Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 �����e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 7, Juli 2022

 

PROSES PENUNTUTAN TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI LINGKUNGAN MILITER

 

Bintara Sura Priambada1, Andi Sutrasno2, Hervin Rahadian Janat3

1,3 Universitas Surakarta, Indonesia

2 Universitas Soerjo Ngawi, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dari suatu masyarakat. Rumah tangga yang bahagia, aman, dan tentram menjadi dambaan setiap orang. Tindak pidana yang dilakukan oleh subyek hukumnya militer disebut tindak pidana militer. Tindak Pidana Militer terbagi dalam dua jenis yaitu Tindak Pidana Militer Murni dan Tindak Pidana Militer Campuran. Tindak pidana militer murni adalah suatu tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus untuk militer. Studi ini dilakukan dengan cara mencari, mencatat, menganalisa dan mempelajari data yang merupakan bahan pustaka yang berkaitan dengan Proses penuntutan terhadap anggota TNI yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Metode Penelitian yang peneliti gunakan dengan mengumpulkan data lengkap dan telah diolah dengan menggunakan narasi ataupun tabel maka selanjutnya dianalisis secara kualitatif . Dengan melakukan Pemanggilan terdakwa oleh oditur untuk pemberitahuan Penetapan Hari Sidang dan Pembacaan Surat Dakwaan, serta mengadakan pemanggilan kepada saksi-saksi. Selain Surat Dakwaan yang dibacakan kepada terdakwa, dibacakan pula surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera) Surat Penetapan Hari Sidang (TUPSID), setelah dibacakan kepada Terdakwa dibuat berita acaranya, kemudian ditandatangani oleh terdakwa. Mempersipkan barang bukti/surat-surat bukti guna diperlihatkan dalam sidang.

 

Kata kunci: KDRT, Oditur, Penuntutan

 

Abstract

The household is the smallest community of a society. A happy, safe, and peaceful household is everyone's dream. Crimes committed by military legal subjects are called military crimes. Military Crimes are divided into two types, namely Pure Military Crimes and Mixed Military Crimes. A pure military crime is a crime that can only be committed by a military person, because it is special for the military. This study was conducted by searching, recording, analyzing and studying data which are library materials related to the prosecution of members of the TNI who commit domestic violence (KDRT). The research method that the researcher uses is to collect complete data and have been processed using narration or tables, then it is analyzed qualitatively. By summoning the accused by the public prosecutor to notify the appointment of the trial day and the reading of the indictment, as well as calling the witnesses. In addition to the Indictment Letter which was read to the defendant, a Decision on Case Submission (Skeppera) was read out on the Determination of Session Day (TUPSID). Prepare evidence / documents of evidence to be shown in court.

 

Keywords: Domestic Violence, Prosecutor, Prosecution

 

Pendahuluan

Perkawinan memiliki arti yakni ikatan social atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan anatar suami dan istri sehingga terbentuknya suatu keluarga (Reshita 2021) Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, juga telah menjelaskan definisi perkawinan �Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.� (Hanifah 2019)

Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dari suatu masyarakat. Rumah tangga yang bahagia, aman, dan tentram menjadi dambaan setiap orang. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga untuk melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama dan teologi kemanusiaan. Hal ini penting ditumbuh kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan hal tersebut, bergantung pada setiap orang dalam satu lingkup rumah tangga, terutama dalam sikap, perilaku dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut (Khadijah Tahir 2018)

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (1) tentag Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah :

� Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelentaran rumah tanggatermasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga �.

Tindakan mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, Negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan terhadap pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Tindak pidana yang dilakukan oleh subyek hukumnya militer disebut tindak pidana militer. Tindak Pidana Militer terbagi dalam dua jenis yaitu Tindak Pidana Militer Murni dan Tindak Pidana Militer Campuran. Tindak pidana militer murni adalah suatu tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus untuk militer. Sedangkan tindak pidana militer campuran (germengde militaire delict) adalah tindak pidana yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan lain, tetapi diatur lagi dalam KUHPM karena adanya suatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat (Ramaditha 2022)

Tindak pidana militer murni yang sering dilakukan oleh anggota TNI yaitu kejahatan menarik diri dari kewajiban dinas, berupa ketidakhadiran tanpa ijin atau disingkat THTI yang diatur dalam Pasal 85 dan 86 KUHPM, dan tindak pidana desersi yang diatur dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer. Tindak pidana desersi cukup menonjol di lingkungan peradilan militer dibandingkan tindak pidana lainnya (Styastuti, Sari, and Vaundra 2016). Oleh karena itu, dalam penanganan tindak pidana desersi dimana terdakwanya tidak bisa dihadirkan dalam persidangan perlu mendapatkan perhatian yang sangat serius dalam menuntaskan perkara-perkara yang yang masih tertunda dan status hukumnya mengambang. Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, apabila ada terdakwa dalam perkara desersi tidak dapat dihadirkan dalam persidangan maka diselesaikan melaui penetapan Mahkamah Agung yang menyatakan penolakan tuntutan Oditur dengan putusan Niet Ontvankelijke (N.O) (Naibaho 2021)

Kekerasan dalam keluarga yang dilakukan oleh anggota militer atau Tentara Nasional Indonesia (Budianti 2020) Tindak kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga merupakan masalah sosial yang serius dan menyita perhatian masyarakat, sebab seharusnya keluarga merupakan lingkungan paling aman dan menjadi tempat berlindung antar anggota keluarga, namun pada kenyataan Keluarga juga dapat mengancam hidup seseorang. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban di antara anggota keluarga di dalam rumah tangga, bentuk tindak kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik dan/atau kekerasan verbal (ancaman kekerasan).

Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara yang memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan dalam perundang-undangan da diangkat oleh para pejabatyang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan yang dapat didefinisikan secara umum Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Angkatan Darat (Budianti 2020)

Sebagai warga negara seorang Prajurit militer memiliki kedudukan yang sama dimata hukum, seperti yang telah dijelaskan dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1946 hasil amandemen yang menyatakan bahwa : �Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.� (Badu and Apripari 2019)

Pengadilan militer adalah cabang eksekutif dari badan peradilan yang ruang lingkupnya di lingkungan militer meliputi pengadilan militer, pengadilan tinggi militer, pengadilan militer utama, dan pengadilan militer, yang dilembagakan di bawah lingkungan pengadilan militer, arahan dan komando TNI. memerintah. Namun nasihat dan perintah Panglima tidak boleh mempengaruhi tindakan hakim selama persidangan. Sebagaimana hukum pidana pada umumnya, proses penyelesaian perkara pidana militer dibagi menjadi beberapa tahapan yang meliputi penyidikan, penuntutan, persidangan di Pengadilan Militer, hingga proses eksekusi (Ilmiati 2017)

Berangkat dari kekhususan inilah maka anggota/oknum militer yang melakukan tindak pidana diadili di Pengadilan dalam lingkup Peradilan Militer dan kepada mereka selain tunduk pada hukum Tentara (Militer) juga tunduk pada hukum pidana umum, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) menyatakan (Sulistiriyanto 2011)

�Untuk penerapan Kitab Undang-Undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, termasuk bab ke sembilan dari buku pertama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang � (Putra 2013).

Selanjutnya Pasal 2 KUHPM menyatakan :

 ï¿½Terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam kitab undang- undang ini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badan-badan peradilan militer, ditetapkan hukum pidana umum, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang �.

Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa militer atau prajurit TNI selain tunduk pada KUHPM juga tunduk pada KUHP maupun berbagai undang-undang lainnya yang tersebar diluar KUHP, sehingga terhadap semua tindak pidana yang diduga dilakukan oleh militer baik itu yang diatur dalam KUHPM, KUHP, maupun berbagai perundang-undangan lainnya.

Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 ini di dalamnya mengatur empat substansi Hukum Militer, yaitu :

1.   Kelembagaan Peradilan Militer;

2.   Kelembagaan Oditurat Militer (Jaksa Militer);

3.   Hukum Acara Pidana Militer;

4.   Peradilan Tata Usaha Militer yang berada pada Pengadilan Militer Tinggi, dengan Hukum Acara Tata Usaha Militernya.

Dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer setiap orang yang menjadi korban atau yang mengalami atau menyaksikan atau melihat dari atau mendengar secara langsung tentang terjadinya tindak pidana yang dilakukan, berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik baik lisan maupun tertulis. Penyidik yang dimaksud di sini adalah atasan yang berhak menghukum, Polisi Militer dan Oditurat (Mewengkang 2018)

Sebagai anggota TNI seharusnya bisa menjaga sikap ditengah masyarakat, dengan adanya kejadian ini bisa mencoreng nama baik TNI dimata masyarakat. Untuk memberikan rasa adil, setiap warga negara baik itu dari militer maupun sipil harus mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan yang ada (Mahardi 2015). Hal ini tidak bisa terwujud tanpa adanya aturan yang mengatur dan yang menjalankan hukum di lingkungan militer. dalam hal ini sistem hukum peradilan militer di Indonesia mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam bidang penuntutan dan Pelaksanaan putusan hakim tidak dilakukan oleh Lembaga Kejaksaan pada umumnya, tetapi dilakukan oleh Lembaga Oditurat Militer. Jika unsur-unsur dalam tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh anggota TNI memenuhi unsur-unsur maka diharapkan 8 putusan pengadilan militer tersebut adalah putusan yang memenuhi rasa keadilan serta kepastian hukum bagi pelaku, korban, ataupun bagi penegakan hukum itu sendiri (Maulana 2021)

 

Metode Penelitian

Penelitian hukum empiris atau sosiologis yaitu penelitian yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk memperlajari satu atau beberapa gejala sosial tertentudengan jalan menganalisanya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta sosial tersebut untuk krmudian mengusahakan suatu oemecahan atas suatu permasalahan yang timbul dari gejala yang bersangkutan. Pada penelitian hukum empiris atau sosiologis, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan pada penelitian data primer dilapangan, atau terhadap masyarakat. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Pengadilan Militer, Auditor Militer , dan Wawancara dengan Oditur Militer. Karena di ketiga lokasi tersebut terdapat data-data yang penulis butuhkan dalam penulisan proposal penelitian.

 

Hasil dan Pembahasan

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya suatu kekerasan dalam rumah tanga, selain faktor dilingkungan, pergaulan, pengaruh media massa, film sinetron ternyata ikut mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang anak atau anggota keluarga. Adanya pengaruh media massa baik media cetak seperti koran, majalah, maupun media elektronik seperti televisi, internet, dikarenakan oleh bagitu banyaknya sekarang tayangan-tayangan televisi yang mengeksploitas kekerasan yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi pola perilaku. Penayangan acara televisi sekarang banyak didomirasi oleh acara-acara yang menawarkan kekerasan, bahkan mengajadi bagaimana cara untuk melakukan suatu tindak kekerasan. Hal ini secara spontanitas dapat ditiru oleh anak-anak yang emosinya belum stabil dan berimbas pada perilakunya dalam keluarga bahkan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, maka maka tugas Oditur Militer pada dasarnya sama dengan tugas-tugas yang dilakukan oleh Jaksa pada Pengadilan Negeri.

Oditur Militer sebagai salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai fungsi sebagai penuntut umum dalam bidang penyidikan dan penuntutan di lingkungan Angkatan Bersenjata mempunyai peran yang sangat penting dalam terciptanya keadilan, artinya lembaga oditurat dituntut untuk bersikap profesional dalam menangani setiap kasus tindak pidana, siapapun pelakunya baik yang melibatkan anggota militer di kalangan Tamtama, Bintara maupun Perwira dan apapun bentuknya, salah satunya adalah Tindak Pidana Pembunuhan yang dilakukan oleh anggota militer (Widyastuti 2015).

Penuntutan harus pula diselaraskan dengan kebijakansanaan Pemerintah, negara dan kepentingan pertahanan keamanan negara dalam penanganan perkara pidana. Oditur dalam melaksanakan tugas fungsional bertanggung jawab secara hierarkis kepada Oditurat yang secara orginasatoris membawahkan Oditur tersebut. Misalnya Kepala Uni Teknis Oditurat bertanggung jawab kepada Kepala Oditurat Militer. Selanjutnya, Kepala Oditurat Militer bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Republik Indonesia selaku Penuntut Umum tertinggi di negara Republik Indonesia melalui Panglima. Sementara dalam pelaksanaan tugas pembinaan Oditurat bertanggung jawab kepada Panglima.

Oditur Militer yang diserahkan tugas untuk menangani perkara yang bersangkutan guna keperluan penyidangan pempersiapkan dan melakukan kegiatan-kegiatan:

a.   Pemanggilan terdakwa untuk pemberitahuan Penetapan Hari Sidang dan Pembacaan Surat Dakwaan, serta mengadakan pemanggilan kepada saksi-saksi.

b.   Selain Surat Dakwaan yang dibacakan kepada terdakwa, dibacakan pula surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera) Surat Penetapan Hari Sidang (TUPSID), setelah dibacakan kepada Terdakwa dibuat berita acaranya, kemudian ditandatangani oleh terdakwa.

c.   Mempersipkan barang bukti/surat-surat bukti guna diperlihatkan dalam sidang.

 

Oditur Militer yang menangani suatu perkara pidana, duduk dipersidangan selaku penuntut umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64. Yaitu; �Oditurat Militer mempunyai tugas dan wewenang malakukan penuntutan suatu perkara pidana�.

Tindakan menyerahkan suatu perkara pidana ke sidang Pengadilan adalah suatu hal yang penting dalam hukum acara pidana, karena dalam peristiwa ini terjadi beralihnya pimpinan dan pejabat yang yang berwenang mengadakan pemeriksaan, dimana di dalam proses peradilan ini nasib seorang Tersangka ditentukan, apakah ia bersalah atau tidak.

Penyerahan perkara oleh Perwina Penyerah Perkara kepada Pengadilan dilaksanakan oleh Oditur dengan me;impahkan berkas perkara kepada Pengadilan yang berwenang dengan disertai surat dakwaan.

Dengan demikian penentuan terakhir mengenai perkara pidana dari seorang anggota prajurit, apakah akan diserahkan ke Pengadilan atau tidak, hal itu tidaklah terletak pada tangan Oditur, walaupun pada hakekatnya Oditur yang mempersiapkan segala sesuatu perkara hingga selesai. Hal tersebut tegas ditentukan dalam Pasal 123 yaitu:

(1) Perwina Penyerah Perkara berwenang:

a.   menyerahkan perkara kepada Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili;

b.   menentukan perkara untuk diselesai menurut Hukum Disilpin Prajurit; dan

c.   menutup perkara demi kepentingan hukum atau demi kepentingan umum/militer.

Berdasarkan wawancara bersama dengan anggota Oditurat Militer Bapak Ibnu Mas�ud, proses Pelimpahan perkara kepada oditur : Setelah penyidik dalam hal ini polisi militer selesai melakukan penyidikan terhadap tersangka selanjutnya menyerahkan berkas perkara kepada oditur militer dan tindakan oditur setelah menerima berkas adalah:

a.       Meneliti persyaratan materiil / formil.

b.       Bila hasilnya belum lengkap meminta kepada penyidik agar melengkapi.

c.       Oditur dapat melengkapi sendiri atau mengembalikan berkas kepada penyidik dengan petunjuk.

d.       Berkas perkara desersi yang tersangkanya tidak diketemukan, berita acara pemeriksaan tersangka tidak merupakan syarat kelengkapan berkas.

Setelah meneliti berkas oditur membuat dan menyampaikan pendapat hukum kepada papera dengan permintaan agar perkara diserahkan ke pengadilan, di disiplinkan atau ditutup.

 

Kesimpulan

Oditur dalam melaksanakan tugas fungsional bertanggung jawab secara hierarkis kepada Oditurat yang secara orginasatoris membawahkan Oditur tersebut. Dengan melakukan� Pemanggilan terdakwa untuk pemberitahuan Penetapan Hari Sidang dan Pembacaan Surat Dakwaan, serta mengadakan pemanggilan kepada saksi-saksi. Selain Surat Dakwaan yang dibacakan kepada terdakwa, dibacakan pula surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera) Surat Penetapan Hari Sidang (TUPSID), setelah dibacakan kepada Terdakwa dibuat berita acaranya, kemudian ditandatangani oleh terdakwa. Mempersipkan barang bukti/surat-surat bukti guna diperlihatkan dalam sidang.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Badu, Lisnawaty Wadju, And Apripari Apripari. 2019. �Menggagas Tindak Pidana Militer Sebagai Kompetensi Absolut Peradilan Militer Dalam Perkara Pidana.� Jurnal Legalitas 12(1):57�77.

Budianti, Utari. 2020. �Pertanggungjawaban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Oleh Anggota Tentara Nasional Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor 23 K/Pm. Iii-14/Ad/Vi/2016).�

Hanifah, Mardalena. 2019. �Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.� Soumatera Law Review 2(2):297�308.

Ilmiati, Ilmiati. 2017. �Sistem Pengawasan Lembaga Peradilan Di Indonesia.� Bilancia: Jurnal Studi Ilmu Syariah Dan Hukum 11(1):121�45.

Khadijah Tahir, Khadijah. 2018. �Pengelolaan Program Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Upt Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan Dan Anak (P2tp2a) Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Selatan.�

Mahardi, Dedi. 2015. Integritas Bangsaku. Elex Media Komputindo.

Maulana, Rahmat. 2021. �Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Desersi Oleh Anggota Tni Di Wilayah Pengadilan Militer Iii-16 Makassar (Studi Kasus Putusan Nomor: 35-K/Pm. Iii-16/Ad/Iv/2019).�

Mewengkang, Kristopheros Imanuel. 2018. �Tinjauan Yuridis Terhadap Fungsi Oditur Militer Dalam Hal Penuntutan Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anggota Tni.� Lex Crimen 7(1).

Naibaho, Sahat Maruli Tua. 2021. �Proses Penyelesaian Tindak Pidana Desersi Secara In Absensia Di Pengadilan Militer I-02 Medan.�

Putra, Tommy Dwi. 2013. �Penerapan Hukum Militer Terhadap Anggota Tni Yang Melakukan Tindak Pidana Desersi.� Lex Crimen 2(2).

Ramaditha, Ayu. 2022. �Tinjauan Yuridis Tentang Tindak Pidana Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Rumah Tangga.�

Reshita, Ni Putu. 2021. �Suami Dan Istri Beda Agama Dan Pendidikan Anak Dalam Keluarga Perkawinan Beda Agama (Studi Kasus Kehidupan 4 Keluarga Beda Agama Di Kabupaten Jembrana, Bali).�

Styastuti, Ni Wayan Ratna, Calista Ayu Tanjung Sari, And Vanrick Adhi Vaundra. 2016. �Proses Penyelesaian Tindak Pidana Desersi Yang Dilakukan Oleh Anggota Tentara Nasional Indonesia.� Verstek 4(2).

Sulistiriyanto, Haryo. 2011. �Pertanggungjawaban Pidana Anggota Militer Tni Yang Melakukan Tindak Pidana Desersi.� Perspektif 16(2):82�94.

Copyright holder:

Bintara Sura Priambada, Andi Sutrasno, Hervin Rahadian Janat (2022)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under:

Widyastuti, Anastasia Reni. 2015. �Disfungsionalisasi Birokrasi Sebagai Kendala Dalam Pemberantasan Korupsi.� Yustisia Jurnal Hukum 4(3):683�99.