Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
7, Juli 2022
DAMPAK INFLASI TERHADAP
SEKTOR EKONOMI PASCAPANDEMI COVID-19
Devi Anggraeni, Hermin Sirait, Daniel Rahandri
Universitas Darma Persada, Indonesia dan Universitas
Muhammadiyah Tangerang,
Indonesia
Email: deviiagr03@gmail.com, hermin1sirait@gmail.com, [email protected]
Abstrak
Tahun 2022 menjadi awal Indonesia kembali menata kehidupan pada
sektor ekonomi pasca pandemic covid-19 yang melanda 2 tahun lamanya. Timbul
permasalahan baru yaitu kenaikan angka inflasi yang memengaruhi ekonomi
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi dan
mitigasi risiko yang diakibatkan dari adanya inflasi. Jenis penelitian ini
bersifat deskriptif, metode pengumpulan data menggunakan wawancara terstruktur
dan bertahap. Jumlah responden sebanyak 20 orang yang terdiri dari masyarakat
yang dipilih secara acak. Hasil yang didapat bahwa perlunya mitigasi risiko dan
pengambilan kebijakan secara tepat agar mampu melindungi perekonomian khususnya
daya beli masyarakat.
Kata Kunci: inflasi, manajemen
risiko, kebijakan publik, endemi covid-19
Abstract
2022 is the beginning of Indonesia's
re-organizing life in the economic sector after the Covid-19 pandemic that hit
for 2 years. A new problem arises, namely the increase in inflation rates that
affect the community's economy. This study aims to determine the influence of
inflation and mitigate risks caused by inflation. This type of research is
descriptive, the data collection method uses structured and phased interviews.
The number of respondents was 20 people consisting of randomly selected people.
The results obtained are the need for risk mitigation and appropriate policy
making in order to be able to protect the economy, especially the purchasing
power of the community.
Keywords: inflation, risk
management, public policy, endemic to COVID-19
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia saat ini dapat
dikatakan mengalami perkembangan menuju kearah positif dibandingkan 2 (dua) tahun lalu atau ketika wabah covid-19 melanda
sampai dengan pelosok negeri. Salah satu indikator penting
untuk mengetahui kondisi ekonomi Indonesia adalah dengan mengetahui Produk
Domestik Bruto (PDB) dan Indonesia sempat mengalami penurunan drastis pada
tahun 2020 sebesar 2,07% dibandingkan pada tahun sebelumnya atau pada saat pandemi Covid-19 belum
melanda Indonesia, dan
kembali tumbuh pada tahun 2021 sebesar 3,69% (data dari BPS).
Grafik 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
Sumber: BPS, 2022 (Diolah)
Seiring bangkitnya perekonomian Indonesia masalah yang berkaitan
dengan ekonomi mencuat, salah satunya inflasi. Angka inflasi terus mengalami
kenaikan sejak awal 2022 sudah berada diatas 2% yakni 2,18% diawal tahun dan
mencapai angka 3,55% sampai dengan akhir Mei 2022 (data dari BI).
Santosa (2017) mengatakan bahwa Inflasi merupakan salah satu
masalah klasik dalam suatu perekonomian yang dapat mengakibatkan menurunnya
pendapatan riil yang secara berkelanjutan mempunyai dampak negatif dalam
perekonomian makro. Disisi lain Utari, dkk (2016) dalam bukunya yang berjudul
�Inflasi di Indonesia: Karakteristik dan Pengendaliannya� menyebutkan bahwa
Inflasi adalah indikator makroekonomi yang sangat penting karena memengaruhi
nilai uang, sehingga dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat. Dari
beberapa pengertian yang dijabarkan ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk
melihat telah terjadinya inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan
terjadi terus menerus dalam rentan waktu tertentu (Ardiansyah, 2017).
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi khususnya permasalahan
inflasi, dibutuhkan penyelesaian atau solusi dengan mengedepankan aspek
menajemen risiko. Manajemen risiko adalah pendekatan sistematis untuk
menentukan tindakan terbaik dalam kondisi ketidakpastian (Peraturan Menteri
Keuangan No. 191/PMK.09/2008). Dengan adanya hal tersebut, risiko dapat
dihadapi dan dikelola secara professional.
Jika dilihat dari penjelasan diatas,
manajemen risiko sangatlah penting, karena dengan adanya hal tersebut sangat
bermanfaat untuk meminimalisir efek yang diakibatkan adanya inflasi dengan cara
memitigasi risiko. Hasil dari analisis ini juga berperan sebagai instrumen bagi
pemangku kebijakan, sehingga dampak yang dirasakan oleh masyarakat dapat
dirumuskan menjadi sebuah formulasi kebijakan yang sesuai dan dapat
diimplementasikan kepada masyarakat. Tanpa dilakukan sebuah analisis sudah
pasti dampak yang dirasakan akan membuat ekonomi masyarakat terpukul lebih
dalam dan menghambat kemajuan suatu wilayah.
Pertumbuhan Ekonomi dan Teori Pertumbuhan
Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan
kemakmuran masyarakat meningkat. (Sukirno, 2011).
Menurut Walt Whitman Rostow dalam buku "The Stages of Economic Growth" beranggapan bahwa
pertumbuhan ekonomi terdapat 5 tahapan, di antaranya:
1. Masyarakat Tradisional (The Traditional Society). Pada tahap ini, kegiatan produksi hanya
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri menggunakan alat-alat sederhana dan tidak
ada pembagian kerja.
2. Pra-Lepas Landas (The Pre-Condition for Take Off).Tahap ini berada pada tingkatan di
mana masyarakat sudah mulai penerapan ilmu pengetahuan modern ke dalam fungsi
produksi baru.
3. Lepas Landas (The
Take Off). Pada tahap ini, diperlukan kekuatan yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi
dapat meningkat. Serta berbagai industri baru berkembang cepat.
4. Dorongan Menuju Kedewasaan (The Drive to Maturity). Pada tahap ini,investasi akan efektif dan
tabungan meningkat dari 10 persen hingga 20 persen dari pendapatan nasional.
5. Konsumsi Tinggi. Dalam hal ini, berarti
pendapatan riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian masyarakat
mencapai tingkat konsumsi yang tinggi.Sehingga kesempatan kerja penuh dengan
pendapatan nasional tinggi.
RobertsSolow
dalam Murni (2006) pada bukunya yang berjudul �Ekonomika Makro� mengatakan
bahwa teori neo klasik pertumbuhan produk nasional ditentukan oleh pertumbuhan
dua jenis input Yyaitu pertumbuhan modal dan pertumbuhan tenaga kerja. Di
samping faktor tenaga kerja dan modal, hal yang sangat penting untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi adalah faktor perkembangan teknologi. Menurut teori
keynesian, yang dipeloporiooleh J.M Keynes, Keynes menyatakan bahwa dalam
jangka pendek output Nnasional dan kesempatan kerja terutama ditentukan oleh permintaan
agregate. Kaum Keynesian yakin bahwa kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal
harus digunakan untuk mengatasi pengangguran dan menurunkan laju inflasi.
Inflasi
Inflasi adalah naiknya
harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh tidak sinkronnya antara
program sistem pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga, pencetakan uang
dan lain sebagainya) dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat. Menurunnya daya beli masyarakat diakibatkan turunnya pendapatan secara riel.
Jadi misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan sebesar 5%,
sementara pendapatan tetap, maka dari itu berarti secara relatif akan
menurunkan daya beli sebesar 5% juga. (Iskandar
Putong, 2013). Berdasarkan tingkatannya, menurut Sukirno (2011), inflasi
dibedakan menjadi sebagai berikut :
1.
Inflasi
ringan, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada dibawah
angka 10% setahun.
2.
Inflasi
sedang, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada antara
10%-30% setahun.
3.
Inflasi
berat, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada antara
30%-100% setahun. Hyperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila kenaikan
hargaharga kebutuhan pokok berada di atas 100% setahun
4.
Hyperinflasi
(inflasi tak terkendali), terjadi apabila kenaikan hargaharga kebutuhan pokok
berada di atas 100% setahun
Iskandar Putong (2013) mengatakan bahwa tingkat inflasi dapat dihitung berdasarkan masing-masing tingkat
harga dari beberapa macam barang kebutuhan pokok masyarakat yang diperjual
belikan dipasar. Berdasarkan harga-harga tersebut dapat disusun menjadi sebuah
rumus untuk menghitung inflasi yaitu Indeks Harga Konsumen yang biasanya dapat
dihitung setiap 3 bulan dan 1 tahun. Rumus menghitung inflasi :
Keterangan :
-
Inf = Tingkat
inflasi
-
IHKn = Indeks
harga konsumen tahun dasar (dalam hal ini nilainya 100)
-
IHKo = Indeks
harga konsumen tahun sebelumnya
Manajemen Risiko
Ada beberapa definisi dari manajemen risiko
organisasi/perusahaan pada umumnya, diantaranya:
1.
Menurut KMK Nomor 577/KMK.01/2019, manajemen risiko adalah proses sistematis dan terstruktur
yang didukung budaya sadar Risiko untuk mengelola Risiko organisasi pada
tingkat yang dapat diterima guna memberikan keyakinan yang memadai dalam
pencapaian sasaran organisasi.
2.
Manajemen
risiko adalah seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap, yang dipunyai
organisasi, untuk mengelola, memonitor, dan mengendalikan eksposur organisasi
terhadap risiko (SBC Warburg, The
Practice of Risk Management, Euromoney Book, 2004)
3.
Enterprise
Risk Management adalah kerangka
yang komprehensif, terintegrasi, untuk mengelola risiko kredit, risiko pasar,
modal ekonomis, transfer risiko, untuk memaksimumkan nilai perusahaan (Lam,
James, Enterprise Risk Management, Wiley, 2004)
4. Enterprise
Risk Management (ERM) adalah
suatu proses, yang dipengaruhi oleh manajemen, board of directors, dan
personel lain dari suatu organisasi, diterapkan dalam setting strategi, dan
mencakup organisasi secara keseluruhan, didesain untuk mengidentifikasi
kejadian potensial yang mempengaruhi suatu organisasi, mengelola risiko dalam
toleransi suatu organisasi, untuk memberikan jaminan yang cukup pantas
berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi. (COSO, COSO Enterprise Risk anagement - Integrated Framework. COSO,
2004).
Dari
beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan jika manajemen resiko
merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu oraganisasi maupun individu menetapkan
sebuah ukuran dalam membuat pemetaan bagi permasalahan yang ada dengan cara menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara sistematis dan komprehensif dnegan tujuan untuk mengelola risiko tersebut supaya dapat diperoleh
hasil yang paling optimal. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dampak inflasi yang timbul pasca pandemic
covid-19 dan bagaimana penanganan dampak tersebut kepada masyarakat oleh
pemangku kebijakan terkait.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif dan bersifat deskriptif dengan alat pengumpulan data yaitu wawancara
secara mendalam dan bertahap (Sugiyono, 2017). Wawancara dilakukan melalui
tatap muka dan responden diwawancarai kurang lebih 15 menit. sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang yang terdiri dari
masyarakat (warga, pekerja, pedagang) dan semuanya dipilih secara acak. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif
yang merupakan Teknik penelitian yang menggambarkan serta menjelaskan data �
data yang telah dikumpulkan dengan memperhatikan dan merekam sebanyak mungkin
aspek yang akan diteliti, sehingga mendapatkan secara menyeluruh tentang
situasi yang sebenarnya (Cresswell, 2016). Langkah � Langkah analisis data pada
penelitian ini adalah :
1. Pengumpulan data (data collection)
2. Reduksi data (data reduction)
3. Penyajian data (data display)
4. Penarikan atau verifikasi kesimpulan (conclusion drawing /
verification)
Hasil dan Pembahasan
Menteri
Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto ketika memimpin High Level Meeting Tim
Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) pada tanggal 09
Maret 2022 lalu mengatakan bahwa dibandingkan dengan beberapa negara
lain yang mengalami peningkatan inflasi, capaian inflasi Indonesia tergolong
cukup terkendali dan patut kita syukuri, di tengah tingginya tekanan baik sisi supply
maupun demand akibat pandemi Covid-19. Inflasi di Indonesia sendiri diketahui terkendali pada level yang rendah
dan stabil yaitu sebesar 1,68% pada tahun 2021, seperti terlihat pada grafik 1
berikut:
Grafik 2 : Pertumbuhan Inflasi (%)
Sumber: BPS, 2022 (diolah)
Selanjutnya, Pemerintah dan Bank Indonesia
menyepakati lima langkah strategis untuk memperkuat pengendalian inflasi.
Langkah strategis tersebut ditujukan untuk tetap konsisten menjaga inflasi
dalam kisaran sasaran 3,0%�1% pada 2022 guna mengakselerasi pemulihan ekonomi
nasional dengan memitigasi risiko inflasi ke depan yang mulai meningkat.
Langkah-langkah strategis tersebut mencakup:
1. Memperkuat koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan mendorong momentum
pemulihan ekonomi nasional.
2. Memitigasi dampak upside risks antara
lain dampak normalisasi kebijakan likuiditas global dan peningkatan harga
komoditas dunia terhadap inflasi dan daya beli masyarakat
3. Menjaga inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food)
dalam kisaran 3,0-5,0%. Upaya tersebut dilakukan dengan menjaga ketersediaan
pasokan dan kelancaran distribusi, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN). Implementasi strategi difokuskan antara lain melalui
optimalisasi pemanfaatan teknologi dan digitalisasi pertanian dari hulu sampai ke hilir, pengembangan konektivitas, serta
penguatan kerja sama antar daerah.
4. Memperkuat sinergi komunikasi kebijakan untuk mendukung pengelolaan
ekspektasi inflasi masyarakat.
5. Memperkuat koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengendalian
inflasi melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
Pengendalian Inflasi 2022 dengan tema: �Digitalisasi UMKM Pangan untuk Akses
dan Stabilisasi Harga�.
Sinergi
kebijakan yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia melalui implementasi
berbagai inovasi program untuk menjaga stabilitas pasokan dan kelancaran
distribusi di masa pandemi diharapkan dapat menjaga inflasi Indeks Harga
Konsumen tetap terjaga. Upaya tersebut diharapkan dapat semakin mendorong
peningkatan daya beli masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan program
Pemulihan Ekonomi Nasional di tengah meningkatnya risiko global. Inflasi yang
rendah dan stabil diharapkan dapat mendukung pemulihan perekonomian serta
pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan menuju Indonesia Maju.
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami
lakukan, pada kenyataannya terlihat bahwa adanya ketidakhadiran pemerintah
secara langsung mengakibatkan harga kebutuhan pangan yang berada dipasaran
melonjak tidak terkendali. Pada siaran pers dalam HM.4.6/13/SET.M.EKON.3/1/2022 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan bahwa kebijakan untuk
menjamin ketersediaan pasokan dan�
stabilitas harga bahan pangan bagi seluruh masyarakat tetap merupakan
salah satu prioritas utama dari Pemerintah di awal tahun 2022 ini. Di tengah
kenaikan harga beberapa bahan pangan saat ini seperti beras, bawang putih,
minyak goreng, dan daging ayam ras, Pemerintah tetap berkomitmen untuk
melakukan langkah-langkah antisipasi guna memastikan ketersediaan bahan pangan
dan menjaga harga bahan pangan dapat terjangkau oleh masyarakat. Operasi pasar yang telah dilakukan merupakan rangkaian dari sejumlah
langkah nyata yang dikerjakan oleh Pemerintah dengan melibatkan berbagai
stakeholder untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat. �Dalam operasi pasar ini, kami juga mengecek harga
bahan pangan untuk mendukung kebijakan Pemerintah, terutama dalam menekan harga
minyak goreng ke 14.000 rupiah. Operasi pasar kali ini juga dilengkapi dengan
komoditas lain seperti beras, telur, cabai, dan bawang, termasuk gula pasir,� tutur Menko Airlangga H.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan,
dapat dilihat bahwa kebijakan pemerintah dalam melakukan operasi pasar sebagai
langkah nyata dalam menyikapi kenaikan harga bahan pangan dirasa masih belum
efektif. Survey yang dilakukan pada tanggal 22 Mei sampai dengan 28 Mei 2022
lalu dengan sample sejumlah 20 orang�
yang diambil secara random, hasil yang didapatkan adalah bahwa sebagian
besar masyarakat mengeluhkan dampak dari inflasi. Sebagai contoh salah satu
karyawan yang bekerja di kota Jakarta sempat memiliki keinginan untuk membeli property
sebelum tahun 2018 dengan masih mendapatkan harga property dibawah� 350 juta didaerah Bogor, namun tidak
terealisasi karena satu dan lain hal, sehingga rencana tersebut kemabali muncul
ditahun 2022 ini. Ketika karyawan tersebut ingin membeli property dengan
spesifikasi yang sama, justru harga yang didapatkan sudah jauh berbeda yaitu di
kisaran 600 juta, tentu bukan nominal yang sedikit karena pada kurun waktu 4
tahun harga property sudah melonjak hampir dua kali lipatnya. �Disisi lain salah satu penjual gorengan
pinggir jalan yang berhasil diwawancara�
juga mengeluhkan harga bahan baku yang terus merangkak naik seperti
tepung terigu, minyak goreng, cabai, dan lainnya yang sangat memberatkan
penjual tersebut, sehingga mereka mengalami kendala dalam menentukan harga
jualnya. Dampak lainnya juga dirasakan oleh ibu rumah tangga, sebagaimana
diketahui harga bahan pokok yang terus naik mengakibatkan pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga pun ikut naik. Salah satu ibu rumah tangga yang
berhasil kami mintai keterangan mengatakan bahwa pengeluaran belanja mingguan
biasanya hanya 300 ribu untuk memenuhi kebutuhan pokok per minggu, namun kali
ini ia harus mengeluarkan dana lebih banyak hingga hampir 2x lipat untuk
memenuhi kebutuhan pokok keluarganya dengan suami dan 3 anaknya. Kondisi ini
tentu sangat memberatkan ekonomi masyarakat dari berbagai kalangan.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seperti Operasi Pasar cukup membantu
masyarakat, namun perlu menjadi catatan bahwa sebaik apapun
kebijakan pemerintah yang telah
dibuat tidak akan berjalan dengan
baik dan secara menyeluruh jika tidak ada upaya untuk
mengimplementasikan dan mengawasinya secara optimal, karena tidak akan membawa dampak atau tujuan yang
diinginkan. Maka dari itu implementasi kebijakan pemerintah merupakan salah satu tahapan krusial dalam
proses kebijakan publik.
Kesimpulan
Saat ini kita memasuki era endemi covid-19 yang sudah pasti sangat
berdampak kepada kehidupan masyarakat khususnya disektor ekonomi. Inflasi
menjadi salah satu factor yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu, salah satu solusi penanganan inflasi adalah dengan memitigasi
risiko yang ditimbulkan akibat dampak inflasi ini dengan pengambilan kebijakan
yang langsung terasa efeknya kepada masyarakat.
BIBLIOGRAFI
Ardiansyah,
H. (2017). Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal ��������� Pendidikan Ekonomi (JUPE), 5(3).
Cresswell, John W. 2016. Research Design : Pendekatan Metode
Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran.
Edisi Keempat (Cetakan Kesatu). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daniel, P. A. (2018). Analisis Pengaruh Inflasi Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota � Jambi. Ekonomis:
Journal of Economics and Business, 2(1), 131-136.
Kemenkerian
Keuangan RI. 2019. KMK Nomor 577/KMK.01/2019 tentang Manajemen Risiko ������� di Lingkungan Kementerian Keuangan. Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan RI.
Mgammal, Mahfoudh Hussein
Hussein. 2012. The Effect of Inflation, Interest Rates and ������� Exchange Rates on Stock Prices
Comparative Study Among Two Gcc Countries. �������� International
Journal of Finance and Accounting. Vol. 1, No. 6, 179-189.
Murni,
Asfia. 2006. Ekonomika Makro. Bandung: PT Refika Aditama.
Simanungkalit,
E. F. B. (2020). Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di �� Indonesia. Journal
of Management Small and Medium Enterprises (SMEs), 13(3), � 327-340.
Yulianti,
R., & Khairuna, K. (2019). Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Aceh �� Periode 2015-2018 Dalam Prespektif Ekonomi Islam. Jurnal
Akuntansi ��������� Muhammadiyah �������� (JAM), 9(2).
Putong, Iskandar. 2013.
Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta : Mitra Wacana Media
Riani,
Rezky; Dr. Heni Mutlarsih Jumhur, S.H., M.H., 2020. Implementasi Manajemen
Risiko ��� pada �� Kementerian Keuangan Menurut Keputusan Menteri Keuangan (KMK) NO.
577. ��������� Universitas Telkom
Rostow, Walt.W. 1960. The Stages of Economic
Growth: A Non-Communist Manifesto.
�� London:
Cambridge University Press.
Simanungkalit, E. F. B. (2020). Pengaruh inflasi terhadap
pertumbuhan ekonomi di �� Indonesia. Journal of Management Small
and Medium Enterprises (SMEs), 13(3), 327-������ 340.
Sugiyono. (2017).
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV
Sukirno, Sadono. 2011.
Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi 3. Jakarta: RajaGrafindo Persada � (Rajawali Perss).
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3903/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3589/�
Copyright
holder: Devi Anggraeni, Hermin Sirait, Daniel Rahandri
(2022) |
First
publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |