Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November
2022
ANALISIS PORTFOLIO INVESTASI BPKH UNTUK MENJAGA SUSTAINABILITY
KEUANGAN HAJI
Sidiq Haryono, Ida Busneti
Universitas Trisakti Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
Fair in Hajj finances when BPKH is able to guarantee that all prospective pilgrims (waiting list) are guaranteed departure.� The challenge of maintaining the financial sustainability of the Hajj is getting tougher considering that the Hajj Organizing Cost (BPIH) continues to increase while the amount of funds deposited by pilgrims in the form of Hajj Travel Costs (bipih) tends to remain constant.� Sustainability can be met as long as the need for BPIH can be covered with bipih deposits and the value of benefits generated from AUM managed by BPKH.� BPIH has a cost structure of 95% in foreign currency while 96% of investment and placement assets are denominated in rupiah.� BPIH is influenced by exogenous variables that cannot be managed by BPKH considering that there is no investment portfolio directly related to Hajj service activities in KSA.� This research aims to determine the minimum yield required from AUM to maintain sustainability, the financial condition of BPKH during this year is estimated with the portfolio pattern as currently by BPKH and to determine the financial condition of BPKH if the AUM portfolio is in accordance with the limits required by PP No. 5 2018. The research uses the latest summary data for 2022 as a database.� Then an assessment is made of all independent variables that affect the minimum value of benefits needed to be compared with the assessment of the benefits that can be obtained from the existing portfolio and if using the AUM BPKH portfolio scenario that has been adjusted to the investment limits.� In accordance with the assessments and analysis of the gap, the Hajj finances in 2023 have experienced a deficit.� By allocating investment in the business sector related to pilgrimage, at least it can increase the average yield from 6.86% per year to 8.73% per year.� in 2023. Scenario 2 also concludes that investment in class assets that are directly related to pilgrimage can provide a natural currency hedging function as well as protection against changes in product and service prices (cost hedging).
Keywords: Sustainability,
yield, AUM, BPIH, Cost Hedging, natural currency hedging
Pendahuluan
Ibadah haji adalah salah satu dari rukun islam yang lima. Haji wajib bagi setiap ummat islam yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Kemampuan yang dimaksud termasuk kemampuan dalam fisik, waktu dan biaya untuk perjalanan melaksanakan ibadah haji.
Sebagaimana
di firmankan oleh Allah SWT dalam
surat Al Imran ayat 97� :
وَلِلَّهِ عَلَى
ٱلنَّاسِ
حِجُّ ٱلْبَيْتِ
مَنِ ٱسْتَطَاعَ
إِلَيْهِ
سَبِيلًا
ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya:
"...mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 97).
Syarat wajib haji adalah
mampu secara fisik dan juga finansial. Hal ini dikarenakan saat pergi
ibadah haji membutuhkan fisik yang kuat serta finansial yang cukup
untuk mencapai perjalanan
ke Mekah. Oleh sebab itu persoalan lama masa tunggu bagi jamaah haji (usia keberangakan saat melaksanakan haji) dan juga kemampuan
pengelolaan keuangan haji secara tidak langsung dapat berdampak pada pemenuhan
syarat wajib haji.
Sampai dengan Mei
2022 total waiting list
jemaah haji yang telah memiliki nomor porsi�
telah mencapai 5.201.997 untuk jemaah haji regular dan 103.077 untuk waiting
list jemaah haji khusus.
Dengan kuota haji sebesar 204.000 per tahun untuk jemaah
haji regular sebagaimana yang diberikan di tahun
2019, maka calon jamaah reguler rata-rata harus menunggu 23 tahun untuk dapat
melaksanakan ibadah haji. Dan rata-rata waktu tunggu untuk haji khsusus adalah 6 tahun jika merujuk pada quota di tahun 2019. Lamanya waktu tunggu tersebut dan
jumlah calon jamaah haji yang sangat besar memberikan dampak pada peningkatan
dana akumulasi keuangan haji yang terus bertumbuh.
Mengingat potensi
akumulasi dana yang sedemikian besar dan perlu pengelolaan yang professional untuk memperoleh azas
kemanfaatan yang besar untuk jamaah haji Indonesia, maka pada tahun 2014
pemerintah menerbitkan UU No 34 tahun 2014 tentang tentang Pengelolaan Keuangan Haji. UU ini menjadi dasar
bagi munculnya PP Nomor 110 tahun 2017 mengenai Badan Pengelola Keuangan Haji
(BPKH). Sesuai Pepres No. 110/2017, BPKH merupakan
badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden Republik Indonesia. Organ pimpinan BPKH terdiri atas Badan Pelaksana
dan Dewan Pengawas.
Atas dasar
tersebut BPKH sebagai Badan Hukum Publik yang berfungsi dalam pengelolaan
keuangan perhajian memiliki tujuan yakni (1) kualitas Penyelenggaraan Ibadah
Haji; (2) rasionalitas dan efisiensi penggunaan Biaya Penyeleggaraan Ibadah Haji (BPIH); dan (3) manfaat bagi
kemaslahatan umat Islam.
Dalam mengelola keuangan haji BPKH harus mampu bertindak secara adil, yakni
menjamin bahwa seluruh calon jamaah
haji yang telah mendaftar dapat diberangkatkan untuk menunaikan ibadah haji. Dalam hal ini
perlu adanya kesinambungan (sustainability)
dalam pengelolaah keuangan haji agar prinsip keadilan bagi calon
jamaah haji tersebut terjamin. Sebagaimana dalam QS An -Nisa ayat 58 :
إِنَّ ٱللَّهَ
يَأْمُرُكُمْ
أَن تُؤَدُّوا۟
ٱلْأَمَٰنَٰتِ
إِلَىٰٓ أَهْلِهَا
وَإِذَا حَكَمْتُم
بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟
بِٱلْعَدْلِ
ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم
بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ
كَانَ سَمِيعًۢا
بَصِيرًا
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Pemenuhan amanat kepada calon
jamaah haji adalah bagaimana pengelolaan keuangan haji dapat berkesinambungan mampu memenuhi seluruh kebutuhan biaya penyelenggaraan ibadah haji dari hasil akumulasi pengelolaan dana dan besaran pokok yang telah disetorkan oleh calon jamaah haji yang berangkat. BPKH harus sangat berhati-hati agar pemenuhan kebutuhan biaya tersebut terbebas dari praktek
system ponzy, agar tidak terjadi kezhaliman jamaah haji yang telah berangkat terhadap jamaah haji tunggu.
Berikut
pertumbuhan dana kelolaan haji yang saat ini dikelola oleh BPKH.
Sumber:
Website BPKH
Grafik
1. Pertumbuhan dana kelolaan keuangan haji (dalam Trilyun
Rupiah)
Pertumbuhan
dana kelolaan keuangan haji
yang terus bertumbuh tersebut memberikan tantangan bagi BPKH untuk dapat mengelola
akumulasi dana haji secara baik dan benar selama calon jamaah
berada dalam masa tunggu. Sehingga dapat memberikan kepastian kepada seluruh calon Jemaah haji bahwa dana dan kesempatan mereka untuk diberangkatkan
haji selalu dapat dipenuhi baik saat
ini atau dalam jangka panjang.
Tantangan BPKH untuk menjaga sustainability keuangan
haji tersebut semakin berat mengingat realita Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (disebut BPIH) dari
beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan sementara besarnya setoran dana dari jamaah haji berupa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (disebut bipih) dalam sepuluh tahun
terakhir cenderung tetap yakni di kisaran Rp 35 juta yang terdiri dari Rp 25 juta setoran awal
pada saat pendaftaran untuk memperoleh nomor porsi dan pelunasan bipih kurang lebih Rp 10 juta. Sementara pada penyelenggaran ibadah haji di tahun
2022 atau 1443 H tahun ini, total biaya BPIH untuk perorang jamaah haji adalah Rp 98 juta.� Melihat komposisi di tahun 1443H tersebut maka kontribusi subsidi dari nilai
manfaat yang diberikan oleh
BPKH dibandingkan dengan besaran biaya yang disetorkan sendiri oleh jamaah haji yang berangkat adalah Rp 63 juta berbanding dengan Rp 35 juta atau 64,2% pemenuhan biaya BPIH per jamaah disuport oleh nilai manfaat BPKH.
Total
nilai subsidi di tahun 1443H untuk keberangkatan 92,825 jamaah haji adalah sebesar Rp 5,76 trilyun sementara total nilai manfaat yang berhasil diperoleh oleh BPKH di tahun 2021 tersebut adalah sebesar Rp10,55 trilyun. Masih terdapat sisa saldo nilai
manfaat untuk penyelenggaran ibadah haji di tahun
1443H tersebut. Namun jika quota haji ditahun mendatang dikembalikan sepenuhnya menjadi 231.000 termasuk quota haji khusus maka kebutuhan subsidi yang diperlukan akan berkisar lebih
dari Rp 13 trilyun atau lebih besar
dibandingkan dengan historis perolehan nilai manfaat di tahun-tahun sebelumnya.
Berikut grafik perkembangan nilai manfaat pengelolaan
keuangan haji dalam 5 tahun terakhir:
Sumber: Laporan Keuangan BPKH
Grafik 2: Perkembangan
Nilai Manfaat Pengelolaan Keuangan Haji (Rp Trilyun)
Selain dipergunakan
untuk memberikan subsidi kepada jamaah haji yang berangkat di tahun yang bersangkutan, nilai manfaat yang diperoleh oleh BPKH dari pengelolaan akumulasi dana AUM keuangan haji juga wajib dipergunakan untuk membayar nilai manfaat secara berkala ke rekening
virtual (VA) setiap calon jemaah haji. Kewajiban untuk membuat rekening
virtual account dan mengalokasikan sebagian nilai manfaat tahunan kedalam rekening VA tersebut ditujukan agar dalam jangka panjang setiap kebutuhan BPIH per jamaah haji di
support oleh bipih plus akumulasi
dana yang tersedia di VA.
Besaran BPIH tahun 1443 H yang bersumber dari nilai manfaat dan dana efisiensi untuk jamaah haji regular berdasarkan
Keputusan Presiden Republik
Indonesia nomor 8 tahun
2022 tanggal 2 Juni 2022 adalah sebesar Rp5.395.746.393.353,34
untuk 92,825 jamaah haji regular. Nilai tersebut diluar nilai virtual account yang
telah didistribusikan ke seluruh jamaah haji yang berangkat masing-masing
kurang lebih sebesar Rp 4 juta atau kurang lebih senilai Rp 371,3 milyar. Dari kepres tersebut juga diperoleh perhitungan BPIH per jamaah
haji berkisar di angka Rp 98 juta (biaya BPIH per jamaah haji yang berangkat
dari embarkarsi Jakarta adalah sebesar Rp
97,917,922,05) di tahun
1443H.
Dengan menggunakan beberapa sumber data yang diolah maka alokasi
BPIH per jamaah haji tersebut
dapat dikelompokan sebagai berikut:
Tabel
1. Estimasi Rincaian BPIH
2022�����������������
�Dalam juta rupiah
��������������������������������������
Sumber:
dari berbagai sumber, data diolah��������������� Gambar 1. Komposisi
AUM BPKH
Dari table tersebut terlihat bahwa 95% kewajiban BPKH yaitu BPIH dalam komponen valas yakni SAR atau USD Dollar. Sementara portfolio investasi dan
atau penempatan pada AUM
BPKH sebagian besar dalam denominasi rupiah yang mencapai 96%. Hal ini menunjukan adanya risiko pasar yang sangat besar dimana kewajiban BPKH adalah dalam bentuk
valas SAR atau USD sedangkan sumber dana di dominasi oleh IDR.�
Nilai
manfaat yang diperoleh oleh
BPKH bersumber dari akvita produktif berupa portfolio Investasi atau Penempatan baik dalam instrument keuangan maupun dalam bentuk investasi
langsung atau tidak langsung lainnya. Kewajiban BPKH bukan mengembalikan sejumlah rupiah setoran awal jamaah haji dalam bentuk cash atau deposito melainkan
berupa pemenuhan biaya kebutuhan untuk penyelenggaraan ibadah haji
sehingga setiap jamaah haji tunggu dapat diberangkatkan.
Dalam
pelaksanaannya BPKH dihadapkan atas berbagai macam resiko
yang bersumber dari dalam negeri ataupun dari luar negeri.
Ketidakpastian ekonomi yang timbul akibat pandemic covid 19 meningkatkan resiko keuangan BPKH, terjadinya
pandemi covid 19 juga memberikan dampak terhadap
terjadinya resesi ekonomi di beberapa negara. Dampak
tidak langsung penurunan ekonomi dunia terhadap kelangsungan ibadah haji adalah
tidak stabilnya nilai tukar rupiah sebagai acuan dasar biaya keberangkatan haji
yang hingga saat ini masih didasarkan kepada nilai US Dollar dan Saudi Arab Riyal (SAR).
Semakin melemahnya nilai tukar rupiah berdampak kepada semakin tingginya beban
biaya yang harus dikeluarkan untuk keberangkatan
calon jemaah haji. Dengan 96% asset portfolio BPKH dalam bentuk instrument
keuangan mata uang rupiah sementara menilik komposisi BPIH� 95% dalam bentuk valas atau terekspose risiko
valas menunjukan adanya risiko
pasar (net open position)
yang dihadapi BPKH.
Instrument
keuangan di Indonesia, saat
ini memang terbatas dalam bentuk valas dengan
tingkat return
yang lebih tinggi. Sedangkan dalam peraturan UU juga disebutkan bahwa penilaian keuangan haji menggunakan perhitungan rupiah. Kedua hal ini yang diperkirakan
menjadi salah satu alasan komposisi portfolio Investasi dan Penempatan masih di dominasi dalam mata uang rupiah. Walau dalam peraturan
UU yang berlaku juga tidak disebutkan adanya pelarangan melakukan investasi dalam bentuk mata uang asing. Bahkan BPKH diberikan keleluasaan untuk melakukan investasi langsung atau tidak langsung
baik di dalam negeri atau luar negeri.�
Sustainability
keuangan haji dapat dipenuhi selama kebutuhan BPIH setiap tahun dapat dicover
dengan setoran bipih dan nilai manfaat yang dihasilkan. Prosentase minimal nilai manfaat yang dibutuhkan untuk mengcover BPIH tersebut ditentukan oleh besaran quota jamaah haji regular
yang diberangkatkan, besaran
BPIH, bipih dan AUM.
Mengingat adanya mistmacth mata
uang antara kewajiban dan aset keuangan BPKH, maka untuk menjaga
kesinambungan pengelolaan keuangan haji, dapat dicapai dengan natural
currency hedging dan cost hedging. Natural currency hedging bisa dilakukan dengan menjaga keseimbangan komposisi jumlah aset produktif
investasi BPKH dalam bentuk valuta asing. Hal ini agar sesuai dengan porsi kewajiban
BPIH dalam valuta asing, dengan tetap mempertimbangkan
nilai manfaat investasi yang optimal. Sementara itu, cost hedging dapat dilakukan apabila BPKH mampu menjaga variabel yang mempengaruhi struktur biaya haji, seperti kebijakan fiskal di Arab Saudi, volatilitas nilai tukar, inflasi, regulasi pembatasan sosial yang berdampak pada struktur biaya dan biaya lain terkait protokol kesehatan. (Sidiq, 2022)
Sementara dari tabel komponen
biaya BPIH sangat ditentukan
oleh factor eksternal diantaranya
adalah kebijakan fiskal di KSA seperti pemberlakukan PPN atas transaksi jasa/barang yang terkait dengan perhajian, inflasi di KSA dan Indonesia, standard kualitas
dan kuantitas layanan jasa perhajian seperti jumlah makan, kualitas hotel pemondokan, dan peraturan terkait dengan new normal paska
Covid19 seperti standard makanan,
standard hotel, standard transportasi dan kesehatan serta nilai tukar rupiah terhadap SAR atau USD. Beberapa factor eksternal ini diperkiraan akan memberikan andil yang besar untuk peningkatan BPIH dimasa yang akan datang sementara investasi yang dilakukan oleh
BPKH dalam bentuk
instrument keuangan dalam mata uang rupiah tidak cukup mampu mempengaruhi
kebijakan harga dari beberapa faktor
ekternal tersebut.
Oleh
karenanya beberapa faktor penentu BPIH tersebut saat ini
masih diluar kontrol BPKH, sehingga membuat rentan dalam jangka panjang
jika biaya BPIH tersebut meningkat sementara sumber pendapatan dari portfolio investasi BPKH tidak terkoneksikan secara langsung dengan infrastuktur penyedia jasa dan produk untuk pelaksanaan haji.
Metode Penelitian
Penelitian
ini terfokus pada bagaimana kemampuan keuangan BPKH di 10 tahun y.a.d. dalam memenuhi seluruh kewajiban nya,
berdasar pada dua scenario yakni:
1. Skenario
portfolio investasi dengan komposisi instrument investasi sebagaimana yang saat ini (existing)
dimiliki BPKH.
2. Skenario
portfolio investasi dengan komposisi instrument investasi sesuai dengan batasan alokasi yang
diberikan oleh PP no 5 Tahun 2018
Kemampuan keuangan BPKH tersebut diukur dengan membandingkan proyeksi nilai manfaat dari kedua skenario dengan minimum nilai manfaat yang dibutuhkan untuk memberikan subsidi BPIH kepada jamaah haji berangkat, alokasi nilai manfaat ke masing-masing rekening virtual account jamaah haji tunggu dan biaya opersional BPKH.
Adapun
model dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Skenario
ke -1 :
Dengan melakukan proyeksi nilai
manfaat dalam waktu 10 y.a.d dengan menggunakan pola portfolio Penempatan dan Investasi BPKH sebagaimana yang
saat ini dimiliki oleh BPKH.
Kemudian dari hasil proyeksi nilai
manfaat tersebut dibandingkan dengan proyeksi minimun
nilai manfaat yang dibutuhkan oleh BPKH dari asumsi proyeksi BPIH, proyeksi alokasi virtual account
dan asumsi biaya operasional BPKH.
Gambar 2. Bagan perhitungan surplus / defisit dengan skenario ke-1
2. Skenario
ke -2 :
Dengan melakukan proyeksi nilai
manfaat dalam waktu 10 y.a.d dengan menggunakan pola portfolio Penempatan dan Investasi BPKH sesuai dengan
batasan yang diberikan oleh PP No 5 Tahun 2018.
Gambar 3. Bagan perhitungan surplus / defisit dengan skenario ke-2
Minimum Weighted Average Return yang dibutuhkan dari portfolio Investasi dan Penempatan AUM BPKH ditentukan oleh beberapa varibel utama keuangan BPKH, yaitu:
a. Quota: Total quota haji yang diberangkatkan
di tahun yang bersangkutan.�
Semakin besar jumlah
quota haji yang diberangkatkan berdampak
pada peningkatan kebutuhan pemenuhan total BPIH. Hal ini
juga akan menuntut semakin tingginya yield dari return investasi dan penempatan.
b. BPIH: Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji per masing-masing jamaah haji regular.
BPIH adalah biaya riil yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh kebutuhan jamaah haji mulai dari persiapan,
pelaksanaan ibadah haji di KSA dan sampai dengan pemulangan
haji, termasuk juga untuk penyediaan living
cost.
c. Bipih:
Bipih yang dibayarkan oleh jamaah regular yang berangkat.
Terdiri dari setoran
awal jamaah haji ditambah biaya pelunasan haji yang dibayarkan
pada saat keberangkatan
haji dan saldo virtual account yang dialokasikan oleh BPKH.
d. Subsidi:
Subsidi nilai manfaat untuk per masing-masing jamaah haji.
Adalah besarnya subsidi yang diberikan ke masing-masing jamaah haji dihitung dari BPIH per jamaah haji dikurangi dengan bipih yang dibayarkan oleh jamaah haji.
e. Virtual Account: Alokasi
virtual account untuk seluruh
jamaah haji tunggu dan haji
berangkat.
Adalah alokasi dari
sebagian nilai manfaat yang diperoleh oleh BPKH dari kelolaan AUM untuk ditransfer ke masing-masing rekening virtual
account jamaah haji.
f. AUM: Total AUM kelolaan
BPKH.
Adalah total dana yang dikelola oleh
BPKH bersumber dari akumulasi outstanding setoran
dana dari seluruh jamaah haji tunggu.�
g. % Inv/AUM: Rasio penempatan dan investasi terhadap AUM.�
AUM kelolaan BPKH dikelola kedalam Penempatan pada produk keuangan perbankan di BPS BPIH
dan pada beberapa produk Investasi baik dalam bentuk surat
berharga, investasi langsung maupun investasi lainnya. Berdasarkan UU, BPKH ditargetkan untuk menjaga rasio
investasi minimum berada di
70% dari total AUM dan juga menjaga
likuiditas dengan menempatkan pada instrument penempatan
dan investasi yang ber
tenor kurang dari 1 tahun sebesar 2 kali BPIH.
Dari beberapa varibel tersebut diatas, minimum weighted average (min. yield %) dari AUM dapat diformulasikan sebagai berikut:
Min.yield AUM % = f (Quota, BPIH, bipih, subsidi, biaya opec., VA, AUM)
Min.yield AUM % = Total Nilai Manfaat Minimum / AUM
Total Nilai Manfaat Minimum = Total Subsidi + Biaya Operasional + Alokasi Virtual Account
Sementara minimum weighted average dari investasi yang dialokasikan oleh BPKH dalam memenuhi minimum porsi AUM Investasi terhadap total AUM adalah 70% dapat diformulasikan sebagai berikut:
Min. yield Inv. % = ((Min.yield AUM % - (0,3*yield Penempatan))/0,7)
Yield Penempatan adalah rata-rata pendapatan yang diperoleh dari penempatan pada produk perbankan di BPS BPIH seperti giro, tabungan dan deposito. Semakin rendah yield Penempatan tersebut maka dibutuhkan minimum yield investasi yang semakin lebih besar.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian dari kemampuan portfolio existing untuk
mengcover proteksi keuangan untuk 10 tahun yad
Berikut hasil dari penghitungan proyeksi nilai manfaat, AUM proyeksi dan gap surplus atau minus antara proyeksi nilai manfaat dengan target nilai manfaat yang dibutuhkan untuk menutupi kebutuhan subsidi BPIH, biaya operasional dan alokasi virtual account.
Tabel 2.
Perhitungan Gap Proyeksi
Nilai Manfaat dengan
Minimal Nilai Manfaat yang dibutuhkan
� Skenario ke -1
����������� Return dari instrument lainnya yakni investasi langsung dari penyerataan di BMI dan APIF belum dapat mendorong tercapainya nilai manfaat yang optimal terkait dari porsi investasi yang relative sangat kecil dibandingkan dari total AUM.
Total proyeksi nilai manfaat juga telah memperhitungkan AUM performa atas surplus atau deficit operasional keuangan BPKH di tahun sebelumnya. Mengingat di tahun proyeksi 2023 telah mengalami gap deficit nilai manfaat proyeksi dengan nilai manfaat minimal yang dibutuhkan, maka AUM dengan memperhitungkan saldo surplus/deficit memiliki slope yang berbeda.
Total nilai manfaat proyeksi di tahun 2023 adalah Rp11,33 trilyun sedangkan kebutuhan minimal nilai manfaat adalah Rp15,8 trilyun. Dengan demikian di tahun 2023 keuangan haji telah mengalami negative atau defisit. Jika defisit tersebut dibiayai oleh pokok AUM yang dikelola oleh BPKH, maka AUM akan tergerus sebesar Rp 4,46 trilyun. Kondisi defisit tersebut terjadi diseluruh tahun proyeksi selama 10 y.a.d.
Untuk memberangkatkan total 2,730,000 jamaah haji selama 10 tahun tersebut, total desifit sebesar Rp126,9 trilyun sehingga AUM berkurang dari Rp 255 trilyun menjadi tersisa Rp 159,17 trilyun. Berkurangnya AUM sebesar Rp 123 trilyun dalam periode 10 tahun tersebut equivalent dengan jumlah setoran awal dari 5,075,916 jamaah. Artinya sejumlah 4,919,844 jamaah tersebut BPKH berpotensi gagal untuk tidak dapat berangkat menunaikan ibadah haji.
���� Sumber : data diolah
����������� Adanya defisit yang terjadi terus menurus selama 10 y.a.d akan menyebabkan slope AUM memiliki slope pertumbuhan negative yang tentu saja hal ini akan mempengaruhi sustainability keuangan haji dalam jangka panjang.
Hasil Penelitian dari kemampuan portfolio investasi dengan scenario sesuai dengan UU dan dampaknya terhadap keuangan haji 10 th y.a.d.
Berikut hasil dari penghitungan proyeksi nilai manfaat, AUM proyeksi dan gap surplus atau minus antara proyeksi nilai manfaat dengan target nilai manfaat yang dibutuhkan sesuai asumsi dan proyeksi dengan scenario portfolio investasi dan/penempatan sesuai dengan batasan yang tertuang dalam UU atau PP.
Tabel 3
Perhitungan Gap Proyeksi
Nilai Manfaat dengan
Minimal Nilai Manfaat yang dibutuhkan
� Skenario ke -2
Kesimpulan yang diperoleh dari perhitungan proyeksi nilai manfaat dengn portfolio sesuai batasan yang disyaratkan dalam UU atau PP masih belum mencukupi untuuk menutupi nilai manfaat minimum yang dibutuhkan agar mampu mengcober kewajiban penyediaan BPIH, alokasi virtual account dan biaya opersional BPKH. Ditahun 2023, sudah terdapat gap antara proyeksi nilai manfaat yang dapat dihasilkan dengan nilai manfaat minimum yang dibutuhkan sebesar minus Rp 1,39 trilyun. Gap negative tersebut diperoleh sebab proyeksi bilai manfaat yang dapat dihasilkan adalah sebesar Rp 14,41 trilyun sementara total kebutuhan untuk penyediaan BPIH, virtual account dan biaya operasional mencapai Rp 15,8 trilyun. Kondisi ini tetap terus berlanjut sampai dengan 10 tahun y.a.d.
Namun demikian secara umum kondisi dengan scenario portfolio AUM BPKH sesuai batasan yang tertuang dalam UU dan PP telah mampu memberikan nilai manfaat yang lebih besar dan gap negative yang lebih kecil jika dibandingkan dengan komposisi sebagaimana portfolio existing yang dimiliki oleh BPKH.
Dengan scenario tersebut, AUM dalam masa 10 tahun y.a.d tetap mengalami slope pertumbuhan yang negative artinya terdapat pokok dari setoran jamaah haji tunggu yang digunakan untuk memberangkatkan jamaah haji berangkat. Total AUM dari pokok setoran awal jamaah haji yang terpaksa digunakan untuk mensubsidi jamaah haji berangkat sesuai dengan proyeksi BPIH, bipih dan beberapa indicator lainnya sesuai dengan asumsi yang telah disampaikan sebelumnya adalah sebesar Rp 49,36 trilyun dalam masa 10 tahun tersebut atau sebesar setoran awal jamaah haji sebanyak 1,894,214 calon jamaah (asumsi setoran awal adalah tetap sebesar Rp 25 juta per orang).
����� Sumber : data diolah
Dari grafik diatas membandingkan AUM yang berasal dari total setoran jamaah haji tunggu tanpa memperhitungkan saldo surplus/negative operasional keuangan BPKH dengan AUM yang telah disesuaikan dengan negative operasional sehubungan dengan nilai manfaat yang diproyeksikan masih dibawah dari kebutuhan minimum nilai manfaat yang seharusnya diperoleh oleh BPKH. Ditahun 2032 total AUM yang tersedia setelah tergerus untuk mengcover seluruh kewajiban BPKH adalah sebesar Rp 205,24 trilyun sedangkan total setoran awal dari jamaah haji tunggu di tahun tersebut diperkirakan adalah Rp 255 trilyun, terdapat gap negative sebesar Rp 49,36 trilyun.
Adanya defisit yang terjadi terus menurus selama 10 y.a.d akan menyebabkan slope AUM memiliki slope pertumbuhan yang negative yang tentu saja hal ini akan mempengaruhi sustainability keuangan haji dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Jurnal penelitian ini bertujuan memperdalam kajian sustainabilitas keuangan haji dengan menggunakan beberapa data data ikhtisar terkini tahun 2022 dan pemberangkatan haji di tahun 1443H sebagai basis data untuk kemudian dilakukan proyeksi seluruh variable yang mempengaruhi nilai manfaat minimum yang dibutuhkan untuk meng-cover subsidi BPIH, alokasi nilai manfaat ke rekening virtual account dan biaya operasional. Kemudian dibandingkan dengan proyeksi nilai manfaat yang dapat diperoleh dengan scenario menggunakan existing portfolio yang dikelola oleh BPKH dan dengan menggunakan scenario jika portfolio Investasi dan Penempatan BPKH telah menyesuaikan batasan investasi sesuai dengan amanah PP No 5 Tahun 2018.
Beberapa point kesimpulan yang dapat ditarik dari jurnal penelitian keuangan haji ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian
ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan proyeksi atas seluruh variable utama yang ikut mempengaruhi nilai manfaat dari
aset Penempatan dan Investasi dan kewajiban keuangan haji yang terdiri dari
penyediaan pemenuhan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), alokasi nilai
manfaat ke rekening virtual account dan biaya
operasional BPKH. Batasan penelitian adalah melakukan proyeksi keuangan haji
untuk 10 tahun y.a.d.
2. Setelah
itu dilakukan analisa keberlangsungan keuangan haji sebagai implikasi dari
dinamika alokasi pemilihan portfolio Penempatan
dan/atau Investasi serta kewajiban keuangan haji di masa depan pada
keberlanjutan keuangan haji
3. Penelitian
ini menggunakan asumsi-asumsi yang digunakan untuk proyeksi, ditetapkan melalui
judgement, kondisi actual
terkini dengan menggunakan basis data ikhtisar 2022, kecenderungan kebijakan public yang diambil oleh pihak terkait seperti DPR dan Kemenag dalam menetapkan bipih
dan BPIH, factor eksternal di KSA seperti halnya
dampak dari visi Saudi 2030 yang akan berpengaruh terhadap sturktur
BPIH dan jumlah quota.
4. Dalam
melakukan proyeksi, khususnya pada nilai manfaat yang dapat diperoleh baik dari
scenario 1 dan scenario 2,
dilakukan dengan menggunakan pendekatan mikro individual data. Proyeksi
dihitung berdasarkan pendekatan riil nilai manfaat yang dimungkinkan diperoleh
dari jenis-jenis instrument yang saat ini dikelola
oleh BPKH dan juga dari beberapa sample potensi
bisnis yang diukur berdasarkan experience penulis dan
data eksternal yang relevan untuk masing-masing jenis industri atau jenis instrumentnya.� Hal
ini dilakukan agar proyeksi nilai manfaat mampu memprediksi potensi nilai
manfaat dalam dua scenario sesuai dengan model portfolio yang saat ini dikelola oleh BPKH dan juga potensi
nilai manfaat dari jenis investasi lansung dan
investasi lainnya yang hingga tahun 2021 masih relative
kecil (dibawah 3%).
5. Batasan
porsi Penempatan dengan Investasi lebih didasarkan pada pemenuhan ketersediaan
dana likuiditas sebesar minimal 2X BPIH, dimana porsi
alokasi untuk Penempatan dibatasi tidak lebih dari 30% dari total AUM.
6. Kecenderungan
penetapan Bipih yang jauh lebih kecil dari biaya riil
perjalanan haji (BPIH) membuat terdapat subsidi yang ditanggung bersama oleh
seluruh jemaah yang terdaftar untuk diberikan ke jemaah haji yang berangkat.
Hal ini kurang sesuai dengan prinsip Syariah terkait dengan istito�ah.
Subsidi biaya perjalanan haji semakin besar dengan kenaikan BPIH yang lebih
tinggi dari kenaikan Bipih. Bipih
cenderung stagnan di level Rp 35 juta dan mengingat penetapan Bipih adalah keputusan politik maka periodisasi perubahan Bipih dapat diharapkan berubah setelah pilpres
2024 berlangsung.
7. Kenaikan
BPIH dipengaruhi oleh beberapa variable exogen diluar kendali BPKH saat
BPKH belum memiliki instrument investasi di
perhajian. Lebih dari 95% porsi struktur BPIH adalah terekspose risiko SAR dan
risiko harga pada produk dan jasa pelaksaan perhajian. Tidak memiliki instrument investasi yang terkait dengan produk dan/atau
jasa di perhajian, sama artinya dengan telah mengambil risiko pasar yang sangat
besar bagi BPKH terkhusus risiko atas flutuasi harga
layanan jamaah haji di KSA.
8. Dengan
menggunakan scenario 1 dan scenario
2 untuk portfolio investasi yang dikelola BPKH,
besaran Bipih dan BPIH sesuai dengan proyeksi maka system keuangan haji mulai tahun 2023 sudah mengalami
defisit dimana akumulasi nilai manfaat sudah tidak
mampu untuk mengcover subsidi sehingga berpotensi
menggunakan dana setoran awal dari jamaah haji tunggu untuk membiayai subsidi
biaya pemberangkatan jamaah haji.
9. Sistem
perhitungan jumlah setoran pelunasan dana jemaah haji yang berlaku saat ini
tidak berpengaruh terhadap besarnya subsidi. Imbal hasil dana setoran awal
jemaah yang diperuntukkan bagi jemaah (VA) hanya akan menambah nilai total uang
jemaah, dan berdampak pada turunnya setoran pelunasan Bipih.
Subsidi akan tetap bergerak sebesar sebesar Bipih � BPIH.
10. Yield Imbal hasil dari
seluruh AUM existing relative
rendah yakni di level 6,86%,
dimana dai 70,07% dialokasikan pada Surat Berharga
yang relative memiliki return
fixed dengan rata-rata tenor maturity
15,63 tahun. Sedangkan dengan mempertimbangkan BPIH terakhir di tahun 1443 H
yang mencapai Rp 98 juta, pelaksanaan haji yang terbilang sukses paska pandemic yang dimungkinkan quota haji regular di dorong
kembali ke 210 ribu (terakhir di 204 ribu ditambah 10 ribu), inflasi di KSA dan
pelemahan kurs IDR terhadap SAR yang mencapai 5,7% per tahun, dan terkait dengan
beberapa varibel bebas lainnya maka di proyeksikan
minimum nilai manfaat yang dibutuhkan oleh BPKH atau minimum yield yang seharusnya di tahun 2023 adalah� 11,47% p.a. Suatu angka yang sangat sulit
dicapai jika investasi yang dilakukan oleh BPKH tetap berfokus pada instrument keuangan dalam negeri berbasiskan debt.
11. Dengan
mengalokasikan Investasi Langsung dan Investasi Lainnya pada beberapa sector usaha terkait dengan produk dan layanan jasa
perhajian, sampai batasan yang disarankan oleh PP No
5 Tahun 2018, setidaknya mampu meningkatkan rata-rata yield
nilai manfaat dari kelolaan BPKH pada scenario ke-2
meningkat menjadi 8,73%
p.a. di tahun 2023. Memang dengan scenario ke-2 pun,
kondisi keuangan BPKH tetap akan mengalami defisit namun delta negatifnya jauh
lebih kecil jika dibandingkan retun yang diperoleh
oleh BPKH jika masih menggunakan model portfolio saat
ini.
12. Skenario
ke-2 juga memberikan kesimpulan bahwa investasi pada jenis instrument
atau aset kelas yang terkait langsung dengan perhajian dapat memperoleh tingkat
return on investment atau yield yang lebih
besar dan disaat yang sama mampu memberikan fungsi
perlindungan mata uang rupiah (natural currency hedging) dan juga
perlindungan atas perubahan harga produk dan jasa (cost hedging) dikarenakan
sebagai pemilik investasi atas aset kelas yang digunakan untuk melayani jamaah
haji harga dapat dikendalikan sendiri oleh BPKH. Istilahnya adalah BPKH
memiliki kantong kanan dan kantong kiri.
BIBLIOGRAFI
BPKH (2020). Peratuan BPKH No. 5 Tahun 2020.
Indonesia (2014). �Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 296, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
5605.� Kementerian Sekretariat
Negara, Jakarta.
Miksalmina. (2015). Strategi Hedging Pada Pengelolaan Hutang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Terhadap Resiko Fluktuasi Nilai Tukar US Dollar. Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Nagroo Aceh Darussalam, Indonesia. QE Journal │Vol.04 - No.01
Pemerintah Indonesia (2018).�Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.� Kementerian Sekretariat
Negara, Jakarta.
Pemerintah Indonesia (2022). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022. Tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1443 H Yang Bersumber Dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji, Nilai Manfaat dan Dana Efisiensi.
Rahmatina. (2018). Strategi Asset Allocation Untuk Optimalisasi Pengelolaan Investasi Dana Haji di Indonesia. Kajian Akademik Pengelolaan Keuangan Haji
Setyawan, A., Wibowo, H., & Kamal, M. (2020). Analysis
of Optimization Model of Haji Financial Investment Portfolio in BPKH RI (Haji
Financial Management Agency of the Republic of Indonesia). JURNAL EKONOMI
DAN PERBANKAN SYARIAH, 8(1). https://doi.org/10.46899/jeps.v8i1.173
Sidiq (2022. https://www.mnctrijaya.com/news/detail/50226/kelola-uang-haji-rp-158-trilliun-praktisi-keuangan-syariah-sarankan
Ulya, E. R. (2019). Bidang Investasi Oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Indonesia. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang.
Website (2022). https://kursdollar.org/real-time/SAR/
Website (2022). https://id.tradingeconomics.com/saudi-arabia/inflation-cpi
Website (2022) https://bpkh.go.id Laporan Keuangan BPKH Tahun 2021 Audited
�
Website (2022). https://www.bareksa.com/berita/emas/2022-01-27/cocok-untuk-jangka-panjang-ini-hasil-investasi-emas-10-tahun
Website (2022) https://www.bankmuamalat.co.id/index.php/hubungan-investor/laporan-tahunan
Website (2022) https://www.phei.co.id/Data/HPW-dan-Imbal-Hasil
Copyright holder: Sidiq Haryono, Ida Busneti (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |