Siswa. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat,
35-40.
Haryanto, A. T. (2019, Januari 24). Kominfo Beberkan Sederet Kasus Hoax di WhatsApp. Diambil
dari inet detik Web Site: https://inet.detik.com/law-and-policy/d-4397970/kominfo-beberkan-sederet-kasus-hoax-di-whatsapp
Hasan, A. M. (2019, Januari 14). Masalah Orangtua: Gemar Membagi Hoaks di Medsos dan WhatsApp. Diambil dari Tirto Web Site: https://tirto.id/masalah-orangtua-gemar-membagi-hoaks-di-medsos-dan-whatsapp-decZ
Helaluddin, &
Wijaya, H. (2019). Analisis Data Kualitatif: Sebuah Tinjauan Teori & Praktik. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.
Hermawan, H. (2017). Literasi Media; Kesadaran
dan Analisis. yogyakarta:
CALPULIS.
Hutagalung, R. E.
(2019). Perbudakan Modern Anak Buah Kapal Ikan (ABKI) Asal Indonesia.
Jakarta: LKPS.
Hutahayan, B. (2019). Peran Kepemimpinan
Spiritual Dan Media Sosial Pada Rohani
Pemuda Di Gereja Batak Karo Protestan
(GBKP) Cililitan. sleman:
Deepublish.
Jayani, D. H.
(2020, feb 26). 10
Media Sosial yang Paling Sering
Digunakan di Indonesia. Diambil
dari data boks Web site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/26/10-media-sosial-yang-paling-sering-digunakan-di-indonesia
Jerome, V. B., &
Antony, A. (2018). Soft Skills for Career Success. In V. B. Jerome, & A.
Antony, Soft Skills for Career Success
(p. 20). Educreation Publishing.
John, F. (2016). Pengantar Ilmu Komunikasi. Makassar: buku litera.
Kennedy, C. (2017). Baby Boomers: The Ultimate Boomer Generation
Guide. Lulu.com.
Kotler, P., &
Keller, K. L. (2016). Manajemen Pemasaran edisi 12 Jilid 1. jakarta: PT. Indeks.
Kristo, F. Y.
(2019, Januari 21). WhatsApp Batasi Forward Pesan
Hanya 5 Kali. Diambil dari inet detik
Web Site: https://inet.detik.com/law-and-policy/d-4394102/whatsapp-batasi-forward-pesan-hanya-5-kali
Kusrini, & Koniyo, A. (2008). Tuntutan Praktis Membangun Sistem Informasi Akuntansi dengan Visual Basic dan
Microsoft SQL Server. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Miles, M. B., Huberman,
A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative
Data Analysis (Rev. ed). Newbury Park: CA: SAGE Publication.
Moleong, L. J.
(2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulawarman, & Nurfitri, A. D. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial beserta Implikasinya. Buletin Psikologi,
37.
Nurhajati, L., Fitriyani, L. R., & Wijayanto,
X. A. (2019). Panduan Menjadi Jurnalis
Warga yang Bijak Beretika. Jakarta Pusat: Lembaga Penelitian,
Publikasi dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Pahlevi, R. (2018,
November 16). Kominfo: Penyebar Hoaks Berkisar Usia 45 ke Atas. Diambil dari Liputan
6 Web Site: https://www.liputan6.com/news/read/3694098/kominfo-penyebar-hoaks-berkisar-usia-45-ke-atas
Pirol, A. (2017). Komunikasi dan Dakwah Islam. In
A. Pirol, Komunikasi dan Dakwah Islam (p. 120). Sleman: Deepublish.
Potter, W. J. (2016).
Media Literacy. In W. J. Potter, Media
Literacy edition 8th (p. 71). London EC1Y 1SP: SAGE Publications Ltd.
Putri, F. I. (2018, Desember 21). Hoax Or
Not: Broadcast Ulat Pohon
Mangga Mematikan Beredar Lagi, Ahli Beri Faktanya. Diambil dari Health Detik Web Site: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4354064/broadcast-ulat-pohon-mangga-mematikan-beredar-lagi-ahli-beri-faktanya
Rahadi, D. R.
(2017). Perilaku Pengguna
dan Informasi Hoax di Media Sosial.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 70.
Rianto, P. (2016).
Media Baru, Visi Khalayak Aktif dan Urgensi Literasi Media. Jurnal Komunikasi ISKI,
90-96.
Riyanto, B., & Hastuti, N. H. (2017). Literasi
Media Digital Mahasiswa Surakarta Dalam
Mensikapi Hoax di Media Sosial.
Al Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 27-33.
Rizal, A. (2020). Buku Ajar Manajemen Pemasaran Di Era Masyarakat Industri 4.0. Sleman: Deepublish.
Romli, A. S.
(2018). Jurnalistik Online: Panduan Mengelola
Media Online. bandung: Nuansa
Cendikia.
Salim, H. J. (020, september 2). Cek
Fakta: Catut Nama Para Bupati
dan Wali Kota, Beredar Hoaks Razia Satpol PP. Diambil dari liputan
6 Cek Fakta Web Site: https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4346126/cek-fakta-catut-nama-para-bupati-dan-wali-kota-beredar-hoaks-razia-satpol-pp
Sugiarti, Andalas, E. F., & Setiawan, A. (2020). Desain Penelitian Kualitatif Sastra. malang:
universitas Muhammadiyah Malang.
Suwendra, I. W.
(2018). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial, Pendidikan, Kebudayaan dan Keagamaan. bali: Nilacakra.
Temaluru, Y., Unardjan, D. D., & Sihotang,
K. (2019). Pengembangan Kemampuan
Personal. In Y. Temaluru, D. D. Unardjan,
& K. Sihotang, Pengembangan Kemampuan Personal (p. 3). Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.
Theodora, N. (2013). Studi Tentang Ragam
Bahasa Gaul di Media Elektronika Radio Penyiar Memora-FM Manado. Acta Durna.
Utomo, B. (2019,
May 23). WhatsApp, Pengertian,
Sejarah dan Keunggulannya. Diambil
dari Tagar Web Sites: https://www.tagar.id/whatsapp-pengertian-sejarah-dan-keunggulannya
Webster, M. (n. d, n. d
n. d). hoax. Diambil
dari Merriam Webster Web site: https://www.merriam-webster.com/dictionary/hoax
WhatsApp. (2020). tentang WhatsApp. Diambil
dari WhatsApp Web SIte: https://www.whatsapp.com/about/
Zhapyrend Putri Sangadji, A. A. (2019). Literasi
Media dan Peradaban Masyarakat. In A. A. Zhapyrend Putri Sangadji, Literasi Media dan Peradaban
Masyarakat (p. 9). Prodi Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Malang bekerjasama dengan Inteligensia Media (Intrans Publishing Group).
Copyright holder: Putra
Haqiqi, Putri Zahrah Nursyifa, Syifa Salsabila Putri (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: ����������������������������������������������� �������������������������������������� |