Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 7, Juli 2022
PENINGKATAN
PENDAYAGUNAAN TENAGA KERJA DALAM PENGAKTIFAN KLAUSUL NON-KOMPETISI DI DALAM
PERJANJIAN KERJA
Sandy Rio Kuahaty
Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Klausul Non-Kompetisi
adalah sebuah perjanjian yang dimana pekerja tidak dapat
melakukan pekerjaan yang sama ataupun jabatan
yang sama di perusahaan
lain yang notabene perusahaan
itu merupakan kompetitor. Pencantuman klausul Non-Kompetisi
bertujuan untuk melindungi rahasia dagang perusahaan akan tetapi hal
tersebut dianggap bertentangan dengan Peraturan akan tetapi menurut Peneliti hal tersebut
dapat diberlakukan dengan memberikan asas proporsionalitas dan asas itikad baik
yang membuat ketentuan ketentuan yang logis didalam pembatas klausul Non-Kompetisi di
Indonesia.
Kata
Kunci:
Rahasia Dagang, Klausul Non-Kompetisi, Perjanjian Kerja
Abstract
The Non-Competition Clause is an
agreement whereby workers cannot do the same job or the same position in
another company which incidentally is a competitor. The inclusion of the Non-Competition clause aims to protect trade secrets but it
is contrary to the regulations but in the view of researcher, it can be applied
by providing the principle of proportionality and as a good faith that makes
logical provisions in the limit of the Non-Competition clause in Indonesia.
Keywords: Trade Secret, Non-Competition Clause,
Employment Agreement
Pendahuluan
Masyarakat merupakan mahluk sosial yang selalu melakukan hubungan atau interaksi dengan sesamanya, interaksi yang masyarakat lakukan tentu tidak
terlepas dari adanya sebuah perjanjian
yang digunakan masyarakat untuk mengikat dirinya dalam sebuah
persetujuan yang dibuat bersama. Salah satu jenis perjanjian yaitu perjanjian kerja yang mana dalam perjanjian tersebut akan menimbulkan suatu hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan peranjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah (Trijono & Ketenagakerjaan, 2014).
Sedangkan perjanjian/kontrak kerja menurut
pasal 1 angka 14 undang-undang No.13 Tahun 2003 (�UU
Ketenagakerjaan�) adalah
perjanjian antara pekerja atau buruh
dan pihak perusahaan atau pemberi kerja
yang memuat syarat-syarat kerja hak,kewajiban,
para pihak.
Pada dasarnya hak � hak para pekerja dan pengusaha/majikan secara yuridis mempunyai kedudukan yang sama dan mendapat perlindungan yang sama, yang membedakan hanya dari segi kewajiban,
wewenang, dan manajerialnya.
Oleh karena itu, kedudukan pemberi kerja atau pengusaha
lebih kuat dibandingkan dengan perkerja. Atas dasar itulah Undang-Undang No. 13 tahun 2003 dibentuk dan diberlakukan guna untuk melindungi hak-hak para pekerja yang terkadang semaking tidak berdaya menghadapi
arus dan situasi ekonomi dewasa ini. Misalnya terkait
dengan perjanjian kerja yang dilakukan antara para pekerja dan pengusaha/pemberi kerja.
Semakin pesatnya
arus ekonomi dalam hal ini
perdagangan bebas yang menuntut hasil yang berkualitas dari sebuah produk sehingga
banyak terciptanya teknologi yang mendukung kebutuhan tersebut, seiring dengan hal itu semakin
disadari betapa pentingnya perlindungan hukum dalam perjanjian
kerja dalam hal ini terkait
rahasia dagang. Dengan meningkatnya kemajuan di bidang ekonomi khususnya perdagangan, pelaku bisnis harus terus
mencari temuan baru baik di bidang
eknologi dan bisnis yang bertujuan meningkatkan keuntungan. Untuk menciptakan dan menemukan temuan baru baik
berupa teknologi, formula,strategi proses produksi dan pemasaran memerlukan banyak waktu, tenaga, pikiran dan juga biaya, oleh karena itu perlu
dijaga kerahasiaan informasi temuan tersebut yang disebut juga rahasia dagang. Informasi yang bersifat rahasia di dalam dunia perdagangan menjadi sangat penting terutama bagi kalangan bisnis.
Banyak informasi bisnis
yang sangat dibutuhkan oleh kalangan
usaha yang sama dan informasi tersebut memiliki nilai komersial. Dengan demikian bagi kalangan
pebisnis yang mempunyai informasi rahasia hendaknya melakukan upaya pencegahan terhadap para pesaing bisnis untuk mengetahui
ataupun mengunakan informasi rahasia tersebut. Melihat kondisi tersebut maka perlu adanya
perlindungan hukum bagi pelaku bisnis,
industri maupun teknologi melalui Rahasia Dagang. Dengan adanya perlindungan
Rahasia Dagang maka kalangan perusahaan/pebisnis memiliki perlindungan hukum atas rahasia dagang
yang dimilikinya sebagai aset perusahaan.
Dipandang dari sudut pandang hukum
hal ini dapat
dipahami dan sangat beralasan,
sebab pelanggaran terhadap rahasia dagang pada gilirannya secara ekonomis akan sangat merugikan para penemu dan pemilik hak tersebut. Rahasia
dagang menjadi faktor yang esensial dalam upaya persaingan
dagang yang jujur (fair
competition), sekaligus merupakan
komoditas yang sangat berharga
dan memiliki nilai ekonomi tinggi (Ramli, 2000).
Semakin berkembangnya
industri di Indonesia, maka
bentuk dan isi perjanjian kerja pun mengalami perkembangan. Dalam hukum perjanjian
menganut asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak merupakan kebebasan para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian
untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari perjanjian tersebut, tanpa campur tangan
pihak lain (Sjahdeini, 1993).
Asas kebebasan berkontrak dapat ditemukan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagaiSalah
satu dari perjanjian yang dijadikan objek penelitian adalah adanya Klausul
Non-Kompetisi dalam tatanan hukum ketenagakerjaan
Indonesia. Klausul Non-Kompetisi
adalah sebuah perjanjian yang dimana pekerja tidak dapat
melakukan pekerjaan yang sama ataupun jabatan
yang sama di perusahaan
lain yang notabene perusahaan
itu merupakan saingan dagang dari perusahaan pengusaha/majikan tersebut. Dalam hal ini pekerja
atau buruh bisa saja menbatalkan
perjanjian atau menolak perjanjian kerja itu, peraturan
perundang � undang yang berlaku. Melihat isi Pasal 38 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
kemudian dikaitkan dengan pencantuman klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja, maka terdapat
ketidaksesuaian antara das sollen dan das sein. Hal ini dikarenakan dalam undang-undang diatur mengenai hak setiap
orang untuk bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. Sementara itu, pencantuman klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja membatasi hak tersebut
dengan melarang pekerja untuk bekerja
di perusahaan dengan bidang yang sama setelah pemutusan hubungan kerja. Atas dasar itulah Peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan
judul penelitian �Kepastian Hukum Terkait Perlindungan Rahasia Dagang Melalui Klausul Non-Kompetisi Di Dalam Perjanjian Kerja�.
Di dalam
penelitian ini Peneliti menggunakan Teori Perjanjian dimana Para Ahli Hukum masih menggunakan istilah-istilah yang berbeda untuk perjanjian.
perbedaan pandangan mengenai definisi perjanjian timbul karena adanya sudut
pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya
dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan
hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Untuk memahami istilah mengenai perjanjian terdapat beberapa pendapat para sarjana. Adapun pendapat para sarjana tersebut antara lain yaitu :
1.
Menurut
Wirdjono Prodjodikoromengartikan
perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antar
kedua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji
atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu (Prodjodikoro,
2000).
2.
Menurut
Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan
peraturan atau kaidah atau hak
dan kewajiban yang mengikat
mereka untuk ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan
akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat
hukumnya atau sanksi bagi si
pelanggar (Mertokusumo, 2005).
3.
Subekti
tidak membedakan pengertian perjanjian dengan persetujuan sebab menurut beliau,
perjanjian dan persetujuan sama - sama mempunyai
pengertian bahwa kedua belah pihak
tersebut setuju untuk melakukan sesuatu yang telah di sepakati bersama, dengan begitu penggunaannya
dapat saja secara bebas menggunakan
perjanjian, persetujuan, kesepakatan, ataupun kontrak dalam menggambarkan
hubungan hukum yang mengikat para pihak untuk melaksanakannya, atupun sebaliknya penggunaan perjanjian, persetujuan atupun kesepakatan pada hubungan yang tidak mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat (Simanjuntak, 2006).
4.
Menurut
M. Yahya Harahap, perjanjian
maksudnya adalah hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak
dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi (Harahap, 1986).
Lebih lanjut dalam Penelitian ini peneliti ingin
menyampaikan permasalahan hukum di dalam suatu Perjanjian Kerja dimana masih
terdapat celah hukum atau kekosongan
hukum yang seharusnya dapat diisi dan diatur secara jelas
melalui peraturan atau perundang-undangan sehubungan klausul Non-Kompetisi yang tidak secara tegas dilarang
oleh perundang-undangan untuk
dicantumkan di dalam perjanjian akan tetapi klausul tersebut sangat dibutuhkan oleh Pengusaha atau Pemberi Kerja untuk
melindungi Rahasia Dagang Perusahaan sehingga menurut Peneliti hal tersebut perlu
diatur secara tegas melalui Peraturan
ataupun Perundang-undangan.
Metode
Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam dalam penlitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam Peraturan Perundang-Undangan (law in book). Sebagai sumber datanya adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan Hukum primer, bahan Hukum sekunder (Asikin, 2003). Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dalam rangka mengkaji bahan- bahan yang bersumber dari kepustakaan, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dikaitkan dengan teori-teori hukum menyangkut permasalahan yang dihadapi untuk menggambarkan dan menganalisis fakta-fakta secara sistematis, faktual, logis dan memiliki landasan pemikiran yang jelas dasar dan sumber karya sehingga diperoleh alternatif pemecahan sesuai dengan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis yuridis kualitatif. Yuridis, karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma Hukum Positif, sedangkan kualitatif adalah analisa data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi untuk mengetahui keterkaitannya dengan permasalahan pokok sehingga pada akhirnya bisa ditarik suatu kesimpulan yang objektif dimana tidak menggunakan diagram atau angka-angka.Penulisan karya ilmiah ini melihat pengaturan hukum yang berhubungan dengan hukum ketenagakerjaan, apakah aturan tersebut secara tegas mengatur mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap pekerja, sehingga tersedia perlindungan hukum yang jelas terhadap pekerja dalam membuat perjanjian kerja. Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis deskriptif.
Hasil Dan Pembahasan
Menurut Abdulkadir Muhammad, rumusan Pasal 1313 KUH-Perdata terkait perjanjian mengandung kelemahan karena (Kadir Muhammad, 2004):
1.
Hanya
menyangkut sepihak saja.
Dapat dilihat dari rumusan �satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya�.
Kata �mengikat� sifatnya sepihak, sehingga perlu dirumuskan �kedua belah pihak
saling mengikatkan diri�, dengan demikian
terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.
2.
Kata
�perbuatan� termasuk di dalamnya konsensus.
Pengertian perbuatan
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau
tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya digunakan kata persetujuan.
3.
Pengertian
perjanjian terlalu luas
Luas
lingkupnya juga mencangkup mengenai urusan janji kawin yang termasuk dalam lingkup hukum keluarga,
seharusnya yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan. Perjanjian yang dimaksudkan di dalam Pasal 1313 KUH-Perdata adalah perjanijan yang berakibat di dalam lapangan harta kekayaan, sehingga perjanjian di luar lapangan hukum tersebut bukan merupakan lingkup perjanjian yang dimaksudkan.
4.
Tanpa
menyebutkan tujuan.
Rumusan
Pasal 1313 KUH-Perdata tidak mencantumkan tujuan dilaksanakannya suatu perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak memiliki kejelasan untuk maksud apa diadakan
perjanjian.
Lebih lanjut
Menurut pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja adalah �Perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha
atau Pemberi Kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban Para Pihak. Dari definisi tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Perjanjian Kerja setidak-tidaknya berbicara 3 (tiga) unsur, yakni
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Jika membahas terkait perjanjiannya maka syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian harus dipenuhi sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pasal 1320 Jo. Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa Perjanjian kerja dibuat atas
dasar: 1). Kesepakatan kedua belah pihak;
2). Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3). Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; 4). Pekerjaan yang
diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.�
Dari keterangan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa di dalam perjanjian kerja harus dipenuhinya
terlebih dahulu beberapa unsur yaitu syarat sah
perjanjian, syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Semua unsur tersebut harus dipenuhi agar terpenuhinya suatu Perjanjian Kerja. Semakin berkembangnya industri di
Indonesia, maka bentuk dan isi perjanjian kerja pun mengalami perkembangan. Salah satu dari perjanjian yang dijadikan objek penelitian oleh Peneliti adalah adanya klausul
Non-Kompetisi di dalam tatanan hukum
ketenagakerjaan Indonesia.
Klausul Non-Kompetisi pada hakikatnya adalah klausul yang mengatur bahwa dalam kurun waktu
tertentu atau periode tertentu setelah adanya pemutusan hubungan pekerjaan, pekerja menyatakan kesediannya untuk tidak bekerja
dalam suatu Perusahaan yang
dianggap kompetitor oleh
Perusahaan di tempat si Pekerja bekerja (Black, 1979).
Dalam dunia internasional,
klausul Non-Kompetisi
merupakan klausul yang sering dicantumkan di dalam perjanjian kerja. Di beberapa negara misalnya Jerman, Amerika,
Belanda, Spanyol dan Prancis,
klausul Non-Kompetisi
ditanggapi beragam. Meskipun negara-negara tersebut memperbolehkan adanya klausul tersebut, tetapi terdapat batasan-batasan yang jelas, contoh dengan adanya
pembatasan tidak melebihi waktu 2 tahun, hal itu
tidak pula bertentangan dengan kebutuhan atau kepentingan orang banyak, tidak boleh
memberikan pembatasan yang berlebihan terhadap karyawan sehingga menghambat Pekerja mencari sumber pendapatan.
Hukum positif Indonesia telah
mengatur beberapa ketentuan tentang hal-hal yang melarang klausul Non-Kompetisi,
meskipun tidak eksplisit disebutkan dalam peraturan perundang-undangan, namun penjelasan atas ketentuan tersebut dapat kita lihat
dalam beberapa kaidah sebagai berikut:
�
Undang-Undang
Dasar 1945
Pasal 28 D ayat (2):
�Setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja�;
�
Pasal
31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
�Setiap
tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri�; dan
�
Pasal
38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (HAM)
�Setiap orang berhak dengan bebas
memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil�.
Membaca kaidah yang tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan di atas, klausul Non-Kompetisi sebagai klausul yang membatasi kebebasan seseorang dalam mencari pekerjaan
baru ketika tengah selesai masa kerja di tempat sebelumnya, dengan demikian dianggap merupakan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU Ketenagakerjaan
dan UU HAM. Dalam pembuatan
perjanjian, memang dikenal adanya asas kebebabasan berkontrak (freedom of contract) yang tedapat Pasal 1338 KUHPerdata, asas tersebut menjelaskan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun, asal tidak
bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan
dan ketertiban umum. Artinya, dalam pembuatan sebuah perjanjian kerja haruslah sesuai dengan hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam perundang-undangan
(R. Subekti, 2010). Jika merujuk pada syarat sahnya suatu perjanjian
menurut UU Ketenagakerjaan maka penerapan klausul Non-Kompetisi
bertentangan dengan syarat ke 4 dari
syarat sahnya suatu perjanjian yaitu tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (syarat objektif). Maka secara prinsip, perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif adalah batal demi hukum. Oleh karenanya peneliti dalam hal ini
mengemukakan bahwa klausul Non-kompetisi
sesungguhnya tidak akan melanggar ketentuan perundang-undangan selama adanya asas
proporsionalitas dan asas itikad baik yang jelas dan logis terkait pencantuman klausul Non-Kompetisi tersebut, yaitu:
1. Mencantumkan secara jelas alasan berlakunya klausul Non-Kompetisi ini dimana bukan hanya melarang Pekerja pindah tetapi juga adanya alasan Rahasia Dagang;
2. Mencantumkan periode waktu yang logis;
3. Mencantumkan Batasan wilayah geografis yang jelas terkait lokasi wilayah kompetitor� yang mensyaratkan pekerja tidak boleh bekerja disana;
4. memberikan kompensasi yang sesuai bagi pekerja dalam pelaksanaan klausula tersebut.
Lebih lanjut,
dengan adanya asas proporsionalitas dan asas itikad baik
sebagaimana Peneliti sampaikan diatas, maka seharusnya Pemerintah dalam hal ini hadir
dengan memberikan suatu kepastian hukum yang jelas dan nyata terkait klausul
Non-Kompetisi dengan memberikan suatu peraturan baru sehingga dapat
memberikan kepastian hukum untuk para Pemberi Kerja/Pengusaha
terkait Rahasia Dagang mereka dan juga untuk Pekerja yang ingin mengundurkan diri dan ingin bekerja ke tempat
lain.
Contoh kasus
pertama terkait adanya pelanggaran rahasia dagang yaitu Hi Pin dihukum 1 tahun penjara karena
membocorkan rahasia dagang racikan kopi. Eks karyawan pabrik
kopi CV Bintang Harapan itu dikenakan
UU Rahasia Dagang.
Kasus bermula saat pria kelahiran
30 November 1970 bermasalah dengan
majikannya. Pada November 2009, ia
mendatangi mess karyawan membujuk mereka pindah pabrik. Beberapa karyawan CV Bintang Harapan
terbujuk dan mereka pindah ke pabrik
Hi Pin dengan bendera CV Tiga Berlian.
Nah, Hi Pin menyuruh karyawan
barunya untuk membuat sistem kerja sama dengan
tempat lama. Seperti penggorengan, penggilingan, saringan, hingga pengemasan. Sehingga cita rasa yang didapat bisa sama persis,
baik aroma dan cita rasanya.Untuk pemasaran,
jaringan distribusi juga menggunakan jejaring yang sama. Pelan-pelan, bisnis CV Bintang Harapan dan Hi Pin dilaporkan
ke polisi dengan dalih mencuri
rahasia dagang.
Pengadilan sampai di Pengadilan Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung
Menyatakan Terdakwa Hi Pin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'tanpa hak menggunakan
rahasia dagang pihak lain'. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Hi Pin oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 1 tahun penjara," demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Selasa (6/11/2018).
Untuk kasus
kedua peneliti menemukan adanya kasus Pemilik Restauran
Sunda di daerah Bintaro tidak memiliki
kompetensi pada bidang kuliner sehingga semua racikan bumbu
dipercayakan pada kepala koki (head chef). Permasalahan mulai muncul ketika
rumah makan mulai ramai dan kepala koki mulai
melakukan hal-hal yang menurut pemilik restoran dianggap �tidak sewajarnya�, seperti meminta kenaikan gaji, menuntut penambahan pegawai, serta meminta pergantian pegawai dengan alasan ada ketidakcocokan.
Setelah memasuki satu tahun berdirinya
Restauran Sunda tersebut, kepala koki kembali meminta
kenaikan gaji dua kali lipat dengan alasan yang tidak masuk akal.
Pada akhirnya, karena tuntutannya tidak dipenuhi, kepala koki tersebut mengundurkan
diri. Pengunduran diri ini sebenarnya
menimbulkan masalah baru pada Restaurant Sunda tersebut. Secara tidak langsung, kunci masakan Restauran
Sunda tersebut ada pada resep yang dipegang oleh kepala koki yang keluar. Karena terjadi penurunan kualitas rasa lambat laun Restoran Sunda
sepi pengunjung dan akhirnya tutup setelah bertahan selama enam bulan
(Saputro, 2016). Secara tidak langsung apa dalam menciptakan
rahasia dagang yaitu masakan- masakan restaurant sunda dan khususnya sambal hejo, head chef menggunakan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh pemilik restaurant.
Merujuk pada kasus diatas, sejatinya
dalam praktek internasional, pemberlakuan klausul Non-Kompetisi
adalah praktek umum yang diperlakukan oleh perusahaan kepada para tenaga kerjanya, dengan tujuan yang salah satunya adalah untuk melindungi rahasia dagang akan tetapi di Indonesia masih dianggap tabu padahal masih sering
terjadi kasus kasus sebagaimana dijelaskan oleh penulis diatas. Pencantuman klausul Non-Kompetisi
sebenarnya tidak diatur dalam undang-undang
akan tetapi pencantuman klausul Non-Kompetisi dalam kontrak kerja kerap
kali dilakukan oleh perusahaan
khususnya perusahaan
Franchise dikarenakan perusahaan
takut rahasia perusahaan ataupun rahasia dagang dibocorkan oleh mantan karyawan. Meskipun tidak diatur dalam
undang-undang pencantuman klausul Non-Kompetisi
sering kali dianggap membatasi hak-hak seorang pekerja yang sudah dilindungi oleh konstitusi, bukan hanya itu juga dianggap bertentangan dengan hakikat UU Ketenagakerjaan dan UU HAM. Lebih
lanjut, penulis berpendapat bahwa dalam KUHPerdata sendiri mengatur mengenai hal yang memiliki kemiripan dengan pengertian klausul Non-Kompetisi,
yaitu suatu perjanjian yang berlaku terhadap pihaknya setelah berakhirnya suatu hubungan kerja atau dikenal
dengan nama perjanjian kerja persaingan.
Pengertian perjanjian kerja persaingan ini diatur dalam
Pasal 1601x KUHPerdata,
yang berbunyi: �Suatu perjanjian antara perusahaan dan pekerja, dengan mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji
itu dibuat dalam suatu perjanjian
tertulis atau dalam suatu reglemen,
dengan seorang buruh yang dewasa. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata memperbolehkan
penggunaan perjanjian yang berisikan pembatasan kekuasaan terhadap suatu pihak setelah
berakhirnya hubungan kerja.Namun tentu
saja pembatasan tersebut tetap tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya
UU Ketenagakerjaan dan UU HAM. Model klausul Non-Kompetisi
yang menurut peneliti terdapat asas proporsionalitas
didalamnya adalah dengan memberikan ketentuan ketentuan yang logis yaitu:
1. Mencantumkan secara jelas alasan berlakunya klausul Non-Kompetisi ini dimana bukan hanya melarang Pekerja pindah tetapi juga adanya alasan Rahasia Dagang;
2. Mencantumkan periode waktu yang logis;
3. Mencantumkan Batasan wilayah geografis yang jelas terkait lokasi wilayah kompetitor yang mensyaratkan pekerja tidak boleh bekerja disana;
4. memberikan kompensasi yang sesuai bagi pekerja dalam pelaksanaan klausula tersebut.
Ketentuan ketentuan diatas ditentukan agar pekerja mengerti dan masih dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dan juga
agar setiap unsur di dalam sebuah perjanjian
kerja yaitu syarat sah perjanjian, syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban telah terpenuhi dan tidak ada yang dilanggar.
Kesimpulan
Klausul Non-Kompetisi merupakan klausul yang membatasi kebebasan seseorang dalam mencari pekerjaan baru ketika tengah selesai masa kerja di tempat sebelumnya, dengan demikian senyatanya merupakan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU Ketenagakerjaan dan UU HAM. Akan tetapi penulis berpendapat bahwa dalam KUHPerdata sendiri mengatur mengenai hal yang memiliki kemiripan dengan pengertian klausul Non-Kompetisi, yaitu suatu perjanjian yang berlaku terhadap pihaknya setelah berakhirnya suatu hubungan kerja atau dikenal dengan nama perjanjian kerja persaingan. Pengertian perjanjian kerja persaingan ini diatur dalam Pasal 1601x KUHPerdata, yang berbunyi: �Suatu perjanjian antara perusahaan dan pekerja, dengan mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu reglemen, dengan seorang buruh yang dewasa. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memperbolehkan penggunaan perjanjian yang berisikan pembatasan kekuasaan terhadap suatu pihak setelah berakhirnya hubungan kerja.Namun tentu saja pembatasan tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya UU Ketenagakerjaan dan UU HAM. Model klausul Non-Kompetisi yang menurut peneliti terdapat asas proporsionalitas didalamnya adalah dengan memberikan ketentuan ketentuan yang logis yaitu:
a. Mencantumkan secara jelas alasan berlakunya klausul Non-Kompetisi ini;
b. Mencantumkan periode waktu yang logis;
c. Mencantumkan Batasan wilayah geografis yang jelas terkait lokasi wilayah kompetitor yang mensyaratkan pekerja tidak boleh bekerja disana;
d. memberikan kompensasi yang sesuai bagi pekerja dalam pelaksanaan klausula tersebut.
Pencantuman klausul Non-Kompetisi sangat dibutuhkan guna mengikuti persaingan pasar Internasional yang telah menggunakan klausul tersebut untuk melindungi rahasia dagang mereka. Dalam era perdagangan bebas, ekspansi perusahaan transnasional ke setiap belahan dunia senyatanya menggiurkan bagi Indonesia selaku negara berkembang dengan harapan agar perusahaan-perusahaan berskala lintas benua tersebut melirik Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi untuk negara maju berinvestasi, menjadi tujuan bagi negara investor internasional sehingga negara tersebut dapat meningkatkan perekonomian, khususnya dalam hal ini menumbuhkan kesejahteraan bagi warga negaranya. Bahwa realita kehidupan bangsa Indonesia terkni, senyatanya negara ini memang sangat teramat membutuhkan kehadiran perusahaan transnasional untuk dapat turut serta membangun republik ini. Sehingga Indonesia perlukan meningkatkan nilai jualnya di hadapan para pemegang modal berskala international agar dapat menyandang status sebagai negara yang ramah untuk berinvestasi (ease of doing business country). Sebagai klausul umum yang berlaku secara internasional, pelarangan penggunaan klausul Non-Kompetisi di Indonesia senyatanya sangat berpotensi menarik mundur para calon perusahaaan multi transnasional yang hendak mengekspansikan bidang usahanya di Indonesia. Bukan maksud penulis untuk mengedepankan kepentingan investor berskala internasional di atas kepentingan rakat negara ini, namun dengan fakta yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia juga membutuhkan kehadiran para investor ini demi tumbuh kembang negara, yang tidak lain dan tidak bukan tentu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Ketentuan ketentuan diatas menurut hemat penulis dapat membuat klausul Non-Kompetisi ini diterapkan di dalam perjanjian kerja dan rahasia dagang Perusahaan pun dapat terlindungi dan menjadi terobosan yang dapat menarik minat para perusahaan transnasional untuk berinvestasi di negeri ini, namun dengan tetap menjunjung tinggi perlindungan dan kesejahteraan warga negara Indonesia.
Asikin, Amirudin
dan H. Zainal. (2003). Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Black, Henry
Campbell. (1979). Black�s Law Dictionary, St. Paul Minn. West Publishing Co,
4, 1665. Google Scholar
Harahap, M. Yahya.
(1986). Segi-segi Hukum Perjanjian, Cet. Ke-2. Bandung: Alumni. Google Scholar
Kadir Muhammad,
Abdul. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti. Google Scholar
Mertokusumo,
Sudikno. (2005). Mengenal Hukum; Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Google Scholar
Prodjodikoro,
Wirdjono. (2000). Wirdjono Azas-AzasHukum Perjanjian. Bandung :
CV. Mandar maju. Google Scholar
R. Subekti.
(2010). Hukum Perjanjian. Jakarta: Jakarta: PT Intermasa.
Ramli, Ahmad M.
(2000). HAKI, hak atas kepemilikan intelektual: teori dasar perlindungan
rahasia dagang. Mandar Maju. Google Scholar
Simanjuntak,
Ricardo. (2006). Teknik Perancangan Kontrak Bisnis. Jakarta: Kontan.
Google Scholar
Sjahdeini, Sutan
Remy. (1993). Kebebasan berkontrak dan perlindungan yang seimbang bagi para
pihak dalam perjanjian kredit Bank di Indonesia. Institut Bankir Indonesia.
Google Scholar
Trijono, Rachmat,
& Ketenagakerjaan, Pengantar Hukum. (2014). Papas Sinar Sinanti.
Jakarta. Google Scholar
Copyright holder: Mardiana Ahmad, Luciana Heidee, A.Nilawati Usman, A.Wardihan Sinrang, M. Aryadi Arsyad, St. Raf�iah (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |