Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
7, Juli 2022
WAKTU KONVERSI NEGATIF SWAB PCR PASIEN COVID-19 DENGAN DAN TANPA PENYAKIT KOMORBID PADA RUMAH SAKIT RUJUKAN DI JAWA TIMUR��
Budhi
Setiawan, Muzaijadah
Retno Arimbi, Akhmad Sudibya, Indah Widyaningsih
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Pandemi COVID-19 memberikan efek pada semua negara di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak dengan pandemi ini. Menurut data per 27 juli 2020 jumlah penderita terkonfirmasi di Indonesia adalah 100.303 kasus. Jawa
Timur merupakan penyumbang nomor dua
terbanyak kasus di Indonesis setelah DKI Jakarta� (Data Tim COVID-19, 2020).Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit Amerika Serikat juga mencatat bahwa rawat inap enam kali lebih tinggi
di antara pasien dengan komorbid daripada mereka yang tidak. Di antara
287.320 (22 persen) kasus dengan data yang cukup tentang kondisi pasien dengan
komorbid, yang paling umum adalah penyakit kardiovaskular (32 persen). Tujuan Penelitian Penelitian�
kami� adalah mengkaji apakan ada
hubungan cepatnya konversi negatif PCR pada penderita Covid-19 tanpa komorbid
dan dengan penderita Covid-19 dengan komorbid. Metode penelitian, Penelitian
dilakukan di RSI JemuR Sari Surabaya dan RS Muhamadiyah Gresik bulan April
sampai bulan Juli 2020 didapatkan sejumlah 71 orang. Diagnosis digunalan swab
nasofaring dengan metode PCR. �42 orang penderita covid-19 tanpa
komorbid dan 29 orang dengan komorbid. Hasil penelitian: penderita Covid-19
dengan komorbid mendapatkan hasil konversi PCR negative lebih lama dengan
dibandingkan dengan penderita Covid-19 tanpa komorbid.
Kata Kunci: negatif swab, covid-19,
penyakit komorbid
Abstract
The COVID-19 pandemic has an effect on all countries
in the world. Indonesia is one of the countries affected by this pandemic.
According to data as of July 27, 2020, the number of confirmed cases in
Indonesia is 100,303 cases. East Java is the second largest contributor to
cases in Indonesia after DKI Jakarta (Covid-19 Team Data, 2020). The United
States Centers for Disease Control and Prevention also noted that
hospitalizations were six times higher among patients with comorbidities than
those without. Among 287,320 (22 percent) cases with sufficient data on the condition
of patients with comorbidities, the most common was cardiovascular disease (32
percent). Research Objectives Our study was to examine whether there was a
relationship between rapid negative PCR conversion in patients with Covid-19
without comorbidities and with patients with Covid-19 with comorbidities. The
research method, the research was carried out at Jemur Sari Hospital Surabaya
and Muhamadiyah Gresik Hospital from April to July 2020, it was found that
there were 71 people. The diagnosis was made using a nasopharyngeal swab using
the PCR method. 42 people with COVID-19 without comorbidities and 29 people
with comorbidities. The results of the study: Covid-19 patients with
comorbidities got negative PCR conversion results for a longer time compared to
Covid-19 patients without comorbidities.
Keywords: negative swab, covid-19, comorbid diseases
Pendahuluan
Pandemi COVID-19 memberikan efek pada
semua negara di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak dengan pandemi ini.
Menurut data per 27 juli 2020 jumlah penderita terkonfirmasi di Indonesia adalah 100.303 kasus. Jawa Timur merupakan penyumbang
nomor
dua terbanyak kasus di Indonesis setelah DKI Jakarta (Data Tim COVID-19, 2020).
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat/ The
Centre for Disease Control / CDC mengungkap data bahwa virus corona
penyebab COVID-19 dua belas kali lebih mematikan bagi pasien yang memiliki penyakit
penyerta atau komorbid. Laporan tersebut berdasarkan data kasus virus corona
Amerika yang dipelajari pada rentang 22 Januari-30 Mei 2020 (Tempo, 18 juni 2020). CDC juga
mencatat bahwa rawat inap enam kali lebih tinggi di antara pasien dengan
komorbid daripada mereka yang tidak. Di antara 287.320 (22 persen) kasus
dengan data yang cukup tentang kondisi pasien dengan komorbid, yang paling umum
adalah penyakit kardiovaskular (32 persen), diabetes (30 persen), dan penyakit
paru-paru kronis (18 persen) (Tempo, 18 juni 2020).
Dalam mendeteksi covid ada beberapa metode yaitu rapid test, �PCR, �dan TCM (Fang Y et al., 2020). Baku emas diagnosis COVID-19 adalah pemeriksaan laboratorium real-time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) dari sputum dan swab tenggorok yang kemudian dilanjutkan dengan genome sequencing untuk deteksi ribonucleic acid/RNA virus Corona baru (SARS-CoV-2). Pemeriksaan RT-PCR untuk COVID-19 memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitasnya diduga masih tergolong rendah, yaitu sekitar 60-70%. Studi retrospektif oleh Fang Y et al. melaporkan bahwa sensitivitas RT-PCR untuk COVID-19 adalah 71%. Dengan demikian, dalam mendiagnosis COVID-19, tentunya akan dibutuhkan beberapa pemeriksaan lain (Fang Y et al., 2020).Klasifikasi penderita� COVID-19 menjadi 4 kategori, yakni Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Dalam Pengawasan, Kasus Probabel, dan Kasus Konfirmasi (Kemenkes1--4, 2020).
Penyakit
komorbid adalah penyakit tertentu yang menyertai pasien COVID-19.
Penyakit-penyakit tersebut meliputi diabetes melitus (DM tipe I, DM tipe II,
dan glucocorticoid-associated diabetes),
penyakit terkait geriatri, penyakit terkait autoimun, penyakit ginjal, ST Segment Elevation Myocardial Infarction
(STEMI), Non-ST Segment Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI), hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), tuberkulosis, dan penyakit kronis lain yang diperberat oleh kondisi
penyakit COVID-19 (Kemenkes5, 2020).
Pemeriksaan
laboratorium pada infeksi virus meliputi cell
culture, deteksi antigen, nucleic
acid amplification testing (NAAT), dan pemeriksaan serologis.� Contoh NAAT antara lain adalah PCR, real-time PCR, strand displacement
amplification (SDA), nucleic acid
sequence-based amplification (NASBA), transcription-mediated
amplification (TMA), loop-mediated
isothermal amplification (LAMP), dan
isothermal nucleic acid amplification technology (INAAT) (Mazur dan
Castello, 2017). Real time PCR
menjadi baku emas pemeriksaan COVID-19.
Spesimen
pada pemeriksaan penunjang COVID-19 ada berbagai jenis spesimen tersebut antara
lain usapan nasofaring/orofaring, sputum, bronchoalveolar
lavage, tracheal aspirate, nasopharyngeal aspirate, nasal wash, jaringan biopsi/autopsy, dan
serum (Kemenkes5, 2020). Di antara berbagai spesimen ada dua yang sangat
dikenal yakni usapan nasofaring/orofaring untuk pemeriksaan PCR (populer dengan
nama pemeriksaan swab) dan serum
untuk pemeriksaan rapid test.
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara
eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro (Yuwono, 2006). Metode ini sangat sensitif dan digunakan
sebagai baku emas (golden standard)
pada diagnosis COVID-19.
Menurut
Yuwono (2006), ada empat komponen utama pada PCR. Empat komponen utama tersebut
adalah:
1. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan
dilipatgandakan,
2. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen
oligonukleotida pendek (15�25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali
sintesis rantai DNA,
3. Deoksiribonukleotida
trifosfat (dNTP), dan
4. Enzim DNA
polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA.
Menurut Fatchiyah (2011), dasar siklus DNA yang
utama merupakan siklus berulang 30�35 siklus yang meliputi denaturasi, annealing dan ekstensi. Pada denaturasi
heliks ganda DNA terurai menjadi dua untai cetakan DNA tunggal. Pada annealing tejadi penempelan primer
cetakan DNA. Pada ekstensi terjadi terjadi proses polimerasi untuk pembentukan
untai DNA baru.
Ada beberapa teknik PCR antara lain Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR) dan
PCR In Situ (Yuwono, 2006). Faried dkk. (2019) berpendapat masih ada dua teknik
lain, yakni reverse
transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dan quantitative-Real Time (qRT) PCR. Apabila peneliti ingin
mendapatkan data yang bersifat kualitatif, maka reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) akan
dipilih. Seandainya peneliti ingin mendapatkan data yang bersifat kuantitatif,
maka quantitative-Real Time (qRT) PCR
akan dipergunakan.
Indonesia dalam menegakkan diagnoi� pasien yang termasuk kasus
suspek,� pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan RT-PCR dilakukan pada hari ke-1 dan ke-2 dengan selang waktu ˃
24 jam serta apabila ada pemburukan. Sementara itu,� untuk pasien yang tergolong kontak
erat (khusus untuk petugas kesehatan) maka pada pasien tersebut segera
dilakukan RT-PCR segera setelah dinyatakan sebagai kasus probable atau konfirmasi (Kemenkes5, 2020).
Pengambilan spesimen untuk pasien yang tergolong Orang
Tanpa Gejala (OTG) dilakukan pada hari-1 dan hari ke-14 serta apabila ada
pemburukan.
Metode Penelitian
Lokasi
Penelitian:� Rumah Sakit Islam Surabaya
(Jemursari) dan RS Muhammadiyah Gresik.
Data yang diambil
adalah: hasil pemeriksaan PCR kesatu, kedua, dan ketiga (positif atau negatif) dan
profil pasien (jenis kelamin, umur, riwayat perjalanan, penyakit komorbid,
hasil foto toraks, dan hasil pemeriksaan darah lengkap). Penelitian ini adalah
penelitian yang mempergunakan data sekunder yang terdapat pada rekam medik.
Populasi penelitian: semua pasien yang didiagnosis sebagai COVID-19.
Sampel penelitian:
semua pasien yang dilakukan pemeriksaan PCR. Pasien dibagi menjadi
dua grup: Grup I, pasien COVID-19 dengan penyakit komorbid; Grup II, pasien COVID-19
tanpa penyakit komorbid. Batasan penyakit
komorbid mengacu pada Pedoman COVID-19 mutakhir.
Variabel independen: (+):� pasien COVID-19 dengan penyakit komorbid. ���(-): pasien COVID-19 tanpa penyakit komorbid. ��Variabel dependen: ��jangka waktu yang diperlukan oleh pasien
COVID-19 untuk memperoleh perubahan hasil dari hasil positif menjadi hasil
negatif. Satuan yang dipergunakan: hari.
Pengujian secara
statitik adalah Uji T Tidak Berpasangan (apabila syarat terpenuhi)
atau Uji Mann-Whitney (apabila syarat untuk Uji T Tidak Berpasangan tidak
terpenuhi) (Dahlan, 2019).
Hasil dan Pembahasan
Penyebaran infeksi Coronavirus 2019 (COVID-19), mengakibatkan pandemi
global dan telah mengubah banyak aspek praktik kedokteran sehari-hari.
Sementara berbagai metode pengujian molekuler untuk COVID-19 sekarang tersedia.
Jenis diagnostik untuk Covid 19 yang digunakan antara lain:� Rapid antibodi, Rapid Antigen, PCR (Polimerase
Chain Reaction). Sekarang ini Rapid antibody sudah banyak ditinggalkan
untuk diagnostic. Sekarang dikalangan masyarakat dan laboratorium Klinik sering
digunakan adalah rapid antigen dan PCR dimana sampelnya adalah dari secret di
nasofaring. Pada penelitian ini kami mengadakannya di Rumah sakit, jenis
pemeriksaan diagnostik untuk Covid adalah dengan metode PCR (Polimerase
Chain Reaction).
Penelitian�
kami� adalah mengkaji apakan ada
hubungan cepatnya konversi negatif PCR pada penderita Covid-19 tanpa komorbid
dan dengan penderita Covid-19 dengan komorbid. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan pada
penderita Covid-19 dengan komorbid mendapatkan hasil konversi PCR negative
lebih lama dengan dibandingkan dengan penderita Covid-19 tanpa komorbid. Ini
sesuai dengan penelitian terdahulu yang mengatakan pada penderita Covid-19
dengan komorbid akan mendapatkan konversi lebih lama dari penderita Covid-19
tanpa komorbid.( Ankur gupta et all., 2021). Pada penderita Covid-19
dengan comorbid antara lain hipertensi, Diabetes Melitus, gagguan ginjal,
gangguan jantung seringkali mendapatkan konversi negative lebih lama dari yang
penderita Covid-19 yang tidak mempunyai riwayat comorbid. Hasil negative dari tes PCR tidak semata-mata menjadikan acuan bahwa
orang tersebut sudah tidak menularkan / sembuh dari kondisi sakit Covid, jika
seseorang yang pernah sakit Covid-19 maka dinyatakan sembuh.
Hasil Penelitian
Penelitian
dilakukan di RSI Jemur Sari Surabaya dan RS Muhamadiyah Gresik bulan April
sampai bulan Juli 2020 didapatkan responden sejumlah 69 orang. Dengan perincian
42 orang penderita covid-19 tanpa komorbid dan 29 orang dengan komorbid. Kami
menganalisis konversi PCR negative pada tiap minggu responden dari segi jenis
kelamin.�
Tabel
1
Distribusi
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Keterangan |
Pria |
Perempuan |
Jumlah |
Tanpa Komorbid |
23 |
19 |
42 |
Dengan Komorbid |
15 |
14 |
29 |
Jumlah |
38 |
33 |
71 |
Tabel
2
Distribusi
Lama Konversi Negative (Dalam Minggu)
����������� Keterangan
|
1 minggu |
2 minggu |
4 minggu |
Tanpa Komorbid |
9 |
26 |
7 |
Dengan Komorbid |
0 |
18 |
11 |
Distribusi Jenis
Kelamin Dengan Lama Konversi Tanpa Komorbid
Keterangan |
1 minggu |
2� minggu |
4 minggu |
Jumlah |
Laki-laki |
5 |
14 |
4 |
23 |
Perempuan |
4 |
10 |
5 |
19 |
|
9 |
24 |
9 |
42 |
Tabel
4
Distribusi
Jenis Kelamin Dengan Lama Konversi Dengan Komorbid
Keterangan |
1 minggu |
2 minggu |
4 minggu |
jumlah |
Laki-laki |
0 |
7 |
8 |
15 |
Perempuan |
0 |
11 |
3 |
14 |
|
0 |
18 |
11 |
29 |
Kesimpulan
Analisis uji beda kelompok konversi PCR penderita dengan komorbid dan
tanpa komorbid menggunakan Mann Whitney U test karena pada uji Levene�s test
terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0.05) sehingga dapat disimpulkan kedua
kelompok tidak homogen. Terdapat perbedaan yang bermakna durasi konversi
PCR (minggu) pada kelompok penderita dengan komorbid dibandingkan dengan
penderita tanpa komorbid baik menggunakan uji Mann Whitney U atau independent
t-test. Penderita dengan komorbid memerlukan waktu yang lebih lama untuk
konversi PCR dibandingkan dengan penderita yang tanpa komorbid.
Sedangkan untuk analisis perbedaan usia dan
proporsi gender dapat menggunakan independent t test karena levene�s test
menghasilkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0.05). Baik menggunakan Mann Whitney U test atau independent
t test menghasilkan hasil yang sama bahwa untuk proporsi gender tidak ada beda
bermakna dan untuk usia ada beda yang bermakna. Usia penderita pada kelompok
komorbid lebih tua dibandingkan dengan kelompok tanpa komorbid.
BIBLIOGRAFI
Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan
Kemendikbud. Kamus Besar Bahasa� Indonesia.
Edisi V Daring. 2016--2019.
Dahlan S. Statistik untuk Kedokteran dan
Kesehatan. Edisi VI. Cetakan VIII. Jakarta�
Timur: PT Epidemiologi Indonesia, 2019. h. 91--109.
Data Tim Covid, tim tugas Covid kemenkes. Down load 2 agt 2020 Faried A, Halim D, Achmad TH. Biologi
Molekuler Dasar Dalam Bidang Kesehatan. Edisi
I. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2019. h. 143--193.
Fang Jiang, Liehua
Deng, Liangging Zhang,Yin Cai, Chi Wai Cheung, Zhengyuan Xia. �Review of the Clinical Characteristics
of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Journal of General internal menidcine vol 35 p
1545-1549. 2020
Fatchiyah. Amplifikasi DNA. Dalam:
Fatchiyah, Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu S, penyunting. Biologi Molekuler Prinsip
Dasar Analisis. Edisi I. Cetakan I. �Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011. h. 47-57.���
Kemenkes1. Pedoman Kesiapsiagaan
Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019 nCoV)
Kemenkes2. Pedoman Kesiapsiagaan
Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV) (28-1-20).
Kemenkes3. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)
(16-3-20).
Kemenkes4. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian �Coronavirus Disease (COVID-19)
(27-3-20).
Kemenkes5. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
�Coronavirus Disease (COVID-19)
(13-7-20).
Mazur LJ, Castello M. Viral Infections.
In: McPherson RA, Pincus MR, editors. Henry�s
Clinical Diagnosis And Management� By
Laboratory Methods. 23rd. Edition.
Missouri: Elsevier, 2017. p. 1072--1098.
Syakriah A. Regional COVID-19 testing
disparities pose challenges. The Jakarta Post, 23 Juli 2020; halaman 1.Tempo,
18 Juni 2020
Yuwono T. Teori dan Aplikasi Polymerase
Chain Reaction. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Andi; 2006. h. 1-16.
Budhi
Setiawan, Muzaijadah Retno Arimbi, Akhmad Sudibya, Indah Widyaningsih (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |