Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 7, Juli 2022

 

PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA

 

Yulia Eka Riyanti, Syafri

Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Sejak awal pandemi Covid-19, inflasi di Indonesia sempat melemah yang disebabkan oleh menunnya daya beli masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperokeh bukti empiris terkait pengaruh jumlah uang uang berdar, suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Objek dalam penelitian ini adalah Negara Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam data time series dengan rentang waktu sejak Januari 2015 sampai dengan Desember 2021. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Sementara itu, jumlah uang beredar dan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah uang beredar dan suku bunga bukanlah pendorong signifikan tingginya tingkat inflasi di Indonesia.

 

Kata Kunci: jumlah uang beredar: suku bunga: inflasi

 

Abstract

Since the beginning of the Covid-19 pandemic, inflation in Indonesia has weakened due to a decline in people's purchasing power. This study aims to examine and obtain empirical evidence related to the effect of the amount of money in circulation, interest rates and the rupiah exchange rate on the inflation rate in Indonesia. The object of this research is the State of Indonesia. The data used in this study is included in time series data with a time span from January 2015 to December 2021. The results of this study indicate that interest rates have a positive effect on the inflation rate in Indonesia. Meanwhile, the money supply and the exchange rate have no effect on the inflation rate in Indonesia. These results indicate that the money supply and interest rates are not significant drivers of the high inflation rate in Indonesia.

 

Keywords: money supply: interest rate: inflation

 

 

 

 

Pendahuluan

Pandemi covid-19 yang terjadi di seluruh dunia mengakibatkan penurunan perekonomian di beberapa negara salah satunya di Indonesia. Sejak terjadinya pandemi, inflasi di Indonesia mengalami penurunan dari bulan ke bulan, bahkan inflasi di Indonesia sempat melemah hingga menyentuh angka 1,32% pada bulan Oktober 2020. Melemahnya inflasi di Indonesia disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Hal tersebut terjadi karena wabah virus covid-19 yang dapat menular dengan cepat dan mengharuskan pemerintah melakukan tindakan tegas dengan mengimplementasikan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yaitu masyarakat diwajibkan berkegiatan di rumah saja seperti work from home (WFH), sekolah daring dan lain-lain. Inflasi dapat membaik apabila mobilitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dapat berjalan normal sehingga daya beli masyarakat juga akan terdorong naik (Amaliyah & Aryanto, 2022).

Inflasi menjelaskan adanya kecenderungan secara terus menerus naiknya harga suatu barang. Indonesia mengalami kenaikan inflasi maupun penurunan inflasi yang fluktuatif pada setiap tahunnya. Inflasi dalam penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga. Apabila uang yang beredar pada masyarakat tinggi, hal tersebut akan menyebabkan inflasi cenderung tinggi dan dapat melumpuhkan perekonomian sehingga jumlah uang beredar harus senantiasa stabil. Terjadinya peningkatan harga barang maupun jasa di dalam negeri maka mendorong terjadinya inflasi sehingga berdampak pada nilai uang yang semakin menurun. Sehingga, Bank Indonesia diharuskan melakukan pengendalian terhadap tingkat jumlah uang beredar karena berdampak luas pada variabel makro lainnya (Prasasti & Slamet, 2020).

Tingkat inflasi juga dipengaruhi oleh suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan mengenai tinggi rendahnya suku bunga digunakan dalam rangka mendorong aktivitas ekonomi. Kebijakan suku bunga ini juga dapat berpengaruh terhadap inflasi. BI Rate biasanya digunakan oleh perbankan dalam menentukan besarnya suku bunga misalnya deposito, tabungan serta kredit. Perubahan tingkat BI rate memiliki tujuan yaitu berkurangnya tingkat aktivitas ekonomi yang dapat menimbulkan inflasi (Amaliyah & Aryanto, 2022).

Di samping itu, nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga mampu mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Nilai tukar mеrupakan salah satu indikator yang mеnunjukkan bahwa pеrеkonomian suatu nеgara lеbih baik dari nеgara lainnya. Sеmakin tinggi nilai tukar mata uang sеbuah nеgara tеrhadap nеgara lain mеnunjukkan bahwa nеgara tеrsеbut mеmiliki pеrеkonomian yang lеbih baik dari pada nеgara lain (Nirwana, 2019). Nilai tukar menjadi salah satu indikator perekonomian yang mengalami guncangan pada saat awal pandemi. Hal ini ditandai dengan pergerakan rupiah yang semakin melemah. Pandemi COVID-19 berdampak pada pelemahan nilai tukar karena pesimistis pelaku bisnis dan ekonomi terhadap kebijakan pemerintah (Katikasingsih & Nugraha, 2020). Menurut Suryaputri & Kurniawati (2020) pandemi yang melanda dunia menyebabkan ketidakpastian ekonomi yang memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (Suryaputri & Kurniawati, 2020).

Fluktuasi nilai tukar juga berdampak pada perdagangan internasional, baik dari sisi ekspor maupun impor mengalami penurunan. Pembatasan mobilitas masyarakat dalam negeri maupun kebijakan baru perdagangan dengan negara lain selama pandemi, mengakibatkan turunnya volume dan nilai sektor perdagangan (Dewi, Utami & Mustofa, 2021).

Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang membahas terkait pengaruh pengaruh jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap inflasi yang di antaranya Jumhur, Nasrun, Agustiar & Wahyudi (2018) dan Agusmianata, Militina & Lestari (2018) menemukan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi. Didukung oleh penelitian Aprileven (2015) yang menemukan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap inflasi. Penelitian ini juga didukung oleh Silaban & Nurlina (2022) yang menemukan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi. Di samping itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bukti empiris mengenai pengaruh jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga terhadap nilai tukar rupiah terhadap US Dollar dan tingkat inflasi di Indonesia sejak Januari 2014 sampai dengan Desember 2021.

 

Kajian Pustaka Dan Pengembangan Hipotesis

a.   Nilai Tukar

Nilai tukar (kurs) dapat diartikan sebagai harga dari suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain. Kurs menjadi salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian suatu negara �(Silaban & Nurlina, 2022). Menurut Sartono (2012) nilai tukar dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis transaksi, yaitu:

1.   Kurs Beli dan Kurs Jual

Kurs beli (bid rate) adalah kurs di mana bank bersedia untuk membeli satu mata uang, sedangkan kurs jual (offer rates) adalah kurs yang ditawarkan bank untuk menjual suatu mata uang dan biasanya yang lebih tinggi dari kurs beli. Selisih antara kurs beli dan kurs jual disebut bid-offer, spread atau trading margin.

2.   Kurs Silang

Kurs silang (cross exchange rate) adalah kurs antara dua mata uang yang ditentukan dengan menggunakan mata uang lain sebagai pembanding. Hal ini terjadi karena kedua mata uang tersebut, salah satu atau keduanya, tidak memiliki pasar valas yang aktif, sehingga tidak semua mata uang yang ditentukan dengan mata uang lainnya. Misalnya, kurs Rupiah dalam mata uang Krona Swedia jarang ditemukan, namun kurs kedua mata uang selalu tersedia dalam USD. Kurs masing-masing mata uang tersebut dapat dibandingkan dalam USD, sehingga dapat ditentukan kurs antara Rupiah dan Krona.

3.   Kurs Spot dan Kurs Forward Spot exchange rates

Kurs Spot adalah kurs mata uang di mana mata uang asing dapat dibeli atau dijual dengan penyerahan atau pengiriman pada hari yang sama atau maksimal dalam 48 jam. Forward exchange rate adalah kurs yang ditentukan sekarang untuk pengiriman sejumlah mata uang di masa mendatang berdasarkan kontrak forward.

b.   Jumlah Uang Beredar

Uang adalah suatu bentuk alat pembayaran yang sah yang diterbitkan oleh pemerintah (bank sentral) baik berbentuk kertas maupun logam yang memiliki nilai tertentu yang tertera pada kertas atau logam yang penggunaannya diatur atau dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam ilmu ekonomi (secara umum) yang dimaksud dengan uang adalah semua alat tukar yang dapat diterima secara umum untuk transaksi. Alat tukar tersebut diterima secara luas oleh masyarakat sebagai penukar barang dan jasa (Marina & Amiruddin, 2016).

Jumlah uang beredar adalah jumlah uang yang tersedia dalam perekonomian meliputi uang yang berada di tangan masyarakat maupun yang tersedia di perbankan. Defenisi uang beredar di masyarakat terdiri atas beberapa bagian, yaitu (1) Uang inti (Base Money), Uang inti adalah uang yang dicetak oleh bank sentral suatu negara. Uang ini terdiri atas uang kartal dan reserve (cadangan yang terdapat di bank); (2) Uang dalam arti sempit (Narrow Money) atau biasa disebut M1, Uang jenis ini terdiri dari uang kartal ditambah dengan rekening giro (Demand Deposit); (3) Uang dalam arti luas (Broad Money) atau biasa disebut M2, Uang jenis ini terdiri dari M1 dan uang kuasi (quasi money). Uang kuasi terdiri dari deposit berjangka (time deposit) dan tabungan (saving deposit) (Marina & Amiruddin, 2016).

c.    Suku Bunga

Suku bunga bank merupakan harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pelaku usaha (Sitanggang, Rotinsulu & Maramis, 2021).

Tingkat suku bunga atau BI rate adalah suatu kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank indonesia dan diumumkan kepada publik. Surat Bank Indoneisa (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh bank indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Suku Bunga Indonesia (SBI) adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia. Suku bunga memiliki dua jenis, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga memilki beberapa fungsi pada suatu perekonomian, salah satunya sebagai alat kontrol pemerintah terhadap dana langsung atau investasi pada sektor-sektor ekonomi (Wafi, Mardani & Wahono, 2021).

 

 

d.   Inflasi

Inflasi merupakan kecenderungan dari harga untuk naik secara umum dan terus-menerus. Akan tetapi, kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan barang tersebut meluas hingga mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya (Boediono, 2015).

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Menurut Tandelilin (2010) dalam Wafi et al., (2021), inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga secara umum dan terus-menerus. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum.

 

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Tingkat Inflasi

Keterkaitan antara jumlah uang beredar dan tingkat inflasi disebabkan oleh tingginya jumlah uang sehingga perlu dilakukan pengendalian karena berdampak pada indikator makro lainnya. Berdasarkan teori kuantitas, inflasi bisa terjadi kalau ada penambahan volume jumlah uang. Bila jumlah uang beredar tidak bertambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, jadi penanggulan inflasi bersumber pada penanggulangan jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar bertambah, maka akan terjadi inflasi. Pasokan uang beredar yang terus meningkat akan menyebabkan barang dan jasa meningkat, terutama jika pertumbuhan output telah mencapai kapasitas penuh. Pengaruh positif ini disebabkan oleh permintaan masyarakat yang kuat akan berbagai barang sehingga meningkatkan harga secara umum (Jumhur, Nasrun, Agustiar & Wahyudi, 2018). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jumhur et al., (2018) dan Agusmianata, Militina & Lestari (2018) menemukan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi. Maka hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut:

H1: Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi

 

 

Pengaruh Suku Bunga Terhadap Tingkat Inflasi

Tingkat suku bunga ditentukan oleh Bank Central yaitu melalui BI rate. Ketika BI rate turun, maka minat masyarakat untuk mengambil pinjaman menjadi tinggi. Bagi para pelaku bisnis hal ini akan dapat mendorong peningkatan perekonomian, yang pada akhirnya daya beli masyarakat juga akan meningkat. Akibatnya jumlah permintaan atas barang menjadi meningkat. Selanjutnya harga-harga barang secara umum akan meningkat dan berakibat pada terjadinya inflasi (Aprileven, 2015). Penelitian ini didukung oleh penelitian Aprileven (2015) yang menemukan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap inflasi. Maka hipotesis kedua dirumuskan sebagai berikut:

H2: Tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi

 

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Tingkat Inflasi

Nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing. Nilai tukar rupiah yang menguat akan menggambarkan bahwa kinerja pasar Indonesia memiliki hasil yang baik. Semakin tinggi nilai tukar rupiah terhadap US dollar akan berdampak pada meningkatnya inflasi yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini didukung oleh Silaban & Nurlina (2022) yang menemukan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi. Maka hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut:

H3: Pengaruh nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji pengaruh dari varibel jumlah uang beredar, suku bunga dan tingkat inflasi terhadap nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder berupa data time series yang mengukur pengaruh data dari waktu ke waktu yang diperoleh melalui website resmi Bank Indonesia dari Januari 2015 sampai dengan tahun Maret 2022. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linier berganda, dengan persamaan sebagai berikut:

IF�������� = a + B1X1 + B2X2 + B3X3+ e

Keterangan:

X1������ ����������� : Jumlah Uang Beredar

X2������ ����������� : Suku Bunga

X3������������������ : Nilai Tukar

IF�������� ����������� : Tingkat Inflasi

B1, B2, B3����� : Parameter

a��������� ����������� : Konstanta

e��������� ����������� : Error

Sebelum dilakukan estimasi, sebagaimana yang umum dilakukan dalam estimasi model regresi dengan teknik ordinary least square maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap model tersebut. Pengujian yang dilakukan terdiri dari uji stasioneritas, uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis.

 

Variabel Independen

Jumlah Uang Beredar

Uang beredar mencakup arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal dan uang giro dalam satuan rupiah, sedangkan M2 telah mencakup M1, uang kuasi (tabungan, simpanan berjangka dalam satuan rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. Pengukuran jumlah uang beredar mengacu kepada penelitian Chusnul, Hermawan & Wildaniyati (2022) dan Nirwana (2019) sebagai berikut:

M2 = M1 + TD + SD

Keterangan:

TD������ : Time Deposit

SD������ : Saving Deposit

 

Suku Bunga

Suku bunga merupakan harga kredit yang harus dibayarkan yang berkaitan dengan peranan waktu di dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Riyantama (2021) dan Agustia (2021).

 

Nilai Tukar

Nilai tukar uang atau kurs mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency), atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing (Yuniarti, 2016). Dalam penelitian ini, nilai tukar diukur dengan rumus yang mengacu pada Chusnul et al., (2022) sebagai berikut:

Variabel Dependen

Inflasi

Inflasi merupakan kecenderungan dari peningkatan harga-harga secara menyeluruh dan terus menerus. Dalam penelitian ini, tingkat inflasi diukur menggunakan presentase tingkat inflasi per bulan yang mengacu pada penelitian Silaban & Nurlina (2022) dan Chusnul et al., (2022) sebagai berikut:

 

Uji Stasioneritas

Uji Akar Unit (Unit Root Test)

����������� Uji Akar Unit merupakan salah satu pengujian kestasioneritasan data yang paling sering digunakan. Pada penelitian ini, Uji Akar Unit dilakukan dengan melakukan metode Augmented Dickey Fuller (ADF) dengan kriteria pengambilan keputusan:

1.   Jika probabilitas > 0,05 maka data tidak stasioner.

2.   Jika probabilitas < 0,05 maka data stasioner.

Tabel 1

Hasil Uji Akar Unit

Variabel

Nilai Signifikansi (<0,05)

Keterangan

Jumlah Uang Beredar

0,0000

Data Stasioner

Suku Bunga

0,0024

Data Stasioner

Nilai Tukar

0,0000

Data Stasioner

Inflasi

0,0000

Data Stasioner

Sumber: Data diolah 2022

 

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

����������� Menurut Ghozali (2018) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Apabila variabel tidak terdistribusi secara normal maka hasil uji statistik mengalami penurunan. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan one sample kolomogrov smirnov. �Dengan kriteria sebagai berikut:

1.   Apabila nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya data terdistribusi normal.

2.   Apabila nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya data terdistribusi tidak normal.

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2

Uji Normalitas

Sumber: Data diolah 2022

 

Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa nilai probability sebesar 0,6695. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai probability > nilai signifikansi (0,765>0,05). Dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi normal.

Uji Multikoleniaritas

����������� Menurut Ghozali (2018) uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Pengujian multikoleniaritas dilakukan dengan metode VIF (Variance Inflation Factor).

Pedoman suatu model regresi berganda yang bebas multikoleniaritas, apabila:

-        Nilai VIF < 10, maka data tersebut terbebas dari multikoleniaritas.

-        Nilai VIF > 10, maka data tersebut mengandung multikoleniaritas.

 

Tabel 2

Hasil Uji Multikoleniaritas

Variabel

Nilai Variance Inflation Factor (<10)

Keterangan

Jumlah Uang Beredar

5,7151

Tidak terdapat masalah multikoleniaritas

Suku Bunga

3,5441

Tidak terdapat masalah multikoleniaritas

Nilai Tukar

2,2754

Tidak terdapat masalah multikoleniaritas

Sumber: Data diolah 2022

 

 

 

Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2018) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas atau homokedastisitas. Syarat untuk homokedastisitas adalah apabila nilai sig > 0,05. Dalam penelitian ini dilakukan uji menggunakan uji glejser. Kriteria pengambilan keputusan dengan menggunakan uji glejser sebagai berikut:

1.   Jika nilai signifikansi > 0,05 maka tidak mengalami gangguan heterokedastisitas.

2.   Jika nilai signifikansi < 0,05 maka terjadi gangguan heterokedastisitas.

 

Tabel 3

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel

Nilai Signifikansi (>0,05)

Keterangan

Jumlah Uang Beredar

0,8589

Tidak terdapat masalah heteroskedastisitas

Suku Bunga

0,4791

Tidak terdapat masalah heteroskedastisitas

Nilai Tukar

0,4949

Tidak terdapat masalah heteroskedastisitas

Sumber: Data diolah 2022

 

Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2018) Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Uji statistik dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi pada suatu model regresi.

Dasar pengambilan keputusan untuk pengujian autokorelasi pada penelitian ini adalah apabila nilai probability Chi-Square > 0,05, maka data terbebas dari gangguan autokorelasi. Namun sebaliknya, apabila probability Chi-Square < 0,05, maka data penelitian memiliki gangguan autokorelasi. Hasil uji autokorelasi didapat nilai probability Chi-Square sebesar 0,1031 (>0,05). Hal ini menyatakan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi gangguan autokorelasi.

 

 

 

Metode Analisis Data

Analisis Statistik Deskriptif

Menurut Ghozali (2018) yang dimaksud statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, maksimum, minimum, standar deviasi.

Tabel 4

Statistik Deskriptif

 

Inflasi

Jumlah Uang Beredar (Dalam Triliun Rupiah)

Nilai Tukar

Suku Bunga

Mean

0,033635

36,25120

13.936

0,052530

Maximum

0,072600

36,60189

16.367

0,077500

Minimum

0,013200

35,96785

12.625

0,035000

Standar Deviation

0,015504

0,167764

632.7447

0,013619

Observasi

 84

 84

 84

 84

Sumber: Data diolah 2022

 

Uji t

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2018). Hasil dari uji parsial (t-test) adalah sebagai berikut:

a.    Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka variabel dependen secara parsial tidak dipengaruhi oleh variabel independen.

b.   Jika nilai signifikansi t < 0,05 maka variabel dependen secara parsial dipengaruhi oleh variabel independen.

Tabel 5

Hasil Uji Hipotesis

Variabel

Koefisien

Nilai Signifikansi (<0,05)

Keterangan

Jumlah Uang Beredar

-0,05538

0,0000

Hipotesis ditolak

Suku Bunga

0,349056

0,0044

Hipotesis diterima

Nilai Tukar

-3,28E-08

0,9873

Hipotesis ditolak

Sumber: Data diolah 2022

 

Uji F

Uji statistik F dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan semua variabel bebas dimasukkan dalam model yang memiliki pengaruh secara bersama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2018). Kriteria pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai signifikansi < 0,05 artinya model penelitian layak digunakan dan jika nilai signifikansi > 0,05 artinya model penelitian tidak layak digunakan. Berdasarkan hasil olah data penelitian, diperoleh nilai F statistik sebesar 0,0000. Hal ini menyatakan bahwa secara simultan, jumlah uang beredar, suku bunga dan nilai tukar berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia.

 

Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (adjusted R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan nilai antara nol sampai satu. Nilai adjusted R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2018). Berdasarkan hasil olah data penelitian, diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,7438 atau sebesar 74,38% variabel independent mampu mempengaruhi variabel dependen.

 

Pembahasan

Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia

Hasil olah data koefisien pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi yaitu -0.05538 Artinya teori yang menyatakan adanya pengaruh positif antara jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi ditolak (tidak lolos uji teori), maka tidak perlu dilihat lebih lanjut nilai signifikansi dari variabel ini. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian Jumhur et al., (2018) dan Agusmianata, Militina & Lestari (2018) menemukan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi. Namun demikian, hasil penelitian ini didukung oleh Rumondor et al., (2021) dan Panjaitan et al., (2021) yang menemukan bahwa jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Hasil ini menyatakan bahwa apabila jumlah uang beredar tidak mampu menjadi tolak ukur tingginya tingkat inflasi (Panjaitan et al., 2021). Tidak berpengaruhnya jumlah uang beredar terhadap inflasi kemungkinan besar disebabkan oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang belum efektif dalam menekan inflasi. Dalam hal ini, pemerintah sebaiknyamampu membuat kebijakan yang sesuai agar inflasi tidak terus menurun dan akan menimbulkan defisit dan ketidakstabilan perekonomian di Indonesia.

 

Pengaruh Suku Bunga Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia

Hasil olah data koefisien pengaruh suku bunga terhadap tingkat inflasi yaitu 0,349056. Artinya teori yang menyatakan adanya pengaruh positif antara suku bunga terhadap tingkat inflasi diterima (lolos uji teori), maka dilanjutkan untuk menganalisis nilai signifikansinya yaitu sebesar 0,0044 (<0,05). Maka dari itu, hipotesis kedua diterima. Hasil ini didukung oleh penelitian Aprileven (2015) dan Beureukat (2022) yang menemukan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap inflasi. Hal ini menyatakan bahwa tingkat suku bunga merupakan faktor pendorong meningkatnya inflasi di Indonesia. Hasil ini telah sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh Bank Central yaitu melalui BI rate. Ketika BI rate turun, maka minat masyarakat untuk mengambil pinjaman menjadi tinggi. Bagi para pelaku bisnis hal ini akan dapat mendorong peningkatan perekonomian, yang pada akhirnya daya beli masyarakat juga akan meningkat. Akibatnya jumlah permintaan atas barang menjadi meningkat. Selanjutnya harga-harga barang secara umum akan meningkat dan berakibat pada terjadinya inflasi (Aprileven, 2015).

 

Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia

Hasil olah data koefisien pengaruh nilai tukar terhadap tingkat inflasi yaitu -3,28E-08. Artinya teori yang menyatakan adanya pengaruh positif antara nilai tukar terhadap tingkat inflasi ditolak (tidak lolos uji teori). Maka besarnya nilai signifikansi tidak perlu dianalisis lebih lanjut. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian Silaban & Nurlina (2022) dan Susmiati et al., (2021) yang menemukan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi. namun demikian, hasil ini didukung oleh Mahendra (2016) yang menemukan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Hasil ini menunjukkan bahwa meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi laju inflasi di Indonesia. Inflasi di Indonesia dapat terjadi akibat tingginya permintaan terhadap barang dan jasa tertentu sementera produksi telah maksimum (Panjaitan et al., 2021). Teori Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi akibat masyarakat yang ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya yang menimbulkan permintaan lebih besar dari penawaran.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini menyatakan bahwa suku bunga berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Namun, jumlah uang beredar dan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hasil ini memiliki implikasi bahwa diharapkan bagi pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusaan agar senantiasa berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan moneter. Hal ini ditujukkan agar permasalahan ekonomi dapat dihindari, sehingga perekonomian di Indonesia dapat lebih stabil. Di samping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan terkait dengn kondisi inflasi yang dialami dengan tetap menjaga tingkat suku bunga yang akan berdampak pada perekonomian Indonesia.

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Agusmianata, N., Militina, T., & Lestari, D. (2018). Pengaruh Jumlah Uang Beredar Dan Tingkat Suku Bunga Serta Pengeluaran Pemerintah Terhadap Inflasi Di Indonesia. Forum Ekonomi, 19(2), 188. Https://Doi.Org/10.29264/Jfor.V19i2.2125

 

Agustia, I. M. (2021). Pengaruh Risiko Kredit, Risiko Nilai Tukar Dan Suku Bunga Terhadap Return Saham Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Intervening. JIMMU: Jurnal Ilmu Manajemen, 6(2), 1�27.

 

Amaliyah, F., & Aryanto. (2022). Pengaruh Jumlah Uang Beredar Dan Tingkat Suku Bunga Serta Pengeluaran Pemerintah Terhadap Inflasi Di Indonesia. Owner: Riset & Jurnal Akuntansi, 6(2), 1342�1349. Https://Doi.Org/10.29264/Jfor.V19i2.2125

 

Aprileven, P. Harda. (2015). Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Inflasi Yang Dimediasi Oleh Jumlah Uang Beredar. Economics Development Analysis Journal, 4(1), 32�41.

 

Beureukat. (2022). Pengaruh Suku Bunga Terhadap Inflasi Di Indonesia Terhadap Inflasi Di Indonesia. Oikonomia: Jurnal Manajemen, 18(1), 39�46.

 

Chusnul, K. A., Hermawan, H., & Wildaniyati, A. (2022). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Jumlah Uang Yang Beredar Dan Jakarta Islamic Index (JII) Terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah. EKOMAKS : Jurnal Ilmu Ekonomi, Manajemen, Dan Akuntansi, 11(1), 114�120. Https://Doi.Org/10.33379/Jihbiz.V1i1.672

 

Dewi, D. N. A. M., Utami, L. S., & Mustofa, D. R. A. (2021). Pengaruh Harga Minyak Dunia, Suku Bunga, Inflasi, IHSG Dan Neraca Perdagangan Terhadap Nilai Tukar. AKURASI 346 Financial Management, 3(3), 223�232.

 

Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 25. Badan Penerbit Universitas Diponerogo.

 

Jumhur, J., Nasrun, M. A., Agustiar, M., & Wahyudi, W. (2018). Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Ekspor Dan Impor Terhadap Inflasi (Studi Empiris Pada Perekonomian Indonesia). Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 7(3), 186�201. Https://Doi.Org/10.26418/Jebik.V7i3.26991

 

Mahendra, A. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia. JRAK, 2(1), 1�12.

 

Marina, & Amiruddin. (2016). Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia. Economics, Sosial, And Development Studies, 3(1), 101�115. Http://Journal.Uin-Alauddin.Ac.Id/Index.Php/Ecc/Article/Download/2894/2763

 

Nirwana, A. L. (2019). Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Inflasi Dan Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Panjaitan, P. D., Purba, E., & Darwin Damanik. (2021). Pengaruh Jumlah Uang Beredar Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Sumatera Utara. EKUILNOMI : Jurnal Ekonomi Pembangunan, 3(1), 18�23.

 

Prasasti, K. B., & Slamet, E. J. (2020). Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Dan Suku Bunga, Serta Terhadap Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Airlangga, 30(1), 39. Https://Doi.Org/10.20473/Jeba.V30i12020.39-48

 

Riyantama, F. A. (2021). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1�11.

 

Rumondor, N., Kumaat, R. J., & ... (2021). Pengaruh Nilai Tukar Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Di Indonesia Pada Masa Pandemic Covid-19. Jurnal Berkala Ilmiah �, 21(03), 57�67. Https://Ejournal.Unsrat.Ac.Id/Index.Php/Jbie/Article/View/36177

 

Sartono, A. (2012). Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi (4th Ed.). BPFE.

 

Silaban, R., & Nurlina. (2022). Pengaruh Nilai Tukar Dan Inflasi Terhadap Profitabilitas. E-Proceeding Of Management, 6(1), 50�59.

 

Sitanggang, R. E., Rotinsulu, T. O., & Maramis, M. T. B. (2021). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Dan Adanya Pandemi Covid-19 Terhadap Permintaan Kredit UMKM Di Sulawesi Utara. Jurnal EMBA, 9(3), 121�130.

 

Susmiati, Giri, N. P. R., & Senimantara, N. (2021). Pengaruh Jumlah Uang Beredar Dan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia Tahun 2011-2018. Warmadewa Economic Development Journal (WEDJ), 4(2), 68�74. Https://Doi.Org/10.22225/Wedj.4.2.2021.68-74

 

Wafi, A., Mardani, R. M., & Wahono, B. (2021). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, Harga Minyak Dunia Dan Suku Bunga Terhadap Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2019-2020). Jurnal Riset Manajemen, 10(4), 1�14.

 

Yuniarti, V. S. (2016). Ekonomi Makro Syariah. CV Pustaka Setia.

 

 

 

 

Copyright holder:

Yulia Eka Riyanti, Syafri (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: