Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 8, Agustus 2022

 

SAKRAMEN TOBAT ANTARA FORMALITAS DAN URGENSITAS

 

Hemma Gregorius Tinenti

STAKAT Negeri Pontianak, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penulis ingin mempelajari tingkat pengetahuan umat akan Sakramen Tobat dan pengaruh pengetahuan itu dengan perilaku hidup umat setelah menerima Sakramen Tobat. Penelitian ini dilakukan untuk umat beriman Katolik di wilayah Dekenat Kupang.Dalam penelitian ini dilakukan pengujian antara pengetahuan umat akan Sakramen Tobat dengan perubahan perilaku umat setelah menerima sakramen ini. Metode yang penulis pakai dalam penelitian ini yaitu motode yaitu kuantitaf dan kualitatif. Data penulis peroleh lewat menyebarkan angket kepada 210 umat yang tersebar di berbagai paroki. Perhitungan data membuktikan bahwa ada perbedaan yang meyakinkan antara data yang diperoleh dengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, yang diharapkan adalah umat dapat mengubah sikapnya setelah menerima Sakramen Tobat dan hasilnya menunjukkan bahwa umat yang memiliki pengetahuan memadai tentang Sakramen Tobat mengubah sikapnya setelah mereka menerima Sakramen Tobat. Perubahan tersebut tampak pada sikap hidup maupun sikap rohani. Seperti berdamai dan berprilaku baik terhadap sesamanya serta aktif dalam kehidupan rohani. Lewat hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan umat akan Sakramen Tobat berpengaruh pada perilaku umat setelah menerima Sakramen Tobat. Pengetahuan yang dimaksud di sini dapat berupa ajaran Gereja tentang Sakramen Tobat dan pendapat serta ajaran dari Bapa-bapa Gereja tentang Sakramen Tobat.

 

Kata kunci: Sakramen Tobat; Pengetahuan umat; Perubahan; Sikap dan Perilaku

 

Abstract

The author wants to study the level of knowledge of the people about the Sacrament of Penance and the influence of that knowledge on the behavior of people's lives after receiving the Sacrament of Penance. This research was conducted for the Catholic faithful in the Kupang Deanery area. In this study, a test was conducted between the knowledge of the people about the Sacrament of Repentance with changes in the behavior of the people after receiving this sacrament. The method that the author uses in this research is the quantitative and qualitative methods. The author's data was obtained by distributing questionnaires to 210 people spread across various parishes. Calculation of the data proves that there is a convincing difference between the data obtained and what is expected. In other words, what is expected is that people can change their attitude after receiving the Sacrament of Penance and the results show that people who have adequate knowledge about the Sacrament of Penance change their attitude after they receive the Sacrament of Penance. These changes can be seen in the attitude of life and spiritual attitude. Such as making peace and behaving well towards others and being active in spiritual life. Through the results of the research, it is known that the knowledge of the people about the Sacrament of Penance affects the behavior of the people after receiving the Sacrament of Penance. The knowledge referred to here can be in the form of the Church's teachings about the Sacrament of Penance and the opinions and teachings of the Church Fathers about the Sacrament of Penance.

 

Keywords: Sacrament of Penance; Knowledge of the people; Change; Attitude and Behavior

 

Pendahuluan

Gereja Katolik menyakini bahwa Sakramen adalah Sarana Keselamatan dari Allah yang diberikan kepada umat-Nya lewat perantaraan Putra-Nya Yesus Kristus. Sakramen yang ada dalam Gereja Katolik terdiri dari 7 (tujuh) sakramen dan salam satu di antaranya yaitu Sakramen Tobat. (Embiru, 1995). Gereja menyadari pentingnya sakramen ini dengan menempatkannya sebagai salah satu dari 5 (lima) perintah Gereja, yaitu akuilah dosamu sekurang-kurangnya setahun sekali, (Sujoko, 2008) serta mencantumkannya dalam Kitab Hukum Kanonik yang mewajibkan umat beriman untuk mengakukan dosa sekurang-kurangnya setahun sekali (KHK. Kanon 989; KWI, 2006).

Walaupun sebagai sebuah kewajiban, dalam kenyataannya masih banyak umat yang tidak mengakukan dosanya. Hal ini mungkin karena umat yang bersangkutan merasa tidak melakukan dosa berat dalam kurun waktu setahun.Selain itu, minat untuk menerima sakramen ini tampaknya perlahan-lahan makin menurun dan hilang. Harusnya semakin orang bersifat religius, semakin ia merasa mempunyai banyak dosa (Sujoko, 2008). Sebab orang dapat mengerti dosa apabila dia memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Tanpa iman orang tidak akan mengenal dosa.

Dalam kenyataan yang sering penulis temui, tidak semua orang beriman mau mengakui dosanya di hadapan imam. Alasannya, mungkin umat ingin mengakukan dosanya secara langsung dengan Tuhan tanpa lewat imam. Adanya keinginan untuk mengaku langsung kepada Tuhan karena mereka (umat) tidak tahu mengapa harus mengaku dosa lewat imam (Liturgi Sumber dan Puncak Kehidupan, Juli-Agustus, 2009). Hal ini disebabkan, karena umat atau orang beriman tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Sakramen Tobat. Akibatnya, kurangnya pengetahuan tersebut membuat umat merasa takut/malu menghadap imam untuk mengakui dosanya. Selain itu, hal-hal yang membuat orang tidak menerima Sakramen Tobat, antara lain: a) dosa-dosa hanya dihubungkan dengan kesalahan antara saya dengan Allah saja sementara sesama diabaikan; b) hal-hal seperti, membunuh, mencuri, menipu dan sejenisnya dianggap bukan sebagai dosa melainkan kesalahan terhadap sesama manusia; c) adanya anggapan bahwa bapa pengakuan adalah hakim yang siap untuk mengadili; d) adanya anggapan bahwa kamar pengakuan seperti meja hukum.

Nampaknya kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang Sakramen Tobat serta dosa tidak selalu mejadi penyebab utama: Ada anggota Gereja yang penuh percaya diri dan pandai sehingga bersikap kritis terhadap praktek pengakuan dosa. Ia tidak mengaku dosa bukan karena malu atau takut melainkan karena merasa tidak perlu (Sujoko, 2008).

Menurut rasul Paulus upah dari dosa adalah maut (Rm 6:23). Dalam teologi moral dan dogmatik pun dikatakan bahwa kematian, penyakit, kemalangan, ketimpangan sosial, kekerasan dan segala perpecahan dalam pribadi manusia disebabkan oleh dosa (Kieser, 1987). Selain itu, dosa juga memutuskan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Mahakudus. Namun, seorang Kristen yang jatuh dalam dosa tetap dikasihi Allah. Melalui Sakramen Tobat pendosa itu dipanggil untuk kembali bersatu dengan-Nya. Dalam pengamatan penulis, kebanyakan umat tidak sepenuhnya paham akan hal ini. Sakramen Tobat diterima hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban sebagai warga Gereja dengan harapan agar selamat di akhirat.

Dalam Sakramen Tobat Allah menganugerahkan rahmat khusus, yakni rahmat pertobatan sejati. Hal ini dengan jelas bisa dilihat dalam Kitab II Sam 11-12. Dalam Bab 11, dikisahkan kedosaan dan pertobatan pribadi Raja Daud dalam kaitan dengan perselingkuhanya dengan Batsyeba. Bab 12 dengan jelas tampak rahmat dan kasih Allah kepada Daud yang tidak sadar akan tindakan dosanya, disadarkan oleh Allah dengan perantaraan nabi Natan. Setelah diperingatkan dengan keras oleh nabi Natan, Daud mengakui kesalahnya: �Aku sudah berdosa kepada Tuhan� (II Sam 12:13). Dosa pada hakekatnya memang merusak hubungan dengan Allah tapi di sisi lain juga merusak hubungan dengan sesama. Sehubungan dengan ini, daya guna dari Sakramen Tobat ialah untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya. Wujud nyata pemulihan itu harus tampak juga dalam sikap dan tindakan.

Dengan kata lain, setiap individu selalu punya relasi dengan sesamanya sehingga penerimaan Sakramen Tobat diharapkan berdampak positif pada perilaku umat yang menerimanya khususnya dalam menjalin relasi, baik dengan Tuhan maupun sesama. Sejauh yang penulis amati orang yang menerima Sakramen Tobat tidak selamanya menerapkannya dalam sikap atau tidak sepenuhnya bertobat. Hal semacam ini sudah menjadi bahan kritik para nabi dalam Perjanjian Lama. Mereka melontarkan kritik terhadap ibadat-ibadat pertobatan yang semata-mata bersifat lahiriah. Mereka berpendapat bahwa ibadat pertobatan itu tidak bermanfaat apabila tidak disertai upaya-upaya perbaikan yang nyata. Misalnya tindakan-tindakan solidaritas bagi sesama yang menderita.

Dengan kata lain, pertobatan tidak boleh dimengerti sebagai ritus magis yang dituntut oleh peraturan Gereja, sehingga yang dipentingkan hanyalah pelaksanaannya, melainkan perlu terjadi pula perubahan dalam sikap, mentalitas, dan Tindakan (Hadiwardoyo, 2007). Kritik seperti ini antara lain kita temukan dalam kitab Yesaya: Berpuasa yang Kukehendaki ialah hendaknya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya (Yes 58:6). Kritik para nabi dalam Perjanjian Lama berlaku pula untuk umat di zaman ini.

Pada umumnya masalah serupa hampir dialami oleh seluruh umat di berbagai tempat. Namun, penulis lebih memilih dan memusatkan perhatian di wilayah dekenat Kupang sebagai tempat penelitian. Alasan utama penulis lebih memilih wilayah ini, karena: 1) penulis ingin memberi pemahaman yang baik dan benar tentang Sakramen Tobat kepada umat (peniten) yang masih minim pengetahuannya; 2) selain itu, karena belum pernah diadakan penelitian sebelumnya tetang Sakaramen Tobat di wilayah dekenat Kupang. Dekenat Kupang terletak di wilayah NTT dengan luas wilayah 11.471,00 Km2, jumlah penduduknya 915.977 jiwa, sedangkan jumlah umat Katolik 99.621 jiwa (Katalog Keuskupan Agung Kupang, 2009). Umat katolik bukanlah umat yang mayoritas di wilayah ini. Walaupun sudah dikatakan oleh penulis bahwa minat terhadap Sakramen Tobat mulai menurun namun tidak sedikit pula umat yang menerimanya pada masa adven dan prapaskah.

Secara umum paroki-paroki di Keuskupan Agung Kupang memberi kesempatan atau menyiapkan waktu khusus untuk umat yang mau mengaku pada masa adven dan prapaskah. Jarang ada umat yang dengan sendirinya datang kepada imam untuk menerima sakramen ini. Dari kenyataan ini penulis menyimpulkan bahwa umat menerima sakramen ini hanya karena ada peraturan dari Gereja dan untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota Gereja dengan harapan akan selamat di akhirat. Selain itu, Sakramen Tobat diterima hanya untuk berdamai dengan Tuhan. Si peniten merasa bahwa karena dosa-dosanya ia telah sungguh-sungguh menghina Allah sedangkan berdamai dengan sesamanya diabaikan. Padahal, sebagian besar dosa yang dilakukan bukan hanya melukai Allah tetapi juga sesamanya. Pengakuan hanya dihayati secara individu, sebagai suatu perkara antara Allah dengansaya� (Maas, 1998). Mungkin karena ini, maka si peniten yang setiap tahun menerima Sakramen Tobat tetap saja jatuh ke dalam dosa yang sama. Akibat lanjutnya yaitu tidak tampak perubahan yang signifikan dalam sikap dan perbuatan sehari-hari dalam diri si peniten.

Sebagai orang Kristen sejati kita percaya bahwa iman bukan hanya teori (fides quaerens intellectum) atau hanya untuk menjalankan peraturan, malainkan lebih dari itu iman adalah aksi (fides quares actionem). Jika, Sakramen Tobat dijalankan dengan iman maka diharapkan ada dampak pada sikap dan perbuatan. Pertobatan tidak boleh dimengerti sebagai ritus magis yang dituntut oleh peraturan Gereja sehingga yang diperhatikan hanyalah pelaksanaannya, melainkan perlu pula pertobatan dalam sikap, mentalitas, dan tindakan.

Dalam kenyataanya, penulis kurang menemukan pertobatan sejati itu. Hal itu terjadi mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurang memadainya pemahaman orang beriman tentang Sakramen Tobat, paham yang keliru tentang dosa, hilang atau pudarnya pemahaman soal dosa. Akibatnya, orang beriman menerima sakramen ini hanya untuk memenuhi peraturan Gereja atau takut dengan dunia akhir, sehingga penerimaan sakramen ini tidak diwujudkan dalam sikap, mental, dan tindakan. Maka yang menjadi permasalahan dan ingin dijawab, adalah: 1) Apakah pengetahuan orang beriman tentang Sakramen Tobat sudah memadai atau belum?; 2) Apakah orang beriman menerima Sakramen Tobat hanya sekedar untuk memenuhi peraturan Gereja?

 

 

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan 2 (dua) jenis penelitian yaitu: metode kuantitatif sebagai jenis penelitian utama dan metode kualitatif sebagai jenis penelitian pendukung. Lewat penelitian kuantitatif penulis menggunakan angket sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitianini peneliti menyebarkan angket kepada 210 responden dan jumlah perjataannya sebanyak 62 nomor. Ada 2 (dua) variable akan diuji dalam penelitian ini yaitu: I) Hubungan Pengetahuan mengenai Sakramen Tobat; dan II) Perilaku hidup umat beriman di dekenat Kupang. Peneliti ingin mengkaji sejauh mana pengaruh antara pengetahaun akan Sakramen Tobat dengan perilaku umat setelah menerima sakramen ini. Lewat kajian tersebut peneliti dapat memberi gambaran yang jelas tentang umat yang menerima Sakramen Tobat. Serta untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan umat akan Sakramen Tobat dengan perilaku hidupan orang beriman setelah menerima Sakramen Tobat. Sementara lewat metode kualitatif penulis melakukan wawancara dengan 3 (tiga) tokoh umat dan 1 (satu) imam. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengutkan data yang penulis dapat lewat angket serta mencari data atau informasi yang tidak bisa penulis dapat lewat angket. Jenis wawancara yaitu wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Tujuannya ialah untuk memperoleh keterangan mengenai jumlah KUB, keterlibatan umat yang mengakukan dosa dalam Sakramen Tobat di parokinya dan mencari tahu apakah ada perubahan sikap setelah umat (peniten) menerima Sakramen Tobat. Hasil wawancara ini menambah data bagi peneliti untuk mencapai suatu penelitian yang valid.

Lokus penelitian ini terjadi di wilayah Keuskupan Agung Kupang khususnya Dekenat Kupang yang terdiri dari 19 Paroki, dan paroki yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah: 7 (tujuh) paroki. Ke-tujuh paroki ini dipilih untuk memudahkan peneliti mengambil data karena semuanya berada di wilayah pemerintahan Kota Kupang sementara sisanya berada jauh dari kota Kupang dan bahkan di luar pulau Timor. Ke-tujuh paroki antara lain: 1) Paroki Kristus Raja-Bonipoi; 2) St. Yoseph-Naikoten; 3) Sta. Maria Asumpta- Kota Baru; 4) St. Matias Rasul-Tofa; 5) Sta. Famillia-Sikumana; 6) St. Yoseph Pekerja-Penfui; dan 7) St. Gregorius Agung-Oeleta. Sementara yang jumlah umat yang menjadi perwakilan untuk mengisi angket penelitian yaitu sejulah 30 orang. Responden ini dipilih dari organisasi atau perkumpulan-perkulan umat yang ada di paroki seperti: 5 angket untuk ketua KUB, 10 angket untuk OMK paroki, 10 angket di ME/legio Maria, 5 angket untuk

Dalam tiap variabel penulis akan memecah variabel menjadi sub variabel atau memecah variabel menjadi kategori-kategori data yang harus dikumpulkan oleh peneliti. Kategori sub variabel akan dijadikan pedoman dalam merumuskan dan menyusun instrumen penelitian. Instrumen dalam penelitian adalah alat pengumpulan data (Riduwan, 2007), yaitu berupa pertayaan-pertayaan yang akan diajukan kepada responden. Intrumen tersebut berjumlah 61 nomor. Ada 2 (dua) variabel utama dalam penelitian ini, yaitu: 1) Sakramen Tobat, terdiri dari 2 (dua) sub variabel: a) Pengetauan umat tentang Sakramen Tobat dan b) Ajaran dan Keyakinan dari Bapa Gereja (Apostolik). 2) Kehidupan Orang Beriman, terdiri dari 2 (dua) sub variabel: a) Sikap Orang Beriman Terhadap Sakramen Tobat dan b) Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen Tobat. Penulis menggunakan 2 (dua) jenis rumus untuk menganalisis data kuantitatif, di antaranya: F Persen untuk dan Chi Kuadrat dipakai untuk; menentukan taraf signifikan dan menguji kebenaran hipotesa.

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan pengolahan data menggunakan rumus F Persen hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Jika dilihat dari rata-rata variabel I dan II maka skor berada pada rentang nilai: 2.89 atau berada pada kategoriBaik�. Hasil ini didapat dari kategori jawaban 210 responden terhadap 61 pertanyaan. Berikut ini akan disimpulkan secara rinci dari tiap variable:

Variabel I tentang Pengetahuan umat tentang Sakramen Tobat, sub variabel tentang: a) �Pengetahuan umat tentang Sakramen Tobatberada pada rentang nilai: 3.06 atau berada pada kategoriBaik�; b) Sub variabel ini tentangAjaran dan Keyakinan dari Bapa Gereja (Apostolik)� yaitu berada pada rentang nilai: 2.55 atau berada pada kategoriBaik�. Skor rata-rata untuk Variabel I yaitu: 2.89 atau ada dikategoriBaik�. Persentase angkatnya berada 70.29%. Variabel II tentang Kehidupan Orang Beriman, sub variabel: a) �Sikap Orang Beriman Terhadap Sakramen Tobatberada pada rentang nilai: 2.87 atau ada pada kategoriBaik�; b) Sub variabel berikut tentang: �Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen Tobatyaitu berada pada rentang nilai: 3.07 atau ada pada kategoriBaik�. Sementara rata-rata untuk variabel II tentangKehidupan Orang beriman�, berada pada rentang nilai: 2.97 atau kategoriBaik�. Sedangkan, persentase angkanya berada pada angkat 74.25%

Berikut penulis akan sajikan hasil pengolah data menggunakan rumus Chi Kuadrat untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini: jika pengetahuan umat memadai tentang Sakramen Tobat maka setelah umat menerima sakramen ini, akan ada perubahan pada perilaku hidup umat dan bukan sekedar untuk memenuhi perintah Gereja. Hipotesa ini akan dibuktikan lewat penelitian.

Pembahasan Data Kuantitatif

Berdasarkan hasil perhitungan dari tabel IV ada bagian-bagian yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh, misalnya:

Pada butir ke-9, tentangSaya terkadang tidakmau menerima Sakramen Tobat walaupun saya sadar saya telah berbuat dosa berat, karena dalam liturgi perayaan ekaristi, sudah ada pernyataan tobat, misalnya melalui Doa Tobat, lagu Tuhan Kasihanilah, Doa Saya Mengaku: Sebagian besar umat tidak ingin menerima Sakramen Tobat, karena menurut umat pertobatan dan pernyataan tobat sudah ada dalam perayaan liturgi ekaristi, misalnya melalui Doa Tobat, lagu Tuhan Kasihanilah, Doa Saya Mengaku. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-15, tentang �Saya kurang merindukan Sakramen Tobat sehingga saya tidak berusaha untuk menerima Sakramen Tobat�: Sebagain besar umat tidak mau berusaha untuk menerima Sakramen Tobat karena tidak ada kerinduan secara pribadi untuk menerima Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-18, tentangSaya menyadari bahwa saya tidak perlu mendoakan semua doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan dalam Sakramen Tobat, misalnya Aku Percaya, Doa Tobat, Bapa Kami dan Salam Maria, karena ada doa penitensi yang saya tidak hafal tetapi saya yakin dosa saya diampuni�: Sebagian besar umat tidak mendoakan semua doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan dalam Sakramen Tobat, misalnya Aku Percaya, Doa Tobat, Bapa Kami dan Salam Maria, karena mereka tidak hafal tetapi yakin kalau dosanya diampuni. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-22, tentangSt. Clemens dari Roma (+ 96) mengajarkan kepada jemaat di Korintus untuk taat kepada para penatua (presbyters) dan melakukan silih atas dosa dengan sepenuh hati (Kor. 57:1). Saya pun merasa St. Clemens berbicara kepada saya untuk melakukan silih atas dosa dan bertobat�: Sebagian besar umat tidak setuju dengan ajaran St. Clemens dari Roma, yang mengajarkan bahwa umat harus taat kepada para penatua dan melakukan silih atas dosa dengan sepenuh hati. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-23, tentangLuther mengatakan bahwabiarlah setiap orang datang dan mengakukan dosanya kepada orang lain secara rahasia dan menerima apa yang dia katakan seperti Tuhan sendiri yang berbicara melalui mulut orang tersebut�.[1] Dalam pernyataan tersebut Marthin Luter tidak menolak praktek yang dilakukan orang katolik dalam Sakramen Tobat kerena menurut pengakuan di hadapan sesama sama saja dengan pengakuan di depan Tuhan. Jadi, saya pun yakin bahwa Sakramen Tobat yang diterima secara rahasia di depan imam itu adalah langsung di hadapan Tuhan�: Sebagian besar umat tidak setuju dengan pendapat Martin Luther yang mengatakan bahwa jika seseorang mengakukan dosa secara rahasia kepada orang lain, maka sama saja dengan ia mengaku di hadapan Tuhan. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke- 25, tentangSt. Ambrose (+ 338) mengatakan bahwa dosa diampuni melalui Roh Kudus. Namun, manusia memakai para pelayan Tuhan untuk mengampuni dosa. Mereka tidak menggunakan kekuatan mereka sendiri karena mereka mengampuni dosa bukan atas nama mereka, melainkan atas nama Bapa dan Putera, dan Roh Kudus. Mereka meminta dan Tuhan memberikannya� (On The Holy Spirit, Bk.3, Chap. 18; ML 16, 808; NPNF X, 154). Demikian, saya pun tidak sepenuhnya percaya jika imam memiliki kuasa untuk mengampuni saya�: Sebagian besar umat tidak setuju dengan pendapat St. Ambrose yang mengatakan bahwa dosa diampuni melalui Roh Kudus, namun Tuhan memakai manusia sebagai pelayan untuk mengampuni dosa. Jadi, umat pun tidak percaya bahwa imam memiliki kuasa untuk mengampuni. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-26, tentangSaya menyakini bahwa setiap umat katolik hanya boleh menerima Sakramen Tobat melalui pastor parokinya�: Sebagian besar umat setuju kalau mereka hanya boleh menerima Sakramen Tobat melalui pastor parokinya. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-27, tentangSaya yakin dosa saya sudah diampuni setelah menerima Sakramen Tobat, meskipun saya belum sungguh-sungguh menyelesaikan doa-doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan sebagai praktek silih dosa�: Sebagian besar umat yakin jika dosanya sudah diampuni setelah menerima Sakramen Tobat, meskipun mereka belum sungguh-sungguh menyelesaikan doa-doa yang ditentukan oleh bapa pengakuan sebagai praktek silih dosa. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-29, tentangLuther mengatakan bahwa pengakuan dosa yang terdiri dari: (1) pengakuan dosa kita, (2) pemberian absolusi atau pengampunan dosa dari pemberi pengakuan dosa atau confessor, sama dengan menerimanya langsung dari Tuhan sendiri. Bagi saya pendapat ini kurang tepat karena saya bisa mengakui semua dosa saya di hadapan Tuhan�: Sebagian besar umat tidak setuju dengan pendapat Luther tentang pengakuan dosa dan absolusi dari konfessor. Sehingga, umat pun setuju bahwa pengakuan dosa baiknya dilakukan secara langsung kepada Tuhan tanpa harus mengaku di hadapan imam. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-30: Sebagian besar umat keliru dengan pendapat St. Cyprian yang mengatakan bahwa Gereja Katolik mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa termasuk kemurtadan. Jadi umat pun setuju bahwa mereka boleh saja melakukan kemurtadan alasannya karena Gereja Katolik mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-36, tentangSaya senang kalau saya memiliki seorang imam atau bapa pengakuan, tempat setiap kali saya mengaku dosa. Saya justru mencari imam yang saya kenal dan yang mengenal saya untuk mengakukan dosa saya�: Sebagian besar umat tidak mau untuk mencari-cari imam yang ia kenal dan yang mengenalnya, sebagai bapa pengakuan pribadi tempat setiap kali ia mengaku dosa. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-38, tentangSaya sendiri senang sekali mengaku dosa, meskipun kadang-kadang godaan seperti berikut muncul juga di hati "Malu ah, kalau Pastor itu sampai tahu!", sehingga kadang hal ini menghambat saya untuk menerima Sakramen Tobat�: Sebagian besar umat mau untuk mengaku dosa, namun mereka malu jika imam tahu dosanya. Hal tersebut yang menghambat umat untuk menerima Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-39, tentangJika saya mengaku pada seorang imam dalam Sakramen Tobat maka yang pasti Tuhan mendengar dan tentunya saya memperoleh pengampunan atas dosa-dosa saya. Jadi, tidak berpengaruh jika saya sengaja mencari imam-imam yang tidak saya kenal atau bahkan, rabun dan kurang pendengaran sebagai bapa pengakuan�: Sebagian besar umat yakin jika mereka mengaku di depan imam maka dosa mereka akan diampuni. Jadi tidak salah jika imam yang mereka pilih sebagai bapa pengakuan adalah imam yang tidak mereka kenal, bahkan buta dan rabun. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-52, tentangSaya sudah pernah menerima Sakramen Tobat jadi saya tidak perlu menerima lagi Sakramen Tobat, walaupun saya sadar bahwa saya berdosa. Hal ini karena saya sudah pernah menerima buah-buah Roh Kudus dari Sakramen Tobat (pengampunan dan pembebasan dari siksa dosa)�: Sebagian besar umat yakin bahwa mereka hanya perlu menerima sekali saja Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Butir ke-56, tentang �Saya tidak merasa menyesal setelah menerima Sakramen Tobat�: Sebagian besar umat merasa tidak ada rasa penyesalan setelah menerima Sakramen Tobat. Jadi, hasil perhitungan Chi Kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara f0 dan fh.

Penulis memaparkan pula pembahasan data per sub variabel dan disajikan dalam bentuk diagram batang. Pembahasannya seperti di bawah ini:

Variabel I tentang Sakramen Tobat:

 

Gambar 1

Sub Variabel 1 tentang Pengetahuan Sakramen Tobat

 

Nomor 1-6 (Pertanyaan Positif):

STS���� : 3.17%

TS������ : 8.92%

S��������� : 44.12%

SS������� : 43.89%

Dari hasil pengolahan data di atas menunjukkan bahwa dari 6 pertanyaan positif (jawaban SS= Sangat Setuju) responden lebih banyak memilih jawaban S. Maka dapat disimpulkan pengetahaun umat untuk 6 pertanyaan positif berada pada tendensi baik.

Nomonr 7-18 (Pertanyaan Negatif):

STS���� : 21.86%

TS������ : 27.61%

S��������� : 28.80%

SS������� : 21.62%

Grafik di atas menunjukkan bahwa dari 12 pertanyaan negatif (jawaban STS= Sangat Tidak Setuju) responden lebih banyak memilih jawaban S= Setuju. Artinya hasil ini tidak sesuai dengan apa yang diharapakan. Walaupun hasil ini tidak signifikan namun harus diperhatikan bahwa masih ada juga umat yang masih minim pengetahuannya tentang Sakramen Tobat.

 

Gambar 2

Sub Varibel 2 tentang Ajaran dan Keyakinan dari Bapa Gereja (Apostolik)

 

Nomor 19-24 (Pertanyaan Positif):

STS���� : 15.31%

TS������ : 22.45%

S��������� : 37.93%

SS������� : 24.28%

Keenam pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan positif dengan jawaban SS= Sangat Setuju. Grafik di atas menunjukkan bahwa frekwensi jawaban responden masih berada pada tendensi baik atau lebih banyak responden yang memilih jawaban S= Setuju. Pertanyaa-pertanyaan tersebut masih berupa pengetahuan umat akan Sakramen Tobat khususnya tentang ajaran dari Bapa-bapa Gereja. Dari hasil pengolahan di atas jumlah responden terbanyak menjawab S atau berada pada tendensi �Kurang Baikatau dalam sub variabel ini yang menjadi jawaban idealnya adalah STS. Artinya sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang kurang baik tentang Keyakinan Dari Bapa Gereja (Apostolik).

Nomor 25-30 (Pertanyaan Negatif):

STS���� : 15.79%

TS������ : 26.66%

S��������� : 38.96%

SS������� : 18.57%

Keenam pertanyaan ini adalah pertanyaan negatif dengan jawaban STS= Sangat Tidak Setuju. Hasil dari grafik di atas menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang memilih jawaban S= Setuju. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya. Artinya pada bagian masih banyak responden yang pengetahuannya masih masih minim.

 

Berikutnya adalah pemhasan tentang Variabel II tentang Kehidupan Orang Beriman:

Gambar 3

Sub Variabel I tentang Peranan Lingkungan

 

Nomor 31-36 (Pertanyaan Positif):

STS���� : 5.39%

TS������ : 12.46%

S��������� : 46.34%

SS������� : 35.79%

Pertanyaan ini adalah pertanyaan positif dengan jawaban SS= Sangat Setuju. Dari hasil pengolahan di atas jumlah kebanyakan responden menjawab S atau frekwensi responden jawaban masih berada pada tendensiBaik�.

Nomor 37-39 (Pertanyaan Negatif):

STS���� : 16.50%

TS������ : 29.53%

S��������� : 64.3%

SS������� : 25.87%

Pada sub variabel ada 3 pertanyaan negatif dengan jawaban STS= Sangat Tidak Setuju. Dalam grafik menunjukkan bahwa responden lebih banyak memilih jawaban sebaliknya atau S= Setuju. Hal ini tentuberbanding terbalik dengan yang diharapkan.

 

 

 

 

 

Gambar 4

Sub Variabel 2 tentang Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen

 

Nomor 40-51 (Pertanyan Positif):

STS���� : 3.76%

TS������ : 6.58%

S��������� : 49.68%

SS������� : 39.96%

12 pertanyaan posisitif yang ada dalam sub variabel ini. Jika Pertanyaan positif maka jawabannya SS= Sangat Setuju. Dalam grafik tersebut kelihatan bahwa lebih banyak responden yang memelih jawaban S= Setuju. Artinya frekwensi jawaban responden masih berada pada tendensi baik.

Nomor 52-61 (Pertanyaan Negatif):

STS���� : 33.28%

TS������ : 49.76%

S��������� : 10.28%

SS������� : 6.66%

Dalam grafik jelas bahwa lebih banyak umat yang memilih jawaban TS= Tidak Setuju. Kesepuluh pertanyaan ini adalah pertanyaan negatif dengan jawaban STS= Sangat Tidak Setuju. Artinya frekwensi jawaban umat masih berada dalam tendensi baik.

Tabel 1

Pembahasan Analisa Statistik Chi Kuadrat Seluruh Sub Variabel

No

Bidang

( Fo - Fh )^2

Keterangan

Tendensi

Fh

1

Variabel I A

12,655

Signifikan

Baik

2

Variabel I B

7,640

Non Signifikan

Kurang Baik

3

Total Variabel I

10,145

Signifikan

Baik

4

Variabel II A

10,18

Signifikan

Baik

5

Variabel II B

13,151

Signifikan

Baik

6

Total Variabel II

11.665

Signifikan

Baik

7

Rata-rata Variabel A dan B

10.905

Signifikan

Baik

Jumlah Responden

210

 

Untuk menentukan derajat kebebasan pada tabel jenis 2x2 digunakan rumus db= (b-1)(k-1) (Arikunto, 2006) di mana b adalah jumlah baris, yang pada penelitian ini merupakan jumlah sub variabel dan k adalah jumlah kolom atau jumlah kategori jawaban. Maka nilai db= (3-1)(4-1)= 6. Pada taraf siginifikan 5% dan db 6 diketahui dari tabel nilai Chi Kuadrat hitung bernilai 10.52 dan Chi Kuadrat tabel bernilai 7.815. Melalui perhitungan ini, terbukti bahwa hubungan antara Pengetahuan umat akan Sakamen Tobat dengan perilaku hidup orang beriman di Dekenat Kupang adalah signifikan atau berada pada tendensiBaik. Maka, hipotesis yang diusulkan oleh penulis diterima dalam penelitian ini (h1).

Tabel 2

Analisa Statistik Chi Kuadrat Secara Keseluruhan

Kode

Fo

Fh

(Fo - Fh)

(Fo - Fh)^2

(Fo - Fh)^2

Kepu-tusan

Chi-sq 5%

Ket

Fh

db=3

IA

STS

2226

3202.5

-976.5

953552.3

297.7525

 

 

 

TS

2317

3202.5

-885.5

784110.25

244.8431

 

 

 

S

1275

3202.5

-1927.5

3715256.3

1160.2199

 

 

 

SS

3098

3202.5

104.5

10920.25

3.4099

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

426.4307

7.815

Sig

IB

STS

989

3202.5

-2213.5

4899582

1529.924

 

 

 

TS

1574

3202.5

-1628.5

2652012.3

828.1068

 

 

 

S

969

3202.5

-2234.5

4992990.3

1559.0914

 

 

 

SS

1458

3202.5

-1747.5

3043280.3

950.2826

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

1216.851

7.815

Sig

Rata-rata I

STS

3215

3202.5

12.5

156.25

0.04879

 

 

 

TS

3891

3202.5

688.5

474032.25

148.0194

 

 

 

S

2244

3202.5

-958.5

918722.25

286.8765

 

 

 

SS

4556

3202.5

1353.5

1831962.3

572.0412

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

251.7462

7.815

Sig

IIA

STS

484

3202.5

-2718.5

7390242.3

2307.6478

 

 

 

TS

872

3202.5

-2330.5

5431230.3

16965.935

 

 

 

S

761

3202.5

-2441.5

5960922.3

1861.334

 

 

 

SS

1967

3202.5

-1235.5

1526460.3

476.6464

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

5402.891

7.815

Sig

 

 
IIB

STS

2744

3202.5

-458.5

210222.25

65.6431

 

 

 

TS

3358

3202.5

155.5

24180.25

7.5504

 

 

 

S

1468

3202.5

-1734.5

3008490.3

996.0239

 

 

 

SS

4219

3202.5

1016.5

1033272.3

322.6455

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

347.9657

7.815

Sig

Rata-rata

STS

3228

3202.5

25.5

650.25

0.203044

 

 

 

II

TS

4230

3202.5

1027.5

1055756.3

329.6662

 

 

 

 

S

2229

3202.5

-973.5

947702.25

295.9257

 

 

 

 

SS

6186

3202.5

2983.5

8901272.3

2779.4761

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

851.3177

7.815

Sig

Rata-rata

STS

6443

3202.5

3240.5

10500840

3278.951

 

 

 

I + II

TS

8121

3202.5

4918.5

24191642

7535.568

 

 

 

 

S

11776

3202.5

8573.5

73504902

22952.35

 

 

 

 

SS

11006

3202.5

7803.5

60894612

19014.711

 

 

 

 

Total

 

 

 

 

13195.39

7.815

Sig

 

Berdasarkan analisa statistik dengan Chi Kuadrat secara keseluruhan total variabel pertama dan kedua berada pada taraf signifikan 13195.39. Dengan demikian hipotesis yang diusulkan diterima (h1). Artinya, benar-benar ada hubungan antara pengetahuan umat akan Sakramen Tobat dengan perilaku hidup orang beriman di Dekenat Kupang.

 

Pembahasan Data Kualitatif

Data kualitatif dipakai dalam penelitian guna menambah informasi dan pendapat dari umat dan tokoh-tokoh umat untuk mengetahui apakah Sakramen Tobat berpengaruh pada perilaku hidup orang beriman di Dekenat Kupang. Berdasarkan hasil wawancara baik dengan imam maupun dengan tokoh umat, dapat disimpulkan bahwa; Sakramen Tobat berpengaruh terhadap kehidupan umat beriman. Akan tetapi jika pengetahuan dan pemahaman umat tentang Sakramen Tobat tidak ada, maka kesadaran untuk menerima Sakramen Tobatpun kurang. Sebagai bahan pertimbangan maka, harus ada rasa kepercayaan dari umat terhadap imam sebagai bapa pengakuan, sehingga umat tidak perlu ragu-ragu lagi jika dosa yang ia akukan dalam kamar pengakuan akan diumbar oleh imam atau bapa pengakuan. Serta imam pun harus menunjukkan sikap kebapaan yang siap menerima siapa saja yang datang. Dengan demikian umat pun tidak merasa takut jika hendak berhadapan dengannya dalam kamar pengakuan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan teknik kuesioner/angket serta wawancara yang dilaksanakan di dekenat Kupang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Secara umum dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Pengetahuan umat akan Sakramen Tobat dengan perubahan perilaku hidup umat setelah menerima Sakramen Tobat. Perubahan itu tampak dalam sikap rohani maupun dalam relasi antara si peniten dengan sesamanya. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan data statistik serta pengolahan data non statistik yang terdapat dalam bab IV. Namun, jika dilihat lebih rinci ada pula kelemahan-kelemahan yang intens serta memprihatinkan dan perlu dibenahi. Kelemahan-kelemahan itu ada dalam diri umat sebagai peniten maupun dalam diri imam sebagai pelayan Sakramen Tobat. Secara rinci berdasarkan hasil penelitian dapat penulis simpulkan, sebagai berikut:

Dalam variabel I tentang Sakramen Tobat yang diuji adalah Pengetahuan Umat Tentang Sakramen Tobat serta Pengetahuan Umat Tentang Ajaran-Ajaran Dari Bapa Gereja (Apostolik). Secara umum dapat disimpulkan bahwa variabel ini berada pada tendensi Baik�. Dengan kata lain, masih banyak umat yang pengetahuan akan Sakramen Tobat baik. Berikut adalah kesimpulan dari variabel II tentang Kehidupan Orang Beriman yang diuji adalah Sikap Orang Beriman Terhadap Sakramen Tobat dan Sikap Orang Beriman Setelah Menerima Sakramen Tobat�. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa variabel ini berada pada tendensi Baik�. Hal ini dapat dilihat dari persentase jawaban yaitu ada 76.69% responden yang menjawab dengan benar. Namun, bukan berarti variabel ini tanpa masalah. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan indikator dari variabel ini yang perlu diperhatikan, sehingga ada dampak yang lebih luas kepada seluruh umat, antara lain: 1) �Godaan untuk tidak menerima Sakramen Tobat datang darinya sendiri, seperti rasa malu jika dosanya diketahui oleh imam dalam Sakramen Tobat�. Hasil olah data statistik menunjukkan ada 41.19% responden tidak setuju akan pernyataan tersebut. Sisanya mengakui bahwa memang ada godaan dari diri sendiri agar tidak menerima Sakramen Tobat. Artinya masih banyak umat yang belum bisa melawan godaan-godaan khususnya yang dari dirinya sendiri; 2) �Tidak masalah bilaiasengaja mencari imam-imam yang tidak dikenal atau bahkan rabun, dan kurang pendengaran sebagai bapa pengakuan. Dengan alasan yang pentingiabisa menerima Sakramen Tobat�. Dapat dilihat dari persentase responden yaitu 55.36% saja yang tidak setuju akan hal ini, sedangkan umat lain masih dengan sengaja mencari-cari imam. Indikator ini menjukkan jika ada rasa malu untuk mengaku dosa kepada imam yang ia kenal. Rasa malu ini yang harus dicegah, karena dosa yang diakukan di depan imam itu sifatnya rahasia dan hal ini berlaku bagi imam yang �iakenal maupun tidak dikenal; dan 3) �Tidak adanya rasa penyesalan dalam diri umat setelah menerima Sakramen Tobat�. Hasil uji statistik menunjukkan hanya 42.86% responden menyesal setelah menerima Sakramen Tobat sisanya nihil. Jika tanpa penyesalan maka kesimpulannya umat hanya menerimanya untuk bisa berdamai dengan Tuhan. Padahal yang paling penting dalam Sakramen Tobat adalah penyesalan baik sebelum maupun sesudah menerimanya.

Dalam variabel I ditunjukkan bahwa umat yang pengetahuannya memadai lebih banyak dari umat yang pengetahuannya minim tentang Sakramen Tobat. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan umat dengan perubahan perilaku umat setelah menerima Sakramen Tobat. Hal ini disimpulkan dari tabel II, yang menunjukkan hasil dari Variabel I tidak berbeda jauh dari Variabel II. Variabel I= 70.29%, sedangkan Variabel II= 74.69%, atau tidak ada perbandingan yang signifikan antara pengetahuan dan perubahan perilaku setelah umat menerima Sakramen Tobat. Artinya umat yang mengubah perilakunya setelah menerima Sakramen Tobat adalah umat yang pengetahuannya memadai.

Berdasarkan hasil penelitian kualitatif dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa Sakramen Tobat yang diterima dengan sunguh-sungguh akan memberi dampak pada perubahan perilaku umat. Terbukti dalam tindakan-tindakan umat, seperti rajin mengikuti kegiatan rohani di gereja dan di lingkungan, adanya rasa penyesalan sehingga timbul keinginan untuk tidak lagi melakukan hal-hal buruk (marah, dendam, berbicara kasar, dll.) dan sikap rendah hati untuk berdamai dengan sesama.

Dalam kenyataannya ada umat yang tidak mau menerima Sakramen Tobat. Hal ini menunjukkan adanya kemunduran iman. Dalam hal ini imam kadang menjadi kambing hitam dengan alasan tidak bisamenjaga rahasia[2] dalam kamar pengakuan. Syak wasangka atau rasa ketidakpercayaan umat kepada imam menunjukkan masih rendahnya pemahaman sebagian umat akan Sakramen Tobat. Namun, di satu sisi tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya ada pengaruh serta dampak yang nyata dari penerimaan Sakramen Tobat, seperti yang sudah penulis paparkan di atas.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa permasalahan yang belum terpecahkan, sehingga peneliti mengajukan beberapa saran. Saran tersebut antara lain agar Sakramen Tobat dapat memberi dampak pada perubahan perilaku, maka harus ada penanaman nilai-nilai kehidupan yang baik serta pendidikan iman dalam hidup umat secara serius sejak dini mulai dari dalam keluarga, sekolah, dan Gereja. Alasannya karena menurut peneliti, perilaku seseorang bukan hanya tanggung jawabnya sendiri namun tanggung jawab kolektif atau semua pihak khususnya keluarga, sekolah, dan Gereja. Adapun dalam pengamatan dari peneliti umat hanya menjalankan kewajibannya secara minimal yaitu menerima Sakramen Tobat dua kali dalam setahun: pada masa Advent dan Prapaskah. Umat seperti sudah puas dengan menjadi Katolikminimalis�. Padahal Paus Fransiskus menegaskan agar kita tidak menjadi orang Katolik yang suam-suam kuku, tentunya kita harus menjadi orang Katolik yang maksimalis. Hal tersebut dapat perlu terjadi pula dalam Sakramen Tobat, alangkah baiknya umat mengembangkan kebiasaan untuk mengaku dosa secara rutin, bisa dua munggu sekali atau sebulan sekali. Paus Benediktus XVI menganjurkan hal ini. Ia berkata bahwa kita selalu membersihkan rumah kita, setidaknya seminggu sekali, sekalipun kotorannya itu-itu saja. Rumah yang tidak dibersihkan secara rutin tentu dapat membuat kita terkena penyakit, begitu pula dengan jiwa manusia. Kalau tidak dibersihkan secara teratur maka kita bisa sakit. Misalnya tidak peka terhadap dosa, bingung dosa apa yang mesti diakukan pada imam, bahkan yang paling parah ialah kehilangan kesadaran akan dosa (Luxveritatis, 2015).

Selain itu supaya Sakramen Tobat dapat berpengaruh pada perilaku hidup orang beriman maka perlu dilakukan: a) Oleh pihak umat beriman: Sebelum menerima Sakramen Tobat ada baiknya umat juga berpartisipasi dalam ibadat tobat. Ibadat tobat itu bermanfaat karena sangat membatu mendorong pertobatan hidup dan pemurnian hati. Misalnya, dapat menumbuhkan semangat tobat, menolong umat untuk mempersiapkan diri dalam pengakuan pribadi, membantu anak-anak untuk mengenal dosa, dan penebusan dosa melalui Kristus, membantu katekumen selama masa pendidikan/ pertobatannya. Konsili Vatikan II melihat liturgi sebagai sumber kehidupan rohani yang benar bagi umat Jadi, selain menerima Sakramen Tobat umat juga diharapkan selalu aktif mengikuti perayaan liturgi Gereja. Dengan maksud agar umat dapat menimba kekuatan rohani dari setiap perayaan liturgi. Harus ada kesadaran dari umat sendiri untuk belajar. Kesadaran untuk belajar tersebut pertama-tama harus datang dari pihak orang tua untuk membina dan memberi pengetahuan kepada anak-anaknya sejak usia dini tentang Sakramen Tobat;

b) Oleh para imam: Hukum Gereja menyatakan, pastor paroki hendaknya menyediakan hari dan waktu yang cukup untuk menerima pengakuan dosa (KHK kan. 986). Berdasarkan bunyi kanon tersebut maka hendaknya para pastor paroki menyiapkan waktu setengah jam sebelum misa pada hari Minggu atau pada setiap waktu bila diperlukan. Hal ini bertujuan agar umat bisa mengakukan dosanya setiap Minggu jika ia sadar telah berbuat dosa berat. Jadi umat tidak perlu menunggu sampai pada masa Adven dan Prapaskah. Para imam sebagai bapa pengakuan harus menunjukkan sikap baik dalam pergaulan sehari-hari, misalnya dalam bertutur kata sehingga tidak menyinggung perasaan umat. Khususnya dalam berbicara tentang sikap dan tindakan salah yang dilakukan umat. Para imam hendaknya mempunyai sikap ramah dan sabar dalam kamar pengakuan. Dengan demikian, diharapakan Sakramen Tobat bukanlah sekedar pelaporan dosa-dosa serta pemberian nasihat dan absolusi dari pihak imam, tetapi merupakan sakramen penyembuhan (Komlit KWI, 2009). Memberi pengajaran kepada umat tentang Sakramen Tobat, misalnya dalam khotbah. Mengingat para imam atau bapa pengakuan adalah pelayan maka hendaknya hidup mereka sesuai dengan apa yang mereka layani berdasarkan Sakramen Tahbisan. Seperti kata St. Gregorius dari Nasiansa kepada para imam muda: Pertama-tama orang harus murni, baru sesudah itu memurnikan; pertama-tama orang harus belajar kebijaksanaan, baru mengajarkan; pertama-tama menjadi terang baru menerangkan; pertama-tama pergi kepada Allah, baru mengantar kepada-Nya; pertama-tama menguduskan diri, baru menguduskan orang lain, membimbing mereka dan memberi nasihat secara bijaksana� (or. 2, 71).

c) Dari pihak Gereja: Gereja harus menjadi alat pertobatan dan pengampunan dengan perantaraan pelayanan yang dipercayakan Kristus kepada para rasul dan pengikut-pengikut mereka. Dengan demikian, Gereja bukan hanya memanggil para pendosa untuk bertobat melalui pewartaan sabda Allah, tetapi juga berdoa untuk mereka dan membantu para pentobat dengan kasih sayang keibuan untuk dapat menyadari dosa-dosanya, mengakukannya dan dengan demikian memperoleh belas kasih Tuhan. Selain itu sebaiknya Gereja memperhatikan beberapa hal berikut yang diharapkan dapat membantu umat, antara lain: menyiapkan buku-buku pengetahuan bagi umat sebagai bahan referensi mengenai Sakramen Tobat; mengadakan seminar-seminar dengan tema Sakramen Tobat. Hal ini bisa dilakukan menurut jenjang usia; katekese tentang Sakramen Tobat, baik pada masa katekumen maupun sesudah baptisan (Misalnya: dalam rekoleksi dan retret); dan memberikan katekese kepada umat mengenai Sakramen Tobat. Tanggung jawab terhadap Sakramen Tobat bukan hanya tanggung jawab umat melainkan tanggung jawab semua pihak, terutama para imam sebagai bapa pengakuan, tokoh-tokoh umat dan para orang tua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Heuken, Adolf. (2004) Ensiklopedi Gereja jilid II C-G. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Kamarulzaman, AKA, Dahlan, Y, Al, Barry, M. (2005) Kamus Ilmiah Serapan. Yogyakarta: Absolut.

Meoliono, Anton, et.al. (2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan Nasional.

Sugono, Dedy, et.al. (2008) Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Endarmoko, Eko. (2006) Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Maryanto, Ernest. (2004) Kamus Liturgi Sederhana. Yogyakarta: Kanisius.

O�Collins, Gerald, & Farrugia G. Edward. (1996) Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius.

Manzhur, I. (2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan Nasional.

Echols, M, et.al. (2005) Kamus Inggris Indonesia. rev.ed. Jakarta: PT. Gramedia.

Tim Penyusun. (1993) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Prima Pena. (2007) Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Gitamedia Pres.

Riduwan, M, B, A. (2007) Metode dan teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Bakker, A. (1988) Ajaran Iman Katolik 2 Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Kanisius).

Hadiwardoyo, Purwa, Al. (2007) Pertobatan Dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Sujoko, Albertus. (2008) Praktek Sakramen Pertobatan Dalam Gereja Katolik Tinjauan Historis, Dogmatik dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.

______________. (2008) Belajar Menjadi Manusia. Yogyakarta: Kanisius.

Universitas Negeri Malang. (2007) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kieser, Benhard. (1987) Moral Dasar Kaitan Iman dan Perbuatan. Yogyakarta: Kanisius.

Groenen, C. (1989) Soteriologi Alkitabiah Keselamatan yang Diberikan Alkitab. Yogyakarta: Kanisius.

Martasudjita, E. (2003) Sakramen-sakramen Gereja Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.

Kirchberger, G. (1991) Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh Kudus. Ende: Nusa Indah.

Pidyarto, H. (1991) Mempertanggungjawabkan Iman Katolik. Malang: Dioma.

Embiru, Herman, P. (1993) Katekismus Gereja Katolik. Ende: Arnoldus.

Crichton D. J. (1990) Perayaan Sakramen Tobat. Yogyakarta: Kanisius.

Waskito, J. (2007) Sakrament in Scripture Salvation History Made Present/ Sakramen Dalam Kitab Suci Kehadiran Sejarah Keselamatan. Malang: Dioma.

Keuskupan Agung Kupang. (2009) Katalog Keuskupan Agung Kupang. Kupang: KAK.

Maas, Kees. (1998) Teologi Moral Tobat. Ende: Nusa Indah.

Konferensi Waligereja Indonesia. (1996) Iman Katolik Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius.

Konferensi Waligereja Indonesia. (2006) Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: KWI.

S, Dihe, Laurensius. (2013) Sakramen Tobat di Tengah Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.

Noeng, Muhadjir. (1992) Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Surasi.

Taufik, Maksudi, et.al. (2002) Rekonsiliassi Menciptakan Hidup Damai dan Sejahtra Dalam Menggereja dan Bermasyarakat, Tinjauan dari Perspektif Religiusitas, Jakarta: CV. Celesty Hieronika.

Marsch, Michael. (2006) Penyembuhan Melalui Sakramen. Yogyakarta: Kanisius.

Syukur,Nico. (2004) Teologi Sistematika 2. Yogyakarta: Kanisius.

Hardawiyana, R (Penerj). (2004) Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor.

Margono, S. (1996) Metodologi Penelitian Pendidikan. Semarang: Rineke Cipta.

Sugiyono (2006) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitattif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

_______�_. (2011) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. (2006) Produser Penelitian. Jakarta: Bhineka Cipta.

Sukandarrumidi. (2002) Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Rajawali.

Hadi, Sutrisno, MA. (1973) Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Fakultas Psikologi Universitas Gaja Mada.

Tim IPI. (2001) Sakramentologi II, Malang: IPI.

Jacobs, Tom. (1987) Rahmat Bagi Manusia Lemah Sakramen Tobat Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Yogyakarta: Kanisius.

Internet

Dalam salah satu bagian dari Book of Concord yang menjadi pegangan bagi para pengikut Martin Luther, disebutkan apa itu pengakuan dosa, cara dan prosesnya, yang dapat diakses di http://www.bookofconcord.org/smallcatechism.html#confession.

Martin Luther, Sermon of 16 March 1522; LW, Vol. 51, 97-98.

Yom Kippur-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm, (diakses dari intenet tanggal 09 Mei 2014).

Luxveritatis7.wordpress.com/2015/02/20/11-kesalahan-kesalahan-umum-penghayatan-iman-katolik (diakses dari internet 22 Februari 2015).

Majalah

KWI. (2009) Liturgi Sumber dan Puncak Kehidupan, Pertobatan Kristiani: Ritus Kehidupan, Jakarta: Komisi Liturgi KWI.

 

Copyright holder:

Hemma Gregorius Tinenti (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under:

 



[1] Ibid., akses 9 November 2013.

[2] Dosa-dosa yang telah diakukan peniten kepada imam dalam kamar pengakuan.