Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

FAKTOR IKATAN SOSIAL ANTAR SISWA SMK GANESA SATRIA 2 DEPOK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI KONTROL SOSIAL SEKOLAH

 

Desy Citra Sari, Indera Ratna irawati Pattinasarany

Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini mengkaji tentang faktor ikatan sosial yang terdapat pada siswa SMK dan implikasi dari faktor ikatan sosial yang terbentuk terhadap strategi sekolah dalam melakukan kontrol sosial di SMK Ganesa Satria 2 Depok. Pendekatanpenelitian yang digunakan adalah pendekatankualitatif dan metode studi kasus intrinsik.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunaan observasi dan wawancaramendalam pada guru, siswa, dan orang tua di sekolah tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor ikatan sosial seperti solidaritas yang kuat, adanya ancaman kekerasan, senioritas dalam kelompok. Kurangnya pendekatan unit penyelenggara sekolah,kurangnya kedekatan emosional siswa dengan keluarga, dan pencarian eksistensi diri menjadifaktor ikatan sosial�� antara siswa dengan kelompok bermainnyadi sekolah semakin kuat. Adapun strategi yang dilakukan sekolah adalah dengan menggunakan sosialisasi nilai,sanksi sosialyang sifatnya preventif-represif, dan penguatan jaringan sistem disiplin dalam kontrol sosial sekolah.

 

Kata kunci: Kontrol Sosial, Ikatan Sosial, Siswa, SMK

 

Abstract

This research is about social bond factors in vocational high school students and the implication of social bonds� factors which formed toward school strategy in doing social control at SMK Ganesa Satria 2 Depok. The research approach is qualitative, and the method is a instrinsic case study.The Data collection technique in this research used observation and deep interviews with teachers, students, and student parents in that school. The result of this research has shown that bond society�s factors like strong solidarity, threats of violence, seniority in a group, lack of school approach, lack of emotional attachment between students and their family, and self-existence search make the social bond between students and peer group in school is stronger. The strategy that has been doing by the school are used value socialization, social sanction in preventive- repressive, andstrengthening the disciplinary system net in school social control.

 

Keywords: Social Control, Social Bond, Student, Vocational High School

 

 

Pendahuluan

Aspek pendidikan dalam kehidupan masyarakat merupakan aspek yang vital. Dimana pendidikan memiliki peranan yang penting dalam membentuk kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendidikan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan adanya kemajuan dimasyarakat tidak lepas dari sektor pendidikan yang salah satu fungsinya adalah untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Fungsi sektor pendidikan ini juga sejalan dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi;

�Pendidikan nasionalberfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, pasal 3).

Lembaga pendidikan dalam prosesnya, harus memiliki program yang berdasarkan tujuan umum yakni diturunkan berdasarkan tiga sumber yaitu; membentuk manusia, menciptakan manusia pembangunan, manusia yang berkepribadian, manusia yang memiliki rasa tanggung jawab, dan sebagainya( Idi, 2011).Hal ini dikarenakan lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menghubungkan peserta didik dengan masyarakat. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Emile Durkheim yaknifungsi sekolah adalah mempersatukanpeserta didikdengan masyarakat dengan guru sebagai penengah atau perantaraantara peserta didik dengan masyarakat ( Macallister, 2014).

Menyukseskan tujuan pendidikan harus dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek. Diantaranya adalah norma yang mengatur peserta didik agar berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu sistem disiplin sebagai bentuk normasekolahsangat diperlukan dan bersifat vitaldalam kontrol sosial terhadap peserta didik (Macallister, 2014). Adanya integrasi yang baik antar elemen komponen pendidikan seperti unit penyelenggara sekolah, orang tua siswa,hingga�� siswa itu sendiri sangat diperlukan. Tanpa adanya integrasi yang baik, maka sosialisasi norma sekolah kepada siswa tidak akan efektif. Selain itu, unit penyelenggara sekolah harus mampu membangun ikatan sosial dengan siswa. Hal ini sejalan dengan konsep Hirschi ( dalam Steward, 2003) bahwa adanya ikatan sosial antara siswa dengan sekolah memiliki implikasi terhadap perilaku mereka. Adanya hubungan informal antara siswa denganguru dan staf sekolahberpengaruh pada perilaku mereka yang lebih mudah untuk dikendalikan. Hal ini dikarenakan adanya keterikatan emosional dengan unitguru dan staf sehingga pelanggaran norma sekolah yang dilakukan siswa rendah ( Fisher et al.,2018). Lebih lanjut, Hirschi mengemukakan perlunya empat jenis ikatan sosial yang dapat menentukan perilaku individu dimasyarakat (Siahaan, 2009),diantaranya adalah; pertama, keterikatan kepada orang lain seperti orang tua, sekolah, atau teman sepermainan. Kedua, adanya komitmen terhadap Batasan-batasantindakan konvensional yang berlaku dimasyarakat. Ketiga, keterlibatan dalam kegiatan konvensional. Terakhir, keempat adalahadanya kepercayaan terhadap norma yang melarang perbuatan jahat dan menyimpang.Pernyataan ini juga didukung olehSampson & Laub (dalamSteward, 2003)yang berpendapat bahwaadanya ikatan sosialyang kuatantara siswa dengan institusi seperti sekolah dan keluarga membuatsemakin kecil kemungkinansiswa terjerumus dengan perilaku yang bermasalah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ikatan sosial yang kuat antara guru dengan siswa dapat berimplikasi positif pada proses kontrol sosial.

Kontrol sosial sendirimenurut Soerjono Soekanto adalahproses yang sifatnyadirencanakan atau tidak direncanakan, mendidik, bahkan hingga memaksa individu untuk mematuhinilai dan norma yang berlaku dimasyarakat (soekanto, 2016).Pada prosesnya, sosialisasiadalah tahap penting dalam kontrol sosial. Lebih lanjut, Marshal B. Clinard dan Robert F.Meier menjelaskan dalam bukunya yang berjudulSociology of Deviant Behaviorbahwa seseorang berperilaku menyimpang tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi dikarenakan adanya pengaruh sosialisasi ( Clinard & Meier, 2008). Bagi mereka, perilaku sosial adalah sesuatu yang �diperoleh�. Orang-orang memodifikasi perilaku mereka berdasarkanekspetasiterkait nilai dan norma yang berkembang dimasyarakat yang pada hakikatnya merupakan produk interaksi sosial. Melaluisosialisasi, individu belajar untuk menjalankan suatuperan yang ada dimasyarakat seperti; suami, istri, guru, dan sebagianya. Tetapi, melalui sosialisasi individu juga dapat belajar untuk menjalankan peran yang menyimpang dimasyarakat (Clinard & Meier, 2008). Agen sosialisasidalam proses inilah yang mempengaruhi bagaimana individu berperilaku. Terkait sosialisasi,Hirschi menyatakan bahwa adanya perilaku menyimpang yang dilakukan individudari nilai dan norma dimasyarakat akibat terjadinya kegagalan proses sosialisasi yang dilakukan oleh agen sosialisasi seperti; keluarga, sekolah, dan kelompok sosial dominan lainnya (Hasugian & Hasmira, 2019).Tidak tersampaikannya dengan benartujuan atau pesan dari sosialisasi inilah yang membuat individu pada akhirnya tidak berperilakukonformisatau menyimpang.

Terkait perilaku menyimpang padasiswa, fenomena tersebut�� banyak dijumpai diberbagai sekolahtidak terkecuali SMK Ganesa Satria 2 Depok. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan siswa seperti sering terlambat ke sekolah, bolos, merokok, pemalakan , hingga tawuran terjadi di sekolah ini. Adanya kasus perilaku menyimpang siswamembuat nama sekolah yang sempat menjadi sekolah kejuruan terbesar di kota Depok ini mendapat pandangan negatif dari masyarakat. Hingga pada akhirnya pandangan tersebut berimplikasi pada penurunan jumlah pendaftar di sekolah tersebut. Terdapat beberapa aturan yangpaling tinggi intensitasnya dilanggar oleh siswa.

Berikut adalah pelanggaran yang tercatat dalam dokumen sekolah dari bulan Juni 2020 � Mei 2021:

 

 

������������������������������ �����������������������Tabel 1

Data Perilaku Menyimpang Siswa SMK Ganesa Satria 2 Bulan Juni 2020- Mei 2021

No

Jenis pelanggaran

Jumlah siswa

1

Bolos sekolah

10

2

Tawuran

12

3

Merokok

5

4

Pemalakan

25

5

Terlambat

15

 

Layaknya sekolah lain, unit penyelenggara sekolah seperti guru sudah berupaya agardapat menekan perilaku menyimpang siswa. Tetapi, adanya ikatan sosial yang kuat antara siswa dengan kelompok bermainnya (peer group) sering kali membuat siswa mengacuhkannorma tertulis sekolah yang sudah dibuat.

Berawal dari fenomena tersebut, penulis ingin mengkaji tentang; (1) Bagaimana factor ikatan social yang terdapat pada siswa SMK Ganesa Satria 2 dapat terbentuk (2) Menganalisa bagaimana startegi unit penyelenggara sekolah dalam melakukan kontrol sosial terkait pelanggaran yang dilakukan siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisa bagaimana ikatan sosial antar siswa dapat terbentuk menjadi kuat. (2) kontrol sosial seperti apa yang di terapkan oleh unit penyelenggara SMK 2 Ganesa Satria

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik.Menurut Creswell, melalui metode studi kasus intrinsik peneliti memilih suatu persoalan atau kasus dan dapat fokus pada kasus itu sendiri (Creswell, 2015). Contoh dari jenis studi kasus seperti ini adalah mengevaluasi program sekolah ataupun siswa yang bermasalah. ��Pada prosesnya, penulis melakukan penelitian dimulai dari bulan Januari 2020 hingga Agustus 2021. Selanjutnya,teknik pegambilan sampel adalah dengan menggunakancara snowball sampling, yaitu mendapatkan informanyang mulanya sedikit, lama-lama menjadi banyak berdasarkan rekomendasi dan hasil wawancara dengan informan. Para informan dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah,Wakil Kepala Sekolah�� Bidang Kesiswaan, guru mata pelajaran,siswa, dan orang tua siswa. Total dari jumlah informan dalam penelitian ini adalah 20 informan. Teknik pengumpulan datadalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara mendalam Sedangkan untuk validasi data, penulismenggunakan teknik triangulasi data yang merupakan proses pengecekan data dari berbagai sumber, cara dan waktu (Sugiyono, 2009).

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Faktor Terbentuknya Ikatan Sosial Siswa SMK Ganesa Satria 2

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya ikatan sosial pada siswa SMK Ganesa Satria 2 Depok adalah;

1.   Perasaan solidaritas antar anggota kelompok

Adanya perasaaan solidaritas yang tinggi antara anggota kelompok sepermainan (peer group) membuat siswa saling membela�� dan berusaha membantu antara satu dengan yang lainnya ketika ada yang mendapat masalah. Sayangnya perasaan solidaritas tersebut sering menjerumuskan siswa untukberperilaku menyimpang dan melanggar norma sekolah seperti; membolos jam pelajaran, tawuran atau perkelahian antar pelajar, merokok, dan sebagainya.Hal ini sejalan dengan penelitian (Partiwi et al., 2017) yang menyatakan bahwalingkungan pergaulan atau pertemanan di luar sekolah�� menunjang perilaku menyimpang siswa. Adanya hasutan teman sepermainan dan ejekan apabila tidak ikut kebiasaan anggota kelompok membuat siswamengabaikan norma yang berlaku.

2.   Adanya ancaman kekerasan dari pelajar sekolah lain

Maraknya kekerasan antar pemuda atau pelajar SMK menjadi salah satu penyebab ikatan sosial siswa menjadi kuat. Para siswa siswa membentuk suatu � basisatau kelompok berdasarkan nama wilayah tempat tinggal mereka seperti : basis cisalak dan basis margonda. Basis tersebut memunculkan adanya perilaku saling menunggu satu sama lainnya Ketika mereka ingin pergi dan pulang sekolah. Menurut pengakuan informan siswa. Perlaku bertujuan agar mereka dapat saling melindungi dari prilaku jahat siswa dari sekolah lain Ketika sedang naik angkutan umum. saya dan temanteman harus saling menunggu pas pergi sekolah biar tidak di ganggu anak sekolah lain pas di bus, tiap daerah biasanya ada basisnya (informan siswa, 2021)� Adanya fenomena ini menyebabkan siswa terpaksa terlambat dating ke sekolah dan mengabaikan norma sekolah. Mereka berfikir lebih baik terlambat dari pada menghadapi resiko bahaya pergi sendiri sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Eko Setiawan (Setiawan, 2015) yakniadanya ancamandan kesulitan yang dirasakan oleh pelajardi lingkungannya membuat solidaritas dan ikatan sosial siswa semakin menguat. Perasaantakutakan adanya ancaman dari luar kelompok mereka membuat mereka membentuk suatubasis ( kelompok) yang fungsinya adalah untuk saling melindungi antara satu- dengan yang lainnya.

3.   Senioritas dalam Kelompok Pergaulan di Sekolah

Adanya senioritas dalam kelompok�� pergaulan siswa (peer group) membuatikatan sosial siswa dengan kelompoknya semakin meningkat. Siswa yang harus mematuhi peraturan kelompoknyaterutama kepada senior atau kakakkelas mereka. Kepatuhan ini juga termasuk apabila harus melanggar peraturan sekolah seperti; merokok, tawuran, bolos atau tidak masukkelas saat jam pelajaran berlangsung. Mereka segan untuk menolakkarena takut dibully. Hal ini juga terjadi pada informan siswa di SMK Ganesa Satria 2. Adanya perasaan takut dikucilkan oleh kakakkelas dan dibully membuat siswa berupaya untuk mendekatkan diri dengan kakak kelas dankelompok mereka (peer group). biar gak dikucilin sih bu, sama kalau ada yang mau ngisengin atau ganggu juga gak berani( informan siswa ,2020)� Fakta tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo(Prasetyo, 2017) dimana saat siswa sudah berbaurke dalam suatulingkungan sekolah, maka mau tidak- mau mereka harus beradaptasi dengan sistem senioritas yang ada di sekolahnya. Siswa dituntut untuk melakukan tradisi dan budaya yang sudah turun-temurun disosialisasikan oleh kakak kelas mereka di sekolah.

4.   Kurangnya Pendekatan Unit Penyelenggara Sekolah Terhadap Siswa

Kurangnya pendekatan yang dilakukan oleh pihak sekolah seperti guru menjadi salah satu penyebabdominasi siswa memiliki keterikatan emosional lebih besar kepada kelompok pergaulannya. Salah satu guru yang menjadi informan penulis menuturkan permasalahan ini kepada penulisguru sekolah swasta itu jarang menetap di sekolah karena ngajar di berbagai tempat. Jadi kalau nerapin aturanke siswasering tidak bisa konsisten karena pengawasan lemah.� (informan guru, 2021). Dengan kurangnyapola sosialisasi yang konsisten dari guru terhadap siswa, menimbulkan kurangnyaikatan sosial siswa�� dengan pihak sekolah.Lemahnyaikatan sosial ini pada akhirnya dapat menjerumuskan siswa pada ikatan sosial dengan kelompok pergaulan yang cenderung berperilaku negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian Gerlinger dan Hipp(Gerlinger & Hipp, 2020) yang menyatakan bahwalemahnyaikatan sosial siswa dengan sekolah dapat memicu tindakan perilaku menyimpang siswa. Oleh karena itu, adanya upaya membangun kedekatan emosionaldapat mencegah perilakumenyimpang yang dilakukan siswa.Hal ini dikarenakan Sekolah dianggap memiliki peran besarsebagai agen sosialisasi norma terhadap siswa.

5.   Kurangnya kedekatan semosional siswa dengan keluarga

Kurangnya kedekatan emosional antara siswa dan keluarga menjadi salah satu penyebab siswalebih memilih untuk menghabiskan banyak waktu dengan teman bermainnya. (peer group). Mulai dari orang tua siswa yang sibuk mencari nafkah,orang tua yang sudah bercerai dan pisah rumah (broken home), hingga orang tua yang tidak berani menegur anaknya. Hal tersebut membuat siswa lebih sulit untuk diatur dan dapat dengan mudah terpengaruh dengan lingkungan pergaulan yang buruk. Salah satu informan siswa menuturkan bahwa ia merasa lebih dekat dengan teman -temannya di bandingkan dengan keluarganya. saya sama orang tua saya biasa aja sih bu, kadang jarang ketemu karen sibuk kerja. Saya tinggal sama nenek saya karena orang tua saya masing � masing udah nikah lagi(informan siswa, 2020). Fenomena ini sejalan dengan penelitian Drake et al., (dalam Yuksek & Solakglu. 2016) yang menyatakan bahwaanak-anak yang memiliki ikatan sosial atau kedekatan emosional denganorang tua merekaakan memiliki�� kecenderungan perilaku menyimpang lebih rendah. Terlebih apabila keluarga siswa memiliki perilaku yang positif.

 

6.Pencarian eksistensi diri

Adanya keinginan siswa yang ingin mencari eksistensi menjadi jalan pembuka kuatnya ikatan sosial siswa dengan kelompok pergaulannya. Hal ini terjadi pada salah satu informan siswa yang merasa dengan mengakrabkan diri dengan kelompok�� atau geng kakak kelasnya akan membantu ia menjadi terkenal diantara teman-temannya. saya dekat dengangeng senior biar bisa eksis juga bu di sekolah� (informan siswa, 2020). Fenomena ini sejalan dengan analisaVinenda et al., (Vinenda et al., 2016) yang menyatakan bahwa terdapatbeberapa faktor-faktor yangdapat membuat individu tertarik bergabung dalam suatu kelompok sosial, yang diantaranyaadalah;faktor kesamaan karakter, faktor tekanan emosi, faktor kekeluargaan, faktor kedekatan, faktor untum memperoleh suatu penghargaan, dan faktor isolasi sosial.

Jaringan Sistem Disiplindalam Kontrol Sosial

Kontrolsosial yang dilakukan terhadap siswa tidakhanya dapat dilakukanoleh lembaga sekolahbegitu saja. Pada prosesnya, terdapat banyak stakeholder yang terlibat dari sistem masyarakat yang terlibat. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat terdapat banyak agen kontrol sosial yang berfungsi untuk menjaga anggota masyarakat tetap patuh pada normayang telah ditetapkan masyarakat secara universal. Oleh karena itu, adanya integrasi yang baik antara pihak internallembaga sekolah dengan stakeholder eksternalsangat diperlukan. Mengadaptasi konsep Decoteu J.Irby(Irby, 2014), terdapat beberapa level jaringan disiplin yang berlaku dimasyarakat. Levelpaling atas yakni level pertama adalah posisi yang diisi oleh kelompok yang paling banyak berinteraksi dengan siswa yakni; guru,orang tua siswa, dan kelompok bermain siswa.

Posis level kedua diisi oleh kelompok professional seperti kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan konselor siswa. Level ketiga diisi oleh Lembaga hukum yakni Lembaga kepolisian dan organisasi masyarakat. Sedangkan level terbawah diisi oleh pemerintah pusat dan undang-undang. Semakintinggi levelnya, maka semakin sering kelompok tersebut berinteraksi dengan siswa dan merupakan garda terdepan dalam proses kontrol sosial. Sebaliknya, semakin rendah posisinya, maka intensitas interaksi antara kelompok tersebut dengan siswa semakin rendah.

 

 

 

Gambar 1��

Model Level Jaringan Sistem Disiplin

 

Berdasarkan observasi penulis, model sistem disiplin yang diterapkan oleh unit penyelenggara SMK Ganesa satria 2 adalah seperti yang dikemukakan Irby.Guru,orang tua siswa, dan teman bermain (peer group) adalahsebagai garda terdepan dalam melakukan proses kontrol sosial terhadap perilaku siswa. Mereka memiliki peran penting dalam mensosialisasikan nilai dan norma agar siswa tidakberperilaku menyimpang. Selain itu, kelompok pada level satu juga memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter siswa. Apabila siswa sudah tidak bisa ditangani oleh guru dan orang tua, maka kepala sekolah dan wakil kepala sekolah akan memberikan keputusansanksi apa yang akan diberikan kepada siswa. Pada beberapa kasus, ketika siswa melanggar aturan atau berperilaku menyimpang di luar lingkungan sekolah, makalembaga hukum seperti lembaga kepolisian akan mengambil alih dalam melakukan kontrol sosial.

Strategi Kontrol Sosial Oleh Unit Penyelenggara SMK Ganesa Satria 2

Dengan adanya ikatan sosial siswa dengan kelompok pergaulannya, unit penyelenggara sekolah seperti wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan guru berupaya untuk menyusun strategi kontrol sosial untuk meredam dampak negatif dari ikatan sosial antar siswa tersebut.�� Strategi ini bertujuan untuk menekan perilaku siswa yang menyimpang dari norma yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Berdasarkan hasil observasi penulis, strategi tersebut diantaranya; internalisasi nilai norma, kontrol sosial formal, dan kontrol sosial informal. Hal ini sejalan denganpendapat Clinard dan Meier terkait proses kontrol sosial yang terdiri dari adanya tahapan internalisasi pada diri individu dan adanya sanksi sosial yang diberikan (Clinard & Meier, 2008). Sanksi sosial dapat bersifat positif apabila individu berperilaku konformis. Sebaliknya, apabila perilaku individu menyimpang maka akan diberikansanksi negatif. Selain itu sanksi sosial dapat bersifat formal maupun informal. SoerjonoSoekanto juga membagi jenis kontrolsosial�� berdasarkan sifatnya menjadi dua; yakni kontrol sosial preventif dan represif (Soekanto, 2016). Berikut beberapa strategi kontrol sosial yang diimplementasikan guru SMK Ganesa satria 2 dalam menangani permasalahan tersebut;

 

Kontrol Sosial Preventif

Adanya Sosialisasi Nilai dan Norma Sekolah KepadaSiswa

Adanya sosialisasi nilai dan norma yang dibuat oleh unit penyelenggara sekolah dilakukan sejak siswa dinyatakan resmi menjadi pelajar di sekolah tersebut. Pihak sekolah memberikan daftar peraturan yang harus dipatuhi siswa. Saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru juga selalu berusaha untuk menasehati siswa agar bersikap baik dan tidak melanggar aturan sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Clianard dan Meier bahwaguru adalah salah satu agen kontrol sosial yang memiliki peranpenting dalam proses sosialisasi(Clinard & Meier, 2008).

 

Integrasi Unit Penyelenggara Sekolah dengan Orang Tua Siswa

Guru di sekolah tersebut berupaya membangun komunikasi dengan orang tua siswaterkait proses kontrol sosial. Dalam hal ini, wali kelas memiliki peran dalam mewakili sekolah untuk berkomunikasi dengan orang tua. Untuk memudahkan komunikasi,wali kelas akan menggunakan platform media sosialseperti whatsappdan membuat grup yang anggotanya adalah orang tua siswa. Grup whatsappdifungsikansebagaialat untuk menyampaikan informasi terkait kegiatan siswa di sekolah, sosialisasi peraturan sekolah, dan informasi pelanggaran yang dilakukan siswa di sekolah.Selain melalui platform media sosial, wali kelas juga biasanya akan meminta orang tua siswa untuk datang ke sekolah apabila siswa sudah sering mmelanggar aturan. Hal ini bertujuan untuk mencarikan solusi yang tepatbagi siswa.

Adanya komunikasi yang dibangun antaraguru dan orang tua siswa dikarenakan dua agenkontrol sosial tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri untuk mengawasi siswa. Selain guru, orang tua juga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Hughes dan Nope (dalam Fitaqilah, 2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakter anak dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Keluarga yangmemiliki kebiasaan dan perilaku positif akan memberikan dampak positifyang baik bagi anak, begitupun sebaliknya. Integrasi yang dibangun antara keduanya diharapkan dapat membuat kontrol sosial terhadap siswa lebih efektif.

 

Sanksi sosial Positif

Sanksi sosial positif adalah sanksi yang diberikan kepada siswa apabila berperilakukonformis atau tidak menyimpang. Tujuan dari adanya sanksi ini adalah untuk menstimulus siswa agar lebih rajin belajar dan tidak melanggar peraturan sekolah. Saat ini,di sekolah tersebut belum ada sanksi sosial positif yang diterapkan secara resmi oleh unit penyelenggara sekolah. Hal ini dikarenakan keterbatasananggaran biaya. Menurut informan guru, hanya beberapa guru saja berinisiatif memberikan hadiah kepada siswa dengan menggunakan uang mereka sendiri. kalua resmi dari sekolah belum ada, Basanya hanya beberapa guru aja sih kayak wali kelas. Kasih hadiah kayak buku tulis atau pulsa dua puluh ribu, itupun juga tidak rutin (informan guru, 2021). Mayoritas guru hanya memberikan pujian kepada siswa ketika mereka berperilaku baik.

 

Kontrol Sosial Represif

Adanya pemberian sanksi sosial negative

Adanya pemberian sanksi sosial negatif dari guru kepada siswa di lakukan agar memberikan efek jera kepada siswa. Sanksi negative yang di berikan dapat bersifat formal maupun informal. Sanksi formal adalah sanksi yang diberikan sesuai dengan norma tertulis sekolah ; seperti ; surat pemanggilan siswa dan hukuman fisik ( menghapal ayat Al Qur�an, rambut dicukur, dan lari keliling lapangan ). Sedangkan sanksi informal yang diberikan oleh guru kepada siswa diantaranya: Sindirian dan teguran.

Kesimpulan

Ikatan sosial individu dengan orang lain memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan bagaimana perilkau individu tersebut di lingkunganya. Apakah akan berperilaku konfirmasi atau menyimpang dari nilai dan norma masyarakat. Dalam dunia Pendidikan, ikatan sosial siswa terhadap orang lain mempengaruhi karakter dan perilaku mereka. Tak terkecuali siswa SMK Ganesa Satria 2. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan siswa di sekolah tersebut sering melanggar norma tertulis sekolah, diantaranya adalah; adanya perasaaan solidaritas antar kelompok, adanya ancaman kekerasan dari pelajar sekolah lain, senioritas dalam kelompok pergaulandi sekolah, kurangnya pendekatan unit penyelenggara sekolahdengan siswa, kurangnya kedekatan emosional siswadengan keluarga mereka, dan adanya proses pencarian eksistensi diri. Dengan semua faktor tersebut, unit penyelenggara sekolah seperti guru dan administrator harus dapat menyusun strategi kontrol sosial yang efektif agar dapat menekan perilaku menyimpang siswa akibat dari implikasi ikatan sosial tersebut. Adanya pertimbangan terkait ikatan sosial yang terbentuk sangat penting dilakukan agar penerapan kontrol sosial dapat berhasil diterapkan. Hal ini sangatlah penting untuk menjaga eksistensi sekolah sebagai salah satu agen sosialisasi tetap terjaga. Dalam praktiknya sampai saat ini, pihak sekolah berupaya melakukan beberapa strategi seperti; adanya sosialisasi nilai dan kontrol sosial yang bersifat preventif maupun represif.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

B. Clinard, Marshall &Meier,Robert F.(2008). Sociology Of Deviant Behavior.

Usa:Thomson Wadsworth.

 

Creswell, John W. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

 

Benjamin W. Fisher, Joseph H. Gardella, Dan Emily E. Tanner-Smith. (2019). � Social

Control In School : The Relationship Between School Security Measures And Informal Social Control Mechanisms. Journal Of School Violence. 18 (3) : 347-361.

 

Fitakilah,Sirna. (2017). "Peran Orang Tua Dan Guru Dalam Upaya Pengendalian

Perilaku Menyimpang Siswa Smp Islam Al-Istiqomah Depok".Sosietas 7(1): 359-365.

 

Gerlinger, Julie & Hipp, John R. (2020). Schools And Neighborhood Crime : The Effects

OfDropouts And High- Performing Schools On Juvenile Crime. The Social Science

Journal. Doi: 10.1080/03623319.2020.1744951

 

Hasugian, Santalia&Hasmira, Mira Hasti. (2019)."Faktor-Faktor Penyebab

Kepatuhan Siswa Kelas XiDalam Mematuhi Peraturan Di Sma Negeri 2 Bukittinggi".

Jurnal Perspektif 2(3):186-197.

 

Idi, Abdullah. (2011). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

 

Irby, Decoteau J. (2014). �Trouble At School: Understanding School Discipline Systems

As Nets Of Social Control.� Equity & Excellence In Education 47(4):513�30.

 

Macallister, James. (2014)."Why Discipline To Be Reclaimed As An Educational

Concept".Educational Studies.40(4).438-451.

 

M.S Siahaan, Jokie. (2009). Perilaku Menyimpang Pendekatan Sosiologi. Jakarta :

Pt Indeks.

 

Partiwi, Sri Uji; Bahari, Yohanes;Parijo.(2017).Model Pengendalian Sosial Pelanggaran��

Disiplin Sekolah Di Sma Negeri 8 Pontianak. Khatulistiwa. 6 (5).

 

Prasetyo, A. S. (2017). Konstruksi Sosial Atas Kekerasan Di

Sekolah: Analisa �Tradisi�kekerasan Di Smk Sint Joseph,

�� Jakarta. Studia Philosophica Et Theologica, 17(2), 142-162.

 

Setiawan, Eko. (2015).Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Tawuran

�� Pelajar. Jurnal Psikologi Islam. 12(2).

 

 

Soekanto,Soerjono.(2016).Pokok-Pokok Sosiologi Hukum.Jakarta:Pt Raja Grafindo

Persada

 

Sugiyono.(2009).Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R &D. Bandung

: Alfabeta.

 

Stewart, Eric A. (2003). �School Social Bonds, School Climate, And School

Misbehavior: A Multilevel Analysis.� Justice Quarterly 20(3):575�604.

 

Undang-Undang No 23 Tahun 2003TentangSistem Pendidikan Nasional.

 

�� Vinenda, A. N., Suryawati, I. A., & Purnawan, N. L. (2016). Faktor Pendorong

��� Tergabungnya Remaja Dalam Kelompok Sosial Pertemanan: Studi Atraksi Interpersonal

�� Pada Geng Plecing Crew (Plc) Sman 2 Denpasar. Di Unduh Dari Https://Ojs. Unud. Ac

�� . Id/Index. Php/Komunikasi/Arti Cle/View/23916/15632.

 

Yuksek,Durmus A & Solakoglu,Ozgur.(2016). The Relative Influence Of Parental

�� Attachment, Peer Attaxhment, School Attachment, And School Alienation On

�� Delinquency Among High School Students In Turkey. Deviant Behavior. 37(7).723-

�� 747.��������������������������������������

Copyright holder:

Desy Citra Sari, Indera Ratna irawati Pattinasaran (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: