Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 8, Agustus 2022
PELUANG
SECURITIES CROWDFUNDING SEBAGAI METODE PENDANAAN BISNIS UMKM DITENGAH PANDEMI DI
INDONESIA
Divia Zulianti, Nurbaiti
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan metode baru dalam pengumpulan dana dengan bentuk patungan
yang dilakukan oleh pemilik
bisnis atau usaha untuk memulai
ataupun mengembangkan bisnisnya. Dengan Securities
Crowdfunding ini, investor dan pihak
yang membutuhkan dana dapat
dengan mudah dipertemukan melalui suatu platform secara online.
Sejak diluncurkannya Securities Crowdfunding awal
2021, OJK mengungkapkan bahwa
sampai 31 Mei 2021 telah ada sebanyak 151 pelaku UMKM yang telah melakukan penerbitan securities
crowdfunding atau meningkat
17 persen secara
year-to-date. Penelitian merupakan
penelitian kualitatif deskriptif dengan studi literatur. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dengan semakin
berkembangnya skema pembiayaan securities crowdfunding tersebut,
maka hal itu akan dapat
membantu memulihkan sektor UMKM di masa pandemi
COVID-19 ini. Menurut data terbaru
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) per akhir Februari 2022,
sudah terdapat delapan penyelenggara dan 210 penerbit yang melakukan penghimpunan dana melalui securities
crowdfunding. Dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 456 miliar. Masyarakat atau UMKM kini boleh mengeluarkan
surat utang melalui
platform digital di pasar modal yang disebut securities
crowdfunding, untuk Mendukung
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru.
Kata Kunci: Securities crowdfunding, UMKM, Pendanaan
Abstract
Securities Crowdfunding (SCF) which is a new method of
raising funds in the form of joint ventures carried out by business owners or
businesses to start or develop their business. With this Securities
Crowdfunding, investors and parties who need funds can be easily met through an
online platform. Since the launch of Securities Crowdfunding in early 2021, OJK revealed
that as of May 31, 2021, there have been 151 MSME players who have issued
securities crowdfunding or an increase of 17 percent year-to-date. Research is a descriptive
qualitative research with literature studies. Therefore, it can be concluded that with the development of the securities
crowdfunding financing scheme, it will be able to help restore the MSME sector
during the COVID-19 pandemic. According to the latest data from
the Financial Services Authority (OJK) as of the end of February 2022, there
are already eight organizers and 210 issuers who raise funds through securities crowdfunding. The funds raised reached Rp 456 billion. The
public or MSMEs can now issue debt securities through a digital platform in the
capital market called securities crowdfunding, to
Support New Sources of Economic Growth.
Keywords: Securities crowdfunding, MSMEs,
Funding
Pendahuluan
UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah ini merupakan usaha
yang memiliki peran yang sangat
penting dalam kegiatan perekonomian Negara
Indonesia, baik untuk menciptakan lapangan kerja baru maupun dilihat
dari segi jumlah usahanya, dan ini berfungsi untuk
Memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat secara tepat guna,
Menciptakan kondisi ekonomi yang lebih sejahtera bagi masyarakat setempat dengan merata serta
bisa Membuka peluang dan lapangan pekerjaan baru Meningkatkan devisa Indonesia, serta Mendukung ekonomi Indonesia ketika situasi kritis (Pratama Putra & Setyadhi Mustika, 2012).
Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang, sebanyak 59,2 juta pelaku usaha mikro kecil
menengah (UMKM) diindonesia
mengaku kesulitan terhadap dana pemodalan dalam melanjutkan bisnis yang dijalankan. Akibatnya banyak bisnis yang tutup akibat kekurangan dana untuk melanjutkan usahanya. Bukan hal yang tabu bahwa modal memang menjadi salah satu kendala utama
bagi UMKM dalam melanjutkan usahanya. Omzet yang bisa dihasilkan bahkan tidak mampu mengembalikan
modalnya dan cukup sulit untuk mempertahankan
keberlangsungan usahanya. Apalagi sejak diberlakukannya
Penetapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) yang cukup memukul keberlangsungan usaha para pelaku UMKM terutama di segi pendanaan. Jika pelaku usaha melakukan Pinjaman dari bank, maka ada banyak
syarat yang harus dipenuhi. Baik itu dokumentasi yang lengkap, pencatatan keuangan hasil usaha yang baik serta menyediakan jaminan berupa aset. Jadi inti permasalahannya adalah tidak semua
pelaku UMKM ini mampu menyediakan persyaratan tersebut karena adanya keterbatasan.
Dikarenakan adanya keterbatasan pendanaan tersebut telah hadir Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan baru dalam pengumpulan dana dengan bentuk patungan
yang dilakukan oleh pemilik
bisnis atau usaha untuk memulai
ataupun mengembangkan bisnisnya. Nantinya investor bisa membeli dan mendapatkan kepemilikan melalui Saham, surat bukti kepemilikan utang (Obligasi), atau surat tanda kepemilikan
bersama (Sukuk). Saham dari
usaha tersebut diperoleh sesuai dengan persentase terhadap nilai besaran kontribusinya.
Dengan Securities Crowdfunding ini,
investor dan pihak yang membutuhkan
dana dapat dengan mudah dipertemukan melalui suatu platform secara online. Investor akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil
dari keuntungan usaha tersebut yang dibagikan secara periodik. Jadi pemberi modal
dan yang membutuhkan modal sama-sama
mendapatkan keuntungan atas kerja sama
atas pendanaan yang dilakukan.
Sejak diluncurkannya Securities
Crowdfunding awal 2021, OJK mengungkapkan
bahwa sampai 31 Mei 2021 telah ada sebanyak
151 pelaku UMKM yang telah melakukan penerbitan securities
crowdfunding atau meningkat
17 persen secara
year-to-date (ytd). Total jumlah
dana yang dihimpun juga terus
mengalami pertumbuhan hingga 43 persen menjadi Rp273 miliar. Sampai 31 Mei 2021 kemarin total jumlah pemodal juga telah mencapai 33.300 investor, atau tumbuh 49 persen ytd dari
akhir 2020 yang hanya
22.341 investor. Oleh karena itu, dengan semakin
berkembangnya skema pembiayaan securities crowdfunding tersebut,
maka hal itu akan dapat
membantu memulihkan sektor UMKM di masa pandemi
COVID-19 ini.
Berdasarkan data OJK, 23 Desember 2020 bahwa securities Crowdfunding sudah
resmi mengantongi izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Tujuan dan manfaat
dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah crowdfunding dapat menjadi peluang dan berpotensi pendanaan bagi hasil terhadap
UMKM di kota Medan saat
pandemic.
Pendanaan
Crowdfunding adalah jenis teknologi keuangan di mana konsep atau produk (seperti
desain, program, konten,
dan karya kreatif) dirilis ke publik,
dan dukungan keuangan dapat diberikan kepada orang-orang yang tertarik
dan ingin mendukung konsep atau produk
tersebut. Crowdfunding dapat
digunakan untuk mengurangi kebutuhan keuangan perusahaan dan memperkirakan permintaan pasar. Contoh crowdfunding yang ada di
Indonesia yakni kitabisa, Santara dan Bizhare (Hsueh, 2017).
Menurut Iman (2016), fintech adalah implementasi dan pemanfaatan teknologi untuk peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) yang memanfaatkan
teknologi software, internet, dan komunikasi
(Yudha, A.T.R.C., 2020).
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka panjang bagi UMKM diindonesia telah hadir Securities Crowdfunding (SCF). Yang
mana SCF merupakan metode pengumpulan dana dengan skema patungan yang dilakukan oleh pemilik bisnis atau usaha
untuk memulai atau mengembangkan bisnisnya. Nantinya investor bisa membeli dan mendapatkan kepemilikan melalui Saham, surat bukti kepemilikan utang (Obligasi), atau surat tanda kepemilikan
bersama (Sukuk). Saham dari
usaha tersebut diperoleh sesuai dengan persentase terhadap nilai besaran kontribusinya.
Dengan SCF, investor dan pihak yang membutuhkan dana dapat dengan mudah dipertemukan
melalui suatu platform (sistem aplikasi berbasis teknologi informasi) secara online. Investor
akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil
dari keuntungan usaha tersebut yang dibagikan secara periodik. Bagi investor yang
tertarik, sebenarnya tidak perlu merasa
terlalu khawatir karena SCF telah memiliki payung hukum dari Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yang diatur
dalam Peraturan OJK yakni POJK Nomor
57/POJK.04/2020 tentang Penawaran
Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding).
Berdasarkan data OJK, 23 Desember 2020 terdapat beberapa penyelenggara Equity Crowdfunding yang sudah
resmi mengantongi izin dari OJK diantaranya
PT Santara Daya Inspiratama (Santara), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare),
PT Crowddana Teknologi Indonusa (CrowdDana) dan LandX. Perusahaan tersebut sedang dalam tahap
perluasan izin usaha yang berlangsung sebagai platform SCF. Melalui SCF, impian perusahaan skala UMKM dalam mendapatkan tambahaan permodalan untuk peningkatan kapasitas usaha melalui penerbitan saham atau surat
berharga lainnya ke masyarakat akan
menjadi kenyataan. Melalui partisipasi masyarakat dalam pembelian Saham, Obligasi, atau Sukuk maka pelaku UMKM akan mendapatkan sumber dana untuk ekspansi bisnis maupun membesarkan
skala usaha dengan kewajiban yang sangat ringan yaitu memberikan
atau bagi hasil dari laba
usaha. Pada dasarnya SCF hampir sama dengan
investasi di pasar modal yaitu
ada penerbit (perusahaan yang menawarkan saham perusahaannya), penyelenggara layanan urun dana, dan pemodal
(investor). (Reporter)
Perbedaannya terletak pada mekanisme
penawaran Saham, Obligasi,
dan Sukuk dengan sistem SCF
dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham
secara langsung kepada pemodal melalui sistem elektronik (online), lalu
yang diberikan kucuran dana
atau selanjutnya disebut penerbit adalah perusahaan rintisan (start up) maupun UMKM dengan jumlah modal tidak lebih dari Rp30 miliar dan bukan merupakan perusahaan terbuka. Beberapa keuntungan yang bisa dirasakan langsung oleh perusahaan startup dan UMKM saat menggunakan SCF untuk solusi pendanaan
usaha, diantaranya:
1. Tidak adanya kewajiban agunan untuk mendapatkan
pendanaan. Perusahaan penggalang
dana hanya perlu menawarkan saham di perusahaannya sebagai bentuk kompensasi terhadap investasi yang diberikan oleh investor. Dengan demikian pihak investor akan mendapatkan keuntungan berupa pendapatan sesuai dengan besar saham
yang diikutsertakan saat
proses crowdfunding berlangsung.
2. Kemudahan mengakses platform online pada
layanan Securities Crowdfunding di
mana saja dan kapan saja. Sehingga perusahaan dan investor dapat memantau kemajuan Crowdfunding yang
dilakukan. (Reporter)
Disisi lain bagi penyedia dana (investor), investasi
melalui SCF dengan instrumen saham termasuk berisiko tinggi karena dengan
membeli saham di SCF berarti investor sebagai penyedia dana dianggap telah menyetujui seluruh syarat dan ketentuan serta memahami semua risiko investasi termasuk resiko kehilangan sebagian atau seluruh modal. SCF hanya bertindak sebagai penyelenggara urun dana yang mempertemukan antara pemodal dengan penerbit (UMKM), bukan sebagai pihak
yang menjalankan bisnis (penerbit). OJK bertindak sebagai regulator dan pemberi izin, bukan sebagai
penjamin investasi. Memang setiap peluang
pemenuhan kebutuhan dana atau sarana investasi
bagi pemilik dana merupakan trade off yang harus dipertimbangkan secara matang oleh kedua belah pihak.
Ingat ya Sobat Sikapi, bagi
investor yang ingin menginvestasikan
uangnya melalui perusahaan Securities Crowdfunding maka pastikan terlebih
dahulu telah terdaftar dan berizin di OJK melalui layanan kontak OJK di nomor 157.
Kondisi UMKM Saat Pandemi
Dalam situasi krisis
ekonomi seperti ini, sektor UMKM sangat perlu perhatian khusus dari pemerintah
karena merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB dan dapat menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja, mensubtitusi
produksi barang konsumsi atau setengah
jadi. Apalagi di tengah sentimen positif bahwa kondisi
perekonomian tahun ini akan membaik
membuat sektor UMKM harus bisa memanfaatkan
momentum pertumbuhan ekonomi
saat ini untuk dapat pulih.
kondisi UMKM akibat perlambatan ekonomi yang muncul karena pandemi
Covid-19 serta bagaimana upaya pemerintah dalam mendorong UMKM dengan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi nasional dalam pandemi virus Covid-19.
Dari kondisi pandemi Covid-19 dapat terlihat bahwa sektor UMKM yang mayoritas pelakunya adalah warga kelas menengah
ke bawah terdampak besar akibat pandemi Covid-19.
Perusahaan yang sukses di era pandemi
merupakan perusahaan yang dapat beradaptasi dengan empat karakteristik
yaitu Hygiene, Low-Touch, Less Crowd, dan
Low-Mobility. Pelaku usaha
termasuk UMKM perlu berinovasi dalam memproduksi barang dan jasa sesuai dengan
kebutuhan pasar. Para pelaku
usaha ini juga dapat menumbuh-kembangkan berbagai gagasan dan ide usaha baru yang juga dapat berkontribusi sebagai pemecah persoalan sosial-ekonomi masyarakat akibat dampak pandemic (Anggraeni, 2013).
Pandemi yang berlangsung banyak berdampak pada berbagai sektor atau bidang
di Indonesia. Salah satu yang paling terdampak adalah dari dalam sektor
ekonomi baik untuk ekonomi mikro
maupun makro. Sektor ekonomi terguncang salah satunya adalah karena penurunan
daya konsumen yang juga disebabkan oleh berbagai hal lainnya. Misalnya,
kurangnya produktivitas pekerja di tengah pandemi dan hilangnya pekerjaan bagi beberapa masyarakat padahal itulah satu-satunya jalan mereka untuk bisa
bertahan hidup. Termasuk para pelaku UMKM yang sebelum pandemi pun hanya meraup keuntungan
yang tidak seberapa, apalagi ketika pandemi. Pemerintah sebagai pengatur kebijakan tidak hanya diam saja melihat berbagai dampak-dampak buruk yang terjadi di tengah pandemi. Oleh karena itu, terdapat beberapa
upaya pemerintah dalam mendukung dan mengupayakan kebangkitan ekonomi Indonesia di tengah pandemi.
Di
Indonesia sendiri salah satu
penyebab besar menurunnya produktivitas ekonomi adalah adanya kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang mewajibkan beberapa masyarakat tertentu untuk melakukan kegiatan atau rutinitas
sehari-hari baik yang
formal maupun informal dari
rumah masing-masing. Setiap
UMKM diberikan hibah sebesar 2,4 juta untuk mendukung usaha yang mereka rintis tetapi terdampak
oleh pandemi covid-19 ini. Selain itu, pemerintah
juga memberikan bantuan sosial dan insentif pajak, restrukturisasi dan relaksasi kredit, serta perluasan pembiayaan modal bagi UMKM (Insight
Center, 2020).
Securities Crowdfunding
Crowdfunding (SCF) yang merupakan metode baru dalam
pengumpulan dana dengan bentuk patungan yang dilakukan oleh pemilik bisnis atau usaha
untuk memulai ataupun mengembangkan bisnisnya. Nantinya investor bisa membeli dan mendapatkan kepemilikan melalui Saham, surat bukti kepemilikan utang (Obligasi), atau surat tanda kepemilikan
bersama (Sukuk). Saham dari
usaha tersebut diperoleh sesuai dengan persentase terhadap nilai besaran kontribusinya. Dengan Securities Crowdfunding ini,
investor dan pihak yang membutuhkan
dana dapat dengan mudah dipertemukan melalui suatu platform secara online. Investor akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil
dari keuntungan usaha tersebut yang dibagikan secara periodik. Jadi pemberi modal
dan yang membutuhkan modal sama-sama
mendapatkan keuntungan atas kerja sama
atas pendanaan yang dilakukan (Agrawal, Catalini, & Goldfarb, 2011).
Ini
tentu bisa dijadikan peluang bisnis di era revolusi industri 4.0 saat ini seperti Finance technology
yang berarti teknologi keuangan, adalah bentuk inovasi teknologi yang dikembangkan dalam bidang finansial
sehingga transaksi keuangan bisa dilakukan
dengan efektif dan efisien. Para generasi milenial menjadi salah satu target utama dari perusahaan fintech. Dikarenakan banyak perusahaan fintech yang memberi kemudahan dalam pengelolaan uang, juga memberikan
kemudahan dalam urusan transaksi pembayaran (Purba, Yahya, & Nurbaiti, 2021).
Securities crowdfunding merupakan versi
terbaru dari equity
crowdfunding. Skema ini lebih
memudahkan UMKM karena adanya kelonggaran bagi pemiliki usaha.
Mereka bisa mendaftarkan di pasar modal, tanpa
perusahaan harus berbentuk PT UMKM yang masih berbentuk CV, Firma, NV sudah bisa mendaftar
untuk mendapatkan modal dari skema pendanaan
tersebut. Selain itu, securities crowdfunding ini bisa memperluas
efek yang ditawarkan. Tidak hanya berupa
saham, tapi bisa hutang atau
sukuk. Di antaranya proses penerbitan
efek yang lebih mudah dan cepat serta program tanpa bunga atau jaminan
dan pendanaan yang bisa mencapai Rp 10 Millyar. “Securities
crowdfunding ini prosesnya
cepat dan mudah. Karena
UMKM tinggal menghubungi perusahaan penyelanggara dan dipublish, kira-kira dua minggu modal sudah cair. Selain
kepada pemilik UMKM, keuntungan juga dirasakan oleh pemodal yang ingin menyuntikkan dananya. Mulai dari proses yang mudah, beragam instrumen seperti obligasi, saham dan sukuk dalam satu platform, transparansi penggunaan dana dan diatur serta diawasi
oleh OJK. Dengan sederet keuntungan tersebut, tentu setiap usaha
juga memiliki risiko yang harus diterima oleh UMKM maupun pemodal. Seperti bagi pemilik
modal bisa saja terjadi kelangkaan pembagian dividen, dilusi kepemilikan saham dan gagal bayar obligasi. Sementara bagi pemilik UMKM tentunya mereka harus lebih
transparan untuk pengelolaan dana.
Peluang Securities Crowdfunding Terhadap UMKM
Dalam crowdfunding berbasis ekuitas, pelaksanaannya diawali dengan penyerahan dokumen informasi calon penerbit efek yang akan mendapatkan modal ke pihak penyelenggara. Setelah dinilai layak, penyelenggara akan memuat informasi terkait penerbit. Setelah berselang dua hari, maka masa penawaran pun akan dimulai. Masa penawaran akhir pun akan berlangsung pada 45 hari setelahnya. Setelah itu, proses akan dilanjutkan dengan penyerahan sejumlah efek ke penyelenggara. Adapun proses ini akan memakan waktu dua hari kerja untuk kemudian dilanjutkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dikarenakan adanya perubahan anggaran dasar, maka perlu memperoleh izin Kemenkumham. Sementara untuk crowdfunding dengan skema penerbitan efek bersifat utang, itu dapat langsung melewati proses ini. Selebihnya, proses akhir crowdfunding sama. Registrasi efek dikerjakan melewati Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dilanjutkan dengan distribusi efek, baik bersifat ekuitas ataupun utang (EBUS) ke investor sebagai tahap terakhir (Juwita, 2018).
Peluang keuntungan yang didapatkan dalam securities
crowdfunding ini yaitu dengan adanya skema
securities crowdfunding ini, berbagai
pihak akan mendapatkan keuntungan berupa itu akan
memudahkan UKM untuk membuka diri, sehingga
sektor informal bisa masuk menjadi sektor
formal dan berada dalam sistem keuangan. Program pemerintah pun dapat menjangkau mereka. Kemudahan pembentukkan PT yang tidak dibatasi modalnya sebesar Rp 50 juta dan bisa membentuk
PT sendirian dengan sistem pendaftaran. Dengan demikian, UKM hanya perlu mendaftar
dan mereka (sektor
informal) bisa bertransformasi
menjadi sektor formal di
pasar modal. Dengan skema ini, badan usaha selain PT dan koperasi, seperti badan usaha berbentuk CV, firma, NV dan sebagainya juga bisa melakukan urun dana di pasar
modal. Skema ini akan lebih memudahkan pengusaha muda (milenial) yang ingin mendapatkan proyek pemerintah dengan pendanaan dari pasar modal. Dengan demikian, anak-anak muda yang mendapatkan proyek pemerintah bisa melakukan raising fund dari pasar
modal dengan cara sangat mudah. Tidak perlu
PT dan jumlahnya (modal) yang besar.
Ini memberikan lebih banyak ruang
bagi anak muda yang belum bankable untuk penggalangan dana (raising
fund) di pasar modal (Hossain & Oparaocha, 2017).
Metodelogi Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang berbasis pada studi literasi dengan mengumpulkan jurnal dan publikasi yang terindeks pada
google. Jurnal dan publikasi
tersebut merupakan jurnal dan publikasi yang sesuai dengan topik
pada penelitian ini. Selain mengumpulkan serta membaca jurnal
dan publikasi, peneliti
juga mengakses beberapa
website internet yang ada kaitannya
dengan topik penelitian guna mendapatkan kerangka konsep berpikir dan memahami konteks dari penelitian secara mendalam. Penggunaan literatur dapat memberikan gambaran baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui dari suatu fenomena khusus. Penggunaan literature
pada penelitian bersifat kualitatif bertujuan untuk mempertahankan kealamiahan data
Hasil Dan Pembahasan
Fenomena Munculnya Securities Crowdfunding di
Indonesia
Di tengah pandemi
Covid-19 seperti sekarang, sebanyak 59,2 juta pelaku usaha mikro kecil
menengah (UMKM) diindonesia
mengaku kesulitan terhadap dana pemodalan dalam melanjutkan bisnis yang dijalankan. Akibatnya banyak bisnis yang tutup akibat kekurangan dana untuk melanjutkan usahanya. Bukan hal yang tabu bahwa modal memang menjadi salah satu kendala utama
bagi UMKM dalam melanjutkan usahanya. Omzet yang bisa dihasilkan bahkan tidak mampu mengembalikan
modalnya dan cukup sulit untuk mempertahankan
keberlangsungan usahanya. securities
crowdfunding merupakan sebuah cara pengumpulan
dana investor dari pasar modal oleh startup dan
UMKM dengan melepas sebagian sahammnya (atau efek bersifat
utang) yang dilakukan melalui
perantara penyelenggara securities crowdfunding yang
berizin dari OJK.
Jadi securities crowdfunding yang merupakan
penyempurnaan dari equity
crowdfunding yang sebelumnya hanya berjenis saham, ke depannya
dapat berjenis EBUS.
Skema penawaran efek melalui layanan
urun dana berbasis teknologi atau securities
crowdfunding (SCF) merupakan kesempatan
bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
untuk mencari pendanaan melalui pasar modal. Perkembangan pada sektor ini juga kian positif
sejak awal tahun. Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal OJK, mengatakan
pandemi virus corona menyebabkan
kegiatan-kegiatan ekonomi baik di Indonesia maupun luar negeri terhambat. Salah satu sektor yang paling terdampak pandemi ini adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM). Data dari OJK mencatat,
hingga pertengahan April
2021 penerbit SCF dari sektor UMKM mengalami pertumbuhan menjadi 164 penerbit. Jumlah ini naik sekitar 13 persen dibandingkan posisi pada 30 Desember 2020 lalu pada 129 penerbit.
Peluang Securities Crowdfunding terhadap pendanaan investor bisnis UMKM
Untuk mendorong pelaku UMKM
(usaha kecil dan menengah) memanfaatkan pasar
modal, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) telah meluncurkan produk penawaran efek melalui layanan
urun dana berbasis teknologi atau dikenal dengan Securities
Crowdfunding (SCF). Crowdfunding ini sejatinya mirip
dengan pasar modal. Pasar modal merupakan
sarana yang mempertemukan antara pelaku usaha
dan pemilik dana (Sianturi, Nasution, Suhaidi, & Siregar, 2014).
Dalam SCF, pelaku usaha yang sedang membutuhkan modal kerja dapat menawarkan efeknya kepada masyarakat, dengan harapan masyarakat dapat membantu dengan membeli efek yang diterbitkan sebagai bentuk investasi. Mekanisme penawaran efek tersebut dilakukan melalui aplikasi atau platform digital yang sering
disebut financial technology securities
crowdfunding. Disamping itu, kegiatan
crowdfunding juga dapat menjadi
kekuatan demokrasi ekonomi, melalui usaha partisipatif, sebagaimana dasar kolektivisme yang sejalan dengan cita hidup
Indonesia (Pane, 2015).
Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir Februari 2022, sudah terdapat delapan penyelenggara dan 210 penerbit yang melakukan penghimpunan dana melalui securities
crowdfunding. Dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 456 miliar. Masyarakat atau UMKM kini boleh mengeluarkan
surat utang melalui platform
digital di pasar modal yang disebut securities
crowdfunding, untuk Mendukung
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru. Digitalisasi sektor keuangan juga sudah lebih dulu
dilakukan oleh peer-to-peer lending (P2P
lending). OKJ mencatat, saat
ini terdapat total 103 P2P
lending berizin, terdiri dari 96 konvensional dan tujuh syariah.
Per Januari 2022, total penyaluran pinjaman lewat P2P lending secara nasional mencapai Rp 310,7 triliun, entitas peminjam atau borrower 72.164.287,
dan entitas pemberi pinjaman atau lender sebanyak 830.848. Sektor jasa keuangan menggunakan
platform digital dalam pemasaran
produk. Makanya ada yang disebut di perbankan itu pinjaman online.
Bahkan bukan hanya bank, ada platform yang disebut P2P lending. Di platform ini,
masyarakat bisa dapat pinjaman yang cepat, murah, dan coverage-nya ke mana-mana. Kalau ada pinjaman online yang
masih mahal, ini masalah waktu. Mestinya harus lebih murah, makanya
kita minta asosiasinya memberikan komitmen agar bunganya murah.
Menurut David Lee dan
Linda Low, fintech adalah layanan
keuangan berbasis teknologi yang berperan sebagai solusi dalam pengembangan aplikasi, produk, atau model bisnis di industri jasa keuangan.
Potensi industri fintech di
Indonesia dapat digambarkan
dari keberagaman layanan baru dalam
sektor keuangan (Lee & Low, 2018).
Salah satu layanan barutersebut ialah crowdfunding berbasis teknologi informasi. Securities Crowdfunding sebenarnya
bukan fenomena baru, namun dewasa
ini, potensinya telah diperluas oleh perkembangan teknologi internet serta biaya sewa
platform digital yang murah bagi
penyelenggara (Matthew, 2017).
Sebab, crowdfunding mengaplikasikan
teknologi untuk menghubungkan pihak yang mencari dana (penerbit) dan pemodal potensial sehingga memudahkan komunikasi antarpihak maupun proses pengumpulan dananya itu sendiri.
Pengaturan crowdfunding berbasis
teknologi informasi di
Indonesia menerapkan mekanisme
pendaftaran yang berbasis
digital dalam mengoptimalkan
kepercayaan partisipan securities
crowdfunding. Hal ini didasari
pada fakta bahwa UMKM memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibanding korporasi karena penerapan tata kelola yang tidak se-komprehensif korporasi. Untuk itu, Pasal 47 ayat
(1) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 57 Tahun 2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan
Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 57/2020”)
menyatakan bahwa penerbit, dalam hal ini UMKM, wajib
mengantongi izin dengan mendaftarkan badan usahanya melalui situs web penyelenggara yang terintegrasi secara online. Lingkup pendaftaran usaha ini mengharuskan penerbit untuk mengisi informasi dan dokumen mengenai badan usahanya, seperti struktur usaha, struktur penawaran yang diinginkan, jenis dan jumlah efek yang diterbitkan, prospektus atau rencana bisnis
dan proyeksi pendapatannya (OJK,
2020).
Kesimpulan
Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan
metode baru dalam pengumpulan dana dengan bentuk patungan
yang dilakukan oleh pemilik
bisnis atau usaha untuk memulai
ataupun mengembangkan bisnisnya. Dengan SCF,
investor dan pihak yang membutuhkan
dana dapat dengan mudah dipertemukan melalui suatu platform (sistem aplikasi berbasis teknologi informasi) secara online. Investor
akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil
dari keuntungan. Peluang Securities crowdfunding pada pendanaan
bisnis UMKM saat pandemic ini sangat besar, OJK mengungkapkan
bahwa sampai 31 Mei 2021 telah ada sebanyak
151 pelaku UMKM yang telah melakukan penerbitan securities
crowdfunding atau meningkat
17 persen secara
year-to-date. Nah, ditahun pertama
mulai di luncurkan SCF ini sudah mengalami
kenaikan setiap tahunnya dan ini sangat membantu perekonomian indonesia teutama dibidang UMKM sendiri. Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir Februari 2022, sudah terdapat delapan penyelenggara dan 210 penerbit yang melakukan penghimpunan dana melalui securities
crowdfunding. Dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 456 miliar. Total jumlah dana yang dihimpun juga terus mengalami pertumbuhan hingga 43 persen menjadi Rp273 miliar. pada 31 Mei 2021 kemarin
total jumlah pemodal mencapai 33.300 investor, atau tumbuh 49 persen ytd dari akhir
2020 yang hanya 22.341 investor. Oleh karena itu, dengan
semakin berkembangnya skema pembiayaan securities crowdfunding
tersebut, maka hal itu akan
dapat membantu memulihkan sektor UMKM di masa pandemi COVID-19 ini.
Agrawal, Ajay K.,
Catalini, Christian, & Goldfarb, Avi. (2011). The geography of
crowdfunding. National bureau of economic research. Google Scholar
Anggraeni, Feni Dwi. (2013). Pengembangan usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) melalui fasilitasi pihak eksternal dan potensi internal (Studi
kasus pada kelompok usaha" Emping Jagung" di Kelurahan Pandanwangi
Kecamatan Blimbing Kota Malang). Brawijaya University. Google Scholar
Hossain, Mokter, & Oparaocha, Gospel Onyema. (2017). Crowdfunding:
Motives, definitions, typology and ethical challenges. Entrepreneurship
Research Journal, 7(2). Google Scholar
Hsueh, S. .. (2017). Financial Technology (Fintech) di Indonesia.
Jakarta: Kuliah Umum Fintech - IBS.
Juwita, Chairunisa Puspa. (2018). Perkembangan FinTech di Indonesia.
Essay Booklet: The Transformative Power of FincTech. Yogyakarta: Himma UGM. Google Scholar
Lee, David Kuo Chuen, & Low, Linda. (2018). Inclusive fintech:
blockchain, cryptocurrency and ICO. World Scientific. Google Scholar
Matthew, Anne. (2017). Crowd-sourced equity funding: The regulatory
challenges of innovative fintech and fundraising. U. Queensland LJ, 36,
41. Google Scholar
Pane, Nina. (2015). Mohammad Hatta: Politik, kebangsaan, ekonomi (1926–1977).
Jakarta: Kompas. Google Scholar
Pratama Putra, Gede Surya, & Setyadhi Mustika, Made Dwi. (2012).
Efektivitas Program Jamkrida dan Dampaknya terhadap Pendapatan dan Penyerapan
Tenaga Kerja UMKM. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 3(12),
44493. Google Scholar
Purba, Nabillah, Yahya, Mhd, & Nurbaiti, Nurbaiti. (2021). Revolusi
Industri 4.0: Peran Teknologi dalam Eksistensi Penguasaan Bisnis dan
Implementasinya. Jurnal Perilaku Dan Strategi Bisnis, 9(2), 91–98. Google Scholar
Sianturi, Meisy Kartika Putri, Nasution, Bismar, Suhaidi, Suhaidi, &
Siregar, Mahmul. (2014). Prinsip Keterbukaan Sebagai Perlindungan Investor
dalam Transaksi Luar Bursa (over the counter) sebagai transaksi dalam pasar
modal indonesia. USU Law Journal, 2(2), 136–156. Google Scholar
Yudha, A.T.R.C., Dkk. (2020). Fintech Syariah: Teori dan Terapan. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.
Divia
Zulianti, Nurbaiti (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |