Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 �e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
Elly
Kusumawati, Dwi Haryanto, Elise Dwi Lestari
Politeknik Pelayaran Surabaya, �Indonesia
Email: ellykusumawati81@gmail.com, [email protected],
[email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis bagaimana tanggung jawab dan penyelesaian sengketa atas kerusakan barang-barang yang diangkut oleh PT. Citra Baru Adi Nusantara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan wawancara mendalam dan studi pustaka didukung dengan kehadiran peneliti secara langsung di lapangan. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penggunaan wawancara mendalam, dokumentasi dan studi pustaka. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, dan transferabilitas. Hasil penelitian adalah : faktor yang menyebabkan kerusakan muatan di kapal banyak disebabkan oleh faktor teknis dan faktor alam, Sistem pertanggungjawaban yang digunakan PT. Citra Baru Adi Nusantara adalah Tackle to Tackle yang membatasi tanggung jawab pengangkut yakni dimulai dari barang tiba di muatan Pelabuhan hingga barang dibongkat di Pelabuhan tujuan, Dalam hal ganti kerugian oleh PT Citra Baru Adi Nusantara, dasar perhitungan ganti kerugian yang digunakan dapat dikatakan bervariatif. Hal ini sesuai dengan yang ada dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. Namun kerusakan yang dapat dicover oleh PT Citra Baru Adi Nusantara hanya sampai dengan 80%.
Kata kunci: Tanggung Jawab, Penyelesaian
Sengketa, Perjanjian Laut
Abstract
This study aims to describe and analyze how the
responsibility and dispute resolution for damage to goods transported by PT.
SPIL. This research is a descriptive qualitative research with in-depth
interviews and literature study supported by the presence of researchers
directly in the field. The data collection used in this research is the use of
in-depth interviews, documentation and literature study. Check the validity of
the data using credibility, dependability, confirmability, and transferability.
The results of the research are: the factors that cause damage to the cargo on
the ship are mostly caused by technical factors and natural factors, the
liability system used by PT. Citra Baru Adi Nusantara is a Tackle to Tackle
that limits the responsibility of the carrier, starting from the goods arriving
at the port of cargo until the goods are unloaded at the destination port. In
the case of compensation by PT Citra Baru Adi Nusantara, the basis for
calculating the compensation used can be said to be varied. This is in
accordance with what is in the agreement that has been made by the parties.
However, the damage that can be covered by PT Citra Baru Adi Nusantara is only
up to 80%.
Keywords:
Liability, Dispute
Resolution, Marine Agreement
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, transportasi laut yang ditunjang melalui pengangkutan laut memiliki peran yang sangat penting yakni sebagai urat nadi yang menyatukan ribuan pulau untuk menunjang pertumbuhan ekonomi seluruh masyarakat Indonesia (Pujayanti et al., 2019). Hal ini disebabkan karena arus distribusi barang dari tempat produksi ke tempat konsumen akan lancar apabila adanya pengangkutan. Beberapa hal yang membuat pengangkutan laut banyak digunakan adalah sebagai berikut : beban biaya angkutan relatif lebih murah dibanding alat angkut lainnya dan mampu membawa penumpang dan mengangkut barang muatan dengan skala berat ratusan atau bahkan ribuan ton.
Pelaksanaan Pengangkutan laut didasari oleh adanya perjanjian pengangkutan (Gultom, 2017). Perjanjian pengangkutan menurut Purwosutjipto merupakan suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak pengirim, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan dengan selamat sedangkan pihak pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan (Al Bram, 2012). Perjanjian tersebut menimbulkan tanggung jawab dari kedua belah subyek dalam perjanjian (Setyawati et al., 2017). Perjanjian pengangkutan laut melahirkan suatu tanggung jawab bagi pihak pengangkut yang terletak pada keamanan dan keselamatan kapal serta muatannnya terutama pada saat pelayaran atau selama dalam pengangkutan(Setyawati et al., 2017). Hal tersebut tercantum dalam ketentuan Pasal 468 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan diatur khusus dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Di dalam pengangkutan laut, akan selalu ada kemungkinan-kemungkina ada resiko-resiko yang kemungkinan akan dihadapi oleh pemilik barang. Berkurangnya nilai dari barang-barang yang diangkut Ketika tiba di tempat tujuan, baik karena hilang, karena kerusakan dalam proses pengangkutan, karena musnah atau karena sebab-sebab yang lain (Pradana & Annisa, 2015). Apabila telah diperjanjian di awal, berkurangnya nilai barang tersebut dapat ditanggung oleh pihak lain. Perjanjian yang terjadi karena kehawatiran akan kerugian yang ditanggung oleh pihak pemilik barang karena resiko atas ancaman bahaya dalam pelaksanaan pengangkutan di laut untuk ditanggung oleh pihak ketiga disebut dengan perjanjian pertanggungan laut (Rian, 2019). Di Indonesia setiap harinya kurang lebih ada 700.000 hingga 800.000 kapal yang berlayar di perairan Indonesia, sehingga rawan terjadi resiko bahaya yang menimbulkan kerugian hingga perselisihan para pihak dalam pengangkutan muatan orang dan barang melalui transportasi laut.
Semakin meningkatnya arus frekuensi pengangkutan transportasi laut, semakin meningkat terjadinya resiko bagi pihak-pihak yang terlibat sehingga diperlukan upaya hukum untuk melindungi kepentingan para pihak melalui pengembangan aturan-aturan atau kaidah hukum secara tegas untuk menentukan tanggung jawab yang wajib dipikul oleh masing-masing pihak(Emirzon et al., 2021).
Dalam pengangkutan transportasi laut, sering terjadi dimana shipper (penjual) dalam mendeklarasikan jumlah barang tidak sama dengan total barang yang kemudian diterima oleh consignee (pembeli). Sebagai contoh penjual (shipper) telah mendeklarasikan bahwa yang bersangkutan akan mengirimkan sejumlah 800 bale tetapi pihak pembeli (consignee) ternyata di lapangan hanya menerima sejumlah 775 bale. Ketidaksesuaian jumlah barang tersebut bisa terjadi dalam setiap tahapan yang dilalu dalam proses pengiriman muatan melalui transportasi laut(Pradana & Annisa, 2015).
Dari uraian latar belakang di atas,
penulis ingin mengetahui mengenai sejauh mana tanggung jawab pengangkut yang ada
dalam pengangkutan transportasi laut seperti yang ada dalam peraturan undang-undang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
identifikasi resiko atas barang-barang muatan
yang diangkut dalam transportasi laut(Suryani, 2020).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana Tanggung jawab dan tata cara pemberian ganti rugi dalam angkutan laut atas kerusakan barang-barang yang diangkut untuk diinterpretasikan ke dalam sebuah deskripsi yang disuguhkan dalam bentuk kata-kata. Oleh karena itu, penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif deskriptif (Klassen et al., 2012).
Lebih spesifik, penelitian ini juga berupaya untuk menggambarkan suatu fenomena �seperti apa� yang perlu diungkap dengan jelas dan transparan melalui data-data yang terkumpul dari partisipan. Dengan kata lain, penelitian ini berupaya mengeksplorasi suatu fenomena atau peristiwa yang berisi tentang gambaran nyata atau realita terhadap Apasajakah yang menjadi resiko atas angkutan dalam transportasi laut, Pihak-pihak mana sajakah yang bertanggung jawab perusahaan terhadap kerusakan barang yang diangkut dalam transportasi laut dan bagaimana bentuk perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa yang timbul dari pengangkutan tersebut
Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka penelitian ini juga menggunakan rancangan studi kasus yaitu berusaha mendeskripsikan suatu latar, obyek atau peristiwa pemberian ganti rugi dalam angkutan laut di PT. Citra Baru Adi Nusantara secara rinci dan mendalam. Penelitian ini akan menghasilkan informasi yang detail terkait pemberian ganti rugi dalam angkutan laut, yang mungkin tidak bisa didapatkan dari jenis penelitian lain.
Dengan demikian, informasi, peristiwa-peristiwa tersebut merupakan suatu kasus yang akan diteliti, dieksplorasi dan diinterpretasikan dalam bentuk kata-kata secara jelas, gambling dan transparan (Klassen et al., 2012).
Sesuai dengan judul dan fokus, penelitian ini diselenggarakan di PT. Citra Baru Adi Nusantara sebuah Perusahaan Pelayaran yang berdomisili di Surabaya. Sebelum melakukan penelitian, peneliti perlu melakukan sebuah studi pendahuluan untuk memastikan keterkaitan antara fokus penelitian dengan fenomena nyata yang terjadi di PT. Citra Baru Adi Nusantara tersebut. Dalam melakukan studi pendahuluan ini, satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa perguruan tinggi tempat penulis bekerja memiliki hubungan yang baik dengan tempat yang diteliti tersebut. Hal ini sangat bermanfaat untuk melakukan investigasi awal terkait dengan fokus penelitian. Ini juga memberikan kemudahan akses kepada peneliti untuk melakukan pengamatan atau investigasi awal tersebut meskipun data yang diperoleh dari kegiatan investigasi dan observasi awal ini tidak ditampilkan dalam penelitian ini.
Dari informasi awal yang diterima, bisa diketahui bahwa PT. Citra Baru Adi Nusantara merupakan salah satu perusahaan pelayaran pengiriman peti kemas terbesar di Indoneisa berdasarkan ukuran armada dan kapasitas kargo serta memiliki 41 cabang yang tersebar di Indonesia.
Dengan adanya informasi awal di atas, setidaknya apa yang menjadi penasaran peneliti terkait dengan Tanggung Jawab pengangkut atas kerusakan barang yang diangkut terbukti benar adanya. Bukti kebenaran ini sangat penting untuk memantapkan peneliti atas keinginan dan rencana untuk mengadakan dan melanjutkan penelitian ini. Oleh karena itu, sebagai tahap selanjutnya setelah mengadakan studi pendahuluan tersebut, peneliti berupaya untuk melakukan atau menyusun setting penelitian. Demi kepentingan penelitian ini, peneliti mengajukan izin penelitian kepada PT. Citra Baru Adi Nusantara.
Data dianalisis dengan menggunakan
langkah-langkah sesuai teori Miles, Huberman dan Saldana (2014) yakni
menganalisis data dengan tiga langkah: kondensasi data (data condensation), penyajian
data (data display) dan menarik simpulan atau verifikasi (conclusion drawing
and verification). Kondensasi data merujuk pada proses pemilihan (selecting), pengerucutan
(focusing), penyederhanaan (simplifying), peringkasan (abstracting),dan
transformasi data (transforming), komponen alur tersebut diperjelas sesuai
teori Miles, Huberman dan Saldana (2014) yang akan diterapkan sebagaimana Gambar
1 berikut.
Gambar 1. Teknik Analisis Data (Miles, Huberman dan Saldana, 2014)
Dalam pengangkutan laut pemilik barang selalu menghadapi resiko bahwa barang- barang yang diangkut itu kemungkinan sampai di tempat tujuan, nilai dan barangnya itu akan berkurang, baik karena hilang, karena kerusakan selama berlangsungnya pengangkutan, karena musnah ataupun karena sebab-sebab yang lain. Adapun kemungkinan bahwa berkurangnya nilai dari barang-barang tersebut tidak seperti yang disadari.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil sebagai berikut :
� banyak sekali faktor penyebab resiko atas barang-barang yang diangkut di kapal, misalnya, kita mengirimkan makanan beku kemudian alat pendingin di kapal rusak, nah kan hal seperti itu bisa beresiko terhadap barang makanan tersebut, ketika tiba di Pelabuhan tujuan rusak (tidak bisa dikonsumsi), pernah juga terjadi ketika muatan truk yang angkut di atas kapal jebol sehingga muatan truk tersebut merusak muatan mobil yang ada di samping-sampingnya, jadi banyak faktor-faktor yang memicu terjadinya resiko kerusakan muatan barang di kapal�.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan banyak faktor penyebab terjadinya resiko terhadap muatan barang di atas kapal bermacam-macam, sehingga perlu dikenali resiko-resiko yang kemungkinan-kemungkinan bisa terjadi terhadap barang muatan, pengenalan resiko dimaksud agar bisa terkendali sehingga menghindari kejadian resiko agar barang tiba dengan selamat sampai di tempat tujuan.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil sebagai berikut :
�Pangangkutan barang melalui laut ini memang memiliki sisi kelebihan, diantaranya mampu mengangkut barang dalam jumlah besar, mampu menjangkau daerah pedalaman, harga yang relative lebih murah namun perlu diperhatikan bahwa hal-hal kondisi yang tidak terduga bisa terjadi kapan saja pada proses pengangkutan laut yang berdampak pada muatan. Faktor kelalaian manupun faktor alam beresiko terhadap kerusakan barang, baik pada proses pemuatan, pelayaran, pembongkaran di tempat tujuan maupun pada saat penyimpanan, sehingga disinilah kami sebagai pelaksana pengangkutan dituntut bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan pelayaran.�
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam mendukung distribusi barang dan mobilitas manusia, angkutan laut memiliki peran yang sangat strategis. Kemajuan dalam transportasi laut dewasa ini tidak dapat menghilangkan resiko atas kecelakaan, rusak atau musnahnya barang yang diangkut. Penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut membuka kemungkinan akan adanya resiko yang akan mengakibatkan kerugian. Resiko yang timbul dapat terjadi selama proses pelayaran, pemuatan atau pembongkaran maupun penyimpanan(Hatta et al., 2021). Pengangkut dituntut untuk menjaga agar barang-barang yang diangkut dapat selamat sampai dengan tujuan dan dapat menjaga kepentingan dari pemilik barang. Dalam kegiatan operasinya, angkutan laut dapat memiliki resiko yang mengakibatkan terjadinya kerugian harta benda dan nyawa manusia. Beberapa faktor penyebab yang memungkinkan menimbulkan terjadinya resiko yang mungkin terjadi dalam angkutan transportasi laut adalah sebagai berikut :
a.
Faktor kesalahan manusia
(human error);
b. Faktor teknis;
c.
Faktor alam
Tindakan pencegahan kerusakan mauatan barang dalam transportasi laut harus sudah mulai dicegah sejak muatan diterima hingga pada saat pembongkaran muatan. Faktor- faktor penyebab timbulnya resiko kerusakan muatan perlu dihindari untuk mencegah terjadinya kerusakan muatan. Contoh adalah faktor teknis yakni kerusakan mesin pendingin yang bisa menimbulkan kerusakan muatan. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memastikan secara terus menerus bahwa mesin dapat berfungsi dengan baik. Tidak adanya pengecekan yang teliti pada saat proses pemuatan dalam kapal sebelum dimasukkan kedalam container juga bisa memicu kerusakan muatan karena muatan tersebut tidak layak atau tidak sempurna sehingga menyebabkan kerusakan muatan bisa merembet ke muatan yang sebelumnya tidak rusak. Pihak kapal dalam hal ini tidak bisa mengontrol secara langsung, hanya memeriksa kondisi kontainer dan indikator container sesuai dengan yang ditetapkan.
Faktor alam dan faktor kesalahan manusia bisa terjadi bersamaan, Ketika terjadi cuaca buruk, container mengalami kerusakan karena pada saat cuaca buruk mengalami goncangan dan benturan yang kuat yang berakibat pada kerusakan muatan(Soepandi, 2016). Dalam hal ini perlua adanya penempatan container yang tepat dan terencana.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data sebagai berikut :
�pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap kerusakan ya tidak bisa ditentukan secara serta merta, karena harus ditelusur terlebih dahulu, kapan kerusakan barang muatan terjadi, barang sudah rusak sejak proses pemuatan, atau pada saat pengangkutan atau pada saat pembongkaran. Jadi banyak pihak yang terlibat pada periode waktu yang berbeda-beda. Sehingga benar-benar harus ditelusur kapan kerusakan barang terjadi dan penyebab kerusakannya karena faktor apa.�
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data sebagai berikut :
� dalam hal pertanggungjawaban atas kerusakan barang-barang yang diangkut harus benar-benar dilakukan investigasi atas penyebab kerusakan barang tersebut. Apakah penyebabnya karena faktor dari luar maupun faktor dari dalam, dan dalam kewenangan pihak-pihak mana pada saat terjadi kerusakan tersebut.�
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam pengangkutan transportasi laut baik pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, agen perjalanan, pengusaha muat bongkar, dan pengusaha pergudangan, sehingga untuk menentukan siapakah pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan barang harus ditelusur kapan terjadinya kerusakan dan dibawah kewenangan pihak siapa dan disebabkan oleh faktor apa.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data sebagai berikut :
�untuk kerugian yang diakibatkan karena kesalahan pengangkut dalam hal ini PT. Citra Baru Adi Nusantara, kami selalu siap untuk bertanggung jawab, selama kerusakan barang tersebut memang benar-benar terjadi selama dalam penguasaan pengangkutan kami dan benar-benar dapat dibuktikan karena dampak dari kesalahan kami selaku pengangkut dan kamipun selama ini sudah memenuhi apa yang menjadi tanggung jawab kami yakni mengasuransikan muatan kami baik itu orang maupun barang�.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada pokoknya tanggung jawab PT. Citra Baru Adi Nusantara sebagai pengangkut dimulai sejak dari barang diserahkanya dalam penguasaan pengangkut di pelabuhan muat, selama pengangkutan berlangsung dan sampai saat penyerahan dipelabuhan tujuan kepada consignee. Dengan kata lain, tanggungjawab PT. Citra Baru Adi Nusantara mulai pada saat barang ada di pihak penguasaan pengangkut sampai barang diserahkan kepada penerima barang (consignee).
Kelancaran dan keselamatan kapal sudah diatur
secara gamblang di Dalam Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Diatur tentang Kelancaran dan keselamatan kapal. Dalam hal ini yang memiliki
kewenangan dan tanggung jawab penuh atas segala hal yang terjadi di atas kapal.
Adalah Nahkoda, Nahkoda juga memiliki kewenangan sebagai penegak hukum dan
bertanggung jawab atas keamanan, keselamatan, dan ketertiban pelayaran maupun barang
muatan.
Undang-undang Pelayaran Pasal 40 dan Pasal 41 mengatur tentang tanggung jawab atas musnahnya, hilangnya, rusaknya,barang pada saat proses pengangkutan serta perjalanan yang dibebankan kepada pihak pihak pengangkut atau pihak penyelenggara jasa transportasi. Tanggung jawab tersebut meliputi : luka hingga kematian yang dialami penumpang, musnah dan hilangnya barang yang diangkut, keterlambatan dan kerugian pihak ketiga. Namun kebalikannnya, pihak pengangkut dapat bebas dari tuntutan apabila dapat dibuktikan bahwa timbulnya kerugian yang berakibat musnah, rusak atau hilangnya suatu barang dapat dibuktikan bukan karena kesalahannya.
Prinsip-prinsip tanggung jawab yang dikenal dalam hukum pengangkutan, yaitu :
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas dasar unsur kesalahan (fault liability, laibility based on fault principle);
b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas praduga (rebuttable presumption of liability principle)
c.
Prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault liability, absolute atau strict liability principle) Apabila prinsip-prinsip tersebut
dikaitkan dengan uraian diatas, maka dalam hal ini menganut
prinsip tanggung jawab berdasarkan atas praduga (rebuttable presumption of liability
principle) bahwa pengangkut dianggap
selalu bertanggung jawab
sesuai dengan ketentuan pasal 41 ayat (2) UU No.17 tahun
2008.
Pertanggungjawaban pengangkut yang membawa konsekuensi berat bagi pengangkut. Selain itu, Pasal 477 KUHD menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambatnya diserahkan barang yang diangkut.
Pertanggungjawaban PT. Citra Baru Adi Nusantara dalam transportasi laut ini ini juga telah diatur dalam The Hague Rules 1924 article 1 (2) yaitu sejak barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Dengan demikian maka pertanggungjawaban pengangkut itu berakhir sejak barang itu dibongkar dan diserahkan dekat kapal. The Hamburg Rules 1978 yang ditemukan didalam article 4, menyatakan bahwa pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang berada dibawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian sangat jelas bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (periode of responsiblity of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas, nyata dan memberi tanggung jawab yang besar bagi pengangkut (Gea, 2021). Pengangkut terbebas dari tanggungjawabnya apabila terbukti bahwa kejadian tersebut bukan disebabkan karena kesalahannya. itulah yang ditekankan baik oleh hukum positif di Indonesia atau The Hamburg Rules 1978.
Didalam tanggung jawab pengangkut atas kerusakan barang tersebut diwujudkan melalui pemberian ganti rugi, seperti yang tercantum dalam pasal 472 KUHD sebagaimana yang disebutkan bahwa �Ganti kerugian yang harus dibayar oleh si pengangkut karena diserahkannnya barang seluruhnya atau sebagian, harus dihitung menurut harganya barang dan jenis dan keadaan yang sama di tempat penyerahan pada saat barang tadi sedianya harus diserahkannya, dengan dipotong apa yang telah terhemat dalam soal bea, biaya dan upah pengangkutan, karena tidak diserahkannya barang tadi.�
Dalam pasal 477 KUHD berbunyi �bahwa pengangkut dapat terbebas dari sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya dengan membuktikan bahwa kerugian atas musnah, hilang atau rusaknya barang bukan merupakan kesalahannya�.
Dalam prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Namun jika pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian yang timbul itu bukan kesalahannya, maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab membayar sebagian atau seluruh ganti kerugian tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil sebagai berikut � Kami, PT. Citra Baru Adi Nusantara dalam pelaksanaannya berpedoman pada sistem Tackle to Tackle, artinya kami memberikan batasan mengenai tanggung jawab pengangkut yakni dimulai pada saat pemuatan barang di pelabuhan sampai dengan saat pembongkaran di pelabuhan tujuan. Alasan menggunakan sistem ini adalah karena sistem ini mensyaratkan adanya penyerahan barang sampai ke lambung kapal, dimana pengangkut atau kapal hanya bertanggung jawab sejak barang-barang tersebut dilepas atau ditaruh di darat oleh pihak pengangkut atau kapal. pada saat sekarang ini hampir semua jenis barang atau bahkan jika barang merupakan kontainer atau barang-barang break bulk, packing-packing besar maka menggunakan sistem tersebut. Dalam sistem ini tidak digunakan dalam barang-barang berbentuk curah dan cair yang mana pemuatannya atau pembongkarannya menggunakan selang, pipa atau peralatan bongkar muat lain semisal itu. Kelebihan dari sistem ini adalah memudahkan dalam hal kejelasan hak dan tanggung jawab pengangkut sehingga lebih jelas bila ada claim yang bertanggung jawab bila terjadi kerusakan barang�.
PT. Citra Baru Adi Nusantara berpedoman pada berbagai ketentuan seperti The Hague Rules 1924, The Hamburg Rules 1978 dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Berdasarkan Pasal 1 huruf e The Hague Rules 1924 yang berbunyi �Carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are discharge from the ship�, artinya bahwa pertanggungjawaban PT. Citra Baru Adi Nusantara adalah sejak saat barang dimuat sampai barang dibongkar. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) The Hamburg Rules 1978 yang berbunyi �The responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period duringwhich the carrier is in charge of the goods at the port of loading, during the carriage and the port of discharge�, artinya bahwa pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat berada dibawah penguasannya di pelabuhan pemuatan, selama berlangsungnya pengangkutan dan di pelabuhan pembongkaran.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang berbunyi �Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Dari dua peraturan internasional yang digunakan PT Citra Baru Adi Nusantara yaitu The Hague Rules 1924 dan The Hamburg Rules 1978, diketahui bahwa dibandingkan The Hague Rules 1924 pembahasannya lebih luas The Hamburg Rules 1978. Hal tersebut dikarenakan cakupan tanggung jawab dalam The Hamburg Rules 1978 meliputi saat berada di bawah penguasaannya di pelabuhan pemuatan, selama berlangsungnya pengangkutan dan di pelabuhan pembongkaran. Sedangkan dalam The Hague Rules 1924 cakupan tanggung jawabnya hanya meliputi saat barang dimuat sampai dibongkar. Pada awalnya memang diketahui bahwa The Hague Rules 1924 mulai digunakan pertama kali, kemudian muncul peraturan berikutnya yaitu The Hague-Visby Rules yang lahir karena adanya beberapa kelemahan dalam The Hague Rules yang sebagian besar dirasakan oleh pengangkut(Puspitawati et al., 2019). Seiring berjalannya waktu, muncul peraturan baru yaitu The Hamburg Rules yang lahir karena adanya kelemahan-kelemahan dalam The Hague-Visby Rules.
Sistem pertanggungjawaban dalam pengangkutan laut di Indonesia berubah menjadi Tackle to Tackle yang sebelumnya menganut While Carrier in Charge(Pelaksana, 2018). Hal tersebut terlihat dalam Pasal 80 ayat (1) sampai (3) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, yang berbunyi:
Kegiatan usaha bongkar muat barang sebagaimana dalam Pasal 79 ayat (2) huruf a merupakan kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar dan muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/delivery(NOVAN, 2019).
Kegiatan usaha bongkar muat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk bongkar muat barang di pelabuhan. Selain badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kegiatan bongkar muat barang-barang tertentu dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikannya.
Resiko atas kerusakan barang muatan dalam transportasi laut oleh PT. Citra Baru Adi Nusantara mayoritas disebabkan oleh beberapa faktor, yakni : faktor teknis dan faktor alam, Resiko yang mengakibatkan adanya kesalahan teknis maupun perencanaan yang tidak tepat dalam perencanaan kegiatan muatan.tersebut telah berusaha diminimalisir oleh PT. Citra Baru Adi Nusantara dengan pemeriksaaan terhadap barang muatan dari barang tersebut dimuat, dalam proses pengangkutan dan kegiatan bongkar. Keselamatan atas muatan barang juga didukung dengan keselamatan navigasi di atas kapal. Tanggung jawab PT. Citra Baru Adi Nusantara terhadap kerusakan barang yang diangkut dalam transportasi laut adalah melakukan upaya perencanaan, pemuatan
dan pemeriksaan atas keselamatan barang-barang yang dimuat di dalam kapalnya secara kontinyu. PT. Citra Baru Adi Nusantara juga telah mengasuransikan barang- barang muatannnya yang dituangkan dalam polis asuransi. Sistem pertanggungjawaban yang digunakan PT. Citra Baru Adi Nusantara adalah Tackle to Tackle, artinya sistem ini memberikan batasan mengenai tanggung jawab pengangkut yang dimulai pada saat pemuatan barang di pelabuhan pemuatan sampai dengan saat pembongkaran di pelabuhan tujuan. Alasan menggunakan sistem ini karena mensyaratkan adanya penyerahan barang sampai ke lambung kapal (overside delivery), dimana pengangkut atau kapal hanya bertanggung jawab sejak barang- barang tersebut dilepas atau ditaruh di darat oleh pihak pengangkut / kapal. Sistem yang digunakan PT PT. Citra Baru Adi Nusantara berpedoman pada ketentuan dalam The Hague Rules 1924, Hamburg Rules 1978 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Dalam hal ganti kerugian oleh PT Citra Baru Adi Nusantara, dasar perhitungan ganti kerugian yang digunakan dapat dikatakan bervariatif. Hal ini sesuai dengan yang ada dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. Namun kerusakan yang dapat dicover oleh PT Citra Baru Adi Nusantara hanya sampai dengan 80% dari harga nilai barang. apabila barang kiriman telah diasuransikan terlebih dahulu maka bisa dilakukan claim kepada pihak asuransi yang ditunjuk. Melalui asuransi ini, PT CITRA BARU ADI NUSANTARA tidak serta merta lepas tanggung jawab namun memberikan pendampingan. Pendampingan yang dilakukan adalah mengumpulkan buktibukti, history kejadian, foto-foto, file-file dokumen yang terkait dengan ekspor dan pengangkutan. Setelah semua berkas terkumpul, selanjutnya melakukan pelaporan kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk. PT CITRA BARU ADI NUSANTARA wajib memberikan tanggung jawab apabila terbukti kesalahan disebabkan olehnya, namun sebaliknya apabila tidak terbukti bersalah maka PT CITRA BARU ADI NUSANTARA tidak wajib memberikan tanggung jawab.
Al Bram, D. (2012).
Pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Tanggung Jawab Agen Pelayaran
Pt. Admiral Lines Sebagai Pengangkut Barang Dalam Perangkutan Laut Di Pelabuhan
Belawan. Jurnal Hukum & Pembangunan, 42(3), 318�335.
Emirzon, H. J., Sh, M., Is, M. S., & Shi, M. H. (2021). Hukum
Kontrak: Teori Dan Praktik. Prenada Media.
Gea, R. D. A. (2021). Pengaruh Kompetensi, Due
Proffesional Care, Dan Self Efficacy Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor
Akuntan Publik Di Kota Medan.
Gultom, E. R. (2017). Merefungsi Pengangkutan Laut Indonesia
Melalui Tol Laut Untuk Pembangunan Ekonomi Indonesia Timur. Develop, 1(2).
Hatta, M., Mochtar, D. A., & Az, M. G. (2021). Prinsip
Tanggung Jawab Pengangkut Pada Pengangkutan Laut Di Indonesia. Bhirawa Law
Journal, 2(1), 141�148.
Klassen, A. C., Creswell, J., Plano Clark, V. L., Smith, K.
C., & Meissner, H. I. (2012). Best Practices In Mixed Methods For Quality
Of Life Research. Quality Of Life Research, 21(3), 377�380.
Novan, P. (2019). Peranan Pt. Berlian Jasa Terminal Indonesia
Port Surabaya Dalam Kegiatan Penataan, Bongkar Muat Dan Pelayanan Kapal Container
(Peti Kemas) Dalam Upaya Pengiriman Barang Dan Memperlancar Sistem Tranportasi
Maritim Indonesia. Karya Tulis.
Pelaksana, R. (2018). Jurnal Institut Bpjs Ketenagakerjaan. Jurnal
Institut Bpjs Ketenagakerjaan Volume, 3(1).
Pradana, A. N. A. N., & Annisa, R. N. (2015). Menelaah
Waktu Terjadinya Resiko (Kehilangan/Kerusakan Barang) Dalam Praktik Proses
Pengangkutan Laut. Gema, 27(50), 61920.
Pujayanti, A., Roza, R., & Ip, S. (2019). Diplomasi
Indonesia Dan Pembangunan Konektivitas Maritim. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Puspitawati, D., Meirina, R., & Susanto, F. A. (2019). Hukum
Maritim. Universitas Brawijaya Press.
Rian, M. (2019). Analisis Yuridis Tentang Asuransi
Kendaraan Bermotor Dilihat Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pada Pt.
Asuransi Jasa Indonesia. Universitas Dharmawangsa.
Setyawati, D. A., Ali, D., & Rasyid, M. N. (2017).
Perlindungan Bagi Hak Konsumen Dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Perjanjian
Transaksi Elektronik. Syiah Kuala Law Journal, 1(3), 46�64.
Soepandi, T. (2016). Teknologi Hasil Pertanian.
Suryani, A. (2020). Analisis Peranan Freight Forwarder
Dalam Proses Pengiriman Barang Ekspor Melalui Transportasi Laut Pt. Deros Indah
Prima. Stiamak Barunawati Surabaya.
Copyright holder: Elly Kusumawati, Dwi
Haryanto, Elise Dwi Lestari (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |