Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 8, Agustus 2022
SAKRAMEN TOBAT ANTARA
FORMALITAS DAN URGENSITAS
Hemma Gregorius Tinenti
STAKAT Negeri Pontianak, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penulis ingin mempelajari tingkat pengetahuan umat akan Sakramen
Tobat dan pengaruh pengetahuan itu dengan perilaku hidup umat setelah
menerima Sakramen Tobat. Penelitian ini dilakukan untuk
umat beriman Katolik di wilayah Dekenat Kupang.� Dalam penelitian ini dilakukan pengujian
antara pengetahuan umat akan Sakramen
Tobat dengan perubahan perilaku umat setelah menerima
sakramen ini. Metode yang penulis pakai dalam penelitian
ini yaitu motode yaitu kuantitaf
dan kualitatif. Data penulis
peroleh lewat menyebarkan angket kepada 210 umat yang tersebar di berbagai paroki. Perhitungan data membuktikan bahwa ada perbedaan yang meyakinkan antara data yang diperoleh dengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, yang diharapkan
adalah umat dapat mengubah sikapnya setelah menerima Sakramen Tobat dan hasilnya menunjukkan bahwa umat yang memiliki pengetahuan memadai tentang Sakramen Tobat mengubah sikapnya setelah mereka menerima Sakramen Tobat. Perubahan tersebut tampak pada sikap hidup maupun sikap
rohani. Seperti berdamai dan berprilaku baik terhadap sesamanya
serta aktif dalam kehidupan rohani. Lewat hasil
penelitian diketahui bahwa pengetahuan umat akan Sakramen
Tobat berpengaruh pada perilaku umat setelah
menerima Sakramen Tobat. Pengetahuan yang dimaksud di sini dapat berupa ajaran
Gereja tentang Sakramen Tobat dan pendapat serta ajaran dari Bapa-bapa
Gereja tentang Sakramen Tobat.
Kata kunci: Sakramen Tobat; Pengetahuan umat; Perubahan; Sikap dan Perilaku
Abstract
The author wants to study the level
of knowledge of the people about the Sacrament of Penance and the influence of
that knowledge on the behavior of people's lives after receiving the Sacrament
of Penance. This research was conducted for the Catholic faithful in the Kupang Deanery area. In this study, a test was conducted
between the knowledge of the people about the Sacrament of Repentance with
changes in the behavior of the people after receiving this sacrament. The
method that the author uses in this research is the quantitative and
qualitative methods. The author's data was obtained by distributing
questionnaires to 210 people spread across various parishes. Calculation of the
data proves that there is a convincing difference between the data obtained and
what is expected. In other words, what is expected is that people can change
their attitude after receiving the Sacrament of Penance and the results show
that people who have adequate knowledge about the Sacrament of Penance change
their attitude after they receive the Sacrament of Penance. These changes can
be seen in the attitude of life and spiritual attitude. Such as making peace
and behaving well towards others and being active in spiritual life. Through
the results of the research, it is known that the knowledge of the people about
the Sacrament of Penance affects the behavior of the people after receiving the
Sacrament of Penance. The knowledge referred to here can be in the form of the
Church's teachings about the Sacrament of Penance and the opinions and
teachings of the Church Fathers about the Sacrament of Penance.
Keywords: Sacrament of Penance; Knowledge of
the people; Change; Attitude and Behavior
Pendahuluan
Gereja Katolik menyakini bahwa Sakramen adalah Sarana Keselamatan dari Allah yang diberikan kepada umat-Nya lewat perantaraan Putra-Nya Yesus Kristus. Sakramen yang ada dalam Gereja Katolik
terdiri dari 7 (tujuh) sakramen dan salam satu di antaranya
yaitu Sakramen Tobat. (Embiru, 1995). Gereja menyadari pentingnya sakramen ini dengan menempatkannya
sebagai salah satu dari 5 (lima) perintah Gereja, yaitu �akuilah dosamu sekurang-kurangnya setahun sekali�, (Sujoko, 2008) serta mencantumkannya dalam Kitab Hukum
Kanonik yang mewajibkan umat beriman untuk
mengakukan dosa sekurang-kurangnya setahun sekali (KHK. Kanon 989; KWI,
2006).
Walaupun
sebagai sebuah kewajiban, dalam kenyataannya masih banyak umat yang tidak mengakukan dosanya. Hal ini mungkin karena umat yang bersangkutan merasa tidak melakukan
dosa berat dalam kurun waktu
setahun.� Selain itu, minat
untuk menerima sakramen ini tampaknya
perlahan-lahan makin menurun dan hilang. Harusnya semakin orang bersifat religius, semakin ia merasa
mempunyai banyak dosa (Sujoko, 2008). Sebab orang dapat mengerti dosa apabila
dia memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Tanpa iman orang tidak akan mengenal dosa.
Dalam kenyataan yang sering penulis temui, tidak semua orang beriman mau mengakui
dosanya di hadapan imam. Alasannya, mungkin umat ingin mengakukan
dosanya secara langsung dengan Tuhan tanpa lewat
imam. Adanya keinginan untuk mengaku langsung
kepada Tuhan karena mereka (umat) tidak tahu
mengapa harus mengaku dosa lewat
imam (Liturgi Sumber
dan Puncak Kehidupan, Juli-Agustus, 2009).
Hal ini disebabkan, karena umat atau
orang beriman tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Sakramen Tobat. Akibatnya, kurangnya pengetahuan tersebut membuat umat merasa takut/malu menghadap imam untuk mengakui dosanya. Selain itu, hal-hal yang membuat orang tidak menerima Sakramen Tobat, antara lain: a) dosa-dosa hanya dihubungkan dengan kesalahan antara saya dengan Allah saja sementara sesama diabaikan; b) hal-hal seperti, membunuh, mencuri, menipu dan sejenisnya dianggap bukan sebagai dosa melainkan
kesalahan terhadap sesama manusia; c) adanya anggapan bahwa bapa pengakuan
adalah hakim yang siap untuk mengadili; d) adanya anggapan bahwa kamar pengakuan
seperti meja hukum.
Nampaknya
kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang Sakramen Tobat serta dosa tidak
selalu mejadi penyebab utama: Ada anggota Gereja yang penuh percaya diri
dan pandai sehingga bersikap kritis terhadap praktek pengakuan dosa. Ia tidak mengaku
dosa bukan karena malu atau
takut melainkan karena merasa tidak
perlu (Sujoko, 2008).
Menurut
rasul Paulus upah dari dosa adalah
maut (Rm 6:23). Dalam teologi moral dan dogmatik pun dikatakan bahwa kematian, penyakit, kemalangan, ketimpangan sosial, kekerasan dan segala perpecahan dalam pribadi manusia
disebabkan oleh dosa (Kieser, 1987). Selain itu, dosa juga memutuskan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Mahakudus. Namun, seorang Kristen yang jatuh dalam dosa
tetap dikasihi Allah. Melalui Sakramen Tobat pendosa itu
dipanggil untuk kembali bersatu dengan-Nya. Dalam pengamatan penulis, kebanyakan umat tidak sepenuhnya paham akan hal
ini. Sakramen Tobat diterima hanya sekedar untuk
memenuhi kewajiban sebagai warga Gereja
dengan harapan agar selamat di akhirat.
Dalam Sakramen Tobat Allah menganugerahkan rahmat khusus, yakni rahmat
pertobatan sejati. Hal ini dengan jelas
bisa dilihat dalam Kitab II Sam 11-12. Dalam
Bab 11, dikisahkan kedosaan
dan pertobatan pribadi Raja
Daud dalam kaitan dengan perselingkuhanya dengan Batsyeba. Bab 12 dengan jelas tampak
rahmat dan kasih Allah kepada Daud yang tidak sadar akan tindakan
dosanya, disadarkan oleh
Allah dengan perantaraan nabi Natan. Setelah
diperingatkan dengan keras oleh nabi Natan, Daud mengakui kesalahnya: �Aku sudah berdosa kepada Tuhan� (II Sam 12:13). Dosa pada hakekatnya memang merusak hubungan dengan Allah tapi di sisi lain juga merusak hubungan dengan sesama. Sehubungan dengan ini, daya
guna dari Sakramen Tobat ialah untuk memulihkan
hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya. Wujud nyata pemulihan
itu harus tampak juga dalam sikap dan tindakan.
Dengan
kata lain, setiap individu selalu punya relasi dengan sesamanya sehingga penerimaan Sakramen Tobat diharapkan berdampak positif pada perilaku umat yang menerimanya khususnya dalam menjalin relasi, baik dengan Tuhan
maupun sesama. Sejauh yang penulis amati orang yang menerima Sakramen Tobat tidak selamanya
menerapkannya dalam sikap atau tidak
sepenuhnya bertobat. Hal semacam ini sudah
menjadi bahan kritik para nabi dalam Perjanjian Lama. Mereka melontarkan kritik terhadap ibadat-ibadat pertobatan yang semata-mata bersifat lahiriah. Mereka berpendapat bahwa ibadat pertobatan itu tidak bermanfaat
apabila tidak disertai upaya-upaya perbaikan yang nyata. Misalnya tindakan-tindakan solidaritas bagi sesama yang menderita.
Dengan
kata lain, pertobatan tidak
boleh dimengerti sebagai ritus magis
yang dituntut oleh peraturan
Gereja, sehingga yang dipentingkan hanyalah pelaksanaannya, melainkan perlu terjadi pula perubahan dalam sikap, mentalitas, dan Tindakan (Hadiwardoyo, 2007). Kritik seperti ini antara
lain kita temukan dalam kitab Yesaya: �Berpuasa yang Kukehendaki ialah hendaknya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan
orang yang teraniaya� (Yes 58:6). Kritik para nabi dalam Perjanjian Lama berlaku pula untuk umat di zaman ini.
Pada umumnya masalah serupa hampir dialami oleh seluruh umat di berbagai tempat. Namun, penulis lebih memilih dan memusatkan perhatian di wilayah dekenat Kupang sebagai tempat penelitian. Alasan utama penulis lebih
memilih wilayah ini, karena: 1) penulis ingin memberi pemahaman
yang baik dan benar tentang Sakramen Tobat kepada umat
(peniten) yang masih minim pengetahuannya; 2) selain itu, karena belum
pernah diadakan penelitian sebelumnya tetang Sakaramen Tobat di wilayah dekenat Kupang. Dekenat Kupang terletak di wilayah NTT dengan luas wilayah 11.471,00 Km2,
jumlah penduduknya 915.977 jiwa, sedangkan jumlah umat Katolik
99.621 jiwa (Katalog Keuskupan Agung Kupang, 2009). Umat katolik bukanlah
umat yang mayoritas di
wilayah ini. Walaupun sudah dikatakan oleh penulis bahwa minat
terhadap Sakramen Tobat mulai menurun
namun tidak sedikit pula umat yang menerimanya pada masa adven dan prapaskah.
Secara umum paroki-paroki di Keuskupan Agung Kupang memberi kesempatan atau menyiapkan waktu khusus untuk
umat yang mau mengaku pada masa adven dan prapaskah. Jarang ada umat yang dengan
sendirinya datang kepada imam untuk menerima sakramen ini. Dari kenyataan ini penulis menyimpulkan
bahwa umat menerima sakramen ini hanya karena
ada peraturan dari Gereja dan untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota Gereja dengan harapan akan selamat di akhirat. Selain itu, Sakramen Tobat
diterima hanya untuk berdamai dengan Tuhan. Si peniten merasa bahwa karena dosa-dosanya
ia telah sungguh-sungguh menghina Allah sedangkan berdamai dengan sesamanya diabaikan. Padahal, sebagian besar dosa yang dilakukan bukan hanya melukai
Allah tetapi juga sesamanya.
Pengakuan hanya dihayati secara individu, sebagai suatu perkara antara
Allah dengan �saya� (Maas,
1998). Mungkin karena ini, maka si
peniten yang setiap tahun menerima Sakramen Tobat tetap saja jatuh
ke dalam dosa yang sama. Akibat lanjutnya yaitu tidak tampak
perubahan yang signifikan dalam sikap dan perbuatan sehari-hari dalam diri si
peniten.
Sebagai
orang Kristen sejati kita percaya bahwa iman
bukan hanya teori (fides quaerens intellectum) atau hanya untuk
menjalankan peraturan, malainkan lebih dari itu iman
adalah aksi (fides quares actionem). Jika, Sakramen Tobat dijalankan dengan iman maka
diharapkan ada dampak pada sikap dan perbuatan. Pertobatan tidak boleh dimengerti
sebagai ritus magis yang dituntut oleh peraturan Gereja sehingga yang diperhatikan hanyalah pelaksanaannya, melainkan perlu pula pertobatan dalam sikap, mentalitas, dan tindakan.
Dalam kenyataanya, penulis kurang menemukan pertobatan sejati itu. Hal itu terjadi mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurang memadainya pemahaman orang beriman tentang Sakramen Tobat, paham yang keliru tentang dosa, hilang atau pudarnya pemahaman soal dosa. Akibatnya, orang beriman menerima sakramen ini hanya untuk memenuhi peraturan Gereja atau takut dengan dunia akhir, sehingga penerimaan sakramen ini tidak diwujudkan dalam sikap, mental, dan tindakan. Maka yang menjadi permasalahan dan ingin dijawab, adalah: 1) Apakah pengetahuan orang beriman tentang Sakramen Tobat sudah memadai atau belum?; 2) Apakah orang beriman menerima Sakramen Tobat hanya sekedar untuk memenuhi peraturan Gereja?
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan 2 (dua) jenis penelitian
yaitu: metode kuantitatif sebagai jenis penelitian utama dan metode kualitatif sebagai jenis penelitian pendukung. Lewat penelitian kuantitatif penulis menggunakan angket sebagai alat pengumpulan data. Dalam
penelitian� ini peneliti menyebarkan
angket kepada 210 responden dan jumlah perjataannya sebanyak 62 nomor. Ada 2 (dua) variable akan diuji dalam
penelitian ini yaitu: I) Hubungan Pengetahuan mengenai Sakramen Tobat; dan II) Perilaku hidup umat beriman di dekenat Kupang. Peneliti
ingin mengkaji sejauh mana pengaruh antara pengetahaun akan Sakramen Tobat
dengan perilaku umat setelah menerima
sakramen ini. Lewat kajian tersebut
peneliti dapat memberi gambaran yang jelas tentang umat
yang menerima Sakramen Tobat. Serta untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan umat akan Sakramen
Tobat dengan perilaku hidupan orang beriman setelah menerima Sakramen Tobat. �Sementara
lewat metode kualitatif penulis melakukan wawancara dengan 3 (tiga) tokoh umat dan 1 (satu) imam. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk
mengutkan data yang penulis
dapat lewat angket serta mencari
data atau informasi yang tidak bisa penulis
dapat lewat angket. �Jenis wawancara yaitu wawancara tak terstruktur
dan wawancara terstruktur. Tujuannya ialah
untuk memperoleh
keterangan mengenai jumlah KUB, keterlibatan
umat yang mengakukan dosa dalam Sakramen
Tobat di parokinya dan mencari
tahu apakah ada perubahan sikap
setelah umat (peniten) menerima Sakramen Tobat. Hasil wawancara ini menambah data bagi peneliti untuk mencapai suatu penelitian yang valid.
Lokus penelitian ini terjadi di wilayah Keuskupan
Agung Kupang khususnya Dekenat Kupang yang terdiri dari 19 Paroki, dan paroki yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah: 7 (tujuh) paroki. Ke-tujuh paroki ini dipilih untuk
memudahkan peneliti mengambil data karena semuanya berada di wilayah pemerintahan Kota Kupang sementara sisanya berada jauh dari
kota Kupang dan bahkan di luar pulau Timor. Ke-tujuh paroki antara lain: 1) Paroki Kristus Raja-Bonipoi; 2) St. Yoseph-Naikoten;
3) Sta. Maria Asumpta- Kota Baru;
4) St. Matias Rasul-Tofa; 5) Sta. Famillia-Sikumana;
6) St. Yoseph Pekerja-Penfui;
dan 7) St. Gregorius Agung-Oeleta. Sementara yang jumlah umat yang menjadi perwakilan untuk mengisi angket penelitian yaitu sejulah 30 orang. Responden ini dipilih dari
organisasi atau perkumpulan-perkulan umat yang ada di paroki seperti:
5 angket untuk ketua KUB, 10 angket untuk OMK paroki, 10 angket di ME/legio Maria, 5 angket untuk
Dalam tiap variabel penulis akan memecah variabel
menjadi sub variabel atau memecah variabel
menjadi kategori-kategori
data yang harus dikumpulkan
oleh peneliti. Kategori sub
variabel akan dijadikan pedoman dalam merumuskan dan menyusun instrumen penelitian. Instrumen dalam penelitian adalah alat pengumpulan
data (Riduwan, 2007), yaitu berupa pertayaan-pertayaan
yang akan diajukan kepada responden. Intrumen tersebut berjumlah 61 nomor. �Ada 2 (dua) variabel utama
dalam penelitian ini, yaitu: 1) Sakramen Tobat, terdiri dari 2 (dua) sub variabel: a) Pengetauan umat tentang Sakramen Tobat dan b) Ajaran dan Keyakinan dari Bapa Gereja (Apostolik).
2) Kehidupan Orang Beriman,
terdiri dari 2 (dua) sub variabel: a) Sikap Orang Beriman Terhadap Sakramen Tobat dan b) Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen Tobat. Penulis menggunakan 2 (dua) jenis rumus untuk
menganalisis data kuantitatif,
di antaranya: F Persen untuk dan Chi Kuadrat dipakai untuk; menentukan taraf signifikan dan menguji kebenaran hipotesa.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan pengolahan data menggunakan rumus F Persen hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Jika dilihat dari rata-rata variabel I dan II maka skor berada pada rentang nilai: 2.89 atau berada pada kategori �Baik�. Hasil ini didapat dari kategori jawaban 210 responden terhadap 61 pertanyaan. Berikut ini akan disimpulkan secara rinci dari tiap variable:
Variabel I tentang Pengetahuan umat tentang Sakramen Tobat, sub variabel tentang: a) �Pengetahuan umat tentang Sakramen Tobat� berada pada rentang nilai: 3.06 atau berada pada kategori �Baik�; b) Sub variabel ini tentang �Ajaran dan Keyakinan dari Bapa Gereja (Apostolik)� yaitu berada pada rentang nilai: 2.55 atau berada pada kategori �Baik�. Skor rata-rata untuk Variabel I yaitu: 2.89 atau ada dikategori �Baik�. Persentase angkatnya berada 70.29%. Variabel II tentang Kehidupan Orang Beriman, sub variabel: a) �Sikap Orang Beriman Terhadap Sakramen Tobat� berada pada rentang nilai: 2.87 atau ada pada kategori �Baik�; b) Sub variabel berikut tentang: �Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen Tobat� yaitu berada pada rentang nilai: 3.07 atau ada pada kategori �Baik�. Sementara rata-rata untuk variabel II tentang �Kehidupan Orang beriman�, berada pada rentang nilai: 2.97 atau kategori �Baik�. Sedangkan, persentase angkanya berada pada angkat 74.25%
Berikut penulis akan sajikan
hasil pengolah data menggunakan rumus Chi Kuadrat untuk menguji
hipotesis dalam penelitian ini: jika pengetahuan umat memadai tentang
Sakramen Tobat maka setelah umat
menerima sakramen ini, akan ada
perubahan pada perilaku hidup umat dan bukan sekedar untuk
memenuhi perintah Gereja. Hipotesa ini akan dibuktikan
lewat penelitian.
Pembahasan
Data Kuantitatif
Berdasarkan hasil
perhitungan dari tabel IV ada bagian-bagian
yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh, misalnya:
Pada
butir ke-9, tentang �Saya terkadang tidak� mau menerima Sakramen Tobat walaupun saya sadar saya
telah berbuat dosa berat, karena
dalam liturgi perayaan ekaristi, sudah ada pernyataan
tobat, misalnya melalui Doa Tobat,
lagu Tuhan Kasihanilah, Doa Saya Mengaku�:
Sebagian besar umat tidak ingin menerima
Sakramen Tobat, karena menurut umat pertobatan dan pernyataan tobat sudah ada dalam
perayaan liturgi ekaristi, misalnya melalui Doa Tobat,
lagu Tuhan Kasihanilah, Doa Saya Mengaku. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara f0
dan
fh.
Butir ke-15, tentang �Saya kurang merindukan Sakramen Tobat sehingga saya tidak berusaha
untuk menerima Sakramen Tobat�: Sebagain besar umat tidak mau
berusaha untuk menerima Sakramen Tobat karena tidak
ada kerinduan secara pribadi untuk menerima Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-18, tentang �Saya menyadari
bahwa saya tidak perlu mendoakan
semua doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan dalam Sakramen Tobat, misalnya Aku Percaya, Doa Tobat, Bapa
Kami dan Salam Maria, karena ada
doa penitensi yang saya tidak hafal
tetapi saya yakin dosa saya
diampuni�:
Sebagian besar umat tidak mendoakan semua doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan dalam Sakramen Tobat, misalnya Aku Percaya, Doa Tobat, Bapa
Kami dan Salam Maria, karena mereka
tidak hafal tetapi yakin kalau
dosanya diampuni. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-22, tentang �St. Clemens dari
Roma (+ 96) mengajarkan kepada
jemaat di Korintus untuk taat kepada
para penatua (presbyters) dan melakukan silih atas dosa dengan
sepenuh hati (Kor. 57:1).
Saya pun merasa St. Clemens berbicara
kepada saya untuk melakukan silih atas dosa
dan bertobat�: Sebagian besar
umat tidak setuju dengan ajaran
St. Clemens dari Roma, yang mengajarkan
bahwa umat harus taat kepada
para penatua dan melakukan silih atas dosa
dengan sepenuh hati. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara f0
dan
fh.
Butir ke-23, tentang �Luther mengatakan
bahwa �biarlah setiap orang datang dan mengakukan dosanya kepada orang lain secara rahasia dan menerima apa yang dia katakan
seperti Tuhan sendiri yang berbicara melalui mulut orang tersebut�.[1] Dalam pernyataan
tersebut Marthin Luter tidak menolak
praktek yang dilakukan
orang katolik dalam Sakramen Tobat kerena menurut pengakuan di hadapan sesama sama saja
dengan pengakuan di depan Tuhan. Jadi, saya pun yakin bahwa Sakramen Tobat yang diterima secara rahasia di depan imam itu adalah langsung di hadapan Tuhan�: Sebagian besar umat tidak
setuju dengan pendapat Martin Luther yang mengatakan
bahwa jika seseorang mengakukan dosa secara rahasia
kepada orang lain, maka sama saja dengan
ia mengaku di hadapan Tuhan. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-
25, tentang �St.
Ambrose (+ 338) mengatakan bahwa
dosa diampuni melalui Roh Kudus. Namun, manusia memakai para pelayan Tuhan untuk mengampuni
dosa. Mereka tidak menggunakan kekuatan mereka sendiri karena mereka mengampuni dosa bukan atas
nama mereka, melainkan atas nama Bapa dan Putera,
dan Roh Kudus. Mereka meminta dan Tuhan memberikannya� (On The Holy Spirit, Bk.3, Chap. 18;
ML 16, 808; NPNF X, 154). Demikian, saya pun tidak sepenuhnya percaya jika imam memiliki kuasa untuk mengampuni
saya�:
Sebagian besar umat tidak setuju dengan
pendapat St. Ambrose yang mengatakan
bahwa dosa diampuni melalui Roh Kudus, namun Tuhan memakai manusia
sebagai pelayan untuk mengampuni dosa. Jadi, umat pun tidak percaya bahwa
imam memiliki kuasa untuk mengampuni. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-26, tentang �Saya menyakini
bahwa setiap umat katolik hanya
boleh menerima Sakramen Tobat melalui pastor parokinya�: Sebagian besar umat setuju
kalau mereka hanya boleh menerima
Sakramen Tobat melalui pastor parokinya. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-27, tentang �Saya yakin dosa saya
sudah diampuni setelah menerima Sakramen Tobat, meskipun saya belum
sungguh-sungguh menyelesaikan
doa-doa yang ditentukan
oleh bapa pengakuan sebagai praktek silih dosa�: Sebagian besar umat yakin
jika dosanya sudah diampuni setelah menerima Sakramen Tobat, meskipun mereka belum sungguh-sungguh menyelesaikan doa-doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan sebagai praktek silih dosa.
Jadi, hasil perhitungan Chi
Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-29, tentang �Luther mengatakan
bahwa pengakuan dosa yang terdiri dari: (1) pengakuan dosa kita, (2) pemberian absolusi atau pengampunan dosa dari pemberi
pengakuan dosa atau confessor, sama dengan menerimanya langsung dari Tuhan
sendiri. Bagi saya pendapat ini
kurang tepat karena saya bisa
mengakui semua dosa saya di hadapan
Tuhan�:
Sebagian besar umat tidak setuju dengan
pendapat Luther tentang pengakuan dosa dan absolusi dari konfessor.
Sehingga, umat pun setuju bahwa pengakuan
dosa baiknya dilakukan secara langsung kepada Tuhan tanpa harus
mengaku di hadapan imam.
Jadi, hasil perhitungan Chi
Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-30: Sebagian besar umat keliru
dengan pendapat St. Cyprian
yang mengatakan bahwa Gereja Katolik mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa termasuk kemurtadan.
Jadi umat pun setuju bahwa mereka boleh
saja melakukan kemurtadan alasannya karena Gereja Katolik
mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara f0
dan
fh.
Butir ke-36, tentang �Saya senang
kalau saya memiliki seorang imam atau bapa pengakuan,
tempat setiap kali saya mengaku dosa.
Saya justru mencari imam
yang saya kenal dan yang mengenal saya untuk
mengakukan dosa saya�:
Sebagian besar umat tidak mau untuk
mencari-cari imam yang ia kenal dan yang mengenalnya, sebagai bapa pengakuan
pribadi tempat setiap kali ia mengaku dosa. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-38, tentang �Saya sendiri
senang sekali mengaku dosa, meskipun
kadang-kadang godaan seperti berikut muncul juga di hati "Malu
ah, kalau Pastor itu sampai tahu!", sehingga kadang hal ini menghambat
saya untuk menerima Sakramen Tobat�:
Sebagian besar umat mau untuk mengaku
dosa, namun mereka malu jika
imam tahu dosanya. Hal tersebut yang menghambat umat untuk menerima
Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-39, tentang �Jika saya
mengaku pada seorang imam dalam Sakramen Tobat maka yang pasti Tuhan mendengar
dan tentunya saya memperoleh pengampunan atas dosa-dosa saya. Jadi, tidak berpengaruh jika saya sengaja mencari
imam-imam yang tidak saya kenal atau bahkan,
rabun dan kurang pendengaran sebagai bapa pengakuan�: Sebagian besar umat yakin
jika mereka mengaku di depan imam maka dosa mereka
akan diampuni. Jadi tidak salah jika imam yang mereka pilih sebagai
bapa pengakuan adalah imam yang tidak mereka kenal, bahkan
buta dan rabun. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-52, tentang �Saya sudah
pernah menerima Sakramen Tobat jadi saya tidak
perlu menerima lagi Sakramen Tobat,
walaupun saya sadar bahwa saya
berdosa. Hal ini karena saya sudah
pernah menerima buah-buah Roh Kudus dari Sakramen Tobat
(pengampunan dan pembebasan
dari siksa dosa)�:
Sebagian besar umat yakin bahwa mereka
hanya perlu menerima sekali saja Sakramen Tobat.
Jadi, hasil perhitungan Chi
Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.
Butir ke-56, tentang �Saya tidak merasa menyesal setelah menerima Sakramen Tobat�: Sebagian besar umat merasa
tidak ada rasa penyesalan setelah menerima Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara f0
dan
fh.
Penulis memaparkan pula pembahasan data
per sub variabel dan disajikan
dalam bentuk diagram batang. Pembahasannya seperti di bawah ini:
Variabel I tentang Sakramen Tobat:
�
Gambar 1
Sub Variabel 1 tentang Pengetahuan Sakramen Tobat
Nomor 1-6 (Pertanyaan
Positif):
STS���� : 3.17%
TS������ : 8.92%
S��������� : 44.12%
SS������� : 43.89%
Dari
hasil pengolahan data di atas menunjukkan bahwa dari 6 pertanyaan
positif (jawaban SS= Sangat
Setuju) responden lebih banyak memilih
jawaban S. Maka dapat disimpulkan pengetahaun umat untuk 6 pertanyaan positif berada pada tendensi baik.
Nomonr 7-18 (Pertanyaan Negatif):
STS���� : 21.86%
TS������ : 27.61%
S��������� : 28.80%
SS������� : 21.62%
Grafik di atas
menunjukkan bahwa dari 12 pertanyaan negatif (jawaban STS= Sangat Tidak Setuju) responden
lebih banyak memilih jawaban S= Setuju. Artinya hasil ini tidak
sesuai dengan apa yang diharapakan. Walaupun hasil ini tidak signifikan
namun harus diperhatikan bahwa masih ada juga umat yang masih minim pengetahuannya tentang Sakramen Tobat.�
�
Gambar 2
Sub Varibel 2 tentang Ajaran dan Keyakinan dari Bapa Gereja
(Apostolik)
Nomor 19-24 (Pertanyaan Positif):
STS���� : 15.31%
TS������ : 22.45%
S��������� : 37.93%
SS������� : 24.28%
Keenam pertanyaan
tersebut merupakan pertanyaan positif dengan jawaban SS= Sangat Setuju. Grafik di atas menunjukkan bahwa frekwensi jawaban responden masih berada pada tendensi baik atau
lebih banyak responden yang memilih jawaban S= Setuju. Pertanyaa-pertanyaan tersebut masih berupa pengetahuan
umat akan Sakramen Tobat khususnya tentang ajaran dari Bapa-bapa
Gereja. Dari hasil pengolahan di atas jumlah responden terbanyak menjawab S atau berada pada tendensi �Kurang Baik� atau dalam sub variabel ini yang menjadi jawaban idealnya adalah STS. Artinya sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang kurang baik tentang
Keyakinan Dari Bapa Gereja (Apostolik).
Nomor 25-30 (Pertanyaan Negatif):
STS���� : 15.79%
TS������ : 26.66%
S��������� : 38.96%
SS������� : 18.57%
Keenam pertanyaan
ini adalah pertanyaan negatif dengan jawaban STS= Sangat Tidak Setuju. Hasil dari grafik di atas menunjukkan bahwa lebih banyak
responden yang memilih jawaban S= Setuju. Hal ini tentu berbanding
terbalik dengan apa yang seharusnya. Artinya pada bagian masih banyak responden
yang pengetahuannya masih masih minim.
Berikutnya
adalah pemhasan tentang Variabel II tentang Kehidupan Orang Beriman:
Gambar
3
�Sub Variabel I tentang Peranan Lingkungan
Nomor 31-36 (Pertanyaan Positif):
STS���� : 5.39%
TS������ : 12.46%
S��������� : 46.34%
SS������� : 35.79%
Pertanyaan ini
adalah pertanyaan positif dengan jawaban SS= Sangat Setuju. Dari hasil pengolahan di atas jumlah kebanyakan
responden menjawab S atau frekwensi responden jawaban masih berada pada tendensi �Baik�.
Nomor 37-39 (Pertanyaan Negatif):
STS���� : 16.50%
TS������ : 29.53%
S��������� : 64.3%
SS������� : 25.87%
Pada
sub variabel ada 3 pertanyaan negatif dengan jawaban STS= Sangat Tidak Setuju. Dalam
grafik menunjukkan bahwa responden lebih banyak memilih
jawaban sebaliknya atau S= Setuju. Hal ini tentu� berbanding
terbalik dengan yang diharapkan.
�
Gambar 4
Sub Variabel 2 tentang Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen
Nomor 40-51 (Pertanyan Positif):
STS���� : 3.76%
TS������ : 6.58%
S��������� : 49.68%
SS������� : 39.96%
12
pertanyaan posisitif yang ada dalam sub variabel
ini. Jika Pertanyaan positif maka jawabannya
SS= Sangat Setuju. Dalam grafik tersebut kelihatan bahwa lebih banyak responden
yang memelih jawaban S= Setuju. Artinya frekwensi jawaban responden masih berada pada tendensi baik.
Nomor 52-61 (Pertanyaan Negatif):
STS���� : 33.28%
TS������ : 49.76%
S��������� : 10.28%
SS������� : 6.66%
Dalam grafik
jelas bahwa lebih banyak umat
yang memilih jawaban TS= Tidak Setuju. Kesepuluh
pertanyaan ini adalah pertanyaan negatif dengan jawaban STS= Sangat Tidak Setuju. Artinya frekwensi jawaban umat masih berada
dalam tendensi baik.
Tabel
1
�Pembahasan
Analisa Statistik Chi Kuadrat
Seluruh Sub Variabel
No |
Bidang |
(
Fo
- Fh )^2 |
Keterangan |
Tendensi |
Fh |
||||
1 |
Variabel I A |
12,655 |
Signifikan |
Baik |
2 |
Variabel I B |
7,640 |
Non Signifikan |
Kurang Baik |
3 |
Total Variabel I |
10,145 |
Signifikan |
Baik |
4 |
Variabel II A |
10,18 |
Signifikan |
Baik |
5 |
Variabel II B |
13,151 |
Signifikan |
Baik |
6 |
Total Variabel II |
11.665 |
Signifikan |
Baik |
7 |
Rata-rata Variabel A dan B |
10.905 |
Signifikan |
Baik |
Jumlah Responden |
210 |
Untuk menentukan derajat kebebasan
pada tabel jenis 2x2 digunakan rumus db= (b-1)(k-1) (Arikunto,
2006) di mana b adalah jumlah baris, yang
pada penelitian ini merupakan jumlah sub variabel dan k adalah jumlah kolom
atau jumlah kategori jawaban. Maka
nilai db= (3-1)(4-1)=
6. Pada taraf siginifikan 5% dan db 6
diketahui dari tabel nilai Chi Kuadrat hitung bernilai
10.52
dan Chi Kuadrat tabel bernilai 7.815. Melalui perhitungan ini, terbukti bahwa hubungan
antara Pengetahuan umat akan Sakamen
Tobat dengan perilaku hidup orang beriman di
Dekenat Kupang adalah signifikan
atau berada pada tendensi �Baik�.
Maka, hipotesis yang diusulkan
oleh penulis diterima dalam penelitian ini (h1).
Tabel
2
Analisa Statistik Chi Kuadrat Secara Keseluruhan
� |
Kode |
Fo |
Fh |
(Fo - Fh) |
(Fo - Fh)^2 |
(Fo - Fh)^2 |
Kepu-tusan |
Chi-sq
5% |
Ket |
||
Fh |
db=3 |
||||||||||
IA |
STS |
2226 |
3202.5 |
-976.5 |
953552.3 |
297.7525 |
|
|
|
||
TS |
2317 |
3202.5 |
-885.5 |
784110.25 |
244.8431 |
|
|
|
|||
S |
1275 |
3202.5 |
-1927.5 |
3715256.3 |
1160.2199 |
|
|
|
|||
SS |
3098 |
3202.5 |
104.5 |
10920.25 |
3.4099 |
|
|
|
|||
|
Total |
|
|
|
|
426.4307 |
> |
7.815 |
Sig |
||
IB |
STS |
989 |
3202.5 |
-2213.5 |
4899582 |
1529.924 |
|
|
|
||
TS |
1574 |
3202.5 |
-1628.5 |
2652012.3 |
828.1068 |
|
|
|
|||
S |
969 |
3202.5 |
-2234.5 |
4992990.3 |
1559.0914 |
|
|
|
|||
SS |
1458 |
3202.5 |
-1747.5 |
3043280.3 |
950.2826 |
|
|
|
|||
|
Total |
|
|
|
|
1216.851 |
> |
7.815 |
Sig |
||
Rata-rata
I |
STS |
3215 |
3202.5 |
12.5 |
156.25 |
0.04879 |
|
|
|
||
TS |
3891 |
3202.5 |
688.5 |
474032.25 |
148.0194 |
|
|
|
|||
S |
2244 |
3202.5 |
-958.5 |
918722.25 |
286.8765 |
|
|
|
|||
SS |
4556 |
3202.5 |
1353.5 |
1831962.3 |
572.0412 |
|
|
|
|||
|
Total |
|
|
|
|
251.7462 |
> |
7.815 |
Sig |
||
IIA |
STS |
484 |
3202.5 |
-2718.5 |
7390242.3 |
2307.6478 |
|
|
|
||
TS |
872 |
3202.5 |
-2330.5 |
5431230.3 |
16965.935 |
|
|
|
|||
S |
761 |
3202.5 |
-2441.5 |
5960922.3 |
1861.334 |
|
|
|
|||
SS |
1967 |
3202.5 |
-1235.5 |
1526460.3 |
476.6464 |
|
|
|
|||
|
Total |
|
|
|
|
5402.891 |
> |
7.815 |
Sig |
||
|
STS |
2744 |
3202.5 |
-458.5 |
210222.25 |
65.6431 |
|
|
|
||
TS |
3358 |
3202.5 |
155.5 |
24180.25 |
7.5504 |
|
|
|
|||
S |
1468 |
3202.5 |
-1734.5 |
3008490.3 |
996.0239 |
|
|
|
|||
SS |
4219 |
3202.5 |
1016.5 |
1033272.3 |
322.6455 |
|
|
|
|||
|
Total |
|
|
|
|
347.9657 |
> |
7.815 |
Sig |
||
Rata-rata |
STS |
3228 |
3202.5 |
25.5 |
650.25 |
0.203044 |
|
|
|
||
�II |
TS |
4230 |
3202.5 |
1027.5 |
1055756.3 |
329.6662 |
|
|
|
||
|
S |
2229 |
3202.5 |
-973.5 |
947702.25 |
295.9257 |
|
|
|
||
|
SS |
6186 |
3202.5 |
2983.5 |
8901272.3 |
2779.4761 |
|
|
|
||
|
Total |
|
|
|
|
851.3177 |
> |
7.815 |
Sig |
||
Rata-rata |
STS |
6443 |
3202.5 |
3240.5 |
10500840 |
3278.951 |
|
|
|
||
�I + II |
TS |
8121 |
3202.5 |
4918.5 |
24191642 |
7535.568 |
|
|
|
||
|
S |
11776 |
3202.5 |
8573.5 |
73504902 |
22952.35 |
|
|
|
||
|
SS |
11006 |
3202.5 |
7803.5 |
60894612 |
19014.711 |
|
|
|
||
|
Total |
|
|
|
|
13195.39 |
> |
7.815 |
Sig |
Berdasarkan analisa statistik dengan Chi Kuadrat secara keseluruhan total
variabel pertama dan kedua berada pada taraf signifikan 13195.39.
Dengan demikian hipotesis yang diusulkan
diterima (h1). Artinya, benar-benar ada
hubungan antara pengetahuan umat akan Sakramen Tobat
dengan perilaku hidup orang beriman di Dekenat Kupang.
Pembahasan
Data Kualitatif
Data kualitatif dipakai dalam penelitian
guna menambah informasi dan pendapat dari umat dan tokoh-tokoh
umat untuk mengetahui apakah Sakramen Tobat berpengaruh pada perilaku hidup orang beriman di Dekenat Kupang. Berdasarkan hasil wawancara baik dengan imam maupun dengan tokoh umat,
dapat disimpulkan bahwa; Sakramen Tobat berpengaruh terhadap kehidupan umat beriman. Akan tetapi jika pengetahuan
dan pemahaman umat tentang Sakramen Tobat tidak ada,
maka kesadaran untuk menerima Sakramen Tobatpun kurang. Sebagai bahan pertimbangan maka, harus ada
rasa kepercayaan dari umat terhadap imam sebagai bapa pengakuan,
sehingga umat tidak perlu ragu-ragu lagi jika dosa
yang ia akukan dalam kamar pengakuan
akan diumbar oleh imam atau bapa pengakuan.
Serta imam pun harus menunjukkan
sikap kebapaan yang siap menerima siapa
saja yang datang. Dengan demikian umat pun tidak merasa takut jika
hendak berhadapan dengannya dalam kamar pengakuan.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dengan teknik kuesioner/angket serta wawancara
yang dilaksanakan di dekenat
Kupang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Secara umum dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara Pengetahuan umat akan Sakramen Tobat
dengan perubahan perilaku hidup umat setelah menerima
Sakramen Tobat. Perubahan itu tampak
dalam sikap rohani maupun dalam
relasi antara si peniten dengan
sesamanya. Hal ini dapat dilihat dari
hasil pengolahan data statistik serta pengolahan data non statistik
yang terdapat dalam bab IV. Namun, jika dilihat lebih
rinci ada pula kelemahan-kelemahan yang intens serta memprihatinkan dan perlu dibenahi. Kelemahan-kelemahan itu ada dalam diri
umat sebagai peniten maupun dalam diri imam sebagai pelayan Sakramen Tobat. Secara rinci berdasarkan
hasil penelitian dapat penulis simpulkan,
sebagai berikut:
Dalam variabel I tentang Sakramen Tobat yang diuji adalah Pengetahuan Umat Tentang Sakramen Tobat serta Pengetahuan Umat Tentang Ajaran-Ajaran
Dari Bapa Gereja (Apostolik). Secara umum dapat disimpulkan
bahwa variabel ini berada pada tendensi �Baik�. Dengan kata lain, masih banyak umat
yang pengetahuan akan Sakramen Tobat baik. Berikut adalah
kesimpulan dari variabel II tentang �Kehidupan Orang Beriman� yang diuji adalah �Sikap Orang Beriman Terhadap Sakramen Tobat� dan �Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen Tobat�. Secara umum, dapat
disimpulkan bahwa variabel ini berada
pada tendensi �Baik�. Hal ini dapat dilihat dari
persentase jawaban yaitu ada 76.69% responden yang menjawab dengan benar. Namun,
bukan berarti variabel ini tanpa
masalah. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan indikator dari variabel ini
yang perlu diperhatikan, sehingga ada dampak
yang lebih luas kepada seluruh umat, antara lain: 1) �Godaan untuk tidak
menerima Sakramen Tobat datang darinya
sendiri, seperti rasa malu jika dosanya diketahui
oleh imam dalam Sakramen Tobat�. Hasil olah data statistik menunjukkan ada 41.19% responden tidak setuju akan
pernyataan tersebut. Sisanya mengakui bahwa memang ada
godaan dari diri sendiri agar tidak menerima Sakramen Tobat. Artinya masih banyak
umat yang belum bisa melawan godaan-godaan
khususnya yang dari dirinya sendiri; 2) �Tidak masalah bila
�ia� sengaja mencari imam-imam yang tidak dikenal atau bahkan
rabun, dan kurang pendengaran sebagai bapa pengakuan. Dengan alasan yang penting �ia� bisa
menerima Sakramen Tobat�. Dapat dilihat
dari persentase responden yaitu 55.36% saja yang tidak setuju akan hal
ini, sedangkan umat lain masih dengan sengaja mencari-cari imam. Indikator ini menjukkan jika
ada rasa malu untuk mengaku dosa
kepada imam yang ia kenal. Rasa malu ini yang harus dicegah, karena dosa yang diakukan di depan imam itu sifatnya rahasia dan hal ini berlaku
bagi imam yang �ia� kenal maupun tidak
dikenal; dan 3) �Tidak adanya rasa penyesalan dalam diri umat
setelah menerima Sakramen Tobat�. Hasil uji statistik menunjukkan hanya 42.86% responden menyesal setelah menerima Sakramen Tobat sisanya nihil. Jika tanpa penyesalan maka kesimpulannya umat hanya menerimanya
untuk bisa berdamai dengan Tuhan. Padahal yang paling penting dalam Sakramen
Tobat adalah penyesalan baik sebelum maupun sesudah menerimanya.
Dalam variabel I ditunjukkan bahwa umat yang pengetahuannya memadai lebih banyak dari
umat yang pengetahuannya
minim tentang Sakramen Tobat. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan umat dengan perubahan perilaku umat setelah
menerima Sakramen Tobat. Hal ini disimpulkan dari tabel II, yang menunjukkan hasil dari Variabel
I tidak berbeda jauh dari Variabel
II. Variabel I= 70.29%, sedangkan
Variabel II= 74.69%, atau tidak ada perbandingan
yang signifikan antara pengetahuan dan perubahan perilaku setelah umat menerima Sakramen
Tobat. Artinya umat yang mengubah perilakunya setelah menerima Sakramen Tobat adalah umat
yang pengetahuannya memadai.
Berdasarkan
hasil penelitian kualitatif dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa Sakramen Tobat yang diterima dengan sunguh-sungguh akan memberi dampak
pada perubahan perilaku umat. Terbukti dalam tindakan-tindakan umat, seperti rajin
mengikuti kegiatan rohani di gereja dan di lingkungan, adanya rasa penyesalan sehingga timbul keinginan untuk tidak lagi
melakukan hal-hal buruk (marah, dendam,
berbicara kasar, dll.) dan sikap rendah hati untuk
berdamai dengan sesama.
Dalam kenyataannya ada umat yang tidak mau menerima Sakramen
Tobat. Hal ini menunjukkan adanya kemunduran iman. Dalam hal ini
imam kadang menjadi kambing hitam dengan
alasan tidak bisa �menjaga rahasia�[2] dalam kamar pengakuan.
Syak wasangka atau rasa ketidakpercayaan umat kepada imam menunjukkan masih rendahnya pemahaman sebagian umat akan
Sakramen Tobat. Namun, di satu sisi tidak bisa
dipungkiri bahwa sebenarnya ada pengaruh serta dampak yang nyata dari penerimaan Sakramen Tobat, seperti yang sudah penulis paparkan di atas.
Berdasarkan
hasil penelitian ditemukan beberapa permasalahan yang belum terpecahkan, sehingga peneliti mengajukan beberapa saran. Saran tersebut antara lain agar Sakramen Tobat dapat memberi dampak
pada perubahan perilaku, maka harus ada
penanaman nilai-nilai kehidupan yang baik serta pendidikan iman dalam hidup
umat secara serius sejak dini
mulai dari dalam keluarga, sekolah, dan Gereja. Alasannya karena menurut peneliti, perilaku seseorang bukan hanya tanggung
jawabnya sendiri namun tanggung jawab kolektif atau semua pihak
khususnya keluarga, sekolah, dan Gereja. Adapun dalam pengamatan dari peneliti umat
hanya menjalankan kewajibannya secara minimal yaitu menerima Sakramen Tobat dua kali dalam setahun: pada masa Advent dan Prapaskah.
Umat seperti sudah puas dengan
menjadi Katolik �minimalis�. Padahal Paus Fransiskus menegaskan agar kita tidak menjadi
orang Katolik yang suam-suam
kuku, tentunya kita harus menjadi orang Katolik yang maksimalis. Hal tersebut dapat perlu terjadi pula dalam Sakramen Tobat, alangkah baiknya umat mengembangkan
kebiasaan untuk mengaku dosa secara
rutin, bisa dua munggu sekali
atau sebulan sekali. Paus Benediktus XVI menganjurkan hal ini. Ia berkata
bahwa kita selalu membersihkan rumah kita, setidaknya
seminggu sekali, sekalipun kotorannya itu-itu saja. Rumah
yang tidak dibersihkan secara rutin tentu
dapat membuat kita terkena penyakit,
begitu pula dengan jiwa manusia. Kalau
tidak dibersihkan secara teratur maka kita bisa
sakit. Misalnya tidak peka terhadap
dosa, bingung dosa apa yang mesti
diakukan pada imam, bahkan
yang paling parah ialah kehilangan kesadaran akan dosa (Luxveritatis,
2015).
Selain itu supaya Sakramen
Tobat dapat berpengaruh pada perilaku hidup orang beriman maka perlu dilakukan:
a) Oleh pihak umat beriman: Sebelum menerima Sakramen Tobat ada baiknya
umat juga berpartisipasi dalam ibadat tobat.
Ibadat tobat itu bermanfaat karena sangat membatu mendorong pertobatan hidup dan pemurnian hati. Misalnya, dapat menumbuhkan semangat tobat, menolong umat untuk
mempersiapkan diri dalam pengakuan pribadi, membantu anak-anak untuk mengenal dosa, dan penebusan dosa melalui Kristus, membantu katekumen selama masa pendidikan/ pertobatannya. Konsili Vatikan II melihat liturgi sebagai sumber kehidupan rohani yang benar bagi umat Jadi, selain menerima Sakramen Tobat umat juga diharapkan selalu aktif mengikuti
perayaan liturgi Gereja. Dengan maksud agar umat dapat menimba kekuatan
rohani dari setiap perayaan liturgi. Harus ada kesadaran dari umat sendiri untuk
belajar. Kesadaran untuk belajar tersebut
pertama-tama harus datang dari pihak
orang tua untuk membina dan memberi pengetahuan kepada anak-anaknya sejak usia dini tentang
Sakramen Tobat;
b)
Oleh para imam: Hukum Gereja menyatakan,
pastor paroki hendaknya menyediakan hari dan waktu yang cukup untuk menerima pengakuan dosa (KHK kan. 986). Berdasarkan bunyi kanon tersebut
maka hendaknya para pastor paroki menyiapkan waktu setengah jam sebelum misa pada hari Minggu atau
pada setiap waktu bila diperlukan. Hal ini bertujuan agar umat bisa mengakukan
dosanya setiap Minggu jika ia
sadar telah berbuat dosa berat.
Jadi umat tidak perlu menunggu sampai pada masa Adven dan Prapaskah. Para imam sebagai bapa pengakuan harus menunjukkan sikap baik dalam
pergaulan sehari-hari, misalnya dalam bertutur kata sehingga tidak menyinggung perasaan umat. Khususnya dalam berbicara tentang sikap dan tindakan salah yang dilakukan umat. Para imam hendaknya mempunyai sikap ramah dan sabar dalam kamar
pengakuan. Dengan demikian, diharapakan Sakramen Tobat bukanlah sekedar pelaporan dosa-dosa serta pemberian nasihat dan absolusi dari pihak imam, tetapi merupakan sakramen penyembuhan (Komlit KWI, 2009).
Memberi pengajaran kepada umat tentang
Sakramen Tobat, misalnya dalam khotbah. Mengingat para imam atau bapa pengakuan
adalah pelayan maka hendaknya hidup mereka sesuai
dengan apa yang mereka layani berdasarkan
Sakramen Tahbisan. Seperti kata St. Gregorius dari Nasiansa kepada para imam muda: �Pertama-tama orang harus murni, baru sesudah
itu memurnikan; pertama-tama orang harus belajar kebijaksanaan, baru mengajarkan; pertama-tama menjadi terang baru menerangkan;
pertama-tama pergi kepada Allah, baru mengantar kepada-Nya; pertama-tama menguduskan diri, baru menguduskan
orang lain, membimbing mereka
dan memberi nasihat secara bijaksana� (or. 2, 71).
c) Dari pihak Gereja: Gereja harus menjadi alat pertobatan dan pengampunan dengan perantaraan pelayanan yang dipercayakan Kristus kepada para rasul dan pengikut-pengikut mereka. Dengan demikian, Gereja bukan hanya memanggil para pendosa untuk bertobat melalui pewartaan sabda Allah, tetapi juga berdoa untuk mereka dan membantu para pentobat dengan kasih sayang keibuan untuk dapat menyadari dosa-dosanya, mengakukannya dan dengan demikian memperoleh belas kasih Tuhan. Selain itu sebaiknya Gereja memperhatikan beberapa hal berikut yang diharapkan dapat membantu umat, antara lain: menyiapkan buku-buku pengetahuan bagi umat sebagai bahan referensi mengenai Sakramen Tobat; mengadakan seminar-seminar dengan tema Sakramen Tobat. Hal ini bisa dilakukan menurut jenjang usia; katekese tentang Sakramen Tobat, baik pada masa katekumen maupun sesudah baptisan (Misalnya: dalam rekoleksi dan retret); dan memberikan katekese kepada umat mengenai Sakramen Tobat. Tanggung jawab terhadap Sakramen Tobat bukan hanya tanggung jawab umat melainkan tanggung jawab semua pihak, terutama para imam sebagai bapa pengakuan, tokoh-tokoh umat dan para orang tua.
Heuken,
Adolf. (2004) Ensiklopedi Gereja jilid II C-G. Jakarta: Yayasan Cipta
Loka Caraka.
Kamarulzaman, AKA, Dahlan,
Y, Al, Barry, M. (2005) Kamus Ilmiah Serapan. Yogyakarta:
Absolut.
Meoliono, Anton, et.al. (2008) Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan Nasional.
Sugono, Dedy, et.al. (2008) Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.
Endarmoko, Eko.
(2006) Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Maryanto,
Ernest. (2004) Kamus Liturgi
Sederhana. Yogyakarta: Kanisius.
O�Collins,
Gerald, & Farrugia G. Edward. (1996) Kamus
Teologi. Yogyakarta: Kanisius.
Manzhur, I. (2008) Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan Nasional.
Echols,
M, et.al. (2005) Kamus Inggris Indonesia. rev.ed. Jakarta: PT. Gramedia.
Tim
Penyusun. (1993)
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim
Prima Pena. (2007) Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Gitamedia Pres.
Riduwan, M, B, A. (2007) Metode dan teknik
Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Bakker, A. (1988) Ajaran Iman Katolik 2 Untuk
Mahasiswa. Yogyakarta: Kanisius).
Hadiwardoyo, Purwa, Al. (2007) Pertobatan Dalam Tradisi Katolik.
Yogyakarta: Kanisius.
Sujoko, Albertus. (2008)
Praktek Sakramen Pertobatan Dalam Gereja Katolik Tinjauan Historis, Dogmatik dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.
______________.
(2008) Belajar Menjadi Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
Universitas
Negeri Malang. (2007) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Kieser, Benhard. (1987) Moral
Dasar Kaitan Iman dan Perbuatan.
Yogyakarta: Kanisius.
Groenen, C. (1989) Soteriologi Alkitabiah Keselamatan yang Diberikan Alkitab. Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita, E.
(2003) Sakramen-sakramen Gereja Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.
Kirchberger,
G. (1991) Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh Kudus. Ende: Nusa Indah.
Pidyarto,
H. (1991) Mempertanggungjawabkan Iman Katolik.
Malang: Dioma.
Embiru, Herman, P.
(1993) Katekismus Gereja Katolik. Ende: Arnoldus.
Crichton
D. J. (1990) Perayaan Sakramen Tobat. Yogyakarta: Kanisius.
Waskito, J. (2007) Sakrament in Scripture Salvation History Made
Present/ Sakramen Dalam
Kitab Suci Kehadiran
Sejarah Keselamatan. Malang: Dioma.
Keuskupan Agung Kupang. (2009) Katalog Keuskupan Agung Kupang. Kupang: KAK.
Maas,
Kees. (1998) Teologi Moral Tobat. Ende: Nusa Indah.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996) Iman Katolik Informasi
dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
Konferensi Waligereja Indonesia. (2006) Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: KWI.
S,
Dihe, Laurensius. (2013) Sakramen Tobat di Tengah Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
Noeng, Muhadjir.
(1992) Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Surasi.
Taufik, Maksudi, et.al. (2002) Rekonsiliassi Menciptakan Hidup Damai dan Sejahtra Dalam Menggereja dan Bermasyarakat, Tinjauan dari Perspektif Religiusitas, Jakarta: CV. Celesty
Hieronika.
Marsch, Michael. (2006) Penyembuhan Melalui Sakramen. Yogyakarta: Kanisius.
Syukur,Nico.
(2004) Teologi Sistematika 2.
Yogyakarta: Kanisius.
Hardawiyana, R (Penerj). (2004) Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor.
Margono, S. (1996) Metodologi Penelitian
Pendidikan. Semarang: Rineke Cipta.
Sugiyono (2006) Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitattif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
_______�_.
(2011) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi. (2006) Produser Penelitian. Jakarta:
Bhineka Cipta.
Sukandarrumidi.
(2002) Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
CV Rajawali.
Hadi, Sutrisno, MA.
(1973) Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Fakultas Psikologi Universitas Gaja Mada.
Tim
IPI. (2001) Sakramentologi II, Malang: IPI.
Jacobs,
Tom. (1987) Rahmat Bagi Manusia Lemah Sakramen
Tobat Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Yogyakarta:
Kanisius.
Internet
Dalam salah satu bagian dari
�Book
of Concord� yang menjadi pegangan bagi para pengikut Martin Luther, disebutkan
apa itu pengakuan
dosa, cara dan prosesnya, yang dapat diakses di http://www.bookofconcord.org/smallcatechism.html#confession.
Martin
Luther, Sermon of 16 March 1522; LW,
Vol. 51, 97-98.
Yom
Kippur-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm, (diakses dari intenet tanggal
09 Mei 2014).
Luxveritatis7.wordpress.com/2015/02/20/11-kesalahan-kesalahan-umum-penghayatan-iman-katolik (diakses dari internet 22 Februari 2015).
Majalah
KWI. (2009) Liturgi Sumber dan Puncak Kehidupan, Pertobatan Kristiani: Ritus Kehidupan, Jakarta: Komisi Liturgi KWI.
Copyright holder: Hemma Gregorius Tinenti (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |