Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 8, Agustus 2022
ANALISA PERBANDINGAN BIAYA
(COST) DAN MANFAAT (BENEFIT) PELAKSANAAN PELAYANAN HOME VISIT PASIEN HIPERTENSI
PROLANIS DI KLINIK PRATAMA DENGAN KLINIK PRATAMA YANG TIDAK MELAKSANAKAN DI
KABUPATEN BOGOR
Peni Meilawati, Prih Sarnianto, Nurita Andayani, Irmin
Universitas Pancasila, Jakarta Selatan, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Untuk mengukur biaya
dan manfaat (dalam rupiah) dari suatu intervensi dan pengaruhnya terhadap hasil
perawatan kesehatan digunakan analisis farmakoekonomi Cost Benefit Analysis
(CBA), Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang memerlukan pengobatan
jangka panjang. Data dari BPJS kesehatan tahun 2019, bahwa pembiayaan untuk
penyakit kardiovaskuler sebesar Rp10,3 triliun dan termasuk peringkat tertinggi
dalam biaya kesehatan BPJS. Edukasi melalui home visit dapat
meningkatkan kepatuhan, keterkendalian tekanan darah pasien hipertensi sehingga
dapat menurunkan biaya re-admisi (kunjungan berulang) dan biaya rujukan ke
rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manfaat (dalam rupiah)
dan biaya pada klinik pratama yang melaksanakan home visit dibandingkan
dengan klinik pratama yang tidak melaksanakan home visit pada pasien
hipertensi prolanis. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional.
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling
Sebanyak 33 responden dari kelompok yang di home visit dan 33 responden
dari kelompok yang� tidak di home visit
dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi digunakan sebagai sampel dalam
penelitian ini. pengukuran kepatuhan pengobatan pasien menggunakan kuesioner medication
adherence report scale (MARS-5),. Data tekanan darah diperoleh dari rekam
medik. Untuk analisis biaya diperoleh dari SIM Medik Klinik dan Primary Care
BPJS Kesehatan. Hasil penelitian pada pasien yang mendapatkan home visit
lebih patuh (66,67%) dan tekanan darah lebih terkendali (39,39%). Hasil� uji Mann Whitney menunjukkan nilai
signifikasi (p>0,05), tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang
mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit. Nilai OR
pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125 kali untuk patuh dan
nilai OR 1,688 kali lebih terkendali tekanan darah dibanding pasien non home
visit. Untuk analisis biaya dan manfaat, biaya langsung yang dikeluarkan
oleh klinik pratama yang melaksanakan home visit sebesar (Rp38.854.161)
dan yang tidak melaksanakan home visit (Rp38.641.943). Penghematan yang
diperoleh dari penurunan re-admisi dan rujukan sebesar Rp 4.470.346.
Perhitungan rasio benefit-cost sebesar 1,36 (hasil rasio ≥ 1), hal
ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program home visit di klinik pratama
dapat diterima.
Kata Kunci: CBA; hipertensi prolanis; klinik pratama; kepatuhan; keterkendalian tekanan darah
Abstract
To measure the cost and benefit (in rupiah) of any
intervention and their influence to� the
result of health care pharmacoeconomic�
of cost benefit analysis (CBA) is used. Hypertension� is cardiovascular desease which needs long
time medical treatment. Data from BPJS kesehatan of 2019 shows that the cost
for cardiovascular desease was Rp10,3 trilliun as much and it was the highest
rate in BPJS health cost. Education through home visit could increase the
obedience, the blood presure control and the quality of life of hypertention patients
so that it can lower the cost of the re-admission and the cost of reference to
the hospital. This research is aimed to analyze the benefit (in rupiah) and the
cost in pratama clinics with home visit ones for the prolanis hypertension
patients. This research uses cross sectional design. The sample of the research
was taken using purposive sampling technique with as many 33 respondances from
the home visit group and 33 respondances from the non home visit ones and it
has fulfilled inclusive and exclusive criteria and it is used as sample in this
research. The measurement of the medical treatment obedience of the patients
uses medication adherence report scale questioner (MARS-5). The data of the
blood pressure is taken from medical record. For the cost analysis is taken
from SIM medical clinics and primary care BPJS Kesehatan. The result of the
research on patients with home visit is more obedient (66,67%) and the more
controlled blood pressure (39,39%). The result of the test mann whitney shows
significant value (P>0,05) there is no significant differences between
patients of home visit and the non home visit ones. The value of OR for home
visit patiens has the tendency 2,125 times more obedient and the OR value 1,688
times more controlled blood pressure compared with the non home visit patients.
For the cost and benefit analysis, the direct cost wich� pratama clinics pay with home visit is
(Rp38.854.161) and with the non home visit ones is (Rp38.641.943). The sivings
taken from the reduction of the re-admission and references is Rp. 4.470.346.
The calculation ratio is 1.36 (the ratio result is ≥ 1) and this shows
that the implementation of the home visit program in pratama clinics can be
accepted.
Keywords: CBA; prolanis
hypertension; pratama clinics; obedience; controlled
blood pressure
Pendahuluan
Menurut WHO
terjadi sebuah trend mengenai peningkatan penderita hipertensi pada orang
dewasa. WHO mencatat penderita hipertensi pada tahun 2015 mencapai 1,13 miliar.
Artinya, 1 dari 3 penduduk di dunia terdiagnosis hipertensi. Asia Tenggara
menduduki peringkat ke 3 dengan prevalensi 25% dari total penduduk ((WHO),
2019).
Di Indonesia,
berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi mencapai 34,1%,
meningkat dari hanya 26,5%, pada tahun 2013. Di Jawa Barat, prevalensi
hipertensi lebih tinggi dari rerata nasional, yaitu 39,6%, pada tahun 2018.
Kabupaten Bogor prevalensinya sebesar 28,8% (RI,
2018), (RI,
2018).
Tingginya kasus
hipertensi sebagaimana yang terjadi di Indonesia berhubungan dengan
faktor-faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, tempat tinggal, termasuk perilaku dan gaya hidup. Ketidakpatuhan
pasien dalam mengkonsumsi obat juga menjadi penyebab tingginya kasus hipertensi (RI,
2018).
Hipertensi
termasuk penyakit kardiovaskuler dan penyebab kematian dini di� dunia. Selain itu penyakit tidak menular ini
juga termasuk faktor risiko� timbulnya
penyakit katastopik, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, diabetes dan
stroke (WHO,
2004).
Berdasarkan data
dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2019, pembiayaan untuk
penyakit katastopik sebesar Rp 23,5 triliun dari 22 juta kasus. Peringkat biaya
tertinggi diduduki oleh penyakit kardiovaskuler dengan total biaya Rp10,3
triliun dengan 13 juta kasus. Tingginya pembiayaan untuk penyakit katastospik
menjadi penyebab defisitnya keuangan BPJS kesehatan (Kesehatan,
2020).
Upaya yang
dilakukan BPJS Kesehatan dalam menekan tingginya pembiayaan untuk penyakit
katastopik adalah dengan meningkatkan kegiatan promotif dan preventif melalui
peran aktif fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan program
pengelolaan penyakit kronis atau Prolanis. Dengan Prolanis, timbulnya penyakit
komplikasi yang berlanjut coba dihindari (Kesehatan,
2019).
Program home visit prolanis memiliki peran bagi
FKTP sebagai upaya pelaksanaan kegiatan promotif
dan preventif melalui edukasi. Hasil
penelitian Ruiz S menunjukkan bahwa penerapan model home visit dapat mengurangi
biaya kunjungan perawatan, kunjungan ke unit gawat darurat dan biaya perawatan
rawat inap (Ruiz
et al., 2017).
Selain itu,
melalui program home visit dapat ditingkatkan angka kontak, kunjungan sehat,
dan kunjungan sakit sehingga peserta Prolanis terkendali. Dengan demikian, target
indikator melalui pembayaran kapitasi berbasis komitmen pelayanan (KBKP) dapat
mencapai 100%. Masih banyak FKTP yang belum mencapai target angka kontak dalam
KBKP (Meiriana,
Trisnantoro, & Padmawati, 2019), (Widaty,
2017).
Saat ini, jumlah
klinik Pratama yang bekerjasama dengan BPJS-K sekitar 6.766 klinik. Jawa Barat
merupakan wilayah dengan jumlah klinik pratama yang terbanyak bekerja sama
dengan BPJS, yakni 1354 klinik (Kurniawan,
2019).
Hasil beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini pelaksanaan program home visit sebagai
bagian dari program prolanis belum banyak diterapkan di FKTP, termasuk klinik
pratama. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh FKTP, seperti biaya, sumber
daya manusia, fasilitas yang belum memadai, serta sejumlah kekurangan dalam
program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan komunikasi tenaga
kesehatan (Rosdiana,
Raharjo, & Indarjo, 2017).
Tujuan dari
perawatan kesehatan adalah untuk meningkatkan nilai yang diberikan kepada
pasien. Intervensi memberikan nilai tinggi jika manfaat kesehatan sesuai dengan
biayanya. Evaluasi ekonomi memberikan informasi mengenai biaya dan manfaat dari
pilihan alternatif. (Bergmo,
2015) Home visit dapat
dijadikan alternatif program pelayanan kesehatan di FKTP dalam memberikan
edukasi kepada pasien sehingga dapat menurunkan biaya perawatan kesehatan (Ruiz
et al., 2017).
Penelitian
mengenai analisis manfaat-biaya dapat dilakukan untuk mengetahui nilai biaya
dan manfaat (dalam unit moneter, yaitu rupiah) dari pelaksanaan program home
visit dibandingkan dengan belum adanya program home visit. Dengan demikian
dapat diketahui efektivitas dari pelaksanaan program home visit yang diukur
dari biaya dan manfaat (dalam rupiah).
Penelitian ini
dilakukan di klinik pratama yang bekerjasama dengan BPJS-K yang telah
melaksanakan program home visit dan
yang belum melaksanakan program home visit pada pasien hipertensi prolanis di
Kabupaten Bogor.
Selama ini di
klinik pratama yang melaksanakan home
visit masih menggunakan pembiayaan dari dana klinik sendiri dan sejauh ini
belum ada penelitian yang dilakukan mengenai biaya dan manfaat antara klinik
pratama yang melaksanakan home visit
dengan klinik pratama yang tidak melaksanakan home visit. Manfaat pelayanan home
visit bagi pasien adalah pasien menjadi lebih patuh dalam minum obat,
tekanan darah terkendali dan kualitas hidup menjadi lebih baik, sedangkan
manfaat bagi klinik adalah adanya penghematan biaya dari penurunan biaya
re-admisi dan biaya rujukan. penelitian ini dilakukan untuk mengetahui biaya (cost) yang dikeluarkan sebanding atau
tidak dengan manfaat (benefit) yang
diperoleh.
Metode Penelitian
1.
Metode
Penelitian
Jenis penelitian
ini adalah analitik deskriptif observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan
di klinik pratama yang melaksanakan home visit dan tidak
melaksanakan home visit di Kabupaten
Bogor pada bulan September 2019 - Desember
2020.
2.
Populasi
Dan Sampel Penelitian
Populasi
pasien berdasarkan pasien yang terdaftar sebagai peserta prolanis yang
berjumlah 142 responden yang tediri dari 78 pasien dari klinik pratama yang
melaksanakan home visit dan 64 pasien
dari klinik pratama yang tidak melaksanakan home
visit. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun dari klinik
pratama yang melaksanakan home visit
pasien yang mendapatkan home visit
berjumlah 46,� dan� yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
berjumlah 33 pasien atau responden. Sedangkan pada klinik pratama yang tidak
melaksanakan home visit diperoleh
sampel juga sebanyak 33 pasien.
Kriterian
inklusi adalah pasien yang terdiagnosa hipertensi stadium ringan sampai sedang
oleh dokter, usia ≥ 35 tahun, pasien hipertensi yang terdaftar sebagai
peserta prolanis� minimal 1 tahun dari
penelitian dilakukan dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria
eksklusi adalah Wanita hamil, data rekam medik yang tidak lengkap, responden yang
berpindah ke fasilitas kesehatan pada saat penelitian dilakukan. Pasien
meninggal dunia selama proses penelitian dan Pasien yang mengundurkan diri
selama proses pengumpulan data. Penelitian ini telah memperoleh izin dari
komisi etik (03/21.01/0822).
3.
Pengumpulan
Data
Pengumpulan
data dilakukan secara prospektif dan retrospektif dari pasien prospektif,
Pengumpulan data secara prospektif dengan kuesioner untuk mengetahui
sosiodemografi dan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi prolanis.
serta data tekanan darah terakhir yang diukur saat peneliti melakukan home visit. Tingkat kepatuhan pasien
mengunakan kuesioner Medication Adherence
Report Scale (MARS 5) terdiri dari 5 item pertanyaan yang menilai perilaku
ketidakpatuhan (lupa, mengubah dosis, berhenti, melewatkan dosis, dan
menggunakan obat kurang dari yang diresapkan). Data retrospektif diperoleh dari
rekam medik di SIM klinik, Primary Care
BPJS dan INA-CBGs� yang meliputi Biaya
medis langsung, biaya re-admisi dan biaya rujukan serta data tekanan darah
pasien hipertensi prolanis dari rekam medik. Untuk menentukan kontrol tekanan
darah terkendali pasien berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019
oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) yaitu pasien hipertensi
umur 18-65th, sistole 120-130 mmHg dan diastole 70-79 mmHg. Sedangkan pada Umur
>65 tahun, sistole 130-139 mmHg dan diastole 70-79 mmHg (Indonesia,
2019).
4.
Analisis
Statistik
Uji
reabilitas dan validitas kuesioner dilakukan pada 30 responden di luar sampel
penelitian untuk menggambarkan variabel yang sesungguhnya. Hasil uji validitas
menunjukkan bahwa nilai r hitung berkisar antara 0,377 sampai dengan 0,891.
Semua item dari alat ukur MARS 5 dan EQ-5D-5L sudah valid semua karena memiliki
nilai r hitung lebih dari 0,361. Nilai koefisien reliabilitas alat ukur MARS 5
sebesar 0,897 dan EQ-5D-5L sebesar 0,606 di atas standar yang ditetapkan yaitu
0,6 menunjukkan kuesioner tersebut reliabel.
Data
karakteristik pasien disajikan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan Chi Square untuk menguji perbedaan
kepatuhan minum obat dan keterkendalian tekanan darah pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit menggunakan uji t atau uji Mann Withney dan ODDs Ratio.
Analisa
farmakoekonomi, benefit Cost Ratio
didefinisikan sebagai B/C.� Sebuah proyek
akan menghasilkan net benefit� jika B / C
> 1 maka dikatakan program atau investasi tersebut layak, sedangkan B/C <
1 maka dikatakan program atau investasi tidak layak.
Hasil dan Pembahasan
1.
Karakteristik
Pasien Hipertensi Prolanis
Penelitian
ini melibatkan 66 pasien Hipertensi prolanis yang terdiri dari 33 pasien
berasal dari klinik pratama yang melaksanakan home visit dan 33 pasien dari
klinik yang tidak melaksanakan home visit. Hasil karakteristik pasien
hipertensi prolanis disajikan pada tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Pasien Berdasarkan
Karakteristik
Karakteristik |
Home Visit
(n=33) |
Non Home Visit (n=33) |
Nilai-p |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|
|
Jenis kelamin |
|
|
|
|
|
Laki-laki |
8 |
24,24% |
9 |
27,27% |
0,778 |
Perempuan |
25 |
75,76% |
24 |
72,73% |
|
Usia |
53,79�9,24 |
57,15�10,16 |
|
||
36-45 tahun |
8 |
24,24% |
3 |
9,09% |
0,313 |
46-55 tahun |
9 |
27,27% |
12 |
36,36% |
|
56-65 tahun |
12 |
36,36% |
11 |
33,33% |
|
> 65� tahun |
4 |
12,12% |
7 |
21,21% |
|
Pendidikan |
|
|
|
|
|
Tidak bersekolah/ Tamat SD |
10 |
30,30% |
2 |
6,06% |
0,000* |
Tamat�
SMP/sederajat |
10 |
30,30% |
2 |
6,06% |
|
Tamat SMA/sederajat |
12 |
36,36% |
20 |
60,61% |
|
Perguruan tinggi |
1 |
3,03% |
9 |
27,27% |
|
Pekerjaan |
|
|
|
|
|
Bekerja |
9 |
27,27% |
6 |
18,18% |
0,378 |
Tidak bekerja |
24 |
72,73% |
27 |
81,82% |
|
Pendapatan perbulan |
|
|
|
|
|
≤Rp
2.000.00 |
11 |
33,33% |
9 |
27,27% |
0,301 |
˃2.000.000
� 3.000.000 |
10 |
30,30% |
6 |
18,18% |
|
≥
3.000.000 |
12 |
36,37% |
18 |
54,55% |
|
Lama mengikuti prolanis |
3,48�1,48 |
2,97�1,61 |
|
||
�≤ 1 tahun - 2� tahun |
3 |
9,09% |
6 |
18,18% |
0,297 |
> 2 tahun -�
3 tahun |
7 |
21,21% |
10 |
30,30% |
|
> 3 tahun |
23 |
69,70% |
17 |
51,52% |
|
Lama terdiagnosa Hipertensi |
5,85�2,90 |
9,30�7,48 |
|
||
�≤ 1 tahun - 2� tahun |
4 |
12,12% |
1 |
3,03% |
0,601 |
> 2 tahun -�
3 tahun |
4 |
12,12% |
4 |
12,12% |
|
> 3 tahun |
25 |
75,76% |
28 |
84,85% |
|
Penyakit penyerta |
|
|
|
|
|
Tidak ada |
18 |
54,55% |
15 |
45,45% |
0,460 |
Ada |
15 |
45,45% |
18 |
54,55% |
|
Obat yang digunakan |
|
|
|
|
|
Tunggal |
25 |
75,76% |
21 |
63,64% |
0,284 |
Kombinasi |
8 |
24,24% |
12 |
36,36% |
Pada tabel 1.
Hasil penelitian ini menunjukkan pasien penderita hipertensi yang merupakan
peserta prolanis dengan jenis kelamin perempuan mendominasi, baik pada pasien
yang mendapatkan home visit (75,76%) maupun pasien yang tidak mendapatkan home
visit (72,73%). Hasil Riskesdas 2018 yang menyatakan prevalensi hipertensi
berdasarkan diagnosis dokter pada penderita perempuan (36,9%) lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (31,3%). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Arifin
menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan
dengan pria yaitu (61,3%). hal ini karena perempuan memiliki kondisi hormonal
yang lebih kompleks dari pada laki-laki (Artiyaningrum
& Azam, 2016).
Gambaran
distribusi dari tingkatan umur bervariasi, hasil studi menunjukan pasien
hipertensi yang mendapatkan home visit
kebanyakan memiliki umur 56-65 tahun (36,36%) dan pasien hipertensi yang tidak
mendapatkan home visit kebanyakan memiliki umur 46-55 tahun (36,36%). Gambaran
distribusi penelitian, mengenai kategori umur responden berada pada kisaran
diatas 45 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Maulidina, bahwa hubungan usia
dengan kejadian hipertensi yang usianya ≥40 tahun (67,6%) lebih banyak
mengalami hipertensi dari pada responden usia < 40 tahun (7,3%). Penelitian
sebelumnya diperoleh ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian
hipertensi. Dengan semakin bertambahnya umur, kapasitas dan volume darah yang
diakomodasikan melalui pembuluh darah menjadi berkurang dikarenakan terjadi
perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebih lebar dan kaku. Pengurangan ini
menyebabkan tekanan sistole menjadi bertambah (Maulidina,
Harmani, & Suraya, 2019).
Untuk
tingkat pendidikan pasien hipertensi yang mendapatkan home visit didominasi
oleh pendidikan ≤ SMA sebesar (39,39%) sedangkan pasien yang tidak
mendapatkan home visit didominasi oleh pendidikan ≥ SMA sebesar (60,61%).
Hasil uji chi square nilai p (0,000) < 0,05 artinya ada perbedaan
karakteristik pendidikan antara pasien home visit dengan pasien non home visit.
Tingkat pendidikan pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan pasien hipertensi
yang mendapatkan home visit.� Dari hasil
penelitian Musfirah, bahwa responden berpendidikan rendah menderita hipertensi
sebesar (58,6%) dibanding yang berpendidikan tinggi (41,4%). Tingkat pendidikan
dapat menjadi penentu kemampuan seseorang dalam mengakses informasi, umumnya
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya (Pamungkas,
2020), (Musfirah
& Masriadi, 2019).
Gambaran
distribusi pekerjaan didominasi oleh pasien yang tidak bekerja, pada pasien
home visit sebesar (72,73%) dan pasien non home visit sebesar (81,8%).
Responden yang tidak bekerja dapat mengalami hipertensi dibanding yang bekerja (Maulidina
et al., 2019).
Hasil
studi menunjukan pasien hipertensi yang mendapatkan home visit kebanyakan
memiliki pendapatan ≥ 3.000.000 (36,37%) dan pasien hipertensi yang tidak
mendapatkan home visit sebesar (54,55%).�
Semakin tinggi tingkat pendidikan umumnya diimbangi dengan tingkat
pendapatan.
Pasien
yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit cenderung
mengikuti prolanis selama > 3 tahun.
Lama
terdiagnosa hipertensi bagi pasien yang melaksanakan home visit dan tidak
melaksanakan home visit yaitu > 3 tahun. Pada peneltian sebelumnya lamanya
terdiagnosa penyakirt hipertensi biasanya berkaitan dengan kepatuhan dalam
menjalani terapi pengobatan, Semakin lama seorang pasien menjalani
pengobatannya, maka semakin kecil pasien tersebut untuk patuh terhadap
pengobatannya, namun semakin lama menderita hipertensi pengalaman dan
pengetahuan pasien juga semaikin bertambah sehingga dapat juga meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan.
Pada
pasien hipertensi yang mendapatkan home visit yang memiliki penyakit penyerta
sebesar (45,45%) sedangkan pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit
sebesar (54,55%). Semakin banyak penyakit penyerta maka kepatuhan minum obat
makin rendah karena semakin banyak obat yang dikonsumsi (Widyastuti,
Yasin, & Kristina, 2019).
Pasien
hipertensi yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit
cenderung menggunakan obat tunggal. Nilai p (0,284) > 0,05 artinya tidak ada
perbedaan obat yang digunakan antara pasien home visit dengan pasien non home
visit.
2.
Perbedaan
Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi Prolanis
Tabel 2
Gambaran Kepatuhan Pasien Home Visit Dan Non Home Visit
Kepatuhan |
Home Visit |
Non Home Visit |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|
Patuh |
22 |
66,67% |
16 |
48,48% |
Tidak Patuh |
11 |
33,33% |
17 |
51,52% |
Keterangan
: distribusi frekuensi kepatuhan pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit.
Pada
studi ini, diketahui bahwa pasien yang mendapatkan home visit (66,67%) lebih patuh dibandingkan dengan pasien yang
tidak mendapatkan home visit
(48,48%).
Tabel 3
Hasil Uji Mann Whitney Mengenai
Kepatuhan
Pasien Prolanis Hipertensi
Pasien |
N |
Mean�SD |
Median |
Nilai-p |
|
Keputusan |
Home Visit |
33 |
23,09�3,42 |
25 |
0,230 |
0,05 |
Tidak ada perbedaan |
Non
Home Visit |
33 |
22,61�3,26 |
24 |
Tabel 3
menunjukkan bahwa skor kepatuhan pasien yang mendapatkan home visit (23,09�3,42) lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
yang tidak mendapatkan home visit
(22,61�3,26). Namun demikian, menunjukkan nilai p (0,230) > 0,05 artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan kepatuhan Tidak adanya perbedaan kepatuhan
hal ini bisa jadi disebabkan karena pada pasien non home visit tedapat tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok home visit, karena
jenjang pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam
pengobatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan meningkatkan
tingkat intelektual orang tersebut sehingga lebih cepat menerima dan lebih
mudah menyerap informasi yang diberikan serta memiliki pola pikir yang lebih
baik terhadap penyakit dan terapi yang dijalaninya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Widyastuti, semakin tinggi tingkat pendidikan akan meningkatkan
kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi (Widyastuti
et al., 2019), (Diana,
2018).
Tabel 4
Kepatuhan Pasien Prolanis
Hipertensi Dengan Uji Odds Ratio
Kepatuhan |
Kelompok |
Nilai-p |
OR |
|||
Home Visit |
Non Home Visit |
|||||
frekuensi |
persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|||
Patuh Tidak Patuh |
22 11 |
66,67% 33,33% |
16 17 |
48,48% 51,52% |
0,135 |
2,125 |
Keterangan : Uji Odds Ratio pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125 kali (lebih tinggi) untuk patuh
dalam menjalankan terapi pengobatan.
Nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan pasien home visit memiliki kecenderungan 2,125
kali (lebih tinggi) untuk patuh dalam menjalankan terapi pengobatan hipertensi
dibandingkan dengan pasien non home visit. Walaupun tingkat pendidikan
lebih rendah dari pasien non home visit.
Program home visit yang dilaksanakan
di klinik pratama dengan melibatkan dokter, apoteker, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya adalah sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang
paripurna kepada pasien. Dengan adanya� home visit atau kunjungan ke rumah
pasien selama sebulan sekali dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi pengobatan, hal ini karena pasien merasa senang dikunjungi,
mendapatkan perhatian dan edukasi secara langsung. Sejalan dengan penelitian
Utaminingrum yang menjelaskan adanya pengaruh pemberian home care terhadap kepatuhan pasien hipertensi. Melalui home visit ada kegiatan kunjungan
langsung ke rumah pasien, sehingga dapat meningkatkan komunikasi dan kualitas
pelayanan, terutama untuk pasien penyakit kronis (Utaminingrum,
Pranitasari, & Kusuma, 2017).
Hipertensi
merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, kunjungan
dan edukasi melalui home visit
menjadi cara yang tepat dalam memberikan pemahaman kepada pasien, pasien merasa
dikontrol dan diperhatikan. Pasien yang�
patuh dan rutin dalam menjalankan terapi pengobatan dalam� jangka panjang, dapat mencegah timbulnya komplikasi
akibat hipertensi
(Widyastuti
et al., 2019).
3.
Perbedaan
Keterkendalian Tekanan Darah Pasien Hipertensi Prolanis
Gambaran
tekanan darah tidak terkendali pasien yang melaksanakan home visit dan tidak
melaksanakan home
visit.
Tabel 5.
Gambaran Tekanan Darah Tidak Terkendali Pasien
yang Melaksanakan Home
Visit dan Tidak Melaksanakan
Home Visit
Skor TD Tidak Terkendali |
Home Visit (n=33) |
Non Home Visit (n=33) |
Nilai-p |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Peresentase |
||
0 |
13 |
39,39% |
10 |
30,30% |
0,769 |
� 1 kali |
7 |
21,21% |
6 |
18,18% |
|
� 2 kali |
7 |
21,21% |
8 |
24,24% |
|
≥ 3 kali |
6 |
18,18% |
9 |
27,27% |
Keterangan
: Distribusi frekuensi tekanan darah tidak terkendali pasien prolanis
hipertensi yang melaksanakan home visit
dan tidak melaksanakan home visit.
kecendrungan
terkendalinya tekanan darah pada pasien yang melaksanakan home visit sebesar (39,39%) dan tidak melaksanakan home visit sebesar (30,30%). Pasien yang
melaksanakan home visit (18,18%)
lebih rendah tekanan darah yang tidak terkendali ≥ 3 kali dibandingkan
dengan pasien yang tidak melaksanakan home
visit (27,27%). Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,769) > 0,05
artinya ada hubungan antara tindakan home
visit dengan jumlah tekanan darah tidak terkendali.
hasil
uji Mann Whitney keterkendalian
tekanan darah pasien yang
melaksanakan home visit dan tidak
melaksanakan home visit.
Tabel 6
Hasil Uji Mann Whitney Keterkendalian
Tekanan Darah Pasien
Pasien |
N |
Mean�SD |
Median |
Nilai-p |
|
Keputusan |
Home Visit |
33 |
3,09�2,54 |
3 |
0,659 |
0,05 |
Tidak ada perbedaan |
Non Home Visit |
33 |
2,79�2,34 |
2 |
Hasil uji Mann Whitney menunjukkan nilai p (0,659)
> 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan keterkendalian tekanan
darah antara pasien yang mendapatkan home visit dan tidak mendapatkan home visit.
Tabel 7
Keterkendalian Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Home Visit Dan Non Home
Visit
Keterkendalian TD |
Kelompok |
p |
OR |
|||
Home Visit |
Non Home
Visit |
|||||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|||
Terkendali |
27 |
81,82% |
24 |
72,73% |
0,378 |
1,688 |
Tidak Terkendali |
6 |
18,18% |
9 |
27,27% |
��� Keterangan� : Uji SPSS Odds Ratio
Nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan pasien home visit memiliki kecenderungan 1,688
kali (lebih tinggi) tekanan darah terkendali dibandingkan dengan pasien non home visit., hal ini kemungkinan dengan
adanya kegiatan home visit maka
pengetahuan dan kepatuhan pasien menjadi bertambah sehingga tekanan darah
menjadi terkontrol. Sejalan dengan penelitian widyastuti pada kelompok pasien
hipertensi yang mendapat home pharmacy
care lebih meningkat pengetahuan, kepatuhan dan keterkendalian tekanan
darahnya. (Widyastuti
et al., 2019) Penelitian oleh
Scnipper menjelaskan faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup adalah
kepatuhan minum obat pasien, semakin patuh minum obat tekanan darah semakin
terkontrol sehingga kejadian� komplikasi
dapat dicegah (Thakkar
et al., 2016).
4.
Perbedaan
Biaya Dan Manfaat (Dalam Rupiah) Di Klinik Pratama Yang Melaksanakan Home Visit Dengan Yang Tidak
Melaksanakan Home Visit
Dalam cost benefit analysis, Biaya (input) dan hasil program (output) akan dikuantifkasikan
berdasarkan nilai uang sehingga akan mudah menentukan apakah hasil dalam
program (output) sebanding dengan
nilai yang dinvestasikan ataun dikeluarkan, sehingga dapat diketahui apakah
biaya dari suatu program bisa mendapatkan keuntungan dalam kesehatan,
keuntungan dapat berbentuk penghematan biaya atau penghindaran biaya akibat
efek jangka panjang dari suatu penyakit.
Tabel 8
Rekapitulasi Biaya Langsung
Pasien Prolanis Hipertensi
Home Visit Dan Non Home
Visit
Jenis Biaya |
Home
visit |
Nom
Home Visit |
Total Keseluruhan |
n =� 33 |
n =� 33 |
n = 66 |
|
Biaya langsung pengobatan |
|
||
Jumlah kunjungan ke faskes |
389 |
360 |
Rp1.498.000 |
� Konsultasi dokter (Rp
2000) |
Rp778.000 |
Rp720.000 |
|
�
Biaya obat �
Biaya obat HT (Amlodipin
5mg&10mg, Captopril 25mg, Candersartan
8mg&16mg, Ramipril 5mg, bisoprolol 5 mg) |
Rp8.479.278 |
Rp10.238.360 |
Rp23.715.784 |
�
Biaya obat non HT (Aspilet,
CPG, ISDN, Natrium diklofenac, meloksikam
dll) |
Rp1.246.883 |
Rp2.603.583 |
|
Total Biaya Obat |
Rp9.726.161 |
Rp12.841.943 |
|
�
�Biaya Laboratorium ���� (Biaya 2 kali pemeriksaan� ���� laboratorium per� pasien prolanis� ����� Rp
780.000) |
Rp25.080.000 |
Rp25.080.000 |
Rp50.160.000 |
�
Biaya home visit� (Investasi) (biaya sekali
visit per pasien
Rp.10.000) |
Rp3.270.000 |
- |
Rp3.270.000 |
Total Biaya Langsung |
Rp38.854.161 |
Rp38.641.943 |
Rp78.643.784 |
��� Keterangan� : Data diolah
2021
Dari
hasil penelitian mengenai biaya langsung pada pasien yang melaksanakan home visit dan tidak melaksanakan home visit diperoleh� total biaya langsung yang dikeluarkan untuk
pasien home visit sebesar
(Rp38.854.161) dan untuk pasien non home
visit sebesar (Rp38.641.943).
Untuk
pasien home visit terdapat biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan home visit
sebesar (Rp3.270.000) biaya ini dikeluarkan oleh klinik sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan pelayanan bagi pasien hipertensi prolanis serta
menumbuhkan rasa kepercayaan pasien terhadap klinik, serta dapat meningkat
angka kapitasi bagi klinik. BPJS-K hanya menyediakan dana untuk edukasi atau
penyuluhan bagi peserta prolanis dan senam prolanis sedangkan dana untuk
kegiatan lain seperti reminder
melalui SMS gateway dan home visit belum ada. Disisi lain
pelaksanaan program prolanis seperti senam dan penyuluhan tidak semua dapat
diikuti oleh peserta prolanis yang kebanyakan adalah lansia dengan alasan
tertentu (Rosdiana
et al., 2017).
Tabel 9
Biaya Readmisi Dan Biaya
Rujukan Pasien Prolanis Hipertensi
Jenis Biaya |
Home
Visit |
Nom
Home Visit |
Total |
Selisih Biaya (penghematan) |
n =� 33 |
n = 33 |
n =� 66 |
||
�
Readmisi (kunjungan berulang ke klinik) |
|
��������� |
|
|
� Jumlah readmisi |
43 |
58 |
|
|
� Biaya Konsultasi dokter |
Rp86.000 |
Rp116.000 |
|
Rp30.000 |
� Biaya obat |
Rp127.768 |
Rp149.814 |
|
Rp22.046 |
Biaya readmisi |
Rp213.768 |
Rp 265.814 |
Rp479.582 |
Rp52.046 (10,85%) |
�
Rujukan |
|
|
|
|
�
Jumlah Rujukan |
40 |
63 |
|
|
�
Biaya rujukan ( Biaya
rujukan pada tarif RS Kelas C� berdasarkan INA-CBG untuk pasien rawat jalan kronis kecil sebesar Rp192.100� |
Rp7.684.000 |
�Rp12.102.300 |
Rp19.786.300 |
Rp4.418.300 �(22,33%) |
Dari
tabel 9. diketahui rata-rata biaya readmisi yang dikeluarkan klinik untuk
pasien home visit dengan jumlah
kunjungan 43 kali sebesar (Rp213.768) dan pada pasien non home visit dengan kunjungan 58 kali sebesar (Rp265.814) adapun
selisih biaya readmisi sebesar (Rp52.046). Biaya rujukan yang dikeluarkan BPJS
untuk pasien home visit dengan jumlah
rujukan 40 kali sebesar (Rp7.684.000) dan biaya rujukan untuk pasien non home visit dengan jumlah rujukan 63
kali sebesar (Rp12.102.300) adapun selisih biaya rujukan sebesar (Rp4.418.300).
5.
Analisis
Biaya Dan Manfaat (Dalam Rupiah) Pelayanan Home
Visit
Tabel 10
Penghematan Dari Biaya Readmisi
Dan Biaya Rujukan
Penghematan |
Jumlah |
�
Readmisi �
Biaya konsultasi dokter �
Biaya obat ����� Total penghematan readmisi |
Rp30.000 Rp22.046 Rp52.046 |
�
Rujukan |
Rp4.418.300 |
Total Penghematan biaya
readmisi dan rujukan pada
kelompok home
visit dibanding dengan
kelompok non
home visit |
Rp 4.470.346 |
Analisis
biaya dan mafaat dilakukan untuk mengetahui besaran bersih dari manfaat dalam
nilai moneter sehingga perlu dilakukan perhitungan manfaat bersih (net benefit) yang didapat dengan cara
biaya dikurangi dengan manfaat dalam nilai moneter. Cost Benefit Ratio didapat dengan membagi biaya dengan nilai
manfaat dalam nilai moneter. Jika hasil dari perhitungan Cost Benefit Ratio >1 maka manfaat yang didapat dari suatu
pengobatan lebih besar dari biaya yang dibutuhkan. Jika Cost Benefit Ratio = 1 maka manfaat yang dihasilkan dengan biaya
yang dibutuhkan sama besar. Jika Cost
Benefit Ratio <1 maka biaya yang dibutuhkan lebih besar daripada manfaat
yang didapat. Maka pengobatan dengan nilai Cost
Benefit Ratio paling besar merupakan pengobatan paling Cost Benefit. Dalam hal ini biaya investasi yang dikeluarkan adalah
berupa biaya home visit yang
dikeluarkan klinik.
Sedangkan
nilai manfaat diperoleh dari penghematan biaya readmisi dan biaya rujukan
sehingga diperoleh cost benefit ratio
adalah.
Pada� perhitungan cost benefit ratio diketahui�
nilai cost benefit ratio 1,36
yang berarti lebih besar daripada 1 dapat diambil kesimpulan bahwa program home visit dapat diterima.
Hasil
analisis cost benefit ratio, bahwa
adanya intervensi home visit dapat
mengurangi jumlah re-admisi dan rujukan pasien ke faskes lanjutan, dari data
dapat terlihat, bahwa pada pasien home
visit yang dirujuk ke faskes lanjutan lebh sedikit dari pada pasien non home visit, sehingga ada penghematan
biaya (pengurangan biaya terapi) bagi BPJS. Benefit
untuk BPJS bukan hanya sekedar dilihat dari adanya penghematan biaya rujukan
tetapi lebih kepada manfaat jangka panjang yang dapat diperoleh BPJS yakni
pasien mendapatkan edukasi untuk menjadi patuh dalam minum obat, tekanan darah
lebih terkendali sehingga kejadian komplikasi yang ditimbulkan akibat
hipertensi yang tidak terkontrol bisa diminimalisir. Rata-rata pasien
hipertensi yang sering dirujuk adalah karena tekanan darah yang tidak
terkendali dan hal ini dapat menyebabkan biaya menjadi lebih mahal apalagi jika
sudah muncul komplikasi (jantung, ginjal, stroke dll). Sehingga biaya-biaya
bisa dihindari dengan mengontrol ketidakterkendalian tekanan darah.
Pembiayaan
untuk penyakit katastopik saat ini�
sebesar Rp 23,5 triliun dari 22 juta kasus. Peringkat biaya tertinggi
diduduki oleh penyakit kardiovaskuler dengan total biaya Rp 10,3 triliun dengan
13 juta kasus. Adanya intervensi melalui home
visit yang dilakukan sedini mungkin di klinik kesehatan diharapkan dapat
menjadi masukan bagi BPJS, agar BPJS dapat memberikan insentif pada klinik yang
melaksanakan home visit� sehingga angka rujukan dapat diminimalisir (Kesehatan,
2019).
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Al-Qudah RA, evaluasi manfaat dan biaya
memberikan wawasan mengenai manfaat ekonomi�
dari adanya manajemen pengobatan dirumah yang diberikan apoteker untuk
mencegah ADE bagi pasien rawat jalan kronis hal ini menguntungkan dari segi
biaya dan menawarkan penghematan biaya yang besar bagi pembayar rumah sakit
perawatan kesehatan menghasilkan rasio manfaat-biaya sebesar 5,98 (Al‐Qudah,
Al‐Badriyeh, Al‐Ali, Altawalbeh, & Basheti, 2020).
Kesimpulan
Pada data
karakteristik pasien terdapat perbedaan bermakna dari tingkat pendidikan,� pasien hipertensi yang tidak mendapatkan home visit lebih tinggi dibandingkan
dengan yang mendapatkan home visit.
Dari penelitian mengenai tingkat kepatuhan dan keterkendalian tekanan darah
tidak ada perbedaan bermakna pada pasien yang mendapat home visit dan tidak mendapat home
visit. Nilai Odds Ratio (OR)
menunjukkan pasien home visit
memiliki kecenderungan 2,125 kali (lebih tinggi) untuk patuh dibanding non home visit dan memiliki
kecenderungan 1,688 kali (lebih tinggi) tekanan darah terkendali dibanding non home visit. Pada penelitian mengenai
analisis biaya (cost) dan manfaat (benefit), Terdapat perbedaan biaya langsung,
Rata-rata biaya langsung yang dikeluarkan oleh klinik pratama yang melaksanakan
home visit sebesar (Rp38.854.161) dan
yang tidak melaksanakan home visit
(Rp38.641.943). biaya yang dikeluarkan klnik yang melaksanakan home visit lebih besar karena ada biaya
untuk pelaksanaan program� home visit. Penghematan yang diperoleh
dari penurunan re-admisi dan rujukan pada klnik yang melaksanakan home visit
sebesar Rp 4.470.346. Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan pelayanan home visit lebih besar daripada biaya
yang dikeluarkan. Nilai rartio cost (biaya) dan benefit (manfaat dalam rupiah) yang diperoleh pada penelitian ini
sebesar 1,36 yang berarti lebih besar daripada 1,� hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program
home visit di klinik pratama dapat
diterima.
(WHO), World Health Organization. (2019).
(WHO), World Health Organization. Retrieved from https://www.who.int website:
https://www.who.int/news-room/events/world-hypertension-day-2019
Al‐Qudah, Rajaa A.,
Al‐Badriyeh, Daoud, Al‐Ali, Farah M., Altawalbeh, Shoroq M., &
Basheti, Iman A. (2020). Cost‐benefit analysis of clinical pharmacist
intervention in preventing adverse drug events in the general chronic diseases
outpatients. Journal of Evaluation in Clinical Practice, 26(1),
115�124.
Artiyaningrum, Budi, & Azam, Mahalul.
(2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak
terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin. Public Health
Perspective Journal, 1(1).
Bergmo, Trine Strand. (2015). How to
measure costs and benefits of eHealth interventions: an overview of methods and
frameworks. Journal of Medical Internet Research, 17(11), e4521.
Diana, Hilliyah. (2018). Efektivitas
Home Pharmacy Care dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap
Pengobatan Pasien Hipertensi di Apotek Kota Malang (Studi Dilakukan Hingga
Akhir Bulan Ke-3). Universitas Brawijaya.
Indonesia, Perhimpunan Dokter Hipertensi.
(2019). Konsensus penatalaksanaan hipertensi 2019. The 13th Scientific
Meeting of Indonesian Society of Hypertension.
Kesehatan, BPJS. (2019). Peraturan BPJS
Kesehatan No 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan skrining riwayat kesehatan dan
pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu serta peningkatan kesehatan
bagi peserta penderita penyakit kronis dalam program jaminan kesehatan.
BPJS Kesehatan.
Kesehatan, BPJS. (2020). Penyakit
Katastropik yang Menelan Biaya Besar BPJS Kesehatan 2019. Retrieved from
https://databoks.katadata.co.id website: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/08/03/penyakit-katastropik-yang-menelan-biaya-besar-bpjs-kesehatan-2019
Kurniawan, Rudy. (2019). Profil
kesehatan Indonesia tahun 2018. Kementerian Kesehatan RI.
Maulidina, Fatharani, Harmani, Nanny, &
Suraya, Izza. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Jati Luhur Bekasi tahun 2018. ARKESMAS (Arsip
Kesehatan Masyarakat), 4(1), 149�155.
Meiriana, Anita, Trisnantoro, Laksono,
& Padmawati, Retna Siwi. (2019). Implementasi program pengelolaan penyakit
kronis (PROLANIS) pada penyakit hipertensi di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 8(2), 51�58.
Musfirah, Musfirah, & Masriadi,
Masriadi. (2019). Analisis faktor risiko dengan kejadian hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Jurnal
Kesehatan Global, 2(2), 93�102.
Pamungkas, Septian Secsiandre Ade. (2020).
Pengaruh Pemberian Informasi Obat Antihipertensi Terhadap Tingkat Pengetahuan
dan Kepatuhan Pasien Peserta Prolanis di Puskesmas Gedangan Kabupaten Malang. Pharmaceutical
Journal of Indonesia, 6(1), 63�68.
RI, Kementerian Kesehatan. (2018). Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian RI Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Rosdiana, Ayu Imade, Raharjo, Bambang Budi,
& Indarjo, Sofwan. (2017). Implementasi program pengelolaan penyakit kronis
(Prolanis). HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(3),
140�150.
Ruiz, Sarah, Snyder, Lynne Page, Rotondo,
Christina, Cross-Barnet, Caitlin, Colligan, Erin Murphy, & Giuriceo,
Katherine. (2017). Innovative home visit models associated with reductions in
costs, hospitalizations, and emergency department use. Health Affairs, 36(3),
425�432.
Thakkar, Jay, Kurup, Rahul, Laba, Tracey
Lea, Santo, Karla, Thiagalingam, Aravinda, Rodgers, Anthony, Woodward, Mark,
Redfern, Julie, & Chow, Clara K. (2016). Mobile telephone text messaging
for medication adherence in chronic disease: a meta-analysis. JAMA Internal
Medicine, 176(3), 340�349.
Utaminingrum, Wahyu, Pranitasari, Resita,
& Kusuma, Anjar M. (2017). Pengaruh home care apoteker terhadap kepatuhan
pasien hipertensi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 6(4),
240�246.
WHO. (2004). Family Planning Maternal &
Child Health and Reproductive Health. World Health Organization, 82(6),
1514�1520.
Widaty, Delvia. (2017). Indikator
Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama di Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesia, 5(2), 111�116.
Widyastuti, Sad, Yasin, Nanang Munif, &
Kristina, Susi Ari. (2019). Pengaruh home pharmacy care terhadap pengetahuan,
kepatuhan, outcome klinik dan kualitas hidup pasien hipertensi. Majalah
Farmaseutik, 15(2), 105�112.
Copyright holder: Peni Meilawati, Prih Sarnianto, Nurita Andayani, Irmin (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |