Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 8, Agustus 2022

 

AKIBAT HUKUM AKTA PERJANJIAN PERIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN KARENA WANPRESTASI

 

Sherly Sulistiorini

Fakultas Hukum, Universitas Slamet Riyadi Surakarta, Indonesia

Email[email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indikator apa saja yang menyebabkan Yusi A. dinyatakan wanprestasi atas APJB/PPJB tanah dengan Diponegoro K.F. dan untuk mengetahui akibat hukum apa sajakah bagi para pihak dan notaris yang akta perjanjian perikatan jual belinya dibatalkan oleh putusan pengadilan karena wanprestasi. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa Yusi A telah lalai melakukan prestasinya menyebabkan wanprestasi yang mengakibatkan batalnya Perjanjian pengikatan jual beli, oleh sebab itu perjanjian tersebut tidak berlaku lagi atau dianggap tidak pernah ada dan dikembalikan ke keadaan semula seolah-olah perjanjian itu belum dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah deskriptif analitis, dan teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

 

Kata Kunci: PPJB; wanprestasi; perjanjian

 

Abstract

The goal of this study was to determine what factors led to Yusi A. being declared in default on the APJB/PPJB of land with Diponegoro K.F., as well as what the legal ramifications are for the parties and notary whose deed of sale and purchase agreement is canceled by a court decision due to default. According to the findings of this study, Yusi A failed to perform his duties, resulting in a default and the cancellation of the sale and purchase binding agreement, so the agreement is no longer valid or is considered to have never existed and is returned to its original state as if the agreement had not been implemented. This study uses a normative juridical approach, the specifications used in writing this research are analytical descriptive, and the techniques and data collection tools used in this study are library research using secondary data, namely data obtained through library materials using primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials.

 

Keywords: PPJB; the default; agreement

 

 

 

Pendahuluan

Dalam masyarakat banyak dikenal jenis perjanjian salah satunya ialah Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau sering juga disebut PPJB. Dalam perjanjian ini, para pihak berjanji dan mengikatkan diri untuk menjual sesuatu barang kepada orang/pihak lain, sehingga dalam hal ini jual belinya sendiri belum terjadi, melainkan hanya berupa perjanjian pengikatan saja. Sesuatu barang disini bisa berupa barang bergerak maupun barang tak bergerak, berwujud atau tak berwujud. Biasanya yang biasa terjadi ialah perjanjian pengikatan jual-beli hak atas tanah.

Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak ketika memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW, sebagai berikut :

1.   Adanya kesepakatan kehendak (consensus, agreement), itu kesesuaian kehendak para pihak perihal apa yang diatur pada perjanjian. Kesepakatan kehendak dianggap terjadi tanpa adanya suatu paksaan (dwang,duress), tipuan (bedrog,fraud) dan kekhilafan (dwaling, mistake);

2.   Adanya kecakapan bertindak (bevoged), maksudnya pihak yang membuat perjanjian harus cakap bertindak dalam hukum (bekwaam) dan tidak sedang di bawah pengampuan (curatele);

3.   Adanya suatu objek tertentu sebagai objek yang diperjanjikan pada perjanjian; dan

4.   Adanya sebab (causa) yang halal, maksudnya isi serta tujuan perjanjian berdasarkan alasan yang tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Tujuan dibuatnya Perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah (PPJB) untuk mengikat para pihak yaitu penjual dan pembeli walaupun jual belinya belum dilakukan di hadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berwenang. PPJB memuat kesepakatan penjualan disertai pembayaran oleh pembeli kepada penjual serta kapan waktu dilakukannya jual beli di hadapan PPAT dan syarat lainnya yang disepakati para pihak (penjual dan pembeli).

Ada dua jenis PPJB, yaitu:

a.   PPJB tidak lunas; dan

b.   PPJB lunas

Pembuatan PPJB tidak lunas disebabkan oleh harga dari objek yang diperjanjikan untuk diperjualbelikan belum lunas dibayar oleh pembeli, pembuatan PPJB tidak lunas bertujuan semata-mata untuk mengikat agar penjual tidak penjual hak atas tanah tersebut kepada pihak lain dan calon pembeli terikat melunasi dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan pada akta PPJB tersebut. Sedangkan PPJB lunas dibuat karena suatu sebab yang belum mungkin dilakukan di hadapan PPAT misalnya dikarenakan sertifikat hak atas tanah yang diperjanjikan untuk diperjualbelikan masih dalam proses penerbitan di kantor pertanahan atau juga karena dalam proses roya (pencoretan dari pencatatan beban hak tanggungan atas suatu kredit/ hutang) di kantor pertanahan dan sebab-sebab lainnya.

Dalam praktek PPJB yang belum lunas dan tidak kunjung dilunasi sampai tenggang waktu yang diperjanjikan/pembeli tidak dapat melunasi harga pembelian seluruhnya, sehingga perjanjian jual beli tersebut menjadi batal dan memiliki risiko uang muka atau uang yang sebagian telah dibayarkan dari harga keseluruhan menjadi hangus/menjadi hak penjual yang tidak dapat diminta kembali oleh pembeli dengan cara apapun.

Hal ini dapat memicu persengketaan seperti pada kasus banding antara Yusi A. sebagai pembanding semula tergugat I melawan terbanding Diponegoro K.F. semula Diponegoro K.F (Penggugat) dan turut terbanding Notaris Khairu S, S.H semula tergugat II atas putusan perkara Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr, telah diputus oleh Pengadilan Negeri Samarinda tanggal 21 April 2021,sedangkan permohonan banding dari Pembanding semula Tergugat I diajukan tanggal 5 Mei 2021 sebagaimana Akta Pernyataan Permohonan Banding Nomor 23/Bdg/2021/Pdt.Smr jo. Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Samarinda atas tindakan wanprestasi perjanjian jual beli tanah yang telah dituangkan dalam PPJB sebagai contoh kasusnya. Kasus ini dimulai pada awal tahun 2018 saat Diponegoro K.F(Penggugat) memutuskan untuk menjual sebidang tanah berikut bangunan rumah seluas � 971 m� kepada Yusi A. (Tergugat I), yang tertuang dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 dibuat dihadapan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), bahwa dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut telah disepakati antara Diponegoro K.F (Penggugat) dengan Tergugat I harga jual sebesar Rp 800.000.000,00 di mana Tergugat I telah berjanji akan membayar dengan memakai cara bertahap dan/atau 6 (enam) kali akan dibayar oleh Tergugat kepada Diponegoro K.F (Penggugat) selambat-lambatnya pada tanggal 15 Juni 2018. Bahwa setelah Diponegoro K.F (Penggugat) dan Tergugat I menandatangani Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut sampai gugatan ini diajukan, Tergugat I baru melakukan pembayaran sebesar Rp 260.000.000,00 itupun tidak sesuai dengan isi Akta Perikatan Jual Beli (APJB), baik nilai setiap pembayaran maupun tanggal pembayaran. Bahwa sesuai dengan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) yang telah Diponegoro K.F (Penggugat) dan Tergugat I tandatangani, pembayaran seluruh harga tanah berikut bangunan tersebut seharusnya sudah selesai dilakukan paling lambat tanggal 15 juni 2018, namun ternyata sampai tahun 2020 tidak ada realisasinya, dengan demikian Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi).

Pengadilan Negri Samarinda mengabulkan sebagian gugatan Diponegoro K.Fyang antara lain dengan menyatakan Yusi A. telah melakukan wanprestasi kepada Diponegoro K.Fdan mengabulkan tuntutan Diponegoro K.Fagar Yusi A. menyerahkan kembali objek jual beli sebidang tanah SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama Diponegoro kepada Terbanding semula Diponegoro K.F (Penggugat) tanpa syarat dan beban apapun juga, serta menghukum Notaris Khairu S, S.H. untuk mengembalikan SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama Diponegoro dan asli Ijin Mendirikan Bangunan kepada Diponegoro K.F, juga penggantian biaya yang telah Diponegoro K.Fkeluarkan untuk dokumen-dokumen yang diminta oleh Yusi A. dan Notaris Khairu S, S.H. dan Pengadilan Tingkat Banding dapat menyetujui dan sependapat karena kepada Pembanding Yusi A juga telah diberikan peringatan/somasi untuk memenuhi prestasi tersebut tetapi tetap tidak dilakukan, namun tentang petitum gugatan terhadap penguasaan objek jual beli yang dianggap sewa yang oleh Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikabulkan, Pengadilan Tingkat Banding tidak sependapat, dengan alasan bahwa dengan dikuasasinya objek jual beli berupa sebidang tanah dan bangunan yang ada diatasnya sejak ditandatanganinya Akta Pengikatan Jual Beli pada bulan Januari 2018 oleh Yusi A. Pembanding semula Tergugat I, memang bukan diperjanjikan sebagai sewa, tetapi menurut Pengadilan Tinggi adalah adil jika hal tersebut dinilai sebagai kerugian Diponegoro yang tidak dapat memanfaatkan tanah dan bangunannya karena sudah dikuasasi Pembanding semula Tergugat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1239 KUHPerdata, sehingga tuntutan tersebut harus dikabulkan, yang menurut Pengadilan Tingkat Banding adalah wajar jika ditetapkan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) setiap harinya atau Rp3.000.000,00 setiap bulannya yang dihitung sejak bulan Februari 2018 sampai objek jual beli berupa sebidang tanah SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama Diponegoro diserahkan kepada Diponegoro serta Menyatakan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 antara Diponegoro K.F dengan Yusi A. yaitu yang dibuat dihadapan Notaris Khairu S, S.H. tidak mempunyai kekuatan hukum.

Berdasarkan kasus yang telah diuraikan di atas, isu hukum yang dikemukakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1.   Indikator apa sajakah yang menyebabkan Yusi A. (Pembanding yang semula tergugat I) dinyatakan wanprestasi?

2.   Apa akibat hukum bagi para pihak dan notaris yang akta perjanjian perikatan jual beli dibatalkan oleh putusan pengadilan karena wanprestasi?

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.   Untuk mengetahui indikator apa saja yang menyebabkan Yusi A. dinyatakan wanprestasi atas APJB/PPJB tanah dengan Diponegoro K.F.

2.   Untuk mengetahui akibat hukum apa sajakah bagi para pihak dan notaris yang akta perjanjian perikatan jual belinya dibatalkan oleh putusan pengadilan karena wanprestasi.

 

Metode Penelitian

A.  Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif aturan hukum serta prinsip hukum maupun doktrin hukum guna menjawab permasalahan hukum yang terjadi, dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang menekankan pada norma hukum tertulis dengan Pendekatan kasus (case approach) Pendekatan ini bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.

B.  Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah deskriptif analitis, bahwa peneliti dalam menganalisis dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atas subyek dan obyek penelitian terhadap bahan hukum untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum.

C.  Metode Pengumpulan Data

Teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer yang akan dibahas dalam penelitian hukum ini yaitu :

1.   Kitab-Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

2.   Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

3.   Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

4.   Putusan Mahkamah Agung Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr dan Nomor 95/PDT/2021/PT SMR

Bahan hukum sekunder bahan hukum yang terdiri atas; buku hukum, jurnal hukum yang berisi prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, dan ensiklopedia hukum Bahan hukum tersier yang memberikan petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus hukum serta kamus besar bahasa Indonesia.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Kasus Pokok Perkara

1.   Para pihak kasus gugatan wanprestasi terhadap Akta Pengikatan Jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah

a)   Yusi Ananda, bertempat tinggal di Jalan Pahlawan nomor 1 RT 26 Kelurahan Dadi Mulya, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur Indonesia, selanjutnya disebut Pembanding semula Tergugat I;

b)  Diponegoro K. Fernandez, beralamat di 2532 West 67th Ave, AK 99502 Alaska Amerika Serikat, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Faisal Rizani, S.H., Heriansyah, S.H. dan Sunariyo, S.H., M.H., para Advokat pada Kantor Farist & Partners beralamat di Jalan D.I. Pandjaitan - Lokasi A nomor 41B RT 33,Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, selanjutnya disebut sebagai Terbanding semula Diponegoro K.F (Penggugat);

c)   Notaris Khairu Subhan, S.H., beralamat di Jalan Pangeran Antasari nomor 03 RT 03, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur Indonesia, selanjutnya disebut sebagai Turut Terbanding semula Tergugat II;

2.   Dasar Permohonan Gugatan Wanprestasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah

Kasusini dimulai pada awal tahun 2018 saat Diponegoro K.F (Diponegoro K.F (Penggugat)) memutuskan untuk menjual sebidang tanah berikut bangunan rumah seluas � 971 m� kepada Yusi A. (Tergugat I), yang tertuang dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 dibuat dihadapan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), bahwa dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut telah Diponegoro K.F (Penggugat) dengan Tergugat I harga jual sebesar Rp 800.000.000,00 di mana Tergugat I telah berjanji akan membayar dengan memakai cara bertahap dan/atau 6 (enam) kali akan dibayar oleh Tergugat kepada Diponegoro K.F (Penggugat) selambat-lambatnya pada tanggal 15 Juni 2018. Bahwa setelah Diponegoro K.F (Penggugat) dan Tergugat I menandatangani Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut sampai gugatan ini diajukan, Yusi A. (Tergugat I) baru melakukan pembayaran sebesar Rp 260.000.000,00 itupun tidak sesuai dengan isi Akta Perikatan Jual Beli (APJB), baik nilai setiap pembayaran maupun tanggal pembayaran. Bahwa sesuai dengan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) yang telah disepakati oleh Diponegoro K.F (Penggugat) dan Yusi A. ( Tergugat I) tandatangani, pembayaran seluruh harga tanah berikut bangunan tersebut seharusnya sudah selesai dilakukan paling lambat tanggal 15 juni 2018, namun ternyata sampai tahun 2020 tidak ada realisasinya, dengan demikian Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi).

DiponegoroK.F (Penggugat) juga mengalami kerugian akibat dari beberapa syarat dukumen yang diminta oleh Yusi A. (Tergugat I) berdasarkan permintaan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), maka Diponegoro K.F (Penggugat) sangat dirugikan dan akhirnya harus 2 (dua) kali meninggalkan pekerjaan di Anchorage Amerika Serikat di tahun dan/atau waktu yang berbeda untuk mengurus dan menyerahkan berkas dan surat-surat yang diminta oleh Yusi A. (Tergugat I) berdasarkan permintaan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), Diponegoro K.F (Penggugat) telah menderita kerugian dengan mengeluarkan biaya-biaya total lebih kurang sebesar Rp22.122.839,00 + Rp39.273.250,00 = Rp61.396.089,00 (enam puluh satu juta tiga ratus sembilan puluh enam ribu delapan puluh sembilan rupiah). Bahwa pengeluaran tersebut timbul dan terjadi karena permintaan dari Yusi A. (Tergugat I) yang ternyata hanya untuk tidak melaksanakan kewajiban kepada Diponegoro K.F (Penggugat), dengan adanya tersebut maka digunakan penggugat sebagai dasar permohonan gugatan wanprestasi terhadap akta pengikatan jual beli atas tanah pada kasus tersebut.

3.   Putusan Pengadilan Negeri Samarinda

1.   Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;

2.   Menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi);

3.   Menyatakan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 Tanggal 02 Januari 2018 antara Penggugat dengan Tergugat I yaitu yang dibuat dihadapan Notaris Khairu Subhan, S.H., Tergugat II adalah tidak mempunyai kekuatan hukum;

4.   Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah sebidang tanah hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 M� yang terletak di Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur berdasarkan Sertifikat (Tanda bukti hak) Hak Milik Nomor : 668, Surat Ukur Nomor : 2699/1999 tanggal 16 Juni 1999 dan tercatat atas nama Diponegoro;

5.   Menghukum Tergugat I menyerahkan kembali sebidang tanah hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 M� yang terletak di Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur berdasarkan Sertifikat (Tanda bukti hak) Hak Milik Nomor : 668, Surat Ukur Nomor : 2699/1999 tanggal 16 Juni 1999 dan tercatat atas nama Diponegoro, kepada Penggugat tanpa syarat dan beban apapun juga;

6.   Menghukum Tergugat II mengembalikan kepada Penggugat Asli Sertifikat Hak Milik Nomor : 668, Surat Ukur Nomor : 2699/1999 tanggal 16 Juni 1999 dan tercatat atas nama Diponegoro;

7.   Memerintahkan kepada Penggugat untuk mengembalikan angsuran Tergugat I yang telah dibayarkan kepada Penggugat sebesar Rp.260.000.000,- ;

8.   Menghukum Tergugat I mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat guna mengurus dokumen yang diminta oleh Tergugat I, sebesar Rp. 61.396.089 ;

9.   Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk tunduk dan patuh atas putusan ini;

10.  Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

11.  Menghukum Tergugat I untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.705.000.00,-

4.   Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda

Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Tergugat I tersebut; Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Samarinda tanggal 21 April 2021 Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr yang dimohonkan banding, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

Menolak Eksepsi Tergugat I untuk seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara:

1.   Mengabulkan Gugatan Penggugat/Terbanding untuk sebagian;

2.   Menyatakan Tergugat I/Pembanding telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi);

3.   Menyatakan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 antara Penggugat/Terbanding dengan Tergugat I/Pembanding yaitu yang dibuat dihadapan Notaris Khairu Subhan, S.H. (Tergugat II/Turut Terbanding) tidak mempunyai kekuatan hukum;

4.   Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah sebidang tanah hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 m� tercatat atas nama Diponegoro;

5.   Menghukum Tergugat I/Pembanding untuk menyerahkan kembali sebidang tanah hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 m� atas nama Diponegoro, kepada Penggugat/Terbanding tanpa syarat dan tanpa beban apapun juga;

6.   Menghukum Tergugat II/Turut Terbanding untuk mengembalikan kepada Penggugat/Terbanding Asli SHM Nomor 668 tercatat atas nama Diponegoro ;

7.   Menghukum Tergugat I/Pembanding membayar kerugian kepada Penggugat/Terbanding atas penguasaan tanah dan bangunan objek jual beli seluas � 971 m� milik Penggugat/Terbanding sejumlah Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setiap bulan yang dihitung sejak bulan Februari 2018 sampai dengan Tergugat I/Pembanding menyerahkan kembali tanah dan bangunan tersebut kepada Penggugat/Terbanding;

8.   Memerintahkan kepada Penggugat/Terbanding untuk mengembalikan angsuran Tergugat I/Pembanding yang telah dibayarkan kepada Penggugat/Terbanding sejumlah Rp260.000.000,00 ;

9.   Menghukum Tergugat I/Pembanding mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat/Terbanding guna mengurus dokumen yang diminta oleh Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II/Turut Terbanding, sejumlah Rp61.396.089,00;

10.  Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

11.  Menghukum Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II/Turut Terbanding untuk membayar biaya perkara dalam peradilan tingkat pertama secara tanggungrenteng sejumlah Rp705.000.00,00 (tujuh ratus lima ribu rupiah); Menghukum Pembanding dan Turut Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding secara tanggungrenteng sejumlah Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah);

B.  Analisis Kasus

1.   Indikator Tergugat I (Yusi A) melakukan Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, istilah ini digunakan untuk seseorang yang melakukan ingkar janji pada perjanjian yang telah dia buat dengan pihak lain. Wanprestasi terdapat pada pasal 1234 KUH Perdata yang berbunyi :

penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.�

Menurut Riduan Syahrani, bentuk wanprestasi dibagi menjadi 4 yaitu : 1) debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi; 2) debitur tidak tunai memenuhi prestasi; 3) debitur terlambat memenuhi prestasi; 4) debitur keliru memenuhi prestasi.

Jika pihak yang ada dalam perjanjian melakukan salah satu dari empat bentuk wanprestasi di atas, maka secara hukum pihak yang dirugikan tersebut dapat membuat surat teguran (somatie) kepada pihak yang melakukan tindakan ingkar janji/wanprestasi tersebut. Somatie bertujuan untuk mengingatkan pihak yang melakukan wanprestasi bahwa ia melakukan ingkar janji dan gagal melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan dan disepakati. Somatie diatur pada pasal 1238 KUH Perdata:

si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, iyalah jika ini menetapkan, bahwa sip berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.�

Pada kasus ini tergugat Yusi A telah lalai melakukan prestasinya dibuktikan dengan terlambat membayar apa yang telah diperjanjikan dalam akta perikatan jual beli yang seharusnya dilunasi tanggal 15 Juni 2018, Bahwa dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut telah disepakati antara Diponegoro K.F (Terbanding yang sebelumnya Penggugat)dengan Yusi A (Pembanding yang sebelumnya Tergugat ) harga jual sebesar Rp800.000.000,00 di mana Tergugat I telah berjanji akan membayar dengan memakai cara bertahap dan/atau 6 (enam) kali pembayaran masing-masing sebagai berikut:

a. ���Pembayaran sebesar Rp125.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat setelah menandatangani akta tersebut dan/atau selambat-lambatnya tanggal 08 Januari 2018;

b.     Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 15 Februari 2018;

c. ���Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 15 Maret 2018;

d.     Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 15 April 2018;

e. ���Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 15 Mei 2018;

f. ���Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 15 Juni 2018 ( Pasal 2 APJB);

Setelah Penggugat dan Tergugat I menandatangani Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut sampai gugatan ini diajukan (Juli 2020) , Tergugat I baru melakukan pembayaran sebesar Rp260.000.000,00 dan/atau setara dengan mata uang dollar US pada saat itu $18,969.73 dari kewajiban sebesar Rp800.000.000,00 itupun tidak sesuai dengan isi Akta Perikatan Jual Beli (APJB), baik nilai setiap pembayaran maupun tanggal pembayaran, transaksi pembayaran yang dilakukan Tergugat, sebagai berikut:

a)   Pembayaran pertama melalui transfer uang sebesar Rp65.000.000,00 dan/atau setara dengan $4,827.00 pada tanggal 12 Januari 2018;

b)  Pembayaran kedua melalui transfer uang sebesar Rp60.000.000,00 dan/atau setara dengan $4,427.73pada tanggal 16 Januari 2018; Sesuai dengan Pasal 2 huruf (a) APJB pembayaran pertama tersebut seharusnya Rp125.000.000,00 sekaligus bukan diangsur, dan dibayar oleh Tergugat I kepada Penggugat setelah menandatangani akta tersebut dan/atau selambat-lambatnya tanggal 08 Januari 2018;

c)   Pembayaran ketiga melalui transfer uang sebesar Rp100.000.000,00 dan/atau setara dengan $7,219.00 pada tanggal 14 Februari 2018;

d)  Pembayaran keempat melalui transfer uang sebesar Rp35.000.000,00 dan/atau setara dengan $2,496.00pada tanggal 06 Maret 2018; Sesuai dengan Pasal 2 huruf (b) APJB pembayaran kedua tersebut seharusnya Rp135.000.000,00 sekaligus bukan diangsur, dan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya tanggal 15 Februari 2018;

Penggugat Diponegoro K.F sudah lebih 2 (dua) tahun Penggugat memberi toleransi menunggu itikad baik Tergugat I ( Yusi A) dalam memenuhi isi APJB, dan berupaya mengingatkan Tergugat I akan kewajibannya tersebut baik melalui somasi (Surat Teguran) Nomor 001/SMI/FRS/ADV-PERADI/III/2020 tertanggal 02 Maret 2020 maupun somasi ke dua (Surat Teguran ke dua) Nomor 002/SMI/FRS/ADV- PERADI/III/2020 tertanggal 17 Maret 2020 maupun upaya lain yaitu bertemu dengan Tergugat I atau perwakilannya, namun Tergugat I selalu membuat alasan yang dibuat-buat untuk menghindar dari kewajiban. Alasan-alasan yang selalu disampaikan Tergugat I kepada Penggugat adalah bahwa Penggugat belum melengkapi dokumen-dokumen dan/atau beberapa syarat yang diminta oleh Tergugat II, padahal syarat tersebut tidak dicantumkan secara jelas dan tertulis di dalam Akta Perikatan Jual Beli, serta tidak relevan menjadi alasan penundaan pembayaran yang menjadi kewajiban Yusi A (Tergugat I). Penggugat telah memenuhi dokumen yang diminta oleh Tergugat I, namun nyatanya permintaan dokumen tersebut hanyalah akal-akalan dari Tergugat I untuk menunda pemenuhan kewajibannya kepada Penggugat. Terbukti setelah dokumen tersebut diserahkan dan diterima oleh Notaris Khairu Subhan (Tergugat II), Tergugat I tetap tidak melakukan pembayaran pelunasan, dengan demikian Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji dengan segala akibat hukumnya. Sehingga membuat Diponegoro K.F yaitu selaku penggugat merasa dirugikan dan terjadilah persengketan yang dikarenakan ingkar janji yang dilakukan oleh Yusi A, jika melihat pada pasal 1234 KUH perdata tentu hal ini menjadi indikator bahwa tergugat lalai memenuhi kewajibannya yaitu lalai untuk melunasi kewajibannya yang telah diperjanjikan pada akta perikatan jual beli yang telah ditandatanganinya.

2.   Akibat Hukum bagi Para Pihak dan Notaris yang Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli Dibatalkan oleh Putusan Pengadilan karena Wanprestasi

Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut Prof. Subekti perjanjian harus memiliki syarat subyektif dan syarat obyektif, yaitu:

1.   Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (syarat subjektif)

2.   Kecakapan dalam membuat perjanjian (syarat subjektif)

3.   Mengenai suatu hal tertentu (syarat objektif)

4.   Suatu sebab yang halal (syarat objektif)

Perjanjian dapat dibatalkan (cancelled) jika persyaratan subjektif tidak terpenuhi, yang dapat diajukan oleh pihak yang tidak kompeten/cakap atau yang tidak merasa bebas untuk membuat perjanjian. Selama hakim tidak memerintahkan pembatalannya atas permintaan salah satu pihak yang berhak melakukannya, kesepakatan yang dicapai tetap mengikat. Perjanjian batal demi hukum jika syarat objektif tidak terpenuhi, perjanjian dianggap tidak pernah lahir, dan tidak ada perikatan. Dalam suatu pengadilan dianggap tidak pernah ada perjanjian atau perikatan hukum, sehingga tidak mungkin menuntut salah satu pihak dalam pengadilan memenuhi kewajibannya karena tidak ada dasar hukumnya. Dalam hal suatu perjanjian hukum dinyatakan tidak sah/batal demi hukum menurut undang-undang, bahwa hakim harus mengambil keputusan bahwasuatu perjanjian tidak pernah terbentuk atau tidak ada perikatan secara hukum. Jika suatu kontrak ditemukan tidak sah menurut hukum yang berlaku, akibat hukumnya berupa pembatalan mutlak. Ini karena pembatalan mutlak mengharuskan semua pihak mengembalikan situasi seperti sebelum kontrak ditandatangani sesuai dengan Pasal 1265 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan

KUH Perdata mengatur mengenai batal demi hukum di dalam beberapa pasal, yaitu:

a. Pasal 1254 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

�Jika perjanjian memuat syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau bahkan dilarang oleh undang-undang adalah batal demi hukum, �.�.

b.   Pasal 1256 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

Semua perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata tergantung pada kemauan orang yang terikat,�.�

Sebagaimana Pasal 1267 KUH perdata akibat yang ditimbulkan dari perbuatan ingkar janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh seseorang/debitur, maka kreditur dapat memilih tuntutan yang isi pasalnya sebagai berikut :

Pihak terhadap siapa perikatan tidak terpenuhi, dapat memilih apakah iya, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, apakah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.�

Artinya pihak yang dirugikan dapat meminta kepada hakim agar pihak yang melakukan ingkar janji atau wanprestasi dapat melakukan tuntutan diantaranya:

a. Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen);

b.   Hak menuntut pemutusan perikatan atau pembatalan perikatan (ontbinding);

c. Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding);

d.   Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;

e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.

Teringkarnya kesepakatan yang diperjanjikan oleh Yusi A (Pembanding yang sebelumnya Tergugat l) dengan tidak melunasi tepat waktu yang telah diperjanjikan pada akta perikatan jual beli yang telah ditandatangani dengan Diponegoro K.F (Terbanding yang sebelumnya Penggugat) melahirkan sebuah tindakan ingkar janji atau wanprestasi, mengakibatkan terjadinya gugatan wanprestasi yang dilayangkan oleh Diponegoro K.F kepada Yusi A dan penggugat memohon pembatalan perjanjian Perikatan Jual Beli dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018. Sebelum dilakukan pembatalan perjanjian haruslah pihak yang tidak melakukan prestasinya harus diberi peringatan melalui surat peringatan (somatie) untuk melaksanakan kewajibannya, penggugat telah mengirimkan surat peringatan namun tidak diindahkan sehingga mengakibatkan terjadinya gugatan wanprestasi.

Pada putusan pertama dan kedua Putusan Mahkamah Agung Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr dan Nomor 95/PDT/2021/PT SMR Pembatalan akta PPJB terjadi karena wanprestasi oleh pembeli yang tidak melakukan pelunasan pembayaran sesuai waktu yang disepakati. Pengadilan Negeri Samarinda menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi sehingga akta dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. PPJB yang dinyatakan batal demi hukum dianggap tidak pernah ada, maka seluruh pembayaran yang telah dibayarkan sebesar Rp260.000.000,00 oleh Yusi A (Pembanding yang sebelumnya Tergugat l) haruslah dikembalikan kepada Yusi A, tetapi menurut Pengadilan Tinggi adalah adil jika hal tersebut dinilai sebagai kerugian Terbanding semula Penggugat yang tidak dapat memanfaatkan tanah dan bangunannya karena sudah dikuasasi Pembanding semula Tergugat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1239 KUHPerdata, sehingga tuntutan yang diajukan oleh penggugat mengenaipenguasaan objek jual beli yang dianggap sewa tersebut harus dikabulkan, yang menurut Pengadilan Tingkat Banding adalah wajar jika ditetapkan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) setiap harinya atau Rp3.000.000,00 setiap bulannya yang dihitung sejak bulan Februari 2018 sampai objek jual beli berupa sebidang tanah SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama Diponegoro diserahkan kepada Terbanding semula Penggugat. Serta untuk kerugian yang dialami oleh Diponegoro K.F guna mengurus dokumen yang diminta oleh Yusi A. (Tergugat I/Pembanding) dan Notaris Khairu Subhan (Tergugat II/Turut Terbanding), sejumlah Rp61.396.089,00 ,majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur menyatakan wajib dibayarkan kembali kepada Diponegoro K.F dengan tanggung renteng antara Yusi A. (Tergugat I/Pembanding) dan Notaris Khairu Subhan (Tergugat II/Turut Terbanding). Ganti rugi yang disebabkan karena wanprestasi adalah jika ada pihak-pihak dalam mengingkari kewajiban/prestasi yang telah diperjanjikan, maka menurut hukum pihak yang tidak melakukan prestasinya dapat dimintakan tanggung jawabnya, jika pihak lain dalam perjanjian tersebut menderita kerugian karenanya.

Pada Pasal 1239 dan1243 KUHPerdata menjelaskan kerugian (yang harus diganti) dalam tiga hal sebagai berikut :

1.   Biaya

2.   Rugi

3.   Bunga

Pada kedua Putusan Mahkamah Agung Nomor 95/PDT/2021/PT SMR majelis hakim memutuskan Menghukum Tergugat I/Pembanding mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Diponegoro K.F selaku Penggugat/Terbanding guna mengurus dokumen yang diminta oleh Yusi A selaku Tergugat I/Pembanding dan Notaris Khairu Subhan selaku Tergugat II/Turut Terbanding, sejumlah Rp61.396.089,00 (enam puluh satu juta tiga ratus sembilan puluh enam ribu delapan puluh sembilan rupiah),akibat dari beberapa syarat dukumen yang diminta oleh Tergugat I berdasarkan permintaan Tergugat II, maka Penggugat sangat dirugikan dan akhirnya harus 2 (dua) kali meninggalkan pekerjaan di Anchorage Amerika Serikat di tahun dan/atau waktu yang berbeda untuk mengurus dan menyerahkan berkas dan surat-surat yang diminta oleh Tergugat I berdasarkan permintaan Tergugat II,seharusnya Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dalam mengeluarkan keputusannya mempertimbangkan dengan benar pernyataan pada gugatan awal yang di ajukan oleh penggugat saat pertama kali mengajukan gugatannya yang menyatakan Tergugat II tidak pernah meminta dokumen dan dokumen tersebut belum diperlukan, serta majelis hakim harus mempertimbangkan isi tuntutan penggugat ,putusan pengadilan tinggi tersebut dianggap ultra petitum partium dikarenakan hakim dalam mengabulkan putusan melampaui dari apa yang diminta, dalam Hukum Acara Perdata mengenal adanya asas Ultra Petitum Partium yang diaturpada Pasal 178 ayat (3) HIR yang menyatakanbahwa hakim tidak diperbolehkan untuk menjatuhkan suatu putusan terhadap perkara yang tidak diminta atau meloloskan putusan melampaui dari yang digugat oleh penggugat, Dalam proses pembuatan akta yang mengikat secara hukum, tanggung jawab Notaris mengikuti prinsip tanggung jawab yang didasarkan pada kesalahan atau tanggung jawab. Jika notaris membuat akta yang mengandung kesalahan, maka ia wajib bertanggung jawab atas kesalahan tersebut atau pelanggaran yang disengaja oleh Notaris. Jika, di sisi lain, ada kemungkinan kesalahan atau jika pelanggaran tersebut ditetapkan sebagai akibat dari munculnya para pihak/penghadap tersebut, maka Notaris menjalankan kewenangannya dengan cara yang sesuai dengan peraturan,makaNotaris yang bersangkutan tidak dapat bertanggung jawab karena Notaris hanya bertanggung jawab untuk merekam apa yang dikomunikasikan untuk dimasukkan ke dalam akta oleh pihak-pihak yang terlibat. Informasi yang salah diberikan oleh para pihak berada di bawah lingkup para pihak itu sendiri. Pada kasus ini tentunya notaris tidak seharusnya dituntut ganti rugi terhadap kerugian akibat penggugat dimintai dokumen oleh Tergugat I, seharusnya majelis hakim pengadilan tinggi dapat memutuskan penggantian biaya ganti rugi hanya dibebankan kepada Tergugat l bukan tanggung renteng, unsur kesalahan atau pelanggaran itu terjadi dari para pihak penghadap, maka sepanjang Notaris melaksanakan kewenangannya sesuai peraturan, Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

Akibat Hukum atas dibatalkannya PPJB atas putusan pengadilan ini, maka mengharuskan semua pihak mengembalikan situasi seperti sebelum kontrak ditandatangani sesuai dengan Pasal 1265 KUH Perdata salah satunya ialah Tergugat I/Pembanding untuk menyerahkan kembali sebidang tanah hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 m� atas nama Diponegoro, kepada Penggugat/Terbanding tanpa syarat dan tanpa beban apapun juga serta Notaris Khairu Subhan serbagai Tergugat II/Turut Terbanding untuk mengembalikan Sertifikat Asli SHM Nomor 668 kepada Diponegoro K.F sebagai Penggugat/Terbanding,dan juga majelis hakim memerintahkan kepada Penggugat/Terbanding untuk mengembalikan angsuran Tergugat I/Pembanding yang telah dibayarkan kepada Penggugat/Terbanding sejumlah Rp260.000.000,00, keputusan ini sudah sesuai dengan Pasal 1265 KUH Perdata karena mengharuskan semua pihak mengembalikan situasi seperti sebelum kontrak ditandatangani.

 

Kesimpulan

a)   Pada kasus ini tergugat Yusi A telah lalai melakukan prestasinya dibuktikan dengan terlambat membayar apa yang telah diperjanjikan dalam akta perikatan jual beli yang seharusnya dilunasi tanggal 15 Juni 2018 sampai gugatan diajukan tahun 2020 belum juga dilunasi

b)  Penggugat Diponegoro K.F sudah lebih 2 (dua) tahun Penggugat memberi toleransi menunggu itikad baik Tergugat I ( Yusi A) dalam memenuhi isi APJB, dan berupaya mengingatkan Tergugat I akan kewajibannya tersebut baik melalui somasi (Surat Teguran) sebanyak 2 (dua) kali somasi namun tidak diindahkan oleh Yusi A. Sehingga membuat Diponegoro K.F yaitu selaku penggugat merasa dirugikan dan terjadilah persengketan yang dikarenakan ingkar janji yang dilakukan oleh Yusi A, jika melihat pada pasal 1234 KUH perdata tentu hal ini menjadi indikator bahwa tergugat lalai memenuhi kewajibannya yaitu lalai untuk melunasi kewajibannya yang telah diperjanjikan pada akta perikatan jual beli yang telah ditandatanganinya.

c)   Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, suatu perjanjian yang telah dinyatakan batal demi hukum tidak lagi mempunyai akibat hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu pada semua pihak. Perjanjian tersebut tidak berlaku lagi atau dianggap tidak pernah ada dan dikembalikan ke keadaan semula seolah-olah perjanjian itu belum dilaksanakan. Misalnya, situasi di mana pihak yang melakukan kesalahan bertanggung jawab untuk memperbaikinya kembali, sedangkan pihak yang tidak melakukan kesalahan diharapkan tidak mengalami kerugian oleh pembatalan perjanjian.

 

BIBLIOGRAFI

 

Afifah, Siti Afrah. (2020). Analisis Yuridis Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Hak Atas Tanah. Syiah Kuala Law Journal, 4(2), 123�140.

 

Astuti, Nanin Koeswidi. (2016). Analisa Yuridis Tentang Perjanjian Dinyatakan Batal Demi Hukum. To-Ra, 2(1), 279�286.

 

Dwitama, Andhita Mitza, & Suradi, Herni Widanarti. (2016). Analisa Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Ppjb) Tanah (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 280 K/Pdt/2006). Diponegoro Law Journal, 5(2), 1�11.

 

Fadhli, Risma Safitri. (2021). Putusan Ultra Petitum Partium Dalam Perkara Perdata Ditinjau Dari Pasal 178 AYAT (3) HIR (Studi Kasus Putusan Nomor 445/Pdt. G/2018/PA. Kab. Mn). Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

 

Fuady, Munir. (2014). Konsep Hukum Perdata.

 

Joko, Dr, Joko Sriwidodo, S. H., Kristiawanto, Dr, & Kristiawanto, S. H. (2020). Memahami Hukum Perikatan. Kepel Press.

 

Kosasih, Johannes Ibrahim, & Haykal, Hassanain. (2021). Kasus Hukum Notaris di Bidang Kredit Perbankan. Bumi Aksara.

 

Kusuma, I. Made Hendra, & SH, Sp N. (2021). Problematik Notaris Dalam Praktik. Penerbit Alumni.

 

Mahaputera, Wahid Ashari. (2021). Perlindungan Hukum Dan Pertanggungjawaban Bagi Notaris Yang Menjadi Turut Tergugat Terhadap Akta Yang Telah Dibuatnya. Indonesian Notary, 3(2).

 

Mamminanga, Andi. (2008). Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN. Universitas Gajah Mada.

 

Muhaimin, Dr. (n.d.). procoding. Prociding.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Subekti, Aneka Perjanjian. (2001). Hukum Perjanjian, cetakan 19. Jakarta: Intermasa.

 

 

Copyright holder:

Sherly Sulistiorini (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: