Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 8, Agustus 2022

 

TEORI SUMBER VS TEORI BADAN HUKUM DAN TEORI TRANSFROMASI KEUANGAN DALAM MENAFSIRKAN STATUS HUKUM KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

 

Fina Puspita Fitriyanti

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kehadiran BUMN diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara. Namun, pemahaman mengenai status keuangan BUMN hingga saat ini masih menjadi perdebatan akibat adanya peraturan dan putusan pengadilan yang saling bertentangan dalam menafsirkan status hukum keuangan BUMN berdasarkan teori yang dianut sehingga menyebabkan tidak adanya kepastian hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilihat penjabaran dalam menafsirkan status hukum keuangan BUMN berdasarkan teori sumber yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan teori badan hukum dan teori transformasi keuangan.

 

Kata Kunci: status hukum keuangan BUMN; keuangan negara; teori sumber; teori badan hukum; teori transformasi keuangan

 

Abstract

State-Owned Enterprises (BUMN) are business entities whose capital is wholly or most of the capital owned by the state through direct investment originating from separated state assets. The presence of SOEs is expected to contribute to the development of the national economy and state revenues. However, the understanding of the financial status of SOEs is still a matter of debate due to conflicting regulations and court decisions in interpreting the legal status of SOEs' finances based on the theory adopted, resulting in the absence of legal certainty. Based on this, it is necessary to look at the translation in interpreting the financial legal status of SOEs based on source theory which has a different understanding from the theory of legal entities and the theory of financial transformation.

 

Keywords: SOE's financial legal status; state finances; source theory; legal entity theory; financial transformation theory

 

 

 

 

Pendahuluan

Konflik regulasi kerap kali terjadi di Indonesia, salah satu yang sedang ramai diperbincangkan adalah mengenai penafsiran status hukum keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Adanya perbedaan pendapat dalam membuat suatu putusan menggunakan teori dan peraturan yang berbeda-beda dalam menafsirkan status hukum keuangan BUMN menyebabkan tidak adanya kepastian hukum.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. (Indonesia, 2003) Penyertaan modal yang diberikan oleh Pemerintah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan Perseroan Terbatas, dimana kekayaan negara yang dipisahkan yaitu uang negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

BUMN di Indonesia lahir sebagai pelaksanaan politik ekonomi yang diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

3)  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

BUMN terbagi atas 2 (dua) bentuk, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara merupakan keuangan negara. Dikarenakan adanya kepemilikan modal negara dalam pembentukan BUMN Persero melalui modal yang disetor oleh negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu APBN. Konsep demikian menganut teori sumber. Namun konsep ini sangat berbeda dengan teori badan hukum dan teori transformasi.

Akibat dari adanya �penyertaan modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan� dalam pembentukan BUMN Persero menimbulkan pro dan kontra terkait status keuangan di BUMN Persero tersebut, apakah merupakan keuangan negara atau tidak termasuk dalam keuangan negara. Dengan demikian, yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana teori sumber vs. teori badan hukum dan teori transformasi keuangan dalam menafsirkan status hukum keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, yaitu mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. (Ibrahim, 2008) Tujuannya adalah menganalisis penerapan teori hukum yang dihubungkan dengan peraturan dan putusan agar ditemukan penafsiran yang ideal.

Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu memberikan gambaran mengenai teori sumber, teori badan hukum, dan teori transformasi keuangan untuk menafsirkan status hukum keuangan BUMN. Sedangkan berdasarkan bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian preskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai status hukum keuangan BUMN berdasarkan teori hukum keuangan publik.

Jenis data dan bahan hukum yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan adalah studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tenang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 48/PUU-XI/2013, Nomor 62/PUU-XI/2013, dan Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/201901/PHPU-PRES/XVII/2019. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, bahan dari media internet, dan kajian terkait status keuangan BUMN berdasarkan putusan badan peradilan dan teori yang menjadi pertimbangan hakim apakah telah sesuai dengan teori hukum keuangan publik.

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan 3 (tiga) langkah, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. (Ismail & El Rahman, 2021) Dalam pengolahan data, data yang diperoleh dikualifikasikan, baik data primer dari peraturan perundang-undangan dan putusan badan peradilan maupun data sekunder� yang berkaitan dengan status keuangan anak perushaan BUMN dan teori yang digunakan apakah sejalan dengan teori hukum keuangan publik. Kemudian, data-data yang diperoleh direduksi atau disortir menjadi data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Lalu dilanjutkan dengan penyajian data melalui penyusunan informasi-informasi yang didapatkan sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Terakhir, penarikan kesimpulan sebagai hasil dari analisis yang telah dilakukan terkait status keuangan anak perushaan BUMN dan teori yang digunakan apakah sejalan dengan teori hukum keuangan publik.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Teori Sumber dalam menafsirkan status hukum keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Teori sumber adalah salah satu teori yang diterapkan dalam pengelolaan keuangan negara. Teori sumber merupakan teori klasik karena dianggap sebagai sumber atau asal dari aliran uang itu berasal. Namun, pembahasan maupun pendapat para ahli mengenai teori ini sangat minim dan belum ditemukan rujukan yang memadai untuk dapat dijadikan acuan atau bahan pustakan.

W. Riawan Tjandra menyatakan bahwa setiap aliran uang negara yang bersumber dari APBN harus dipertanggungjawabkan berdasarkan mekanisme pertanggungjawaban APBN. Sehingga semua keuangan yang berasal dari negara merupakan keuangan negara sehingga pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara. Selain itu, teori ini banyak digunakan oleh Para Hakim dalam memutus perkara terkait penggunaan uang negara.

Para hakim menganggap bahwa sumber keuangan BUMN sebagian besar berasal dari negara sehingga keuangan BUMN merupakan keuangan negara. Hal ini dikarenakan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dikarenakan modal dalam pembentukan BUMN berasal dari negara, maka keuangan BUMN dianggap sebagai keuangan negara meskipun penyertaan modal dari negara tersebut dilakukan melalui penyertaan langsung dari kekayaan negara yang telah dipisahkan.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa kekayaan atau keuangan negara yang sudah dipisahkan pada pemisahan negara/perusahaan daerah tetap merupakan keuangan negara, perusahaan negara/perusahaan daerah merupakan perpanjangan tangan negara dan kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi kekayaan negara. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa sumber keuangan BUMN berasal dari keuangan negara sehingga tetap merupakan keuangan negara meskipun telah dipisahkan dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal di BUMN sehingga tidak mengangap adanya pemisahan status keuangan antara keuangan negara dan keuangan BUMN. Selain itu, pemisahan kekayaan negara dilihat dari perspektif transaksi bukanlah transaksi yang mengalihkan suatu hak sehingga tidak terjadi peralihan hak dari negara kepada BUMN. Oleh karenanya, kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi kekayaan negara.

 

 

 

B.  Teori Badan Hukum dalam menafsirkan status hukum keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Teori Badan Hukum dikembangkan oleh Rudolf von Jehring, Otto von Gierke, Fredrich Carl von Savigny, A. Brinz dan Meyers. (Widiyono, 2008) Namun, konsep badan hukum ini baru dikenal luas ketika Putusan House of Lords pada kasus Salomon vs A Salomon & Co. Ltd yang diputus pada tanggal 16 November 1897, dimana prinsip badan hukum (legal entity) yang membedakan badan hukum (corporation) dengan anggota atau pendiri (atau pemegang saham perusahaan) sehingga prinsip ini sering dijadikan dasar pembentukan hukum perusahaan modern. Terhadap teori badan hukum ini dikenal beberapa doktrin sebagai landasan teoritik keberadaan badan hukum, yaitu:

1)  Teori Fiksi

Teori fiksi dikemukakan oleh Fredrich Carl von Savigny (1779-1861) yang menyatakan bahwa badan hukum semata-mata hanyalah buatan negara saja. Badan huku hanya lah fiksi, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya sebagai pelaku hukum atau subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. (Rido, 1977) Sehingga tindakan yang dilakukan oleh badan hukum tersebut haruslah melalui wakilnya, seperti direktur atau pengurus perseroan.

2)  Teori Organ

Teori organ dikemukakan oleh Otto von Gierke (1841-1921) dan muncul sebagai reaksi ketika diterapkannya teori fiksi. Menurut teori organ, badan hukum bukanlah sesuatu yang abstrak (fiksi) tetapi seperti manusia yang benar-benar dalam pergaulan hukum dapat membentuk kemauan sendiri (mempunyai kehendak dan kemauan sendiri) dengan perantara yang ada padanya (pengurus dan anggota-anggotanya). (Prananingrum, 2014) Apa yang diputuskan oleh organ adalah sesuai dengan kehendak badan hukum itu sendiri, sehingga badan hukum dianggap sebagai sesuatu yang sama dengan manusia.

3)  Teori Harta Kekayaan Bertujuan

Teori harta kekayaan bertujuan dikemukakan oleh Brinz yang menyatakan bahwa hanya manusia saja yang dapat menjadi subyek hukum. Namun, ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan manusia, tetapi terikat oleh tujuan tertentu. Sehingga badan hukum diberi kedudukan seperti manusia. Hal ini dikarenakan badan hukum memiliki hak atas harta kekayaan yang menimbulkan berbagai kewajiban. (Debby, 2021) Kekayaan yang dimiliki oleh badan hukum berasal dari kekayaan seseorang yang telah dipisahkan dari kekayaan pribadinya.

4)  Teori Harta Kekayaan Bersama

Teori harta kekayaan bersama dikemukakan oleh Rudolf von Jhering (1818 � 1892) yang menyatakan bahwa pada hakekatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban anggotanya bersama-sama, dan harta kekayaan badan hukum merupakan harta kekayaan besama milik seluruh anggotanya.

 

5)  Teori Kenyataan Yuridis

Teori kenyataan yuridis dikemukakan oleh E.M. Meijers yang menyatakan bahwa badan hukum merupakan suatu realitas, konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. E.M. Meijers menyebut teori ini sebagai teori kenyataan sederhana karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja. Sehingga menurut teori kenyataan yuridis, badan hukum adalah wujud yang riil, sama riilnya dengan manusia.

Istilah badan hukum berasal dari terjemahan rechtspersoon (Belanda), persona moralis (Latin), dan legal persons (Inggris). Dalam BW (Burgelijk Wetboek) Belanda, istilah rechtspersoon diperkenalkan pada permulaan abad XX saat diundangkannya Undang-Undang tentang Kanak-Kanak (Kinderwetten). Menurut Buku I BW Pasal 292 ayat (2) dan Pasal 302 serta sejak diadakannya buku Titel 10 Buku III BW (lama) tahun 1838 terdapat banyak ketentuan tentang rechtspersonen tetapi dengan menggunakan istilah zedelijk lichaam (badan susila). Titel 10 (Pasal 1600 s.d. 1702) telah dicabut sejak diundangkannya Buku II N.B.W. tentang rechtspersonen tahun 1976, dimana Buku II N.B.W. dibagi dalam 7 titel, yaitu:

Titel 1 : Algemene bepalingen (Peraturan Umum (Pasal 1-25))

Titel 2 : Verenigingen (Perkumpulan-perkumpulan (Pasal 26-63))

Titel 3 : Naamloze vennootschappen (Perseroan Terbatas (Pasal 64-174))

Titel 4 : Besloten vennootschappen met beperkte aansprakelijkheid (Perseroan Tertutup dengan pertanggungan jawab terbatas (Pasal 175-258))

Titel 5 : Stichtingen (Yayasan-yayasan (Pasal 285-305))

Titel 6 : De jaarrekening (Perhitungan tahunan (Pasal 306-343)

Titel 7 : Het recht van enquete (Hak angket (Pasal 344-359))

Dalam B.W Indonesia atau KUHPerdata tidak mengatur secara lengkap tentang badan hukum, hanya termuat pada Buku III titel IX Pasal 1653 s.d. 1665 dengan istilah �van zedelijkelichamen� yang dianggap sebagai perjanjian atau perikatan. Kata rechtspersoon tidak dijumpai dalam Bab IX KUHPerdata, meskipun maksudnya antara lain mengatur rechtspersoonlijkheid (kepribadian hukum) yaitu badan hukum itu memiliki kedudukan sebagai subyek hukum. Hal ini menimbulkan kontra dari para ahli karena badan hukum adalah orang sehingga seharusnya dimasukkan dalam Buku I tentang Orang. Istilah badan hukum pertama kali dijumpai dalam Pasal 12 Hamsterwet (Prayitno, 2010) (UU Penimbunan Barang) yang memberi kemungkinan menjatuhkan hukuman pidana kepada badan hukum.

Menurut Black�s Law Dictionary, legal persons adalah �An entity such as corporation, created by law given certain legal rights and duties of human being; a being, real or imaginary, wgo for the purpose of legal reasoning is treated more or less as a human being�. (Garner, 2004) E. Utrecht mengartikan badan hukum sebagai badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, yang tidak berjiwa, atau lebih tepat bukan manusia. (Imaniyati, 2009) Menurut Molengraff, pada hakikatnya badan hukum merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya bersama-sama, dan didalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. (Asshiddiqie, 2017) Salim HS berpendapat bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan (arah yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban. (Salim, 2008) Chaidir Ali menyatakan bahwa badan hukum sebagai subyek hukum itu harus mencakup:

a.   Perkumpulan orang;

b.   Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking);

c.   Mempunyai harta kekayaan sendiri;

d.   Mempunyai pengurus;

e.   Mempunyai hak dan kewajiban;

f.    Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.

Badan hukum (rechts person) adalah salah satu badan yang dapat memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatannya sendiri dalam lalu lintas hukum,seperti manusia. Badan hukum merupakan salah satu subyek hukum selain manusia (natuurlijke person). Subyek hukum merupakan pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum, sehingga subyek hukum dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. (Halim, 1984) Selain itu, badan hukum dapat memiliki kekayaannya sendiri terpisah dari kekayaan para anggotanya, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat dan menggugat dimuka hakim. Filosofi pendirian badan hukum adalah dengan kematian pendirinya, harta kekayaan badan hukum tersebut diharapkan masih dapat bermanfaat untuk orang lain, karena harta kekayaan badan hukum telah dipisahkan dari harta kekayaan para pendirinya.

Syarat agar suatu badan atau perkumpulan dapat dikatakan sebagai badan hukum yaitu sebagai berikut:

a. �Memiliki kekayaan terpisah dari para pendirinya

Harta kekayaan badan hukum adalah harta kekayaan para pendiri yang dimasukkan menjadi milik bersama dan harta kekayaan tersebut terpisah dari harta kekayaan pribadi para pendirinya serta harta kekayaan ini digunakan untuk tujuan tertentu (Rido, 1977) yaitu untuk kepentingan bersama.

b.   Memiliki tujuan tertentu

Badan hukum memiliki tujuan tertentu yang bukan merupakan kepentingan pribadi dari satu atau beberapa anggotanya, (Santosa, 2019) tetapi tujuan badan hukum adalah untuk kepentingan bersama para anggotanya.

c.   Memiliki kepentingan tertentu

Dalam rangka mencapai tujuan tertentu didirikannya badan hukum, badan hukum memiliki kepentingan tertentu, yaitu dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga dalam lalu lintas hukum.

d.   Memiliki organisasi yang teratur

Badan hukum merupakan suatu badan yang hanya dapat bertindak dalam lalu lintas hukum dengan organnya (mewakili badan hukum).

Badan hukum terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu badan hukum publik dan badan hukum perdata. Penggolongan badan hukum publik dan badan hukum perdata didasarkan pada kriteria pembagian hukum, yaitu hukum publik dan hukum privat. Badan hukum dapat dibedakan menurut bentuknya, peraturan yang mengaturnya, dan sifatnya (Prayitno, 2010).

a.   Badan hukum menurut bentuknya, adalah pembagian badan hukum berdasarkan bentuk

kewenangan yang dimiliki. Terdapat 2 (dua) bentuk badan hukum, yaitu: (Atmadja, 2007)

1)  Badan hukum publik (personne morale) adalah badan hukum yang memiliki tugas dan kewenangan dalam mengeluarkan kebijakan publik, baik yang mengikat umum seperti Undang-Undang Perpajakan maupun yang tidak mengikat umum seperti Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Yang termasuk badan hukum publik adalah negara dan daerah, atau badan hukum lain yang �ditetapkan� dengan undang-undang atau �berdasarkan� peraturan perundang-undangan. Yang termasuk dalam badan hukum publik meliputi negara, provinsi, kota praja, lembaga, majelis, dan bank negara;

2)  Badan hukum privat (personne juridique) adalah badan hukum yang tidak memiliki kewenangan dalam mengeluarkan kebijakan publik yang mengikat umum. Yang termasuk dalam badan hukum privat meliputi perkumpulan (vereniging), Perseroan Terbatas (PT), perusahaan tertutup dengan tanggungjawab terbatas, Firma, Maskapai Andil Indonesia (M.A.I), korporasi dan yayasan.

b.   Badan hukum menurut peraturan yang mengaturnya, adalah pembagian badan hukum berdasarkan ketentuan yang mengatur badan hukum tersebut. Terdapat 2 (dua) macam badan hukum berdasarkan aturan yang mengaturnya, yaitu:

1)  Badan hukum yang terletak dalam lapangan hukum perdata BW, yang akan menimbulkan badan hukum perdata eropa, seperti zedelijke lichaam (perhimpunan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata (Pasal 1653-1665) dan Stb. 1870 No. 64), Perseroan Terbatas, Firma, dan lain-lain (yang didirikan menurut KUH Dagang), dan CV (didirikan berdasarkan Stb. 1933 No. 108);

2)  Badan hukum yang terletak dalam lapangan hukum perdata adat, yang akan menimbulkan badan hukum bumiputra, seperti Koperasi Indonesia (didirikan berdasarkan Stb. 1927 No. 1), Perkumpulan Indonesia (didirikan berdasarkan Stb. 1939 No. 570.

c.   Badan hukum menurut sifatnya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1)  Korporasi (corporation), adalah kumpulan orang-orang yang dalam lalu lintas hukum bertindak bersama-sama sebagai subyek hukum tersendiri, dimana korporasi merupakan badan hukum yang beranggota tetapi memiliki hak dan kewajiban sendiri terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya;

2)  Yayasan (stichting), adalah harta kekayaan yang dipisahkan untuk tujuan tertentu, dimana yayasan tidak ada anggota, yang ada hanyalah pengurusnya.

Man S. Sastra Widjaja memberikan kriteria untuk menentukan badan hukum itu tergolong badan hukum publik atau badan hukum perdata, yaitu: (Sastrawidjaja, 2005)

a.   Berdasarkan terjadinya atau pendirinya, yaitu apabila badan hukum dalam pendiriannya berlaku ketentuan hukum publik atau didirikan oleh kekuasaan umum, maka badan hukum tersebut merupakan badan hukum publik. Tetapi apabila badan hukum didirikan oleh orang perorangan sehingga berlaku ketentuan hukum perdata, maka badan hukum tersebut termasuk dalam badan hukum privat;

b.   Berdasarkan lapangan pekerjaan, yaitu apabila lapangan pekerjaan dari badan hukum itu untuk kepentingan umum, maka termasuk badan hukum publik. Namun apabila lapangan pekerjaan untuk kepentingan perseorangan atau sekelompok orang saja, maka badan hukum tersebut termasuk dalam badan hukum privat.

Yang termasuk dalam badan hukum publik yaitu badan hukum yang dibentuk oleh daerah dan badan hukum yang ditetapkan oleh undang-undang. Sedangkan, yang tersmasuk dalam badan hukum perdata yaitu Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum, Yayasan, dan Koperasi.

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN merupakan badan hukum perdata tetapi mendapatkan modal melalui penyertaan secara langsung� dari kekayaan negara yang telah dipisahkan. BUMN terdiri atas 2 (dua) bentuk, yaitu Perum dan Persero. Perum (Perusahaan Umum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sedangkan Persero (Perusahaan Perseroan) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dikarenakan Perseroan Terbatas adalah badan hukum perdata/privat, memiliki kekuasaan privat untuk melakukan tindakan hukum privat, dan tunduk pada ketentuan hukum privat. (Arifardhani, 2019) Selain itu, Perseroan Terbatas memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri atau pemiliknya.

Modal untuk pendirian BUMN berbentuk Persero minimal dimiliki oleh negara sebesar 51%, dimana negara melakukan penyertaan langsung kepada BUMN yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan tersebut merupakan kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan sebagai penyertaan modal negara kepada Perseroan Tebatas (Persero) berbentuk saham. Dengan adanya penyertaan modal negara dalam Perseroan Tebatas (Persero) berarti negara berperan sebagai pemegang saham dalam Perseroan sebatas modal yang disetor oleh negara ke dalam Perseroan yang berasal dari kekeyaan negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, hanya deviden (laba) sajalah yang menjadi bagian Pemerintah yang merupakan keuangan negara, sedangkan kekayaan BUMN adalah kekayaan badan hukum BUMN itu sendiri bukan merupakan kekayaan negara.

Salah satu ciri dari badan hukum adalah memiliki kekayaan yang terpisah dari pemiliknya, sehingga seharusnya kekayaan yang dipisahkan dari APBN yang kemudian dijadikan sebagai modal pendirian perusahaan negara (BUMN/Persero) dengan sendirinya akan menjadi kekayaan perusahaan negara (BUMN/Persero) tersebut, bukan lagi merupakan kekayaan negara. Hal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Tujuan adanya pemisahan kekayaan negara ini adalah untuk membuat batasan yang jelas antara tanggung jawab publik atau negara dengan tanggung jawab privat. Prof. Arifin Soeria Atmadja menyatakan bahwa berdasarkan pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, ketika negara memisahkan kekayaannya untuk pendirian Persero/BUMN yang dananya berasal dari penyertaan modal negara yang dalam hal ini adalah APBN dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah, maka negara masih bertindak dalam ranah hukum publik. Tetapi, ketika negara menyampaikan kehendaknya untuk mendirikan Persero/BUMN di hadapan notaris, maka saat itulah negara menundukkan dirinya secara sukarela pada hukum perdata dan negara sebagai pemegang saham (subyek hukum perdata) yang kedudukannya sama dengan pemegang saham lainnya serta kehilangan imunitas publiknya. (Atmadja, 2007) Kehadiran pemerintah di BUMN hanya sebagai acting principal (pemilik wakil), yaitu mewakili masyarakat umum sebagai pemilik BUMN yang sebenarnya (ultimate principal). Namun, Drs. Siswo Sujanto, DEA menyatakan bahwa �pemisahan kekayaan� dimaksud semata-mata untuk menjamin kemampuannya untuk mengelola kebijakan yang bersifat spesifik, sehingga tidak terkendala oleh pola baku pengelolaan anggaran pemerintah.

Berdasarkan teori badan hukum, dikarenakan Perseroan Terbatas adalah badan hukum privat yang pembinaan dan pengelolaannya bersifat privat, maka kekayaan negara yang dipisahkan yang dijadikan penyertaan modal pada BUMN Persero merupakan keuangan BUMN Persero tersebut berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang intinya menyatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Sehingga terlihat adanya perubahan status kekayaan yang dipisahkan pada BUMN tidak lagi tunduk pada ketentuan APBN tetapi tunduk pada ketentuan hukum privat yang sama dengan perusahaan swasta biasa.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 yang menyatakan bahwa piutang BUMN setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bukan lagi termasuk dalam piutang negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan ketentuan tentang piutang BUMN dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tidak lagi mengikat secara hukum, begitu pula dengan definisi keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sudah tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum setelah berlakunya Undang-Undang BUMN. Pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah tersebut adalah karena BUMN merupakan badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN tunduk pada hukum perseroan terbatas yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun Prof. R. Muchsan, S.H. menyatakan bahwa ��perlu dikhawatirkan kalau itu lepas dari kekayaan negara, maka amanah yang utama dari UUD, yaitu sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tidak akan terwujud. Di sini keuntungan profit hanya dinikmati oleh perusahaan itu sendiri atau mungkin dividennya hanya untuk pemegang-pemegang saham dan sebagainya kurang mencerminkan apa yang diamanatkan oleh UUD.�

C.  Teori Transformasi Keuangan dalam menafsirkan status hukum keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Teori transformasi keuangan dikemukan oleh Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H. Teori ini merupakan teori yang beralaskan pada teori badan hukum (Debby, 2021) dan pada hakikatnya terkait dengan perubahan status hukum keuangan dari keuangan negara menjadi keuangan badan hukum. Perubahan (transform) status hukum keuangan sebagai akibat dari tindakan hukum penyerahan dan pemisahan atas keuangan dari satu subyek hukum ke subyek hukum lainnya. Adanya peruabahan status hukum keuangan mengakibatkan terjadinya perubahan hak dan kewajiban dalam penguasaan dan kepemilikan uang dalam suatu badan hukum sehingga pengelolaan, tanggung jawab, dan resiko yang dipikul berada pada subyek hukum yang baru. Pengelolaan, pertanggungjawaban, dan resiko keuangan publik berbeda dengan keuangan privat. Hal ini dapat dilihat dari tujuan keuangannya, dimana tujuan dari keuangan publik adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedangkan tujuan dari keuangan privat adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat (Atmadja, 2009).

Ketika negara melakukan penyertaan modal (dalam bentuk uang) pada Perseroan Terbatas, maka uang negara tersebut bertransformasi menjadi uang Perseroan Terbatas dan negara yang diwakili oleh Pemerintah memiliki saham pada Perseroan Terbatas sebesar modal yang disertakan tersebut (Wuisang, 2015). Kekayaan negara yang menjadi modal dalam bentuk saham dari Perseroan Terbatas tidak lagi merupakan kekayaan negara, tetapi telah berubah status hukumnya menjadi kekayaan Perseroan Terbatas tersebut. Sehingga dengan sendirinya negara tunduk pada ketentuan hukum privat, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini mengakibatkan kedudukan Pemerintah tidak dapat lagi dikatakan mewakili negara sebagai badan hukum publik, tetapi sebagai badan hukum privat yang tindakan dan pengelolaaannya tunduk pada hukum privat. Sebaliknya, pajak dan laba usaha yang dihasilkan oleh Perseroan Terbatas ketika diserahkan ke Pemerintah, maka uang tersebut bertransformasi dari keuangan Perseroan Terbatas (privat) menjadi keuangan negara (publik) dan dengan sendirinya tunduk pada ketentuan hukum publik. Kemudian, Kekayaan bersih BUMN yang menjadi hak pemerintah dicatat sebagai aset pemerintah. Sebaliknya pendapatan BUMN tidak dicatat sebagai pendapatan APBN begitupun pengeluaran BUMN juga tidak dicatat sebagai pengeluaran APBN. Kekayaan negara pada BUMN dipisahkan dari APBN agar kekayaan BUMN dapat dikelola sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat dan efisien untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Penyertaan modal negara pada Perseroan Terbatas menimbulkan konsekuensi dalam hal menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap usaha yang dibiayainya (Simatupang, 2005). Dalam keadaan tersebut, Pemerintah tidak boleh berkedudukan sebagai badan hukum publik dan kedudukan Pemerintah pada badan hukum privat bukanlah mewakili negara sehingga imunitas publik dari negara hilang dan terputus hubungan publiknya. Kedudukan negara sebagai pemilik saham sama dengan kedudukan pemilik saham lainnya, dan negara dapat digugat dan menggugat di hadapan Pengadilan Negeri bukan dihadapan Pengadilan Tata Usaha Negara (Indrawati, 2014).

Teori transformasi keuangan ini kemudian diadopsi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, yang tertuang didalam Pasal 2A ayat (3) dan (4), dimana kekayaan negara yang dipisahkan yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN (Persero) bertransformasi menjadi saham yang dimiliki negara pada BUMN (Persero) tersebut. Kekayaan negara yang telah bertransformasi tersebut berubah menjadi kekayaan BUMN. Selain itu, teori ini juga didukung dengan dimuatnya dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dalam bagian penjelasan yang mengartikan arti kata �dipisahkan� yaitu adanya pemisahaan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara kepada BUMN sehingga pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi berdasarkan sistem APBN, tetapi didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang baik. dan Fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang intinya menyatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Teori transformasi keuangan juga diperkuat dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 mengenai perselisihan hasil pemilihan umum presiden tahun 2019, dimana calon wakil presiden Ma�ruf Amin masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di PT Bank Mandiri Syariah dan PT Bank BNI Syariah dan tidak mengundurkan diri dari jabatannya tersebut sejak ditetapkan sebagai sebagai pasangan calon nomor urut 01 peserta pemilu wakil presiden pada tahun 2019. Namun Mahakamah Konstitusi menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN didirikan melalui penyertaan saham yang sebagian besar dimiliki oleh BUMN. Saham PT Bank BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 99.94% dan PT BNI Life Insuransce sebesar 0.06%, dan saham PT Bank Mandiri Syariah terdiri atas PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 99.9999998% dan PT Mandiri Sekuritas sebesar 0.0000002%, maka tidak ada modal PT Bank BNI Syariah maupun PT Bank Syariah Mandiri yang dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan diatas, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

1)  Penyertaan modal dalam pembentukan BUMN Persero yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, dalam hal ini adalah APBN hingga saat ini masih dianggap sebagai keuangan negara. Hal ini sejalan dengan teori sumber, dimana dikarenakan penyertaan modal bersumber dari APBN yang notabene adalah uang negara, maka penyertaan modal meskipun berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan tetapi masing dianggap sebagai bagian dari keuangan negara. Teori ini banyak diangap tidak tepat untuk menafsirkan status hukum keuangan BUMN.

2)  BUMN Persero adalah subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban serta memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pemiliknya. Berdasarkan teori badan hukum, BUMN Persero merupakan badan hukum privat yang dapat melakukan tindakan hukum privat sehingga tunduk pada hukum privat, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Oleh karena itu, BUMN Persero dapat melakukan pengelolaan dan pembinaan berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam Perseroan Terbatas. Dikarenakan BUMN Persero merupakan subyek hukum sendiri dan memiliki kekayaan yang terpisah, maka kekayaan BUMN Persero tidaklah seluruhnya merupakan kekayaan negara.

3)  Penyertaan modal dari APBN kepada BUMN Persero menandakan beralihnya uang publik ke uang privat. Adanya peralihan ini merupakan teori transformasi keuangan dimana status hukum keuangan berubah akibat adanya tindakan penyerahan dan pemisahan keuangan dari satu subyek hukum kepada subyek hukum lainnya. Transformasi ini menyebabkan pengelolaan, resiko, dan tanggung jawab atas penguasaan dan kepemilikan uang beralih pada subyek hukum yang baru. Sehingga penyertaan uang negara sebagai modal dalam pembentukan BUMN Persero berarti uang negara tersebut bertransformasi menjadi uang BUMN Persero dimana penyertaan tersebut dikonvensikan dalam bentuk saham sebesar modal yang disertakan. Begitu pula jika negara mendapakan laba dari BUMN Persero, akan ada transformasi keuangan dari uang BUMN Persero menjadi uang negara. Dengan demikian, keuangan BUMN Persero bukan termasuk dalam keuangan negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arifardhani, Yoyo. (2019). Kemandirian Badan Usaha Milik Negara: Persinggungan Antara Hukum Privat Dan Hukum Publik. Otentik�s: Jurnal Hukum Kenotariatan, 1(1), 54�72.

 

Asshiddiqie, Jimly. (2017). Perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca reformasi.

 

Atmadja, Arifin P. Soeria. (2007). Transformasi Status Hukum Uang Negara sebagai Teori Keuangan Publik yang Berdimensi Penghormatan terhadap Badan Hukum. Paparan Ilmiah Disampaikan Pada Acara Syukuran Pemberian Pengharagaan Guru Besar Pengabdian Pendidikan Anugerah Sewaka Winayaroha, Jakarta.

 

Atmadja, Arifin P. Soeria. (2009). Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum. Teori, Kritik, Dan Praktik, Jakarta: Rajawali Pers.

 

Debby, Debby. (2021). status hukum keuangan perseroan terbatas (persero) berdasarkan teori badan hukum dan teori transformasi keuangan. Justitia et Pax, 37(2).

 

Garner, Bryan A. (2004). Black�s Law Dictionary, eight edition. USA: West, a Thomson Business.

 

Halim, A. Ridwan. (1984). Hukum perdata dalam tanya jawab.

 

Ibrahim, Johnny. (2008). Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang. Bayumedia Publishing, cet. Keempat.

 

 

Imaniyati, Neni Sri. (2009). Hukum Bisnis: Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi. Graha Ilmu.

 

Indonesia, Republik. (2003). Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara. UU Nomor 19 Tahun 2003, LN Nomor 70 Tahun 2003, TLN Nomor 4297, Ps. 1 angka 1.

 

Indrawati, Yuli. (2014). Aktualisasi Hukum Keuangan Publik. Bandung: Mujahid.

 

Ismail, Nurhasan, & El Rahman, Taufiq. (2021). Status Kepemilikan Dan Pemanfaatan Tanah Grondkaart Di Stasiun Depok Baru, Lenteng Agung, Dan Tanjung Barat. Jurnal Hukum & Pembangunan, 50(4), 1007�1048.

 

Prananingrum, Dyah Hapsari. (2014). Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dan Badan Hukum. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 73�92.

 

Prayitno, Cuk. (2010). Tinjauan yuridis kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan pertanggungjawaban pengurus Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk persero. Universitas Indonesia. Fakultas Hukum.

 

Rido, Ali. (1977). Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan, perkumpulan, koperasi, yayasan, wakaf. Alumni.

 

Salim, H. S. (2008). Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cetakan Kelima. Jakarta: Sinar Grafika.

 

Santosa, A. A. Gede D. H. (2019). Perbedaan Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Privat. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5(2), 152�166.

 

Sastrawidjaja, Man Suparman. (2005). Bunga rampai hukum dagang. Alumni.

 

Simatupang, Dian Puji N. (2005). Determinasi kebijakan anggaran negara Indonesia: studi yuridis. Papas Sinar Sinanti.

 

Widiyono, Try. (2008). Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab. Ghalia, Jakarta.

 

Wuisang, Ari. (2015). Transformasi Keuangan Publik Menjadi Keuangan Perdata Dalam Pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Oleh Pemerintah. Pakuan Law Review, 1(2).

 

Copyright holder:

Fina Puspita Fitriyanti (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: