Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 7, Juli 2022
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI SULAWESI
BARAT
Nunung Nurhayati, Jubaedah, Sri Mulyantini
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UPN
Veteran Jakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja keuangan daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat: Dampak Pendapatan Asli Daerah,
Belanja Modal, dan Sisa Pembiayaan Anggaran tahun 2012 s/d 2020 Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat, dan
Teknik pemilihan sampel yaitu sampling jenuh dengan jumlah 63 sampel.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian
deskriptif dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis
Regresi Data Panel dengan program E-views dengan tingkat signifikan 5%.
Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) Di Provinsi
Sulawesi Barat, Pendapatan Asli Daerah tidak memiliki pengaruh yang berarti
terhadap Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten/Kota, (2) Di Provinsi Sulawesi
Barat, belanja modal memiliki dampak pengaruh yang cukup besar dan positif
signifikan terhadap kinerja keuangan daerah kabupaten/kota, dan (3) kelebihan
sisa pembeiayaan anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat.
Kata Kunci: Pendapatan
Asli Daerah, Belanja Modal, Sisa Lebih Pembiayan Anggaran, Kinerja Keuangan
Daerah
The purpose of this research is to
analyze the Financial Performance of Districts/Cities in West Sulawesi Province
as a Function of Regional Original Income, Capital Expenditures, and Remaining
Budget Financing in 2012 to 2020. The population in this study were all
districts/cities in West Sulawesi Province, and the sample selection technique
is Saturation Sampling with a total of 63 sample. This study uses a
quantitative method with descriptive research. Furthermore, the hypothesis
testing in this study using Data Panel Regression Analysis with the E-views
program with a significant level of 5%. Based on the result of the study showed
that (1) Regiobal Original Income has no effect in District/City Financial
Performance in West Sulawesi Province, (2) Capital Expenditure has a
significant effect on Regency/City Regional Financial Performance in West
Sulawesi Province, and (3) Regency/City Regions in West Sulawesi Province have
reported that the remaining budget financing has had no impact on their
financial performance.
Keywords:� Regionalh hOriginal fIncome, tCapital aExpenditures,
and Remaining Budget, fRegional hFinancial Performancet
Pendahuluan
Berdasarkan
UndangUndang No. 23 Tahun 2014 sebagaimana sudah
diubah� dengan Undang-Undang No. 9 tahun 2015: �Otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam system Negara
Kesatuan Republik Indonesia�, dan menurut Undang-Undang itu pemerintah daerah
mempunyai Kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan segala urusan
pemerintahan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian,
dan evaluasi, kecuali kekuasaan di bidang politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, peradilan, mata uang dan keuangan negara, dan agama. Ini jelas
merupakan urusan pemerintah di bawah otoritas pusat.
Otonomi
daerah adalah �kebebasan daerah untuk secara
mandiri merumuskan peraturan daerah, memformulasikan dan melaksanakan
kebijakan, serta mengelola keuangan daerah� (Sujarweni, 2015), dan (Budiarso et al.,
2015) dikemukakan Kemampuan �pemerintah daerah dalam mengelola urusan fiskal
tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah, seperti kemampuan
pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dan mendanai
pembangunan daerah serta pelayanan sosial yang diberikan kepada masyarakat. �Anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah ruang
lingkup keuangan daerah pada tingkat pemerintah daerah yang terdiri atas tiga
bagian yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan�(Halim, MS Kusufi, 2016).
Seperti
dalam teori keagenan yang membahas tentang hubungan antara prinsipal beserta
agen, masyarakat selaku prinsipal berhak mendapatkan kinerja maksimal
pemerintah sebagai agen (Halim & Abdullah,
2013). Pengukuran kinerja
adalah penilaian keberhasilan organisasi publik selama periode waktu tertentu,
untuk mempromosikan peningkatan kinerja di masa depan, atau perbaikan desain
yang diperlukan.
Analisis
�kinerja keuangan pada dasarnya adalah
penilaian kinerja masa lalu melalui berbagai analisis untuk memperoleh posisi
keuangan yang mewakili kinerja aktual dan potensial masa depan suatu entitas (Juliannisa, 2015). Ukuran �kinerja keuangan pemerintah daerah dapat
menunjukkan perihal keuangan pemerintah daerah dan kemampuan daerah dalam
menggali dan mengelola sumber dana yang ada. Kinerja keuangan daerah
yang baik dapat dilihat salah satunya adalah tingkathketergantungan
pada pemerintahhpusat rendah, dan pendapatanhasli daerahhmenyumbang
sebagian besar dana pembangunan daerah. Menkeu RI, Sri Mulyani pada tahun 2019
menyatakan daerah masih sangat bergantung pada transfer dana pusat ke daerah.
Ketergantungan AnggaranhPendapatan dan BelanjahDaerah (APBD) pada transfer daerah dan danahdesa secara rata-rata nasional sebanyak 80,1%,
sedangkan keterlibatan Pendapatan Asli Daerah hanya sebesar 12,87%.
Grafik
1 ini �memberikan data yang relevan terkait, tingkat
ketergantungan pendapatan daerah pemerintah Kabupaten dan atau Kota di seluruh
Provinsi Indonesia terhadap Transfer Daerah tahun 2016 s/d 2020.�
Gambar 1. �Rasio Ketergantungan Keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota Di Seluruh Provinsi Indonesi tahun 2016 s/d 2020
Sumber:
DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s/d 2020 (data diolah)
Pada
Gambar 1. di atas menampilkan bahwa �tingkat
ketergantungan keuangan pemerintah daerah di seluruh Provinsi Indonesia tahun
2016� sebanyak 74,22%, pada tahun 2017 menurun
menjadi 71,32%, kemudian mengalami kenaikan kembali pada tahun 2018 s/d 2020
yaitu 72,16%, 72,06, dan 72,39%. Menurut Wempy Banga (2017) sesuai interval
tingkat ketergantungan keuangan daerah secara nasional masih dikategoringkan
sangat tinggi karena masih >50%.
�Berikut
ini akan disajikan pula rasio ketergantungan keuangan daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016-2020.
Gambar
2. �Rasio Ketergantungan Keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota pada Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2016 s/d 2020.
Sumber:
DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s.d. 2020 (data diolah)
Gambar
2. tersebut di atas menunjukkan �posisi pemerintah
kabupaten Polewali Mandar merupakan daerah dengan ketergantungan fiskal
pemerintah daerah terendah pada tahun 2020�.
Melihat fluktuasi dari tahun ke tahun dari tahun 2016 hingga tahun 2020 tidak
mengalami penurunan yang sangat signifikan, hanya pada tahun 2017 di Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa mengalami penurunan menjadi 75,68% dan
78,96%. �Semua daerah Kabupaten dan atau kota
di Sulawesi Barat memiliki
tingkat ketergantungan yang lebih dari 80% atau dengan kata lain daerah tersebut
80% sumber pendapatan daerahnya berasal dari dana transfer pemerintah pusat
atau transfer antar daerah lainnya. Tingkat ketergantungan sebesar >80%
dapat �dikategorikan masih tergolong tinggi,
hal tersebut sesuai dengan skala interval pengukuran tingkat ketergantungan
daerah pada pusat menurut Banga (2017) persentase lebih dari 50
dikategorikan sangat tinggi. �Dengan demikian
jika kondisi seperti ini secara terus menerus berlangsung kurangnya kesadaran,
kemauan dan upaya pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya
Pendapatan Asli Daerah yang ada di wilayah kerjanya dengan menggunakan strategi
inovasi melalui pengembangan kreativitas, kemudian tingkat otonomi daerah tidak
akan mencapai titik keseimbangan, dan pada akhirnya daerah masih menjadi beban
pemerintah pusat dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa Sulawesi Barat menerapkan otonomi daerah, dan
ketergantungan daerah terhadap pusat masih relatif tinggi. �Pendapatan daerah masih didominasi oleh transfer
dari pusat atau daerah lain. Sementara itu, kontribusi pendapatanhasli daerahhterhadap
belanjahmodal tercatat masih minim.
Tabel
1.� berikut ini mempresentasikan data
realisasihPendapatan AslihDaerah dan Belanja ModalhPemerintah
Kabupaten/Kota pada ProvinsihSulawesi Barat
tahun 2016 s/d 2020.
Tabel 1
RealisasihPendapatan AslihDaerah
dan BelanjahModal Pemerintah Kabupaten/Kota padahProvinsi SulawesihBarat
tahunh2016 s/d 2020
Nama Pemda |
Pendapatan Asli Daerah |
Belanja Modal |
Pendapatan Aslihdaerah Terhadap Belanja Modal |
|
1 |
PROV. SULAWESI BARAT |
1.568.194.007.466 |
1.992.072.034.103 |
1:1,21 |
2 |
KAB. MAMUJU |
369.083.197.307 |
1.221.895.207.317 |
1:3,09 |
3 |
KAB. MAJENE |
366.350.862.112 |
824.065.547.352 |
1:2,11 |
4 |
KAB. POLEWALI MANDAR |
860.934.889.565 |
1.472.581.396.487 |
1:1,41 |
5 |
KAB. MAMASA |
140.821.770.405 |
1.029.670.947.356 |
1:7,04 |
6 |
KAB.
MAMUJU UTARA |
196.387.024.821 |
1.476.987.439.357 |
1:7,06 |
7 |
KAB.
MAMUJU TENGAH |
158.120.310.123 |
1.112.765.375.712 |
1:7,01 |
Sumber:
DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s/d 2020 (data diolah)
Pada
Tabel 1. terlihat bahwa PendapatanhAsli Daerahhterhadap BelanjahModal
PemerintahhKabupaten/Kota di ProvinsihSulawesi Barathsejak
tahun 2016-2020 hanya pada Prov. Sulawesi Barat dan Kabupaten Polewali Mandar memiliki
rasio > 50%, sedangkan 5 (lima) Kabupaten lainnya memiliki prosentase <
50%. Dapat dijelaskan bahwa Kabupaten Mamuju, Majene, Mamasa, Mamuju Utara dan
Mamuju Tengah memiliki kemampuan keuangan daerah yang kecil jika hanya
menggantungkan dari Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai Belanja Modalnya.
Belanja
modal merupakan belanja pemerintah yang berpotensi untuk memacu pertumbuhan
pendapatan daerah melalui pembangunan ekonomi. Kegiatan belanja modal
pemerintah daerah dapat dikatakan sebagai kegiatan investasi karena dilakukan
oleh pemerintah daerah; namun demikian, kegiatan belanja modal pemerintah
daerah tidak dilakukan untuk mencari keuntungan�.
Keberhasilan setiap kegiatan belanja modal ditentukan oleh kualitas produk yang
diharapkan dapat diakses, yaitu jumlah produk yang dihasilkan dengan kualitas
yang diharapkan. �Penciptaan infrastruktur
berupa fasilitas umum, misalnya, merupakan salah satu kegiatan belanja modal
yang dapat menjadi sumber dana. Pembangunan infrastruktur di daerah dapat
mendorong kegiatan investasi di daerah, yang dapat berdampak positif bagi
pertumbuhan daerah di masa mendatang, pertumbuhan ekonomi daerah, dan
penciptaan lapangan kerja baru di daerah. Meskipun belanja modal dapat memacu
pertumbuhan ekonomi, pemerintah daerah harus menjaga kontrol yang ketat
terhadap belanja daerah dan melakukan penyesuaian agar belanja daerah tidak
melebihi pendapatan daerah dan tidak terjadi defisit.
Sementara
itu, jika pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mendanai
proyek-proyek investasi yang diharapkan dapat menghasilkan pendapatan, Pendapatan
daerah dari kelebihan Pembiayaan Anggaran yang ditetapkan dalam APBD tahun
sebelumnya merupakan sumber pembiayaan lainnya. Grafik yang menunjukkan Sisa
Pembiayaan Anggaran untuk seluruh belanja daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 yang
menggambarkan besarnya dana yang akan tersedia untuk belanja di masa yang akan
datang.
Tabel 2
ProsentasehSisa Lebih PembiayaanhAnggaran
terhadap BelanjahModal PemerintahhKabupaten/Kota pada ProvinsihSulawesi Barathtahun 2016 s/d 2020.
No |
Nama Pemda |
Tahun |
Rata-rata |
||||
2020 |
2019 |
2018 |
2017 |
2016 |
|||
1 |
Prov. Sulawesi Barat |
28,19 |
35,50 |
12,99 |
10,11 |
8,35 |
19,03 |
2 |
Kab. Mamuju |
7,79 |
5,71 |
8,66 |
1,06 |
4,57 |
5,56 |
3 |
Kab. Majene |
11,22 |
8,64 |
19,47 |
1,00 |
2,48 |
8,56 |
4 |
Kab. Polewali Mandar |
19,83 |
8,03 |
10,98 |
8,69 |
3,71 |
14,25 |
5 |
Kab. Mamasa |
13,07 |
4,92 |
9,18 |
9,52 |
6,97 |
8,73 |
6 |
Kab. Mamuju Utara |
10,17 |
7,36 |
6,75 |
1,26 |
7,13 |
6,53 |
7 |
Kab. Mamuju Tengah |
13,05 |
3,12 |
10,48 |
2,96 |
16,91 |
9,30 |
Sumber: DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s/d
2020 |
|
Dari
keterangan tabel 2. di atas menampilkan bahwahrata-rata
proporsi SisahLebih PembiayaanhAnggaran tahun sebelumnya digunakanhuntuk belanja modal padahtahun
berjalan sejak tahun 2016 s/d 2020 pada Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar
19,03%, Kabupaten Mamuju 5, 56%, Kabupaten Majene adalah 8,56%, Kabupaten
Polewali Mandar 14,25%, Kabupaten Mamasa sebesar 8,73%, Kabupaten Mamuju Utara
6,53% dan Kabupaen Mamuju Tengah adalah 9,30 %.
Adanya
kelebihan pembiayaan anggaran dapat menjadi dilema bagi penataan keuangan
daerah, karena besarnya kelebihan pembiayaan anggaran dapat menunjukkan hal-hal
yang positif maupun negatif.
Menurut (Mahmudi, 2019) Indikator positifhSisa LebihhPembiayaan Anggaranhpositifnya berasalhdari efisiensi dan efektivitas anggaran, yang dapat menghasilkan surplus dana bersih, sedangkan indikator Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang negatif yaitu Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran karena penataan anggaran yang tidak tepat dan pelaksanaan anggaran yang buruk menyebabkan perencanaan Program dan kegiatan perusahaan tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
(Afia Maulina, Mustafa Alkamal, 2021), (Prastiwi & Aji, 2020), (Rahayu, 2020), (Wahyudin & Hastuti, 2020), (Tahir et al., 2019), (Saraswati & Rioni, 2019), (Sukma & Panji, 2018) dan (Asriani, Ansar, 2016) dikemukakan bahwa pendapatan asli daerah yang merupakan sumber daya dari kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di daerah otonomnya berdampak positif terhadap kinerja keuangan daerah. Pendapatan asli daerah yang tinggi menunjukkan pengelolaan sumber daya yang baik.
Pengaruh
Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dari hasil penelitian
(Ismawati, 2021) dan (Sukma & Panji, 2018) menunjukkan bahwa Belanja
modal berpengaruh negatif tidak signifikan sedangkan menurut (Tahir et al., 2019) dan (Saraswati & Rioni,
2019) Belanja Modal
berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah terhadap
kinerja financial Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, makna yang didapat
adalah semakin tinggi belanja modal justru akan menurunkan kinerja financial. Hal
tersebut diatas adalah variabel
Pendapatanhasli daerh dan BelanjahModal yang memiliki pengaruhhterhadap Kinerja KeuanganhPemerintahhDaerah, sedangkan menurut (Djuniar & Zuraida,
2018) PendapatanhAsli Daerah dan BelanjahModal
tidak berpengaruhhterhadap Kinerja KeuanganhPemerintah Daerahhtetapi
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh negatif terhadap kinerja pemerintah
daerah.
Penelitian
ini sudah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Masih terdapat perbedaan antara
peneliti-peneliti lain terkait pengungkapan Kinerja Keuangan Daerah masih belum
konsisten dalam
hasil penelitian dengan menunjukkan hasil yang berbeda, oleh sebab itu menjadi
hal yang menarik untuk diteliti kembali tentang pengungkapan Kinerja Keuangan
Daerah.
Berdasarkan
bukti empiris yang menghubungkan PendapatanhAsli
Daerah, BelanjahModal dan SisahLebih PembiayaanhAnggaran
ternyata perbandingan penelitiannya masih terbatas, untuk itu perlunya
penelitian lebih lanjut.� Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada sampel yang akan
diuji. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji kinerja keuangan pemerintah daerah
ditinjau dari pendapatanhasli daerah, belanjahmodal, dan sisa lebih pembiayaan anggaranhdalam kinerjahkeuangannya.
Temuan penelitian ini adalah bahwa dengan adanya pendapatan asli daerah,
belanja modal dan sisa lebih pembiayaan anggaran akan menghasilkan kinerja
keuangan sebagai tolok ukur perbaikan khususnya bagi pemerintah daerah pada
periode selanjutnya.
Sampel
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Barat disebabkan karena tingkat ketergantungan pendapatan transfer dari pusat
terhadap pendapatan daerahnya lebih tinggi dari tingkat ketergantungan daerah
secara nasional serta Provinsi
Sulawesi Barat harus bersiap menjadi penopang ibu kota, oleh karena itu, perlu
dilakukan percepatan dan keseimbangan pembangunan daerah dengan menekankan
keunggulan kompetitif ekonomi daerah yang berbasis sumber daya alam, sumber
daya manusia dan penyediaan infrastruktur, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif. Dalam penelitian ini digunakan data deret waktu, yaitu
kumpulan data untuk mengkaji suatu fenomena tertentu yang berulang dalam jangka waktu tertentu.
Data penelitian berasal dari situs website. Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui
www.djpk.depkeu.go.id. Dari laporan ini diperoleh data jumlah Realisasi Anggaran Pendapatan asli Daerah, dan Belanja Modal,
dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran.
Hasil dan Pembahasan
Dalam
menentukan pemilihan model regresi data panel terbaik antara Common Effect
Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model adalah
digunakan 2 (dua) uji yaitu uji Chow dan uji Hausman. Hasil dari kedua uji
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel
3
Hasil
Uji Chow�
�Redundant Fixed Effects Tests� |
|
|
||
�Equation: dataset� |
||||
�Test cross-section fixed effects� |
|
|
||
�Effects Test� |
|
�Statistic� |
�d.f.� |
�Prob.� |
�Cross-section F� |
6.870641 |
(6,53) |
0.0000 |
|
�Cross-section Chi-square� |
36.24903 |
6 |
0.0000 |
Sumber : Output Eviews
Hipotesis dalam uji chow adalah
sebagai berikut:
H0 = �Common Effect
Model�
H1 = �Fixed Effect
Model�
Padaauji cjow diasumsikan
bahwa jika nilai probabilitas F dan Chi-Square > nilai alpha 0.05 atau 5%
maka H0 atau uji regresi data panel menggunakan Common Effect Model, namun apabila nilai probabilitas F dan Chi
Square < nilai alpha 0,05 atau 5% maka H1 diterima atau model yang dipilih
adalah Fixed Effect Model.
Berdasarkan hasil tabel 1. di atas bahwa nilai probabilitas cross-section F dan Chi Square 0.0000 lebih kecil dari nilai alpha 0,05 maka dapat
disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima, maka berdasarkan uji chow model regresi
terbaik antara �Common Effect Model dan Fixed
Effect Model adalah dengan menggunakan Fixed
Effect Model
Tabel
4
HasillUji Housman
Correlated�Random Effects - Hausman Test� |
|||
Equation: dataset |
|||
Test �cross-section random effects� |
|
||
TestsSummary |
�Chi-Sq. Statistic� |
�Chi-Sq. d.f.� |
�Prob�. |
�Cross-section random� |
�13.57074� |
3 |
�0.0036� |
Sumber
: Output Eviews
Hipotesis yang dipakai dalam uji
housman adalah:
H0 = Fixed Effect Model
H1 = Random Effect Model
Berdasarkan asumsi di atas, jika nilai probabilitas F dan
Chi-Square > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berartiimodel
terbaikkuntuk uji regresiidata panel menggunakan Random Effect Model, namun
jika nilai probabilitas F dan Chi Square < 0,05 maka H0 ditolak dan H1
diterima, maka model terbaik untuk uji regresi data panel menggunakan Fixed
Effect Model.
Berdasarkannhasil tabel 2
diatassuji Housman memiliki Probability 0.0036
< dari nilaiaalpha 0.05 maka dapat disimpulkan
model regresi terbaik antara Fixed Effect
Model dan Random Effect Model
adalah dengan model Fixed Effect Model. Hasil estimasi dari Fixed Effect Model dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 5
Uji Regeresi Data
Panel dengan Metode Fixed Effect Model�
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
�Variable� |
�Coefficient� |
�Std. Error� |
�t-Statistic |
Prob�. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C |
49.85930 |
5.015481 |
9.941082 |
0.0000 |
PAD |
-0.009987 |
0.030842 |
-0.323807 |
0.7474 |
BM |
1.579348 |
0.264483 |
5.971461 |
0.0000 |
SILPA |
0.164894 |
0.424961 |
0.388021 |
0.6996 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber
: Output Eviews
Berdasarkan data diatas
persamaan regresi data panel Fixed Effect Model dapat ditulis sebagai
berikut:
KKD = 49,85930 - 0.009987
PAD + 1.579348 BM + 0.164894 SILPA
Dari �persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan� sebagai berikut:
a. Nilai
Konstanta
Nilai konstanta regresi
sebesar 49,85930, menunjukan bahwa jika tidak ada Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran maka Kinerja Keuangan Daerah sebesar 49,85930.
b. Pendapatan Asli Daerah
Koefisien regresi
Pendapatan Asli Daerah sebesar -0.009987 mempunyai pengaruh negatif terhadap
Kinerja Keuangan Daerah artinya jika Pendapatan Asli Daerah� bertambah satu satuan maka Kinerja Keuangan Daerah
akan berkurang sebesar 0.009987 dengan asumsi variabel lain adalah konstan.
c. Belanja Modal
Koefisien regresi Belanja Modal sebesar 1.579348
mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Daerah artinya jika Belanja Modal bertambah satu satuan
maka Kinerja Keuangan Daerah akan bertambah sebesar 1.579348 dengan asumsi
variabel lain adalah konstan.
d. Sisa
�Lebih Pembiayaan Anggaran�
Koefisien
regresi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran sebesar 0.164894 mempunyai pengaruh
positif terhadap Kinerja Keuangan Daerah artinya jika Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran bertambah satu satuan maka Kinerja Keuangan akan bertambah sebesar 0.164894
dengan asumsi variabel lain adalah konstan.
Setelah
didapatkan model regresi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji
hipotesis akan dilakukan untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja
Modal, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada
pemerintahan Kabupaten/Kota di provinsi Sulawesi Barat, sehingga hasil dari uji
hipotesis dapat dijadikan alat ukur yang akurat, rinci dan faktual sebagai bentuk
pertimbangan yang terukur untuk menganalisis Kinerja keuangan Pemerintah
Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat. Uji hipotesis pertama ialah uji T.
Uji T dilakukan untuk melihat sejauh mana variable independent secara
individual menerangkan variable dependen. Tolak H0 jika nilai thitung
> ttabel dan probabilitas < α = 5%
Tabel 6
Hasil Uji T�
�Variable� |
�Coefficient� |
�Std. Error� |
t-Statistic |
Prob. |
PAD |
-0.009987 |
0.030842 |
-0.323807 |
0.7474 |
BM |
1.579348 |
0.264483 |
5.971461 |
0.0000 |
SILPA |
0.164894 |
0.424961 |
0.388021 |
0.6996 |
Sumber:
datahdiolah
�����������
Pada penelitian
ini nilai df yang dihasilkan sebesar 63 nilai α adalah 5%, sehingga
didapatkan nilai �ttabel
adalah 1.99834, maka :
a.
PendapatannAsli Daerah menghasilkan
nilai thitung < ttabel (-0,3238
< 1.99834),
maka H0 diterima dan Ha ditolak maka dapat disimpulkan Pendapatan Asli Daerah
tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Sedangkan nilai
probabilitas sebesar 0,7474 > 0,05 artinya variabel Pendapatan Asli Daerah
tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Pemerintah
Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat.
b.
Belanja Modal menghasilkan nilai
thitung > ttabel (5.971461 > 1.99834), maka H0 diterima dan Ha
ditolak maka dapat disimpulkan �Belanja Modal
berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah�.
Sedangkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 < 0,05 artinya �variabel Belanja Modal berpengaruh
secara signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten /
Kota di Provinsi Sulawesi Barat�.
c.
SisaaLebih PembiayaannAnggaran atau menghasilkan
nilaii thitung < ttabel
(0.388021 < 1.99834 ttabel,
maka H0 diterima dan Ha ditolak, dan kesimpulannya adalah Sisa Lebih Pembiaayaan Anggaran tidak berpengaruh
terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Nilai
probabilitas sebesar 0.6996
dimana 0.6996
> 0,05 artinya �variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau SILPA) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Pemerintah
Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat.
Selanjutnya yaitu uji F dilakukan
untuk melihat pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari variabel
Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal (X2), dan Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran atau SILPA (X3) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y), kriteria nilai α
adalah 5%, dan df1 adalah 3 dan df2 adalah 63 maka didapatkan Ftabel
2.75. jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0
dan terima H1 dan jika probability F hitung < α 0,05 maka
pengaruh variabel secara bersama dinyatakan signifikan. Dalam penelitian
ini nilai F hitung sebesar 7.783953 dimana 7.783953 > Ftabel
2,75 dan nilai probability 0.000192 < 0,05 maka
disimpulkan pengaruh Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal
(X2), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau SILPA (X3) berpengaruh secara
simultan dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y).
Uji
hipotesis ke tiga yaitu Uji
koefisien determinasi atau R2 digunakan untuk menggambarkan
kemampuan model untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan
variabel dependen menjelaskan variasi yang terjadi dalam variabel dependen
dalam suatu persamaan regresi, nilai R square memiliki rentang nilai 0 < R2
< 1. Nilai R2 pada penelian ini 0.542747
artinya Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal (X2), dan Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran atau SILPA (X3) mampu menjelaskan 54,27% variasi yang
terjadi dalam Kinerja Keuangan Daerah (Y), dan sisanya dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak tercakup dalam model ini.
Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap
Kinerja Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil penelitian, Pendapatan Asli Daerah
tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan
Ketergantungan Keuangan Daerah, sehingga tinggi rendahnya pengeluaran
pemerintah tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja keuangan daerah. Hasil penelitian
menunjukkan yang menjadi hipotesis pertama dalam riset ini ditolak dikarenakan �kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisiasi
penerimaan Pendapatan Asli Daerah sesuai yang ditargetkan belum efektif
sehingga tidak bisa menurunkan tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap
pusat�. Hal tersebut dapat tercermin dalam
salah satu data sampel berikut ini:
Tabel
7
Efektivitas
PAD dan Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2017-2018
Kabupaten/Kota |
Tahun |
Efektivitas
PAD (%) |
Ketergantungan
Keuangan Daerah (%) |
Polewali Mandar |
2017 |
162.67 |
75.68 |
2018 |
66.65 |
85.91 |
|
Mamasa |
2017 |
162.36 |
78.96 |
2018 |
87.67 |
96.39 |
�Sumber:
Data diolah�
Berdasarkan
data tersebut di atas, dapat dijabarkan rasio efektivitas PAD Kabupaen Polewali
Mandar tahun 2017 s/d 2018 mengalami penurunan dari 162.67% menjadi 66.65%, dan
pada waktu yang sama tingkat ketergantungan daerah mengalami kenaikan semula
sebesar 75.68% menjadi 85.91%. Hal serupa terjadi juga pada Kabupaten Mamasa
rasio efektivitas PAD tahun 2017 sebesar 162.36% dan tahun 2018 menjadi 87.67%,
namun pada waku yang sama ketergantungan keuangan daerah juga mengalami
kenaikan dari 78.96% menjadi 96.39%.
Efektivitas
PAD yang semakin menurun maka akan menyebabkan tingkat ketergantungan keuangan
daerah akan meningkat, ini menunjukkan bahwa kinerja Pendapatan Asli Daerah
belum optimal dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah, sehingga daerah
masih sangat bergantung penuh pada pemerintah pusat melalui dana transfer. Hasil
penelitian ini searah dengan penelitian yang dibuat oleh Andirfa et al., (2016) dan� Djuniar & Zuraida
(2018) dikarenakan kurang
efektif dan efisiennya pengelolaan �Pendapatan
Asli Daerah yang dilakukan pemerintah daerah, maka tingkat ketergantungan
keuangan daerah terhadap pusat akan semakin tinggi�.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Antari & Sedana (2018), Tahir, Mas�ud & Plyriadi
(2019), Saraswati & Rioni (2019), Oktaviani & Rahayu (2020), Prastiwi
& Aji (2020), Wahyudin & Astuti (2020) Nauw & Riharjo (2021) dan
Maulina, Alkamal, & Fahira (2021)
yang mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan daerah.
Analisis Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja
Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil penelitian, Belanja Modal mempunyai
pengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Hasil tersebut menunjukkannbahwa hipotesisskedua
dalammpenelitian iniiditerima,
dan dapat diartikan bahwa belanja modal yang bertambah akan meningkatkan
kinerja keuangan daerah yang diukur dengan ketergantungan keuangan daerah, dan
sebaliknya belanja
modal yang berkurang akan menurunkan tingkat ketergantungan keuangan daerah.
Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan pada salah satu data sampel berikut ini:
Tabel 8
Belanja Modal dan
Kinerja Keuangan DaerahTahun 2012 s/d 2013
�Kabupaten/Kota |
Tahun |
Belanja
Modal thd Belanja Daerah (%) |
Ketergantungan
Keuangan Daerah (%) |
Sulawesi Barat |
2012 |
15.60 |
85.36 |
2013 |
17.57 |
85.64 |
|
Mamuju |
2012 |
22.98 |
95.26 |
2013 |
26.64 |
96.40 |
Sumber: Data
diolah
Berdasarkan
table 6. dapat dijelaskan tahun 2012 tingkat belanja modal terhadap belanja
daerah yang dikeluarkan oleh Kabupaten Sulawesi Barat sebesar 15.60% dan tahun
2013 mengalami kenaikan sebesar 17.57%. Hal yang sama juga terjadi pada
ketergantungan keuangan daerah tahun 2012 s/d 2013 mengalami kenaikan yang
semula 85.36% menjadi 85.64%, sedangkan untuk Kabupaten Mamuju pada tahun 2012
belanja modal sebesar 22.98%, mengalami kenaikan di tahun 2013 menjadi 26.64%,
dan ternyata tingkat ketergantungan keuangan daerahnya pun mengalami kenaikan
dari 95.26% menjadi 96.40%. Dapat disimpulkan bahwa �jika
belanja modal meningkat maka kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio
ketergantungan keuangan daerah juga akan mengalami peningkatan.�
Hasillpenelitian ini didukung oleh penelitiannterdahulu Tahir et al. (2019) dan Andirfa et al. (2016) �yang
menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.� Penelitian menunjukkan bahwa memiliki infrastruktur yang baik akan menciptakan
efisiensi lintas sektor dan meningkatkan produktivitas masyarakat.
Terdapat pula penelitian lain yang tidak searah dengan penelitian ini yaitu Djuniar & Zuraida (2018)
disebutkanbahwa belanja modal tidak berdampak pada kinerja keuangan daerah, hal
ini karena tidak ada kepentingan publik terhadap apa yang dilakukan
Kabupaten/kota, sehingga pemerintah tidak merasakan dampak dari belanja modal
tersebut.
Analisis Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran terhadap Kinerja Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil penelitian, Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur
dengan Ketergantungan Keuangan Daerah. Hasil tersebut menunjukkan yang menjadi
hipotesis ketiga dalam penelitian ini ditolak, dikarenakan sejak tahun 2012 s/d
2020 hanya sebesar 3.62% tingkat pembiayaan SILPA Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Barat yang mampu mendanai belanja daerahnya, sehingga untuk mendukung
pendanaan belanja daerahnya diperlukan dana transfer dari pusat yang tinggi. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dapat
digunakan oleh pemerintah daerah untuk sumber pembiayaan daerah. Hal
tersebut dapat tercermin dalam salah satu data sampel berikut ini:
Tabel 9
Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran dan Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2017 s/d 2018
Kabupaten/Kota |
Tahun |
Tingkat
Pembiayaan SILPA (%) |
Ketergantungan
Keuangan Daerah (%) |
Majene |
2017 |
0.22 |
83.02 |
2018 |
3.51 |
89.46 |
|
Mamuju Utara |
2017 |
0.51 |
87.93 |
2018 |
2.33 |
93.21 |
|
Mamuju Tengah |
2017 |
0.99 |
90.37 |
2018 |
3.34 |
92.97 |
�Sumber: Data diolah�
Berdasarkan
data tersebut di atas dapat diketahui bahwa tingkat pembiayaan SILPA Kabupaten
Majene tahun 2017 sebesar 0.22% mengalami peningkatan ditahun 2018 menjadi
sebesar 3.51%, pada waktu yang sama tingkat ketergantungan keuangan daerah
mengalami peningkatan juga, semula tahun 2017 sebesar 83.02% menjadi 89.46% di
tahun 2018. Tingkat pembiayaan SILPA tahun 2017 di Kabupaten Mamuju Utara
sebesar 0.51%, sedangkan tahun 2018 sebesar 2.33% yang berarti mengalami
peningkatan, hal yang sama juga terjadi pada tingkat rasio ketergantungan
keuangan daerah yaitu untuk mengukur kinerja keuangan daerah mengalami
peningkatan yaitu semula tahun 2017 sebesar 87.93% menjadi 93.21% pada tahun
2018. Hal serupa terjadi pada Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2017-2018, tingkat
pembiayaan SILPAnya mengalami kenaikan yang semula 0.99% menjadi 3.34%, dan
pada waktu yang sama ketergantungan keuangan daerah pun mengalami kenaikan yang
awalnya 90.37% menjadi 92.97%. Hasillpenelitian
ini tidak sesuai dengannpenelitian dari (Djuniar & Zuraida,
2018) yangmmenyatakan bahwa �Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh negatif terhadap Kinerja pemerintah
daerah.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pengujian hipotesis melalui regresi data panel pada
pembahasan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : 1)
Pendapatan Asli Daerah yang diukur dengan Rasio Efektivitas PAD menunjukkan
hasil yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap
Kinerja Keuangan Daerah yang diukur dengan Rasio Ketergantungan Daerah. 2) Variabel
Belanja Modal yang diukur dengan Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja menunjukkan
bahwa Belanja Modal berpengaruh positif tehadap Kinerja Keuangan Daerah yang
diukur dengan Rasio Ketergantungan Daerah. 3) Variabel Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran yang diukur Rasio Tingkat Pembiayan SILPA menunjukkan hasil bahwa Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah
yang diukur dengan Rasio Ketergantungan Daerah.
Afia Maulina, Mustafa Alkamal, N. S. F. (2021). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Journal of Information System, Applied,
Management, Accounting and Research, 5(2).
https://doi.org/10.52362/jisamar.v5i2
Andirfa, M., Basri, H.,
Com, M., Shabri, M., Majid, A., & Ec, M. (2016). Pengaruh Belanja Modal,
Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten
Dan Kota Di Provinsi aceh. 30�38. Google Scholar
Asriani, Ansar, S.
(2016). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 19(1), 375�388. Google Scholar
Banga, W. (2017). Administrasi
Keuangan Negra dan Daerah Konsep, Teori, dan Fenomena di Era Otonomi Daerah
(Yopie S (ed.)). Ghalia Indonesia. Google Scholar
Budiarso, N., Tinangon,
J., & Rondonuwu, R. (2015). Analisis Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan
Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa. Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 3(4), 23�32. Google Scholar
Djuniar, L., &
Zuraida, I. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Belanja Modal Dan
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. BALANCE Jurnal Akuntansi Dan
Bisnis, 3(2), 445. https://doi.org/10.32502/jab.v3i2.1447 Google Scholar
Halim, MS Kusufi, A.
(2016). Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik. Salemba
Empat. Google Scholar
Halim, A., &
Abdullah, S. (2013). Hubungan dan Masalah Keagenan Di Pemerintahan Daerah :
Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. 53(9), 1689�1699. Google Scholar
Indonesia, R. (2014).
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang
Republik Indonesia, 564, 1�73.
Indonesia, R. (2015).
Undang-Undang nomor 9 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang
nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik
Indonesia, 6.
Ismawati, K. (2021). Model
Kinerja Finansial Pemerintah Daerah Beberapa penelitian menyimpulkan. XVIII(1). Google Scholar
Juliannisa, A. (2015).
Kinerja Keuangan Daerah dan Hubungan Dengan Sisa Lebih dan Kurang Perhitungan
Anggaran (SiLKPA) Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2013. Semantic Scholar.
Mahmudi. (2019). Analisis
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Keempat). UPP STIM YKPN.
Prastiwi, N. D., &
Aji, A. W. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dana
Keistimewaan Dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Kajian
Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha, 28(1), 89�105.
https://doi.org/10.32477/jkb.v28i1.45 Google Scholar
Rahayu, B. O. & S.
(2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Ukuran Pemerintah
Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2018). E-Proceeding of Management, 7(1),
865�871. Google Scholar
Saraswati, D., &
Rioni, Y. S. (2019). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah,
Leverage terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi
Bisnis & Publik, 9(2), 110�120. Google Scholar
Sujarweni, W. (2015). Akuntansi
Sektor Publik. Pustaka Baru Press. Google Scholar
Sukma, A. N. P. G., &
Panji, I. B. S. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal
Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali Tahun 2011-2015). E-Jurnal Manajemen Unud, 7(2),
1080�1110. Google Scholar
Tahir, I., Mas�ud, M.,
& Plyriadi, A. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan
Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Makassar. Jurnal
Riset Bisnis, 93(1), 66�74.
Wahyudin, I., &
Hastuti. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja
Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota di
Provinsi Jawa Barat The Influence Of Original Local Government Revenue, Fiscal
Balance Transfer And Capital Expenditure. Indonesian Accounting Research
Journal, 1(1), 86�97. Google Scholar
Copyright holder: Nunung
Nurhayati, Jubaedah, Sri Mulyantini (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |