Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

UPAYA BADAN USAHA MILIK DESA MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN COMMUNITY BASED TOURISM

 

Hayana Muslimah, Indraddin, Azwar

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Kota Padang, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Dalam rangka pemerataan pembangunan, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai otonomi daerah. Salah satu strategi mencapai tujuan otonomi daerah adalah melalui pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Artikel ini mejelaskan sinergi BUM Desa dan masyarakat dalam proses pemberdayaan melalui pengembangan community based tourism. Penelitian ini menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens dalam menganalisis relasi struktur dan agen dalam memproduksi dan mereproduksi praktik sosial pemberdayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi. Dalam praktiknya, sumberdaya (resources) yang dimanfaatkan oleh BUM Desa dalam memproduksi dan mereproduksi praktik sosial CBT terdiri dari; 1) signifikasi berupa upaya sosialisasi dan pelatihan, 2) Dominasi politik dalam bentuk dukungan penuh kepala desa, BPD dan karang taruna, 3) Dominasi alokatif berupa potensi sumber daya alam hutan bambu, dana desa, dan keterampilan pengrajin anyaman bambu, 3) Legitimasi berupa sanksi informal. Bentuk-bentuk tindakan masyarakat dalam praktik sosial CBT; agen pada perangkat BUM Desa berupa reflexive monitoring of action. Sedangkan agen sebagai anggota BUM Desa berupa  rasionaliasasi of action.

 

Kata Kunci: BUM Desa; Pemberdayaan; Pariwisata Berbasis Masyarakat

 

Abstract

In order to equalize development, the government issued a policy on regional autonomy. One of the strategies for achieving the goal of regional autonomy is through the establishment of BUM Desa. This article explains the synergy of BUM Desa and the community in the empowerment process through the development of community-based tourism. This study uses Anthony Giddens' structuration theory in analyzing the relationship between structure and agents in producing and reproducing social practices of empowerment. This research uses a qualitative approach with a descriptive type. Data collection was carried out by in-depth interview and observation techniques. In practice, the resources utilized by BUM Desa in producing and reproducing CBT social practices consist of; 1) signification in the form of socialization and training efforts, 2) Political dominance in the form of full support of village heads, BPD and Karang Taruna, 3) Allocative dominance in the form of potential natural resources of bamboo forests, village funds, and the skills of bamboo wicker craftsmen, 3) Legitimacy in the form of informal sanctions. Forms of community action in the social practice of CBT; agent on the BUM Desa device in the form of reflexive monitoring of action. Meanwhile, the agent as a member of the BUM Desa is in the form of rationalization of action.

Keywords: BUM Desa; Empowerment; Community based tourism

 

Pendahuluan

Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan, pemerintah telah memberlakukan kebijakan mengenai desentralisasi. Dimulai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan diterbitkannya peraturan otonomi daerah maka era pembangunan  yang bersifat top-down telah digeser  dan mulai beralih ke era desentralisasi atau pembangunan bottom-up. Pengelolaan desa secara efektif untuk mencapai tujuan otonomi daerah, salah satunya melalui pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Organisasi ini diharapkan akan menjadi kekuatan yang dapat mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dengan cara mewujudkan produktivitas ekonomi bagi desa berdasarkan pada ragam potensi yang dimiliki desa (Prasetya, 2020).

Kementerian Desa di bidang Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terus mendorong pembentukkan BUM Desa di seluruh desa di Indonesia. Dilansir dari Beritasatu.com pada tahun 2021 telah terdata sebanyak 57.266 BUM Desa yang ada di seluruh Indonesia Jumlah itu sepuluh kali lipat dari target Kementerian Desa yang hanya mematok 5000 BUM Desa (Prasetya, 2020). Meskipun jumlah pendirian BUM Desa meningkat secara signifikan, namun kehadiran BUM Desa masih belum siap menjadi kekuatan ekonomi raksasa di Indonesia. Permasalahannya, berbagai data selama ini menunjukkan bahwa sebagian besar BUM Desa masih sebatas berdiri dan belum produktif dalam kegiatan usahanya. Sebagian lagi malah layu sebelum berkembang karena keterbatasan pemahaman para perangkat desa mengenai bagaimana membangun dan mengelola unit usaha BUM Desa (Prasetya, 2020).

Sebagaimana yang terdapat di Provinsi Jambi, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Sistem Informasi Pembangunan Desa (SIPEDE) pada tahun 2018, provinsi Jambi tercatat memiliki 1.399 desa, namun hanya 724 desa yang memiliki BUM Desa. Dari 724 BUM Desa hanya setengahnya, yaitu 371 BUM Desa yang aktif dan setengahnya lagi, 353 BUM Desa tidak aktif. Kabupaten dengan jumlah BUM Desa terkecil di Provinsi Jambi pada tahun 2018 adalah Kabupaten Kerinci. Terdapat 285 desa di Kabupaten Kerinci dengan jumlah BUM Desa sebanyak 47, tetapi terdata hanya 5 BUM Desa yang aktif, dan selebihnya 42 BUM Desa tidak aktif. Jumlah tersebut merupakan jumlah terkecil dibandingkan sepuluh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi.

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kerinci kemudian mendorong agar setiap desa di Kabupaten Kerinci memiliki BUM Desa. Berdasarkan data terbaru pada Februari 2021, jumlah BUM Desa se-Kabupaten Kerinci mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu dua tahun, dinas PMD Kerinci berhasil mendorong terbentuknya 182 BUM Desa baru. Dari jumlah keseluruhan 229 BUM Desa yang berhasil dibentuk di Kabupaten Kerinci, sebanyak 118 dalam kategori berkembang, 31 BUM Desa maju, 80 tidak aktif, serta hanya 56 desa yang tidak memiliki BUM Desa.

Meski masih banyak terdapat BUM Desa yang tidak aktif di Kabupaten Kerinci, namun pada Oktober 2021 lalu, salah satu BUM Desa di Kabupaten Kerinci berhasil meraih prestasi sebagai BUM Desa terbaik se-Provinsi Jambi, yakni BUM Desa Talago Sakti Desa Baru Semerah (Kayonews.id 2021). Penghargaan itu diserahkan dalam acara BUM Desa Expo 2021 yang dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (P3AP2) Provinsi Jambi. BUM Desa Talago Sakti sendiri fokus pada pengembangan pariwisata, yang dinamai obyek wisata Hutan Buluh Perindu. Obyek wisata Hutan Buluh Perindu didirikan pada bulan September 2020 bersamaan dengan pendirian BUM Desa. Menariknya obyek wisata Hutan Buluh Perindu didirikan dan dikelola bersama dengan masyarakat Desa Baru Semerah. Mulai dari perencanaan obyek wisata, pembangunan, pengelolaan, pengawasan, hingga manfaat yang didapatkan dari pembangunan obyek wisata. Pembangunan pariwisata dengan ciri demikian dapat disebut juga sebagai pariwisata berbasis masyarakat atau Community based tourism (CBT).

Keberhasilan dari pembangunan obyek wisata, tentu tidak lepas dari upaya BUM Desa bersama dengan masyarakat untuk memproduksi dan mereproduksi praktik sosial baru. Menurut Giddens dalam (Herry, 2002) praktik sosial merupakan kebiasaan yang dilakukan berulang dan terpola dalam ruang dan waktu. Perubahan struktur masyarakat dari yang dulunya merupakan masyarakat petani, yang penghasilannya tergantung pada hasil pertanian, kemudian berubah menjadi desa wisata yang penghasilan masyarakatnya di samping bertani juga sebagai pengelola obyek wisata dan sebagai pengrajin souvenir anyaman bambu. Dalam upaya memproduksi dan mereproduksi sistem sosial baru tersebutlah, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam : bagaimana upaya BUM Desa memberdayakan masyarakat dan bagaimana keterlibatan masyarakat lokal dalam praktik sosial pemberdayaan melalui pengembangan community based tourism?

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun pengertian dari metode penelitian kualitatif menurut (Afrizal, 2014) didefinisikan sebagaimetode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kuantitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka”. Selanjutnya (Moleong, 2002) mendefinisikan penelitian kualitatif merupakanpenelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.

Metode ini dipilih peneliti untuk memperoleh pengetahuan mendalam dan menghimpun fakta dengan cermat mengenai upaya BUM Desa memberdayakan masyarakat melalui pengembangan Community based tourism, yang teridiri dari mendeskripsikan bentuk-bentuk sumber daya (resources) struktur yang digunakan oleh BUM Desa untuk mendorong masyarakat terlibat dalam proses pemberdayaan, serta mendeskripsikan bentuk-bentuk tindakan konkret partisipasi masyarakat. Sedangkan tipe penelitian ini deskriptif, yakni penelitian yang bertujuan untuk mendekripsikan atau menggambarkan berbagai kondisi dan sesuatu hal seperti apa adanya (Fachrina and Pramono, 2012:33).

Dalam usaha memperoleh data dan informasi yang akan dianalisis dalam penelitian, maka diperlukanlah informan penelitian. Menurut (Afrizal, 2014) informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya maupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti atau pewawancara mendalam. Terdapat dua kategori informan sebagai berikut:

1.     Informan Pelaku

Informan Pelaku, yaitu informan yang memberikan keterangan tentang dirinya, tentang perbuatannya, tentang pikirannya, tentang interpretasinya (maknanya) atau tentang pengetahuannya. Menururt (Raco, 2010) terdapat syarat utama bagi informan pelaku yaitu kredibel dan kaya akan informasi yang dibutuhkan (information rich), sebab mereka adalah subjek dari penelitian itu sendiri. Oleh karena itu, kriteria informan pelaku dalam penelitian ini adalah perangkat kepengurusan penyelenggara BUM Desa Talago Sakti yang mengelola obyek wisata Hutan Buluh Perindu serta pemuda-pemudi karang taruna yang menjadi anggota BUM Desa yang ikut terlibat dalam segala aktivitas dan pengelolaan obyek wisata Hutan Buluh Perindu.

2.     Informan Pengamat

Informan Pengamat, yaitu informan yang memberikan informasi tentang orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal yang tengah dikaji oleh peneliti. Adapun kriteria-kriteria informan pengamat tersebut berupa perangkat pemerintahan Desa Baru Semerah yang mengetahui aktivitas pembentukkan dan kepengurusan BUM Desa Desa Baru Semerah.

Dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan biasanya berbentuk teks, foto, cerita, gambar, dan bukan berupa angka hitung-hitungan (Raco, 2010) Sejalan dengan itu, menururt (Afrizal, 2014) data yang dikumpulkan umumnya berupa kata-kata (tertulis maupun lisan) dan perbuatan-perbuatan manusia, tanpa ada upaya untuk mengangkakan data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data yang akan diambil, sebagai berikut :

1.   Data primer didapatkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Melalui teknik wawancara mendalam, peneliti mendapatkan data diantaranya ; pola-pola tindakan yang dilakukan oleh para agen, kemampuan diskursif dan praktis agen, motivasi agen, tingkat pengetahuan agen, serta refleksi agen terkait dengan lingkungan sosial yang menjadi latar belakang kehidupan agen (Giddens, 2009). Teknik observasi digunakan untuk kebutuhan menghindari deskripsi yang miskin tentang tingkat pengetahuan pelaku (Giddens, 2009).

2.   Data sekunder dalam penelitian ini diantaranya informasi terkait dengan struktur constrain yang bersifat tidak terikat dengan ruang dan waktu, berupa tertib maya, pola, harapan normatif, aturan (rules) BUM Desa, yang mana dapat diperoleh melalui media cetak dan elektronik, ataupun dokumen.

 

Hasil dan Pembahasan

Bab ini mendeskripsikan hasil temuan data dan analisis yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan tujuh informan pelaku dan seorang informan pengamat. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menjelaskan upaya BUM Desa dalam memproduksi praktik sosial community based tourism serta mendeskripsikan bentuk-bentuk tindakan masyarakat lokal dalam praktik sosial community based tourism. Temuan dalam penelitian ini tidak hanya disajikan dalam bentuk temuan dilapangan secara deskriptif namun juga dianalisis menggunakan logika berpikir berdasarkan asumsi-asumsi teori Anthony Giddens yakni teori strukturasi.

1.      Upaya BUM Desa Memberdayakan Masyarakat melalui Pengembangan Community based tourism (CBT)

a.   Perencanaan dan Pengambilan Keputusan

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau CBT oleh BUM Desa sudah terlihat sejak awal perencanaan pembentukkan BUM Desa Talago Sakti Desa Baru Semerah. Berdasarkan hasil wawancara bersama beberapa informan, diketahui bahwa ide pengusulan pembangunan BUM Desa dan obyek wisata telah diusulkan oleh masyarakat jauh sebelum didirkannya BUM Desa pada tahun 2020, yakni sejak tahun 2016 atau 2017. Namun pemerintahan desa yang menjabat saat itu tidak menggubris usulan masyarakat tersebut. Barulah pada tahun 2020, ketika pemerintahan Desa Baru Semerah baru mengalami pergantian kepemimpinan kepala desa, Bapak Edi Januar, bersedia menampung aspirasi masyarakat untuk merealisasikan pembangunan BUM Desa dan unit usaha BUM Desa berupa pengembangan obyek wisata berbasis masyarakat atau CBT. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan telah dimulai sejak awal perencanaan pengembangan CBT.

Masyarakat, terutama pemuda-pemudi karang taruna telah berpartisipasi lansung di dalam proses perencanan pengembangan obyek wisata. Pasalnya ide pembangunan obyek wisata ini berasal dari pemuda-pemudi karang taruna. Hal ini memperlihatkan bahwa pembangunan obyek wisata Hutan Buluh Perindu bukan merupakan kebutuhan-kebutuhan kelompok-kelompok kecil elit yang berkuasa, melainkan kebutuhan masyarakat secara umum. Berikut penjelasan yang lebih detail terkait dengan proses partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan CBT

b.   Tahap Pelaksanaan  Kegiatan CBT

Praktik sosial pemberdayaan masyarakat pada tahap pelaksanaan kegiatan CBT terdiri dari beberapa aktivitas diantaranya ; pematokan jalan dan lahan untuk pembangunan obyek wisata, pembangunan obyek wisata, mengelola obyek wisata, dan merawat obyek wisata. Kegiatan pelaksanaan program CBT dilakukan secara bergotong-royong massal yang melibatkan seluruh elemen dari masyarakat, termasuk diantaranya pemerintahan desa beserta staf, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), pemuda-pemudi Karang Taruna, dan lembaga/organisasi desa lainnya serta masyarakat secara umum. Partisipasi masyarakat yang demikian mencerminkan bentuk partisipasi yang melibatkan berbagai seluruh elemen masyarakat secara merata, dengan sukarela menyumbangkan tenaga kerja, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya dalam pembangunan di desa. Perlu diingat bahwa pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tidak hanya sampai pada keberhasilan pembangunan program, namun harus berlanjut hingga pengelolaan obyek wisata dan pemeliharaan proyek-proyek pembangunan yang telah berhasil diselesaikan. Hal ini sering dilupakan dalam pelaksanaaan pembangunan padahal merupakan unsur utama dalam subtansi pemberdayaan masyarakat berupa keberlanjutan program yang telah dibentuk (Mardikanto & Soebiato, 2012).

c.   Tahap Evaluasi Program BUM Desa

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Sebagaimana yang tercantum dalam SK BUM Desa tahun 2022, bahwa kegiatan BUM Desa diawasi oleh BPD dan Lembaga Adat Desa Baru Semerah. Selain itu pengurus BUM Desa diwajibkan untuk mengumumkan laporan keuangan tahunan yang telah diperiksa oleh pengawas kepada masyarakat melalui musyawarah Desa. Kegiatan Musyawarah Desa merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam BUM Desa berdasarkan pasal 16 Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Pada saat musyawarah desa, kegiatan evaluasi dilakukan secara transparan kepada masyarakat. Hal ini untuk memastikan bahwa kegiatan yang dikelola oleh BUM Desa dapat dilaksanakan seefektif yang diharapkan. Lebih penting lagi, BUM Desa menerima umpan balik dari masyarakat mengenai masalah-masalah dan kendala yang muncul selama pelaksanaan pengelolaan unit usaha BUM Desa.

d.   Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Pembangunan

Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil pembangunan merupakan faktor terpenting yang sering terabaikan. Karena tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup banyak orang, maka tujuan utamanya adalah untuk mendistribusikan hasil-hasil pembangunan secara adil dan merata. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil pembangunan akan mendorong kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang. Sayangnya, partipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan sering kurang mandapat perhatian pemerintah dan pihak pembangunan pada umumnya. Pemerintah dan otoritas pembangunan sering berpikir bahwa begitu pembangunan selesai, masyarakat sasaran secara otomatis akan mendapat manfaat darinya. Padahal, seringkali masyarakat sasaran justru tidak memahami manfaat dari setiap program pembangunan secara lansung, sehingga hasil pembangunan yang dilaksanakan menjadi sia-sia (Mardikanto & Soebiato, 2012).

2.      Upaya BUM Desa dalam Memproduksi Praktik Sosial Community based tourism

a.   Signifikasi (Struktur Penandaan)

Musyawarah dilakukan beberapa tahap untuk mencapai kesepakatan bersama terkait dengan pembentukkan BUM Desa. Pembentukkan BUM Desa dan unit usaha BUM Desa merupakan bagian aspirasi pemuda-pemudi karang taruna yang melihat adanya potensi hutan bambu untuk dijadikan sebagai obyek wisata. Hal ini disebut oleh Giddens dengan signifikasi (S) yakni proses membangun wacana atau skema pemaknaan atau kode makna dari suatu praktek sosial. Agar skema makna ini diterima oleh agen anggota yang lain maka signifikasi harus dikomunikasikan secara terus menerus dalam pertemuan interaksi tatap muka maupun melalui media sosial sebagaimana yang disampaikan informan. Sosialisasi yang dilakukan oleh agen pada struktur enabling BUM Desa kepada agen lainnya sebagai anggota BUM Desa merupakan bentuk proses bagaimana agen pada struktur enabling menggunakan sumber daya (resources) berupa signifikansi untuk memproduksi dan mereproduksi praktik sosial pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau CBT. Dengan demikian, komunikasi menjadi aspek modalitas yang menjadi syarat agen struktur enabling perangkat BUM Desa bisa mengirimkan signifikasi dalam kehidupan dunia sosial sehari hari.

b.  Dominasi (Struktur Penguasaan)

Dalam teori strukturasi, kekuasaan bukanlah gejala yang terkait dengan struktur atau sistem, melainkan selalu menyangkut kapasitas transformatif. Agensi pada struktur enabling, yang terdiri dari perangkat pengurus BUM Desa, menggunakan dominasi atau struktur penguasaan dalam memproduksi dan mereproduksi praktik sosial community based tourism di tengah masyarakat Desa Baru Semerah. Struktur dominasi yang digunakan oleh perangkat pelaksana BUM Desa dapat terdiri dari dominasi politik atau otoritas, dan juga dominasi alokatif atau ekonomi. Dominasi politik/otoritatif dalam bentuk dukungan penuh kepala desa, BPD dan pemuda-pemudi karang taruna atas pembentukkan BUM Desa. Sedangkan dominasi alokatif/ekonomi berupa sumber daya alam yang ada di Desa Baru Semerah yakni hutan bambu, pemberian modal usaha bagi BUM Desa yang bersumber dari APB Desa Baru Semerah, dan keterampilan pengrajin anyaman bambu. Kedua sarana sumberdaya dominasi yang digunakan dalam memproduksi dan mereproduksi praktik sosial dalam kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat, dilakukan semata-mata sebagai bagian dari tindakan transformatif agen untuk memberdayakan masyarakat Desa Baru Semerah.

c.   Legitimasi (Struktur Pembenaran)

Stuktur legitimasi merupakan sumber daya yang di dalamnya merupakan aturan-aturan yang bisa diambil yang untuk dijadikan sebagai sumber daya dan setiap aturan itu memberikan makna dan sanksi. Legitimasi atau struktur pembenaran atas praktik sosial yang dijalankan oleh agen tidak harus bersumber dari sanksi atau aturan formal yang tertulis, namun dapat juga berasal dari sanksi informal. Dalam kasus ini, sanksi bagi anggota yang tidak terlibat BUM Desa adalah berupa sanksi informal, yakni bagi masyarakat yang tidak ikutserta dalam kegiatan-kegiatan yang ada di tengah masyarakat maka akan dikucilkan dari masyarakat. Sebab keikutsertaan masyaraklat terlibat dalam berbagai organisasi di desa, sudah menjadi bagian dari praktik sosial atau kebiasaan masyarakat sehari-hari. Apabila ada masyarakat yang tidak ikut serta dalam rutinitas masyarakat yang tengah berlansung dalam ruang dan waktu di lingkungan yang menjadi latar belakang individu, maka hal itu akan mengancam rasa keselamatan ontologis individu.

3.      Bentuk-Bentuk Tindakan Masyarakat dalam Praktik Sosial Community based tourism.

a.   Identifikasi Pengetahuan Agen

Dari ketujuh agen yang diwawancarai, memperlihatkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan agen. Tingkat pengetahuan agen diperoleh salah satunya melalui pengalaman agen. Dalam Penelitian ini, juga ditemukan adanya tingkat perbedaan lama pengalaman agen bergabung dalam kegiatan organisasi, antara agen sturuktur enabling dengan agen sebagai anggota. Sebagaimana diketahui bahwa ketua BUM Desa, sudah lebih lama bergabung dalam organisasi karang taruna. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua karang taruna selama 3 kali periode jabatan. Satu kali periode lamanya 5 tahun, sehingga bisa dihitung Pak Candra memiliki pengalaman bergabung dalam organisasi karang taruna lebih dari 15 tahun. Sedangkan lima anggota karang taruna yang diwawancarai, usianya berjarak kurang lebih sepuluh tahun lebih muda, sehingga pengalaman kelima anggota yang diwawancari jauh lebih sedikit pengalamannya dibandingkan dengan ketua BUM Desa tersebut.

Dari temuan ini maka dapat dilihat bahwa memang pengalaman agen mempengaruhi tingkat pengetahuan (knowledge ability) agen. Tingkat pengetahuan agen akan lingkungan sosial yang menjadi latar kehidupan agen, identitas sosial agen, posisi agen di dalam organisasi, hak, tugas dan kewajiban agen, serta relasi dengan institusi, memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang motivasi agen terlibat dalam organisasi BUM Desa. Sebab tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh agen akan mempengaruhi kesadaran agen, dan kesadaran akan berpengaruh pada tindakan yang agen lakukan.

b.  Identifikasi Motifasi Agen

Terdapat perbedaan motivasi antara agensi pada struktur enabling atau perangkat pengurus BUM Desa, yakni ketua BUM Desa, dengan agen sebagai anggota BUM Desa. Agen pada struktur enabling, sebagai agen yang berpengetahuan subyek manusia yang berposisi, memiliki motivasi terlibat dalam kegiatan BUM Desa adalah dikarenakan keprihatinan agen akan permasalahan yang ada di tengah masyarakat yang merupakan lingkungan sosial yang menjadi latar kehidupan agen. Agen melihat rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDA) di Desa Baru Semerah. terutama dalam segi pendidikannya. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya masyarakat desa yang bekerja sebagai ASN. Serta banyak anak-anak yang putus sekolah yang berdampak pada tingginya angka menikah dini. Kebanyakkan anak-anak hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SMP atau SMA, dan sangat sedikit yang melanjutkan pendidikannya hingga ketingkat perguruan tinggi. Dari 492 jumlah masyarakat Desa Baru Semerah hanya terdapat 16 orang saja yang sarjana dan seorang yang berpendidikan magister.

Sedangkan motivasi kelima informan sebagai agen anggota BUM Desa yang mereproduksi ciri-ciri struktural sistem sosial dalam rentang ruang dan waktu. Kelima agen ini memiliki motivasi sebagai berikut; kesadaran sebagai makhluk sosial, melatih jiwa sosial, memajukan masyarakat, mencari pengalaman baru, dan menggiatkan masyarakat. Dari penjelasan agen ini, dapat dipahami bahwa motivasi atau alasan sebab akibat agen terlibat dalam karang taruna dan kegiatan BUM Desa dikarenakan oleh alasan-alasan yang lebih bersifat intrinsik atau dari dalam diri agen, untuk memenuhi kebutuhan agen akan manfaat yang dapat agen peroleh dari keikutsertaannya terlibat dalam organisasi baik karang taruna maupun BUM Desa.

Dari penjelasan agen anggota BUM Desa tersebut, dapat dipahami bahwa agen tidak begitu memahami fungsi dan tujuan dari pendirian BUM Desa. Dikarenakan tujuan atau motivasi agen terlibat dalam organisasi BUM Desa ini kurang sesuai dengan tujuan dari pendirian BUM Desa sebagaimana tercantum dalam undang-undang No. 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Sebagaimana yang diketahui bahwa tingkat pengetahuan ini sifatnya tidaklah kaku, namun pengetahuan bersifat sangat fleksibel. Artinya pengetahuan agen yang saat ini agen peroleh, dapat terus berkembang sesuai dengan usaha atau kapasitas kemampuan yang dikerahkan agen untuk lebih memahami fungsi dan tujuan dari pembangunan BUM Desa tersebut.

c.   Identifikasi Jenis Kesadaran Agen

Dari pengidentifikasian tingkat pengetahuan agen dan motivasi yang dipaparkan oleh agen, maka dapat diketahui jenis kesadaran agen. Tingkat pengetahuan dan motivasi agen merefleksikan jenis kesadaran agen.  Kedalaman makna yang agen utarakan dari pengetahuan dan motivasi agen memperlihatkan jenis kesadaran agen terhadap pilihan tindakan yang dilakukannya. Dari hasil wawancara bersama ketujuh informan, maka diketahui terdapat perbedaan jenis kesadaran agen antara agen dalam struktur enabling BUM Desa dengan agen sebagai anggota BUM Desa. Agen pada struktur enabling memiliki jenis kesadaran diskursif, hal ini dilihat dari kedalaman makna yang dipahami oleh agen terkait dengan tujuan pendirian BUM Desa itu sendiri. Agen secara diskursif mampu menjelaskan motivasi agen terkait dengan keikutsertaan agen dalam organisasi BUM Desa. Motivasi agen tersebut selaras dengan tujuan dari pendirian BUM Desa dan tujuan dari hakikat pemberdayaan.

Di sisi lain agen anggota BUM Desa selaku agen yang mereproduksi praktik sosial yang melekat dalam ruang dan waktu, dari kelima agen yang diwawancarai memiliki jenis kesadaran praktis. Artinya tingkat pengetahuan dan motivasi agen mencerminkan jenis kesadaran praktis. Dalam kasus penelitian ini, kelima agen yang merupakan anggota BUM Desa, ketika agen ditanya apa yang memotivasinya bergabung di dalam organisasi BUM Desa. Sebagian agen kebingungan ketika menjawab sehingga temannya membantunya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban yang diberikan oleh agen pun cenderung singkat dan seragam karena agen menjiplak jawaban dari agen lainnya. Serta subtansi jawaban yang diberikan agen bersifat instrinsik. Ketidakmampuan agen mengekspresikan apa yang diketahuinya memperlihatkan agen memiliki jenis kesadaran praktis, yang menunjuk pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai (Herry, 2002).

d.  Identifikasi Tindakan Agen dalam Praktik Sosial Community based tourism

Dengan mengetahui jenis kesadaran agen maka akan mudah untuk menentukan jenis tindakan agen dalam praktik sosial community based tourism. Sebab Giddens membedakan tindakan agen berdasarkan pada motivasi dan kesadaran agen. Kesadaran praktis akan membawa agen pada tindakan rasionalisasi (rasionalisasi of action) merupakan tindakan para aktorsecara rutin dan kebanyakkan tanpa perdebatan- mempertahankan suatu pemahaman teoritis yang terus menerus tentang landasan-landasan aktivitas mereka (Giddens, 2009). Sedangkan kesadaran diskursif akan membawa agen pada kemampuan untuk introspeksi dan mawas diri atau monitoring refleksif atas tindakan (reflexive monitoring of action), merupakan proses mengawasi secara refleksif dari tindakan diri sendiri ataupun orang lain.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa ada perbedaan jenis kesadaran antara agen dalam struktur enabling BUM Desa Tagalo Sakti dengan agen sebagai anggota BUM Desa Tagalo Sakti. Agen pada struktur enabling, ketua BUM Desa, merupakan aktor yang memiliki kesadaran diskursif, di mana agen mampu secara diskursif menjelaskan maksud-maksud dan alasan-alasan agen terlibat dalam organisasi BUM Desa. Agen ini memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih kaya dan luas yang memampukan agen untuk menggerakkan agen lainnya dengan segala sumber daya struktur (S-D-L) yang digunakan memproduksi dan mereproduksi praktik sosial community based tourism. Sehingga bentuk tindakan keterlibatan agen struktur enabling dalam kegiatan BUM Desa, merupakan bentuk tindakan introspeksi dan mawas diri atau monitoring refleksif atas tindakan (reflexive monitoring of action).

Sedangkan agen sebagai anggota BUM Desa Talago sakti, merupakan agen yang memiliki kesadaran praktis, sehingga bentuk tindakan yang dilakukan agen berpartisipasi dalam kegiatan community based tourism merupakan bentuk tindakan rasionalisasi (rasionaliasasi of action). Agen menerima begitu saja struktur atau sistem sosial yang ada di tengah masyarakatnya tanpa perdebatan, mempertahankan suatu pemahaman teoritis atau memiliki landasan rasionalisasi atau alasan yang secara terus menerus menjadi landasan-landasan aktivitas agen. Kesadaran praktis inilah yang merupakan kunci untuk memahami proses bagaimana berbagai tindakan atau praktik sosial lambat laun menjadi struktur, dan bagaimana struktur itu mengekang serta memampukan tindakan atau praktik sosial dalam rutinitas kehidupan masyarakat (Ritzer, 2012).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan interprestasi data pada bab sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Upaya BUM Desa memberdayakan masyarakat melalui pengembangan community based tourism dengan melibatkan masyarakat desa dalam keseluruhan prakrik sosial CBT, mulai dari tahap perencanaaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan mengawasan serta partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan. Namun dalam perkembangannya, praktik sosial CBT tampak tidak lagi berjalan sebagaimana seharusnya.

Upaya BUM Desa Talago Sakti dalam memberdayakan masyarakat Desa Baru Semerah melalui pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau CBT dengan menggunakan sumberdaya (resources) yang ada pada struktur yang terdiri dari signifikasi, dominasi politik dan ekonomi, serta legitimasi (S-D-L). Sumberdaya yang dimanfaatkan oleh BUM Desa dalam memproduksi dan mereproduksi praktik sosial CBT antara lain; 1) signifikasi berupa sosialisasi yang dilakukan oleh kepala dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kerinci, Kepala Desa, Badan Permusyawarahan Desa (BPD), serta BUM Desa kepada masyarakat setempat mengenai BUM Desa, 2) dominasi politik/otoritatif dalam bentuk dukungan penuh kepala desa, BPD dan pemuda-pemudi karang taruna atas pembentukkan BUM Desa, 3) dominasi alokatif/ekonomi berupa sumber daya alam yang ada di Desa Baru Semerah yakni hutan bambu, pemberian modal usaha bagi BUM Desa yang bersumber dari APB Desa Baru Semerah, dan keterampilan pengrajin anyaman bambu, terakhir 3) legitimasi atau struktur pembenaran berupa sanksi informal, yakni dikucilkan dari masyarakat setempat.

Bentuk-bentuk tindakan masyarakat dalam praktik sosial community based tourism, terdapat dua jenis tindakan agen. Agen pada struktur enabling, yakni perangkat pengurus BUM Desa, merupakan aktor yang memiliki kesadaran diskursif, di mana agen mampu secara diskursif menjelaskan maksud-maksud dan alasan-alasan agen terlibat dalam organisasi BUM Desa. Sehingga bentuk tindakan keterlibatan agen struktur enabling dalam kegiatan BUM Desa, merupakan monitoring refleksif atas tindakan (reflexive monitoring of action). Sedangkan agen sebagai anggota BUM Desa Talago sakti, merupakan agen yang memiliki kesadaran praktis. Dengan demikian bentuk tindakan yang dilakukan agen berpartisipasi dalam kegiatan community based tourism merupakan tindakan rasionalisasi (rasionaliasasi of action). Agen menerima begitu saja struktur atau sistem sosial yang ada di tengah masyarakatnya tanpa perdebatan, mempertahankan suatu pemahaman teoritis atau memiliki landasan rasionalisasi yang secara terus menerus menjadi landasan-landasan aktivitas agen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali.

 

Adikampana, I Made. 2017. Pariwisata Berbasis Masyarakat. Denpasar: Cakra Press.

 

Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

 

Anwas, Oos M. 2019. Pemberdayaan Masyarakat Di Era Global. Bandung: Alfabeta.

 

Fachrina, and Wahyu Pramono. 2012. Pengantar Metode Penelitian Sosial. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas.

 

Farid, Muhammad. 2018. Fenomenologi Dalam Penelitian Sosial. Jakarta: Prenadamedia Group.

 

Giddens, Anthony. 2009. Problematika Utama Dalam Teori Sosial : Aksi, Struktur, Dan Kontradiksi Dalam Analisis Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

———. 2010. Teori Strukturasi : Dasar-Dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Pendekatan Praktis Penulisan Proposal Dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Pres.

 

Miles, Matthew B., and A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.

 

Moleong, Lexy J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Prasetya, Eka. 2020. Inspirasi Sektor Usaha BUMDES. Yogyakarta: Hikam Media Utama.

 

Priyono, Bernardinus Herry. 2002. Anthony Giddens : Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

 

Raco, Jozef. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, Dan Keunggulannya. Jakarta: PT Grasindo.

 

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi : Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Sen, Amartya. 1999. Oxford: Oxford University Press Development As Freedom. New York: Anchor Books.

 

Simanjutak, Bungaran Antonious dkk. 2017. Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Simanjutak, Bungaran Antonius et al. 2013. Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia : Merangkai Sejarah Politik Dan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Soebiato, Poerwoko, and Tolok Mardikanto. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

 

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

 

Suleman, Abdul Rahman et al. 2020. BUMDES Menuju Optimalisasi Ekonomi Desa. Medan: Yayasan Kita Menulis.

 

Suparji. 2019. Pedoman Tata Kelola BUMDES. Jakarta: UAI Press.

 

Alfiansyah. 2021. “Status Badan Usaha Milik Desa Sebagai Badan Hukum Atas Diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja.” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) 5(2).

 

Alfitri, Alfitri, Helmi Helmi, Slamet Raharjo, and Afrizal Afrizal. 2020. “Sampah Plastik Sebagai Konsekuensi Modernitas Dan Upaya Penanggulangannya.” Jurnal Sosiologi Andalas 6(2): 122–30.

 

Febriadmadja, Henariza. 2014. “Praktik Sosial Dalam Alokasi Dana Desa Untuk Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Di Desa Wonorejo Kecamatan Kedungjajang).” Jurnal Universitas Brawijaya Malang.

 

Giampiccoli, Andrea, and Melville Saayman. 2018. “Community-Based Tourism Development Model and Community Participation.” African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure 7(4): 1–27.

 

Hermiyanty, Wandira Ayu, and Dewi Sinta Bertin. 2017. “LANDASAN TEORI (Pemberdayaan Masyarakat).” Journal of Chemical Information and Modeling 8(9): 1–58.

 

Iman, Pribadi Teguh, Dadang Suganda, and Kurniawan Saefullah. 2021. “Pariwisata Berbasis Masyarakat Dan Dampaknya Terhadap Sosial,Ekonomi, Dan Lingkungan: Tinjauan Pustaka.” Jurnal Sosial Sains 1(2): 107–14.

 

Mubarat, Husni. 2015. “Aksara Incung Kerinci Sebagai Sumber Ide Penciptaan Seni Kriya.” Ekspresi Seni 17(2).

 

Raka, I Dewa Nyoman, and I Made Budiasa. 2011. “Daerah Sekitar Mata Air Pada Lahan.” Agrimeta: Jurnal pertanian berbasis keseimbangan ekosistem 1(1): 11–21.

 

Silviana, Dayu, Marwan Arwani, and Ika Pasca Himawati. 2021. “Analisis Pengembangan Desa Wisata.” Jurnal Sosiologi Andalas 7(1): 41–53.

 

Sumiasih, Kadek. 2018. “Peran BUM Desa Dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata (Studi Di Desa Pakse Bali, Kabupaten Klungkung).” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 7(4): 565.

 

Muslimah, Hayana. 2021. “Fenomena Hiperrealitas Oleh Pengunjung Obyek Wisata Swafoto Ala Luar Negeri Di Instagram (Studi Wisata Hutan Buluh Perindu Di Kabupaten Kerinci).” Universitas Andalas.

 

Adi. 2018. “Baru 50 Persen Desa Di Kerinci Miliki BUM Desa.” jambiekspres.co.id. https://jambiekspres.co.id/read/2018/07/09/24811/baru-50-persen-desa-di-kerinci-miliki-BUM Desa. Diakses pada Desember 2021.

 

Hang-tuah.com. 2021. “BUM Desa Kuat Ekonomi Kerinci Maju.” hang-tuah.com. https://www.hang-tuah.com/oldy-BUM Desa-kuat-ekonomi-kerinci-maju/.  Diakses pada Desembar 2021.

 

Jpnusanews.com. 2021. “Desa Baru Semerah Jadi Tujuan Studi Tiru Kabupaten Tetangga.” jpnusanews.com. https://www.jpnusanews.com/2021/12/19/desa-baru-semerah-jadi-tujuan-studi-tiru-kabupaten-tetangga/.  Diakses pada Januari 2022.

 

kayonews.id. 2021. “BUM Desa Buluh Perindu Desa Baru Semerah Terbaik 1 Expo Provinsi Jambi 2021.” kayonews.id. https://kayonews.id/2021/11/14/BUM Desa-buluh-perindu-desa-baru-semerah-terbaik-1-expo-provinsi-jambi-2021/. Diakses pada Januari 2022.

 

Widyoko, Monang. 2021. “Gerakkan Perekonomian Desa, Dinas P3AP2 Provinsi Jambi Bersiap Gelar BUM Desa Expo 2021. https://jambi.tribunnews.com/2021/11/12/gerakkan-perekonomian-desa-dinas-p3ap2-provinsi-jambi-bersiap-gelar-BUM Desa-expo-2021.  Diakses pada Januari 2022. https://www.metrojambi.com. Diakses pada April 2022. http://barusemerah.desa.id. Diakses pada April 2022.

 

Copyright holder:

Hayana Muslimah, Indraddin, Azwar (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: