Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 8, Agustus 2022

 

TROMBOLISIS INTRAARTERIAL PADA STROKE AKUT INTRAARTERIAL THROMBOLYSIS FOR ACUTE STROKE

 

Tranggono Yudo Utomo

Staff Pengajar Departemen Neurologi FK UKI Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak. Berdasarkan lokasi stroke iskemik dibagi menjadi stroke emboli dan trombosis. Tujuan terapi pasien stroke adalah meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera sekunder. Trombolisis intra-arterial (IAT) dapat menjadi alternatif trombolisis intravena pada pasien tertentu dengan stroke iskemik akut. Kriteria seleksi klinis dan CT scan awal IAT sama dengan kriteria trombolisis IV. Jendela terapi IAT mencapai 6 jam dari onset stroke pada oklusi MCA. Kandidat lainnya termasuk pasien dengan oklusi arteri karotis interna (ICA), oklusi ICA �T� melibatkan MCA proksimal dan karotis distal, serta oklusi arteri basilaris. Skala NIHSS lebih dari 10 dapat dipertimbangkan untuk menjalani IAT. Pada prinsipnya, agen yang digunakan mengubah pro-enzim plasminogen menjadi plasmin, yang ketika teraktivasi akan memecah fibrin menjadi produk degradasi fibrin.

 

Kata Kunci: iskemik, stroke, trombolisis, intraarterial

 

Abstract

In ischemic stroke there is occlusion of cerebral blood flow. Based on the location it is classified into embolic and thrombosis stroke. The mainstays of stroke treatment are to preserve brain perfusion, to promote lysis of the clots and prevent further thrombosis, protecting the active brain tissues and prevent secondary damages. Intra-arterial thrombolysis (IAT) might be an alternative to intravenous thrombolysis in specific cases of ischemic stroke. Clinical and CT scan selection criteria similar to those with IV thrombolysis. The treatment window of IAT is 6 hours from stroke onset in MCA occlusion. Others include internal carotid artery (ICA), �T� ICA occlusion involving proximal MCA and distal carotid, with bacillary arteries. NIHSS scale more than 10 should be considered to underwent IAT. In general, the thrombolytic agents convert pro-enzyme plasminogen into plasmin, subsequently cleave fibrin into fibrin degradation products when activated.

 

Keywords: ischemic, stroke, thrombolysis, intraarterial.

 

 

 


Pendahuluan

Stroke adalah gangguan peredaran otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau pendarahan dalam sirkulasi saraf otak. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. Di Amerika dan Kanada, 750.000 kasus stroke didiagnosis per tahun, dengan insiden 259 per 100.000 individu, menjadi penyebab disabilitas jangka panjang berat yang utama serta penyebab kematian dewasa tertinggi kedua secara global. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak. Berdasarkan lokasi penggumpalan stroke iskemik dibagi menjadi stroke emboli dan trombosis. Tujuan terapi pasien stroke adalah meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera sekunder lain, 1

Terapi trombolisis farmakologi telah digunakan untuk stroke iskemik setidaknya selama 4 dekade, bahkan sebelum berkembangnya CT scan. Aktivator plasminogen jaringan (tPA) intravena merupakan terapi rekanalisasi yang disetujui untuk stroke akut iskemik (AIS) namun dikarenakan jendela terapi yang sempit (3-4.5 jam), metode ini digunakan hanya pada sebagian kecil pasien AIS. Selain itu, manfaatnya tebatas, terkait efikasi klinis maupun rekanalisasi, terutama untuk oklusi pembuluh darah besar, yang merupakan penyebab AIS berat dan fatal. Kemajuan pesat terapi endovaskular dalam 10-15 tahun terakhir menjadikan terapi intra-arterial (TIA) sebagai pilihan baik untuk sejumlah pasien AIS dengan potensi pulih yang baik. Oklusi pembuluh darah besar dapat ditangani dengan terapi endovaskular, seperti pada sindrom koroner akut yakni infark miokard dengan elevasi ST yang lebih baik ditangani dengan intervensi perkutan dibandingkan trombolisis intravena.2

Meskipun rekanalisasi arteri spontan dini dikaitkan dengan hasil klinis yang baik, hal ini jarang terjadi, yakni <20% kasus dalam 24 jam. Sehingga fokus utama terapi adalah rekanalisasi oklusi vaskular untuk mengembalikan sirkulasi. Terapi intra-arterial untuk tatalaksana stroke iskemik masih berkembang. Efikasi rekanalisasi dengan fibrinolisis intraarterial tradisional relatif kurang baik akibat seleksi pasien, teknik atau pengalaman operator yang tidak adekuat; komplikasi anetesi, oklusi mikrovaskular, atau faktor lain yang belum diketahui. Pendarahan intraserebri masih terjadi pada 2-11% prosedur. 3

 

Metode Penelitian

Secara umum penatalaksaan stroke dimulai dengan evaluasi dan diagnosis yang cepat karena jendela terapi stroke akut yang sangat pendek, evaluasi juga harus dilakukan secara sistemik dan cermat yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Terapi umum yang diberikan untuk stroke meliputi stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum (tekanan darah, jantung, neurologi umum awal), pengendalian peninggian tekanan intrakranial, penanganan transformasi hemoragik, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh dan pemeriksaan penunjang (EKG dan CT-Scan). Prinsip dari manajemen stroke iskemik sangat sederhana, yaitu mengembalikan aliran darah pada daerah yang terjadi infark sesegera mungkin tanpa menyebabkan perdarahan intraserebral. Tujuan terapi pasien stroke adalah meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera sekunder lain

 

Hasil Dan Pembahasan

Stroke

Stroke adalah gangguan peredaran otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau pendarahan dalam sirkulasi saraf otak. Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian. Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.4 Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi TIA (Transient Ischemic Attack), RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit), stroke dalam evolusi, stroke dalam resolusi, atau stroke komplit.5

Berdasarkan lokasi penggumpalan stroke iskemik dibagi menjadi stroke emboli dan trombosis. Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.6

Stroke akibat trombus terjadi akibat adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willis dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis. Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Keadaan yang dapat menyebabkan thrombosit cerebral adalah atherosklerosis / arteriosklerosis, hiperkoagulasi, atau arteritis.6

Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum dijumpai pada penderita stroke iskemik, seperti nyeri kepala hebat mendadak, pusing, bingung (gangguan orientasi, ruang, atau personal), penglihatan kabur, kesulitan bicara, mulut pelo, kehilangan keseimbangan, kelainan sensori seperti rasa kebas/baal atau gangguan motorik seperti kelemahan otot satu sisi tubuh. Berdasarkan gejala dan tanda serta waktu terjadinya serangan, dapat diperkirakan letak kerusakan jaringan otak serta jenis stroke yang menyerang yakni kesemutan atau kelemahan otot pada sisi kanan tubuh menunjukkan terjadinya gangguan pada otak belahan kiri. Kehilangan keseimbangan menunjukkan gangguan terjadi di pusat keseimbangan, yakni antara lain daerah otak kecil (cerrebellum).7

Gejala munculnya secara bertahap dan kesadaran umum baik, kecuali iskemiknya terjadi karena sumbatan embolus yang berasal dari jantung maka gejala muncul mendadak dan sering disertai nyeri kepala. Manifestasi yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat ringannya lesi dan juga topisnya. Kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow dengan penilaian skala skor GCS 3-8 disebut koma, GCS 9-14 disebut konfusi, letargi atau stupor, serta GCS 15 disebut sadar penuh, atentif dan orientatif.7

Secara umum penatalaksaan stroke dimulai dengan evaluasi dan diagnosis yang cepat karena jendela terapi stroke akut yang sangat pendek, evaluasi juga harus dilakukan secara sistemik dan cermat yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Terapi umum yang diberikan untuk stroke meliputi stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum (tekanan darah, jantung, neurologi umum awal), pengendalian peninggian tekanan intrakranial, penanganan transformasi hemoragik, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh dan pemeriksaan penunjang (EKG dan CT-Scan). Prinsip dari manajemen stroke iskemik sangat sederhana, yaitu mengembalikan aliran darah pada daerah yang terjadi infark sesegera mungkin tanpa menyebabkan perdarahan intraserebral. Tujuan terapi pasien stroke adalah meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera sekunder lain. 1

Trombolisis intraarterial

����������� Trombolisis intra-arterial (IA) dapat menjadi alternatif trombolisis intravena (IV) pada pasien tertentu dengan stroke iskemik akut. Kriteria seleksi klinis dan CT scan awal trombolisis IA sama dengan kriteria trombolisis IV. Trombolisis IA paling banyak dilakukan pada pasien dengan oklusi arteri serebri media (MCA). Terdapat bukti bahwa jendela terapi tromblisis IA mencapai 6 jam dari onset stroke pada oklusi MCA. Kandidat lainnya termasuk pasien dengan oklusi arteri karotis interna (ICA), oklusi ICA �T� yang melibatkan MCA proksimal dan karotis distal, serta oklusi arteri basilaris.8

����������� Skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) dapat dipertimbangkan untuk menjalani trombosis IA bila lebih dari 10. Evaluasi dasar laboratorium terdiri dari darah lengkap, pemeriksaan koagulasi (TT, aPTT, INR, CT, fibrinogen, plasminogen), antiplasmin-α2, elektrolit serum, gula darah sewaktu, troponin, kreatin kinase, CKMB, dan EKG. CT scan dilakukan untuk menyingkirkan stroke pendarahan. Pada sekitar sepertiga kasus stroke akut akibat oklusi MCA, CT scan akan menunjukkan tanda hiperdensitas MCA menunjukkan adanya trombus, selain itu temuan seperti lingkaran hiperdens pada fissura sylvii atau tanda �dot� MCA menunjukkan oklusi M2 dan M3 secara spesifik namun kurang sensitif. Bila tersedia, pemeriksaan non invasif dengan Doppler transkranial dan dupleks karotis, CT angiografi (CTA), atau MRI dapat digunakan untuk skrinig oklusi pembuluh darah besar yang dapat diatasi dengan trombolisis IA.8

����������� Pada pasien yang memenuhi kriteria CT dan klinis, angiogram serebri 4-pembuluh darah lengkap, dari pendekatan transfermoral perlu dilakukan untuk mengevaluasi lokasi oklusi, derajat trombus, dan jumlah teritori yang terlibat, serta sirkulasi kolateral. Kateter diagnostik diteruskan hingga segmen servikal tinggi dari teritori vaskular yang terlibat, diikuti introduksi mikrokateter dengan microguidewire. Dibawah visualisasi fluoroskopi, mikrokateter diarahkan secara perlahan melalui sirkulasi intrakranial hingga ujungnya tertanam di dalam atau menembus bagian sentral trombus. 9

����������� Terdapat berbagai desain kateter dan teknik yang telah diterapkan. Untung sebagian besar kasus, digunakan mikrokateter end-hole tunggal, sedangkan untuk bekuan segmen yang lebih panjang dapat digunakan mikrokateter end-hole multipel. Angiografi superselektif melalui mikrokateter dilakukan dengan interval teratur untuk menilai derajat lisis bekuan dan menyesuaikan dosis dan volume agen trombolitik. Bila terjadi disolusi bekuan parsial, kateter diteruskan ke dalam trombus yang tersisa. Seiring dengan larutnya trombus, kateter diteruskan ke cabang sirkulasi intrakranial lebih distal, sehingga sebagian besar agen trombolitik masuk ke dalam pembuluh darah yang teroklusi. Rekanalisasi dapat tercapai hingga 2 jam paska prosedur dimulai, meskipun keberhasilan prosedur jarang terjadi bila pembuluh darah tidak terkanalisasi parsial dalam waktu 1 jam. Tujuannya adalah untuk mencapai rekanalisasi cepat dengan agen trombolitik sedikit mungkin untuk mencegah infark otak dan mengurangi risiko pendarahan.9

Beberapa agen yang telah digunakan untuk tatalaksana trombolitik stroke adalah streptokinase, urokinase, alteplase, pro-urokinase, reteplase, tenekteplase, dan desmoteplase. Pada prinsipnya, agen tersebut mengubah proenzim plasminogen menjadi plasmin, yang ketika teraktivasi akan memecah fibrin menjadi produk degradasi fibrin. Kelebihan dari trombolisis intraarterial (IA) dibandingkan intravena (IV) adalah memungkinkan pemberian obat langsung pada trombus, dan dibandingkan teknik mekanik membutuhkan instrumentasi yang lebih sedikit. Trombolisis kimia juga dapat bekerja pada bekuan distal, pada M2, M3 dan cabang lebih tinggi yang mungkin tidak dapat diakses oleh teknik mekanik. Meskipun secara IA, dosis sistemik yang diberikan sangat rendah, pendarahan intrakranial (ICH) merupakan komplikasi yang ditakutkan. Kekhawatiran lain berhubungan dengan interval yang relatif panjang antara inisiasi infus obat dengan waktu untuk membuka pembuluh darah kembali, sehingga gagal terapi tidak jarang terjadi. 8

����������� Obat generasi pertama seperti streptokinase dan urokinase merupakan aktivator plasminogen dan sudah jarang digunakan. Keduanya tidak spesifik terhadap fibrin sehingga dapat menyebabkan hipofibrinogenemia. Streptokinase bersifat imunogenik dan dapat menyebabkan resistensi, demam, maupun reaksi alergi, selain itu kejadian ICH tinggi sehingga tidak lagi digunakan sebagai terapi stroke. Agen generasi kedua seperti alteplase (rt-PA) dan pro-urokinase bersifat spesifik fibrin dan tidak antigenik. Alteplase bekerja dengan mengubah plasminogen menjadi plasmin dengan T� sekitar 4-6 menit, dosis yang digunakan untuk lisis IA berkisar 1 � 60 mg. Hal yang dikhawatirkan dari alteplase adalah kemungkinan memiliki sifat neurotoksik, termasuk aktivasi metalloproteinase, yang dapat meningkatkan permeabilitas sawar darah otak yang dapat mengakibatkan ICH dan edema. Pro-urokinase adalah prekursor urokinase dengan waktu paruh 7 menit. Trombolitik generasi ketiga seperti reteplase dan tenekteplase merupakan bentuk alteplase yang dimodifikasi, dengan potensi trombolitik lebih tinggi dan waktu paruh yang lebih panjang. Dibandingkan alteplase, tenekteplase memiliki waktu paruh lebih panjang, spesifisitas fibrin lebih tinggi, dan resistensi lebih baik terhadap plasminogen activator inhibitor-1. Agen generasi baru seperti desmoteplase merupakan versi rekayasa genetik yang lebih selektif untuk plasminogen yang berikatan dengan fibrin.10

Indikasi

Indikasi IAT masih berkembang, karena belum ada indikasi yang disetujui untuk IAT spesifik stroke, terdapat variabilitas luas antar praktisi mengenai indikasi. Pada umumnya, pasien dengan AIS dengan <3 jam perlu ditawarkan tPA intravena, sedangkan IAT ditawarkan pada pasien lain dan mereka yang menolak tPA intravena. Efisiensi rekanalisasi trombolisi bervariasi tergantung lokasi oklusi arteri. Pasien dengan stroke iskemik kurang dari 6 jam memiliki variasi lokasi oklusi yang luas, dimana 20% tidak dapat terlihat, meskipun dengan gambaran neurologi yang serupa. Angka rekanalisasi dengan trombolisis IA lebih superior dibandingkan trombolisis intravena untuk oklusi serebrovaskular mayor, yakni 70% untuk IA dibandingkan 34% untuk IV. Perbedaan angka rekanalisasi ini paling jelas pada kasus oklusi pembuluh darah besar seperti ICA, yang merupakan pembuluh darah paling sulit untuk mencapai trombolisis, segmen karotis T dan MCA proksimal (M1). Rekanalisasi berhubungan dengan luaran klinis yang lebih baik, terutama pada pasien dengan aliran darah kolateral yang baik dan tidak memiliki tanda infark mayor pada CT scan. Jendela waktu trombolisis IA minimal 6 jam untuk oklusi MCA, dapat lebih lama pada sirkulasi vertebrobasilar, dimana terdapat laporan yang menunjukkan keberhasilan terapi 48 jam paska onset stroke. Jendela waktu yang lebih panjang pada oklusi sirkulasi posterior dapat dijelaskan oleh aliran kolateral yang lebih besar pada area tersebut. 8

Penelitian

����������� Pada sebuah studi kohort ditemukan bahwa dari 99 pasien yang dilakukan imaging perfusi, 78 memiliki target mismatch (TMM), 42 diantaranya ditangani diluar jendela waktu 6 jam. dengan rekanalisasi dan TMM terdapat odds ratio (OR) 8.5 untuk luaran neurologi yang baik pada pasien yang ditangani >6 jam dengan OR 2.9 untuk mereka yang ditangani <6 jam dibandingkan mereka tanpa TMM. Reperfusi tidak menimbulkan perkembangan infark dan pasien tanpa TMM tidak memperoleh manfaat dari rekanalisasi. Alternatif lain adalah seleksi pasien menggunakan ASPECTS (Alberta Stroke Program Early CT Score). Skor >7 dikaitkan dengan hasil neurologi yang baik paska trombolisis. Selain imaging parenkim, imaging vaskular dengan CTA atau MRA dapat membantu seleksi pasien untuk pendekatan IAT.11

����������� Trombolitik infus intraarteri secara langsung pada lokasi oklusi telah digunakan lebih dari 20 tahun lalu dengan berbagai laporan kasus dan serial kasus, namun hanya terdapat sedikit penelitian acak yang signifikan. Pertama adalah PROACT II, sebuah penelitian fase 3 dengan pro-urokinase rekombinan pada oklusi MCA yang terbukti secara angiografi dengan durasi <6 jam. Seratus delapan puluh pasien dengan NIHSS rerata 17 diacak menjadi kelompok pro-urokinase rekombinan 9 mg IA selama 2 jam dengan heparin intravena. Rekanalisasi 2 jam parsial atau total sebesar 66% pada kelompok terapi dibandingkan 18% pada kelompok kontrol. Manfaat ditemukan paling besar pada pasien dengan stroke ringan � sedang (NIHSS 11-20), usia dibawah 68 tahu, mereka dengan volume infark dini <5.25 ml, dan mereka dengan skor ASPECT >7. Kejadian ICH simtomatik sebesar 10% dengan terapi. Namun data ini masih belum cukup untuk menyetujui penggunakan pro-urokinase rekombinan, namun IAT terbukti aman dan efektif.12

����������� RCT kedua adalah MELT di Jepang dengan urokinase intraarteri pada oklusi MCA M1 atau M2 dengan durasi <6 jam. Dosis sebesar 120,000 IU intraarteri diberikan dalam waktu 5 menit dan diulang maksimal 600,000 unit. Meskipun hasil utama mRS ≤ 2 tidak berbeda signifikan, angka ICH 9% dan analisis sekunder menunjukkan bahwa angka pemulihan mendekati normal lebih tinggi pada kelompok terapi (p=0,045). Pada praktik klinis, tPA merupakan agen yang paling banyak digunakan meskipun kurangnya data pada RCT besar. Belakangan ini muncul penggunaan kombinasi agen trombolitik dengan antagonis glikoprotein IIb/IIIa. Hal ini perlu diterapkan dengan dosis serendah mungkin karena masih sangat kurangnya data terkait keamanan, efikasi, agen, rute, dan dosis yang direkomendasikan.2

����������� Pada pasien dengan stroke sirkulasi posterior dengan onset hingga 24 jam, Australian Urokinase Stroke Trial mengacak 16 pasien yang diberikan urokinase IA (peningkatan 100,000 IU hingga dosis maksimum 1,000,000 IU) atau kontrol. Semua pasien diberikan antikoagulasi akut (heparin IA 5000 IU diikuti heparin IV dengan target PTT 60-80 untuk minimum 2 hari), kemudian diberikan warfarin oral untuk mencapai INR target 1.5 � 2.5 selama 6 bulan. Hasil yang baik ditemui pada 4 dari 8 pasien yang menerima urokinase IA dibandingkan kontrol.13

����������� Sebuah meta analisis membandingkan 5 RCT menemukan bahwa fibrinolisis IA dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih baik, yakni mRS 0-2 (43 vs 28%; OR 2, 95% CI 1,3 � 3.1; NNT 6.8) dan hasil klinis yang sangat baik yaitu mRS 0-1 (31 vs 18%; OR 2,1;95% CI 1.3-3.5; NNT 7.7). Pendarahan radiologi atau simtomatik meningkat, meskipun mortalitas tidak lebih tinggi. 13

Ekspansi Jendela Waktu Trombolitik Intraarterial

����������� Pada registri MERCI, 112 pasien ditangani ≥ 12 jam paska onset stroke dengan luaran neurologis identik dibandingkan mereka yang ditangani dalam waktu <8 jam (angka revaskularisasi 81.3%, mRS ≤ 2 90-hari sebesar 37.8% dan mortalitas 18.8%). Studi sebelumnya pada 55 pasien yang terpilih dengan imaging perfusi dengan rerata NIHSS 19.7 � 5.7, 34 menunjukkan angka rekanalisasi yang serupa antara mereka yang ditangani dalam waktu 3.4 � 1.6 jam dari onset stroke dibandingkan 18.6 � 16.0 jam. Selain itu, kejadian ICH juga tidak lebih tinggi pada pasien dengan stroke sirkulasi anterior. Prediktor luaran buruk serta mortalitas yang terbaik adalah NIHSS bukan durasi iskemik. Sebuah studi multisenter yang lebih besar mengonfirmasi temuan ini pada 237 pasien stroke sirkulasi anterior yang ditangani dengan IAT sekitar 15 � 11.2 jam paska onset stroke. Dibutuhkan tambahan literatur dan penelitian untuk memvalidasi teknik pencitraan penumbra dan definisi seleksi pasien untuk IAT terutama mereka diluar jendela terapi tradisional.2

Kondisi Khusus

Trombolisis IA dapat bermanfaat pada situasi dimana trombolisis intravena membawa risiko pendarahan yang tinggi. pasien dengan riwayat pembedahan terbaru, non-ICH, atau pungsi arteri, serta pasien dengan antikoagulasi dieksklusi dari penelitian National Institute of Neurological Disease and Stroke (NINDS) karena risiko komplikasi pendarahan yang tinggi. trombolisis IA, dengan memberikan tromblisis dengan dosis lebih kecil secara langsung pada pembuluh darah menawarkan potensi untuk menangani pasien dengan risiko pendarahan yang lebih sedikit.2

 

Kesimpulan

Trombolitik infus intraarteri secara langsung pada lokasi oklusi telah digunakan lebih dari 20 tahun lalu dengan berbagai laporan kasus dan serial kasus, namun hanya terdapat sedikit penelitian acak yang signifikan. Beberapa agen yang telah digunakan untuk tatalaksana trombolitik stroke adalah streptokinase, urokinase, alteplase, pro-urokinase, reteplase, tenekteplase, dan desmoteplase. Jendela terapi IAT mencapai 6 jam dari onset stroke pada oklusi MCA. Kandidat lainnya termasuk pasien dengan oklusi arteri karotis interna (ICA), oklusi ICA �T�, serta oklusi arteri basilaris.


BIBLIOGRAFI

 

1. ��� Herpich F, Rincon F. Management of Acute Ischemic Stroke. Crit Care Med. November 2020;48(11):1654�63.

 

2. ��� Abou-Chebl A. Intra-Arterial Therapy for Acute Ischemic Stroke. Interv Neurol. Maret 2013;1(2):100�8.

 

3. ��� Castonguay AC, Jumaa MA, Zaidat OO, Haussen DC, Jadhav A, Salahuddin H, dkk. Insights Into Intra-arterial Thrombolysis in the Modern Era of Mechanical Thrombectomy. Front Neurol. 13 November 2019; 10: 1195.

 

4. ��� Coupland AP, Thapar A, Qureshi MI, Jenkins H, Davies AH. The definition of stroke. J R Soc Med. Januari 2017;110(1):9�12.

 

5. ��� Fonseca AC, Merwick �, Dennis M, Ferrari J, Ferro JM, Kelly P, dkk. European Stroke Organisation (ESO) guidelines on management of transient ischaemic attack. Eur Stroke J. 1 Juni 2021;6(2): CLXIII�CLXXXVI.

 

6. ��� Hui C, Tadi P, Patti L. Ischemic Stroke. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 [dikutip 24 Maret 2022]. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499997/

 

7. ��� Brust JCM. CURRENT Diagnosis & Treatment Neurology, Third Edition. McGraw-Hill Education; 2019. 624 hlm.

 

8. ��� Toni D, Mangiafico S, Agostoni E, Bergui M, Cerrato P, Ciccone A, dkk. Intravenous Thrombolysis and Intra-Arterial Interventions in Acute Ischemic Stroke: Italian Stroke Organisation (ISO)-Spread Guidelines. Int J Stroke. 1 Oktober 2015;10(7):1119�29.

 

9. ��� Park S, Park ES, Kwak JH, Lee DG, Suh DC, Kwon SU, dkk. Endovascular Management of Long-Segmental Petrocavernous Internal Carotid Artery (Carotid S) Occlusion. J Stroke. 30 September 2015;17(3):336�43.

 

10. � Hlavica M, Diepers M, Garcia-Esperon C, Ineichen BV, Nedeltchev K, Kahles T, dkk. Pharmacological recanalization therapy in acute ischemic stroke � Evolution, current state and perspectives of intravenous and intra-arterial thrombolysis. J Neuroradiol. 1 Februari 2015;42(1):30�46.

 

11. � Lansberg MG, Straka M, Kemp S, Mlynash M, Wechsler LR, Jovin TG, dkk. Magnetic Resonance Imaging Profile and Response to Endovascular Reperfusion: Results of the DEFUSE 2 Prospective Cohort Study. Lancet Neurol. Oktober 2012;11(10):860�7.

 

12. � Rahme R, Yeatts SD, Abruzzo TA, Jimenez L, Fan L, Tomsick TA, dkk. Early reperfusion and clinical outcomes in patients with M2 occlusion: pooled analysis of the PROACT II, IMS, and IMS II studies: Clinical article. J Neurosurg. 1 Desember 2014;121(6):1354�8.

 

13. � Bivard A, Lin L, Parsonsb MW. Review of Stroke Thrombolytics. J Stroke. 31 Mei 2013;15(2):90�8.

 

Copyright holder:

Tranggono Yudo Utomo (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: