Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 7, Juli 2022
ANALISIS KOMUNIKASI KESEHATAN TERKAIT KEBERHASILAN PENCEGAHAN STUNTING ANAK DI KABUPATEN TANAH BUMBU
Sugi Mukti, Ayu Purnama, Abdul Rasyid Ridha, Richie Petroza
Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad
Al Banjari, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Penurunan angka
stunting anak merupakan
salah satu dari 6 goal yang
disyaratkan untuk mencapai Global Nutritions Target
2025. Di Indonesia sendiri angka
stunting anak masih tinggi dalam satu
dekade terakhir. Penyebab terjadinya stunting pada
anak adalah kekurangan nutrisi akut pada 1,000 hari pertama hidup. Salah satu penyebab umumny
adalah faktor kurangya edukasi dan pengetahuan tentang stunting. Studi ini adalah
untuk mengetahui komunikasi masa seperti apa yang bisa diterima
dengan efektif oleh masyarakat Kabupaten Tanah Bumbu yang terkenal dengan keragamannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi deskriptif. Data yang digunakan diperoleh dari wawancara dengan Tim Penanggulangan dan Pencegahan
Stunting Kabupaten Tanah Bumbu
dan literatur terkait. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa ketidakpahaman tentang stunting bukan hanya terjadi
pada orang tua bahkan sebagian petugas kesehatan lapangan juga mendapatkan kesulitan dalam menentukan kasus stunting yang terjadi pada anak. Dengan melakukan
pendekatan komunikasi yang lebih intensif antara Tim Penanggulangan dan Pencegahan Stunting dengan kader kesehatan lebih efektif dalam
usaha menurunkan jumlah anak terduga
stunting.
Kata kunci: stunting, komunikasi kesehatan,
tanah bumbu
Abstract
Child stunting number decreasing
is one of 6 goals that required to achieve in Global Nutrition Targets 2025. As
in Indonesia the number of child stunting still in high point over the past
decade. Child stunting occurs due to chronic malnutrition in the 1,000 days of
child�s firs life. One of the most common factors the trigger of it is the lack
of education and knowledge about the stunting itself. This study is to find out
what mass communication method used that effectively accepted by the
communities of people with different tribe and custom as Tanah Bumbu itself known as most diverse Regency in South
Kalimantan Province of Indonesia. This research uses a qualitative approach and
uses descriptive studies. Data used at this research obtained from interview
with the Kabupaten Tanah Bumbu
Stunting Convergence and Prevention Team and several related literatures. Based
on the formulated data we found not only the lack of knowledge from the parents
of accused stunting child themselves but also the health cadres often have
difficulties to validate the case as stunting or other disease might be. By
intensify the communication between team and health cadres it also effective to
reducing numbers of suspected stunting children.
Keywords: Stunting, health communication, tanah bumbu
Pendahuluan
Stunting adalah
kondisi gagal tumbuh pada balita (bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga tinggi anak tidak sesuai untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi
sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi
kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita (stunting)
memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih
rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya
tingkat produktivitas. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan dalam jangka panjang
akan berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi dan meningkatkan kemiskinan
(Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI 2016; Tim Nasional
Percepatan Penaggulangan Kemiskinan 2017;(Sakti, 2020).
Berdasarkan data
Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting di
Provinsi Kalimantan Selatan saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau
5,33 juta balita. Meski prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari
tahun-tahun sebelumnya, namun mengingat target nasional sebesar 14 persen di
tahun 2024, maka penanganan stunting ini masih akan mejadi program prioritas
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kebijakan.
Kabupaten Tanah
Bumbu, merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang
teridentifikasi ditemukannya kasus stunting. Berdasarkan hasil antropometri
yang dilakukan pada bulan Februari 2018, diketahui jumlah kasus stunting di
Kabupaten Tanah Bumbu sebanyak 4% dari 19.823 orang bayi dan balita yang datang
ke Posyandu (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI 2018), (Dinas Kesehatan
Kabupaten Tanah Bumbu 2018).
Stunting tidak
hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak
balita. Penyebab stunting sangat beragam dan kompleks, namun secara umum
dikategorikan menjadi tiga faktor, yaitu faktor dasar (basic factors), faktor
yang mendasari (underlying factors), dan faktor dekat (immediate factors).
Faktor ekonomi, sosial, politik, termasuk dalam basic factors; faktor keluarga,
pelayanan kesehatan termasuk dalam underlying factors sedangkan faktor diet dan
kesehatan termasuk dalam immediate factors (Candra, 2013). Salah satu
penyebab Stunting, yaitu pola pengasuhan orang tua terhadap anak, menurut
penelitian di Oenesu Kabupaten Kupang menyatakan bahwa pendidikan orang tua dan
pendapatan keluarga mempengaruhi pola pengasuhan. (Verdial 2019). Selain pola asuh,
pemberian ASI eksklusif juga merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang anak yang kemudian dapat meyebabkan
Stunting. Asupan gizi melalui ASI dapat menunjang proses tumbuh kembang anak
yang lebih optimal (Evi & Erlisa, 2017). Faktor
penyebab lainnya, yaitu pemantauan�
tinggi/panjang badan balita di posyandu, diperlukan tenaga kader yang
terlatih agar pemantaun yang dilakukan tepat dan benar (Simbolon, Soi, & Ludji, 2021) (Simbolon et al., 2021).
Kabupaten Tanah
Bumbu telah menganggarkan dana untuk kegiatan Tim Percepatan Penurunan stunting
yang melibatkan banyak OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) untuk melakukan
intevensi pencegahan stunting baik intervensi spesifik mau intervensi sensitif.
Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab
terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan seperti asupan
makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan
lingkungan. Terdapat 9 poin intervensi gizi spesifik, yaitu:
1.
Asupan tambahan untuk ibu menyusui dan
anak-anak kurang gizi;
2.
Asupan tambahan gizi untuk anak remaja
perempuan dan wanita hamil;
3.
Promosi dan konseling ASI;
4.
Promosi cara pemberian asupan makanan
pada balita dan anak-anak;
5.
Penanganan pada gizi buruk akut;
6.
Monitoring perkembangan;
7.
Asupan tambahn micronutrisi;
8.
Imunisasi;
9.
Pengelolan penyakit anak terintegrasi
Intervensi
sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung
stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan. Intervensi sensitif
terbagi menjadi 4 jenis yaitu penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi
dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi serta peningkatan
akses pangan bergizi.
����������� Kabupaten Tanah Bumbu setidaknya
telah melaksanakan intervensi spesifik dan intervensi sensitif berupa
penyuluhan dan promosi terhadap bahaya stunting dalam bentuk kampanye yang
menjadi objek dalam penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan data sekunder yang diperoleh dari Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten
Tanah Bumbu. Pengumpulan
Data sekunder dilakukan
pada bulan Mei-Juni 2022 di
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Tanah Bumbu sebagai sekretariat Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Tanah Bumbu. Data yang dikumpulkan adalah jenis intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang melibatkan komunikasi massa berupa konseling dan promosi kesehatan lainnya yang terkait erat dengan tujuan
Pemerintah Daerah dalam rangkan penurunan angka stunting di Kabupaten Tanah
Bumbu.
Teknik pemilihan
informan yang digunakan
oleh peneliti adalah
purposive sampling, yang artinya informan
dipilih berdasarkan beberapa kriteria tertentu yang ditentukan oleh peneliti. Kriteria tersebut terdiri dari: (1) Memahami dan mampu menjelaskan isu stunting di Kabupaten Tanah Bumbu; (2) Merupakan pelaku / penanggungjawab dalam Kampanye Proyek Percepatan Penurunan Stunting;. Berdasarkan kriteria tersebut, maka didapat informan yaitu HS (Fungsional Perencana Bidang Pemerintahan & Pembangunan Manusia).
Teknik pengumpulan
data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan
data. Dalam riset kualitatif dikenal metode pengumpulan data : observasi, focus group
discussion, wawancara mendalam,
dan studi kasus. Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data primer
dengan melalui pihak terkait menggunakan
teknik wawancara mendalam yang berupa wawancara semistruktur..
Hasil dan Pembahasan
Membangun
komunikasi efektif sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima,
dipahami, dan diimplementasikan oleh khalayak sasaran menjadi hal penting dalam
sosialisasi program pemerintah. Dalam konteks ini kegagalan komunikasi kerap
terjadi karena sistem sumber (komunikator) cenderung mengabaikan karakteristik
pola perilaku komunikasi khalayak. Faktor lainnya yang menjadi penyebab
kegagalan komunikasi, karena komunikator kurang atau bahkan tidak menganalisis
perilaku khalayak terhadap program yang disosialisasikan.
Demikian juga
yang terjadi dalam sosialisasi program pencegahan penyebaran stunting kepada
masyarakat di Kabupaten Tanah Bumbu. Hasil survei melalui pengamatan, wawancara
menunjukkan bahwa sistem sumber (pemerintah) harus bisa memperhatikan berbagai
karakteristik yang melekat pada masyarakat sebagai khalayak sasaran. Dalam
prakteknya dilapangan tim memerlukan analisis situasi komunikasi dan analisis
situasi menjadikan program-program kesehatan pencegahan stunting bisa dipahami
secara utuh oleh masyarakat terutama di desa-desa yang menjadi lokus kegiatan.
Gambar 1
Desa Lokus Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Tanah Bumbu
Sumber: Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Tanah Bumbu
Terdapat 72 Desa dari
12 Kecamatan yang menjadi lokus kegiatan penurunan stunting di Kabupaten
Tanah Bumbu untuk periode tahun 2022. Setiap desa memiliki
karakteristik masyarakat berbeda sehingga pola dan gaya komunikasi
yang diterapkan juga berbeda
dalam sosialiasi dan promosi stunting. Sebagai contoh di Kecamatan Satui yang paling banyak desanya menjadi lokus kegiatan stunting (13 desa), memiliki etnis yang beragam karena selain dihuni
oleh penduduk lokal suku banjar sebagian
besar masyarakat adalah para pendatang dari program Transmigrasi Pemerintah Pusat yang sudah lama mendiami wilayah tersebut namun tetap memegang
teguh adat istiadat serta pola hidup suku
mereka, kebanyakan pendatang ini adalah
berasal dari suku Jawa, Bali, dan Sulawesi. Dalam kondisi sosial
heterogen seperti ini Komunikasi kesehatan dapat lebih efektif menggunakan
pola formal yaitu dengan membuat forum yang terdiri dari pemerintah
dan elemen masyarakat karena tingkat serapan pemahaman masyarakat yang lebih baik sehingga bahasa
tidak terlalu menjadi kendala. Selain itu hegemoni
kesukuan juga tidak terlalu kental sehingga informasi terkait kesehatan dapat diterima dengan baik siapapun
pembicara yang menyampaikan
materi. Sebaliknya di Kecamatan Kusan Hilir sebagai kecamatan
terbanyak kedua yang desanya menjadi lokus kegiatan stunting memiliki kondisi sosial masyarakat yang homogen yaitu berasal
dari Suku Bugis yang mayoritas adalah nelayan dan Petani yang mendiami pesisir pantai bagian selatan
Kabupaten Tanah Bumbu. Karakteristik masyarakat bugis yang lebih komunal menjadikannya sebuah tantangan tersendiri, disini peran pemerintah dan masyarakat harus menggambarkan hegemoni kesukuan, jadi lebih efektif jika
dilakukan dengan format sosialisasi door to door dengan melibatkan kader kesehatan yang memiliki latarbelakang suku yang sama. Hal ini terjadi
karena faktor bahasa dan adat istiadat mereka yang unik.
Program Intervensi
Pemerintah
Program intevensi Pemerintah Daerah dalam penurunan angka stunting tersebar di berbagai OPD terkait diantaranya Dinas
Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
(PUPR), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (KBP3A), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas
Pendidikan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pengembangan & Penelitian
(BAPPEDALITBANG). Masing-masing OPD memiliki peranan dan spesifikasi kegiatan berbeda sesuai dengan Tugas
Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)
dan pagu anggaran
masing-masing.
Tabel 1
Program Intervensi
Pemerintah Daerah
No. |
Nama OPD |
Program Intervensi
Menggunakan Komunikasi
Masa |
1 |
Dinas Kesehatan |
�
Program
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan �
Program
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan |
2 |
Dinas KBP3A |
�
Program
Pembinaan Keluarga Berencana �
Program
Peningkatan Kualitas Keluarga �
Progam
Pemberdayaan dan Peningkatan Keluarga Sejahtera |
3 |
Dinas PMD |
�
Program
Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Pedesaan �
Pemberdayaan
Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Adat, dan Lembaga Hukum Adat. |
4 |
Dinas Sosial |
�
Program
Keluarga Harapan |
Sumber: Tim Koordinasi Percepatan
Penurunan Stunting Kabupaten Tanah Bumbu
Secara umum
dengan karakteristik masyarakat yang beragam dan memiliki kebutuhan infomasi
yang berbeda maka, perlunya keragaman sumber infomasi dan jenis infomasi
kesehatan yang berbeda pula (Rodiah, Arini, & Syafei, 2018). Temuan
dilapangan menunjukkan, ada kecenderungan komunikasi langsung dengan tokoh
masyarakat atau sesama warga, kolega, keluarga, forum-forum pengajian, arisan,
dan lain-lain menjadi pilihan masyarakat di pedesaan. Informasi harian seputar
program kesehatan pemerintah daerah yang didapatkan masyarakat bersumber� dari posyandu, tokoh masyarakat, dan
perangkat desa. Data ini menunjukan kecenderungan komunikasi yang lebih efektif
bagi desa-desa lokus stunting adalah komunikasi langsung dengan tokoh
masyarakat, kolega, keluarga, forum pengajian, arisan, dan lainnya.
Hal lain yang
diperhatikan demi lancarnya kampanye stunting ini adalah seberapa sering masyarakat
menerima informasi terkait stunting? Seberapa paham masyarakat terkait
informasi tersebut? Menjadi faktor penting dalam sosialisasi Program Percepatan
Penurunan Stunting di Kabupaten Tanah Bumbu. Pemahaman tentang ini semua
membuat pemerintah daerah sebagai komunikator dapat merancang pesan-pesan
program kesehatan terkait stunting yang relatif sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Dibandingkan
dengan informasi kesehatan lainnya seperti HIV, BPJS, Gizi, Kanker, Kesehatan
ibu dan anak, Kartu Indonesia Sehat (KIS), informasi terkait stunting masih
sangat rendah. Jika digali lebih jauh lagi dari ternyata sebagian masyarakat
yang menerima informasi tentang stunting pun hanya pernah sekedar mendengar
atau menerima informasi saja. Pemahaman tentang sunting sebagai program
pemerintah dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) masih rendah. Dalam
perspektif ilmu komunikasi penguatan analisa situasi komunikasi dan analisis
situasi terhadap khalayak sasaran merupakan solusi dari persoalan tersebut.
Komunikasi kesehatan
umumnya dilakukan dalam bentuk: (1) pemasaran sosial yang bertujuan untuk
memperkenalkan atau mengubah perilaku positif, (2) penyebarluasan informasi
melalui media, dan (3) advokasi, pendampingan komunitas, kelompok, atau media
massa dengan tujuan memperkenalkan kebijakan, peraturan, dan program-program
untuk memperbaharui kesehatan. Dalam penelitian ini, komunikasi kesehatan
dilakukan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Tanah Bumbu dalam
bentuk kampanye ke desa-desa lokus. Informasi kesehatan yang disampaikan dalam
kampanye ini berupa isu stunting, penyebab, dampak dan cara-cara pencegahannya.
Kegiatan ini juga fokus pada keluarga sehat yang mendorong laki-laki dan
perempuan aktif berbagi keputusan rumah tangga.
Kampanye
didefinisikan sebagai rangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan
tujuan menciptakan efek tertentu pada khalayak dalam jumlah yang besar,
dilakukan secara berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu (Sood, Shefner-Rogers, & Skinner, 2014). Kampanye
dilakukan secara terlembaga oleh lembaga atau organisasi yang menaunginya,
khalayak dalam kampanye pun biasanya sudah ditetapkan (Kohlstedt et al., 2018).
Tahapan pertama,
dimulai dengan mengidentifikasi masalah faktual yang ada di lapangan (tahap
prakampanye). Sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial perlu
juga didukung oleh temuan ilmiah agar bermanfaat dan melihat fakta secara
holistik. Identifikasi masalah juga diperlukan untuk melihat kausalitas
(sebab-akibat) atau hubungan dari fenomena yang terjadi dengan penyebabnya,
melalui fakta yang ada di lapangan(Kohlstedt et al., 2018).
Tahap kedua
adalah pengelolaan kampanye. Pengelolaan kampanye dimulai dengan melakukan
perancangan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Pada tahap ini tim melakukan
dilakukan identifikasi khalayak yang menjadi sasaran, pesan yang disampaikan,
aktor kampanye, saluran, hingga teknis pelaksanaan kampanye yang sesuai. Pada
tahap pengelolaan juga seluruh isi kampanye diarahkan untuk membekali dan
mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keterampilan khalayak. Sehingga, pada
akhir tahapan ini akan terbentuk perubahan perilaku khalayak (Kohlstedt et al., 2018).
Pada tahapan
ini, dapat dilakukan juga riset formatif yang berguna untuk mendalami subjek
dan objek dari kampanye. Misalnya, mendalami karakter khalayak kampanye,
menentukan pesan kampanye, hingga manajemen waktu kampanye itu sendiri. Riset
formatif adalah sarana mengonstruksi program kampanye untuk menentukan tujuan,
khalayak, pesan, saluran, dan agen perubahannya (Kohlstedt et al., 2018) atau �a
well-planned implementation increases the probability of reaching the right
people and having the desired effect�, yang artinya adalah implementasi yang
terencana dengan baik meningkatkan kemungkinan untuk mencapai target yang telah
ditentukan.
Temuan yang
didapat dari hasil riset formatif berupa informasi terkait dengan perilaku
(behaviors), kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), terkait dengan
praktik / kebiasaan (practices), norma (norms), kebiasaan (habit), motivasi,
hambatan untuk berubah (barriers to change), kesempatan untuk berubah
(opportunity people to change), hingga mengenai perilaku media (media
behavior).
Dari hasil riset
formatif tersebut, akhirnya disepakati bahwa terdapat dua hal utama yang harus
disasar oleh kampanye ini, yaitu mengedukasi masyarakat mengenai stunting dan
mengedukasi soal perilaku pemberian makanan pada anak, sekaligus sanitasinya.
Kedua hal ini dipilih karena pada kenyataannya orang tidak mengetahui banyak
soal stunting. Selain itu, perilaku pemberian makan pada anak turut menjadi
perhatian karena hal tersebut berkontribusi memberikan pengaruh terhadap
stunting pada anak.
Riset formatif
menemukan bahwa hampir semua ibu hamil dan ibu baduta tidak mengetahui� istilah �stunting�(lihat pada gambar 2).
Hanya 1,5% responden ibu hamil dan 2,4% responden ibu baduta yang mengetahui
istilah stunting. Istilah �pendek� umumnya relatif lebih banyak diketahui oleh
ibu hamil (31,2%) dan ibu baduta (34,5%). Dari ibu hamil dan ibu baduta yang
mengaku mengetahui mengenai pendek, hanya sedikit (30-35%) yang mengetahui
bahwa pendek adalah tinggi badan tidak sesuai umur/ tinggi badan lebih rendah
dibandingkan umur. Kurang lebih separuh ibu hamil (53,4%) dan ibu baduta
(48,9%) menyebutkan bahwa pendek adalah cebol (IMA World Health � Indonesia,
2015).
Tidak hanya
pihak keluarga, pihak lain seperti tenaga kesehatan pun mengalami hal yang
sama. Tenaga kesehatan atau kader tidak pernah memberitahukan bahwa masalah
tinggi badan anak merupakan masalah kesehatan dan gizi. Meskipun pengukuran
tinggi badan sudah dilakukan saat di Posyandu, namun ibu tidak pernah
diinformasikan jika anaknya masuk kategori stunting atau tidak (IMA World
Health � Indonesia, 2015).
Setelah melalui
tahap pra kampanye, maka selanjutnya adalah pengelolaan / pelaksanaan kampanye.
Pada tahap ini perlu dilakukan identifikasi khalayak yang menjadi sasaran,
pesan yang disampaikan, aktor kampanye, saluran, hingga teknis pelaksanaan
kampanye yang sesuai. Pada tahap pengelolaan juga seluruh isi kampanye
diarahkan untuk membekali dan mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keterampilan
khalayak. Sehingga, pada akhir tahapan ini akan terbentuk perubahan perilaku
khalayak.
Mendefinisikan
komunikasi kesehatan sebagai studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan
strategi komunikasi untuk menyebarluaskan informasi kesehatan dengan tujuan
mempengaruhi individu atau komunitas agar mereka dapat membuat keputusan yang
tepat berkaitan dengan pengelolaan kesehatan (Kohlstedt et al., 2018). Kampanye Gizi
Nasional merupakan wujud dari komunikasi kesehatan, menyebarluaskan informasi
mengenai penyakit stunting, yang mana di dalamnya terdapat pesan-pesan
kampanye, aktor kampanye, saluran kampanye, dan sasarannya.
Pada tahap
pengelolaan juga seluruh isi kampanye diarahkan untuk membekali dan
mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keterampilan khalayak. Sehingga, pada
akhir tahapan ini akan terbentuk perubahan perilaku khalayak (Kohlstedt et al., 2018).
Mengingat isu
stunting ini adalah urusan bersama dan semua pihak dapat terlibat, maka
pendekatannya pun tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya pemerintah daerah
saja. Akhirnya, dibuatlah pemetaan stakeholders di setiap daerah, siapa saja
yang dapat memberikan dampak / pengaruh kepada masyarakat. Rencana aksi /
kampanye di setiap desa lokus melibatkan badan pemerintahan di tingkat desa
serta kecamatan. Mereka berkontribusi dan berintegrasi untuk mengondisikan
daerahnya masing-masing. Sehingga, ketika tim kampanye datang, situasi di
daerah tersebut sudah kondusif.
(rachma Damayanti, 2009).mengatakan
bahwa keberhasilan pemerintah dalam bidang kesehatan bukan pada berapa banyak
jumlah fasilitas dan infrastruktur kesehatan yang dibangun, melainkan seberapa
jauh pemerintah dapat mengantisipasi penyakit dan wabah yang baru yang
mengancam masyarakat (Wahyudin, 2017). Supaya
kampanye ini mendapat perhatian dan pendanaan dari pemerintah daerag, maka
diperlukan advokasi untuk menumbuhkan komitmen mereka. Advokasi publik
merupakan aktivitas komunikasi untuk mempengaruhi opini publik dan keputusan
dari para pembuat kebijakan. Advokasi digunakan untuk merubah perilaku serta
mempromosikan norma-norma sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Selama
melaksanakan Kampanye Gizi Nasional, terdapat beberapa hambatan atau kendala
yang mengganggu jalannya kampanye ini. Beberapa kendala tersebut terjadi pada:
(1) pengetahuan ibu yang terbatas. Misalnya dalam mengolah makanan dan mencari
sumber makanan yang bergizi. (2) pemantauan kader yang telah diberi pelatihan.
(3) Kurangnya kesadaran pemangku kepentingan karena merasa stunting bukan lah
urusan mereka, melainkan sebuah penyakit keturunan. (4) Jarak dan situasi
lapangan yang membuat tim kampanye sulit untuk mencapai daerah / lokasi
kampanye. (5) Perencanaan dalam menyusun kegiatan kampanye karena melibatkan
banyak pihak.
Berdasarkan
gambar 6, diketahui bahwa 70% ibu menganggap bahwa stunting/pendek disebabkan
karena keturunan. Sekitar 36% menganggap tidak ada penyebabnya, dan jumlah yang
sama (sekitar 36%) juga menganggap bahwa penyebabnya adalah kurang makan.
Sisanya mengatakan bahwa penyebab stunting adalah kurang aktivitas, sering
sakit, dan gemuk(ketika makan, anak bukan menjadi tinggi tetapi melebar menjadi
gemuk). Ada sekitar 9,5% yang mengatakan terus terang bahwa mereka tidak tahu
apa penyebabnya.
Berkaitan dengan
pengetahuan tentang akibat stunting/pendek, (36,8%) dari kelompok Ibu Hamil dan
Ibu Baduta menyatakan tidak ada akibat yang ditimbulkan oleh stunting. Artinya
ibu menganggap bahwa stunting/pendek bukan suatu masalah karena itu tidak ada
akibatnya. Namun ada sekitar 35% responden ibu hamil dan ibu baduta yang
menyebutkan bahwa akibat stunting/pendek itu adalah pertumbuhan terganggu.
Menurut ibu hamil dan ibu baduta makan banyak, minum vitamin dan olahraga
merupakan cara untuk mencegah stunting/ pendek (IMA World Health � Indonesia,
2015).
Gambar 3
Pengetahuan Masyarakat Tentang Stunting
Sumber:
Sumber: Laporan Hasil Riset Formatif Fase-1 Program Komunikasi dan Kampanye
Gizi Nasional (2015:24)
Narasumber menambahkan bahwa stunting
merupakan isu yang sangat rumit. Karena masalah stunting ini sangat relevan
dengan banyak aspek, baik dengan ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan,
dan lainnya. Kampanye saja tidak cukup untuk menumbuhkan awareness. Maka dari
itu, advokasi pun turut dibutuhkan untuk menggerakkan para pemangku
kepentingan. Berdasarkan hasil laporan IMA World Health �minimnya pengetahuan
pada penentu kebijakan dan pengambil keputusan tentang penyebab dan dampak
stunting menyebabkan stunting dianggap bukan sebagai masalah kesehatan,
sehingga tidak menjadi fokus utama dalam program gizi di daerahnya.
Oleh karena itu, para pihak ini
diberikan penjelasan mengenai stunting dan bagaimana cara mereka dapat
berkontribusi untuk mengubah keadaan. MCA-Indonesia melakukan pendekatan melalui
integrated intervention, yang tidak hanya mengintervensi masyarakat saja, namun
juga pemerintah, media, dan lembaga lainnya yang berkaitan.
Kesimpulan
Proses pra Kampanye Percepatan Penurunan
Stunting dilaksanakan dengan membuat riset formatif yang bertujuan untuk
mengetahui latar belakang sasaran kampanye. Dari riset ini pun temuan yang
didapat dari hasil riset formatif berupa informasi terkait dengan perilaku
(behaviors), kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), terkait dengan
praktik / kebiasaan (practices), norma (norms), kebiasaan (habit), motivasi,
hambatan untuk berubah (barriers to change), kesempatan untuk berubah
(opportunity people to change), hingga mengenai perilaku media (media
behavior).
Proses pengelolaan dan pelaksanaan
kampanye dilakukan melalui integrated intervention. Intervensi dilakukan dengan
melaksanakan kampanye oleh para kader Posyandu dan tokoh masyarakat, advokasi
oleh lembaga pemerintah dan lembaga keagamaan, serta menggandeng media untuk
memberikan informasi mengenai stunting secara massal, baik dalam skala nasional
maupun lokal. Dalam kampanye ini pesan yang disampaikan berupa seluk beluk
stunting, pola pengasuhan anak, pola pemberian makan pada anak, referensi
pangan yang bergizi, serta pemeliharaan sanitasi dan kesehatan
BIBLIOGRAFI
Candra, Aryu. (2013). Hubungan Underlying
Factors Dengan Kejadian Stunting Pada Anak 1-2 Th. Diponegoro Journal Of
Nutrition And Health, 1(1), 89913.
Evi, Ingrid, & Erlisa, C. (2017).
Efektifitas Hidroterapi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita
Hipertensi Di Panti Wreda Al-Islah Malang. Nursing Online, Akses Tanggal,
4.
Kohlstedt, Michael, Starck, S�ren, Barton,
Nadja, Stolzenberger, Jessica, Selzer, Mirjam, Mehlmann, Kerstin, Schneider,
Roland, Pleissner, Daniel, Rinkel, Jan, & Dickschat, Jeroen S. (2018). From
Lignin To Nylon: Cascaded Chemical And Biochemical Conversion Using
Metabolically Engineered Pseudomonas Putida. Metabolic Engineering, 47,
279�293. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ymben.2018.03.003
Rachma Damayanti, Shinta. (2009). Dugaan"
Malpraktek Medis" Dalam Pelayanan Kesehatan. Universitas Airlangga.
Rodiah, Rodiah, Arini, Nining, &
Syafei, Abdullah. (2018). Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Terhadap Status Gizi Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(3),
174�184. Https://Doi.Org/10.33221/Jikm.V7i3.126
Sakti, Syahria Anggita. (2020). Pengaruh
Stunting Pada Tumbuh Kembang Anak Periode Golden Age. Biormatika: Jurnal
Ilmiah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 6(1), 169�175. Https://Doi.Org/10.35569/Biormatika.V6i1.709
Simbolon, Demsa, Soi, Beatrix, & Ludji,
Ina Debora Ratu. (2021). Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan Dalam Deteksi
Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan Melalui Pelatihan Penggunaan Meteran Deteksi
Risiko Stunting. Media Karya Kesehatan, 4(2).
Https://Doi.Org/10.24198/Mkk.V4i2.32111
Sood, Suruchi, Shefner-Rogers, Corrinne,
& Skinner, Joanna. (2014). Health Communication Campaigns In Developing
Countries. Journal Of Creative Communications, 9(1), 67�84.
Https://Doi.Org/10.1177/0973258613517440
Copyright holder: Sugi Mukti, Ayu Purnama, Abdul Rasyid Ridha, Richie Petroza (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |
Wahyudin, Uud. (2017). Membangun Model
Kampanye Komunikasi Kesehatan Phbs Di Jawa Barat. Jipsi-Jurnal Ilmu Politik
Dan Komunikasi Unikom, 6.