Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7,
No. 6, Juni 2022
DETERMINAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SUAK RIBEE KABUPATEN ACEH BARAT
Amiruddin,
T. Iskandar Faisal, Abdurrahman, Bustami
Dosen Poltekkes Kemenkes Aceh,
Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit menular yang paling sering terjadi pada anak. Prevalensi ISPA pada balita di Puskesmas Suak Ribee tahun 2020 dapat diketahui sebanyak 873 balita (79,8%),
sedangkan yang mengalami ISPA sebanyak 278 balita.
Cakupan imunisasi di Puskesmas Suak Ribee sebesar
91,2%, sedangkan cakupan status gizi sebesar 87,1%, serta cakupan asi ekslusif
sebesar 80,9%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan kejadian infeksi saluran pernafasan
akut pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Suak Ribee Kabupaten Aceh Barat
tahun 2021. Penelitian
ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional study. Penelitian telah dilakukan
pada Juli sampai
September 2021. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
mempunyai balita (1-5 tahun) yang menderita ISPA yang berkunjung ke puskesmas Suak Ribee Kabupaten Aceh Barat periode Maret s/d Juni
2021 sebanyak 39 orang.
Tehnik pengumpulan sampel adalah secara secara total populasi. Analisa data dengan menggunakan univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapat bahwa ada hubungan antara
kelengkapan imunisasi (p-value
0,034), status gizi (p-value 0,048) dan pemberian ASI eksklusif (p-value 0,022) dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Suak Ribee Kabupaten Aceh Barat tahun
2021. Disarankan kepada Kepala Puskesmas
untuk membuat pamflet tentang cara penanganan dan pengobatan terhadap ISPA sehingga orangtua balita dapat meningkatkan
pengetahuan tentang penanganan dan pengobatan terhadap ISPA.
Kata Kunci: imunisasi,
status gizi, ASI eksklusif, ISPA
Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, wheezing) bahkan sampai gejala yang berat (sianosis, pernapasan cuping hidung). ISPA yang berat jika mengenai jaringan paru-paru dapat menyebabkan terjadinya pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian nomor satu pada balita (Kemenkes, 2021).
Insidens menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 kasus per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 kasus per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta kasus baru di dunia per tahun dimana 151 juta kasus (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masingmasing 6 juta kasus. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Kasus batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Rudan, Boschi-Pinto, Biloglav, Mulholland, & Campbell, 2008).
Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita di negara berkembang. ISPA di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan utama karena masih tinggi angka kejadian ISPA terutama pada balita. ISPA merupakan jenis penyakit menular yang biasanya menyerang balita dengan rentan usia kurang dari lima tahun (Pratiwi & Wahyuni, 2016).
Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 9,3% diantaranya 9,0% berjenis kelamin laki-laki dan 9,7% berjenis kelamin perempuan (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur satu sampai empat tahun yaitu sebesar 13,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Kasus ISPA terbanyak di Indonesia yaitu terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur 15,4%, Papua 13,1%, Banten 11,9%, Nusa Tenggara Barat 11,7%, Bali 9,7% (RI, 2018).
Menurut Profil Kesehatan Aceh (2020), diperkirakan jumlah penderita ISPA adalah 5,25% dari keseluruhan jumlah balita di Provinsi Aceh sebanyak 23.002 dari 437.752 balita, jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2019 yang berjumlah 7.266 kasus (1,6%). Sedangkan jumlah balita yang meninggal akibat ISPA sebanyak 1,2%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat tahun 20120 jumlah balita yang menderita ISPA mencapai 1921 kasus (84,6%) dari 1966 balita. Provinsi Aceh cakupan persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 - 6 bulan di Aceh pada tahun 2019 adalah sebesar 61%, pemberian imunisasi dasar sebesar 70,0%, cakupan status giz sebanyak 71,9%. Prevalensi status gizi di Kabupaten Aceh Barat mencapai 2,32 persen, pemberian ASI ekslusif sebanyak 3,2 persen, dan cakupan imunisasi dasar sebesar 94,5% (Dinkes Aceh, 2019).
Data di Puskesmas Suak Ribee jumlah balita tahun 2019 berjumlah 455 balita. Penderita ISPA pada balita tahun 2019 berjumlah 113 (54,1%), dimana balita yang terkena ISPA dengan status gizi sejumlah 45 (9,8%), sedangkan pada balita karena kurangnya pemberian ASI eksklusif sejumlah 189 (41,5%), selebihnya sejumlah 108 (23,7%) balita terkena ISPA oleh penyebab yang lain. Prevalensi ISPA pada balita di Puskesmas Suak Ribee tahun 2020 dapat diketahui sebanyak 873 balita (79,8%), sedangkan yang mengalami ispa sebanyak 278 balita. Cakupan imunisasi di puskesmas Suak Ribee sebesar 91,2%, sedangkan cakupan status gizi sebesar 87,1%, serta cakupan ASI ekslusif sebesar 80,9%. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap ibu yang memiliki balita yang berkunjung ke puskesmas Suak Ribee terhadap 10 anggota keluarga balita penderita ISPA diperoleh informasi bahwa 8 diantaranya orang tuanya adalah tidak memberikan ASI secara eksklusif.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita (1-5 tahun) yang menderita ISPA yang berkunjung ke puskesmas Suak Ribee Kabupaten Aceh Barat periode Maret s/d Juni 2021 sebanyak 39 orang. Sampel diambil dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel secara total populasi.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Univariat
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 39 responden dengan Kejadian ISPA diketahui dari 39 responden sebanyak 53,8% kejadian ISPA pada balita
yaitu kategori kejadian ISPA sedang.� Kelengkapan imunisasi diketahui dari 39 responden kelengkapan
imunisasi paling banyak yaitu kategori tidak lengkap sebanyak
74,3%. Status gizi diketahui dari 39 responden dengan status gizi balita kategori
baik sebanyak 53,8%, dan Pemberian
ASI Eksklusif
diketahui dari 39 responden
dengan pemberian ASI Eksklusif sebanyak 56,4% yaitu tidak
memberikan ASI eksklusif.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi
Kejadian ISPA pada Balita
dan Determinan Kejadian
ISPA
No. |
Variabel Dependen |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
|
1. |
Kejadian ISPA pada Balita |
Berat Sedang Ringan |
10 21 8 |
25,6 53,8 20,5 |
|
�����������������
Total |
Jumlah |
39 |
100 |
||
No. |
Variabel Independen |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
|
2. |
Kelengkapan Imunisasi |
Lengkap Tidak Lengkap |
10 29 |
25,7 74,3 |
|
�����������������
Total |
Jumlah |
39 |
100 |
||
3. |
Status Gizi Balita |
Baik Kurang
|
21 18 |
53,8 46,2 |
|
�����������������
Total |
Jumlah |
39 |
100 |
||
4. |
Pemberian ASI Eksklusif |
Ya Tidak |
17 22 |
43,6 56,4 |
|
�����������������
Total |
Jumlah |
39 |
100 |
||
pada Balita (n=39)
Analisa bivariat diketahui
bahwa dari 39 responden kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA berat sebanyak 30,0%, sedang 70,0% dan ringan 0,0%, sedangkan
kelengkapan imunisasi tidak lengkap terhadap kejadian ISPA pada balita yang
berat sebanyak 24,1%, sedang 48,3% dan ringan sebanyak 27,6%. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p-value = 0,034
(p<0,05). Selanjutnya dari 39 responden status gizi baik dengan kejadian
ISPA pada balita dengan kategori berat sebanyak 9,5%, sedang 61,9% dan ringan
28,6%, sedangkan status gizi kurang terhadap kejadian ISPA pada balita dengan
kategori berat sebanyak 44,4%, sedang 44,4% dan ringan sebanyak 11,1%. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p-value
= 0,048 (p<0,05). Selanjutnya dari 39 responden dengan
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada balita dengan kategori
berat sebanyak 0,0%, sedang 58,8% dan ringan 4,2%, sedangkan yang tidak
memberikan ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada balita dengan kategori
berat sebanyak 45,5%, sedang 50,0% dan ringan sebanyak 4,5%. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p-value =
0,022 (p<0,05).
Tabel 2
Analisis Faktor
yang mempengaruhi kejadian
ISPA pada Balita (n=39)
No. |
Variabel |
Kategori |
Kejadian
ISPA pada Balita |
Total |
P value |
α |
||||||
Berat
|
Sedang |
Ringan |
|
|
|
|||||||
f |
% |
f |
% |
f |
% |
f |
% |
|
|
|||
1 |
Kelengkapan Imunisasi |
Lengkap |
3 |
30,0 |
7 |
70,0 |
0 |
0,0 |
10 |
100 |
0,034 |
0,05 |
Tidak Lengkap |
7 |
24,1 |
14 |
48,3 |
8 |
27,6 |
29 |
100 |
||||
|
Total |
|
10 |
|
21 |
|
8 |
|
39 |
100 |
|
|
2 |
Status
Gizi Balita |
Baik |
2 |
9,5 |
13 |
61,9 |
6 |
28,6 |
21 |
100 |
0,048 |
0,05 |
Kurang
|
8 |
44,4 |
8 |
44,4 |
2 |
11,1 |
18 |
100 |
||||
|
Total |
|
10 |
|
21 |
|
8 |
|
39 |
100 |
|
|
3 |
Pemberian ASI Eksklusif |
Ya |
0 |
0,0 |
10 |
58,8 |
7 |
4,2 |
17 |
100 |
0,022 |
0,05 |
Tidak |
10 |
45,4 |
11 |
50,0 |
1 |
4,5 |
22 |
100 |
||||
|
Total |
|
10 |
|
21 |
|
8 |
|
39 |
100 |
|
|
Pembahasan
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,034 (p<0,05) yang berarti ada hubungan kelengkapan
imunisasi terhadap kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita di
Puskesmas Suak Ribee Kabupaten Aceh Barat Tahun 2021.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lisdianti, Saparwati
& Choiriyah (2015) tentang hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA
pada anak usia Balita di wilayah kerja Puskesmas Pasir Putih Sampit Kalimantan
Tengah menyatakan bahwa ada hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA.
Anak yang mendapatkan imunisasi lengkap lebih rendah mengalami kejadian ISPA daripada yang
tidak mendapatkan imunisasi lengkap (Lisdianti, 2015).
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Laode dkk (2016) tentang hubungan antara riwayat imunisasi
dasar dan frekuensi ISPA pada balita yang datang berkunjung ke Puskesmas Sekip
Palembang dengan jumlah sampel 180 balita, diketahui bahwa dari 84 balita (46,7%) jarang terkena ISPA dan sebesar 96 balita (53,3%)
sering terkena ISPA. Dari hasil analisis bivariat, nilai p value pada penelitian
ini sebesar 0,037 dan odd
ratio 2,161 (CI 95% = 1,098-4,253). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara riwayat imunisasi dasar dan frekuensi ISPA pada balita yang datang berkunjung ke Puskesmas Sekip
Palembang dan balita dengan
riwayat imunisasi dasar tidak lengkap
berisiko untuk sering terkena ISPA 2,161 kali lebih besar daripada
balita dengan riwayat imunisasi dasar lengkap (Hidayatullah, Helmi, & Aulia, 2016).
Imunisasi dasar lengkap yang
diberikan bukan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap ISPA secara langsung,
melainkan hanya untuk mencegah faktor yang dapat memacu terjadinya ISPA. Selain imunisasi dasar lengkap terdapat juga beberapa faktor yangdapat menyebabkan ISPA, antara lain pemberian vitamin A, pemberian imunisasi Hib dan
status gizi balita. Tidak lengkapnya imunisasi menyebabkan imunitas balita lemah, sehingga mudah untuk terserang
ISPA, selain itu masih tingginya penderita ISPA pada balita walaupun telah menerima
imunisasi lengkap diakibatkan karena belum ada vaksin yang dapat mencegah ISPA
secara langsung.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,048 (p<0,05) yang berarti ada hubungan status gizi
terhadap kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita di Puskesmas Suak
Ribee Kabupaten Aceh Barat Tahun 2021. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lidia
Widia (2017) tentang Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita yang diteiliti di
wilayah Puskesmas Kuranji Kecamatan Kuranji Kabupaten Tanah Bumbu dengan metode
penelitian analitik dengan sampel 90 responden didapatkan sebagian
besar responden dengan status gizi tidak normal yaitu 74,3% mengalami ISPA
Positif sedangkan sebagian besar responden dengan gizi normal yaitu 65,5%
mengalami ISPA Negatif. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa ada hubungan
antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas
Kuranji Kecamatan Kuranji Kabupaten Tanah Bumbu (L, 2017).
Menurut asumsi peneliti bahwa dalam hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa balita yang menderita ISPA memiliki gangguan status gizi
(TB/U). Untuk itu yang perlu diperhatikan dalam hal perbaikan gizi balita yang
menderita ISPA adalah pola makan yang mendukung pertumbuhan balita yang sesuai
dengan umur balita. Pola makan yang dimaksudkan adalah balita mengkonsumsi
makanan yang mengandung protein untuk mendukung pertumbuhan yang ideal sesuai
dengan umur balita. Kebanyakan balita yang terkena ISPA
berstatus gizi kurang dikarenakan gizi mempengaruhi terhadap kesehatan tubuh
seseorang. Semakin baik status gizi balita maka semakin besar pula peluang
balita untuk tidak menderita ISPA karena status gizi balita mempengaruhi daya
tahan tubuh balita terhadap� serangan
infeksi� bakteri� atau virus yang menyebabkan ISPA.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,022 (p<0,05) yang berarti ada hubungan status gizi
terhadap kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita di Puskesmas Suak
Ribee Kabupaten Aceh Barat Tahun 2021. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sinaga (2015) tentang hubungan status gizi dan status imunisasi dengan
kejadian
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja puskesmas
Soposurung Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir menunjukkan bahwa
sebanyak 57,4% balita di wilayah kerja Puskesmas Soposurung tidak mendapat ASI
eksklusif. Hal ini dikarenakan karena kondisi ASI si ibu yang tidak cukup
diberikan untuk bayi sehingga memaksa si ibu untuk memberikan susu formula
secara dini. Dan faktor pengetahuan si ibu tentang pentingnya ASI eksklusif
yang masih rendah sehingga kekhawatiran si ibu yang merasa balita akan
kelaparan jika si bayi hanya di beri ASI saja mendorong si ibu untuk memberikan
makanan/ bubur nasi secara dini kepada bayinya (Sinaga, Lubis, & Siregar, 2015).
Pemberian
ASI Eksklusif pada balita sangat penting untuk diperhatikan karena di samping
ASI yang merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih, sehat dan praktis
juga mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang normal sampai bayi
berusia 6 bulan. Bayi disebut menerima ASI eksklusif jika bayi memang
benar-benar hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan atau makanan apapun
seperti susu formula, madu, air teh, air minum, pisang, papaya, roti, bubur
nasi, biskuit dan bubur tim (Hersoni, 2019).
Menurut asumsi
peneliti bahwa adanya
hubungan hal ini dapat disebabkan karena balita yang tidak mendapatkan ASI
secara eksklusif maka sistem kekebalan tubuhnya menjadi kurang sehingga akan
mudah terserang penyakit atau infeksi pernafasan seperti ISPA. Masih rendahnya
pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif, ibu yang berangggapan bahwa
gizi yang diperoleh dari ASI saja tidak mencukupi gizi untuk anaknya, sehingga
ibu-ibu yang lebih banyak memberikan MP-ASI pada anaknya sebelum berumur 6 bulan,
sikap dari ibu yang kurang disaat pemberian ASI kepada anaknya, ibu-ibu yang
tidak mau menyusui anaknya karena takut gemuk, dan juga karena ibu-ibu yang
tidak mau memberikan ASI-nya karena anaknya yang sering tidak mau menyusui
kepada dirinya sehingga diberikan susu tambahan, selain itu ibu-ibu dengan
pendapatkan keluarga yang rendah, sehingga ibu juga harus membantu perekonimian
keluarga yang menyebabkan waktu untuk anak dalam pemberian ASI menjadi
berkurang. ASI merupakan makanan terbaik bagi anak terutama pada bulan-bulan
pertama karena dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan
normal sampai berusia 6 bulan. ASI juga kaya akan antibody yang dapat
melindungi bayi dari berbagai macam infeksi bakteri, virus, dan alergi serta
mampu merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi.���
Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini ada hubungan antara
kelengkapan imunisasi (p-value 0,034), status gizi (p-value
0,048) dan pemberian ASI eksklusif
(p-value 0,022) terhadap
Kejadian ISPA pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribee Tahun
2021. Diharapkan kepada orangtua agar memberikan
makanan dengan gizi yang baik agar terhindar dari penyakit terutama ISPA dan membuat pamflet tentang cara penanganan
dan pengobatan terhadap
ISPA baik pada saat Posyandu maupun di fasilitas pelayanan kesehatan dengan menjelaskan kepada orangtua sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang penanganan dan pengobatan terhadap ISPA.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan
wawasan dan referensi, selain itu penelitian
selanjutnya sebaiknya dilakukan dalam periode yang lebih lama serta mengembangkan variabel yang berbeda.
Dinkes Aceh, D. K. (2019). Profil Kesehatan
Aceh. Dinkes Aceh, 53(9), 1689�1699. Google Scholar
Hersoni, Soni. (2019). Pengaruh Pemberian Air
Susu Ibu (ASI) Ekslusif Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Rab Rsu Dr. Soekarjdo Kota Tasikmalaya. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan
Dan Farmasi, 19(1). Google Scholar
Hidayatullah, Laode Mohammad, Helmi, Yusmala,
& Aulia, Hendarmin. (2016). Hubungan Antara Kelengkapan Imunisasi Dasar dan
Frekuensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita yang Datang
Berkunjung ke Puskesmas Sekip Palembang 2014. Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 3(3),
182�193. Google Scholar
Kemenkes. (2021). Profil Kesehatan
Indonesia 2020. Jakarta : Balitbang Kemenkes RI.
L, Widian. (2017). Hubungan Status Gizi dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Kuranji Kecamatan Kuranji Kabupaten
Tanah Bumbu Tahun 2017. Jurnal Darul Azhar, 3(1), 28�35.
Lisdianti, Dkk. (2015). Hubungan Status
Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Usia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasir Putih Sampit Kalimantan Tengah Ungaran. Program Studi Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo.
Pratiwi, Anis, & Wahyuni, Elyza Gustri.
(2016). Sistem Pakar Diagnosis ISPA pada Balita dengan Metode Certainty Factor.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed), 42�53.
Google Scholar
RI, Kemenkes. (2018). Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 170�173. Google Scholar
Rudan, Igor, Boschi-Pinto, Cynthia, Biloglav,
Zrinka, Mulholland, Kim, & Campbell, Harry. (2008). Epidemiology and
etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the World Health Organization,
86, 408-416B. Google Scholar
Sinaga, Purnama, Lubis, Zulhaida, &
Siregar, Muhammad Arifin. (2015). Hubungan Status Gizi Dan Status Imunisasi
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2014. Gizi,
Kesehatan Reproduksi Dan Epidemiologi, 1(1). Google Scholar
Copyright holder: Amiruddin, T.Iskandar
Faisal, Abdurrahman, Bustami (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |