Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 8, Agustus 2022
PENGARUH INSULIN SLIDING
SCALE TERHADAP EPISODE HIPOGLIKEMIA DAN HIPERGLIKEMIA PASIEN DM TIPE 2 RSA
UGM
Anna
Maria Manullang, Chairun Wiiedyaningsih, Probosuseno
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
[email protected]
Abstrak
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit
metabolik akibat terjadinya resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sehingga memerlukan insulin yang dapat menurunkan glukosa darah dengan kerja
cepat. Insulin sliding scale merupakan
metode untuk mendapatkan dosis insulin yang sesuai di mana memiliki risiko fluktuasi kadar glukosa darah
sehingga terjadinya hipoglikemia (<70 mg/dl). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terhadap pengendalian kadar glukosa darah dan resiko hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2
di RSA UGM. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dan data penelitian ini diambil secara retrospektif. Subjek penelitian adalah pasien diabetes mellitus tipe 2
yang masuk rawat inap periode Maret
2021 - Oktober 2021 yang teridentifikasi
menggunakan insulin
sliding scale.� Jumlah pasien pada penelitian
adalah 97.
Selanjutnya di lakukan evaluasi episode kejadian hipoglikemia dan hiperglikemia.
Kadar glukosa darah sewaktu pasien menentukan episode hipoglikemia
dan hiperglikemia. Uji statistik
regresi logistik berganda digunakan untuk hubungan pengaruh variabel jenis obat. Hasil penelitian menyatakan insulin sliding
scale yang digunakan terdiri
dari 3 kelompok, yaitu insulin sliding scale tunggal
(41.2%), kombinasi insulin sliding scale dengan long acting
insulin (55.7%), dan kombinasi insulin sliding
scale dengan premixed
insulin (3.1%). Hasil analisis didapatkan tidak terdapat jenis terapi insulin sliding
scale yang signifikan memengaruhi pengendalian
kadar glukosa darah
(p>0,05). Tingkat episode hipoglikemia dan hiperglikemia
masing-masing adalah 1,21 dan 54,46 per 100 pengukuran kadar glukosa darah.
Episode hiperglikemia lebih sering terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2
yang mendapatkan terapi insulin sliding scale.
Kata Kunci:� diabetes
mellitus tipe 2, hiperglikemi,
hipoglikemi, insulin, sliding scale
Abstract
Type 2 diabetes
mellitus is a metabolic disease due to insulin resistance accompanied by a
relative insulin deficiency that requires insulin which can lower blood
glucose. The insulin sliding scale is a method to obtain appropriate insulin
dose, which has risk of fluctuations in blood glucose levels resulting in
hypoglycemia (<70 mg/dl). This study aims to determine effect of controlling
blood glucose levels and risk of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes
mellitus at RSA UGM. This study is a cross-sectional study, and data were taken
retrospectively. The research subjects were patients with type 2 diabetes
mellitus who were hospitalized for March 2021 - October 2021 and used sliding
scale insulin. The number of patients in the study was 97. Next, evaluate
episodes of hypoglycemia and hyperglycemia. Blood glucose levels as patient
determine episodes of hypoglycemia and hyperglycemia. Multiple logistic
regression statistical test was used to determine the relationship between the
effect of drug type variables. The results showed that the sliding scale
insulin used consisted of 3 groups, namely single sliding scale insulin
(41.2%), combination of sliding scale insulin and long-acting insulin (55.7%),
and combination of sliding scale insulin with premixed insulin (3.1%). The
analysis showed that no sliding scale insulin therapy significantly affected
the control of blood glucose levels (p>0.05). The rates of hypoglycemic and
hyperglycemic episodes were 1.21 and 54.46 per 100 measurements of blood
glucose levels. Episodes of hyperglycemia were more common in patients with
type 2 diabetes mellitus who received sliding scale insulin therapy.
Keywords: hyperglycemia,
hypoglycemia, insulin, sliding scale, type 2 diabetes mellitus
Pendahuluan
Menurut
Association Diabetes
Association�(2020), Diabetes
Mellitus (DM) adalah penyakit
kronik yang kompleks karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin, atau ketika tubuh tidak
dapat secara efektif� menggunakan insulin yang dihasilkannya
sehingga membutuhkan perawatan medis terus menerus dengan
strategi mengurangi risiko multifaktorial selain dari pengendalian glukosa darah. Diabetes sering kali dikaitkan dengan meningkatnya resiko morbiditas dan mortalitas.� Secara global terdapat sekitar 463 juta orang di dunia berusia 20 - 79 tahun yang menderita diabetes dan diperkirakan
pada tahun 2045 akan ada 700 juta orang yang menderita diabetes atau terjadi peningkatan 51 persen dari jumlah
penderita di tahun 2019. Prevalensi meningkat pada� penderita usia 60 - 69 tahun dan tahun 2019� terdapat 4 juta kematian didunia karena diabetes (IDF, 2019).
Menurut RISKESDAS tahun 2018 provinsi di Indonesia yang memiliki
prevalensi diabetes mellitus tertinggi
yaitu DKI Jakarta sebanyak
3.4% sedangkan yang terendah
pada Provinsi Nusa Tenggara Timur 0.9%, sedangkan Provinsi DI Yogyakarta memiliki prevalensi 3.1% yang termasuk kategori 3 besar prevalensi tertinggi di Indonesia�
(KEMENKES RI, 2018).
DM tipe 2 disebabkan
adanya resistensi insulin
yang disertai defisiensi
insulin, diabetes gestasional pada masa kehamilan trimester kedua atau� ketiga, dan diabetes tipe lain (PERKENI, 2019).
Insulin sliding scale merupakan metode untuk menetapkan
dosis insulin dengan peningkatan secara progresif dosis insulin sebelum makan atau
pada� malam hari, berdasarkan rentang glukosa darah yang telah ditentukan sebelumnya (UCSF, 2020).
Rejimen berdasarkan metode insulin sliding scale tergantung
pada kebutuhan insulin harian
yang secara luas digunakan sebagai pengendalian kadar glukosa darah pasien
rawat inap dengan DM tipe 2. Meskipun metode ini mendapatkan kecaman dalam pedoman
klinis karena terjadinya fluktuasi kadar glukosa darah
yang signifikan. Jenis
insulin yang biasanya pada metode
sliding scale adalah
regular insulin atau insulin kerja
cepat (Rymaszewski dan Breakwell,
2013).
Menurut Migdal dkk
(2019),
metode insulin sliding scale digunakan
sekitar 40% pada�
pasien non-kritis terutama pada pasien dengan hiperglikemia ringan atau sedang
dimana sebagian besar pasien tersebut
dengan kadar glukosa darah <180 mg/dL dan
HbA1C <7%. Menurut Christensen dkk (2017),
dalam penelitiannya yang membandingkan antara Basal bolus
insulin dan insulin sliding scale �menyatakan bahwa� basal bolus
insulin lebih baik menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan
insulin sliding scale. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas sliding-scale
insulin terhadap pengendalian
kadar glukosa darah dan resiko hipoglikemi pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di RSA UGM. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui
episode kejadian hipoglikemia
dan hiperglimia yang terjadi
pada terapi dengan insulin sldiing scale. Manfaat dari penelitian ini dapat melakukan
evalausi terhadap keberhasilan terapi secara insulin sliding scale pada pasien
DM tipe 2.
Metode Penelitian
Penelitian
ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross
sectional dan pengambilan data secara retrospective pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang mendapatkan
terapi insulin sliding scale pada Instalasi
Rawat Inap RSA UGM. Data ini
diperoleh dari catatan rekam medik
pasien yang meliputi kadar gula darah sewaktu dan terapi obat yang diberikan pada pasien. Subjek penelitian adalah adalah semua pasien
rawat inap yang didiagnosa DM tipe 2 yang mendapat terapi berbasis insulin sliding scale yang dirawat
inap pada bulan Maret 2021- Oktober 2021 yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Kriteria Inklusi
a. Semua pasien dengan diagnosa
DM tipe 2 yang memiliki catatan rekam medik
lengkap yang di rawat inap di RSA UGM selama periode Maret 2021- Oktober 2021;
b. Pasien mendapatkan terapi insulin sliding scale atau kombinasi
dengan antidiabetik oral atau jenis insulin lainnya (basal insulin);
c. Pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang berusia
> 18 tahun.
2. Kriteria Ekslusi
a. Pasien
yang meninggal sewaktu di rawat inap.
Pada penelitian
ini digunakan presisi sebanyak 10%, dimana besar sampel minimal
yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 97 pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive
sampling, yaitu dengan cara memilih sampel
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian hingga kurun waktu tertentu
sampai jumlah sampel terpenuhi (Dahlan, 2010).
Tingkat episode�
hiperglikemia/hipoglikemia dapat diukur dengan membandingkan jumlah
episode hiperglikemia/hipoglikemia terhadap�
jumlah total pengukuran kadar glukosa darah (Huri dkk., 2007).
Analisa regresi logistik berganda untuk melihat adanya
pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel terikat.
��������
Hasil dan Pembahasan
Penelitian
ini dibagi menjadi 3 kelompok untuk melihat adanya perbedaan outcome klinik
yaitu ketercapaian target glukosa darah pasien DM tipe 2 yang terdiri dari
penggunaan insulin sliding scale, kombinasi insulin sliding scale
dengan insulin basal dan kombinasi insulin sliding scale dengan premixed
insulin. Berdasarkan Tabel 1, bahwa insulin sliding scale berjumlah 40 pasien dengan presentase GDS yang tercapai
sebesar 42,5 % dan persentase tidak tercapai 57,7%. sedangkan pada kombinasi
insulin sliding scale dengan insulin basal yang berjumlah 54 pasien , presentase glukosa darah yang tercapai
27,8% �dan persentase tidak tercapai 72,2% sedangkan kombinasi insulin sliding
scale dengan premixed insulin berjumlah 3 pasien dimana tidak ada
tercapai nya target kadar glukosa darah (0%).�
Diperoleh hasil penelitian dengan �menggunakan uji logistik berganda yaitu nilai p sebesar 0,277 yang berarti tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terkait
dengan terapi insulin sliding scale �tunggal
maupun kombinasi terhadap ketercapaian glukosa darah pada pasien DM tipe
2 di rawat inap RSA UGM.
Langkah pertama
mengelola DM adalah secara
non farmakologis, berupa perencanaan makan �����dan kegiatan jasmani/fisik. Setelah
langkah tersebut dilakukan dab belum terkendalinya glukosa darah, dilanjutkan dengan langkah berikut
yaitu penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis (PERKENI, 2019).
Namun� langkah tersebut tidak signifikan
bagi penderita diabetes ��yang dirawat inap di RS. Pasien dengan
kondisi tersebut mendapat pelayanan terapi farmakologis segera untuk mendapatkan glukosa darah yang terkendali secara cepat. Pada �penelitian ini penggunaan insulin sliding scale �lebih banyak dibandingkan dengan kombinasi insulin sliding scale
lainnya. Pemberian dengan insulin sliding scale �diberikan untuk segera mendapatkan
dosis insulin yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta mencapai target glukosa
darah sesegera mungkin.
Tabel 1. Hubungan
jenis terapi insulin
sliding scale pasien dengan
GDS
Karakteristik |
n |
% |
GDS |
P |
||||
Tercapai |
% |
Tidak tercapai |
% |
|
||||
Jenis Obat |
Insulin
sliding scale |
40 |
41.2 |
17 |
42.5 |
23 |
57.7 |
0.277 |
Kombinasi
insulin sliding scale dengan basal insulin |
54 |
55.7 |
15 |
27.8 |
39 |
72.2 |
||
Kombinasi
insulin sliding scale dengan premixed insulin |
3 |
3.1 |
0 |
0 |
3 |
100 |
Secara normal insulin mempunyai
fungsi penting, pada berbagai proses
metabolisme dalam tubuh
terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial
perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh
hampir seluruh jaringan
tubuh, terutama pada otot, lemak dan hepar.
Insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan disimpan, dan
secara bersamaan menghambat dua
mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam
darah (glukogenolisis dan glukoneogenesis). Insulin satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa darah
dan hati (Sherwood, 2011).
Hal ini bisa menjadi salah satu pertimbangan mengapa pasien yang dirawat
inap dengan segala resiko
dan komplikasi segera diberi
insulin.
Pada penelitian ini, penggunaan insulin sliding scale
kebanyakan dimulai saat kejadian hiperglikemia akut. Pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa episode hiperglikemia lebih sering terjadi dibandingkan episode
hipoglikemia. Hiperglikemia� yang terjadi
lebih dari atau sama dengan 3 episode terjadi pada 87 pasien (89.7%) sedangkan
episode hipoglikemia terjadi lebih dari atau sama dengan 3 episode terjadi pada
sebanyak 3 pasien (3.1%).
Tabel 2. Episode Hipoglikemia
Dan Hiperglikemia
Jumlah episode |
Episode hipoglikemia |
Episode hiperglikemia |
||
Jumlah |
Persentase (%) |
Jumlah |
Persentase (%) |
|
0
episode |
82 |
84,5 |
3 |
3,1 |
1
episode |
9 |
9,3 |
3 |
3,1 |
2
episode |
3 |
3,1 |
4 |
4,1 |
≥
3 episode |
3 |
3,1 |
87 |
89,7 |
Total |
97 |
100 |
97 |
100 |
Menurut
penelitian Huri dkk. (2014),
menyatakan bahwa pemberian insulin sliding scale menghasilkan 10,1%
terjadinya kasus hipoglikemia dan lebih rendah dibandingkan penggunaan insulin
basal bolus. Hal ini dimungkinkan dengan dengan insulin sliding scale� yang menggunakan lebih banyak dosis insulin
dibandingkan insulin basal bolus di mana rejimen insulin sliding scale
yang digunakan adalah dua kali lipat dari insulin basal bolus. Berdasarkan
penelitian Huri dkk. (2007)
sebelumnya, menunjukkan bahwa bahwa insulin sliding scale dimulai
terutama pada episode hiperglikemia akut. Penggunaan terapi insulin sliding
scale dimulai pada tingkat kadar glukosa darah yang cukup rendah. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan praktik dalam pengelolaan pasien diabetes yang
dirawat di rumah sakit di mana disesuaikan oleh dokter penanggung jawab pasien.
Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa kadar glukosa darah cenderung terjadi
fluktuasi. Rata-rata GDS pasien pada penelitian ini adalah� 215,6 � 44,4�
mg/dl dengan 54,4% hasil pengukuran�
kadar glukosa darah berada di atas 200 mg/dl yang mengindikasikan
banyaknya kejadian hiperglikemia selama menggunakan terapi insulin dengan sliding
scale. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebanyak 2.396 kali
pengukuran yang diperoleh dari total 97 pasien DM tipe 2 yang menggunakan
terapi dengan insulin sliding scale. Kadar glukosa terendah berdasarkan
penelitian ini adalah 35 mg/dl di mana setelah hasil pengukuran tersebut pasien
diberikan terapi Dekstrosa 40% sebanyak 2 flash.� Kadar glukosa tertinggi dari hasil pengukuran
adalah 572 mg/dl dimana pasien diberikan 20 unit insulin setelah pengukuran
tersebut. Distribusi kadar glukosa darah selama penggunaan terapi insulin sliding
scale tidak normal (p=0.000) dapat dilihat pada lampiran� berdasarkan tes normalitas kolmogorov-smirnov.
Dari 2.396 kali pengukuran kadar glukosa darah, 29 kali terjadinya episode
hipoglikemia dan 1.305 kali terjadinya episode hiperglikemia. Sedangkan
kejadian normoglikemia (kadar glukosa darah normal) sebanyak 1.062 kali yaitu
sebanyak 44,3 % dari total pengukuran kadar glukosa darah.
Tingkat episode hiperglikemia/hipoglikemia dapat
diukur dengan membandingkan jumlah episode hiperglikemia/hipoglikemia
terhadap� jumlah total pengukuran kadar
glukosa darah (Huri dkk., 2007).
Berdasarkan rumus
tersebut, didapatkan tingkat hipoglikemia dan hiperglikemia masing masing
adalah 1,21 dan 54,46 per 100 pengukuran kadar glukosa darah. Dibandingkan
dengan penelitian Huri dkk. (2007) bahwa tingkat episode
hipoglikemia yang didapatkan adalah 0,7 per 100 pengukuran kadar glukosa darah.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan karakteristik dan demografi
pasien, perbedaan genetik yang juga dapat mempengaruhi absorpsi dan eksresi
insulin. Selain dari pada itu, rejimen pemberian dosis insulin secara sliding
scale juga dapat menyebabkan perbedaan tingkat hipoglikemia. Keterbatasan
penelitian ini adalah adanya faktor-faktor yang terkait keberhasilan terapi
yang tidak dapat dikontrol karena penelitian dilakukan secara retrospektif
seperti pengaturan diet pasien, penyakit pasien yang cukup kompleks sehingga
membutuhkan dosis insulin yang bervariasi
Berisi
penyajian data dan pembahasan.
Dalam membahas mohon dibandingkan dengan penelitian lain atau teori yang mendasari. Perlu dicantumkan juga keterbatasan penelitian.
Kesimpulan
Episode
hiperglikemia lebih sering terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang
mendapatkan terapi insulin sliding scale sehingga keberhasilan terapi
dengan metode ini harus dipertimbangkan.
Peneliti
mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang memberikan
pendanaan pada penelitian ini dan Rumah Sakit
Akademik UGM yang memberikan
tempat dan izin penelitian sehingga dapat berjalan dengan lancar.
Ada, 2020.
Introduction: Standards of Medical Care in Diabetes�2020. Diabetes
Care, 43: S1�S2. Google Scholar
Badyal, D.K.,
2018. Evolution of pharmacology education in India: Past and future. Indian
Journal of Pharmacology, 50: 159�168. Google Scholar
Christensen, M.B.,
Gotfredsen, A., dan N�rgaard, K., 2017. Efficacy of basal-bolus insulin
regimens in the inpatient management of non-critically ill patients with type 2
diabetes: A systematic review and meta-analysis. Diabetes/Metabolism
Research and Reviews, 33: e2885. Google Scholar
Dahlan, M.S.,
2010. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran
Dan Kesehatan. Salemba Medika, Jakarta. Google Scholar
Huri, Z., Min, Y.,
dan Pendek, R., 2007. Episodes of hypoglycemia and hyperglycemia during the use
of sliding scale insulin in hospitalized diabetes patients. Asian
biomedicine, 1:120-128. Google Scholar
Huri, Z., Permalu,
V., dan Vethakkan, S.R., 2014. Sliding-Scale versus Basal-Bolus Insulin in the
Management of Severe or Acute Hyperglycemia in Type 2 Diabetes Patients: A
Retrospective Study. PLoS ONE, 9: e106505.
IDF, 2019. GLOBAL
Fact sheet. International diabetes federation.
KEMENKES RI, 2018.
Hasil Utama RISKESDAS 2018.
Migdal, A.,
Pasquel, F.J., Galindo, R.J., Fayfman, M., Cardona, S., Davis, G., dkk., 2019.
1099-P: Sliding Scale Insulin Use in Noncritical Care Settings: Who Can Slide? Diabetes,
68: 30-38. Google Scholar
PERKENI, 2019.
Pedoman pemantauan glukosa mandiri. PB PERKENI.
Rymaszewski, H.L.
dan Breakwell, S., 2013. A Retrospective Review of Sliding Scale vs.
Basal/Bolus Insulin Protocols. The Journal for Nurse Practitioners, 9:
25-36. Google Scholar
Sherwood, L.,
2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. EGC, Jakarta.
UCSF, 2020.
Sliding Scale Therapy: Diabetes Education Online.
Anna
Maria Manullang, Chairun Wiiedyaningsih, Probosuseno (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |