Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 8, Agustus 2022
AKIBAT HUKUM AKTA PERJANJIAN PERIKATAN JUAL BELI (PPJB)
YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN KARENA WANPRESTASI
Sherly
Sulistiorini
Fakultas Hukum, Universitas Slamet Riyadi Surakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui indikator apa saja
yang menyebabkan Yusi A. dinyatakan wanprestasi atas APJB/PPJB tanah dengan Diponegoro K.F. dan untuk mengetahui akibat hukum apa
sajakah bagi para pihak dan notaris yang akta perjanjian perikatan jual belinya dibatalkan oleh putusan pengadilan karena wanprestasi. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa Yusi A telah lalai
melakukan prestasinya menyebabkan wanprestasi yang mengakibatkan batalnya Perjanjian pengikatan jual beli, oleh sebab itu perjanjian
tersebut tidak berlaku lagi atau
dianggap tidak pernah ada dan dikembalikan ke keadaan semula seolah-olah perjanjian itu belum dilaksanakan.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah deskriptif
analitis, dan teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan
dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.
Kata Kunci: PPJB; wanprestasi;
perjanjian
Abstract
The goal of this study was to determine what factors led to Yusi A. being declared in default on the APJB/PPJB of land
with Diponegoro K.F., as well as what the legal
ramifications are for the parties and notary whose deed of sale and purchase
agreement is canceled by a court decision due to default. According to the
findings of this study, Yusi A failed to perform his
duties, resulting in a default and the cancellation of the sale and purchase
binding agreement, so the agreement is no longer valid or is considered to have
never existed and is returned to its original state as if the agreement had not
been implemented. This study uses a normative juridical approach, the
specifications used in writing this research are analytical descriptive, and
the techniques and data collection tools used in this study are library
research using secondary data, namely data obtained through library materials
using primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal
materials.
Keywords: PPJB; the default; agreement
Pendahuluan
Dalam masyarakat
banyak dikenal jenis perjanjian salah satunya ialah Perjanjian
Pengikatan Jual Beli atau sering
juga disebut PPJB. Dalam perjanjian ini, para pihak berjanji dan mengikatkan diri untuk menjual sesuatu
barang kepada orang/pihak lain, sehingga
dalam hal ini jual belinya
sendiri belum terjadi, melainkan hanya berupa perjanjian
pengikatan saja. Sesuatu barang disini bisa berupa
barang bergerak maupun barang tak
bergerak, berwujud atau tak berwujud.
Biasanya yang biasa terjadi ialah perjanjian
pengikatan jual-beli hak atas tanah.
Perjanjian dapat
menjadi sah dan mengikat para pihak ketika memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW, sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan
kehendak (consensus, agreement), itu kesesuaian kehendak para pihak perihal apa yang diatur pada perjanjian. Kesepakatan kehendak dianggap terjadi tanpa adanya suatu
paksaan (dwang,duress),
tipuan (bedrog,fraud)
dan kekhilafan (dwaling,
mistake);
2. Adanya kecakapan
bertindak (bevoged),
maksudnya pihak yang membuat perjanjian harus cakap bertindak
dalam hukum (bekwaam) dan tidak sedang di bawah pengampuan (curatele);
3. Adanya suatu
objek tertentu sebagai objek yang diperjanjikan pada perjanjian;
dan
4. Adanya sebab
(causa) yang halal, maksudnya isi serta tujuan
perjanjian berdasarkan alasan yang tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan, kesusilaan
dan ketertiban umum.
Tujuan dibuatnya
Perjanjian pengikatan jual beli hak
atas tanah (PPJB) untuk mengikat para pihak yaitu penjual
dan pembeli walaupun jual belinya belum
dilakukan di hadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berwenang. PPJB memuat kesepakatan penjualan disertai pembayaran oleh pembeli kepada penjual serta kapan
waktu dilakukannya jual beli di hadapan
PPAT dan syarat lainnya
yang disepakati para pihak
(penjual dan pembeli).
Ada dua jenis PPJB, yaitu:
a. PPJB tidak
lunas; dan
b. PPJB lunas
Pembuatan PPJB tidak
lunas disebabkan oleh harga dari objek
yang diperjanjikan untuk diperjualbelikan belum lunas dibayar oleh pembeli, pembuatan PPJB tidak lunas bertujuan
semata-mata untuk mengikat agar penjual tidak penjual hak
atas tanah tersebut kepada pihak lain dan calon pembeli terikat melunasi dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan pada akta PPJB tersebut. Sedangkan PPJB lunas dibuat karena suatu
sebab yang belum mungkin dilakukan di hadapan PPAT misalnya dikarenakan sertifikat hak atas tanah
yang diperjanjikan untuk diperjualbelikan masih dalam proses penerbitan di kantor pertanahan atau juga karena dalam proses roya (pencoretan dari pencatatan beban hak tanggungan atas suatu kredit/
hutang) di kantor pertanahan dan sebab-sebab lainnya.
Dalam praktek
PPJB yang belum lunas dan tidak kunjung dilunasi
sampai tenggang waktu yang diperjanjikan/pembeli tidak dapat
melunasi harga pembelian seluruhnya, sehingga perjanjian jual beli tersebut
menjadi batal dan memiliki risiko uang muka atau uang yang sebagian telah dibayarkan dari harga keseluruhan menjadi hangus/menjadi hak penjual
yang tidak dapat diminta kembali oleh pembeli dengan cara apapun.
Hal ini dapat memicu persengketaan
seperti pada kasus banding antara Yusi A. sebagai pembanding semula tergugat I melawan terbanding Diponegoro K.F. semula Diponegoro K.F (Penggugat) dan turut terbanding Notaris Khairu S, S.H semula tergugat II atas putusan perkara
Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr, telah diputus
oleh Pengadilan Negeri Samarinda
tanggal 21 April 2021,sedangkan permohonan
banding dari Pembanding semula Tergugat I diajukan tanggal 5 Mei 2021 sebagaimana Akta Pernyataan Permohonan Banding Nomor 23/Bdg/2021/Pdt.Smr jo. Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Samarinda atas tindakan wanprestasi
perjanjian jual beli tanah yang telah dituangkan dalam PPJB sebagai contoh kasusnya. Kasus ini dimulai
pada awal tahun 2018 saat Diponegoro K.F� (Penggugat) memutuskan untuk menjual sebidang tanah berikut bangunan
rumah seluas � 971 m� kepada Yusi A. (Tergugat I), yang tertuang dalam Akta Perikatan
Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 dibuat dihadapan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), bahwa dalam Akta
Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut telah disepakati antara Diponegoro K.F (Penggugat) dengan Tergugat I harga jual sebesar Rp 800.000.000,00 di
mana Tergugat I telah berjanji akan membayar
dengan memakai cara bertahap dan/atau 6 (enam) kali akan dibayar oleh Tergugat kepada Diponegoro K.F (Penggugat) selambat-lambatnya pada tanggal
15 Juni 2018. Bahwa setelah Diponegoro K.F (Penggugat) dan Tergugat I menandatangani Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut sampai gugatan ini diajukan, Tergugat
I baru melakukan pembayaran sebesar Rp
260.000.000,00 itupun tidak
sesuai dengan isi Akta Perikatan
Jual Beli (APJB), baik nilai setiap
pembayaran maupun tanggal pembayaran. Bahwa sesuai dengan
Akta Perikatan Jual Beli (APJB) yang telah Diponegoro K.F (Penggugat) dan Tergugat I tandatangani, pembayaran seluruh harga tanah
berikut bangunan tersebut seharusnya sudah selesai dilakukan
paling lambat tanggal 15 juni 2018, namun ternyata sampai tahun 2020 tidak ada realisasinya, dengan demikian Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi).
Pengadilan Negri Samarinda
mengabulkan sebagian gugatan Diponegoro K.F� yang antara lain dengan menyatakan Yusi A. telah melakukan
wanprestasi kepada Diponegoro K.F� dan mengabulkan tuntutan Diponegoro K.F� agar Yusi A. menyerahkan kembali objek jual
beli sebidang tanah SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama Diponegoro
kepada Terbanding semula Diponegoro K.F (Penggugat) tanpa syarat dan beban apapun juga, serta menghukum Notaris Khairu S, S.H. untuk mengembalikan SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama Diponegoro
dan asli Ijin Mendirikan Bangunan kepada Diponegoro K.F, juga penggantian biaya yang telah Diponegoro K.F� keluarkan untuk dokumen-dokumen yang diminta oleh Yusi A. dan Notaris Khairu S, S.H. dan Pengadilan Tingkat Banding dapat menyetujui dan sependapat karena kepada Pembanding
Yusi A juga telah diberikan peringatan/somasi untuk memenuhi
prestasi tersebut tetapi tetap tidak
dilakukan, namun tentang petitum gugatan terhadap penguasaan objek jual beli yang dianggap sewa yang oleh Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikabulkan, Pengadilan Tingkat Banding tidak sependapat, dengan alasan bahwa dengan
dikuasasinya objek jual beli berupa
sebidang tanah dan bangunan yang ada diatasnya sejak ditandatanganinya Akta Pengikatan Jual Beli pada bulan Januari 2018 oleh Yusi A. Pembanding semula Tergugat I, memang bukan diperjanjikan sebagai sewa, tetapi
menurut Pengadilan Tinggi adalah adil jika
hal tersebut dinilai sebagai kerugian Diponegoro yang tidak dapat memanfaatkan
tanah dan bangunannya karena sudah dikuasasi
Pembanding semula Tergugat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1239 KUHPerdata, sehingga tuntutan tersebut harus dikabulkan, yang menurut Pengadilan Tingkat Banding adalah
wajar jika ditetapkan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) setiap harinya atau Rp3.000.000,00 setiap bulannya yang dihitung sejak bulan Februari 2018 sampai objek jual
beli berupa sebidang tanah SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama
Diponegoro diserahkan kepada Diponegoro serta Menyatakan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 antara Diponegoro K.F dengan Yusi A. yaitu yang dibuat dihadapan Notaris Khairu S, S.H. tidak mempunyai kekuatan hukum.
Berdasarkan kasus
yang telah diuraikan di atas, isu hukum
yang dikemukakan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Indikator apa
sajakah yang menyebabkan Yusi A. (Pembanding yang semula tergugat I) dinyatakan wanprestasi?
2. Apa akibat
hukum bagi para pihak dan notaris yang akta perjanjian perikatan jual beli dibatalkan oleh putusan pengadilan karena wanprestasi?
Tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui
indikator apa saja yang menyebabkan Yusi A. dinyatakan wanprestasi atas APJB/PPJB tanah dengan Diponegoro
K.F.
2. Untuk mengetahui
akibat hukum apa sajakah bagi
para pihak dan notaris yang
akta perjanjian perikatan jual belinya dibatalkan oleh putusan pengadilan karena wanprestasi.
Metode Penelitian
A. Metode Pendekatan
Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif aturan hukum serta prinsip
hukum maupun doktrin hukum guna
menjawab permasalahan hukum yang terjadi, dengan meneliti bahan pustaka atau
data sekunder yang menekankan
pada norma hukum tertulis dengan Pendekatan kasus (case
approach) Pendekatan ini
bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan
dalam penulisan penelitian ini adalah deskriptif analitis, bahwa peneliti dalam menganalisis dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atas subyek
dan obyek penelitian terhadap bahan hukum untuk mengetahui
makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan
secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum.
C. Metode Pengumpulan Data
Teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan
dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum
primer yang akan dibahas dalam penelitian hukum ini yaitu :
1. Kitab-Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
2. Undang-Undang nomor
5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
3. Undang-Undang nomor
2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
4. Putusan Mahkamah
Agung Nomor 98/Pdt.G/2020/PN
Smr dan Nomor
95/PDT/2021/PT SMR
Bahan hukum
sekunder bahan hukum yang terdiri atas; buku hukum,
jurnal hukum yang berisi prinsip dasar (asas hukum),
pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, dan ensiklopedia hukum Bahan hukum
tersier yang memberikan petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus
hukum serta kamus besar bahasa
Indonesia.
Hasil dan Pembahasan
A. Kasus Pokok Perkara
1.
Para pihak kasus gugatan
wanprestasi terhadap Akta Pengikatan Jual beli atau
Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah
a) Yusi Ananda, bertempat tinggal di Jalan Pahlawan nomor 1 RT 26 Kelurahan Dadi Mulya, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur Indonesia, selanjutnya
disebut Pembanding semula Tergugat I;
b) Diponegoro K. Fernandez, beralamat di 2532 West 67th Ave, AK 99502 Alaska Amerika Serikat, dalam hal ini memberikan
kuasa kepada Faisal Rizani, S.H., Heriansyah, S.H.
dan Sunariyo, S.H., M.H., para Advokat
pada Kantor Farist & Partners beralamat
di Jalan D.I. Pandjaitan - Lokasi A nomor 41B RT 33,Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan
Timur, selanjutnya disebut sebagai Terbanding semula Diponegoro K.F (Penggugat);
c) Notaris Khairu
Subhan, S.H., beralamat di Jalan Pangeran
Antasari nomor 03 RT 03,
Kota Samarinda, Provinsi
Kalimantan Timur Indonesia, selanjutnya disebut sebagai Turut Terbanding semula Tergugat II;
2.
Dasar Permohonan Gugatan Wanprestasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah
Kasus�ini dimulai pada awal tahun 2018 saat Diponegoro K.F (Diponegoro K.F (Penggugat)) memutuskan untuk menjual sebidang
tanah berikut bangunan rumah seluas � 971 m� kepada Yusi A. (Tergugat I), yang tertuang dalam Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 dibuat dihadapan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), bahwa dalam Akta
Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut telah Diponegoro K.F (Penggugat) dengan Tergugat I harga jual sebesar Rp 800.000.000,00 di
mana Tergugat I telah berjanji akan membayar
dengan memakai cara bertahap dan/atau 6 (enam) kali akan dibayar oleh Tergugat kepada Diponegoro K.F (Penggugat) selambat-lambatnya pada tanggal
15 Juni 2018. Bahwa setelah Diponegoro K.F (Penggugat) dan Tergugat I menandatangani Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut sampai gugatan ini diajukan, Yusi
A. (Tergugat I) baru melakukan pembayaran sebesar Rp 260.000.000,00 itupun tidak sesuai dengan
isi Akta Perikatan Jual Beli (APJB), baik nilai setiap pembayaran
maupun tanggal pembayaran. Bahwa sesuai dengan Akta
Perikatan Jual Beli (APJB) yang telah disepakati oleh Diponegoro K.F (Penggugat) dan Yusi A. ( Tergugat I) tandatangani,
pembayaran seluruh harga tanah berikut
bangunan tersebut seharusnya sudah selesai dilakukan paling lambat tanggal 15 juni 2018, namun ternyata sampai tahun 2020 tidak ada realisasinya, dengan demikian Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi).
Diponegoro�K.F (Penggugat) juga mengalami kerugian akibat dari beberapa syarat
dukumen yang diminta oleh Yusi A. (Tergugat I) berdasarkan permintaan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), maka Diponegoro K.F (Penggugat) sangat
dirugikan dan akhirnya harus 2 (dua) kali meninggalkan pekerjaan di
Anchorage Amerika Serikat di tahun
dan/atau waktu yang berbeda untuk mengurus
dan menyerahkan berkas dan surat-surat yang diminta oleh Yusi A. (Tergugat I) berdasarkan permintaan Notaris Khairu S, S.H. (Tergugat II), Diponegoro K.F (Penggugat) telah menderita kerugian dengan mengeluarkan biaya-biaya total lebih kurang sebesar Rp22.122.839,00 +
Rp39.273.250,00 = Rp61.396.089,00 (enam puluh satu juta
tiga ratus sembilan puluh enam ribu
delapan puluh sembilan rupiah). Bahwa pengeluaran tersebut timbul dan terjadi karena permintaan dari Yusi A. (Tergugat
I) yang ternyata hanya untuk tidak melaksanakan
kewajiban kepada Diponegoro K.F (Penggugat), dengan adanya tersebut
maka digunakan penggugat sebagai dasar permohonan gugatan wanprestasi terhadap akta pengikatan
jual beli atas tanah pada kasus tersebut.
3.
Putusan Pengadilan Negeri Samarinda
1. Mengabulkan Gugatan
Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat
I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi);
3. Menyatakan Akta
Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 Tanggal 02 Januari 2018 antara Penggugat dengan Tergugat I yaitu yang dibuat dihadapan Notaris Khairu Subhan, S.H., Tergugat II adalah tidak mempunyai
kekuatan hukum;
4. Menyatakan Penggugat
adalah pemilik sah sebidang tanah
hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 M� yang terletak di Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda,
Propinsi Kalimantan Timur berdasarkan
Sertifikat (Tanda bukti hak) Hak Milik Nomor :
668, Surat Ukur Nomor :
2699/1999 tanggal 16 Juni
1999 dan tercatat atas nama Diponegoro;
5. Menghukum Tergugat
I menyerahkan kembali sebidang tanah hak berikut bangunan
rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 M� yang terletak di Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang,
Kota Samarinda, Propinsi
Kalimantan Timur berdasarkan Sertifikat
(Tanda bukti hak) Hak Milik Nomor : 668, Surat Ukur Nomor : 2699/1999 tanggal 16 Juni 1999 dan tercatat atas nama Diponegoro,
kepada Penggugat tanpa syarat dan beban apapun juga;
6. Menghukum Tergugat
II mengembalikan kepada Penggugat Asli Sertifikat Hak Milik Nomor : 668, Surat Ukur Nomor : 2699/1999 tanggal 16 Juni 1999 dan tercatat atas nama Diponegoro;
7. Memerintahkan kepada
Penggugat untuk mengembalikan angsuran Tergugat I yang telah dibayarkan kepada Penggugat sebesar Rp.260.000.000,- ;
8. Menghukum Tergugat
I mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat guna mengurus dokumen yang diminta oleh Tergugat I, sebesar Rp. 61.396.089 ;
9. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT
II untuk tunduk dan patuh atas putusan
ini;
10. Menolak Gugatan
Penggugat untuk selain dan selebihnya;
11. Menghukum Tergugat I untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.705.000.00,-
4.
Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur
di Samarinda
Menerima permohonan
banding dari Pembanding semula Tergugat I tersebut; Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Samarinda tanggal 21 April 2021 Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr yang dimohonkan banding, sehingga amar selengkapnya
sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
Menolak Eksepsi
Tergugat I untuk seluruhnya;
Dalam Pokok
Perkara:
1. Mengabulkan Gugatan
Penggugat/Terbanding untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat
I/Pembanding telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi);
3. Menyatakan Akta
Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018 antara Penggugat/Terbanding dengan Tergugat I/Pembanding yaitu yang dibuat dihadapan Notaris Khairu Subhan, S.H. (Tergugat II/Turut Terbanding) tidak mempunyai kekuatan hukum;
4. Menyatakan Penggugat
adalah pemilik sah sebidang tanah
hak berikut bangunan rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 m� tercatat atas nama
Diponegoro;
5. Menghukum Tergugat
I/Pembanding untuk menyerahkan kembali sebidang tanah hak berikut bangunan
rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 m� atas nama Diponegoro, kepada Penggugat/Terbanding tanpa syarat dan tanpa beban apapun juga;
6. Menghukum Tergugat
II/Turut Terbanding untuk mengembalikan kepada Penggugat/Terbanding Asli SHM Nomor 668 tercatat atas nama
Diponegoro
;
7. Menghukum Tergugat
I/Pembanding membayar kerugian kepada Penggugat/Terbanding atas penguasaan tanah dan bangunan objek jual beli
seluas � 971 m� milik Penggugat/Terbanding sejumlah Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setiap bulan yang dihitung sejak bulan Februari
2018 sampai dengan Tergugat I/Pembanding menyerahkan kembali tanah dan bangunan tersebut kepada Penggugat/Terbanding;
8. Memerintahkan kepada
Penggugat/Terbanding untuk mengembalikan angsuran Tergugat I/Pembanding yang telah dibayarkan kepada Penggugat/Terbanding sejumlah Rp260.000.000,00 ;
9. Menghukum Tergugat
I/Pembanding mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat/Terbanding guna mengurus dokumen yang diminta oleh Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II/Turut Terbanding, sejumlah Rp61.396.089,00;
10. Menolak Gugatan
Penggugat untuk selain dan selebihnya;
11. Menghukum Tergugat
I/Pembanding dan Tergugat
II/Turut Terbanding untuk membayar biaya perkara dalam
peradilan tingkat pertama secara tanggungrenteng sejumlah
Rp705.000.00,00 (tujuh ratus lima ribu
rupiah); Menghukum Pembanding
dan Turut Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara dalam tingkat
banding secara tanggungrenteng
sejumlah Rp150.000,00 (seratus
lima puluh ribu rupiah);
B. Analisis Kasus
1.
Indikator Tergugat I (Yusi
A) melakukan Wanprestasi
Wanprestasi berasal
dari bahasa Belanda, istilah ini digunakan
untuk seseorang yang melakukan ingkar janji pada perjanjian yang telah dia buat
dengan pihak lain. Wanprestasi terdapat pada pasal 1234 KUH Perdata yang berbunyi :
�penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya
suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan,
apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan
atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.�
Menurut Riduan
Syahrani, bentuk wanprestasi dibagi menjadi 4 yaitu : 1) debitur sama
sekali tidak memenuhi prestasi; 2) debitur tidak tunai
memenuhi prestasi; 3) debitur terlambat memenuhi prestasi; 4) debitur keliru memenuhi prestasi.
Jika pihak
yang ada dalam perjanjian melakukan salah satu dari empat
bentuk wanprestasi di atas, maka secara
hukum pihak yang dirugikan tersebut dapat membuat surat
teguran (somatie) kepada pihak yang melakukan tindakan ingkar janji/wanprestasi
tersebut. Somatie
bertujuan untuk mengingatkan pihak yang melakukan wanprestasi bahwa ia melakukan
ingkar janji dan gagal melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan dan disepakati. Somatie diatur pada
pasal 1238 KUH Perdata:
�si berutang adalah lalai, apabila
ia dengan surat perintah atau dengan sebuah
akta sejenis itu telah dinyatakan
lalai, atau demi perikatannya sendiri, iyalah jika ini
menetapkan, bahwa sip berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.�
Pada kasus
ini tergugat Yusi A telah lalai
melakukan prestasinya dibuktikan dengan terlambat membayar apa yang telah diperjanjikan dalam akta perikatan jual beli yang seharusnya dilunasi tanggal 15 Juni 2018, Bahwa dalam Akta
Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut telah disepakati antara Diponegoro K.F (Terbanding yang sebelumnya Penggugat)� dengan Yusi A (Pembanding yang sebelumnya Tergugat ) harga jual sebesar Rp800.000.000,00 di
mana Tergugat I telah berjanji akan membayar
dengan memakai cara bertahap dan/atau 6 (enam) kali pembayaran masing-masing sebagai berikut:
a. ���Pembayaran sebesar Rp125.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat setelah menandatangani akta tersebut dan/atau selambat-lambatnya tanggal 08 Januari 2018;
b. Pembayaran sebesar
Rp135.000.000,00 akan dibayar
oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada
tanggal 15 Februari 2018;
c. ���Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal
15 Maret 2018;
d. Pembayaran sebesar
Rp135.000.000,00 akan dibayar
oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada
tanggal 15 April 2018;
e. ���Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal
15 Mei 2018;
f. ���Pembayaran sebesar Rp135.000.000,00 akan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal
15 Juni 2018 ( Pasal
2 APJB);
Setelah Penggugat
dan Tergugat I menandatangani
Akta Perikatan Jual Beli (APJB) tersebut sampai gugatan ini diajukan
(Juli 2020) , Tergugat I baru melakukan pembayaran sebesar Rp260.000.000,00 dan/atau
setara dengan mata uang dollar US pada saat itu $18,969.73 dari kewajiban sebesar
Rp800.000.000,00 itupun tidak
sesuai dengan isi Akta Perikatan
Jual Beli (APJB), baik nilai setiap
pembayaran maupun tanggal pembayaran, transaksi pembayaran yang dilakukan Tergugat, sebagai berikut:
a) Pembayaran pertama
melalui transfer uang sebesar
Rp65.000.000,00 dan/atau setara
dengan $4,827.00 pada tanggal
12 Januari 2018;
b) Pembayaran kedua
melalui transfer uang sebesar
Rp60.000.000,00 dan/atau setara
dengan $4,427.73� pada tanggal
16 Januari 2018; Sesuai dengan Pasal 2 huruf (a) APJB pembayaran pertama tersebut seharusnya Rp125.000.000,00 sekaligus
bukan diangsur, dan dibayar oleh Tergugat I kepada Penggugat setelah menandatangani akta tersebut dan/atau selambat-lambatnya tanggal 08 Januari 2018;
c) Pembayaran ketiga
melalui transfer uang sebesar
Rp100.000.000,00 dan/atau setara
dengan $7,219.00 pada tanggal
14 Februari 2018;
d) Pembayaran keempat
melalui transfer uang sebesar
Rp35.000.000,00 dan/atau setara
dengan $2,496.00� pada tanggal
06 Maret 2018; Sesuai dengan Pasal 2 huruf (b) APJB pembayaran kedua tersebut seharusnya Rp135.000.000,00 sekaligus
bukan diangsur, dan dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat selambat-lambatnya tanggal 15 Februari 2018;
Penggugat Diponegoro
K.F sudah lebih 2 (dua) tahun Penggugat
memberi toleransi menunggu itikad baik Tergugat I ( Yusi A) dalam memenuhi
isi APJB, dan berupaya mengingatkan Tergugat I akan kewajibannya tersebut baik melalui
somasi (Surat Teguran) Nomor 001/SMI/FRS/ADV-PERADI/III/2020 tertanggal
02 Maret 2020 maupun somasi ke dua
(Surat Teguran ke dua) Nomor 002/SMI/FRS/ADV- PERADI/III/2020
tertanggal 17 Maret 2020 maupun upaya lain yaitu bertemu dengan
Tergugat I atau perwakilannya, namun Tergugat I selalu membuat alasan yang dibuat-buat untuk menghindar dari kewajiban. Alasan-alasan yang selalu disampaikan Tergugat I kepada Penggugat adalah bahwa Penggugat belum melengkapi dokumen-dokumen dan/atau beberapa syarat yang diminta oleh Tergugat II, padahal syarat tersebut tidak dicantumkan secara jelas dan tertulis di dalam Akta Perikatan
Jual Beli, serta tidak relevan
menjadi alasan penundaan pembayaran yang menjadi kewajiban Yusi A (Tergugat I). Penggugat telah memenuhi dokumen yang diminta oleh Tergugat I, namun nyatanya permintaan dokumen tersebut hanyalah akal-akalan dari Tergugat I untuk menunda pemenuhan kewajibannya kepada Penggugat. Terbukti setelah dokumen tersebut diserahkan dan diterima oleh Notaris Khairu Subhan (Tergugat II), Tergugat I tetap tidak melakukan pembayaran pelunasan, dengan demikian Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji dengan
segala akibat hukumnya. Sehingga membuat Diponegoro K.F yaitu selaku penggugat
merasa dirugikan dan terjadilah persengketan yang dikarenakan ingkar janji yang dilakukan oleh Yusi A, jika melihat
pada pasal 1234 KUH perdata
tentu hal ini menjadi indikator
bahwa tergugat lalai memenuhi kewajibannya yaitu lalai untuk melunasi
kewajibannya yang telah diperjanjikan pada akta perikatan jual beli yang telah ditandatanganinya.
2.
Akibat Hukum bagi Para Pihak dan Notaris yang Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli Dibatalkan oleh Putusan Pengadilan karena Wanprestasi
Syarat sahnya
suatu perjanjian diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Menurut
Prof. Subekti perjanjian harus memiliki syarat subyektif dan syarat obyektif, yaitu:
1. Sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya (syarat subjektif)
2. Kecakapan dalam
membuat perjanjian (syarat subjektif)
3. Mengenai suatu
hal tertentu (syarat objektif)
4. Suatu sebab
yang halal (syarat objektif)
Perjanjian dapat
dibatalkan (cancelled) jika
persyaratan subjektif tidak terpenuhi, yang dapat diajukan oleh pihak yang tidak kompeten/cakap atau yang tidak merasa bebas untuk
membuat perjanjian. Selama hakim tidak memerintahkan pembatalannya atas permintaan salah satu pihak yang berhak melakukannya, kesepakatan yang dicapai tetap mengikat. Perjanjian batal demi hukum jika syarat
objektif tidak terpenuhi, perjanjian dianggap tidak pernah lahir, dan tidak ada perikatan.
Dalam suatu pengadilan dianggap tidak pernah ada
perjanjian atau perikatan hukum, sehingga tidak mungkin menuntut salah satu pihak dalam
pengadilan memenuhi kewajibannya karena tidak ada dasar
hukumnya. Dalam hal suatu perjanjian
hukum dinyatakan tidak sah/batal
demi hukum menurut undang-undang, bahwa hakim harus mengambil keputusan bahwa� suatu
perjanjian tidak pernah terbentuk atau tidak ada
perikatan secara hukum. Jika suatu kontrak ditemukan tidak sah menurut
hukum yang berlaku, akibat hukumnya berupa pembatalan mutlak. Ini karena
pembatalan mutlak mengharuskan semua pihak mengembalikan situasi seperti sebelum kontrak ditandatangani sesuai dengan Pasal 1265 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
�Suatu
syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan
menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu
perikatan�
KUH Perdata
mengatur mengenai batal demi hukum di dalam beberapa pasal, yaitu:
a. �Pasal 1254 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
�Jika perjanjian
memuat syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau bahkan
dilarang oleh undang-undang
adalah batal demi hukum, �.�.
b. Pasal 1256 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
�Semua
perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya
semata-mata tergantung pada
kemauan orang yang terikat,�.�
Sebagaimana Pasal
1267 KUH perdata akibat
yang ditimbulkan dari perbuatan ingkar janji atau wanprestasi
yang dilakukan oleh seseorang/debitur, maka kreditur
dapat memilih tuntutan yang isi pasalnya sebagai berikut :
�Pihak
terhadap siapa perikatan tidak terpenuhi, dapat memilih apakah iya, jika hal
itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak
yang lain untuk memenuhi perjanjian, apakah ia akan menuntut
pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.�
Artinya pihak
yang dirugikan dapat meminta kepada hakim agar pihak yang melakukan ingkar janji atau
wanprestasi dapat melakukan tuntutan diantaranya:
a. �Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen);
b. Hak menuntut
pemutusan perikatan atau pembatalan perikatan (ontbinding);
c. �Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding);
d. Hak menuntut
pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;
e. �Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.
Teringkarnya kesepakatan
yang diperjanjikan oleh Yusi
A (Pembanding yang sebelumnya
Tergugat l) dengan tidak melunasi tepat waktu yang telah diperjanjikan pada akta perikatan jual beli yang telah ditandatangani dengan Diponegoro K.F (Terbanding yang sebelumnya Penggugat) melahirkan sebuah tindakan ingkar janji atau
wanprestasi, mengakibatkan terjadinya gugatan wanprestasi yang dilayangkan oleh
Diponegoro K.F kepada Yusi A dan penggugat memohon pembatalan perjanjian Perikatan Jual Beli dalam
Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 02 tanggal 02 Januari 2018. Sebelum dilakukan pembatalan perjanjian haruslah pihak yang tidak melakukan prestasinya harus diberi peringatan
melalui surat peringatan (somatie) untuk melaksanakan kewajibannya, penggugat telah mengirimkan surat peringatan namun tidak diindahkan
sehingga mengakibatkan terjadinya gugatan wanprestasi.
Pada putusan
pertama dan kedua Putusan Mahkamah Agung Nomor 98/Pdt.G/2020/PN Smr dan Nomor 95/PDT/2021/PT SMR Pembatalan akta PPJB terjadi karena wanprestasi oleh pembeli yang tidak melakukan pelunasan pembayaran sesuai waktu yang disepakati. Pengadilan Negeri Samarinda menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi sehingga akta dibatalkan
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. PPJB yang dinyatakan batal demi hukum dianggap tidak pernah ada, maka
seluruh pembayaran yang telah dibayarkan sebesar Rp260.000.000,00 oleh Yusi
A (Pembanding yang sebelumnya
Tergugat l) haruslah dikembalikan kepada Yusi A, tetapi menurut Pengadilan Tinggi adalah adil jika
hal tersebut dinilai sebagai kerugian Terbanding semula Penggugat yang tidak dapat memanfaatkan
tanah dan bangunannya karena sudah dikuasasi
Pembanding semula Tergugat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1239 KUHPerdata, sehingga tuntutan yang diajukan oleh penggugat mengenai� penguasaan objek jual beli yang dianggap sewa tersebut
harus dikabulkan, yang menurut Pengadilan Tingkat
Banding adalah wajar jika ditetapkan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) setiap harinya atau Rp3.000.000,00 setiap bulannya yang dihitung sejak bulan Februari
2018 sampai objek jual beli berupa
sebidang tanah SHM Nomor 668/Kelurahan Mesjid atas nama
Diponegoro diserahkan kepada Terbanding semula Penggugat. Serta untuk kerugian yang dialami oleh Diponegoro K.F guna mengurus dokumen
yang diminta oleh Yusi A. (Tergugat I/Pembanding) dan Notaris Khairu Subhan (Tergugat II/Turut Terbanding), sejumlah
Rp61.396.089,00 ,majelis
Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur menyatakan wajib dibayarkan kembali kepada Diponegoro K.F dengan tanggung renteng antara Yusi A. (Tergugat I/Pembanding) dan Notaris Khairu Subhan (Tergugat II/Turut Terbanding). Ganti rugi yang disebabkan karena wanprestasi adalah jika ada pihak-pihak
dalam mengingkari kewajiban/prestasi yang telah diperjanjikan, maka menurut hukum
pihak yang tidak melakukan prestasinya dapat dimintakan tanggung jawabnya, jika pihak lain dalam perjanjian tersebut menderita kerugian karenanya.
Pada Pasal
1239 dan1243 KUHPerdata menjelaskan
kerugian (yang harus diganti) dalam tiga hal sebagai
berikut :
1. Biaya
2. Rugi
3. Bunga
Pada kedua
Putusan Mahkamah Agung Nomor 95/PDT/2021/PT SMR majelis
hakim memutuskan Menghukum Tergugat I/Pembanding mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Diponegoro K.F selaku Penggugat/Terbanding guna mengurus dokumen
yang diminta oleh Yusi A selaku Tergugat I/Pembanding dan Notaris Khairu Subhan selaku Tergugat II/Turut Terbanding, sejumlah
Rp61.396.089,00 (enam puluh
satu juta tiga ratus sembilan puluh enam ribu
delapan puluh sembilan rupiah),akibat dari beberapa syarat
dukumen yang diminta oleh Tergugat I berdasarkan permintaan Tergugat II, maka Penggugat sangat dirugikan dan akhirnya harus 2 (dua) kali meninggalkan pekerjaan di
Anchorage Amerika Serikat di tahun
dan/atau waktu yang berbeda untuk mengurus
dan menyerahkan berkas dan surat-surat yang diminta oleh Tergugat I berdasarkan permintaan Tergugat II,seharusnya Pengadilan Tinggi
Kalimantan Timur dalam mengeluarkan
keputusannya mempertimbangkan
dengan benar pernyataan pada gugatan awal yang di ajukan oleh penggugat saat pertama kali mengajukan gugatannya yang menyatakan Tergugat II tidak pernah meminta dokumen dan dokumen tersebut belum diperlukan, serta majelis hakim harus mempertimbangkan isi tuntutan penggugat ,putusan pengadilan tinggi tersebut dianggap ultra petitum partium dikarenakan hakim dalam mengabulkan putusan melampaui dari apa yang diminta,
dalam Hukum Acara Perdata mengenal adanya asas Ultra Petitum Partium yang diatur� pada Pasal 178 ayat (3) HIR yang menyatakan� bahwa hakim tidak diperbolehkan untuk menjatuhkan suatu putusan terhadap
perkara yang tidak diminta atau meloloskan
putusan melampaui dari yang digugat oleh penggugat, Dalam proses pembuatan akta yang mengikat secara hukum, tanggung jawab Notaris mengikuti
prinsip tanggung jawab yang didasarkan pada kesalahan atau tanggung jawab. Jika notaris membuat akta yang mengandung kesalahan, maka ia wajib bertanggung
jawab atas kesalahan tersebut atau pelanggaran yang disengaja oleh Notaris. Jika, di sisi lain, ada kemungkinan kesalahan atau jika pelanggaran
tersebut ditetapkan sebagai akibat dari munculnya para pihak/penghadap tersebut, maka Notaris menjalankan kewenangannya dengan cara yang sesuai dengan peraturan,maka� Notaris yang bersangkutan tidak dapat bertanggung jawab karena Notaris
hanya bertanggung jawab untuk merekam
apa yang dikomunikasikan untuk dimasukkan ke dalam akta
oleh pihak-pihak yang terlibat.
Informasi yang salah diberikan
oleh para pihak berada di bawah lingkup para pihak itu sendiri.
Pada kasus ini tentunya notaris tidak seharusnya dituntut ganti rugi terhadap kerugian
akibat penggugat dimintai dokumen oleh Tergugat I, seharusnya majelis hakim pengadilan tinggi dapat memutuskan
penggantian biaya ganti rugi hanya
dibebankan kepada Tergugat l bukan tanggung renteng, unsur kesalahan atau pelanggaran itu terjadi dari
para pihak penghadap, maka sepanjang Notaris melaksanakan kewenangannya sesuai peraturan, Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
Akibat Hukum atas
dibatalkannya PPJB atas putusan pengadilan ini, maka mengharuskan
semua pihak mengembalikan situasi seperti sebelum kontrak ditandatangani sesuai dengan Pasal
1265 KUH Perdata salah satunya
ialah Tergugat I/Pembanding untuk menyerahkan kembali sebidang tanah hak berikut bangunan
rumah dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya seluas � 971 m� atas nama Diponegoro, kepada Penggugat/Terbanding tanpa syarat dan tanpa beban apapun juga serta Notaris Khairu
Subhan serbagai Tergugat
II/Turut Terbanding untuk mengembalikan Sertifikat Asli SHM Nomor 668 kepada Diponegoro K.F sebagai Penggugat/Terbanding,dan juga majelis hakim
memerintahkan kepada Penggugat/Terbanding untuk mengembalikan angsuran Tergugat I/Pembanding yang telah dibayarkan kepada Penggugat/Terbanding sejumlah Rp260.000.000,00, keputusan
ini sudah sesuai dengan Pasal
1265 KUH Perdata karena mengharuskan semua pihak mengembalikan situasi seperti sebelum kontrak ditandatangani.
Kesimpulan
a) Pada kasus
ini tergugat Yusi A telah lalai
melakukan prestasinya dibuktikan dengan terlambat membayar apa yang telah diperjanjikan dalam akta perikatan jual beli yang seharusnya dilunasi tanggal 15 Juni 2018 sampai gugatan diajukan tahun 2020 belum juga dilunasi
b) Penggugat Diponegoro
K.F sudah lebih 2 (dua) tahun Penggugat
memberi toleransi menunggu itikad baik Tergugat I ( Yusi A) dalam memenuhi
isi APJB, dan berupaya mengingatkan Tergugat I akan kewajibannya tersebut baik melalui
somasi (Surat Teguran) sebanyak 2 (dua) kali somasi namun tidak
diindahkan oleh Yusi A. Sehingga membuat Diponegoro K.F yaitu selaku penggugat merasa dirugikan dan terjadilah persengketan yang dikarenakan ingkar janji yang dilakukan oleh Yusi A, jika melihat
pada pasal 1234 KUH perdata
tentu hal ini menjadi indikator
bahwa tergugat lalai memenuhi kewajibannya yaitu lalai untuk melunasi
kewajibannya yang telah diperjanjikan pada akta perikatan jual beli yang telah ditandatanganinya.
c) Menurut Pasal
1338 KUHPerdata, suatu perjanjian yang telah dinyatakan batal demi hukum tidak lagi
mempunyai akibat hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu pada semua pihak. Perjanjian
tersebut tidak berlaku lagi atau
dianggap tidak pernah ada dan dikembalikan ke keadaan semula seolah-olah perjanjian itu belum dilaksanakan.
Misalnya, situasi di mana pihak yang melakukan kesalahan bertanggung jawab untuk memperbaikinya
kembali, sedangkan pihak yang tidak melakukan kesalahan diharapkan tidak mengalami kerugian oleh pembatalan perjanjian.
Afifah, Siti Afrah. (2020). Analisis Yuridis Pembatalan
Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Hak Atas Tanah. Syiah Kuala Law
Journal, 4(2), 123�140.
Astuti, Nanin Koeswidi. (2016). Analisa
Yuridis Tentang Perjanjian Dinyatakan Batal Demi Hukum. To-Ra, 2(1),
279�286.
Dwitama, Andhita Mitza, & Suradi, Herni
Widanarti. (2016). Analisa Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi terhadap
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Ppjb) Tanah (Studi Kasus Putusan Mahkamah
Agung No. 280 K/Pdt/2006). Diponegoro Law Journal, 5(2), 1�11.
Fadhli, Risma Safitri. (2021). Putusan
Ultra Petitum Partium Dalam Perkara Perdata Ditinjau Dari Pasal 178 AYAT (3)
HIR (Studi Kasus Putusan Nomor 445/Pdt. G/2018/PA. Kab. Mn). Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya.
Fuady, Munir. (2014). Konsep Hukum
Perdata.
Joko, Dr, Joko Sriwidodo, S. H.,
Kristiawanto, Dr, & Kristiawanto, S. H. (2020). Memahami Hukum Perikatan.
Kepel Press.
Kosasih, Johannes Ibrahim, & Haykal,
Hassanain. (2021). Kasus Hukum Notaris di Bidang Kredit Perbankan. Bumi
Aksara.
Kusuma, I. Made Hendra, & SH, Sp N.
(2021). Problematik Notaris Dalam Praktik. Penerbit Alumni.
Mahaputera, Wahid Ashari. (2021).
Perlindungan Hukum Dan Pertanggungjawaban Bagi Notaris Yang Menjadi Turut
Tergugat Terhadap Akta Yang Telah Dibuatnya. Indonesian Notary, 3(2).
Mamminanga, Andi. (2008). Pelaksanaan
Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan
Notaris berdasarkan UUJN. Universitas Gajah Mada.
Muhaimin, Dr. (n.d.). procoding. Prociding.
Subekti, Aneka Perjanjian. (2001). Hukum
Perjanjian, cetakan 19. Jakarta: Intermasa.
Copyright holder: Sherly Sulistiorini (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |