Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 7, Juli
2022
INTERNALISASI NILAI RELIGIUSITAS (STUDI KASUS PADA ANAK BERHADAPAN HUKUM DI
BALAI REHABILITASI SOSIAL ANAK MEMERLUKAN PERLINDUNGAN KHUSUS TODDOPULI
MAKASSAR)
Marta Suharsih, Tahir Kasnawi, Muh
Iqbal Latief
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak�
Jumlah
kasus anak di Kota Makassar sangat bervariatif. Data dari pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak Kota Makassar pada tahun 2018�2020 menyebutkan
kasus anak berhadapan hukum menempati jumlah tertinggi di setiap tahunnya. Jika
diakumulasikan mencapai 664 kasus, kemudian disusul berturut-turut kasus
kekerasan fisik 304, kasus seksual 201, kasus psikis 104, kasus penelantaran
anak 55, kasus traficking� 21, dan kasus
eksploitasi anak 1. Tingginya kasus anak berhadapan hukum menjadi perhatian
utama, salah satunya melaui pembinaan dengan pendekatan keagamaan dalam
pelayanan dan pendampingan yang didasarkan atas internalisasi nilai
religiusitas. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis internalisasi nilai
religiusitas pada anak berhadapan hukum di Balai Rehabilitasi Sosial Anak
Memerlukan Perlindungan Khusus Toddopuli (BRSAMPK) Makassar. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa internalisasi nilai religiusitas pada anak
berhadapan hukum diwujudkan dalam berbagai aktivitas keagamaan yang dilakukan
secara kontinue, seperti menunaikan ibadah
wajib dan sunnah, pengajian serta ceramah agama. Hal tersebut sebagai sebuah
pembiasaan yang diharapkan akan terinternalisasi dalam diri anak untuk
menentukan pola pikir yang tercermin dalam pola perilaku.
Kata Kunci: Rehabilitasi, Internalisasi Nilai
Religiusitas, Anak Berhadapan Hukum
Abstract
The number of child cases in Makassar City varies greatly. Data from
women's empowerment and child protection in Makassar City in 2018-2020 stated
that cases of children facing the law occupied the highest number in each year.
If accumulated, it reaches 664 cases, followed by successive cases of physical
violence 304, sexual cases 201, psychic cases 104, child neglect cases 55, traficking cases 21, and child exploitation cases 1. The
high number of cases of children facing the law is the main concern, one of
which is through coaching with a religious approach in service and assistance
based on the internalization of religiosity values. The purpose of this study
is to analyze the internalization of the value of religiosity in children
facing the law at the Center for Social Rehabilitation of Children Needing
Special Protection toddopuli (BRSAMPK) Makassar. This
research uses qualitative research methods with a case study approach. The
results showed that the internalization of the value of religiosity in children
facing the law is manifested in various religious activities that are carried
out continuously, such as performing compulsory worship and sunnah, recitation
and religious lectures. This is a habituation that is expected to be
internalized in the child to determine the mindset reflected in the behavior
pattern.
Keywords: Rehabilitation, Internalization of religiosity values, children facing the
law
Pendahuluan ���
Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah anak usia dini di Indonesia mencapai
30,83 juta jiwa pada 2021. Angka tersebut setara dengan 11,35% dari jumlah
penduduk Indonesia saat ini. Angka tersebut juga diprediksikan tidak akan
mengalami perubahan secara signifikan dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan (Perempuan, 2018).
Tingginya jumlah anak di Indonesia juga dibarengi dengan munculnya berbagai
kasus pelanggaran yang menyebabkan anak harus berhadapan dengan hukum. Data kasus
pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak dapat dilihat pada tabel
berikut;
Tabel 1
Kasus
Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak
Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2021)
Berdasarkan
paparan data diatas, dapat dilihat bahwa jumlah kasus aduan data pada kluster
Anak Berhadapan Hukum di Indonesia memiliki kecenderungan angka yang cukup
tinggi mencapai 6500 kasus dari 3�
kategori ABH, baik sebagai pelaku, korban maupun saksi. Kasus tersebut
tersebar di beberapa wilayah, salah satunya Kota Makassar.
Berdasarkan
penelitian (Fahri, Renggong, & Madiong, 2021) data yang dirilis Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar
sepanjang tahun 2018-2020, dapat dilihat bahwa kasus anak di Kota Makassar dari
berbagai jenis kasus mengalami jumlah yang fluktuatif. Hal tersebut dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2
Kasus Anak di Kota Makassar Tahun
2018 -� 2020
No. |
Jenis Kasus |
Tahun |
||
2018 |
2019 |
2020 |
||
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. |
Kekerasan Fisik Penelantaran Anak Psikis Seksual Traficking Ekspoloitasi Anak Anak Berhadapan Hukum |
13 14 22 22 2 0 141 |
187 29 57 127 12 0 260 |
104 12 25 52 7 1 223 |
Sumber: Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
(DP3A) Kota Makassar (2021)
Data
diatas menunjukkan bahwa salah satu kasus yang paling menonjol dengan jumlah
yang terlampau tinggi dibandingkan dengan kasus lainnya adalah kasus Anak
Berhadapan Hukum dilihat dari jumlah kasus dari tahun ke tahun lebih tinggi
dibandingkan jenis kasus lainnya.
Oleh
karena itu, pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi anak yang memerlukan
perlindungan khusus telah tersebar di 8 titik di Indonesia, salah satunya di
Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK)
Toddopuli Makassar. Mengingat, data menunjukkan bahwa jumlah anak yang memasuki
BRSAMPK Toddopuli Makassar notabennya berasal dari klaster kasus Anak
Berhadapan Hukum (Staff BRSAMPK, 2022).
Pentingnya
penyadaran kepada anak penyandang masalah sosial dalam hal ini pada anak berhadapan
hukum melalui pembinaan dengan pendekatan keagamaan dalam pelayanan dan
pendampingan yang didasarkan atas internalisasi nilai. Maka salah satu model
pendekatan rehabilitasi yang diterapkan oleh sejumlah Balai Rehablitiasi Sosial
Anak Memerlukan Perlindungan Khusus adalah pendekatan religiusitas.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Fadlillah,
2018) yang berfokus pada upaya meningkatkan
religiusitas anak berhadapan hukum melalui bimbingan agama Islam. Temuannya mengungkap
bahwa internalisasi nilai religiusitas mampu membantu anak berhadapan hukum
dalam menyelesaikan
masalahnya, menyadarkan anak berhadapan hukum tentang perilakunya yang menyimpang dari nilai-nilai moral dan agama, serta
membantu anak berhadapan hukum dalam
menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama.
Mengingat, anak
dengan religiusitas rendah cenderung menunjukkan perilaku immoral dan anti
sosial.� Hal tersebut menjadi perhatian
utama, dikarenakan dalam realitanya anak berhadapan hukum yang terlanjur masuk
kedalam kemerosotan moral, menimbulkan problem
perilaku kriminal, disamping itu juga menimbulkan problem religiusitas pada berbagai aspek kehidupannya. �Kemerosotan nilai disertai dengan sikap jauh
dari agama, idealnya perlu internalisasi nilai-nilai norma agama dalam membina anak (Sudarsono, 2008).
Berdasarkan
uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji secara empiris terkait internalisasi
nilai religiusitas. Dalam hal ini, penekananya adalah keingintahuan peneliti
mengenai internalisasi nilai religiusitas yang diterapkan oleh balai
rehabilitasi kepada anak penerima manfaat, terkhusus pada anak berhadapan hukum
di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK)
Tooddopuli Makassar.
Metode Penelitian
Penelitian ini secara teknis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan jenis penelitian penelitian Studi Kasus. Penelitian studi kasus pada dasarnya
memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah
kasus untuk dikaji secara mendalam dan mendetail sehingga mampu membongkar
realitas dibalik fenomena (Rahardjo, 2017).
Sumber data
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara
langsung dari� lokasi penelitian melalui
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi terhadap informan. Sedangkan
data sekunder diperoleh secara tidak langsung melalui referensi terkait
rehabilitasi sosial, khususnya pada anak berhadapan hukum. Informan dalam
penelitian ini terdiri dari ketua BRSAMPK Toddopuli Makassar, staff pada� BRSAMPK Toddopuli Makassar, dan anak binaan
BRSAMPK Toddopuli Makassar, terkhusus dari klaster Anak Berhadapan Hukum.
Hasil Dan
Penelitian
Masuknya aspek perlindungan anak dalam konstitusi,
terbitnya sejumlah regulasi terkait perlindungan anak, beragamnya kelembagaan
terkait anak serta semakin massifnya kebijakan dan program terkait perlindungan
anak meneguhkan betapa spirit
pemajuan perlindungan anak di Indonesia semakin baik, diantaranya keberadaan balai
rehabilitasi sosial.
Kehadiran
Balai Rehabilitasi sosial bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus salah
satunya berada di Kota Makassar. Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan
Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Toddopuli Makassar merupakan UPT di bawah naungan Kementerian
Sosial Republik Indonesia
yang memiliki tujuan untuk memulihkan kondisi psikologis
dan sosial serta fungsi sosial anak melalui program rehabilitasi sosial agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara wajar di dalam masyarakat dan berperilaku/berakhlak mulia.
Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan
Khusus tidak terlepas dari visi dan misi serta tujuan mulai yang digaungkan.
Hal tersebut diperkut oleh pernyataan Cristiana Junus (2021) selaku Kepala BRSAMPK
Toddopuli Makassar yang menyatakan bahwa:
�dari visi misi ini, kita menyatukan motto kita. Bahwa
sejak anak datang anak merasa diperhatikan dan diperlakukan dengan baik.
Intervensi pertama, mereka punya pemahaman bahwa mereka harus berubah. Selain
itu, sebenarnya bukan rehabilitasi tetapi semacam pondok pesantren, yang jika
mereka keluar bisa langsung berubah menjadi baik�.
Hal
tersebut senada dengan ungkapan Yusran (2022) selaku salah satu staff di Balai
Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus Toddopuli Makassar yang
menyatakan bahwa:
�Memang
kita tidak mengekang, yang pasti meninggalkan wilayah harus ada surat izin, dan
memang konsep didalamnya kita memang meninggalkan kesan penjara, tetapi seolah
seperti asrama� (Wawancara
dengan Staff BRSAMPK pada 02 Juni 2022)
Adanya
bentuk keleluasaan dengan syarat dan ketentuan berlaku yang diberikan oleh
pihak balai rehabilitasi terhadap anak binaan senantiasa menjadi sebuah ruang
gerak tersendiri bagi anak. Sehingga anak dapat berkembangan dan merefleksikan
segala sesuatu secara lebih baik tanpa adanya tekanan dan ekspoloitasi dari
pihak manapun.
Beragam
inisiatif perlu diupayakan mencegah permasalahan anak berhadapan dengan hukum, diperlukan upaya penanganan secara
kompherensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan
peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten. Disamping upaya membangun proses hukum yang lebih
ramah anak dan penyediaan layanan yang melindungi tumbuh-kembang bagi anak yang
terpaksa berhadapan dengan hukum, haruslah tetap didukung.
Penyelesaian di luar proses peradilan tersebut
diharapkan mampu memberikan rasa keadilan terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum dan dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Pengaturan ini dimaksudkan
untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan, sehingga dapat
menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (Wahyudi, 2015).
Internalisasi Nilai
Religiusitas pada Anak Berhadapan Hukum
A.
Penyadaran Sosialisasi
Perilaku penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anak
yang merupakan anak-anak yang berjalan diluar jalur pranata sosial masyarakat
yang telah disepakati bersama. Sehingga mereka harus kembali diarahkan agar
bisa berjalan pada jalur yang telah ada. Mengingat fakta sosial yang terjadi
bahwa jumlah anak yang memasuki Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan
Perlindungan Khusus yang notabennya berasal dari trend kasus Anak Berhadapan
Hukum (Staff BRSAMPK, 2022).
Salah satu model
pembinaan melalui beragam pendekatan yang diterapkan� oleh BRSAMPK, yaitu model pembinaan yang amat
penting dilakukan dalam proses rehabilitasi adalah pendekatan keagamaan
(spiritualitas). Mengingat pentingnya penyadaran kepada para anak penyandang masalah
sosial dalam hal ini pada anak berhadapan hukum melalui pembinaan dengan
pendekatan keagamaan (religiusitas) dalam pelayanan dan pendampingan yang
didasarkan atas internalisasi nilai religiusitas.
Pelaksanaan program
rehabilitasi sosial dalam pendekatan religiusitas yang dibangun oleh para stakeholder kepada anak binaan
diwujudkan dengan berbagai model pendekatan. Hal tersebut diungkap oleh Yusran
(2022) salah satu staff di balai rehabilitasi tersebut.
�Berkaitan tentang
religiusitas, memang sesuatu yang penguatannya harus dengan porsi yang lebih
banyak selain dari terapi-terapi lainnya. Karena notabennya semua anak binaan
beragama Islam, maka programnya itu, selain pelaksanaan ibadah shalat lima
waktu secara berjamaah, kewajiban shalat dhuha setiap pagi, dilakukan pula
pengajian setiap malam jumat, serta bimbingan spiritual dengan mendatangkan
ustads untuk ceramah� (Wawancara
dengan Staff BRSAMPK pada 02 Juni 2022)
Ragam
kegiatan dalam berbagai aktivitas keagamaan yang dilakukan secara kontinue sebagai
wujud internalisasi nilai religiusitas bagi anak binaan. Mengingat kontrol sosial merupakan salah satu fungsi agama di dalam
masyarakat, dimana ajaran agama yang dianut oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dapat mengawasi perbuatan
manusia agar tetap berada dijalan yang lurus (Fratiwi,
n.d.).
Meski diakui
bahwa terdapat beberapa kendala yang masih menjadi tantangan tersendiri bagi
para pembina di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus
Toddopuli Makassar dalam melakukan rehabilitasi terhadap anak binaan. Tantangan
tersebut diantaranya, (1) Tingkat pendidikan anak yang bervariasi, (2) Asal
daerah dan kultur anak yang berbeda-beda, dan (3) Estimasi waktu yang lama
tinggal di rutan. Ketiga hal tersebut dinyatakan oleh salah satu staff Balai
Rehabilitasi sebagai kendala berdasarkan penuturannya yang menyatakan bahwa:
�kalau untuk
kendala dalam rehabilitasi, memang ada beberapa. Pertama karena tingkat
pendidikan anak yang beragam jadi biasa menimbulkan gap antara yang
berpendidikan dan tidak berpendidikan. Kedua, karena asal daerah dan kultur
mereka yang berdeda-beda, terkadang ada anak yang merasa dirinya lebih
dibanding yang lainnya. Ketiga, ketika terlalu alam tinggal di lapas baru
kemudian dipindahkan maka biasanya anak akan membawa budaya lapas�. (Wawancara dengan Staff BRSAMPK pada
02 Juni 2022)
B. Pengadaan Kegiatan Religiusitas
Pihak balai rehabilitasi
juga melakukan berbagai kegiatan-kegiatan diluar balai dengan nuansa religius,
seperti yang ditambahkan oleh Yusran (2022) dengan menyatakan bahwa:
�biasanya juga kita bawa
ke makam Syekh Yusuf di Gowa, shalat di Masjid Al-Markas, tetapi tidak rutin
dilakukan�. (Wawancara
dengan Staff BRSAMPK pada 02 Juni 2022)
Internalisasi
nilai religiusitas yang dibangun oleh pihak balai rehabilitasi sosial yang
bekerja sama dengan semua sthakeholder senantiasa
menjadi sebuah pemantik yang tertanam dalam diri anak binaan yang diwujudkan
dalam kehidupan setiap harinya. Hal tersebut diungkap oleh AP salah satu
informan selaku anak binaan dari kluster Anak Berhadapan Hukum yang menyatakan
bahwa:
�iyye selalu
shalat disini, shalat subuh di masjid baru membersihkan, dulu shalat Jumat saja� (Wawancara dengan A tanggal 02 Juni 2022)
Pernyataan
salah satu informan diatas sebagai sebuah bentuk internalisasi nilai
religiusitas yang mulai ditanamkan dalam kehidupan sehari-harinya. Meski diakui
bahwa hal tersebut tidak dapat menjamin religiusitas anak tersebut, mengingat
kegiatan religiusitas yang dilakukan masih pada ranah karena merupakan aturan
yang harus dipenuhi sebagai� anak binaan
di balai tersebut. Namun, sebagai sebuah pembiasaan yang diharapkan hal
tersebut akan terinternalisasi dalam diri anak, yang tercermin dalam pola
perilaku di kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Internalisasi nilai
religiusitas pada anak berhadapan hukum diwujudkan dalam ragam kegiatan melalui
berbagai aktivitas keagamaan yang dilakukan secara kontinue, seperti menunaikan ibadah wajib dan sunah, pengajian
serta ceramah agama. Hal tersebut sebagai sebuah pembiasaan yang diharapkan
akan terinternalisasi dalam diri anak sebagai sebuah indikasi mendasar yang
harus di perkuat dalam diri anak untuk menentukan pola pikir yang tercermin
dalam pola perilaku. Internalisasi nilai religiusitas yang dibangun oleh pihak
balai rehabilitasi sosial yang bekerja sama dengan semua stakeholder senantiasa menjadi sebuah pemantik yang tertanam dalam
diri anak binaan yang diwujudkan dalam kehidupan setiap harinya. Meski diakui
bahwa� terdapa beberapa kendala yang
menjadi tantangan dalam upaya internalisasi nilai religiusitas anak berhadapan
hukum, diantaranya tingkat pendidikan yang bervariatif, asal daerah dan budaya
yang berbeda, serta jangka waktu lama tinggal di rutan.
Fadlillah, Ainun. (2018). Upaya Meningkatkan Religiusitas Anak Berhadapan
Hukum (ABH) melalui Bimbingan Agama Islam (Studi Kasus Di Pondok Pesantren
Raden Sahid Mangunan Lor Demak). Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang.
Fahri, Ashar, Renggong, Ruslan, & Madiong, Baso. (2021). Analisis Sosio
Yuridis Kekerasan Terhadap Anak Di Kota Makassar. Indonesian Journal of
Legality of Law, 4(1), 107�116. Google Scholar
Fratiwi, Novia Hasan. (n.d.). Komunikasi Interpersonal Pembimbing Agama
Dalam Meningkatkan Kesadaran Beragama Anak Berhadapan Hukum (ABH)(Studi Di
Balai Rehabilitasi Sosial Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK)
Handayani Jakarta). Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif �. Google Scholar
Perempuan, Kementerian Pemberdayaan. (2018). Profil anak indonesia 2018. Jakarta
(ID): KPPA. Google Scholar
Rahardjo, Mudjia. (2017). Studi kasus dalam penelitian kualitatif:
konsep dan prosedurnya. Google Scholar
Sudarsono. (2008). Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta:
Rineka Cipta.
Wahyudi, Dheny. (2015). Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan
Hukum Melalui Pendekatan Restorative Justice. Jurnal Ilmu Hukum Jambi, 6(1),
43318. Google Scholar
Copyright
holder: Marta
Suharsih, Tahir Kasnawi, Muh Iqbal Latief (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |