Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 8, Agustus 2022
STRATEGI NAFKAH DAN RELASI SOSIAL
RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH
Teofilus Immanuel Damanik,
Muhammad Aras
Magister Ilmu Komunikasi,
Universitas Bina Nusantara, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis strategi
nafkah dan relasi sosial yang mendukung ekonomi rumahtangga petani
bawang merah di Wilayah Purbasaribu, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini membahas pengunaan lima modal nafkah pada setiap rumahtangga petani yang digunakan dalam membangun strategi nafkah dan seberapa besar kontribusi sumber nafkah guna memperoleh
sistem penghidupan yang berkelanjutan. Serta melihat hubungan modal nafkah terhadap strategi nafkah rumahtangga petani bawang merah. Selanjutnya
pada penelitian ini membahas secara kualitatif relasi sosial pada setiap rumahtangga petani bawang merah
dalam mendukung ketahanan ekonominya yang dilihat dari struktur
nafkah. Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode kuantitatif dengan pendekatan survei menggunakan instrumen berupa kuesioner, dan data penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam.
Kata Kunci: livelihood
assets, relasi sosial,
rumahtangga petani,
strategi nafkah, dan
struktur nafkah.
Abstract
The
purpose of this research is to analyze the
livelihood strategy and social relations that supporting shallot household
economy in Purbasaribu, Haranggaol,
Haranggaol Horisan, Simalungun. This research discusses the use of five
livelihood capital for each farmer household that used in establishing
livelihood strategies and how much the contribution of livelihoods sources in
order to obtain a sustainable livelihood system and to see the relation of
livelihood capital to shallot household livelihood strategy. Furthermore, this
research discusses qualitatively the social relation on each shallot farmer household
in supporting the economic resilience seen from the structure of the
livelihood. This research was conducted using quantitative approach with survey
method using questionnaires, and qualitative research data with in-depth
interview method.
Keywords:��� farmer household, livelihood assets,
livelihood strategy, livelihood structure, and social relation
Indonesia sudah sejak dulu terkenal akan tanahnya yang subur. Sudah tidak
asing lagi bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun karena ingin
memanfaatkan kesuburan tanah di Indonesian. Sampai pada kemerdekaan Indonesia terwujud presiden pertama Indonesia
yakni Soekarno menganggap penting pertanian, karena pangan adalah hidup matinya
warga negara. Jumlah lahan pertanian Indonesia menurut Badan Pusat Statistika
(BPS) pada sensus terakhir tahun 2013 yakni sawah seluas 8.112.103 Ha, tegal atau kebun seluas 11,876,881.00 Ha,
ladang seluas 5.272.895 Ha dan lahan yang sementara tidak diusahakan yakni
seluas 14.213.815 Ha. Kekayaan alam Indonesia tersebut sangatlah melimpah apabila dikelola dengan baik. Salah satu komoditas yang
dibudidayakan adalah bawang merah. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditi hortikultura yang
tergolong sayuran rempah.� Sayuran rempah
ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambah
cita rasa dan kenikmatan masakan. Selain sebagai bumbu masak, bawang merah
dapat juga digunakan sebagai obat tradisional yang banyak bermanfaat untuk Kesehatan (Estu R., dan Barlian VA.,
2007). Selain fungsinya sebagai bumbu dapur penyedap
masakan, bawang merah juga bermanfaat bagi kesehatan diantaranya untuk
menyembuhkan sembelit, mengontrol tekanan darah, menurunkan kolestrol, menurunkan
resiko diabetes, mencegah pertumbuhan sel kanker, dan mengurangi resiko gangguan
hati (Wibowo, 2001).
Bawang merah
tergolong komoditi yang mempunyai nilai jual tinggi dipasaran. Daerah sentra
produksi dan pengusahaan bawang merah perlu ditingkatkan mengingat permintaan
konsumen dari waktu kewaktu terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah
penduduk dan peningkatan daya belinya. Mengingat kebutuhan terhadap bawang
merah yang kian terus meningkat maka pengusahaanya memberikan prospek yang
cerah (Estu R., dan Barlian VA.,
2007). Produksi bawang merah Nasional pada tahun 2012
sebesar 964.221 ton dengan luas panen 99.519 Ha, tahun 2013 produksi bawang
merah meningkat menjadi 1.010.773 ton dengan luas panen 98.937 Ha (BPS Nasional 2013). Dalam budidaya bawang merah
(Allium ascalonicum L.), tanah
merupakan faktor yang penting peranannya sebagai media tumbuh. Tinggi rendahnya
produktivitas tanaman antaralain dipengaruhi oleh iklim, faktor genetik dan
tingkat kesuburan tanah. Iklim dan sifat genetik ini sangat sukar untuk
dikendalikan manusia, sedangkan tingkat kesuburan tanah dapat diperbaiki dengan
jalan memperbaiki sifat fisik, biologis dan kimia tanah.
Salah satu pertanian bawang merah yang ada di Indonesia terletak di Wilayah Purbasaribu, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol
Horisan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara. Di Kelurahan Haranggaol komoditas bawang
merah sedang menjadi komoditas pilihan oleh para petani untuk dibudidayakan. Kecamatan Haranggaol Horisan merupakan salah satu pemaju komoditi bawang merah di Kabupaten Simalungun. Berdasarkan data dari dinas pertanian Kabupaten Simalungun pada tahun 2015 lahan usahatani bawang merah di Haranggaol Horisan sebesar 48 Ha dengan hasil panen
mencapai 512 ton. Kemajuan pertanian
bawang merah tidak terlepas dari usaha para petani di Indonesia. Ketersedian petani untuk menyediakan atau memproduksi
bawang merah sangat diperlukan bagi banyak orang. Namun bagi petani sendiri
mereka memiliki kendala dalam produksi.
Perubahan ekologi mempengaruhi produksi dari bawang
merah, dalam hal ini adalah perubahan iklim. Pengaruh iklim terhadap tanaman
diawali oleh pengaruh langsung cuaca terutama radiasi dan suhu terhadap fotosintesis,
respirasi, transpirasi dan proses-proses metabolisme di dalam sel organ
tanaman. Curah hujan (mm) mempengaruhi tanaman melalui proses evaporasi (proses
kesediaan air pada pori-pori tanah yang menguap karena peningkatan suhu dan
radiasi surya). Perubahan iklim yang tidak menentu mempengaruhi hasil produksi
dari bawang merah. Kemudian pengaruh dari hasil produksi ini mempengaruhi harga
dari bawang merah dipasaran. Akibat dari perubahan iklim kesehatan bawang
sangat tidak menentu, seperti mudah busuk. Pasca panen petani
bawang merah biasanya melakukan transaksi jual beli baik dengan konsumen langsung atau dengan pengepul.
Untuk di Wilayah Haranggaol biasanya petani menjualnya langsung dipasar, karena
pasar di Kecamatan Haranggaol Horison terletak diwilayah mereka. Harga dari
bawang merah tersebut bisa didapat tergantung dari jenis benih yang digunakan
dan proses pemanenannya sebelum dijual.
Berdasarkan data Kementrian PPN/Bappenas (dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019), tingkat
pendidikan penduduk miskin atau kelompok 40% ekonomi terbawah yang rendah
menyebabkan pekerja miskin menjadi kurang kompetitif untuk mendapatkan lapangan
kerja yang layak. Hal tersebut menyebabkan sulitnya masyarakat miskin untuk
mengikuti perkembangan yang ada di Indonesia itu sendiri. Utamanya masyarakat
harus mampu mengimbangi kehidupannya terhadap harga pangan yang semakin naik.
Semakin Tingginya harga pangan ini mengharuskan petani khususnya petani bawang
merah, untuk tetap bertahan hidup dan tetap mengikuti perkembangan yang ada.
Strategi nafkah adalah satu-satunya cara untuk tetap berahan hidup.
Strategi nafkah menurut (Dharmawan, 2007) yang menjelaskan bahwa strategi nafkah tidak hanya
terbatas pada mata pencaharian saja, tetapi lebih kepada strategi penghidupan.
Setiap petani harus memiliki strategi nafkah dalam pemenuhan kebutuhannya,
karena ketidak pastian alam adalah hal yang tidak dapat dihindari. Untuk melihat
kesiapan petani untuk menghadapi ketidak stabilan diperlukannya modal-modal.
Menurut (Ellis,
2000), terdapat lima
modal yang dijadikan sebagai modal nafkah petani atau livelihood assetss, yaitu
modal alam, modal fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial. Oleh
karena itu, penulis mengajukan pertanyaan bagaimana
strategi nafkah dan relasi sosial rumahtangga petani bawang merah di Desa
Haranggaol?
Metode
Penelitian
Pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang di dukung
dengan pendekatan kualitatif (Sugiyono,
2018). Pendekatan
kuantitatif digunakan melalui metode penelitian survei dan kuesioner kepada
responden yakni rumahtangga petani bawang merah yang dipilih menggunakan teknik
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Penelitian
survey merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Pendekatan kuantitatif
digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel secara terukur dan obyektif
dalam penelitian. Tes validitas dan reabilitas akan dilakukan untuk menguji
kevalidan dan kesesuaian kuesioner dengan kondisi di lapangan melalui proses
uji coba terhadap 10 responden rumahtangga petani bawang merah. setelah
diketahui hasilnya, ketidaksesuaian kuesioner akan diperbaiki agar lebih valid.
Uji reabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah alpha
Cronbach�s. Kuesioner yang lulus uji rabilitas adalah α ≥ 0,6.
Informasi yang
diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan untuk mendukung serta
sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif
mengenai tingkat pemanfaatan modal nafkah dan relasi sosial yang dimiliki oleh
rumahtangga petani bawang merah.
Penelitian ini
dilaksanakan di Wilayah Purbasaribu, Kelurahan Haranggaol,
Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra utara.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive,
cluster, proposional sampling karena beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:
1.
Kajian pada lokasi penelitian ini mampu menjawab hipotesis
yang diduga petani bawang merah melakukan beragam strategi nafkah untuk
memperoleh pendapatan, memanfaatkan modal sosial dalam membangun strategi
nafkah, dan diduga terdapat banyak relasi sosial yang digunakan petabi bawang
merah untuk membentuk struktur nafkah.
2.
Desa Purba Saribu merupakan satu daerah dengan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani bawang merah.
3.
Mayoritas warga lokasi ini menjadikan pertanian bawang merah
sebagai pekerajan utama mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat strategi bertahan hidup yang
dilakukan oleh rumahtangga petani bawang merah. Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan. Kegiatan penelitian meliputi
penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal, uji coba kuesioner,
revisi kuesioner, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan
terakhir perbaikan laporan skripsi.
Subjek dalam
penelitian ini adalah responden dan informan. Responden adalah orang-orang yang
dipilih untuk menceritakan mengenai dirinya sendiri atau yang mengalami
langsung fenomena sosial yang sedang diteliti. Informan adalah orang-orang yang
dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan
sekitar. Populasi dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani bawang merah
yang berada di Wilayah Purbasaribu, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol
Horisan, Kabupaten Simalungun.
Unit analisis dalam
penelitian ini adalah rumahtangga petani bawang merah. Pemilihan responden
menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling).
Teknik ini dipilih karena populasi yang menjadi sasaran bersifat homogen yaitu
rumahtangga petani bawang merah. Responden yang akan dipilih diambil dari
kerangka sampel (sampling frame). Pengambilan responden dilakukan dengan
menemui kepala desa dan mendata seluruh masyarakat
yang menjadi petani bawang merah, kemudian dilakukan
pembagian masyarakat melalui banyaknya luas lahan yang dikuasai. Setiap
responden akan diwawancarai dengan kuisioner. Jumlah responden yang akan
diambil sebanyak 30 rumahtangga petani
bawang merah. Sedangkan pemilihan informan jumlahnya tidak ditentukan dan
dilakukan secara sengaja (purposive) melalui teknik bola salju (snowball
sampling) yang dibutuhkan untuk memperoleh informasi yang berkesinambungan
antara informan yang satu dengan informan yang lain. Sebanyak tujuh orang yang dijadikan
informan dalam penelitian ini meliputi tokoh masyarakat, aparat desa, dan
petani bawang merah.
Metode penelitian
yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini
digunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui penelitian survei yaitu mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat penggumpul
data pokok (Singarimbun
& Effendi, 1989). Penelitian survey
yang dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Uji validitas dan realibilitas akan dilakukan untuk
menguji kevalidan dan kesesuaian kuisioner dengan kondisi dilapangan melalui
proses uji coba terhadap 10 responden rumahtangga petani bawang merah. Uji
validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya kuesioner yang digunakan.
Sementara uji reliabilitas dilakukakan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya. Uji validitas dan reliabilitas ini akan dilaksanakan di
lokasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan lokasi penelitian yang akan
diteliti.
Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber
data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian survey
dan wawancara dengan responden dan informan. Pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner dan panduan wawancara mendalam merupakan data dan informasi yang
dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Selain itu,
wawancara mendalam juga dilakukan kepada informan untuk dapat melengkapi data
primer yang didapatkan. Sumber data sekunder diperoleh melalui data monografi
desa, dokumen desa, dan kajian pustaka dari literatur yang mendukung
penelitian. Metode penelitian yang akan dipakai akan dijelaskan dalam tabel
berikut ini:
Tabel
1
Teknik Pengumpulan
Data
Teknik
Pengumpulan Data |
Data
yang dikumpulan |
Sumber
Data |
Kuesioner |
-
Karakteristik
responden (rumahtangga petani bawang merah) -
Pemanfaatan
livelihood assets -
Struktur
pendapatan pada on farm, off farm, dan
non farm -
Strategi
nafkah rumahtangga petani bawang merah -
Tingkat
pengeluaran rumahtangga petani bawang merah -
Tingkat
saving rumahtangga petani bawang merah -
Jaringan
dan hubungan sosial yang dimiliki rumahtangga petani bawang merah |
-
Responden
|
Wawancara
Mendalam |
-
Sejarah
pertanian bawang merah di Wilayah Purbasaribu -
Sejak
tahun berapa menekuni pekerjaan sebagai petani bawang merah -
Seberapa
besar kontribusi pertanian bawang merah bagi pendapatan rumahtangga -
Aktivitas
yang dilakukan petani bawang merah
ketika pendapatannya sebagai petani bawang merah
tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari beserta alasannya -
Bagaimana
kombinasi livelihood assets yang digunakan untuk membentuk strategi nafkah -
Hubungan
antar jejaring |
-
Responden -
Tokoh
masyarakat |
Observasi
Lapang |
-
Kondisi
desa -
Aktivitas
yang dilakukan petani bawang merah -
Kedekatan
petani bawang merah
dengan Lingkungannya |
-
Responden
|
Analisis
Dokumen |
-
Data
monografi desa -
Gambaran
umum desa melalui peta desa -
Luas
areal lahan bawang Merah |
-
Data
pemerintah Desa |
Matriks tersebut didapatkan informasi bahwa teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan empat metode, yaitu
kuesioner, wawancara mendalam, observasi lapang, dan analisis dokumen. Hal
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan data yang diperlukan dalam
penelitian.
Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam
bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis
data ini bertujuan untuk menjelaskan struktur nafkah, strategi nafkah, serta
relasi sosial rumahtangga petani bawang merah. Strategi nafkah dan struktur nafkah dianalisis
berdasarkan data hasil wawancara terstruktur (kuesioner) serta wawancara
mendalam dengan subjek peneliti dan informan. Data yang telah terkumpul
dilakukan reduksi data yakni pemilahan, pemusatan perhatian, serta
penyederhanaan terhadap data sehingga dapat digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian. Data primer diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi,
tabulasi silang, dan teks naratif.
Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner akan
diolah menggunakan microsoft excel
2010 dan selanjutnya diolah menggunakan software
SPSS for windows� versi 22. Data
kualitatif diolah melalui reduksi data yang diperoleh melalui teknik wawancara
mendalam dan observasi lapang, baik yang diperoleh melalui rekaman maupun yang
dituliskan ke dalam catatan lapang. Hasil reduksi data merupakan
informasi-informasi penting berkenaan dengan pertanyaan penelitian dan tujuan
penelitian. Kegiatan menganalisis data kualitatif merupakan upaya mencari dan
menata secara sistematis perolehan data yang berupa catatan hasil observasi,
wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang
diteliti. Data kualitatif juga digunakan untuk mendukung dan memperkuat
analisis kuantitatif. Gabungan dari data kualitatif dan kuantitatif diolah dan
dianalisis untuk disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, bagan, dan gambar
untuk memperoleh kesimpulan yang berkaitan dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian.
Tabulasi silang merupakan metode analisis kategori
data yang menggunakan data nominal, ordinal, interval, serta kombinasi di
antaranya. Tabulasi silang dilakukan untuk menghitung kombinasi nilai-nilai
yang berbeda dari dua variabel dan menghitung harga-harga statistik beserta
ujinya. Tabulasi silang merupakan metode yang mentabulasikan beberapa variabel
yang berbeda ke dalam satu matriks yang disajikan dalam suatu tabel dengan
variabel yang tersusun dalam baris dan kolom.
Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan
mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. Analisis yang digunakan
pada penelitian ini adalah:
1.
Analisis validitas dan realiabilitas digunakan untuk
mengetahui keakuratan instrument
metode kuantitatif yakni kuesioner dalam penelitian sehingga dapat diketahui
keakuratan instrument kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian sebelum
dilakukan turun lapang untuk pengambilan data.
2.
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan karakteristik sosio ekobudaya, strategi nafkah serta relasi
sosial yang dimiliki oleh rumahtangga petani bawang merah sehingga dapat membentuk ketahanan rumahtangga petani
bawang merah yang dilihat dari struktur nafkah rumahtangga petani bawang merah. Didukung dengan data primer� yang�
diperoleh secara kualitatif dikumpulkan dalam sebuah catatan dan box kasus responden untuk mempertajam
analisis deskriptif kualitatif.
Wilayah Purbasaribu terletak
di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatra Utara. Wilayah Purbasaribu ini merupakan wilayah dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani. Wilayah Purbasaribu terletak pada ketinggian 904-950 mdpl, dengan kemiringan lahan 5�-40�. Kondisi alamnya sangat berbatu karena diwilayah
pegunungan dan tanahnya yang subur, dan mempunyai potensi alam yang sangat
melimpah. Wilayah Purbasaribu
berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara |
: |
Kecamatan Purba. |
Sebelah Selatan |
: |
Danau Toba. |
Sebelah Timur |
: |
Nagori Purbahorisan. |
Sebelah Barat |
: |
Kecamatan Purba. |
Jarak kantor Kelurahan ke Kecamatan 20 m dan ke
ibukota Kabupaten 30 km.
Mayoritas masyarakat di Wilayah Purbasaribu beragama Katolik dan sisanya Kristen Protestan, sehingga banyak kegiatan seperti ibadah bulanan dirumah-rumah masyarakat dan syukuran rutin dilakukan setiap bulannya. Di Wilayah Purbasaribu terdapat organisasi masyarakat yang menaungi seluruh kegiatan di wilayah tersebut. Organisasi tersebut bernama Serikat Tolong Menolong (STM), yang dikelola
oleh perwakilan masyarakat
di Wilayah Purbasaribu. Hal tersebut
mendukungnya dan menjadikan
masyarakat menjadi sangat kekeluarga dan saling peduli. STM yang menjadi penaung kegiatan masyarakat berdasarkan istiadat di adat Batak. Kegiatan atau acara yang diadakan di Wilayah Purbasari tersebut semua tidak sembarangan, semua berdasarkan adat dan perintah nenek moyang terdahulu.
Contohnya dalam setiap kegiatan atau acara harus diadakan ritual pemanggilan leluhur karena itu adalah pemerintah
leluhur, karena masyarakat percaya akan ada dampak
sesuatu jika itu tidak dilakukan.
Pemanggilan leluhur diawalai dengan cara doa bersama,
meminum air yang sudah direndamkan jeruk purut lalu dibasuhkan
kekepala, dan yang terakhir
ziarah. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan gotong-royong
oleh masyarkat semua terlibat. Serikat Tolong Menolong (STM) dengan masyakat untuk membantu masyarakat yang akan mengadakan acara, baik pernikahan atau meninggal dunia seluruh masyarakat akan dikenakan biaya Rp30.000/acara.
Tidak terdapat kelompok tani yang aktif di Kelurahan Haranggaol, termasuk di Wilayah Purbasaribu jadi masyarakat bersosial untuk usahatani hanya dengan rasa percaya antar petani. Segala
sesuatu yang terkait diskusi tentang pertanian dilakukan secara pribadi, seperti penggunaan obat dan lainnya, manum di Wilayah Pubasaribu masih sering diadakan
penyuluhan terkait bawang merah yang diadakan oleh pabrik obat tersebut.
Akses jalan menuju
wilayah Purbasaribu, Kelurahan
Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun dapat ditempuh dengan kendaraan beroda dua, roda
empat, bahkan roda enam. Kondisi
akses jalan utama menuju Wilayah Purbasaribu sudah dalam bentuk aspal
meskipun kini telah banyak mengalami
rusak berat, sedangkan jalan didalam Wilayah Purbasaribu masih dalam bentuk
tanah dan bebatuan. Jalan utama untuk untuk
keluar dari Kecamatan Haranggaol Horisan banyak yang sudah rusak berat
akibat dari banyaknya kendaraan besar yang melewati dan ditambah apabila hujan air mengalir dijalan, sehingga menyebabkan kerusakan pada aspal, karena di Kecamatan Haranggaol Horisan tidak memiliki
sanitasi yang cukup baik, begitu pula di Wilayah Purbasaribu. Untuk dapat mengakses ke Wilayah Purbasaribu dapt ditempuh dengan
kendaraan pribadi atau dengan kedaraan
umum, meskipun masih jarang ditemui.
Angkutan umum di Kecamatan Haranggaol Horisan masih dapat
dihitung jari, rata-rata dalam sehari hanya
tiga sampai lima trip saja dan dengan tarif yang cukup mahal sehingga masyarakat di Wilayah Purbasaribu hanya mengandalkan kendaraan pribadi, menumpang kepada orang yang lewat, atau terpaksa menunggu
berjam-jam untuk dapat bepergian.
Sarana dan prasarana di Wilayah Purbasaribu terdapat, dua gereja, satu Posyandu, lapangan,
dan satu gedung serba guna. Terdapt
gedung serba guna yang dibangun oleh masyarakat Wilayah Purbasaribu dengan uang yang dikumpulkan dari seluruh masyarakat,
gedung serba guna tersebut di bernama SOPO NABOLON. Sarana pendidikan
formal yang ada di Wilayah Purbasaribu
dan dapat dijangkau adalah satu sekolah dasar (SD) dan satu sekolah menengah pertama. Sarana Pendidikan di Wilayah Purbasaribu tergolong sangatlah minim, sehingga banyak warga yang putus sekolah. Kondisi rumah warga sebagian besar masih besar masih berdindingkan kayu, dan sudah ada beberapa
rumah yang permanen. Kondisi tersebut
didukung dengan pendapatan yang dihasilkannya dari bawang merah, banyak masyarakat yang memanfaatkan
penghasilannya untuk kebutuhan sehari-hari dan sekolah anak-anaknya diluar Wilayah Purbasaribu.
Mayoritas masyarakat Wilayah Purbasaribu bekerja
sebagai petani dikarenakan potensi
yang dapat dimanfaatkan adalah potensi alamm dimana dapat
dimanfaatkan untuk lahan pertanian, terutama menanam bawang merah dan juga tanaman perkebunan lainnya. Sebagian besar
lahan yang berada di Wilayah Purbasaribu adalah
lahan tegal atu kebun dan
hutan pemerintah. Bawang merah menjadi
tanaman utama dari masyarakat dikarenakan sudah dari dulu dan orang-orang tua menanam komoditi
bawang merah dan membuahkan hasil. Selain bawang merah,
masyarakat juga ada yang menanam cabai, kopi dan tomat. Beberapa masyrakat juga ada yang membuka kedai sebagai
tempat sarapan, sekedar minum teh
dan hiburan bagi masyarakat. Terdapat dua warung kecil
dan satu warung besar yang menyediakan segala keperluan masyarakat. Pada sore hari ada masyarakt yang berdagang mie gomak
(mie khas medan) dan juga gorengan untuk para petani yang sudah mulai pulang
dari ladang. Laki-laki dewasa di Wilayah Purbasaribu masih banyak yang mengkonsumsi tuak dan terdapat satu kedai
yang menyediakannya. Tidak
banyak pekerjaan yang dapat dilakukan di wilayah tersebut, sehingga jenis
pekerjaan yang ada di Wilayah Purbasaribu yakni, petani, buruh tani, buruh bangunan,
berdagang, TKI, dan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Beberapa masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani mendapatkan
upah antara Rp50.000,- sampai Rp60.000,-.
Kegiatan atau berusaha ternak tidak terlalu diminati oleh masyarakat, usaha
tersebut hanya dijadikan sebagai usaha sampingan saja.
Bab ini menjelaskan masing-masing karakteristik rumahtangga
petani bawang merah pada sektor sosial,
ekologi, dan budaya. Berikut adalah penjelasan mengenai karakteristik sosio
eko-budaya
Lahan yang berada di
Wilayah Purbasaribu didominasi oleh bukit-bukit dan hutan
negara. Di lahan tersebut
diterapkan sistem pola tanam hutan, yang artinya masyarakat dapat memanfaatkan
lahan tersebut secara rasional yang baik secara ekologis dan ekonomi. Lahan
hutan negara tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanam tanaman
dengan sengaja, namun untuk tanaman
yang sudah berada disana dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat. Peraturan pemerintah untuk menjaga hutan di Kabupaten Simalungun sangatlah ketat, penggunaan sumber daya dari hutan
hanya dapat dimanfaatkan untuk keperluan Bersama, tidak untuk pribadi.
Kondisi lahan yang
berada di Wilayah Purbasaribu adalah lahan kering sehingga tanaman perkebunan sangat cocok
ditanam di wilayah tersebut. Kondisi iklim yang juga mendukung untuk wilayah
ini untuk menanam bawang merah. Curah hujan pada Kelurahan Haranggaol
rata-rata sebesar 1.810 mm. Kelurahan
Haranggaol terletak pada ketinggian 904-905 m dpl dengan lapisan tanah 10-20 cm ber-PH 3,5-7. Hal tersebut menjadikan lahan di Wilayah Purbasaribu, Kelurahan Haranggaol tergolong subur dan baik untuk berusahatani.
Masyarakat di Wilayah Purbasaribu sudah sejak dulu
menanam bawang merah dan menanam komoditas perkebunan lainnya seperti kopi, cabai, dan tomat. Pada akhir 1990-an masyarakat mengalami gagal panen yang diakibatkan oleh
virus. Banyak masyarakat yang mulai
menyerah, mengganti mata pencahariannya dengan membuka keramba kolam apung
di Danau Toba, dan sebagian
lagi beralih ke kopi. Keramba kolam apung menjadi
bisnis yang sangat laris di
daerah sekitaran Danau Toba, namun ditahun 2010-an ikan-ikan yang dibudidayakan
oleh masyarakat terkena penyakit yang membuat ikan-ikannya mati, dan itu merambat kesebua
keramba kolam apung milik masyarakat.
Hal tersebut mebuat beberapa masyarakat kembali menjadi petani, dan pada tahun 2012 masyarkat mencoba kembali menanam bawang merah dan berhasil panen dengan hasil yang lumayan baik. seluruh
masyarakat akhirnya mencoba dan mulai kembali merintis usahatani bawang merah, dan sekarang sudah mulai berhasil,
hal tersebut terbukti dari banyaknya
pembukaan lahan di Wilayah Purbasaribu dan sekitarnya.
Relasi sosial terdiri dari relasi sosial assosiatif dan
relasi sosial dissosiatif. Interaksi akan muncul dari dua atau lebih pihak yang
memiliki relasi atau hubungan sosial. Di Wilayah Purbasaribu petani
bersifat assosiatif. Hal tersebut terbukti dari gotong-royang dan kebersamaan masyarakat Wilayah Purbasaribu yang dari dahulu sangat erat. Masyarakat
yang ternaungi dalam Serikat Tolong Menolong yang dibentuk oleh masyarakat sendiri terbukti membantu bagi seluruh lapisan
masyarakat, seluruh kegiatan diatur dan atas dasar gotong-royong. Hal tersebut tidak hanya terjadi di dunia sosial, di dunia usahatani mereka juga saling beerjasama untuk kesejahteraan bersama, terbukti dengan seluruh masyarakat diundang pada pengenalan obat-obat untuk bawang merah dan mereka bertukar pengalaman sejara terbuka, dan juga diluar dari acara, masyarakat sering bertukar pengalam saat sedang
santai ataupun berkumpul Bersama.
Komunikasi di Wilayah Purbasaribu antara
petani satu dengan petani lainnya
terjalin dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi yang dilakuakan petani
dilakukan pada saat bersantai di kode atau sedang berkumpul.
Komunikasi terjadi dengan feedback yang diteriman secara langsung diantara
dua orang atau lebih yang berinteraksi. Berbeda halnya komunikasi dengan tengkulah yang lebih modern dalam menggunakan komunikasi,
sebagian besar responden petani bawang merah menggunakan handphone sebagai salah satu media yang
digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi jenis ini merupakan komunikasi
interpersonal, hanya saja
berbeda dalam penerimaan feedbacknya yang terdapat media.
Responden rumahtangga
petani bawang merah termasuk kategori
dewasa. Rumahtangga petani bawang merah termasuk kategori
dewasa karena merupakan regenarasi kedua yang artinya banyak diantara petani bawang merah yang meneruskan usaha
milik orangtuanya. Hal tersebut merupakan salah
satu penyebab banyak masyarakat di
Wilayah Purbasaribu lebih memilih
bekerja di wilayahnya jika dibandingkan harus bermigrasi ke luar, namun tidak sedikit juga yang keluar Wilayah Purbasaribu untuk mencari pengalaman, dan rata-rata
setelah menikah atau setelah pension dari pekerjaannya diluar Wilayah Purbasaribu, meraka kembali lagi dan tinggal kembali disana. Kesejahteraan
rumahtangga petani bawang merah dipengaruhi oleh
salah satu faktor, yaitu pengalaman dalam menanam bawang merah.
Pembagian tugas
berdasarkan jenis kelamin pada usahatani bawang merah tidak terlalu
timpang. Banyak dari
pekerjaan usahatani yang dijalani oleh rumahtangga petani bawang merah
yang dikerjakan secara bersamaanan antara laki-laki dan perempuan, namun dengan porsi
tenaga yang dikeluarkan
yang berbeda, hal tersebut menunjukan bahwa setiap rumahtangga
petani bawang merah bekerjasama dengan baik dan maksimal dalam usahatani yang mereka jalani, demi pemenuhan kebutuhan. Berikut adalah pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin
Tabel 2
Pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin
Tugas |
Jenis
Kelamin |
|
Laki-laki |
Perempuan |
|
Penyiapan Lahan |
-
Dilakukan
oleh laki-laki -
Dikarenakan
pada proses penyiapan lahan dilakukan dengan tenaga dan cangkul yang dilakukan oleh laki-laki |
-
Tidak
melakukan proses� penyiapan lahan |
Penyiapan bibit |
-
Tidak melakukan penyiapan bibit |
-
Dilakukan oleh perempuan saja. -
Aktivitas ini dibutuhkan kejelian dan keahlian memilih bibit yang baik. |
Pemupukan, Pembibitan, dan Penanaman |
-
Dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan. -
Aktivitas
ini tidak memerlukan tenaga yang keras untuk dapat melakukannya |
-
Dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan. |
Perawatan lahan |
-
Dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan. -
Terdapat
perbedaan waktu ketika pergi ke ladang. Biasanya laki-laki lebih Awal |
-
Dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan. -
Perempuan
rata-rata lebih siang karena harus menyiapkan makanan dan pekerjaan rumah lainnya. |
Penyemprotan obat |
-
Dilakukan oleh laki-laki saja -
Aktivitas ini harus membawa tangka yang berisi air obat dan cukup berat |
-
Tidak melakukan Penyemprotan |
Pemanenan dan pengeringan |
-
Dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan. -
Proses pengangkatan dari lahan ketempat pengeringan |
-
Dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. -
Proses pencabutan bawang merah dari lahan |
Pengankutan |
-
Dilakukan oleh laki-laki Saja. -
Aktivitas ini memerlukan tenaga yang besar untuk pengankutan |
-
Tidak melakukan proses pengangkuan |
Tabel di atas
menunjukan bahwa peranan perempuan dalam usahatani bawang terdapat pada tugas
penyiapan bibit, pemupukan, pembibitan, penanaman, perawatan dan pemanenan.
Menurut kepercayaan masyarakat
di Wilayah Purbasaribu, menghargai
leluhur dan adat istiadat batak, dan selalu bersyukur kepada tuhan yang Maha Esa akan
membawa kesejahteraan bagi kehidupan kita. Hal tersebut terbukti dari kehidupan
masyarakata yang teratur
dan seimbang antara keimanan dan adat istiadat. Seluruh kegiatan wajib berorientasi kepada hal tersebut. Jeruk purut dipercayai
oleh masyarakat di Wilayah Purbasaribu
sebagai sarana penghubung dan pengundang antara meraka dengan
leluhur. Hal tersebut wajib dilakukan masyaraat setiap mengadakan acara, karena hal tersebut sudah
diperintahkan oleh para leluhur
dan masyarakat juga percaya
apabila hal tersebut tidak dilakukan acara tidak akan berjalan dengan
baik atau akan terjadi sesuatu
yang buruk.
Kegiatan di Wilayah Purbasaribu setiap
Hari Raya Natal dan Tahun Baru
wajib mengadakan acara syukuran dengan hiburan dan juga makan-makan yang
dibuat dari hasil panen masyarakat.
Dan setiap awal tahun sepanjang wilayah Danau Toba di kawasan Kecamatan Haranggaol Horisan seing dilakukan
Pesta Danau Toba. Hal
tersebut bertujuan menjaga hubungan baik dengan �penunggu�
Danau Toba atau leluhur, karena menurut kepercayaan masyarakat setiap tahun Danau Toba wajib memakan korban jiwa dan masyarakat hanya ingin mengurangi
jumlah dengan menjaga hubungan baik tersebut.
Pembahasan
����������� Organisasi
produksi petani bawang merah dapat
dilihat dari value chain, modal, tenaga
kerja, ekspansi lahan, produktivitas lahan, dan bargaining
power. Perkembangan usahatani
bawang merah diwilayah Purbasaribu dalam dua tahun
terakhir maju dengan pesatnya setelah dalam beberapa
tahun terakhir menurun akibat kurang suburnya lahan. Petani bawang
merah di wilayah Purbasaribu,
Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun rata-rata memiliki lahan sendiri, hanya sebagian kecil yang menyewa. Petani yang memiliki modal lebih, banyak yang menanam tanaman lain untuk menjaga diri
dari fluktuasi harga bawang merah.
Rata-rata mereka menanam
kopi, cabai, dan tomat, namun lebih banyak
kopi karena harga kopi yang
lebih sering stabil. Pada proses penanaman
rata-rata petani memakai bibit yang meraka buat sendiri yang disisihkan pada saat pemanenan. Hal tersebut terjadi karena petani melihat mahal harga bibit dipasaran
dan ternya proses pemubuatannya
tidak terlalu rumit. Pemanenan bawang merah dilakukan
oleh petani setelah dua sampai tiga
bulan dari proses penanaman. Pemberian obat kepada bawang
merah dilakukan dalam dua sampai
tiga kali seminggu tergantung dari cuacanya.
Dalam segala usaha dibutuhkan adanya tenaga kerja.
Tenaga kerja terdiri dari dua
jenis,
yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja bukan keluarga. Dalam proses produksi sektor pertanian bawang merah, pekerja melakukan kegiatan, diantaranya (a)
persiapan lahan, (b) pemasangan mulsa (c) pengadaan sarana produksi pertanian (bibit, pupuk, obat hama/ penyakit
yang digunakan sebelum dana sesudah tanam), (d) penanaman, (e) pemeliharaan (pemberian obat, perawatan lahan, pengaturan air), (f) panen dan pengangkutan hasil.
Proses pada penjualan bawang merah dilakukan
dengan beberapa cara yakni, dengan
petani membawa bawang merahnya langsung kepasar, tengkulak yang langsung datang ke petani
atau dengan cara menitipkan dengan orang yang dipercaya oleh si petani. Proses tersebut dilakukan dengan negosasi harga antara petani
dan tengkulak yang ingin membeli bawang merah yang telah dikeringkan atau yang masih tertanam dengan pengurangan harga pada daun. Petani bawang merah di
Wilayah Purbasaribu rata-rata memiliki bargaining power yang lemah dikarenakan mereka tidak memiliki akses luas untuk mengetahui
harga pasar, dan hanya percaya terhadap tengkulak saja. Usahatani bawang merah yang dilakukan oleh petani rata-rata dengan modal sendiri, namun tidak sedikit juga diatara petani yang meminjam modal pada koperasi yang
ada di Wilayah Purbasaribu.
Terdapat tiga koperasi yang sering didatangi oleh masyarakat yakni, Koperasi Talenta (dari gereja
GKPS), Koperasi CU (dari gereja Katolik), dan Koperasi PNS.
Kesimpulan
Struktur nafkah
yang dilakukan oleh rumahtangga
petani bawang merah terjadi di sektor on farm
dan non farm.
Struktur nafkah tersebut berhubungan langsung dengan ragam strategi nafkah yang dimiliki rumah tangga petani bawang
merah. Strategi nafkah yang
dilakukan oleh rumahtangga petani bawang merah
di Wilayah Purbasaribu, yaitu
rekayasa sumber nafkah pertanian, pola nafkah ganda,
dan imigrasi. Strategi tersebut
dilakukan rumahtangga petani bawang merah
untuk pemenuhan kebutuhan. Rumahtangga petani bawang merah
dengan jumlah pendapatan dalam segala usaha yang mereka lakukan untuk pemenuhan kebutuhan dapat tergolong tinggi karena berada diatas
garis kemiskinan yakni dengan rata-rata Rp55.000,- per kapita per harinya.
Terdapat Sembilan pekerjaan
yang menjadi strategi nafkah
di Wilayah Purbasaribu. Strategi nafkah
yang dilakukan oleh rumahtangga
petani bawang merah tidak terlepas
dari kepemilikan modal nafkah dalam menjalankan
usaha pemenuhan kebutuhan tersebut. Modal nafkah yang digunakan oleh masyarakat di Wilayah Purbasaribu
yaitu modal alam berupa lahan, modal finansial berupa tabungan, modal fisik berupa alat pertanian,
modal manusia dengan kepemilikan tenaga kerja, dan juga modal sosial dengan memanfaatkan organisasi sosial yang ada. Kecenderungan pemanfaatan modal nafkah berbeda di setiap lapisan masyarakat yang ada.
Seluruh lapisan
masyarakat di Wilayah Purbasaribu
yang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu,
lapisan atas, menengah, dan bawah memiliki kesamaan modal nafkah yang cenderung diandalkan. Modal nafkah tersebut adalah modal sosial. Pada modal sosial terdapat jejaring yang dimanfaatkan oleh rumahtangga petani bawang merah,
jejaring tersebut disebutkan dalam relasi yang dimiliki oleh masyarakat di Wilayah Purbasaribu.
Relasi sosial yang tebentuk
dalam rumahtangga petani adalah kekerabatan
dan kemitraan. Relasi sosial berupa kekerabatan
terjalin pada sesama petani, hal tersebut
bersifat setara. Selain itu, rumahtangga
petani bawang merah juga memiliki relasi sosial berupa
kemitraan dengan Koperasi dan tengkulak, hal tersebut bersifat
didominasi karena rumahtangga petani membutuhkan Koperasi dalam hal permodalan
usaha yang mereka lakukan dan sebagai salah satu strategi dalam masa ekonomi sulit. Kemudian kepada tengkulak rumahtangga membutuhkan penyalur hasil panen mereka.
Dharmawan, Arya Hadi. (2007). Sistem penghidupan dan nafkah pedesaan:
Pandangan sosiologi nafkah (livelihood sociology) mazhab barat dan mazhab
Bogor. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(2). Google Scholar
Ellis, Frank.
(2000). Rural livelihoods and diversity in developing countries. Oxford
university press. Google
Scholar
Estu R., dan Barlian
VA., Nur. (2007). Bawang Merah. Penebar Swadaya. Internet]. Retrieved
from http://perpusstikesmrm.com/opac//index.php?p=show_detail&id=1800
Singarimbun, Masri,
& Effendi, Sofian. (1989). Metode dan proses penelitian. Metode
Penelitian Survai. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian, Pendidikan, Dan Penerangan
Ekonomi Dan Sosial (LP3ES). Google
Scholar
Sugiyono. (2018). Metode
Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wibowo, Singgih.
(2001). Budidaya Bawang (Bawang Putih, Merah dan Bombay). Penebar Swadaya:
Jakarta. Google
Scholar
Teofilus Immanuel Damanik, Muhammad
Aras (2022) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |