Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
STUDI
MODEL TURBULENSI PADA VERTICAL AXIS WATER TURBINE (VAWT) MENGGUNAKAN METODE
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
Elyas Nur Fridayana1, Yoyok
Setyo Hadiwidodo1, Dendy Satrio1, Elysa Nensy Irawan2
1Departemen Teknik Kelautan,
Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia
2Prodi Mekatronika dan Kecerdasan Buatan, Kampus
Purwakarta, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penentuan model
turbulen memiliki peranan penting dalam proses simulasi computational fluid
dynamics (CFD). Beberapa macam model turbulen berdasarkan viskositas eddy
dipakai agar waktu komputasi lebih singkat. VAWT tipe Darrieus dengan profil
NACA 633-18 digunakan dalam penelitian ini. Simulasi CFD 2-dimensi dengan
ketelitian tinggi dilakukan secara transient menggunakan pertambahan sudut
azimut sebesar 10. Komputasi dilakukan hingga beberapa kali revolusi
sampai didapat perubahan koefisien daya (Cp) akhir kurang dari 5%. Nilai y+
kurang dari 1 diberikan pada daerah dekat trailing edge dipermukaan foil.
Variasi model turbulen yang dibandingkan diaantaranya adalah Spalart-Allmaras
(S-A), realizable k-ɛ, Shear Stress Transport (SST) k-ω dan
transition SST k-ω. Kurva Cp-TSR seluruh variasi model turbulen memiliki
perilaku yang mirip, kecuali SST k-ω. Matrik kesesuaian hasil simulasi CFD
pada vertical axis turbine (VAWT) dipresentasikan dalam bentuk error relatif
terhadap data eksperimental. Hasil simulasi menunjukkan bahwa realizable
k-ɛ memberikan Cp yang paling akurat, sedangkan model turbulens
Spalart-Allmaras memiliki eror paling besar. Penggunaan transition SST k-ω
yang mampu memperhitungkan efek aliran transisi dan intermitensi turbulen
memberikan akurasi baik namun kurang memuaskan pada TSR tinggi.
Kata kunci: Computational Fluid
Dynamics (CFD), Darrieus, Model Turbulen,
realizable k-ɛ, Shear Stress Transport (SST) k-ω, Spalart-Allmaras
(S-A), dan transition SST k-ω.
Abstract
Determination of the turbulent model has an important role in the
computational fluid dynamics (CFD) simulation process. Several kinds of
turbulent models based on eddy viscosity are used to shorten the computation
time. Darrieus type VAWT with a NACA profile of
633-18 was used in this study. The 2-dimensional CFD simulation with high
accuracy was carried out transiently using an increase in the azimuth angle of
10. Computing was carried out for several revolutions until the
final power coefficient (Cp) change was less than 5%. A y+ value of less than 1
is assigned to the region near the trailing edge on the foil surface. The
variations of the turbulent model that are compared include Spalart-Allmaras
(S-A), realizable k-ɛ, Shear Stress Transport (SST) k-ω and SST
transition k-ω. The Cp-TSR curves of all variations of the turbulent model
have similar behavior, except for the k-ω SST. The suitability matrix of
the CFD simulation results on the vertical axis turbine (VAWT) is presented in
the form of an error relative to the experimental data. The simulation results
show that the realizable k-ɛ gives the most accurate Cp, while the Spalart-Allmaras turbulence model has the largest error.
The use of the k-ω SST transition which is able to take into account the
effects of transition flow and turbulent intermittency provides good accuracy
but is not satisfactory at high TSR.
Keywords: Computational Fluid Dynamics (CFD), Darrieus, Turbulence
Model, realizable k-ɛ, Shear Stress Transport (SST) k-ω, Spalart-Allmaras (S-A), and transition SST k-ω.
Pendahuluan
Vertical Axis Water Turbine (VAWT) sangat menjanjikan digunakan untuk mengkonversi energi laut karena memiliki pusat gravitasi turbin yang lebih rendah dibandingkan dengan turbin sumbu
horizontal (Yan,
Luo, & Bai, 2019) . Keuntungan lain dari
penggunaan VAWT adalah kinerjanya yang tidak bergantung arah aliran arus serta instalasi dan perawatannya yang sederhana. Tidak hanya itu,
turbin jenis ini tidak mengharuskan
letak generator berada di bawah air (Marsh,
Ranmuthugala, Penesis, & Thomas, 2015). Banyaknya keunggulan yang dimiliki oleh VAWT dibandingkan turbin dengan sumbu
horizontal, membuat para peneliti
tertarik untuk mempelajari kinerja hidrodinamiknya.
Performa VAWT dapat diprediksi melalui studi numerik. Dua jenis penelitian yang umum
digunakan adalah metode semi empiris Double Multiple Steam-Tube (DMST)
dan Computational Fluid Dynamics (CFD). Studi oleh Fern�ndez et al. (2018) menunjukkan bahwa metode CFD memiliki hasil dan kemampuan analisis
3D yang lebih akurat (Fern�ndez, Sol�s, Oro, D�az & Velarde, 2018). Sedangkan DMST dapat membantu kita memahami
cara kerja VAWT dan secara teoritis dapat menghasilkan efisiensi lebih dari Betz
Limit (Paraschivoiu,
2002). Interaksi antara
aliran bebas dengan sudu turbin
pada area upstream dapat diperhitungkan
secara akurat menggunakan metode DMS, namun fenomena fluida yang terbentuk setelahnya tidak mampu dimodelkan. Sehingga asumsi-asumsi tertentu diberikan untuk menyelesaikan interaksi fluida dengan sudu turbin
pada area downstream (Beri & Yao, 2011).
Computational Fluid Dynamics (CFD) pada dasarnya dapat dilakukan melalui beberapa
metode, diantaranya Direct Numerical
Simulation (DNS), Large Eddy Simulation (LES), Detached Eddy Simulation
(DES), Scale-Adaptive Simulation (SAS) dan Reynolds-Averaged
Navier Stokes (RANS) (Ma et
al., 2018), (Schl�r,
Venghaus, & Hake, 2018) Pendekatan DNS, LES, dan SAS memiliki biaya
komputasi yang sangat tinggi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan industri (Franchina,
Persico, & Savini, 2019). Simulasi pembangkitan ulekan (wakes generation) dengan
metode DNS dilakukan oleh Naung et al. (2021) pada model airfoil 2D (Naung,
Rahmati, & Farokhi, 2021). Penyelesaian komputasi
pada penelitian tersebut memakan waktu selama
13.328 core-hours. Simulasi DNS lain dilakukan oleh
Hosseini et al. (2016) pada model 3-Dimensi berupa potongan sayap pesawat berbentuk airfoil (Hosseini, Vinuesa, Schlatter, Hanifi, &
Henningson, 2016). Ukuran memanjang (sapanwise) dari potongan sayap
tersebut adalah sebesar 10% dari lebar chord. Total waktu satu kali simulasi pada penelitian tersebut membutuhkan waktu 35 juta core-hours.
Persamaan RANS muncul dengan
menerapkan dekomposisi
Reynolds pada persamaan original Navier-Stokes. Dekomposisi ini membagi kecepatan menjadi komponen kecepatan rata-rata aliran turbulen dan komponen fluktuasinya yang diperkenalkan oleh
Osborne Reynold (Reynolds, 1895). Persamaan ini menjelaskan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada fluida, yaitu gaya-gaya benda dan gaya-gaya permukaan yang diselesaikan melalui kuantitas rata-rata aliran (Yusuf,
Asako, Sidik, Mohamed, & Japar, 2020). �Sebagian besar peneliti
fokus pada kemampuan model RANS untuk memprediksi kinerja VAWT, meskipun model RANS yang asli yaitu Reynolds Stress Model (RSM) akurat pada banyak kasus tetapi
memiliki
kompleksitas dalam memecahkan enam persamaan transport (Takahashi,
Uchida, Yoshino, Yamamoto, & Kitamura, 1995). Penyelesaian Reynold Stress Tensor yang lebih
sederhana diusulkan melalui Hipotesis Boussinesq dengan
model viskositas eddy (Versteeg
& Malalasekera, 2007). Viskositas turbulen
disederhanakan melalui asumsi isotropik membuatnya lebih mudah dan cepat diselesaikan.
Pada dasarnya,
model RANS berkaitan erat dengan model turbulensi. Untuk memperoleh solusi persamaan
numerik, model turbulensi merupakan prosedur komputasi
untuk mendekati sistem persamaan aliran sehingga masalah aliran
yang bervariasi dapat dihitung. Secara garis besar,
model turbulensi digunakan untuk memodifikasi persamaan Navier Stokes melalui nilai
rata-rata serta besarnya fluktuasi untuk menghasilkan persamaan RANS (Blazek,
2015). Melalui pendekatan model turbulensi
ini, perhitungan dengan metode CFD dapat diselesaikan dengan waktu dan usaha yang lebih sedikit.
Umumnya, model turbulensi berdasarkan viskositas eddy memiliki beberapa model pendekatan yang populer digunakan seperti k-ε, k-ω, dan Spalart-Allmaras (Blazek, 2015). Proses perancangan VAWT menggunakan metode CFD akan lebih ekonomis jika menggunakan pendekatan tersebut, namun tidak semua model dapat memberikan hasil yang akurat pada seluruh kasus. Pada fenomena fisik tertentu model turbulen yang satu lebih akurat daripada model yang lain. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk menyelidiki model turbulen berdasarkan viskositas eddy yang paling akurat dengan cara membandingkan hasil penelitian ini terhadap hasil eksperimental pada VAWT tipe Darrieus.
Untuk mengetahui kinerja turbin, digunakan parameter non-dimensi, yakni koefisien daya (Cp). Koefisien daya adalah hal
yang paling umum digunakan dalam mewakili kinerja turbin juga dikenal sebagai efisiensi (Zafirakis,
Paliatsos, & Kaldellis, 2012). Karena turbin arus berputar, kinerja hidrodinamika merupakan fungsi dari kecepatan putar dan kecepatan aliran jauh. Adapun persamaan matematis dari Cp yakni,
Dimana λ adalah Tip
Speed Ratio (TSR) yang merupakan perbandingan kecepatan linier perputaran turbin terhadap kecepatan aliran jauh (
Persamaan untuk koefisien momen (Cm) adalah
Dimana :
ω = kecepatan sudut putar turbin
r = radius turbin
T = torsi mekanik
ρ = densitas fluida
A = luas penampang turbin
Persamaan RANS melakukan perhitungan
parameter-parameter aliran berdasarkan nilai rata-rata dari fluktuasi
turbulensi. Pada aliran turbulen, semua variabel
berfluktuasi secara acak dari waktu ke waktu, termasuk tekanan
Continuity |
|
|||
x-momentum |
|
|||
y-momentum |
|
|||
z-momentum |
|
Persamaan 2.5 hingga 2.7 diatas memiliki suatu kuantitas baru yakni
Model Reynolds
Stress Turbulence (RST) merupakan
model RANS asli yang dikembangkan
untuk memprediksi aliran turbulen melalui gejala viskoelastik. RST mengungkapkan mengenai viskositas turbulen dan menentukan tegangan
turbulen secara langsung dengan cara menyelesaikan persamaan transport untuk setiap komponen
tegangan (Blazek,
2015). Persamaan yang harus diselesaikan oleh Model RST yaitu 1 persamaan untuk
kontinuitas, 3 persamaan momentum, dan 7 persamaan tegangan Reynold (
Pada aliran 3-dimensi
Suatu aliran
turbulen akan menunjukkan adanya pusaran yang kemudian dikenal sebagai aliran eddy jika diberi injeksi (misalnya aliran udara yang diinjeksi asap, atau aliran air yang diinjeksi tinta). Model viskositas eddy menyederhanakan tegangan Reynolds dengan mengasumsikan bahwa gerak turbulensi sama dengan
gerak Brown, sehingga persamaan (2.5) menjadi persamaan (2.9).
Sedangkan tegangan Reynolds
diselesaikan melalui
rata-rata kecepatan aliran sebagai berikut
Dimana
Model
turbulen k-ɛ diajukan oleh Harlow dan Nakayama pada
1968 dan hingga saat ini menjadi model turbulen dua
persamaan viskositas eddy yang paling banyak digunakan. Untuk menyelesaikan
persamaan tegangan
Reynolds, model turbulen k-epsilon menggunakan 2 persamaan
transport, yaitu energi kinetik turbulen (
|
|
(2.11) |
|
|
|
Persamaan transport energi kinetik turbulen pada model turbulen k-ε sebagai berikut, |
||
|
|
(2.42) |
Sedangkan persamaan transport untuk laju disipasi energi kinetik turbulen adalah, |
||
|
|
(2.53) |
Dalam persamaan di atas, energi kinetik turbulen (k) adalah energi kinetik
eddy dalam aliran turbulen per satuan massa. Meskipun laju disipasi turbulen
(ε) dalam laju disipasi (k) yang diubah menjadi panas.
Model
k-ω merupakan model turbulensi berdasarkan model Wilcox k-omega. Untuk menghitung efek aliran pada bilagan Reynolds
rendah, model ini memasukkan beberapa modifikasi. Model ini didasarkan model empiris persamaan transport untuk energi kinetik turbulen (k) dan laju disipasi energi spesifik (ω). Hubungan matematis antara k dan� ω adalah,
|
|
(2.64) |
|
|
|
Persamaan transport (k) dan (ω) pada model turbulen k-ω berurutan sebagai berikut, |
||
|
|
(2.75) |
|
|
(2.86) |
Dimana, ω adalah laju disipasi turbulen spesifik, yakni ɛ/k. Omega dan epsilon memiliki arti fisik yang hampir mirip namun dengan sudut pandang yang berbeda.�
Model Shear-Stress-Transport
(SST) didesain untuk memberikan akurasi yang tinggi terhadap letak awal dan kondisi aliran separasi akibat gradien tekanan
balik (adverse
pressure gradient) dengan memasukkan efek transport ke dalam
formulasi viskositas eddy. Model SST mengkompromikan kelemahan antara
k-ε dan k-ω. Persamaan baru SST memiliki fungsi penggabung di dekat dinding menggunakan k-ω sedangkan k-ε untuk zona jauh
dari dinding. Fungsi penggabung F1 bergantung pada nilai y+. Nilai F1 adalah 1 untuk y+ = 0 dan hampir 0 untuk daerah terjauh dari dinding (Versteeg
& Malalasekera, 2007). Korelasi antara
ω dan ε sebagai
berikut,
|
|
(2.97) |
|
|
|
|
Persamaan transport energi turbulen kinetik yang digunakan pada model ini adalah, |
|
|
|
|
|
|
(2.108) |
|
|
|
|
Sedangkan persamaan transport untuk laju disipasi
spesifik turbulen kinetik energi sebagai berikut, � |
|
|
|
(2.119) |
Model
Spalart-Allmaras (SA) terbilang model turbulen yang sederhana karena tidak perlu menghitung skala
panjang (length scale). SA efektif untuk melakukan pemodelan turbulen pada bilangan Re yang rendah. Persamaan
matematis pada model ini adalah,
|
|
(2.20) |
Dimana, nutilda (
|
(2.21) |
���������������������������������������
Metode Penelitian
Penelitian ini melakukan perbandingan hasil komputasi menggunakan metode CFD dengan data eksperimen turbin sumbu vertikal yang dipublikasikan oleh (Bouhal et al., 2018). Sehingga model geometri turbin yang digunakan juga mengacu pada referensi tersebut. Model uji fisik kemudian disederhanakan pada simulasi CFD menjadi 2-Dimensi dengan memodelkan sudu turbin tanpa adanya shaft dan struktur pendukung. Konfigurasi ukuran turbin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Konfigurasi turbin
Parameter |
Nilai |
Airfoil |
NACA633-18 |
Cord length (c) |
0.0563 m |
Tinggi (H) |
0.45 m |
Aspect ratio (H/D) |
1.5 |
Jumlah blade (n) |
3 |
Solidity |
1.126 |
Domain berbentuk C dipilih untuk mengurangi pembuatan mesh yang tidak perlu pada daerah dekat inlet. Ukuran dimensi domain ditentukan untuk menghindari pengaruh jarak dinding terhadap hasil komputasi dari kinerja turbin. Penelitian lain mengenai efek jarak ukuran domain telah dilakukan oleh Rezaeiha et al., (2017). Jarak pusat turbin dengan inlet (di) sebesar 10 x diameter dibandingkan jarak lebih lebar 15 x diameter hanya memberikan selisih sebesar 1% terhadap efisiensi turbin (Rezaeiha, Kalkman, & Blocken, 2017). Sedangkan jarak pusat turbin dengan outlet (do) terbaik berada pada nilai 25D. Pada penelitian tersebut menyebutkan radius zona rotasi (dc) tidak banyak memberi efek, tetapi lebar domain (w) terbaik sebesar 20D. Rekomendasi yang diberikan tersebut kemudian diadopsi dalam pembuatan domain komputasi penelitian saat ini, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengaturan kondisi batas
Garis merah menunjukan pengaturan kondisi batas berupa inlet yakni area masuknya fluida kedalam domain. Sedangkan garis biru pada sisi kanan merupakan outlet yang merupakan area keluarnya fluida dari daerah domain. Pada kondisi batas inlet diberikan nilai konstan sebesar 1 m/s sedangkan pada outlet diatur sebagai pressure outlet dengan distribusi tekanan 0 Pa. Area dengan nomor 1 merupakan rotating zone, yang menjadi zona berputarnya turbin. Sedangkan area dengan nomor 2 didefinisikan sebagai fixed zone. Untuk menghubungkan antara rotating zone dengan fixed zone maka digunakan kondisi batas interface yang ditunjukan pada Gambar 1 dengan garis lingkaran berwarna hijau. Warna abu-abu menunjukan sudu turbin dengan profil airfoil NACA633-18 yang didefinisikan sebagai dinding tanpa kondisi selip.
Hasil pembuatan kondisi batas kemudian digunakan pada langkah selanjutnya yaitu meshing. Proses ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam simulasi CFD. Strategi pembuatan mesh mempengaruhi akurasi hasil akhir komputasi. Semakin padat mesh yang dibuat, akurasi akan semakin tinggi namun komputasi semakin berat. Karenanya kepadatan mesh akan dipertahankan pada daerah-daerah penting seperti permukaan sudu turbin, area dekat dengan sudu, zona rotasi dan interface zona rotasi. Sedangkan daerah lain dibiarkan rendah kepadatanya.
Gambar 2. Diskritisasi mesh keseluruhan
domain
|
|
|
|
Gambar 3. Diskritisasi mesh zona rotasi
dan area dekat foil
Model mesh semi terstruktur dengan kombinasi tipe quadrilateral telah digunakan. Struktural mesh akan mengurangi waktu komputasi sedangkan mesh tak terstruktur digunakan pada daerah dekat sudu dan zona rotasi akibat bentuk yang komplek. Area dekat sudu diberikan perlakuan khusus berupa lapisan inflasi. Prosedur ini bertujuan untuk menjaga supaya nilai y+ sebesar 1 atau lebih kecil terutama pada permukaan foil dekat dengan trailing edge. Dimana fenomena sparasi aliran terjadi pada daerah ini. Nilai y+ kurang dari 1 sesuai yang direkomendasikan untuk kasus aliran eksternal pada foil (Marsh, Ranmuthugala, Penesis, & Thomas, 2017). Hasil dari pembuatan mesh seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 3. Jumlah elemen total mesh yang dibuat sekitar 140.000 digunakan sebagai acuan awal sesuai penelitian oleh Taher et al., (2014) (Abu-El-Yazied, Ali, & Montasser, 2014). Selanjutnya akan dibuat variasi jumlah elemen mesh yang untuk digunakan uji sensitivitas atau dikenal dengan istilah grid independency test.
Simulasi CFD 2-dimensi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Ansys Fluent. Pengaturan parameter masukan dilakukan dengan tuntutan agar dapat merepresentasikan kondisi fisik. Model fisik aliran fluida incompressible digunakan pada simulasi ini. Aliran fluida diselesaikan menggunakan persamaan Unsteady Reynolds-Averaged Navier-Stokes (U-RANS). Sedangkan perputaran turbin dimodelkan dengan teknik sliding mesh. Parameter simulasi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Pengaturan Parameter simulasi
Parameter |
Nilai |
Viscous model |
Spalart-Allmaras, Realizable k-ɛ, Shear Stress Transport (SST) k-ω dan transition SST k-ω |
TSR |
1,43; 1,59; 1,78; 2,06 dan 2,41 |
Turbine blades |
No slip wall |
Boundary wall |
Symmetry |
Inlet |
Velocity inlet |
Outlet |
Pressure outlet |
Turbulent intensity |
1% |
Turbulent length scale |
0.07D |
Penentuan time step menjadi salah satu hal yang penting
agar diperoleh hasil dengan akurasi yang baik. Time step ditentukan
berdasarkan sudut kenaikan azimut dari simulasi. Persyaratan minimum sudut kenaikan azimut harus diberikan pada model U-RANS. Pada kasus simulasi
VAWT 2-dimensi pertambahan sudut
azimut (
|
|
(2.20) |
Posisi sudut azimut awal dimulai dari posisi awal sudu nomor 1 seperti terlihat pada Gambar 4. Turbin berputar berlawanan arah jarum jam, paruh pertama putaran sudu nomer 1 merupakan daerah upstream dan paruh kedua merupakan daerah downstream. Pembagian kedua zona tersebut perlu dilakukan karena momen negatif sering terjadi didaerah ini (Wardhana & Fridayana, 2018). Dengan kenaikan sudut azimuth 10 maka number of time steps dalam satu kali revolusi sebanyak 360. Proses komputasi secara iteratif digunakan pada tiap sudut azimut. Nilai residual 10-5 disyaratkan untuk penyelesaian seluruh persamaan momentum dan persamaan turbulen Spalart-Allmaras, Realizable k-ɛ, k-ω SST dan transition SST k-ω. Sedangkan residual untuk kontinuitas diatur pada nilai 10-4 guna mempersingkat waktu komputasi. Apabila syarat nilai residual minimum tersebut terpenuhi atau telah mencapai jumlah iterasi maksimal sebanyak 100 kali maka komputasi dilanjutkan pada time step berikutnya. Metode diskritasi second-orde dengan algoritma SIMPLE digunakan untuk menyelesaikan seluruh persamaan transport. Simulasi dilakukan menggunakan komputer dengan prosesor Amd Ryzen 9 seri 3900x yang memiliki 12 inti dan 32 Gb RAM. Namun Ansys Fluent versi student hanya bisa dijalankan 4 proses parallel.
Gambar 4. Koordinat azimuth dari sudu nomor 1
Hasil simulasi
berupa data koefisien momen (Cm) pada tiap-tiap posisi azimuth selanjutnya diolah agar diperoleh koefisien daya (Cp) dalam satu revolusi.� Koefisien momen rata-rata (
|
(3.12) |
|
(3.2) |
Hasil simulasi yang konvergen tidak cukup diperoleh hanya dengan melakukan komputasi selama 1 kali revolusi saja. Hal ini disebabkan akibat proses inisialisasi diawal simulasi yang belum cukup mencerminkan aliran fluida pada turbin yang berputar. Sehingga butuh waktu dalam pembentukan aliran selama beberapa revolusi turbin.
Gambar 5. Kurva Cm sebagai
fungsi sudut azimut untuk TSR 1,78 (k-ω
SST)
Proses tercapainya konvergensi terlihat pada Gambar 5 yang merupakan hasil komputasi untuk TSR 1,78 dengan model turbulen k-ω SST. Hasil akhir Cp dianggap konvergen dengan syarat yaitu selisih hasil dengan Cp revolusi sebelumnya tidak lebih dari 5% seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil Cp tiap revolusi untuk TSR 1,78 (k-ω SST)
Revolusi |
Cp |
Deviasi |
Keterangan |
1 |
0,313 |
- |
|
2 |
0,238 |
31,58% |
|
3 |
0,282 |
15,78% |
|
4 |
0,284 |
0,60% |
! Konvergen |
Hasil dan Pembahasan
Tingkat akurasi hasil simulasi terhadap perubahan jumlah elemen mesh diuji melalui prosedur grid independency test. Pada proses CFD, jumlah elemen mesh akan mempengaruhi lamanya proses komputasi. Semakin banyak jumlah elemen yang digunakan, maka akurasi semakin tinggi tetapi waktu komputasi semakin lama. Mengurangi jumlah elemen akan membuat waktu komputasi berjalan lebih singkat namun mengorbankan akurasi. Oleh karena itu, grid independency test berperan penting untuk menemukan berapa jumlah sel yang ideal dalam proses CFD yang dikerjakan.
Pada penelitian ini, jumlah elemen mesh yang digunakan sebanyak 5 variasi. Pertambahan total elemen tiap variasinya sebesar 30.000 elemen, sehingga variasi total elemen yang ada yaitu 80.000, 110.000, 140.000, 170.000 dan 200.000. Proses gird independency test ini dilakukan pada TSR 2,06 dengan kecepatan fluida 1 m/s.
Gambar 6. Kurva Cm sudu nomor 1 terhadap sudut azimut (
Hasil simulasi masing-masing variasi total mesh disajikan sebagai kurva
Gambar 7. Koefisien daya
(CP) untuk masing-masing jumlah elemen
Seiring meningkatnya jumlah
total elemen mesh,
nilai koefisien daya yang dihasilkan cenderung semakin besar yang dapat dilihat pada Gambar 7. Kenaikan nilai
Tabel 4
Deviasi
grid independency test koefisien daya
(CP)
Mesh (ribu) |
Cp |
Deviasi |
80 |
0,164 |
- |
110 |
0,241 |
31,68% |
140 |
0,265 |
9,34% |
170 |
0,284 |
6,59% |
200 |
0,287 |
1,11% |
�
Penambahan jumlah elemen sebesar 30.000 dari 80.000 hingga menjadi 110.000 mengakibatkan perubahan nilai koefisien daya yang signifikan. Sedangkan penambahan jumlah elemen dari 170.000 menjadi 200.000 hanya menyebabkan berubahan koefisien daya sebesar 1,11%. Terlebih, bila dilihat kurva koefisien daya pada Gambar 7, pertambahan jumlah sel 170.000 menjadi 200.000 memberikan kurva yang landai. Artinya, penambahan tersebut tidak memberi perubahan yang berarti, namun hal tersebut menyebabkan proses komputasi berlangsung semakin lama. Dengan demikian, berdasarkan grid independency test yang dilakukan, jumlah mesh yang dipilih untuk proses komputasi selanjutnya adalah sebanyak 170.000 elemen.
Hasil simulasi dengan variasi model turbulen Realizable k-ɛ, SST k-ω, spalart-allmaras dan transition SST k-ω selanjutnya dilakukan validasi. Proses simulasi dilakukan pada TSR 1,43; 1,59; 1,78; 2,06; dan 2,41 dan pada kecepatan fluida 1 m/s. Proses validasi mengacu pada data eksperimen sekunder yang dilakukan oleh Fertahi et al., (2018) (Bouhal et al., 2018). Validasi dilakukan melalui kurva Cp pada masing-masing model turbulensi yang digunakan dan membandingkannya dengan data eksperimen sekunder. Perbandingan kurva Cp tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Perbandingan kurva
Cp-TSR tiap-tiap model turbulen
dan data eksperimen sekunder
Hampir semua model turbulen memiliki bentuk kurva Cp-TSR yang mirip dengan data eksperimen. Semua mencapai puncak kurva pada TSR 2,06 kecuali model turbulen SST
k-ω yang mencapai puncak
kurva saat nilai TSR 2,06. Kurva Cm-
Gambar 9. Perbandingan
Cm-φ tiap model turbulen
sudu nomor 1 TSR 2,06
Tabel 5
Perhitungan koefisien daya
(CP) dan error masing-masing model turbulen
TSR |
Cp |
Error (%) |
|||||||
Eks. |
Real. k-ɛ |
SST k-ω |
Trans. SST k-ω |
S-A |
Real. k-ɛ |
SST k-ω |
Trans. SST k-ω |
S-A |
|
1,43 |
0,185 |
0,160 |
0,176 |
0,142 |
0,225 |
13,68 |
4,65 |
23,49 |
21,50 |
1,59 |
0,225 |
0,195 |
0,229 |
0,185 |
0,276 |
13,20 |
1,73 |
17,78 |
22,64 |
1,78 |
0,230 |
0,216 |
0,284 |
0,223 |
0,344 |
5,93 |
23,51 |
2,95 |
49,45 |
2,06 |
0,197 |
0,215 |
0,296 |
0,215 |
0,327 |
8,90 |
50,16 |
8,97 |
66,17 |
2,41 |
0,078 |
0,099 |
0,211 |
0,162 |
0,233 |
26,45 |
170,08 |
108,09 |
198,15 |
Eror rata-rata |
13,63 |
50,02 |
32,26 |
71,58 |
Untuk TSR rendah kurva Cp dari SST k-ω berhimpit dengan kurva Cp eksperimen, namun setelahnya selalu memiliki hasil yang berlebihan. Sedangkan untuk spalart-allmaras hasil Cp selalu jauh lebih besar dibanding eksperimen. Realizable k-ɛ dan transition SST k-ω memiliki perilaku kurva Cp-TSR yang mirip. Keduanya menghasilkan Cp lebih rendah pada TSR kurang dari 2,06 namun pada TSR selanjutnya Cp dihasilkan selalu lebih besar dari data eksperimen. Kedua model turbulen ini memiliki nilai error yang sangat kecil untuk TSR 2,06. Dimana selisih Cp Realizable k-ɛ sebesar 5,93% sedangkan untuk transition SST k-ω hanya 2,95%. Nilai Cp dan error tiap model turbulen disajikan pada tabel 5. Secara keseluruhan, Realizable k-ɛ memberikan akurasi lebih baik untuk seluruh rentang TSR dengan error rata-rata sebesar 13,63%. Sedangkan akurasi paling buruk dengan rata-rata error sebesar 71,58% diberikan oleh spalart-allmaras.
Tabel 6
Durasi komputasi selama 1 revolusi tiap-tiap model turbulen
Model Turbulen |
Lama Komputasi |
S-A |
32,4 menit |
SST k-ω |
51,6 menit |
Real. k-ɛ |
49,2 menit |
Trans. SST k-ω |
62,4 menit |
Model turbulen spalart-allmaras dengan 1 buah persamaan transport memberikan waktu komputasi paling cepat yakni 32,4 menit dalam satu kali revolusi. Sayangnya keuntungan tersebut mengorbankan akurasi yang cukup siknifikan. Realizable k-ɛ dan SST k-ω relatif membutuhkan waktu yang hampir sama. Keduanya memiliki 2 persamaan transport
yang harus diselesaikan. Sedikit selisih waktu komputasi mungkin akibat konvergensi tiap time step mudah dicapai oleh Realizable k-ɛ. Sedangkan usaha komputasi paling berat diberikan oleh transition
SST k-ω. Banyaknya persamaan
transport yang harus diselesaikan
untuk mencakup efek transisi dan intermitensi memberi perbaikan akurasi namun kurang memuaskan.
Kesimpulan
Model turbulen berdasarkan viskositas eddy telah
digunakan dalam simulasi CFD saat ini. Berbagai macam model yang dipilih
memberikan hasil akhir Cp-TSR yang beragam. Tetapi hasilnya dapat diterima
dalam kasus VAWT 2-dimensi. Semakin banyak persamaan transport pada suatu model
turbulen memberikan tambahan waktu komputasi. Spalart allmaras dengan satu
persamaan transport memiliki waktu komputasi paling singkat namun mengorbankan
akurasi yang besar. Memilih Transition SST k-ω yang memiliki 4 persamaan
transport menjadi pilihan bagus pada TSR rendah, namun lewat dari titik puncak
kurva Cp-TSR memberikan hasil yang berlebih dibanding data eksperimen.
Realizable k-ɛ menjadi pilihan terbaik yang handal pada TSR tinggi maupun
rendah. Penggunaan SST k-ω malah memberikan perilaku kurva Cp-TSR berbeda
dari eksperimen, padahal model ini terkenal akurat untuk kasus aliran fluida
eksternal yang menerjang foil.
A. Meana-Fern�ndez, I. Sol�s-Gallego, J. Oro, K. D�az, and S.
Velarde-Su�rez, �Parametrical evaluation of the aerodynamic performance of
vertical axis wind turbines for the proposal of optimized designs,� Energy,
vol. 147, Jan. 2018.
Abu-El-Yazied, Taher G., Ali, Ahmad M., &
Montasser, Osama A. (2014). Optimization of Wind duct geometry for maximizing
power generation of ducted vertical turbines. Optimization, 4(10).
Beri, Habtamu, & Yao, Yingxue. (2011). Double
multiple streamtube model and numerical analysis of vertical axis wind turbine.
Energy and Power Engineering, 3(03), 262.
Blazek, Jiri. (2015). Computational fluid dynamics:
principles and applications. Butterworth-Heinemann.
Bouhal, T., Rajad, Omar, Kousksou, T., Arid, A., El
Rhafiki, T., Jamil, A., & Benbassou, A. (2018). CFD performance enhancement
of a low cut-in speed current Vertical Tidal Turbine through the nested
hybridization of Savonius and Darrieus. Energy Conversion and Management,
169, 266�278.
Franchina, Nicoletta, Persico, G., & Savini, M.
(2019). 2D-3D computations of a vertical axis wind turbine flow field: Modeling
issues and physical interpretations. Renewable Energy, 136,
1170�1189.
Hosseini, Seyed Mohammad, Vinuesa, Ricardo, Schlatter,
Philipp, Hanifi, Ardeshir, & Henningson, Dan S. (2016). Direct numerical
simulation of the flow around a wing section at moderate Reynolds number. International
Journal of Heat and Fluid Flow, 61, 117�128.
Ma, Ning, Lei, Hang, Han, Zhaolong, Zhou, Dai, Bao,
Yan, Zhang, Kai, Zhou, Lei, & Chen, Caiyong. (2018). Airfoil optimization
to improve power performance of a high-solidity vertical axis wind turbine at a
moderate tip speed ratio. Energy, 150, 236�252.
Marsh, Philip, Ranmuthugala, Dev, Penesis, Irene,
& Thomas, Giles. (2015). Three-dimensional numerical simulations of
straight-bladed vertical axis tidal turbines investigating power output, torque
ripple and mounting forces. Renewable Energy, 83, 67�77.
Marsh, Philip, Ranmuthugala, Dev, Penesis, Irene,
& Thomas, Giles. (2017). The influence of turbulence model and two and
three-dimensional domain selection on the simulated performance characteristics
of vertical axis tidal turbines. Renewable Energy, 105, 106�116.
Naung, Shine Win, Rahmati, Mohammad, & Farokhi,
Hamed. (2021). Direct numerical simulation of interaction between transient
flow and blade structure in a modern low-pressure turbine. International
Journal of Mechanical Sciences, 192, 106104.
Paraschivoiu, Ion. (2002). Wind turbine design:
with emphasis on Darrieus concept. Presses inter Polytechnique.
Reynolds, Osborne. (1895). IV. On the dynamical theory
of incompressible viscous fluids and the determination of the criterion. Philosophical
Transactions of the Royal Society of London.(A.), (186), 123�164.
Rezaeiha, Abdolrahim, Kalkman, Ivo, & Blocken,
Bert. (2017). CFD simulation of a vertical axis wind turbine operating at a
moderate tip speed ratio: Guidelines for minimum domain size and azimuthal
increment. Renewable Energy, 107, 373�385.
Rezaeiha, Abdolrahim, Montazeri, Hamid, & Blocken,
Bert. (2018). Towards accurate CFD simulations of vertical axis wind turbines
at different tip speed ratios and solidities: Guidelines for azimuthal
increment, domain size and convergence. Energy Conversion and Management,
156, 301�316.
Satrio, Dendy, & Utama, I. Ketut Aria Pria.
(2018). The influence of time step setting on the CFD simulation result of
vertical axis tidal current turbine. Journal of Mechanical Engineering and
Sciences, 12(1), 3399.
Schl�r, Holger, Venghaus, Sandra, & Hake, J�rgen
Friedrich. (2018). The FEW-Nexus city index�Measuring urban resilience. Applied
Energy, 210, 382�392.
Takahashi, Toshiro, Uchida, Makio, Yoshino, R.,
Yamamoto, M., & Kitamura, N. (1995). A CMOS gate array with 600 Mb/s
simultaneous bidirectional I/O circuits. IEEE Journal of Solid-State
Circuits, 30(12), 1544�1546.
Versteeg, Henk Kaarle, & Malalasekera, Weeratunge.
(2007). An introduction to computational fluid dynamics: the finite volume
method. Pearson education.
Yan, Bin, Luo, Min, & Bai, Wei. (2019). An
experimental and numerical study of plunging wave impact on a box-shape
structure. Marine Structures, 66, 272�287.
Yusuf, Siti Nurul Akmal, Asako, Yutaka, Sidik, Nor
Azwadi Che, Mohamed, Saiful Bahri, & Japar, Wan Mohd Arif Aziz. (2020). A
short review on rans turbulence models. CFD Letters, 12(11),
83�96.
Wardhana W. and Fridayana
E. N. (2018). Aerodynamic Performance
Analysis of Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Darrieus
Type H-Rotor using Computational Fluid Dynamics (CFD) Approach. In
Proceedings of the 3rd International Conference on Marine Technology - Volume
1: SENTA, ISBN 978-989-758-436-7, pages 5-11.
Zafirakis, Dimitrios P., Paliatsos, A. G., &
Kaldellis, J. K. (2012). Energy yield of contemporary wind turbines. Comprehensive
Renewable Energy, 2, 2�6.
Copyright holder: Elyas Nur Fridayana, Yoyok Setyo Hadiwidodo, Dendy Satrio, Elysa Nensy Irawan (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |