Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 7, Juli 2022

 

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI BARAT

 

Nunung Nurhayati, Jubaedah, Sri Mulyantini

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UPN Veteran Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrakt

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat: Dampak Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Sisa Pembiayaan Anggaran tahun 2012 s/d 2020 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat, dan Teknik pemilihan sampel yaitu sampling jenuh dengan jumlah 63 sampel. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Data Panel dengan program E-views dengan tingkat signifikan 5%. Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) Di Provinsi Sulawesi Barat, Pendapatan Asli Daerah tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten/Kota, (2) Di Provinsi Sulawesi Barat, belanja modal memiliki dampak pengaruh yang cukup besar dan positif signifikan terhadap kinerja keuangan daerah kabupaten/kota, dan (3) kelebihan sisa pembeiayaan anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat.

 

Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Sisa Lebih Pembiayan Anggaran, Kinerja Keuangan Daerah

 

Abstract

The purpose of this research is to analyze the Financial Performance of Districts/Cities in West Sulawesi Province as a Function of Regional Original Income, Capital Expenditures, and Remaining Budget Financing in 2012 to 2020. The population in this study were all districts/cities in West Sulawesi Province, and the sample selection technique is Saturation Sampling with a total of 63 sample. This study uses a quantitative method with descriptive research. Furthermore, the hypothesis testing in this study using Data Panel Regression Analysis with the E-views program with a significant level of 5%. Based on the result of the study showed that (1) Regiobal Original Income has no effect in District/City Financial Performance in West Sulawesi Province, (2) Capital Expenditure has a significant effect on Regency/City Regional Financial Performance in West Sulawesi Province, and (3) Regency/City Regions in West Sulawesi Province have reported that the remaining budget financing has had no impact on their financial performance.

Keywords:� Regionalh hOriginal fIncome, tCapital aExpenditures, and Remaining Budget, fRegional hFinancial Performancet

 

Pendahuluan

Berdasarkan UndangUndang No. 23 Tahun 2014 sebagaimana sudah diubah� dengan Undang-Undang No. 9 tahun 2015: �Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia�, dan menurut Undang-Undang itu pemerintah daerah mempunyai Kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan segala urusan pemerintahan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, dan evaluasi, kecuali kekuasaan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, mata uang dan keuangan negara, dan agama. Ini jelas merupakan urusan pemerintah di bawah otoritas pusat.

Otonomi daerah adalah �kebebasan daerah untuk secara mandiri merumuskan peraturan daerah, memformulasikan dan melaksanakan kebijakan, serta mengelola keuangan daerah� (Sujarweni, 2015), dan (Budiarso et al., 2015) dikemukakan Kemampuan �pemerintah daerah dalam mengelola urusan fiskal tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah, seperti kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dan mendanai pembangunan daerah serta pelayanan sosial yang diberikan kepada masyarakat. �Anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah ruang lingkup keuangan daerah pada tingkat pemerintah daerah yang terdiri atas tiga bagian yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan�(Halim, MS Kusufi, 2016).

Seperti dalam teori keagenan yang membahas tentang hubungan antara prinsipal beserta agen, masyarakat selaku prinsipal berhak mendapatkan kinerja maksimal pemerintah sebagai agen (Halim & Abdullah, 2013). Pengukuran kinerja adalah penilaian keberhasilan organisasi publik selama periode waktu tertentu, untuk mempromosikan peningkatan kinerja di masa depan, atau perbaikan desain yang diperlukan.

Analisis �kinerja keuangan pada dasarnya adalah penilaian kinerja masa lalu melalui berbagai analisis untuk memperoleh posisi keuangan yang mewakili kinerja aktual dan potensial masa depan suatu entitas (Juliannisa, 2015). Ukuran �kinerja keuangan pemerintah daerah dapat menunjukkan perihal keuangan pemerintah daerah dan kemampuan daerah dalam menggali dan mengelola sumber dana yang ada. Kinerja keuangan daerah yang baik dapat dilihat salah satunya adalah tingkathketergantungan pada pemerintahhpusat rendah, dan pendapatanhasli daerahhmenyumbang sebagian besar dana pembangunan daerah. Menkeu RI, Sri Mulyani pada tahun 2019 menyatakan daerah masih sangat bergantung pada transfer dana pusat ke daerah. Ketergantungan AnggaranhPendapatan dan BelanjahDaerah (APBD) pada transfer daerah dan danahdesa secara rata-rata nasional sebanyak 80,1%, sedangkan keterlibatan Pendapatan Asli Daerah hanya sebesar 12,87%.

Grafik 1 ini �memberikan data yang relevan terkait, tingkat ketergantungan pendapatan daerah pemerintah Kabupaten dan atau Kota di seluruh Provinsi Indonesia terhadap Transfer Daerah tahun 2016 s/d 2020.�

 

Gambar 1. �Rasio Ketergantungan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Di Seluruh Provinsi Indonesi tahun 2016 s/d 2020

Sumber: DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s/d 2020 (data diolah)

 

Pada Gambar 1. di atas menampilkan bahwa �tingkat ketergantungan keuangan pemerintah daerah di seluruh Provinsi Indonesia tahun 2016� sebanyak 74,22%, pada tahun 2017 menurun menjadi 71,32%, kemudian mengalami kenaikan kembali pada tahun 2018 s/d 2020 yaitu 72,16%, 72,06, dan 72,39%. Menurut Wempy Banga (2017) sesuai interval tingkat ketergantungan keuangan daerah secara nasional masih dikategoringkan sangat tinggi karena masih >50%.

�Berikut ini akan disajikan pula rasio ketergantungan keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016-2020.

Gambar 2. �Rasio Ketergantungan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota pada Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016 s/d 2020.

Sumber: DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s.d. 2020 (data diolah)

Gambar 2. tersebut di atas menunjukkan �posisi pemerintah kabupaten Polewali Mandar merupakan daerah dengan ketergantungan fiskal pemerintah daerah terendah pada tahun 2020�. Melihat fluktuasi dari tahun ke tahun dari tahun 2016 hingga tahun 2020 tidak mengalami penurunan yang sangat signifikan, hanya pada tahun 2017 di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa mengalami penurunan menjadi 75,68% dan 78,96%. �Semua daerah Kabupaten dan atau kota di Sulawesi Barat memiliki tingkat ketergantungan yang lebih dari 80% atau dengan kata lain daerah tersebut 80% sumber pendapatan daerahnya berasal dari dana transfer pemerintah pusat atau transfer antar daerah lainnya. Tingkat ketergantungan sebesar >80% dapat �dikategorikan masih tergolong tinggi, hal tersebut sesuai dengan skala interval pengukuran tingkat ketergantungan daerah pada pusat menurut Banga (2017) persentase lebih dari 50 dikategorikan sangat tinggi. �Dengan demikian jika kondisi seperti ini secara terus menerus berlangsung kurangnya kesadaran, kemauan dan upaya pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya Pendapatan Asli Daerah yang ada di wilayah kerjanya dengan menggunakan strategi inovasi melalui pengembangan kreativitas, kemudian tingkat otonomi daerah tidak akan mencapai titik keseimbangan, dan pada akhirnya daerah masih menjadi beban pemerintah pusat dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Sulawesi Barat menerapkan otonomi daerah, dan ketergantungan daerah terhadap pusat masih relatif tinggi. �Pendapatan daerah masih didominasi oleh transfer dari pusat atau daerah lain. Sementara itu, kontribusi pendapatanhasli daerahhterhadap belanjahmodal tercatat masih minim.

Tabel 1.� berikut ini mempresentasikan data realisasihPendapatan AslihDaerah dan Belanja ModalhPemerintah Kabupaten/Kota pada ProvinsihSulawesi Barat tahun 2016 s/d 2020.

 

Tabel 1

RealisasihPendapatan AslihDaerah dan BelanjahModal Pemerintah Kabupaten/Kota padahProvinsi SulawesihBarat tahunh2016 s/d 2020

No

Nama Pemda

Pendapatan Asli Daerah

Belanja Modal

Pendapatan Aslihdaerah Terhadap Belanja Modal

1

PROV. SULAWESI BARAT

1.568.194.007.466

1.992.072.034.103

1:1,21

2

KAB. MAMUJU

369.083.197.307

1.221.895.207.317

1:3,09

3

KAB. MAJENE

366.350.862.112

824.065.547.352

1:2,11

4

KAB. POLEWALI MANDAR

860.934.889.565

1.472.581.396.487

1:1,41

5

KAB. MAMASA

140.821.770.405

1.029.670.947.356

1:7,04

6

KAB. MAMUJU UTARA

196.387.024.821

1.476.987.439.357

1:7,06

7

KAB. MAMUJU TENGAH

158.120.310.123

1.112.765.375.712

1:7,01

Sumber: DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s/d 2020 (data diolah)

 

Pada Tabel 1. terlihat bahwa PendapatanhAsli Daerahhterhadap BelanjahModal PemerintahhKabupaten/Kota di ProvinsihSulawesi Barathsejak tahun 2016-2020 hanya pada Prov. Sulawesi Barat dan Kabupaten Polewali Mandar memiliki rasio > 50%, sedangkan 5 (lima) Kabupaten lainnya memiliki prosentase < 50%. Dapat dijelaskan bahwa Kabupaten Mamuju, Majene, Mamasa, Mamuju Utara dan Mamuju Tengah memiliki kemampuan keuangan daerah yang kecil jika hanya menggantungkan dari Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai Belanja Modalnya.

Belanja modal merupakan belanja pemerintah yang berpotensi untuk memacu pertumbuhan pendapatan daerah melalui pembangunan ekonomi. Kegiatan belanja modal pemerintah daerah dapat dikatakan sebagai kegiatan investasi karena dilakukan oleh pemerintah daerah; namun demikian, kegiatan belanja modal pemerintah daerah tidak dilakukan untuk mencari keuntungan�. Keberhasilan setiap kegiatan belanja modal ditentukan oleh kualitas produk yang diharapkan dapat diakses, yaitu jumlah produk yang dihasilkan dengan kualitas yang diharapkan. �Penciptaan infrastruktur berupa fasilitas umum, misalnya, merupakan salah satu kegiatan belanja modal yang dapat menjadi sumber dana. Pembangunan infrastruktur di daerah dapat mendorong kegiatan investasi di daerah, yang dapat berdampak positif bagi pertumbuhan daerah di masa mendatang, pertumbuhan ekonomi daerah, dan penciptaan lapangan kerja baru di daerah. Meskipun belanja modal dapat memacu pertumbuhan ekonomi, pemerintah daerah harus menjaga kontrol yang ketat terhadap belanja daerah dan melakukan penyesuaian agar belanja daerah tidak melebihi pendapatan daerah dan tidak terjadi defisit.

Sementara itu, jika pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mendanai proyek-proyek investasi yang diharapkan dapat menghasilkan pendapatan, Pendapatan daerah dari kelebihan Pembiayaan Anggaran yang ditetapkan dalam APBD tahun sebelumnya merupakan sumber pembiayaan lainnya. Grafik yang menunjukkan Sisa Pembiayaan Anggaran untuk seluruh belanja daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 yang menggambarkan besarnya dana yang akan tersedia untuk belanja di masa yang akan datang.

 

 

 

 

 

Tabel 2

ProsentasehSisa Lebih PembiayaanhAnggaran terhadap BelanjahModal PemerintahhKabupaten/Kota pada ProvinsihSulawesi Barathtahun 2016 s/d 2020.

No

Nama Pemda

Tahun

 

Rata-rata

 

2020

2019

2018

2017

2016

1

Prov. Sulawesi Barat

28,19

35,50

12,99

10,11

8,35

19,03

2

Kab. Mamuju

7,79

5,71

8,66

1,06

4,57

5,56

3

Kab. Majene

11,22

8,64

19,47

1,00

2,48

8,56

4

Kab. Polewali Mandar

19,83

8,03

10,98

8,69

3,71

14,25

5

Kab. Mamasa

13,07

4,92

9,18

9,52

6,97

8,73

6

Kab. Mamuju Utara

10,17

7,36

6,75

1,26

7,13

6,53

7

Kab. Mamuju Tengah

13,05

3,12

10,48

2,96

16,91

9,30

 

Sumber: DJPK Kemenkeu Tahun 2016 s/d 2020

 

Dari keterangan tabel 2. di atas menampilkan bahwahrata-rata proporsi SisahLebih PembiayaanhAnggaran tahun sebelumnya digunakanhuntuk belanja modal padahtahun berjalan sejak tahun 2016 s/d 2020 pada Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar 19,03%, Kabupaten Mamuju 5, 56%, Kabupaten Majene adalah 8,56%, Kabupaten Polewali Mandar 14,25%, Kabupaten Mamasa sebesar 8,73%, Kabupaten Mamuju Utara 6,53% dan Kabupaen Mamuju Tengah adalah 9,30 %.

Adanya kelebihan pembiayaan anggaran dapat menjadi dilema bagi penataan keuangan daerah, karena besarnya kelebihan pembiayaan anggaran dapat menunjukkan hal-hal yang positif maupun negatif.

Menurut (Mahmudi, 2019) Indikator positifhSisa LebihhPembiayaan Anggaranhpositifnya berasalhdari efisiensi dan efektivitas anggaran, yang dapat menghasilkan surplus dana bersih, sedangkan indikator Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang negatif yaitu Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran karena penataan anggaran yang tidak tepat dan pelaksanaan anggaran yang buruk menyebabkan perencanaan Program dan kegiatan perusahaan tidak dapat dilaksanakan secara optimal.

(Afia Maulina, Mustafa Alkamal, 2021), (Prastiwi & Aji, 2020), (Rahayu, 2020), (Wahyudin & Hastuti, 2020), (Tahir et al., 2019), (Saraswati & Rioni, 2019), (Sukma & Panji, 2018) dan (Asriani, Ansar, 2016) dikemukakan bahwa pendapatan asli daerah yang merupakan sumber daya dari kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di daerah otonomnya berdampak positif terhadap kinerja keuangan daerah. Pendapatan asli daerah yang tinggi menunjukkan pengelolaan sumber daya yang baik.

Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dari hasil penelitian (Ismawati, 2021) dan (Sukma & Panji, 2018) menunjukkan bahwa Belanja modal berpengaruh negatif tidak signifikan sedangkan menurut (Tahir et al., 2019) dan (Saraswati & Rioni, 2019) Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah terhadap kinerja financial Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, makna yang didapat adalah semakin tinggi belanja modal justru akan menurunkan kinerja financial. Hal tersebut diatas adalah variabel Pendapatanhasli daerh dan BelanjahModal yang memiliki pengaruhhterhadap Kinerja KeuanganhPemerintahhDaerah, sedangkan menurut (Djuniar & Zuraida, 2018) PendapatanhAsli Daerah dan BelanjahModal tidak berpengaruhhterhadap Kinerja KeuanganhPemerintah Daerahhtetapi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh negatif terhadap kinerja pemerintah daerah.

Penelitian ini sudah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Masih terdapat perbedaan antara peneliti-peneliti lain terkait pengungkapan Kinerja Keuangan Daerah masih belum konsisten dalam hasil penelitian dengan menunjukkan hasil yang berbeda, oleh sebab itu menjadi hal yang menarik untuk diteliti kembali tentang pengungkapan Kinerja Keuangan Daerah.

Berdasarkan bukti empiris yang menghubungkan PendapatanhAsli Daerah, BelanjahModal dan SisahLebih PembiayaanhAnggaran ternyata perbandingan penelitiannya masih terbatas, untuk itu perlunya penelitian lebih lanjut.� Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada sampel yang akan diuji. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji kinerja keuangan pemerintah daerah ditinjau dari pendapatanhasli daerah, belanjahmodal, dan sisa lebih pembiayaan anggaranhdalam kinerjahkeuangannya. Temuan penelitian ini adalah bahwa dengan adanya pendapatan asli daerah, belanja modal dan sisa lebih pembiayaan anggaran akan menghasilkan kinerja keuangan sebagai tolok ukur perbaikan khususnya bagi pemerintah daerah pada periode selanjutnya.

Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat disebabkan karena tingkat ketergantungan pendapatan transfer dari pusat terhadap pendapatan daerahnya lebih tinggi dari tingkat ketergantungan daerah secara nasional serta Provinsi Sulawesi Barat harus bersiap menjadi penopang ibu kota, oleh karena itu, perlu dilakukan percepatan dan keseimbangan pembangunan daerah dengan menekankan keunggulan kompetitif ekonomi daerah yang berbasis sumber daya alam, sumber daya manusia dan penyediaan infrastruktur, sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif. Dalam penelitian ini digunakan data deret waktu, yaitu kumpulan data untuk mengkaji suatu fenomena tertentu yang berulang dalam jangka waktu tertentu. Data penelitian berasal dari situs website. Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui www.djpk.depkeu.go.id. Dari laporan ini diperoleh data jumlah Realisasi Anggaran Pendapatan asli Daerah, dan Belanja Modal, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran.

 

 

Hasil dan Pembahasan

Dalam menentukan pemilihan model regresi data panel terbaik antara Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model adalah digunakan 2 (dua) uji yaitu uji Chow dan uji Hausman. Hasil dari kedua uji tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Hasil Uji Chow�

�Redundant Fixed Effects Tests�

 

 

�Equation: dataset�

�Test cross-section fixed effects�

 

 

�Effects Test�

 

�Statistic� 

�d.f.� 

�Prob.� 

�Cross-section F�

6.870641

(6,53)

0.0000

�Cross-section Chi-square�

36.24903

6

0.0000

Sumber : Output Eviews

 

Hipotesis dalam uji chow adalah sebagai berikut:

H0 = �Common Effect Model�

H1 = �Fixed Effect Model�

Padaauji cjow diasumsikan bahwa jika nilai probabilitas F dan Chi-Square > nilai alpha 0.05 atau 5% maka H0 atau uji regresi data panel menggunakan Common Effect Model, namun apabila nilai probabilitas F dan Chi Square < nilai alpha 0,05 atau 5% maka H1 diterima atau model yang dipilih adalah Fixed Effect Model.

Berdasarkan hasil tabel 1. di atas bahwa nilai probabilitas cross-section F dan Chi Square 0.0000 lebih kecil dari nilai alpha 0,05 maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima, maka berdasarkan uji chow model regresi terbaik antara �Common Effect Model dan Fixed Effect Model adalah dengan menggunakan Fixed Effect Model

 

Tabel 4

HasillUji Housman

Correlated�Random Effects - Hausman Test�

Equation: dataset

Test �cross-section random effects�

 

TestsSummary

�Chi-Sq. Statistic�

�Chi-Sq. d.f.�

�Prob�

�Cross-section random�

�13.57074�

3

�0.0036�

Sumber : Output Eviews

 

Hipotesis yang dipakai dalam uji housman adalah:

H0 = Fixed Effect Model

H1 = Random Effect Model

Berdasarkan asumsi di atas, jika nilai probabilitas F dan Chi-Square > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berartiimodel terbaikkuntuk uji regresiidata panel menggunakan Random Effect Model, namun jika nilai probabilitas F dan Chi Square < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, maka model terbaik untuk uji regresi data panel menggunakan Fixed Effect Model.

Berdasarkannhasil tabel 2 diatassuji Housman memiliki Probability 0.0036 < dari nilaiaalpha 0.05 maka dapat disimpulkan model regresi terbaik antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model adalah dengan model Fixed Effect Model. Hasil estimasi dari Fixed Effect Model dapat dilihat pada table berikut :

 

Tabel 5

Uji Regeresi Data Panel dengan Metode Fixed Effect Model�

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

�Variable�

�Coefficient�

�Std. Error�

�t-Statistic

Prob�.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C

49.85930

5.015481

9.941082

0.0000

PAD

-0.009987

0.030842

-0.323807

0.7474

BM

1.579348

0.264483

5.971461

0.0000

SILPA

0.164894

0.424961

0.388021

0.6996

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : Output Eviews

 

Berdasarkan data diatas persamaan regresi data panel Fixed Effect Model dapat ditulis sebagai berikut:

KKD = 49,85930 - 0.009987 PAD + 1.579348 BM + 0.164894 SILPA

Dari �persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan� sebagai berikut:

a.     Nilai Konstanta

Nilai konstanta regresi sebesar 49,85930, menunjukan bahwa jika tidak ada Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran maka Kinerja Keuangan Daerah sebesar 49,85930.

b.     Pendapatan Asli Daerah

Koefisien regresi Pendapatan Asli Daerah sebesar -0.009987 mempunyai pengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan Daerah artinya jika Pendapatan Asli Daerah� bertambah satu satuan maka Kinerja Keuangan Daerah akan berkurang sebesar 0.009987 dengan asumsi variabel lain adalah konstan.

c.     Belanja Modal

Koefisien regresi Belanja Modal sebesar 1.579348 mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Daerah artinya jika Belanja Modal bertambah satu satuan maka Kinerja Keuangan Daerah akan bertambah sebesar 1.579348 dengan asumsi variabel lain adalah konstan.

d.     Sisa �Lebih Pembiayaan Anggaran�

Koefisien regresi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran sebesar 0.164894 mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Daerah artinya jika Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran bertambah satu satuan maka Kinerja Keuangan akan bertambah sebesar 0.164894 dengan asumsi variabel lain adalah konstan.

 

Setelah didapatkan model regresi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis akan dilakukan untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di provinsi Sulawesi Barat, sehingga hasil dari uji hipotesis dapat dijadikan alat ukur yang akurat, rinci dan faktual sebagai bentuk pertimbangan yang terukur untuk menganalisis Kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat. Uji hipotesis pertama ialah uji T. Uji T dilakukan untuk melihat sejauh mana variable independent secara individual menerangkan variable dependen. Tolak H0 jika nilai thitung > ttabel dan probabilitas < α = 5%

Tabel 6

Hasil Uji T�

�Variable�

�Coefficient�

�Std. Error�

t-Statistic

Prob.

PAD

-0.009987

0.030842

-0.323807

0.7474

BM

1.579348

0.264483

5.971461

0.0000

SILPA

0.164894

0.424961

0.388021

0.6996

Sumber: datahdiolah

�����������

Pada penelitian ini nilai df yang dihasilkan sebesar 63 nilai α adalah 5%, sehingga didapatkan nilai �ttabel adalah 1.99834, maka :

a.     PendapatannAsli Daerah menghasilkan nilai thitung < ttabel (-0,3238 < 1.99834), maka H0 diterima dan Ha ditolak maka dapat disimpulkan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Sedangkan nilai probabilitas sebesar 0,7474 > 0,05 artinya variabel Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat.

b.     Belanja Modal menghasilkan nilai thitung > ttabel (5.971461 > 1.99834), maka H0 diterima dan Ha ditolak maka dapat disimpulkan �Belanja Modal berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah�. Sedangkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 < 0,05 artinya �variabel Belanja Modal berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat�.

c.     SisaaLebih PembiayaannAnggaran atau menghasilkan nilaii thitung < ttabel (0.388021 < 1.99834 ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak, dan kesimpulannya adalah Sisa Lebih Pembiaayaan Anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Nilai probabilitas sebesar 0.6996 dimana 0.6996 > 0,05 artinya �variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau SILPA) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi Barat.

Selanjutnya yaitu uji F dilakukan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal (X2), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau SILPA (X3) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y), kriteria nilai α adalah 5%, dan df1 adalah 3 dan df2 adalah 63 maka didapatkan Ftabel 2.75. jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0 dan terima H1 dan jika probability F hitung < α 0,05 maka pengaruh variabel secara bersama dinyatakan signifikan. Dalam penelitian ini nilai F hitung sebesar 7.783953 dimana 7.783953 > Ftabel 2,75 dan nilai probability 0.000192 < 0,05 maka disimpulkan pengaruh Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal (X2), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau SILPA (X3) berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y).

Uji hipotesis ke tiga yaitu Uji koefisien determinasi atau R2 digunakan untuk menggambarkan kemampuan model untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen menjelaskan variasi yang terjadi dalam variabel dependen dalam suatu persamaan regresi, nilai R square memiliki rentang nilai 0 < R2 < 1. Nilai R2 pada penelian ini 0.542747 artinya Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal (X2), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau SILPA (X3) mampu menjelaskan 54,27% variasi yang terjadi dalam Kinerja Keuangan Daerah (Y), dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak tercakup dalam model ini.

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian, Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan Ketergantungan Keuangan Daerah, sehingga tinggi rendahnya pengeluaran pemerintah tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja keuangan daerah. Hasil penelitian menunjukkan yang menjadi hipotesis pertama dalam riset ini ditolak dikarenakan �kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisiasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah sesuai yang ditargetkan belum efektif sehingga tidak bisa menurunkan tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap pusat�. Hal tersebut dapat tercermin dalam salah satu data sampel berikut ini:

 

Tabel 7

Efektivitas PAD dan Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2017-2018

Kabupaten/Kota

Tahun

Efektivitas PAD

(%)

Ketergantungan Keuangan Daerah

(%)

Polewali Mandar

2017

162.67

75.68

2018

66.65

85.91

Mamasa

2017

162.36

78.96

2018

87.67

96.39

�Sumber: Data diolah�

 

Berdasarkan data tersebut di atas, dapat dijabarkan rasio efektivitas PAD Kabupaen Polewali Mandar tahun 2017 s/d 2018 mengalami penurunan dari 162.67% menjadi 66.65%, dan pada waktu yang sama tingkat ketergantungan daerah mengalami kenaikan semula sebesar 75.68% menjadi 85.91%. Hal serupa terjadi juga pada Kabupaten Mamasa rasio efektivitas PAD tahun 2017 sebesar 162.36% dan tahun 2018 menjadi 87.67%, namun pada waku yang sama ketergantungan keuangan daerah juga mengalami kenaikan dari 78.96% menjadi 96.39%.

Efektivitas PAD yang semakin menurun maka akan menyebabkan tingkat ketergantungan keuangan daerah akan meningkat, ini menunjukkan bahwa kinerja Pendapatan Asli Daerah belum optimal dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah, sehingga daerah masih sangat bergantung penuh pada pemerintah pusat melalui dana transfer. Hasil penelitian ini searah dengan penelitian yang dibuat oleh Andirfa et al., (2016) dan� Djuniar & Zuraida (2018) dikarenakan kurang efektif dan efisiennya pengelolaan �Pendapatan Asli Daerah yang dilakukan pemerintah daerah, maka tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap pusat akan semakin tinggi�. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Antari & Sedana (2018), Tahir, Mas�ud & Plyriadi (2019), Saraswati & Rioni (2019), Oktaviani & Rahayu (2020), Prastiwi & Aji (2020), Wahyudin & Astuti (2020) Nauw & Riharjo (2021) dan Maulina, Alkamal, & Fahira (2021) yang mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah.

Analisis Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian, Belanja Modal mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Hasil tersebut menunjukkannbahwa hipotesisskedua dalammpenelitian iniiditerima, dan dapat diartikan bahwa belanja modal yang bertambah akan meningkatkan kinerja keuangan daerah yang diukur dengan ketergantungan keuangan daerah, dan sebaliknya belanja modal yang berkurang akan menurunkan tingkat ketergantungan keuangan daerah. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan pada salah satu data sampel berikut ini:

 

Tabel 8

Belanja Modal dan Kinerja Keuangan DaerahTahun 2012 s/d 2013

�Kabupaten/Kota

Tahun

Belanja Modal thd Belanja Daerah

(%)

Ketergantungan Keuangan Daerah

(%)

Sulawesi Barat

2012

15.60

85.36

2013

17.57

85.64

Mamuju

2012

22.98

95.26

2013

26.64

96.40

Sumber: Data diolah

 

Berdasarkan table 6. dapat dijelaskan tahun 2012 tingkat belanja modal terhadap belanja daerah yang dikeluarkan oleh Kabupaten Sulawesi Barat sebesar 15.60% dan tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 17.57%. Hal yang sama juga terjadi pada ketergantungan keuangan daerah tahun 2012 s/d 2013 mengalami kenaikan yang semula 85.36% menjadi 85.64%, sedangkan untuk Kabupaten Mamuju pada tahun 2012 belanja modal sebesar 22.98%, mengalami kenaikan di tahun 2013 menjadi 26.64%, dan ternyata tingkat ketergantungan keuangan daerahnya pun mengalami kenaikan dari 95.26% menjadi 96.40%. Dapat disimpulkan bahwa �jika belanja modal meningkat maka kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio ketergantungan keuangan daerah juga akan mengalami peningkatan.�

Hasillpenelitian ini didukung oleh penelitiannterdahulu Tahir et al. (2019) dan Andirfa et al. (2016) �yang menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.� Penelitian menunjukkan bahwa memiliki infrastruktur yang baik akan menciptakan efisiensi lintas sektor dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Terdapat pula penelitian lain yang tidak searah dengan penelitian ini yaitu Djuniar & Zuraida (2018) disebutkanbahwa belanja modal tidak berdampak pada kinerja keuangan daerah, hal ini karena tidak ada kepentingan publik terhadap apa yang dilakukan Kabupaten/kota, sehingga pemerintah tidak merasakan dampak dari belanja modal tersebut.

Analisis Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur dengan Ketergantungan Keuangan Daerah. Hasil tersebut menunjukkan yang menjadi hipotesis ketiga dalam penelitian ini ditolak, dikarenakan sejak tahun 2012 s/d 2020 hanya sebesar 3.62% tingkat pembiayaan SILPA Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat yang mampu mendanai belanja daerahnya, sehingga untuk mendukung pendanaan belanja daerahnya diperlukan dana transfer dari pusat yang tinggi. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk sumber pembiayaan daerah. Hal tersebut dapat tercermin dalam salah satu data sampel berikut ini:

 

Tabel 9

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2017 s/d 2018

Kabupaten/Kota

Tahun

Tingkat Pembiayaan SILPA (%)

Ketergantungan Keuangan Daerah

(%)

Majene

2017

0.22

83.02

2018

3.51

89.46

Mamuju Utara

2017

0.51

87.93

2018

2.33

93.21

Mamuju Tengah

2017

0.99

90.37

2018

3.34

92.97

�Sumber: Data diolah�

 

Berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa tingkat pembiayaan SILPA Kabupaten Majene tahun 2017 sebesar 0.22% mengalami peningkatan ditahun 2018 menjadi sebesar 3.51%, pada waktu yang sama tingkat ketergantungan keuangan daerah mengalami peningkatan juga, semula tahun 2017 sebesar 83.02% menjadi 89.46% di tahun 2018. Tingkat pembiayaan SILPA tahun 2017 di Kabupaten Mamuju Utara sebesar 0.51%, sedangkan tahun 2018 sebesar 2.33% yang berarti mengalami peningkatan, hal yang sama juga terjadi pada tingkat rasio ketergantungan keuangan daerah yaitu untuk mengukur kinerja keuangan daerah mengalami peningkatan yaitu semula tahun 2017 sebesar 87.93% menjadi 93.21% pada tahun 2018. Hal serupa terjadi pada Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2017-2018, tingkat pembiayaan SILPAnya mengalami kenaikan yang semula 0.99% menjadi 3.34%, dan pada waktu yang sama ketergantungan keuangan daerah pun mengalami kenaikan yang awalnya 90.37% menjadi 92.97%. Hasillpenelitian ini tidak sesuai dengannpenelitian dari (Djuniar & Zuraida, 2018) yangmmenyatakan bahwa �Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh negatif terhadap Kinerja pemerintah daerah.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis melalui regresi data panel pada pembahasan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : 1) Pendapatan Asli Daerah yang diukur dengan Rasio Efektivitas PAD menunjukkan hasil yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur dengan Rasio Ketergantungan Daerah. 2) Variabel Belanja Modal yang diukur dengan Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja menunjukkan bahwa Belanja Modal berpengaruh positif tehadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur dengan Rasio Ketergantungan Daerah. 3) Variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang diukur Rasio Tingkat Pembiayan SILPA menunjukkan hasil bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur dengan Rasio Ketergantungan Daerah.

 


BIBLIOGRAFI

 

Afia Maulina, Mustafa Alkamal, N. S. F. (2021). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting and Research, 5(2). https://doi.org/10.52362/jisamar.v5i2

 

Andirfa, M., Basri, H., Com, M., Shabri, M., Majid, A., & Ec, M. (2016). Pengaruh Belanja Modal, Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten Dan Kota Di Provinsi aceh. 30�38. Google Scholar

 

Asriani, Ansar, S. (2016). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 19(1), 375�388. Google Scholar

 

Banga, W. (2017). Administrasi Keuangan Negra dan Daerah Konsep, Teori, dan Fenomena di Era Otonomi Daerah (Yopie S (ed.)). Ghalia Indonesia. Google Scholar

 

Budiarso, N., Tinangon, J., & Rondonuwu, R. (2015). Analisis Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 3(4), 23�32. Google Scholar

 

Djuniar, L., & Zuraida, I. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Belanja Modal Dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. BALANCE Jurnal Akuntansi Dan Bisnis, 3(2), 445. https://doi.org/10.32502/jab.v3i2.1447 Google Scholar

 

Halim, MS Kusufi, A. (2016). Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Google Scholar

 

Halim, A., & Abdullah, S. (2013). Hubungan dan Masalah Keagenan Di Pemerintahan Daerah : Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. 53(9), 1689�1699. Google Scholar

 

Indonesia, R. (2014). Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia, 564, 1�73.

 

Indonesia, R. (2015). Undang-Undang nomor 9 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia, 6.

 

Ismawati, K. (2021). Model Kinerja Finansial Pemerintah Daerah Beberapa penelitian menyimpulkan. XVIII(1). Google Scholar

 

Juliannisa, A. (2015). Kinerja Keuangan Daerah dan Hubungan Dengan Sisa Lebih dan Kurang Perhitungan Anggaran (SiLKPA) Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2013. Semantic Scholar.

 

Mahmudi. (2019). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Keempat). UPP STIM YKPN.

 

Prastiwi, N. D., & Aji, A. W. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dana Keistimewaan Dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Kajian Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha, 28(1), 89�105. https://doi.org/10.32477/jkb.v28i1.45 Google Scholar

 

Rahayu, B. O. & S. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Ukuran Pemerintah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2018). E-Proceeding of Management, 7(1), 865�871. Google Scholar

 

Saraswati, D., & Rioni, Y. S. (2019). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah, Leverage terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi Bisnis & Publik, 9(2), 110�120. Google Scholar

 

Sujarweni, W. (2015). Akuntansi Sektor Publik. Pustaka Baru Press. Google Scholar

 

Sukma, A. N. P. G., & Panji, I. B. S. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2011-2015). E-Jurnal Manajemen Unud, 7(2), 1080�1110. Google Scholar

 

Tahir, I., Mas�ud, M., & Plyriadi, A. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Makassar. Jurnal Riset Bisnis, 93(1), 66�74.

 

Wahyudin, I., & Hastuti. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota di Provinsi Jawa Barat The Influence Of Original Local Government Revenue, Fiscal Balance Transfer And Capital Expenditure. Indonesian Accounting Research Journal, 1(1), 86�97. Google Scholar

 

Copyright holder:

Nunung Nurhayati, Jubaedah, Sri Mulyantini (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: