Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 7, Juli 2022
ANALISIS INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP (IKLH) DI DKI JAKARTA TAHUN 2019-2021
Bella Kusuma Dewi, Laila Fitria
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Kualitas lingkungan hidup merupakan suatu kondisi atau keadaan wilayah sekitar yang berpotensi untuk mengembangkan kualitas hidup. Kualitas lingkungan hidup saat ini dinilai secara kuantitatif menggunakan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). IKLH dapat digunakan sebagai indikator kinerja program perbaikan kualitas lingkungan hidup di daerah. Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terutama pada negara berkembang mulai dari aspek kesehatan, lingkungan, politik hingga ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kondisi kualitas lingkungan hidup di Provinsi DKI Jakarta pada kurun waktu 2019-2021 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time trend) dengan unit analisisinya adalah kota. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh kota/kabupaten yang ada di DKI Jakarta yang berjumlah 5 Kota dan 1 Kabupaten. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta dan Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil analisis deskriptif menunjukkan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2019-2021 mengalami peningkatan pada Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Air Laut (IKAL), Indeks Kualitas Tutup Lahan (IKTL) diiringi pula dengan peningkatan sanitasi dan indeks pembangunan manusia (IPM) serta mengalami penurunan pada Indeks Kualitas Udara (IKU) diiringi dengan peningkatan jumlah transportasi. Pemerintah daerah diharapkan menerapkan kebijakan tentang pembatasan jumlah kendaraan pribadi dan dapat mengembangkan layanan sanitasi yang layak.
Kata Kunci: Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH); Indeks Kualitas Air (IKA); Indeks Kualitas Air Laut (IKAL); Indeks Kualitas Tutup Lahan (IKTL); Indeks Kualitas Udara (IKU)
Abstract
Environmental quality is a condition of the
surrounding area which has the potential to develop quality of life.
Environmental quality is currently assessed quantitatively using the
Environmental Quality Index (EQI). EQI can be used as a performance indicator
of environmental quality improvement programs in the regions. Furthermore,
there are several factors which affect the quality of life; especially, in
developing countries, ranging from health, environmental, political to economic
aspects. The aim of this study is that to describe the condition of
environmental quality in DKI Jakarta Province in the period 2019-2021 and the
factors which influence it. This study used an ecological study design based on
time (time trend) with the unit of analysis was the city. The population and
sample of this study were all cities/districts in DKI Jakarta, which amounted
to 5 cities and 1 district. In addition, the data used were secondary data
obtained from the DKI Jakarta Provincial Environmental Service (DLH) and the Central
Statistics Agency (BPS). The result of the descriptive analysis shows that the
environmental quality index (EQI) in DKI Jakarta in the period 2019-2021 has
increased in the Water Quality Index (WQI), Sea Water Quality Index (SWQI),
Land Cover Quality Index (LCQI) accompanied by an increase sanitation and human
development index (HDI) and decreased in the Air Quality Index (AQI)
accompanied by an increase in the number of transportation. The local
government is expected to implement a policy on limiting the number of private
vehicles and be able to develop proper sanitation services.
Keywords: Environmental Quality
Index (EQI); Water Quality Index (WQI); Sea Water Quality Index (SWQI); Land
Cover Quality Index (LCQI); Air Quality Index (AQI)
Pendahuluan
Lingkungan hidup merupakan isu penting dan kompleks. Kerusakan lingkungan dapat dikatakan sebagai bencana yang merugikan mesyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Permasalahan lingkungan dapat disebabkan oleh faktor perubahan alam maupun perilaku manusia terhadap lingkungan alam. Permasalahan lingkungan hidup di antaranya adalah kelangkaan dan buruknya kualitas sumber daya air, lahan, maupun kualitas udara (BPS, 2019). Apabila kerusakan lingkungan tidak segera diatasi, maka hal itu memungkinkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup yang dapat menimbulkan kerugian. Salah satu dampak penurunan kualitas lingkungan hidup yaitu terhadap aspek kesehatan, yang mana dapat menyebabkan munculnya penyakit berbasis lingkungan seperti diare, demam berdarah dengue, leptospirosis dan lain-lain (Hidayati et al., 2022).
Kualitas lingkungan hidup saat ini dinilai secara kuantitatif menggunakan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). IKLH ini diadopsi dari beberapa sumber diantaranya Environmental Performance Index (EPI) yang dikembangkan oleh sebuah pusat studi di Yale University yaitu Yale Center for Environmental Law and Policy beserta Colombia University (Center for International Earth Science Information Network) yang berkolaborasi dengan World Economic Forum dan Joint Research Center of the European Commission (Pusat Penelitian LH IPB, 2012).
IKLH dapat digunakan untuk sebagai indikator kinerja program perbaikan kualitas lingkungan hidup di daerah. Selain itu, IKLH juga dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam mendukung proses pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Dinas LH dan Kehutanan DIY, 2019). Untuk mengukur kualitas lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung IKLH yang merupakan evaluator umum kualitas lingkungan hidup negara. IKLH terdiri dari 4 dimensi penyusun yaitu indeks kualitas air, indeks kualitas air laut, indeks kualitas tutup lahan, dan indeks kualitas udara (DLH Daerah DKI Jakarta, 2020).
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terutama pada negara berkembang yaitu pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara/GDP, jumlah angka kematian dan kelahiran, politik negara yang berhubungan dengan kebijakan yang diambil, investasi asing, transportasi dan konsumsi energi perkapita (Fakher, 2019). Laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan. Meningkatnya kepadatan penduduk yang cepat akan menyebabkan makin besarnya kebutuhan diantaranya kebutuhan akan lahan tempat tinggal, air untuk kehidupan sehari-hari, dan udara yang bersih.
Kebutuhan lahan tempat tinggal diikuti peningkatan persentase perumahan akan berdampak pada kualitas lingkungan hidup apabila tidak memiliki sarana dan prasarana yang baik (Kusumaningrum et al., 2008). Menurut Suriawiria (2003) berbagai kegiatan yang terjadi di lingkungan hidup seperti pembangunan, rumah tangga, dan industri akan menghasilkan limbah yang akan menurunkan kualitas air sungai. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat diiringi dengan pembangunan dan sarana transportasi yang meningkat akan menghasilkan polutan yang menyebabkan menurunnya kualitas udara (Dotulong et al., 2018). Transportasi merupakan sumber pencemaran terbesar yang disebabkan oleh aktivitas kendaraan bermotor. Selain polusi yang ditimbulkan dari kendaraan, penggunaan bahan bakar minyak atau BBM juga mempengaruhi kualitas lingkungan (Kusumaningrum et al., 2008). Hal lain yang perlu dilakukan untuk membuat lingkungan yang sehat perlu dilakukan upaya salah satunya yaitu menjaga sanitasi dengan membuat fasilitas buang air besar dengan tujuan untuk menjauhkan beda-benda kotor dan berbahaya bagi kesehatan (Dinas Komunikasi, 2021). Karena sanitasi yang buruk juga akan berdampak pada kualitas lingkungan hidup yang akan ikut menurun (Holzhacker et al., 2016).
Berdasarkan Environmental Performance Index (EPI), Indonesia menempati urutan 133 dari 178 negara dengan nilai IKLH sebesar 46,92. Peringkat tersebut mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan hidup di Indonesia masih tergolong rendah (Saraswati� et al., 2017). Berdasarkan data IKLH pada penelitian Hidayati et al., (2022) nilai terendah adalah provinsi DKI Jakarta yakni pada tahun 2017 sebesar 35,78 sedangkan tahun 2018 sebesar 45,21. Nilai IKLH DKI Jakarta merupakan indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup Provinsi yang merupakan generalisasi dari Indeks kualitas lingkungan hidup seluruh Kota se-DKI Jakarta. Menurut DLH Daerah DKI Jakarta (2021) Sungai Ciliwung, Sungai Tarum Barat, dan Situ Pos Pengumben yang ada di di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan jumlah Faecal Coliform yang terlalu tinggi pada kisaran 1.000 � 500.000 MPN/100 ml. Tingginya Faecal Coliform yang banyak ditemukan pada feses manusia, hewan dan jasad mengindikasikan bahwa badan air telah terkontaminasi tinja bahkan sejak titik hulu dan semakin tinggi bermuara di titik hilir.
Kondisi jalan dan udara di Provinsi DKI Jakarta sudah semakin memperihatinkan di mana terus terjadi kemacetan dan udaranya pun sudah tidak sehat karena banyak kendaraan yang menggunakan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan. Jumlah kendaraan di DKI Jakarta pada tahun 2021 tercatat 21.758.695 unit yang merupakan jumlah kendaraan bermotor terbanyak kedua setelah provinsi Jawa Timur (BPS, 2021a). Bertambahnya jumlah pertumbuhan penduduk DKI Jakarta dari tahun 2020 ke tahun 2021 yang mencapai 47,59 ribu jiwa membuat alih fungsi hutan yang mana area resapan air pun ikut berkurang, sehingga air hujan meluncur bebas dari tempat yang tinggi ke tempat rendah yang mana hal itu dapat berpotensi menyebabkan pencemaran air dan banjir (Dotulong et al., 2018).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan analisis indeks kualitas lingkungan hidup Provinsi DKI Jakarta. Data hasil analisis ini akan memberikan informasi dan gambaran mengenai kondisi kualitas lingkungan hidup di Provinsi DKI Jakarta pada kurun waktu 2019-2021 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time trend) dengan unit analisisinya adalah kota. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh kota/kabupaten yang ada di DKI Jakarta yang berjumlah 5 Kota dan 1 Kabupaten. Pengumpulan data pada penelitian ini dijelaskan pada tabel berikut (2.1).
Tabel
1
Teknik Pengumpulan Data
No |
Variabel |
Perhitungan |
Sumber Data |
1 |
Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup DKI Jakarta |
|
|
2 |
Indeks
Pembangunan Manusia DKI Jakarta |
|
https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html#subjekViewTab4 |
3 |
Kepadatan Penduduk
DKI Jakarta |
|
|
4 |
Sanitasi DKI
Jakarta |
Proporsi
rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak berdasarkan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di provinsi DKI Jakarta |
|
5 |
Perumahan
DKI Jakarta |
Proporsi
rumah tangga dengan status kepemilikan rumah milik dan sewa/kontrak menurut
kota/kabupaten di provinsi DKI Jakarta |
|
6 |
Transportasi
Darat DKI Jakarta |
Banyaknya
kendaraan bermotor per kota/kabupaten di provinsi DKI Jakarta |
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis secara deskriptif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari dua instansi yaitu pengumpulan data variabel dependen berupa indeks kualitas lingkungan hidup dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta dan variabel independen meliputi indeks pembangunan manusia, kepadatan penduduk, sanitasi, perumahan dan transportasi darat didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Seluruh data yang digunakan untuk penelitian ini bersifat open source dan dapat diakses langsung dari website masing-masing instansi terkait.
Hasil dan Pembahasan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara dan kota terbesar di Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa (Pemerintah DKI Jakarta, 2022). Provinsi DKI Jakarta mempunyai luas daratan 661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2. Selain itu, tercatat bahwa terdapat �110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Secara administrasi, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah Kotamadya dan satu Kabupaten Administrasi yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Kabupaten Kepulauan Seribu (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2022). DKI Jakarta merupakan kota besar dengan magnet penyerapan penduduk tertinggi di Indonesia dan merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak pertama di Indonesia (BPS, 2021b).
Nilai Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Provinsi DKI Jakarta selama 3 tahun mulai
dari 2019 hingga 2021 adalah sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel
2
Distribusi
Frekuensi Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di DKI Jakarta Tahun
2019-2021
Variabel |
Mean |
Median |
Min-Maks |
IKLH DKI
Jakarta |
48,7967 |
51,94 |
40,92 -
53,53 |
Berdasarkan tabel 2 didapatkan rata-rata IKLH DKI Jakarta dari tahun 2019 hingga 2021 yaitu 48,7967. Target IKLH Nasional telah di suratkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2021 adalah 68.5 (Th. 2019), 68,71 (Th. 2020), dan 68,96 (Th. 2021) yang berarti nilai IKLH di DKI Jakarta masih di bawah target RPJMN. Nilai IKLH terendah terdapat pada tahun 2019 yaitu 40,92 yang mengindikasikan masuk ke dalam kategori buruk atau sangat kurang baik dan nilai IKLH tertinggi terdapat pada tahun 2021 yang mengindikasikan masuk ke dalam kategori buruk.
Gambar 1
Distribusi Frekuensi
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)
di DKI Jakarta Tahun
2019-2021
Berdasarkan gambar 3.1 diketahui bahwa Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2019-2021 menunjukkan peningkatan pada Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Air Laut (IKAL), Indeks Kualitas Tutup Lahan (IKTL) dan mengalami penurunan pada Indeks Kualitas Udara (IKU).
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi IKLH
Berdasarkan hasil analisis, rata-rata indeks pembangunan manusia (IPM) di DKI Jakarta mengalami peningkatan mulai dari tahun 2019 hingga 2021 dan masuk ke dalam kategori tinggi (IPM>80) (BPS, 2021a). Terjadi fluktuasi rata-rata kepadatan penduduk di DKI Jakarta dari tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami penurunan dan pada tahun 2021 mengalami peningkatan. Namun selama 3 tahun tersebut, menurut Puslitbang Pemukiman kepadatan penduduk di DKI Jakarta masuk ke dalam kategori sangat padat (>400 jiwa/ha) (Puslitbang Permukiman, 2011). Rata-rata proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak di DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun 2019 hingga 2021 yang mana menurut Kementerian PPN/Bappenas nilai tersebut sudah di atas target akses sanitasi nasional yaitu sebesar 77,44% (Bappenas, 2019). Rata-rata perumahan milik sendiri di DKI Jakarta mengalami fluktuasi yaitu penurunan dari tahun 2019 ke tahun 2020, dan mengalami peningkatan pada tahun 2021. Hal sebaliknya terjadi pada perumahan kontrak/sewa, pada tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami peningkatan dan pada tahun 2020 mengalami penurunan. Rata-rata transportasi di DKI Jakarta mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2019 hingga 2021 (Tabel 3).
Tabel
3
Faktor
Faktor yang Mempengaruhi Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di DKI Jakarta
Tahun 2019-2021
Variabel |
Mean |
Median |
Min-Maks |
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) |
80,88 |
80,77 |
80,76 -
81,11 |
Kepadatan
Penduduk |
15.477,67 |
15.900 |
14.555 -15.978 |
Sanitasi |
92,89 |
93,04 |
92,89 - 95.17 |
Perumahan
Milik Sendiri |
46,88 |
47.12 |
45,04 -
48.48 |
Perumahan
Sewa/Kontrak |
36,23 |
36,36 |
34,63 - 37,71 |
Transportasi |
20.621.254 |
20.221.821 |
19.883.246 -21.758.695 |
Hasil analisis deskriptif diketahui bahwa peningkatan pada Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Air Laut (IKAL), Indeks Kualitas Tutup Lahan (IKTL) diiringi pula dengan peningkatan sanitasi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DKI Jakarta.
Gambar 2
Hasil Analisis IKA, IKTL,
IKAL dengan Faktor Sanitasi dan IPM
di DKI Jakarta Tahun
2019-2021
Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan Sanitasi
Terlihat bahwa nilai IKLH di Provinsi DKI Jakarta meningkat pada tahun 2019-2021, hal ini didorong salah satunya oleh keberhasilan program sanitasi pada tahun pada tahun tersebut (Pambudi, 2020). Sanitasi menunjukkan bahwa adanya keterkaitan dengan kesehatan. Sanitasi yang buruk akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan sanitasi yang baik mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat juga kualitas lingkungan (Suryani, 2020). Sanitasi sangat penting bagi keberlangsungan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan merupakan hal yang harus dilakukan demi menjaga kualitas lingkungan yang baik, terutama kualitas air (Widyatami, 2020).
Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan IPM
Indeks Pembangunan Manusia merupakan suatu angka rata-rata keberhasilan utama dalam pembangunan manusia di suatu negara atau provinsi yang dilihat dari umur panjang dan kesehatan, memiliki pengetahuan dan standar hidup yang layak (Karnila, 2019). Menurut Pambudi (2020) dalam praktiknya, kebijakan untuk mendukung pencapaian IKLH seringkali berjalan secara parsial dengan fokus untuk lingkungan saja, Meskipun demikian, bukan berarti kebijakan untuk mendukung IPM tidak berdampak pada IKLH. Dalam keterkaitannya IKLH dan IPM, hasil analisis deskriptif menyimpulkan bahwa fenomena yang terjadi di provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2019-2021 menunjukkan tren nilai IPM meningkat disaat nilai IKLH meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kualitas manusia dengan kualitas lingkungan pada wilayah yang sama. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Samimi et al., (2011) menunjukkan bahwa adanya hubungan positif serta signifikan antara indeks kualitas lingkungan hidup dengan indeks pembangunan manusia pada seluruh sampel negara maju. Sedangkan pada negara berkembang, menunjukkan bahwa indeks pembangunan masusia yang tinggi belum tentu meningkatkan kualitas lingkungan.
Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan Kepadatan Penduduk
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu kepadatan penduduk (Messer et al., 2014). �Fluktuasi nilai kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2019-2021 dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk di provinsi ini, dimana menurut BPS pada tahun 2021 mencapai 10.609,68 ribu jiwa (BPS, 2021). Hal itu berpengaruh terhadap kurangnya angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di DKI Jakarta, karena seiring bertambahnya kepadatan penduduk akan berdampak kepada kualitas lingkungan hidup yang ada, dan mengakibatkan kebutuhan manusia akan barang dan jasa juga meningkat, sehingga akan menyebabkan berbagai jenis limbah mulai dari limbah cair yang akan berdampak terhadap kualitas air, hingga limbah padat dan gas yang akan mempegaruhi kualitas tanah dan udara (Karnila, 2019). Menurut penelitian Saraswati dan Siagian (2017) didapatkan hasil bahwa indikator kepadatan penduduk berpengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan hidup sebesar -0,326. Artinya semakin tinggi kepadatan penduduk, semakin rendah kualitas lingkungannya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nisaa (2016), yang menyatakan bahwa kepadatan penduduk berpengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan hidup Indonesia. Selain itu juga didukung dengan adamya penelitian menurut (Jayanti, 2017) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan. Meningkatnya kepadatan penduduk akan berdampak kepada jumlah permintaan terhadap perumahan sebagai tempat tinggal (Karnila, 2019).
Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan Perumahan
Jumlah persentase perumahan di DKI Jakarta tahun 2019-2021 mengalami fluktuatif cenderung meningkat. Peningkatan persentase perumahan baik milik sendiri maupun kontrak/sewa akan berdampak pada kualitas lingkungan hidup karena selain beralihnya fungsi lahan hijau dan resapan yang berubah menjadi tempat tinggal juga akan berdampak pada meningkatnya pemukiman yang kumuh apabila tidak memiliki sarana dan prasarana yang baik. Selain itu pemakaian material bangunan, energi listrik yang bertambah dan gas yang akan berdampak pada pencemaran lingkungan hidup (Karnila, 2019). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian, dimana pada lahan yang terbangun pemukiman akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan karena meningkatnya fasilitas kebutuhan manusia seperti jalan, air bersih dan sampah yang dihasilkan dari sisa aktivitas manusia (Yuliastuti et al., 2012). Dengan adanya fasilitas jalan raya, hal ini juga mendorong masyarakat yang tinggal di pemukiman perumahan untuk menggunakan transportasi umum, kendaraan pribadi, dan kendaraan darat lainnya yang juga berpotensi untuk mengganggu kualitas lingkungan (Karnila, 2019).
Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan Transportasi
Berdasarkan hasil analisis Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) diketahui mengalami penurunan pada Indeks Kualitas Udara (IKU) diiringi dengan peningkatan jumlah transportasi di DKI Jakarta pada tahun 2019-2021. Transportasi merupakan sumber pencemaran terbesar yang sebabkan oleh aktivitas dari kendaraan bermotor. Hal ini mendukung keadaan di DKI Jakarta karena meningkatnya jumlah kendaraan setiap tahunnya berdampak kepada kurangnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup. Dimana menurut penelitian Kemala et al., (2019) menyimpulkan bahwa jumlah kendaraan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi pencemaran udara di suatu daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian Saraswati dan Siagian (2017) yang menunjukkan semakin tinggi kerusakan lingkungan yang terjadi dalam suatu wilayah yang dilihat dari indikator jumlah kendaraan bermotor, maka kualitas lingkungan hidupnya akan turun. Selain itu, menurut Nisaa (2016) menyatakan bahwa jumlah kendaraan bermotor berpengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan hidup Indonesia. Selain yang ditimbulkan dari kendaraan, penggunaan bahan bakar kendaraan atau BBM juga mempengaruhi kualitas lingkungan (Karnila, 2019).
Kesimpulan
Indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2019-2021 menunjukkan peningkatan pada Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Air Laut (IKAL), Indeks Kualitas Tutup Lahan (IKTL) diiringi pula dengan peningkatan sanitasi dan indeks pembangunan manusia (IPM) serta mengalami penurunan pada Indeks Kualitas Udara (IKU) diiringi dengan peningkatan jumlah transportasi. Pemerintah daerah diharapkan menerapkan kebijakan tentang pembatasan jumlah kendaraan pribadi agar dapat mengurangi pencemaran udara, dan dapat mengembangkan layanan sanitasi yang layak sebagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat juga kualitas lingkungan.
Badan Pusat Statistik. (2019). Kajian
Lingkungan Hidup: Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 2019. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. (2021a). [Metode Baru] Indeks
Pembangunan Manusia menurut Provinsi 2019-2021.
Badan Pusat Statistik. (2021b). Jumlah Kendaraan
Bermotor Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta
(unit).
Badan Pusat Statistik. (2021c). Penduduk, Laju
Pertumbuhan Penduduk, Distribusi Persentase Penduduk Kepadatan Penduduk, Rasio
Jenis Kelamin Penduduk Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota 2019-2021.
Dinas Komunikasi, informatika dan Statistik DKI
Jakarta. (2021). Sanitasi Di DKI Jakarta Tahun 2020.
Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. (2019). Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta 2019. Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. (2020). Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi DKI Jakarta 2020. Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. (2021). Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta 2021. Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DI Yogyakarta.
(2019). Laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) DI Yogyakarta Tahun
2019. DI Yogyakarta.
Dotulong, Jacky R. G., Polii, Bobby J. V, &
Pakasi, Sandra E. (2018). Analisis Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Kota
Manado. Google Scholar
Fakher, H. A. (2019). Investigating the determinant
factors of environmental quality (based on ecological carbon footprint index. Environmental
Science and Pollution Research, 10276�1029. Google Scholar
Hidayati, Awwalina Zulfa, & Zakianis. (2022). Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Di
Indonesia Tahun 2017-2019. Jurnal Medika Hutama, Vol 03. Google Scholar
Holzhacker, R. L., Wittek, R., & Woltjer J.
(2016). Dezentralization and Governance in Indonesia. Springer Int Publ. Google Scholar
Jayanti, E. (2017). Hubungan Pertumbuhan Penduduk Dengan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Di Sumatera. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan
Publik Indonesia, 4, 136�155. Google Scholar
Karnila, Ananda Devy. (2019). Pengaruh Dana
Dekonsentrasi Lingkungan Hidup, Kepadatan Penduduk, Perumahan, Transportasi Darat
dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
Indonesia Tahun 2011-2017. Universitas Negeri Semarang. Google Scholar
Kemala, Nanda, Gani, Asri, & Mahidin. (2019). Evaluasi
Pengaruh Kendraan Bermotor Terhadap Kualitas Udara Ambien Pada Berbagai Tipe
Ruas Jalan Kota Banda Aceh. 21, 21�30. Google Scholar
Kementerian PPN/Bappenas. (2019). Target Akses
Sanitasi Nasional 2020-2024. Retrieved from
https://www.nawasis.org/portal/download/infografis/552-5-1-jpg.
Kusumaningrum, N., & Gunawan, G. (2008). Polusi
Udara Akibat Aktivitas Kendaraan Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan
Bali. Jurnal Pusat Peneliti Dan Pembangan Jalan Dan Jembatan. Google Scholar
Messer, L. C., Jagai, J. S., & Rappazzo, K. M.
(2014). Construction of an Environmental Quality Index for Public Health
Research. Journal of Environmental Health. Google Scholar
Nisaa, Anis Khoirun. (2016). Analisis Pengaruh
Faktor Sosial Ekonomi terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia.
Politeknik Statistika STIS.
Pambudi, Andi Setyo. (2020). Analisis Keterkaitan
Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Di Sulawesi
Selatan. Jurnal Inovasi Aparatur, 109�123. Google Scholar
Pemerintah DKI Jakarta. (2022). Kota Jakarta.
Retrieved from https://lingkunganhidup.jakarta.go.id/jakartaberketahanan/?page_id=568
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2022). Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Retrieved from
https://jakarta.bpk.go.id/pemerintah-provinsi-dki-jakarta/
Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup., (2009).
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian
Bogor. (2012). Mengakrabi Paradigma dan Instrumen Baru Pengelolaan Lingkungan
Hidup dalam UU No. 32 Tahun 2009. Bogor.
Puslitbang Permukiman. (2011). Klasifikasi kawasan
berdasarkan kepadatan penduduk (Jakarta). Retrieved from
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/Kebutuhan_Rumah/ref.php
Samimi, Kashefi, Salatin, & Lashkarizadeh. (2011).
Enviromental performance and HDI: Evidence from Countries Around the World. Middle-East
Journal Of Scientific Research, 294�301. Google Scholar
Saraswati, Amelia Rizki, & Siagian, Tiodora
Hadumaon. (2017). Modeling Kualitas Lingkungan Hidup Di Indonesia Tahun
2017 : Suatu Upaya Pencapaian SDGs (Pendekatan SEM-PLS). Google Scholar
Suriawiria, U. (2003). Air dalam Kehidupan dan
Lingkungan yang Sehat. Bandung: Penerbit Alumni. Google Scholar
Suryani, Anih Sri. (2020). Pembangunan Air Bersih
dan Sanitasi saat Pandemi Covid-19. Retrieved from http://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/index Google Scholar
Yuliastuti, N., & Fatchurochman, A. (2012).
Pengaruh Perkembangan Lahan Terbangun Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman
(Studi Kasus: Kawasan Pendidikan Kelurahan Tembalang). Jurnal Presipitasi,
Vol. 9 No., 10�16. Google Scholar
��������
Copyright holder: Bella Kusuma Dewi, Laila Fitria (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |