Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 8, Agustus 2022

 

ANALISA PERBANDINGAN BIAYA (COST) DAN MANFAAT (BENEFIT) PELAKSANAAN PELAYANAN HOME VISIT PASIEN HIPERTENSI PROLANIS DI KLINIK PRATAMA DENGAN KLINIK PRATAMA YANG TIDAK MELAKSANAKAN DI KABUPATEN BOGOR

 

Peni Meilawati, Prih Sarnianto, Nurita Andayani, Irmin

Universitas Pancasila, Jakarta Selatan, Indonesia

Email[email protected][email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Untuk mengukur biaya dan manfaat (dalam rupiah) dari suatu intervensi dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan digunakan analisis farmakoekonomi Cost Benefit Analysis (CBA), Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang memerlukan pengobatan jangka panjang. Data dari BPJS kesehatan tahun 2019, bahwa pembiayaan untuk penyakit kardiovaskuler sebesar Rp10,3 triliun dan termasuk peringkat tertinggi dalam biaya kesehatan BPJS. Edukasi melalui home visit dapat meningkatkan kepatuhan, keterkendalian tekanan darah pasien hipertensi sehingga dapat menurunkan biaya re-admisi (kunjungan berulang) dan biaya rujukan ke rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manfaat (dalam rupiah) dan biaya pada klinik pratama yang melaksanakan home visit dibandingkan dengan klinik pratama yang tidak melaksanakan home visit pada pasien hipertensi prolanis. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling Sebanyak 33 responden dari kelompok yang di home visit dan 33 responden dari kelompok yang� tidak di home visit dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. pengukuran kepatuhan pengobatan pasien menggunakan kuesioner medication adherence report scale (MARS-5),. Data tekanan darah diperoleh dari rekam medik. Untuk analisis biaya diperoleh dari SIM Medik Klinik dan Primary Care BPJS Kesehatan. Hasil penelitian pada pasien yang mendapatkan home visit lebih patuh (66,67%) dan tekanan darah lebih terkendali (39,39%). Hasil� uji Mann Whitney menunjukkan nilai signifikasi (p>0,05), tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit. Nilai OR pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125 kali untuk patuh dan nilai OR 1,688 kali lebih terkendali tekanan darah dibanding pasien non home visit. Untuk analisis biaya dan manfaat, biaya langsung yang dikeluarkan oleh klinik pratama yang melaksanakan home visit sebesar (Rp38.854.161) dan yang tidak melaksanakan home visit (Rp38.641.943). Penghematan yang diperoleh dari penurunan re-admisi dan rujukan sebesar Rp 4.470.346. Perhitungan rasio benefit-cost sebesar 1,36 (hasil rasio ≥ 1), hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program home visit di klinik pratama dapat diterima.

 

Kata Kunci: CBAhipertensi prolanisklinik pratamakepatuhanketerkendalian  tekanan darah

 

Abstract

To measure the cost and benefit (in rupiah) of any intervention and their influence to� the result of health care pharmacoeconomic� of cost benefit analysis (CBA) is used. Hypertension� is cardiovascular desease which needs long time medical treatment. Data from BPJS kesehatan of 2019 shows that the cost for cardiovascular desease was Rp10,3 trilliun as much and it was the highest rate in BPJS health cost. Education through home visit could increase the obedience, the blood presure control and the quality of life of hypertention patients so that it can lower the cost of the re-admission and the cost of reference to the hospital. This research is aimed to analyze the benefit (in rupiah) and the cost in pratama clinics with home visit ones for the prolanis hypertension patients. This research uses cross sectional design. The sample of the research was taken using purposive sampling technique with as many 33 respondances from the home visit group and 33 respondances from the non home visit ones and it has fulfilled inclusive and exclusive criteria and it is used as sample in this research. The measurement of the medical treatment obedience of the patients uses medication adherence report scale questioner (MARS-5). The data of the blood pressure is taken from medical record. For the cost analysis is taken from SIM medical clinics and primary care BPJS Kesehatan. The result of the research on patients with home visit is more obedient (66,67%) and the more controlled blood pressure (39,39%). The result of the test mann whitney shows significant value (P>0,05) there is no significant differences between patients of home visit and the non home visit ones. The value of OR for home visit patiens has the tendency 2,125 times more obedient and the OR value 1,688 times more controlled blood pressure compared with the non home visit patients. For the cost and benefit analysis, the direct cost wich� pratama clinics pay with home visit is (Rp38.854.161) and with the non home visit ones is (Rp38.641.943). The sivings taken from the reduction of the re-admission and references is Rp. 4.470.346. The calculation ratio is 1.36 (the ratio result is ≥ 1) and this shows that the implementation of the home visit program in pratama clinics can be accepted.

 

Keywords: CBA; prolanis hypertension; pratama clinics; obedience; controlled blood pressure

 

 

Pendahuluan

Menurut WHO terjadi sebuah trend mengenai peningkatan penderita hipertensi pada orang dewasa. WHO mencatat penderita hipertensi pada tahun 2015 mencapai 1,13 miliar. Artinya, 1 dari 3 penduduk di dunia terdiagnosis hipertensi. Asia Tenggara menduduki peringkat ke 3 dengan prevalensi 25% dari total penduduk ((WHO), 2019).

Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi mencapai 34,1%, meningkat dari hanya 26,5%, pada tahun 2013. Di Jawa Barat, prevalensi hipertensi lebih tinggi dari rerata nasional, yaitu 39,6%, pada tahun 2018. Kabupaten Bogor prevalensinya sebesar 28,8% (RI, 2018), (RI, 2018).

Tingginya kasus hipertensi sebagaimana yang terjadi di Indonesia berhubungan dengan faktor-faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, termasuk perilaku dan gaya hidup. Ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat juga menjadi penyebab tingginya kasus hipertensi (RI, 2018).

Hipertensi termasuk penyakit kardiovaskuler dan penyebab kematian dini di� dunia. Selain itu penyakit tidak menular ini juga termasuk faktor risiko� timbulnya penyakit katastopik, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, diabetes dan stroke (WHO, 2004).

Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2019, pembiayaan untuk penyakit katastopik sebesar Rp 23,5 triliun dari 22 juta kasus. Peringkat biaya tertinggi diduduki oleh penyakit kardiovaskuler dengan total biaya Rp10,3 triliun dengan 13 juta kasus. Tingginya pembiayaan untuk penyakit katastospik menjadi penyebab defisitnya keuangan BPJS kesehatan (Kesehatan, 2020).

Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan dalam menekan tingginya pembiayaan untuk penyakit katastopik adalah dengan meningkatkan kegiatan promotif dan preventif melalui peran aktif fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan program pengelolaan penyakit kronis atau Prolanis. Dengan Prolanis, timbulnya penyakit komplikasi yang berlanjut coba dihindari (Kesehatan, 2019).

Program home visit prolanis memiliki peran bagi FKTP sebagai upaya pelaksanaan kegiatan promotif dan preventif melalui edukasi. Hasil penelitian Ruiz S menunjukkan bahwa penerapan model home visit dapat mengurangi biaya kunjungan perawatan, kunjungan ke unit gawat darurat dan biaya perawatan rawat inap (Ruiz et al., 2017).

Selain itu, melalui program home visit dapat ditingkatkan angka kontak, kunjungan sehat, dan kunjungan sakit sehingga peserta Prolanis terkendali. Dengan demikian, target indikator melalui pembayaran kapitasi berbasis komitmen pelayanan (KBKP) dapat mencapai 100%. Masih banyak FKTP yang belum mencapai target angka kontak dalam KBKP (Meiriana, Trisnantoro, & Padmawati, 2019), (Widaty, 2017).

Saat ini, jumlah klinik Pratama yang bekerjasama dengan BPJS-K sekitar 6.766 klinik. Jawa Barat merupakan wilayah dengan jumlah klinik pratama yang terbanyak bekerja sama dengan BPJS, yakni 1354 klinik (Kurniawan, 2019).

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini pelaksanaan program home visit sebagai bagian dari program prolanis belum banyak diterapkan di FKTP, termasuk klinik pratama. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh FKTP, seperti biaya, sumber daya manusia, fasilitas yang belum memadai, serta sejumlah kekurangan dalam program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan komunikasi tenaga kesehatan (Rosdiana, Raharjo, & Indarjo, 2017).

Tujuan dari perawatan kesehatan adalah untuk meningkatkan nilai yang diberikan kepada pasien. Intervensi memberikan nilai tinggi jika manfaat kesehatan sesuai dengan biayanya. Evaluasi ekonomi memberikan informasi mengenai biaya dan manfaat dari pilihan alternatif. (Bergmo, 2015) Home visit dapat dijadikan alternatif program pelayanan kesehatan di FKTP dalam memberikan edukasi kepada pasien sehingga dapat menurunkan biaya perawatan kesehatan (Ruiz et al., 2017).

Penelitian mengenai analisis manfaat-biaya dapat dilakukan untuk mengetahui nilai biaya dan manfaat (dalam unit moneter, yaitu rupiah) dari pelaksanaan program home visit dibandingkan dengan belum adanya program home visit. Dengan demikian dapat diketahui efektivitas dari pelaksanaan program home visit yang diukur dari biaya dan manfaat (dalam rupiah).

Penelitian ini dilakukan di klinik pratama yang bekerjasama dengan BPJS-K yang telah melaksanakan program home visit dan yang belum melaksanakan program home visit pada pasien hipertensi prolanis di Kabupaten Bogor.

Selama ini di klinik pratama yang melaksanakan home visit masih menggunakan pembiayaan dari dana klinik sendiri dan sejauh ini belum ada penelitian yang dilakukan mengenai biaya dan manfaat antara klinik pratama yang melaksanakan home visit dengan klinik pratama yang tidak melaksanakan home visit. Manfaat pelayanan home visit bagi pasien adalah pasien menjadi lebih patuh dalam minum obat, tekanan darah terkendali dan kualitas hidup menjadi lebih baik, sedangkan manfaat bagi klinik adalah adanya penghematan biaya dari penurunan biaya re-admisi dan biaya rujukan. penelitian ini dilakukan untuk mengetahui biaya (cost) yang dikeluarkan sebanding atau tidak dengan manfaat (benefit) yang diperoleh.

 

Metode Penelitian

1.   Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik deskriptif observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di klinik pratama yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit di Kabupaten Bogor pada bulan September 2019 - Desember 2020.

2.   Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi pasien berdasarkan pasien yang terdaftar sebagai peserta prolanis yang berjumlah 142 responden yang tediri dari 78 pasien dari klinik pratama yang melaksanakan home visit dan 64 pasien dari klinik pratama yang tidak melaksanakan home visit. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun dari klinik pratama yang melaksanakan home visit pasien yang mendapatkan home visit berjumlah 46,� dan� yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah 33 pasien atau responden. Sedangkan pada klinik pratama yang tidak melaksanakan home visit diperoleh sampel juga sebanyak 33 pasien.

Kriterian inklusi adalah pasien yang terdiagnosa hipertensi stadium ringan sampai sedang oleh dokter, usia ≥ 35 tahun, pasien hipertensi yang terdaftar sebagai peserta prolanis� minimal 1 tahun dari penelitian dilakukan dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi adalah Wanita hamil, data rekam medik yang tidak lengkap, responden yang berpindah ke fasilitas kesehatan pada saat penelitian dilakukan. Pasien meninggal dunia selama proses penelitian dan Pasien yang mengundurkan diri selama proses pengumpulan data. Penelitian ini telah memperoleh izin dari komisi etik (03/21.01/0822).

3.   Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dan retrospektif dari pasien prospektif, Pengumpulan data secara prospektif dengan kuesioner untuk mengetahui sosiodemografi dan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi prolanis. serta data tekanan darah terakhir yang diukur saat peneliti melakukan home visit. Tingkat kepatuhan pasien mengunakan kuesioner Medication Adherence Report Scale (MARS 5) terdiri dari 5 item pertanyaan yang menilai perilaku ketidakpatuhan (lupa, mengubah dosis, berhenti, melewatkan dosis, dan menggunakan obat kurang dari yang diresapkan). Data retrospektif diperoleh dari rekam medik di SIM klinik, Primary Care BPJS dan INA-CBGs� yang meliputi Biaya medis langsung, biaya re-admisi dan biaya rujukan serta data tekanan darah pasien hipertensi prolanis dari rekam medik. Untuk menentukan kontrol tekanan darah terkendali pasien berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019 oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) yaitu pasien hipertensi umur 18-65th, sistole 120-130 mmHg dan diastole 70-79 mmHg. Sedangkan pada Umur >65 tahun, sistole 130-139 mmHg dan diastole 70-79 mmHg (Indonesia, 2019).

4.   Analisis Statistik

Uji reabilitas dan validitas kuesioner dilakukan pada 30 responden di luar sampel penelitian untuk menggambarkan variabel yang sesungguhnya. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa nilai r hitung berkisar antara 0,377 sampai dengan 0,891. Semua item dari alat ukur MARS 5 dan EQ-5D-5L sudah valid semua karena memiliki nilai r hitung lebih dari 0,361. Nilai koefisien reliabilitas alat ukur MARS 5 sebesar 0,897 dan EQ-5D-5L sebesar 0,606 di atas standar yang ditetapkan yaitu 0,6 menunjukkan kuesioner tersebut reliabel.

Data karakteristik pasien disajikan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan Chi Square untuk menguji perbedaan kepatuhan minum obat dan keterkendalian tekanan darah pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit menggunakan uji t atau uji Mann Withney dan ODDs Ratio.

Analisa farmakoekonomi, benefit Cost Ratio didefinisikan sebagai B/C.� Sebuah proyek akan menghasilkan net benefit� jika B / C > 1 maka dikatakan program atau investasi tersebut layak, sedangkan B/C < 1 maka dikatakan program atau investasi tidak layak.

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Karakteristik Pasien Hipertensi Prolanis

Penelitian ini melibatkan 66 pasien Hipertensi prolanis yang terdiri dari 33 pasien berasal dari klinik pratama yang melaksanakan home visit dan 33 pasien dari klinik yang tidak melaksanakan home visit. Hasil karakteristik pasien hipertensi prolanis disajikan pada tabel 1.

 

Tabel 1

Distribusi Pasien Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik

Home Visit (n=33)

Non Home Visit (n=33)

Nilai-p

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Persentase

 

Jenis kelamin

 

 

 

 

 

Laki-laki

8

24,24%

9

27,27%

0,778

Perempuan

25

75,76%

24

72,73%

Usia

53,79�9,24

57,15�10,16

 

36-45 tahun

8

24,24%

3

9,09%

0,313

46-55 tahun

9

27,27%

12

36,36%

56-65 tahun

12

36,36%

11

33,33%

> 65� tahun

4

12,12%

7

21,21%

Pendidikan

 

 

 

 

 

Tidak bersekolah/ Tamat SD

10

30,30%

2

6,06%

0,000*

Tamat� SMP/sederajat

10

30,30%

2

6,06%

Tamat SMA/sederajat

12

36,36%

20

60,61%

Perguruan tinggi

1

3,03%

9

27,27%

Pekerjaan

 

 

 

 

 

Bekerja

9

27,27%

6

18,18%

0,378

Tidak bekerja

24

72,73%

27

81,82%

Pendapatan perbulan

 

 

 

 

 

≤Rp 2.000.00

11

33,33%

9

27,27%

0,301

˃2.000.000 � 3.000.000

10

30,30%

6

18,18%

≥ 3.000.000

12

36,37%

18

54,55%

Lama mengikuti prolanis

3,48�1,48

2,97�1,61

 

�≤ 1 tahun - 2� tahun

3

9,09%

6

18,18%

0,297

> 2 tahun -� 3 tahun

7

21,21%

10

30,30%

> 3 tahun

23

69,70%

17

51,52%

Lama terdiagnosa Hipertensi

5,85�2,90

9,30�7,48

 

�≤ 1 tahun - 2� tahun

4

12,12%

1

3,03%

0,601

> 2 tahun -� 3 tahun

4

12,12%

4

12,12%

> 3 tahun

25

75,76%

28

84,85%

Penyakit penyerta

 

 

 

 

 

Tidak ada

18

54,55%

15

45,45%

0,460

Ada

15

45,45%

18

54,55%

Obat yang digunakan

 

 

 

 

 

Tunggal

25

75,76%

21

63,64%

0,284

Kombinasi

8

24,24%

12

36,36%

 

Pada tabel 1. Hasil penelitian ini menunjukkan pasien penderita hipertensi yang merupakan peserta prolanis dengan jenis kelamin perempuan mendominasi, baik pada pasien yang mendapatkan home visit (75,76%) maupun pasien yang tidak mendapatkan home visit (72,73%). Hasil Riskesdas 2018 yang menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter pada penderita perempuan (36,9%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (31,3%). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Arifin menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yaitu (61,3%). hal ini karena perempuan memiliki kondisi hormonal yang lebih kompleks dari pada laki-laki (Artiyaningrum & Azam, 2016).

Gambaran distribusi dari tingkatan umur bervariasi, hasil studi menunjukan pasien hipertensi yang mendapatkan home visit kebanyakan memiliki umur 56-65 tahun (36,36%) dan pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit kebanyakan memiliki umur 46-55 tahun (36,36%). Gambaran distribusi penelitian, mengenai kategori umur responden berada pada kisaran diatas 45 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Maulidina, bahwa hubungan usia dengan kejadian hipertensi yang usianya ≥40 tahun (67,6%) lebih banyak mengalami hipertensi dari pada responden usia < 40 tahun (7,3%). Penelitian sebelumnya diperoleh ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian hipertensi. Dengan semakin bertambahnya umur, kapasitas dan volume darah yang diakomodasikan melalui pembuluh darah menjadi berkurang dikarenakan terjadi perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebih lebar dan kaku. Pengurangan ini menyebabkan tekanan sistole menjadi bertambah (Maulidina, Harmani, & Suraya, 2019).

Untuk tingkat pendidikan pasien hipertensi yang mendapatkan home visit didominasi oleh pendidikan ≤ SMA sebesar (39,39%) sedangkan pasien yang tidak mendapatkan home visit didominasi oleh pendidikan ≥ SMA sebesar (60,61%). Hasil uji chi square nilai p (0,000) < 0,05 artinya ada perbedaan karakteristik pendidikan antara pasien home visit dengan pasien non home visit. Tingkat pendidikan pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan pasien hipertensi yang mendapatkan home visit.� Dari hasil penelitian Musfirah, bahwa responden berpendidikan rendah menderita hipertensi sebesar (58,6%) dibanding yang berpendidikan tinggi (41,4%). Tingkat pendidikan dapat menjadi penentu kemampuan seseorang dalam mengakses informasi, umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya (Pamungkas, 2020), (Musfirah & Masriadi, 2019).

Gambaran distribusi pekerjaan didominasi oleh pasien yang tidak bekerja, pada pasien home visit sebesar (72,73%) dan pasien non home visit sebesar (81,8%). Responden yang tidak bekerja dapat mengalami hipertensi dibanding yang bekerja (Maulidina et al., 2019).

Hasil studi menunjukan pasien hipertensi yang mendapatkan home visit kebanyakan memiliki pendapatan ≥ 3.000.000 (36,37%) dan pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit sebesar (54,55%).� Semakin tinggi tingkat pendidikan umumnya diimbangi dengan tingkat pendapatan.

Pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit cenderung mengikuti prolanis selama > 3 tahun.

Lama terdiagnosa hipertensi bagi pasien yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit yaitu > 3 tahun. Pada peneltian sebelumnya lamanya terdiagnosa penyakirt hipertensi biasanya berkaitan dengan kepatuhan dalam menjalani terapi pengobatan, Semakin lama seorang pasien menjalani pengobatannya, maka semakin kecil pasien tersebut untuk patuh terhadap pengobatannya, namun semakin lama menderita hipertensi pengalaman dan pengetahuan pasien juga semaikin bertambah sehingga dapat juga meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan.

Pada pasien hipertensi yang mendapatkan home visit yang memiliki penyakit penyerta sebesar (45,45%) sedangkan pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit sebesar (54,55%). Semakin banyak penyakit penyerta maka kepatuhan minum obat makin rendah karena semakin banyak obat yang dikonsumsi (Widyastuti, Yasin, & Kristina, 2019).

Pasien hipertensi yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit cenderung menggunakan obat tunggal. Nilai p (0,284) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan obat yang digunakan antara pasien home visit dengan pasien non home visit.

2.   Perbedaan Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi Prolanis

 

Tabel 2

Gambaran Kepatuhan Pasien Home Visit Dan Non Home Visit

Kepatuhan

Home Visit

Non Home Visit

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Persentase

Patuh

22

66,67%

16

48,48%

Tidak Patuh

11

33,33%

17

51,52%

 

Keterangan : distribusi frekuensi kepatuhan pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit.

Pada studi ini, diketahui bahwa pasien yang mendapatkan home visit (66,67%) lebih patuh dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan home visit (48,48%).

Tabel 3

Hasil Uji Mann Whitney Mengenai Kepatuhan

Pasien Prolanis Hipertensi

Pasien

N

Mean�SD

Median

Nilai-p

Keputusan

Home Visit

33

23,09�3,42

25

0,230

0,05

Tidak ada perbedaan

Non Home Visit

33

22,61�3,26

24

 

Tabel 3 menunjukkan bahwa skor kepatuhan pasien yang mendapatkan home visit (23,09�3,42) lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan home visit (22,61�3,26). Namun demikian, menunjukkan nilai p (0,230) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan kepatuhan Tidak adanya perbedaan kepatuhan hal ini bisa jadi disebabkan karena pada pasien non home visit tedapat tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok home visit, karena jenjang pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan meningkatkan tingkat intelektual orang tersebut sehingga lebih cepat menerima dan lebih mudah menyerap informasi yang diberikan serta memiliki pola pikir yang lebih baik terhadap penyakit dan terapi yang dijalaninya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti, semakin tinggi tingkat pendidikan akan meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi (Widyastuti et al., 2019), (Diana, 2018).

 

Tabel 4

Kepatuhan Pasien Prolanis Hipertensi Dengan Uji Odds Ratio

Kepatuhan

Kelompok

Nilai-p

OR

Home Visit

Non Home Visit

frekuensi

persentase

Frekuensi

Persentase

Patuh

Tidak Patuh

22

11

66,67%

33,33%

16

17

48,48%

51,52%

0,135

2,125

 

Keterangan : Uji Odds Ratio pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125 kali (lebih tinggi) untuk patuh dalam menjalankan terapi pengobatan.

Nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125 kali (lebih tinggi) untuk patuh dalam menjalankan terapi pengobatan hipertensi dibandingkan dengan pasien non home visit. Walaupun tingkat pendidikan lebih rendah dari pasien non home visit. Program home visit yang dilaksanakan di klinik pratama dengan melibatkan dokter, apoteker, perawat dan tenaga kesehatan lainnya adalah sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang paripurna kepada pasien. Dengan adanya� home visit atau kunjungan ke rumah pasien selama sebulan sekali dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi pengobatan, hal ini karena pasien merasa senang dikunjungi, mendapatkan perhatian dan edukasi secara langsung. Sejalan dengan penelitian Utaminingrum yang menjelaskan adanya pengaruh pemberian home care terhadap kepatuhan pasien hipertensi. Melalui home visit ada kegiatan kunjungan langsung ke rumah pasien, sehingga dapat meningkatkan komunikasi dan kualitas pelayanan, terutama untuk pasien penyakit kronis (Utaminingrum, Pranitasari, & Kusuma, 2017).

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, kunjungan dan edukasi melalui home visit menjadi cara yang tepat dalam memberikan pemahaman kepada pasien, pasien merasa dikontrol dan diperhatikan. Pasien yang� patuh dan rutin dalam menjalankan terapi pengobatan dalam� jangka panjang, dapat mencegah timbulnya komplikasi akibat hipertensi (Widyastuti et al., 2019).

3.   Perbedaan Keterkendalian Tekanan Darah Pasien Hipertensi Prolanis

Gambaran tekanan darah tidak terkendali pasien yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit.

 

 

 

 

 

 

Tabel 5.

Gambaran Tekanan Darah Tidak Terkendali Pasien

yang Melaksanakan Home Visit dan Tidak Melaksanakan Home Visit

Skor TD Tidak Terkendali

Home Visit (n=33)

Non Home Visit (n=33)

Nilai-p

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Peresentase

0

13

39,39%

10

30,30%

0,769

� 1 kali

7

21,21%

6

18,18%

� 2 kali

7

21,21%

8

24,24%

≥ 3 kali

6

18,18%

9

27,27%

 

Keterangan : Distribusi frekuensi tekanan darah tidak terkendali pasien prolanis hipertensi yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit.

kecendrungan terkendalinya tekanan darah pada pasien yang melaksanakan home visit sebesar (39,39%) dan tidak melaksanakan home visit sebesar (30,30%). Pasien yang melaksanakan home visit (18,18%) lebih rendah tekanan darah yang tidak terkendali ≥ 3 kali dibandingkan dengan pasien yang tidak melaksanakan home visit (27,27%). Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,769) > 0,05 artinya ada hubungan antara tindakan home visit dengan jumlah tekanan darah tidak terkendali.

hasil uji Mann Whitney keterkendalian tekanan darah pasien yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit.

 

Tabel 6

Hasil Uji Mann Whitney Keterkendalian Tekanan Darah Pasien

Pasien

N

Mean�SD

Median

Nilai-p

Keputusan

Home Visit

33

3,09�2,54

3

0,659

0,05

Tidak ada perbedaan

Non Home Visit

33

2,79�2,34

2

 

Hasil uji Mann Whitney menunjukkan nilai p (0,659) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan keterkendalian tekanan darah antara pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit.

 

Tabel 7

Keterkendalian Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi

Home Visit Dan Non Home Visit

Keterkendalian TD

Kelompok

p

OR

Home Visit

Non Home Visit

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Persentase

Terkendali

27

81,82%

24

72,73%

0,378

1,688

Tidak Terkendali

6

18,18%

9

27,27%

��� Keterangan� : Uji SPSS Odds Ratio

 

Nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan pasien home visit memiliki kecenderungan 1,688 kali (lebih tinggi) tekanan darah terkendali dibandingkan dengan pasien non home visit., hal ini kemungkinan dengan adanya kegiatan home visit maka pengetahuan dan kepatuhan pasien menjadi bertambah sehingga tekanan darah menjadi terkontrol. Sejalan dengan penelitian widyastuti pada kelompok pasien hipertensi yang mendapat home pharmacy care lebih meningkat pengetahuan, kepatuhan dan keterkendalian tekanan darahnya. (Widyastuti et al., 2019) Penelitian oleh Scnipper menjelaskan faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup adalah kepatuhan minum obat pasien, semakin patuh minum obat tekanan darah semakin terkontrol sehingga kejadian� komplikasi dapat dicegah (Thakkar et al., 2016).

4.   Perbedaan Biaya Dan Manfaat (Dalam Rupiah) Di Klinik Pratama Yang Melaksanakan Home Visit Dengan Yang Tidak Melaksanakan Home Visit

Dalam cost benefit analysis, Biaya (input) dan hasil program (output) akan dikuantifkasikan berdasarkan nilai uang sehingga akan mudah menentukan apakah hasil dalam program (output) sebanding dengan nilai yang dinvestasikan ataun dikeluarkan, sehingga dapat diketahui apakah biaya dari suatu program bisa mendapatkan keuntungan dalam kesehatan, keuntungan dapat berbentuk penghematan biaya atau penghindaran biaya akibat efek jangka panjang dari suatu penyakit.

Tabel 8

Rekapitulasi Biaya Langsung Pasien Prolanis Hipertensi

Home Visit Dan Non Home Visit

Jenis Biaya

Home visit

Nom Home Visit

Total

Keseluruhan

n =� 33

n =� 33

n = 66

Biaya langsung pengobatan

 

Jumlah kunjungan ke faskes

389

360

 

Rp1.498.000

�      Konsultasi dokter (Rp 2000)

Rp778.000

Rp720.000

�      Biaya obat

�      Biaya obat HT (Amlodipin 5mg&10mg, Captopril 25mg, Candersartan 8mg&16mg, Ramipril 5mg, bisoprolol 5 mg)

 

 

Rp8.479.278

 

 

 

 

 

Rp10.238.360

 

 

 

Rp23.715.784

�      Biaya obat non HT (Aspilet, CPG, ISDN, Natrium diklofenac, meloksikam dll)

 

Rp1.246.883

 

Rp2.603.583

 

Total Biaya Obat

Rp9.726.161

Rp12.841.943

�      �Biaya Laboratorium

���� (Biaya 2 kali pemeriksaan�

���� laboratorium per� pasien prolanis�

����� Rp 780.000)

Rp25.080.000

Rp25.080.000

Rp50.160.000

�      Biaya home visit� (Investasi)

(biaya sekali visit per pasien Rp.10.000)

 

Rp3.270.000

 

-

 

 

Rp3.270.000

Total Biaya Langsung

 

Rp38.854.161

Rp38.641.943

Rp78.643.784

��� Keterangan� : Data diolah 2021

 

Dari hasil penelitian mengenai biaya langsung pada pasien yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit diperoleh� total biaya langsung yang dikeluarkan untuk pasien home visit sebesar (Rp38.854.161) dan untuk pasien non home visit sebesar (Rp38.641.943).

Untuk pasien home visit terdapat biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan home visit sebesar (Rp3.270.000) biaya ini dikeluarkan oleh klinik sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan bagi pasien hipertensi prolanis serta menumbuhkan rasa kepercayaan pasien terhadap klinik, serta dapat meningkat angka kapitasi bagi klinik. BPJS-K hanya menyediakan dana untuk edukasi atau penyuluhan bagi peserta prolanis dan senam prolanis sedangkan dana untuk kegiatan lain seperti reminder melalui SMS gateway dan home visit belum ada. Disisi lain pelaksanaan program prolanis seperti senam dan penyuluhan tidak semua dapat diikuti oleh peserta prolanis yang kebanyakan adalah lansia dengan alasan tertentu (Rosdiana et al., 2017).

 

Tabel 9

Biaya Readmisi Dan Biaya Rujukan Pasien Prolanis Hipertensi

Jenis Biaya

Home Visit

Nom Home Visit

Total

Selisih Biaya

(penghematan)

n =� 33

n = 33

n =� 66

�      Readmisi (kunjungan berulang ke klinik)

 

���������

 

 

�      Jumlah readmisi

43

58

 

 

�      Biaya Konsultasi dokter

Rp86.000

Rp116.000

 

Rp30.000

�      Biaya obat

Rp127.768

Rp149.814

 

Rp22.046

Biaya readmisi

Rp213.768

Rp 265.814

Rp479.582

Rp52.046 (10,85%)

�      Rujukan

 

 

 

 

�      Jumlah Rujukan

40

63

 

 

�      Biaya rujukan ( Biaya rujukan pada tarif RS Kelas C� berdasarkan INA-CBG untuk pasien rawat jalan kronis kecil sebesar Rp192.100�

 

Rp7.684.000

 

 

�Rp12.102.300

 

Rp19.786.300

 

Rp4.418.300

�(22,33%)

 

Dari tabel 9. diketahui rata-rata biaya readmisi yang dikeluarkan klinik untuk pasien home visit dengan jumlah kunjungan 43 kali sebesar (Rp213.768) dan pada pasien non home visit dengan kunjungan 58 kali sebesar (Rp265.814) adapun selisih biaya readmisi sebesar (Rp52.046). Biaya rujukan yang dikeluarkan BPJS untuk pasien home visit dengan jumlah rujukan 40 kali sebesar (Rp7.684.000) dan biaya rujukan untuk pasien non home visit dengan jumlah rujukan 63 kali sebesar (Rp12.102.300) adapun selisih biaya rujukan sebesar (Rp4.418.300).

 

 

5.   Analisis Biaya Dan Manfaat (Dalam Rupiah) Pelayanan Home Visit

 

Tabel 10

Penghematan Dari Biaya Readmisi Dan Biaya Rujukan

Penghematan

Jumlah

�       Readmisi

�      Biaya konsultasi dokter

�      Biaya obat

����� Total penghematan readmisi

 

Rp30.000

Rp22.046

Rp52.046

�        Rujukan

Rp4.418.300

Total Penghematan biaya readmisi dan rujukan pada kelompok home visit dibanding dengan kelompok non home visit

 

Rp 4.470.346

 

Analisis biaya dan mafaat dilakukan untuk mengetahui besaran bersih dari manfaat dalam nilai moneter sehingga perlu dilakukan perhitungan manfaat bersih (net benefit) yang didapat dengan cara biaya dikurangi dengan manfaat dalam nilai moneter. Cost Benefit Ratio didapat dengan membagi biaya dengan nilai manfaat dalam nilai moneter. Jika hasil dari perhitungan Cost Benefit Ratio >1 maka manfaat yang didapat dari suatu pengobatan lebih besar dari biaya yang dibutuhkan. Jika Cost Benefit Ratio = 1 maka manfaat yang dihasilkan dengan biaya yang dibutuhkan sama besar. Jika Cost Benefit Ratio <1 maka biaya yang dibutuhkan lebih besar daripada manfaat yang didapat. Maka pengobatan dengan nilai Cost Benefit Ratio paling besar merupakan pengobatan paling Cost Benefit. Dalam hal ini biaya investasi yang dikeluarkan adalah berupa biaya home visit yang dikeluarkan klinik.

Sedangkan nilai manfaat diperoleh dari penghematan biaya readmisi dan biaya rujukan sehingga diperoleh cost benefit ratio adalah.

.� Rp4.470.346 - Rp3.270.000 =� Rp1.200.346

�x 100 % = 1,36

Pada� perhitungan cost benefit ratio diketahui� nilai cost benefit ratio 1,36 yang berarti lebih besar daripada 1 dapat diambil kesimpulan bahwa program home visit dapat diterima.

Hasil analisis cost benefit ratio, bahwa adanya intervensi home visit dapat mengurangi jumlah re-admisi dan rujukan pasien ke faskes lanjutan, dari data dapat terlihat, bahwa pada pasien home visit yang dirujuk ke faskes lanjutan lebh sedikit dari pada pasien non home visit, sehingga ada penghematan biaya (pengurangan biaya terapi) bagi BPJS. Benefit untuk BPJS bukan hanya sekedar dilihat dari adanya penghematan biaya rujukan tetapi lebih kepada manfaat jangka panjang yang dapat diperoleh BPJS yakni pasien mendapatkan edukasi untuk menjadi patuh dalam minum obat, tekanan darah lebih terkendali sehingga kejadian komplikasi yang ditimbulkan akibat hipertensi yang tidak terkontrol bisa diminimalisir. Rata-rata pasien hipertensi yang sering dirujuk adalah karena tekanan darah yang tidak terkendali dan hal ini dapat menyebabkan biaya menjadi lebih mahal apalagi jika sudah muncul komplikasi (jantung, ginjal, stroke dll). Sehingga biaya-biaya bisa dihindari dengan mengontrol ketidakterkendalian tekanan darah.

Pembiayaan untuk penyakit katastopik saat ini� sebesar Rp 23,5 triliun dari 22 juta kasus. Peringkat biaya tertinggi diduduki oleh penyakit kardiovaskuler dengan total biaya Rp 10,3 triliun dengan 13 juta kasus. Adanya intervensi melalui home visit yang dilakukan sedini mungkin di klinik kesehatan diharapkan dapat menjadi masukan bagi BPJS, agar BPJS dapat memberikan insentif pada klinik yang melaksanakan home visit� sehingga angka rujukan dapat diminimalisir (Kesehatan, 2019).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Qudah RA, evaluasi manfaat dan biaya memberikan wawasan mengenai manfaat ekonomi� dari adanya manajemen pengobatan dirumah yang diberikan apoteker untuk mencegah ADE bagi pasien rawat jalan kronis hal ini menguntungkan dari segi biaya dan menawarkan penghematan biaya yang besar bagi pembayar rumah sakit perawatan kesehatan menghasilkan rasio manfaat-biaya sebesar 5,98 (Al‐Qudah, Al‐Badriyeh, Al‐Ali, Altawalbeh, & Basheti, 2020).

 

Kesimpulan

Pada data karakteristik pasien terdapat perbedaan bermakna dari tingkat pendidikan,� pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapatkan home visit. Dari penelitian mengenai tingkat kepatuhan dan keterkendalian tekanan darah tidak ada perbedaan bermakna pada pasien yang mendapat home visit dan tidak mendapat home visit. Nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125 kali (lebih tinggi) untuk patuh dibanding non home visit dan memiliki kecenderungan 1,688 kali (lebih tinggi) tekanan darah terkendali dibanding non home visit. Pada penelitian mengenai analisis biaya (cost) dan manfaat (benefit), Terdapat perbedaan biaya langsung, Rata-rata biaya langsung yang dikeluarkan oleh klinik pratama yang melaksanakan home visit sebesar (Rp38.854.161) dan yang tidak melaksanakan home visit (Rp38.641.943). biaya yang dikeluarkan klnik yang melaksanakan home visit lebih besar karena ada biaya untuk pelaksanaan program� home visit. Penghematan yang diperoleh dari penurunan re-admisi dan rujukan pada klnik yang melaksanakan home visit sebesar Rp 4.470.346. Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan pelayanan home visit lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Nilai rartio cost (biaya) dan benefit (manfaat dalam rupiah) yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 1,36 yang berarti lebih besar daripada 1,� hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program home visit di klinik pratama dapat diterima.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

(WHO), World Health Organization. (2019). (WHO), World Health Organization. Retrieved from https://www.who.int website: https://www.who.int/news-room/events/world-hypertension-day-2019

 

Al‐Qudah, Rajaa A., Al‐Badriyeh, Daoud, Al‐Ali, Farah M., Altawalbeh, Shoroq M., & Basheti, Iman A. (2020). Cost‐benefit analysis of clinical pharmacist intervention in preventing adverse drug events in the general chronic diseases outpatients. Journal of Evaluation in Clinical Practice, 26(1), 115�124.

 

Artiyaningrum, Budi, & Azam, Mahalul. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin. Public Health Perspective Journal, 1(1).

 

Bergmo, Trine Strand. (2015). How to measure costs and benefits of eHealth interventions: an overview of methods and frameworks. Journal of Medical Internet Research, 17(11), e4521.

 

Diana, Hilliyah. (2018). Efektivitas Home Pharmacy Care dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap Pengobatan Pasien Hipertensi di Apotek Kota Malang (Studi Dilakukan Hingga Akhir Bulan Ke-3). Universitas Brawijaya.

 

Indonesia, Perhimpunan Dokter Hipertensi. (2019). Konsensus penatalaksanaan hipertensi 2019. The 13th Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension.

 

Kesehatan, BPJS. (2019). Peraturan BPJS Kesehatan No 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan skrining riwayat kesehatan dan pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu serta peningkatan kesehatan bagi peserta penderita penyakit kronis dalam program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan.

 

Kesehatan, BPJS. (2020). Penyakit Katastropik yang Menelan Biaya Besar BPJS Kesehatan 2019. Retrieved from https://databoks.katadata.co.id website: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/08/03/penyakit-katastropik-yang-menelan-biaya-besar-bpjs-kesehatan-2019

 

Kurniawan, Rudy. (2019). Profil kesehatan Indonesia tahun 2018. Kementerian Kesehatan RI.

 

Maulidina, Fatharani, Harmani, Nanny, & Suraya, Izza. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Jati Luhur Bekasi tahun 2018. ARKESMAS (Arsip Kesehatan Masyarakat), 4(1), 149�155.

 

Meiriana, Anita, Trisnantoro, Laksono, & Padmawati, Retna Siwi. (2019). Implementasi program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) pada penyakit hipertensi di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 8(2), 51�58.

Musfirah, Musfirah, & Masriadi, Masriadi. (2019). Analisis faktor risiko dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Jurnal Kesehatan Global, 2(2), 93�102.

 

Pamungkas, Septian Secsiandre Ade. (2020). Pengaruh Pemberian Informasi Obat Antihipertensi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien Peserta Prolanis di Puskesmas Gedangan Kabupaten Malang. Pharmaceutical Journal of Indonesia, 6(1), 63�68.

 

RI, Kementerian Kesehatan. (2018). Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

 

Rosdiana, Ayu Imade, Raharjo, Bambang Budi, & Indarjo, Sofwan. (2017). Implementasi program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis). HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(3), 140�150.

 

Ruiz, Sarah, Snyder, Lynne Page, Rotondo, Christina, Cross-Barnet, Caitlin, Colligan, Erin Murphy, & Giuriceo, Katherine. (2017). Innovative home visit models associated with reductions in costs, hospitalizations, and emergency department use. Health Affairs, 36(3), 425�432.

 

Thakkar, Jay, Kurup, Rahul, Laba, Tracey Lea, Santo, Karla, Thiagalingam, Aravinda, Rodgers, Anthony, Woodward, Mark, Redfern, Julie, & Chow, Clara K. (2016). Mobile telephone text messaging for medication adherence in chronic disease: a meta-analysis. JAMA Internal Medicine, 176(3), 340�349.

 

Utaminingrum, Wahyu, Pranitasari, Resita, & Kusuma, Anjar M. (2017). Pengaruh home care apoteker terhadap kepatuhan pasien hipertensi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 6(4), 240�246.

 

WHO. (2004). Family Planning Maternal & Child Health and Reproductive Health. World Health Organization, 82(6), 1514�1520.

 

Widaty, Delvia. (2017). Indikator Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 5(2), 111�116.

 

Widyastuti, Sad, Yasin, Nanang Munif, & Kristina, Susi Ari. (2019). Pengaruh home pharmacy care terhadap pengetahuan, kepatuhan, outcome klinik dan kualitas hidup pasien hipertensi. Majalah Farmaseutik, 15(2), 105�112.

 

 

 

 

 

 

 

 

Copyright holder:

Peni Meilawati, Prih Sarnianto, Nurita Andayani, Irmin (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: