Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 6, Juni 2022

 

ANALISIS STABILITAS LERENG GALIAN TANAH CLAY SHALE PROYEK PEMBANGUNAN BENDUNGAN PAMAKKULU

 

Yogina Lestari Ayu Situmorang, Arif Daramawan Pribadi, Mercy Agape, Jessica Elisabeth Sitorus

1 Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

2 Direktorat Sistem dan Strategi PSDA, Ditjen SDA, Kementerian PUPR

3 BBWS Pompengan Jeneberang, Ditjen SDA, Kementerian PUPR
4 Direktorat Bendungan dan Danau, Ditjen SDA, Kementerian PUPR

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pada pekerjaan pembangunan bendungan munculnya lereng buatan baru akibat pekerjaan galian dan timbunan tidak dapat dihindari. Hal ini menjadikan kondisi tanah berpengaruh besar terhadap stabilitas lereng. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui analisis lebih lanjut penyebab terjadinya longsor berulang. Selain itu dianalisis juga rasio kemiringan lereng yang stabil dalam penanganan longsoran, yang diindikasikan oleh nilai Faktor Keamanan (FK). Analisis awal dilakukan dengan melakukan uji Petrografi dan XRD dari sampel area sekitar longsor. Kemudian dilanjutkan dengaan menganalisis kestabilan lereng dengan menggunakan metode elemen hingga program Plaxis pada lereng kondisi eksisting serta 3 alternatif rasio kemiringan lereng. Dari hasil uji Petrografi dan XRD diperoleh bahwa terdapat lapisan tanah yang mengandung mineral penyusun Clay shale yaitu kaolite dan montmorillonite. Analisis pada kondisi eksisting dilakukan dengan cara analisis balik, sehingga hasil kejadian pada komputasi sesuai dengan kejadian di lapangan. Dari hasil analisis, lereng plinth terindikasi Clay shale di lokasi Bendungan Pamakkulu stabil pada rasio kemiringan 1V: 3H dengan faktor keamanan 1,717 serta presentase kenaikan faktor keamanan sebesar 72.7%.

 

Kata Kunci: Stabilitas Lereng; Bendungan; Clay shale

 

Abstract

The excavation and embankment work of the tailings dam produce new slopes. The slope often collapses due to soil conditions. This study analyzes the causes of repeated landslides and a stable slope ratio. A layer of soil containing the minerals that consist of clay shale, namely kaolinite and montmorillonite, is found using Petrographic and XRD tests. Slope stability analysis uses the finite element method program on existing slopes and three alternative slope ratios. Back calculate analysis on existing slope condition give an actual parameter and characteristic of soil. Using actual parameters, the slope stability ratio of 1V:3H of Pamakkulu Plinth Dam meets minimum safety factor requirements.� The safety factor is increased by 72.7% from the actual condition.

 

Keywords: Slope stability; Dam; Clay shale

 

Pendahuluan

Pembangunan Bendungan menjadi salah satu solusi alternatif dalam penyediaan air baku, energi listrik, irigasi serta wadah konservasi. Salah satu proyek pembangunan bendungan yang sedang berlangsung adalah Pembangunan Bendungan Pamakkulu di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Adanya perbukitan dan lembah membuat pekerjaan pemotongan dan penimbunan tanah harus dilakukan secara besar-besaran. Hal tersebut menyebabkan terjadinya longsor pada pekerjaan galian di lereng sisi plinth PL-26 sampai dengan PL-30. Kejadian longsor terjadi sebanyak 3 kali dan rasio kemiringan lereng eksisting saat terjadi longsor curam sebesar 1V:1H.�

Dari laporan penyelidikan tanah dan geologi yang dilakukan sebelumnya (Sumber: BBWS Pompengan Jeneberang), tanah dilaporkan sebagai tanah lempung keras atau batuan lunak. Hal ini yang memberi kesan bahwa lapisan tanah stabil dan bebas masalah tanpa menyadari potensi bahaya. Hingga dilakukan uji mineralogi pada batuan yang hasilnya terindikasi mengandung mineral penyusun Clay shale seperti kaolinite dan montmorillonite. Clay shale sensitif terhadap pengurangan tegangan lateral dan eksposure yang mengakibatkan terjadinya strength reduction pada tanah (Masyhur Irsyam et al., 2010). Hal ini perlu perhatian khusus mengingat pada bendungan tipe CFRD (Concrete Face Rockfill Dam), plinth merupakan struktur pondasi utama pada sebuah bendungan. Longsor yang berulang juga berdampak pada waktu penyelesaian pekerjaan khususnya pekerjaan plinth. Makalah ini akan menganalisis lebih lanjut penyebab terjadinya longsor dengan melakukan analisis balik menggunakan metode elemen hingga PLAXIS dan kemudian memberikan alternatif solusi rasio kemiringan lereng yang stabil.

 

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di dalam wilayah Desa Kale Ko�mara Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi Proyek Bendungan Pamakkulu dapat dilihat pada Gambar 1.


 

 

Map

Description automatically generated

A picture containing plant

Description automatically generated

Gambar 1

Lokasi Bendungan Pamakulu dari Kota Makassar

 

Metode Penelitian

Tahapan pada metode penelitian adalah sebagai berikut:�

1.     Pengumpulan data di sekitar longsoran lereng galian. Data yang digunakan terdiri dari data tanah (N-SPT), data laboratorium tanah, data topografi lokasi proyek (Bendungan Pamakkulu), data XRD, data Petrografi.

2.     Penentuan nilai parameter kuat geser aktual yang menyebabkan keruntuhan lereng dengan analisis balik menggunakan metode elemen hingga Plaxis dan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb dipilih sebagai model tanah. pada lereng dengan mengasumsikan faktor keamanan sama dengan satu (FK = 1). Analisis dilakukan pada pemodelan geometri lereng berdasarkan kejadian longsor berulang mulai dari geometri lereng rencana hingga geometri bidang gelincir lereng saat terjadi longsor.

3.     Penentuan rasio kemiringan yang tepat dengan menggunakan parameter tanah aktual. Rasio kemiringan yang di bandingkan adalah 1V: 2H, 1V: 3H dan 1V: 4H

Penyelidikan Tanah dan Geologi

Dalam proses pengecekan kelongsoran lereng, terdapat beberapa hal yang harus ditentukan sebelumnya. Hal tersebut meliputi geometri lereng, pelapisan tanah serta parameternya, lokasi muka air tanah hingga pemetaan kelongsoran pada lereng. Untuk memperoleh parameter kuat geser yang akurat, beberapa sampel tanah diambil dari lubang uji bor di area lereng. Lokasi bor penyelidikan geologi terlihat pada Gambar 2 dan hasil nya disajikan pada Gambar 3.

 

A picture containing text, tree, sign

Description automatically generated

Gambar 2

Lokasi Titik Bor Pada Area Studi dan Situasi Longsoran

 

Chart

Description automatically generated

Gambar 3

Hasil Penyelidikan Geologi

 
Untuk mengetahui keadaan lebih jelas dari tanah, maka dilakukan uji mineralogi dengan analisis Petrografi dan XRD pada lokasi longsoran. Analisis Petrografi dilakukan untuk mengetahui komposisi mineral penyusun batuan beserta persentasenya. Adapun analisis XRD untuk mendeterminasi jenis mineral secara spesifik yang tidak dapat dilihat pada sayatan petrografi. Pada umumnya, tanah lempung natural mengandung lebih dari satu tipe mineral, baik mineral lempung, non lempung, maupun organik dan inorganik. Namun sampai saat ini, menurut (Yanti et al., 2018), belum ada satupun hasil studi yang menjelaskan secara gamblang bagaimana pengaruh dan interaksi dari masing-masing tipe mineral secara individu terhadap perilaku tanah. 
Meskipun demikian informasi tentang komposisi dan proporsi mineral ini penting dalam memberikan pemahaman yang komprehensif dan digunakan sebagai acuan dalam mendeskripsikan perilaku tanah. (Wesley, 2009b)�dalam bukunya menginfomasikan secara umum kehadiran kaolinite dan illite mencirikan penyusun propertis tanah yang cukup baik, karena kedua mineral tersebut memiliki aktivitas rendah sampai sedang serta memiliki kuat geser yang lebih tinggi daripada montmorillonite (Wesley, 2009a). Dengan begitu jika suatu lereng mengandung mineral lempung kaolinite dan illite, maka akan membentuk lereng dengan sudut lereng yang lebih curam daripada mineral montmorillonite. Longsoran yang terjadi nantinya akan berjenis longsoran translasi dangkal dengan faktor penyebabnya adalah hujan intensitas tinggi dan berdurasi lama. Pada lokasi studi, diambil 4 sampel, yaitu Breksi di STA 0+250, Basalt STA 0+250, Breksi STA 0+260, dan Basalt STA 0+260. Hasil uji XRD Clay shale dapat dilihat pada Gambar 4.

 

Chart

Description automatically generated

Chart, histogram

Description automatically generated

(a)

(b)

Chart

Description automatically generated

Chart

Description automatically generated

(c)

(d)

Gambar 4. Hasil X-ray Diffraction Bendungan Pamakkulu (a) STA-260-Breksi
(b) STA-250-Breksi (c) STA-260-Basalt (d) STA-250 Basalt

 

Dari gambar grafik di atas, teridentifikasi kandungan dan komposisi baik lempung mineral maupun non mineral seperti terangkum dalam Tabel 1. di bawah ini.

 

 

 

 

 

Tabel 1

Komposisi Jenis Kandungan Mineral Uji XRD

Sampel

Jenis Kandungan

Komposisi (%)

Formulasi Kimia

STA-260-Breksi

Bytownite

56,3

Al7.76 Ca3.44 Na0.56 O32 Si8.24

Clinopyroxene

18,3

Ca0.5 Fe Na0.5 O6 Si2

Chlorite

14,3

Al.865 Fe0.255 H4 Mg2.292 O9 Si1.588

Beta Quatz high

11,1

O2 Si Silicon oxide

STA-250-Breksi

Feldspar

58,8

Al1.18Ba0.19 K0.59 Na0.22 O8 Si2.82

Kaolinite

22,0

Al2 O9 Si2

Pyroxene

18,7

Li0.3 Mg1.4 O6 Sc0.3 Si2

Montmorillonite

0,5

Al2 Ca O12 Si4

STA-260-Basalt

Diopside

36,7

Al Ca4 Fe0.20 Mg3.44 Na0.16 O24 Si8 Ti0.08

Feldspar

35,6

Al2 Ca0.2 O8 Si2 Sr0.8

Chlorite

17,6

Al0.865 Fe.255 H4 Mg2.292 O9 Si1.588

Wairakite

10,1

Al Ca0.473 H2 O6.31 Si2

STA-250 Basalt

Cinopyroxene

68.4

Ca 0.5 Fe Na 0.5 O6 Si2

 

Analcime

20,9

Al1.806 H1.8 Na1.71 O14 Si4.194

Cristobalite

9,8

O2 Si

Montmorillonite

0,9

Al2 Ca0.5 O12 Si4

Sumber: Hasil Laboratorium

 
Setelah semua parameter diperoleh, maka dilakukan analisis balik untuk menentukan parameter kuat geser aktual yang menyebabkan keruntuhan lereng dengan menggunakan metode elemen hingga Plaxis dan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb dipilih sebagai model tanah. Dari analisis tersebut, nantinya akan diperoleh parameter lapisan tanah Clay shale saat SF (Safety Factor) mencapai nilai 1. Selanjutnya pada lapisan Clay shale, parameter hasil perhitungan balik kemudian dikomparasikan dengan parameter Clay shale lain yang ditemukan di Pulau Jawa dan Sulawesi. Model geometri lereng yang digunakan saat analisis menggunakan Plaxis dapat dilihat pada Gambar 5 dan input parameter setiap lapisan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.


Clay shale

 

Top Soil

 

Lempung Kerakal

 

Basalt

 
Diagram

Description automatically generated with medium confidence
Gambar 5
Model Geometri Lereng
 
 
 

Tabel 2

Parameter Input

ID

Nama

Tipe

γunsat

γsat

v

E

ф'

c'

 

 

 

(kN/m3)

(kN/m3)

(-)

(kN/m2)

(�)

(kN/m2)

1

Top Soil

Drained

 15

16 

0.3

3750

 25

 5

2

Lempung Kerakal

Drained

15

16

0.3

10000

30

7

3

Clay shale Design

Drained

17

18

0.3

20000

48

20

4

Basalt

Non-porous

20

-

0.35

300000

42

200

(sumber: Hasil Uji Lapangan dan Laboratorium)

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis Petrografi dan XRD dari sampel yang tertuang pada gambar 4 dan Tabel 1, diperoleh informasi bahwa terdapat kandungan mineral penyusun Clay shale. Mineral yang dimaksud yaitu kaolinite dan montmorillonite. Kaolinite mendominasi sebesar 22 % ditemukan pada lapisan Breksi. Sedangkan mineral monmorilonite di temukan di dua sampel meskipun sangat sedikit kandungannya. Pada lapisan Breksi sebesar 0.9% dan pada lapisan Basalt 0.5 %. Secara umum, kehadiran kaolinite mencirikan tanah penyusun pada daerah studi memiliki properti fisik dan teknik yang cukup baik. Keberadaan montmorillonite meskipun hanya kecil tetap harus diwaspadai. Kandungan mineral Clay shale ini disinyalir ikut andil sebagai salah satu penyebab terjadinya longsor berulang, selain sudut lereng yang digali cukup curam.

Analisis balik pada Gambar 6 disimulasikan hingga faktor keamanan lereng galian eksisting diperoleh sebesar 0.9972. Nilai FK mendekati 1 menggambarkan kondisi kelongsoran pada perhitungan numerik sama dengan yang terjadi di lapangan.

 

Background pattern

Description automatically generated

Gambar 6

Estimasi Kondisi Eksisting Hasil Analisis Balik

 

Hasil simulasi kejadian longsor diperkuat dengan hasil luaran berupa bidang gelincir yang serupa dengan gambaran bidang gelincir di lapangan. Kondisi longsoran merupakan longsoran rotasi. Dari analisis balik, juga diperoleh parameter Clay shale yang tereduksi. Nilai kuat geser pada Clay shale turun menjadi c� = 8 kN/m2 dan ф� = 21. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh (Gouw & Gunawan, 2019) terhadap penanganan longsor di Tana Toraja, Sulawesi Selatan juga menunjukkan berkurangnya kuat geser tanah Clay shale secara signifikan setelah terekspos cuaca luar. Dari keadaan maksimumnya saat belum terekspos nilai kohesi sebesar 85 kPa turun menjadi 20 kPa. Sedangkan sudut geser dalam yang semula 41o tereduksi menjadi 17o saat setelah terekspos.

Kekuatan geser Clay shale menurun dengan cepat dikarenakan rusak akibat proses pelapukan, seperti pengeringan dan hilangnya tegangan (M Irsyam et al., 2011). (Gartung, 1986) melaporkan unweather Clay shale dapat memiliki kohesi efeketif setinggi 85 kPa dengan sudut geser sebesar 41o. Namun, saat terkena atmosfer tanah akan lapuk sangat cepat dan kekuatan gesernya menurun sampai dengan serendah zero cohesion serta sudut geser tersisa sampai dengan 9o seperti dapat dilihat� pada Gambar 7. Demikian (Stark & Duncan, 1991) membandingkan kuat geser Clay shale yang direndam dengan yang tidak direndam diambil dari Bendungan San Luis California yang tanah dasarnya berupa lapisan lempung. Dari sampel yang dikeringkan, dilakukan Uji Geser Langsung. Temuan Stark dan Duncan dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa kohesi kekuatan puncak yang tidak direndam adalah setinggi 5500 psf (260 kPa) dengan sudut geser 39o, sedangkan kondisi direndam tidak ada lagi kohesi dan praktis residual sudut geser turun hingga serendah 15o.

 

Gambar 7

Grafik Reduksi Kuat Geser Clay shale (Gartung, 1986)

Gambar 8

Kuat Geser Clay shale Tidak Direndam dan direndam

(Stark and Duncan, 1991) 

 

Dengan demikian, untuk meningkatkan faktor keamanan lereng agar melebihi nilai syarat minimum sebesar satu koma lima (FK = 1.5), pada studi kasus ini direncanakan dengan melandaikan sudut galian sebagai upaya menurunkan tegangan geser yang terjadi pada tanah akibat berat sendiri tanah. Berikut ini adalah tiga skenario rasio kemiringan lereng dalam upaya mengurangi tegangan geser pada lereng yaitu pelandaian 1V:2H, 1V:3H dan 1V:4H.

Pada kemiringan 1V:2H diperoleh nilai FK sebesar 1,112. Hasil potensi bidang gelincir dapat dilihat pada Gambar 9.

 

A screenshot of a computer

Description automatically generated with low confidence
Gambar 9
Potensi Bidang Gelincir pada Kondisi Pelandaian 1V:2H

 

Maka dilakukan kembali analisis pada skenario kemiringan 1V:2H. Dari analisis diperoleh nilai FK sebesar 1,717. Hasil potensi bidang gelincir dapat dilihat pada Gambar 10.

 

A computer screen capture

Description automatically generated with low confidence
Gambar 10
Potensi Bidang Gelincir pada Kondisi Pelandaian 1V:3H 
 

Skenario terakhir yaitu dengan rasio pelandaian lereng 1V:4H, diperoleh nilai FK sebesar 2.055. Hasil running plaxis dapat dilihat pada Gambar 11.

 

A picture containing background pattern

Description automatically generated
Gambar 11
Potensi Bidang Gelincir pada Kondisi Pelandaian 1V:4H

 

 

 

 

 

 

Tabel 3

Tipikal Faktor Keamanan Pada Setiap Rasio Kemiringan

Rasio Kemiringan

FK

Eksisting

FK

Penanganan

Keterangan

Persentase Kenaikan FK

1V : 2H

0.9972

1,112

<1,5, tidak aman

11.5 %

1V : 3H

0.9972

1,717

> 1,5 , aman

72.2 %

1V : 4H

0.9972

2,055

> 1,5 , aman

106.1 %

 

Hasil analisis menunjukkan adanya kenaikan nilai faktor kemanan dari setiap alternatif pelandaian. Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa pada rasio kemiringan 1V:2H terjadi kenaikan FK sebesar 11.5% namun belum mencapai nilai FK minimum. Kenaikan FK signifikan terjadi saat lereng pada rasio kemiringan 1V:3H, yaitu sebesar 72.2 % dan memenuhi persyaratan aman. Pada 1V:4H kenaikan FK dari kondisi eksisting sebesar 106.1%.

Sebagai solusi penangan selanjutnya, lereng yang sudah melalu proses penggalian sebaiknya harus� mendapatkan� perlindungan dinding lereng dengan shotcrete. Hal ini untuk melindungi lapisan tanah dari terekspos air dan kelembapan luar. Selain� memberi perlindungan dinding lereng,� pada� berm� lereng� sebaiknya diberi salauran drainase yang baik dalam mengalirkan air� air permukaan.

 

Kesimpulan

Dalam studi ini dilakukan analisis kestabilan lereng terhadap lereng galian yang terindikasi mengandung Clay shale dengan alternatif pelandaian lereng. Berdasarkan hasil analisis balik, tanah Clay shale di lokasi ini memiliki rentang nilai kohesi efektif sebesar 8 kN/m2 dan sudut geser residu 21�. Nilai ini jauh lebih kecil dari parameter desain saat lapisan clayshale belum terpengaruh cuaca, yaitu kohesi sebesar 20 kN/m2 dengan sudut geser 48�. Hasil analisis kestabilan lereng menunjukan bahwa metode pelandaian lereng galian efektif dalam meningkatkan faktor keamanan pada lereng secara signifikan. Lereng dengan perbandingan 1V:3H dipilih sebagai alternatif yang optimal untuk menjaga kestabilan lereng dengan presentase kenaikan nilai faktor keamanan 72.7%. Terakhir, solusi pelandaian lereng pada kasus ini hanya dievaluasi untuk kondisi jangka pendek atau selama pekerjaan bendungan selesai. Maka tidak diperlukan perkuatan lereng berupa penambahan struktur dalam menstabilkan lereng. Perlindungan pada lereng dilakukan dengan menggunakan shortcrete dan drainase horizontal.

 


BIBLIOGRAFI

 

Gartung, E. (1986). Excavation in hard clays of the Keuper formation. Proceeding of Symposium on Geotechnical Engineering. Google Scholar

 

Gouw, T.-L., & Gunawan, A. (2019). Slope Stabilization By Used Of Geosynthetics In Clay Shale Formation. Landslide and Slope Stability, September 2019, D1-1-D1-13. https://www.researchgate.net/publication/339781048

 

Irsyam, M, Jayaputra, A. A., Himawan, A., & Kartawiria, A. (2011). Kasus-Kasus Kelongsoran Pada Tanah Clay shale dan Alternatif Penanggulangannya. Proceeding of the 9th Indonesian Society for Geotechnical Engineers Conference and 15th Yearly Scientific Meeting.

 

Irsyam, Masyhur, Sahadewa, A., Boesono, A., & Soebagyo, S. (2010). Pengaruh Strength Reduction Tanah Clay-Shale Akibat Pelaksanaan Pemboran Terhadap Nilai Daya Dukung Pondasi Tiang di Jembatan Suramadu Berdasarkan Analisis Hasil Tes OC. Jurnal Teknik Sipil, 14(2), 69. https://doi.org/10.5614/jts.2007.14.2.1 Google Scholar

 

Stark, T. D., & Duncan, J. M. (1991). Mechanism of Strength Loss in Stiff Clays,. Journal of Geotechnical Engineering, 117(No. 1.). Google Scholar

 

Wesley, L. D. (2009a). Behaviour and geotechnical properties of residual soils and allophane clays. Obras y Proyectos, 6, 5�10. Google Scholar

 

Wesley, L. D. (2009b). Fundamentals of Soil Mechanics for Sedimentary and Residual Soils. In Fundamentals of Soil Mechanics for Sedimentary and Residual Soils. https://doi.org/10.1002/9780470549056 Google Scholar

 

Yanti, E. D., Iqbal, P., Pratiwi, I., & Jakah, J. (2018). Karakteristik mineral lempung pada jalan rawan longsor jalur Liwa-Bukit Kemuning berdasarkan analisis SEM dan XRD. Jurnal Teknologi Mineral Dan Batubara, 14(2), 93�99. https://doi.org/10.30556/jtmb.vol14.no2.2018.165 Google Scholar

 

Copyright holder:

Yogina Lestari Ayu Situmorang, Arif Daramawan Pribadi, Mercy Agape, Jessica Elisabeth Sitorus (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: