Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 8, Agustus 2022
PENTINGNYA
KOMUNIKASI DALAM PERNIKAHAN DAN KELUARGA KRISTEN
Lasmaria Nami Simanungkalit, Dapot Damanik
IAKN Tarutung, Indonesia
Email : [email protected],
[email protected]
Abstrak
Beranak cucu
dan bertambah banyak untuk memenuhi bumi Kej 1 : 27-28 menyiratkan bahwa Allah
merancangkan dan merencanakan pernikahan bagi manusia. Pernikahan alkitabiah adalah antara seorang pria biologis dan seorang
wanita biologis. Manusia tidak pernah dilihat secara terpisah-pisah, sendiri- sendiri
melainkan selalu sebagai anggota-anggota yang bertanggung jawab dari suatu
keluarga. Keinginan untuk membina suatu keluarga sesuai
dengan Firman Tuhan banyak mengalami kegagalan dan
kekecewaan. Kehidupan
berumah tangga banyak mengalami masalah
serius dan berakhir dengan perceraian. Sumber konflik yang ada dikarenakan
kurangnya komunikasi diantara anggota keluarga. Penelitian ini menggunakan
kualitiatif deskriptif dengan metode literatur. Relasi dan komunikasi dalam
keluarga yang hangat dan akrab didukung oleh adanya komunikasi dari hati ke hati
yang disertai oleh cinta kasih yang hangat menjadi keharmonisan dalam keluarga.
Kata Kunci: Komunikasi, Pernikahan, Keluarga
Kristen
Abstract
Be fruitful and multiply to fill the earth Genesis 1:27-28
implies that God designed and planned marriage for humans. Biblical marriage is
between a biological man and a biological woman. Humans are never seen in
isolation, individually but always as responsible members of a family. The
desire to raise a family according to God's Word has experienced many failures
and disappointments. Married life experienced many serious problems and ended
in divorce. The source of the conflict is due to the lack of communication
between family members. This research uses descriptive qualitative with
literature method. Relationships and communication in a warm and close family
are supported by heart-to-heart communication accompanied by warm love that
creates harmony in the family.
Keywords: Communication, Marriage, Christian Family
Pendahuluan
Pernikahan adalah persekutuan yang ekslusif serta
kudus seumur hidup antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan. Pernikahan adalah satu komitmen antara seorang laki-laki dan
perempuan yang melibatkan hak-hak seksual secara timbal balik. Pernikahan
adalah satu lembaga yang ditetapkan Tuhan bagi semua orang, bukan hanya orang
Kristen saja, tetapi untuk semua orang. Pernikahan alkitabiah adalah antara
seorang pria biologis dan seorang wanita biologis. Hal ini jelas dari sejak
semula bahwa Tuhan menciptakan �laki-laki dan perempuan� (Kej 1:27-28) dan
memerintahkan mereka untuk �beranak cucu dan bertambah banyak�.
Perintah Allah kepada
manusia pertama untuk beranak cucu dan bertambah banyak karena adanya ikatan
kasih antara laki-laki dan perempuan. Dalam perintah ini, kuasa motif yang luar
biasa ditanamkan dalam kehidupan manusia yang pasti membawanya kepada cita-cita
yang luhur. Demikian pula sifat dasar jasmani manusia diciptakan untuk
menyatakan bukan menghalangi cinta seorang laki-laki kepada seorang wanita dan
sebaliknya. Hal ini dinyatakan secara jelas dan indah dalam kitab Kidung Agung.
Ikatan manusia dalam Perjanjian Lama (PL)�
lebih luas dari pada dalam hubungan perkawinan. Manusia tidak pernah
dilihat secara terpisah-pisah, sendiri- sendiri melainkan selalu sebagai anggota-anggota
yang bertanggung jawab dari suatu keluarga atau suku bangsa (Childs, 1966).
Laki-laki dan perempuan adalah ciptaan Allah yang bertanggung
jawab memelihara alam semesta dan sebagai bukti kasih Allah akan manusia ini.
Manusia diajarkan untuk mengasihi. Hubungan laki-laki dan perempuan yang
memiliki kasih dan Allah diberikan berkat yaitu keturunan yang menjadi tanda
bahwa laki-laki dan perempuan itu saling memiliki. Laki-laki diciptakan sebagai
pemimpin atas keluarganya sedangkan perempuan yang menjadi istri dijadikan
sebagai pendamping/penolong bagi laki-laki/suaminya.Tuhan menciptakan mereka
untuk saling melengkapi bukan menjadikan mereka berbeda dihadapan-Nya. Keduanya menjadi
partner didalam satu kehendak untuk saling mencintai, saling memuji, saling
merindukan dan saling melengkapi. Begitulah harkat Dalam Kej. 1:26 dan 2:7
penciptaan Laki-laki dan Perempuan itu didahului oleh keputusan yang tegas
serta tindakan yang nyata pada pihak Allah (J. A, 2005).
Suatu hubungan yang
memiliki satu kehendak untuk saling mencintai, saling memuji, saling merindukan
dan saling melengkapi ini maka terbentuklah suatu ikatan yang suci dan kudus
dihadapan Allah yang disebut dengan pernikahan. Allah merencanakan supaya pernikahan dan kehidupan rumah tangga orang
percaya baik. Pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang baik itu dapat menjadi
berkat bagi semua orang. Setiap orang yang akan memasuki suatu kehidupan pernikahan tentu mempunyai
keinginan untuk hidup berbahagia dan saling mencintai.
Allah merencanakan supaya pernikahan dan kehidupan rumah
tangga orang percaya baik. Pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang baik itu
dapat menjadi berkat bagi semua. Pernikahan juga merupakan salah satu Firman
Tuhan� untuk dapat menerima berkat (Simbiri, 1978). Tetapi keinginan untuk membina suatu keluarga sesuai dengan Firman Tuhan banyak mengalami kegagalan dan kekecewaan. Kehidupan berumah tangga banyak mengalami
masalah serius dan berakhir dengan perceraian. Dalam Matius 19 : 6 yang berisi :
�Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu, Karena itu apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia�. Maksud Yesus ialah bahwa
pasangan yang menikah telah dipersatukan Allah berarti pernikahan tidak berasal dari manusia, melainkan dari Allah dan merupakan
bagian dari rancangan Allah bagi kehidupan umat manusia.
Perintah Allah kepada
manusia pertama untuk beranak cucu dan bertambah banyak karena adanya ikatan
kasih antara laki-laki dan perempuan. Dalam perintah ini, kuasa motif yang luar
biasa ditanamkan dalam kehidupan manusia yang pasti membawanya kepada cita-cita
yang luhur. Demikian pula sifat dasar jasmani manusia diciptakan untuk
menyatakan bukan menghalangi cinta seorang laki-laki kepada seorang wanita dan
sebaliknya. Hal ini dinyatakan secara jelas dan indah dalam kitab Kidung Agung.
Ikatan manusia dalam Perjanjian Lama (PL)�
lebih luas dari pada dalam hubungan perkawinan. Manusia tidak pernah
dilihat secara terpisah-pisah, sendiri- sendiri melainkan selalu sebagai
anggota-anggota yang bertanggung jawab dari suatu keluarga atau suku Sifat dan sikap pasangannya yang dahulu dikagumi lambat laun
menjadi masalah tersendiri, bahkan menjadi penghambat untuk mengembangkan
komunikasi, sehingga menimbulkan kekecewaan dan perasaan negatif.
Keadaan ini sering ditambah lagi dengan tantangan dari
luar. Misalnya, adanya gangguan dari luar, dari keluarga, tempat kerja, media sosial, dan lain-lain. Seringkali kekecewaan tersebut dipendam di dalam hati untuk menghindari konflik. Tetapi pada suatu saat, kekecewaan itu dapat memuncak dan terjadilah pertengkaran. Semula dalam berkomunikasi yang hangat diganti dengan ketegangan dan saling mendiamkan. Bila
tidak menemukan jalan untuk menyelamatkan keluarga maka mereka akan jatuh kepada �kepedihan�
pernikahan hingga perceraian.
Oleh karena itu, siapa
pun yang akan memasuki pernikahan kristiani seharusnya mendapat pembekalan dan
dipersiapkan berkaitan dengan komunikasi. Memang pada awal suatu pernikahan
semuanya terasa mudah, baik suami maupun istri saling mendahului dalam usaha
membahagiakan dan menomorsatukan pasangannya. Dalam keadaan demikian, tentu
saja proses penyesuaian diri dapat berjalan dengan bagus dan berhasil. Hal-hal
yang kurang menyenangkan, maupun sifat dan sikap pasangannya yang kurang
disukai tidak terlalu diperhatikan. Relasi dan komunikasi antarmereka masih
dekat dan akrab karena ada komunikasi dari hati ke hati yang disertai oleh
cinta kasih yang hangat.
Salah satu solusi untuk memecahkan masalah relasi tersebut
adalah dikembangkannya suatu komunikasi. Mereka perlu secara terbuka pelan-pelan
memberitahukan pendapat mereka masing-masing, lalu berusaha mengerti pendapat
pasangannya, walaupun mungkin jauh berbeda dari mereka sendiri. Hubungan
pernikahan mereka tidak dapat menjadi akrab kecuali hubungan komunikasi di
antara mereka diusahakan menjadi lancer dan terbuka (Susilo, 2010). Melalui komunikasi segala masalah
sesungguhnya dapat dihadapi, bahkan dapat diatasi secara bersama. Relasi
pernikahan yang mengalami permasalahan karena kekecewaan seringkali dapat
diselamatkan dan dipulihkan. Komunikasi adalah suatu proses antara dua orang
atau lebih untuk memberi informasi dan menerima informasi, sehingga terjadi
kesatuan pemahaman. Hal tersebut perlu diusahakan, agar komunikasi bisa berjalan.
Metode
Penelitian
Penelitian ini adalah kualitatif
bersifat deskriptif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah sehingga peneliti sebagai instrumen kunci. Metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dengan melakukan studi literatur dan
studi teks Alkitab. Dalam studi Alkitab akan melakukan pengamatan secara keseluruhan
mengenai cara Allah berkomunikasi kepada umatnya.
Hasil Dan Pembahasan
Pernikahan dan
membina keluarga kristen tidak terlepas dari berbagai persoalan yang dialami
setiap manusia. Harapan semua manusia membina rumah tangga dan membentuk keluarga
yang ideal di mata Tuhan adalah sesuatu yang dapat dikatakan bagaikan roda
kehidupan yang akan selalu berputar sesuai dengan putarannya. Pada saat
perputaran itu tepat maka segalanya akan menjadi tepat dan baik, tetapi jika
perputaran itu tidak tepat maka akan ada masalah bahkan kehancuran dalam
pernikahan dan berkeluarga.
Keluarga kristen
bertumbuh dan dibangun berbeda dari keluarga yang lain atau keluarga pada
umumnya. Dasar dari keluarga kristen adalah Yesus, di mana Yesus yang membangun
dan menumbuhkan baik kasih sayang dan pengertian ke dalam keluarga tersebut.
Yesus sebagai dasar inilah yang membedakan keluarga Kristen dan keluarga pada
umumnya, artinya bahwa Yesus ikut terlibat dalam pembentukan keluarga tersebut.
Sehingga seharusnya keluarga Kristen memiliki kehidupan yang penuh damai
sejahtera. Dalam keluarga Kristen tentu nilai-nilai yang berlaku didalamnya
selalu bersumber dari firman Allah (Homrighausen, 2008).
Membangun keluarga
Kristen tentu bukan saja peran penuh dari seorang suami atau seorang ayah.
Sekalipun suami adalah kepala keluarga namun tugas dan tanggung jawab membangun
keluarga yang menghidupi nilai-nilai kristiani adalah kewajiban seluruh anggota
keluarga. Allah membangungkan Hawa dari tulang rusuk Adam gunanya adalah untuk
menjadi penolong. Begitu juga dengan anak-anak, bukan hanya tugas orang tua
melahirkan anak melainkan membangun pengertian untuk anak-anak. Kesatuan hati
dan pikiran hanya dapat dicapai jika semua anggota keluarga memiliki pengertian
yang sama. Maka disinilah peran komunikasi dalam keluarga. Komunikasi yang
digunakan dalam keluarga adalah komunikasi antarpribadi dimana menbutuhkan lingkup
kecil dengan tatap muka. Gunanya adalah untuk membentuk komunikasi yang lebih
intim, lebih mendalam antar anggota keluarga.
Komunikasi
Kata komunikasi atau
communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin communis yang
artinya �sama�, communico, communication, atau communicare yang berarti
�membuat sama� (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang
paling sering sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari
kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran,
suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2015). Berarti komunikasi ialah
adanya pemikiran dua arah yang memiliki suatu makna dan pesan untuk dapat
diterima secara bersama.
Untuk dapat berkomunikasi
dengan baik dan efektif, kita dituntut untuk tidak hanya memahami prosesnya,
tetapi juga mampu menerapkan pengetahuan kita secara kreatif. Komunikasi
dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi bersifat dua arah yaitu
dimana makna yang distimulasikan sama atau serupa dengan yang dimaksudkan oleh
komunikator atau pengirim pesan. Komunikasi bukan hanya sebuah ilmu pengetahuan
yang hanya dapat dipahami semata, tetapi memiliki seni dalam bergaul atau
berinteraksi dengan orang lain. Supaya dapat berkomunikasi dengan efektif maka
setiap orang dituntut bukan hanya memahami proses penyampaian pesan, tetapi
juga mampu mengaplikasikan pengetahuannya secara kreatif dalam proses
berkomunikasi (Rimporok, 2015).
Kehidupan sebuah
keluarga yang terdiri atas suami, istri dan anak tidak terlepas dari berbagai
macam persoalan, baik itu bersumber dari suami, isteri ataupun dari anaknya
sendiri, karena dalam sebuah institusi yang hidup dan berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, mereka akan selalu dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain
sehingga hal itu dapat berimplikasi pada keharmonisan serta keutuhan dalam
keluarga itu sendiri. Keluarga Kristen bermula dari pemahaman berdasarkan
Alkitab bahwa Allah menciptakan keluarga (Kejadian 1:26-27) dalam hal ini manusia diciptakan
seturut dengan gambar Allah (Imago Dei) (Harefa, 2019).
Keluarga Kristen
seharusnya� menyadari jika panggilannya adalah
sebagai gambar Allah (Imago Dei), maka seharusnya relasi atau hubungan yang
dibangun melalui komunikasi dalam keluarga harus melibatkan Allah. Dalam
kehidupan keluarga Israel sangat jelas dalam Ulangan 6:7 dimana teks tersebut
menekankan bahwa orangtua harus mengajarkannya berulang-ulang atau terus
menerus dalam keadaan apapun, disini orangtua harus berperan penting untuk
membangun komunikasi yang efektif dengan anggota keluarganya seperti komunikasi
yang sudah dibangun oleh Allah dengan Adam dan Hawa di taman Eden. Dalam sebuah
keluarga Kristen yang terdiri dari suami dan istri harus memiliki kemampuan
untuk membangun komunikasi yang baik dan sehat.
Suatu komunikasi akan
sangat efektif jika memiliki tujuan dan terjadi secara aktif tidak pasif. Oleh
sebab itu komunikasi penting untuk dipahami dengan baik khususnya di dalam
kehidupan keluarga. Kelompok sosial yang menggunakan durasi pertemuan dan
komunikasi secara intens di dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga masuk ke
dalam ranah komunikasi antar pribadi. Wiryanto menjelaskan bahwa, �Komunikasi antarpribadi
(interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung
dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi
maupun pada kerumunan orang� (Wiryanto, 2004). Komunikasi antarpribadi atau interpersonal
communication dapat menjadi jembatan bagi seseorang dalam berkomunikasi.
Oleh sebab itu komunikasi antarpribadi dapat melibatkan seluruh individu dalam
berkomunikasi. Keterlibatan dari setiap individu dalam berkomunikasi akan
menghasilkan alur komunikasi yang aktif.
Kegagalan untuk
berkomunikasi sering menjadikan kita saling curiga dan salah paham. Hal ini bagian
dari pertengkaran, perasaan sakit hati dan masing-masing kita akan menjalankan
hari-hari dengan pemikiran yang salah akan apa yang pasangan kita, anak kita
atau anggota keluarga lainnya perbuat. Segala pemikiran ini merupakan hal yang
paling berbahaya dalam mencapai sebuah hubungan yang ideal seperti pemikiran di
awal pernikahan. Semakin tidak berkomunikasi maka hubungan ini akan mengalami
defensif. Segala persoalan dalam pernikahan tidak terlepas dari adanya
komunikasi antar suami dan istri serta anak-anak untuk membicarakan sesuatu hal
yang dianggap tidak dapat di atasi secara individu.
Sumber konflik sering muncul dalam
pernikahan adalah apabila kebutuhan pasangan utama tidak terpenuhi serta
komunikasi yang buruk dalam pernikahan.
"Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada
dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11). Kita mengajar anak-anak menurut jalan yang ditunjukkan
Alkitab. Kita berbicara satu sama lain sesuai dengan apa yang dikatakan
Alkitab. Kita memperlakukan seorang akan yang lain sesuai dengan ajaran
Alkitab. Tujuan pernikahan kita adalah menundukkan kehidupan dan kehendak kita
pada otoritas Yesus Kristus. Dalam semuanya itu, perilaku kita haruslah sama
dengan Yesus Kristus, yaitu rendah hati dan saling melayani.
Jauhkan ambisi-ambisi egois atau konsep yang sia-sia,
tetapi hendaklah kita rendah hati dan menganggap orang lain lebih baik daripada
kita. Masing-masing kita seharusnya tidak hanya memedulikan kepentingan
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Perilaku kita seharusnya sama
dengan Yesus Kristus, "Yang dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama
dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:3-8).
Pernikahan
Keluarga yang telah dirancang dan dibentuk oleh Allah itu
tidak akan lepas dalam kontrol Allah. Pernikahan adalah hubungan yang paling bermanfaat dan
paling sulit.Pernikahan itu
dimulai ketika Tuhan Allah mengatakan,�tidak baik, kalau manusia itusatu diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang
sepadan dengan dia.�Margaret Mead dalam Osborne
mengatakan bahwa rumah tangga sebagai lembaga yang paling
kokoh yang dimiliki oleh pasangan suami isteri (Osborne, 1990).
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
memberikan definisi pernikahan yaitu tahap kehidupan, yang
dalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup bersama-sama dan menikmati seksual secara sah (J. D Douglas, 1996).
Kehidupan keluarga bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilepaskan jika mengalami
kesulitan dalam menjalani pernikahan itu.
Tujuan pernikahan
kristen tidaklah jauh berbeda dengan tujuan pernikahan pada umumnya. Sepasang
ciptaan Tuhan ditakdirkan bersama dan mengikatkan janji suci sehidup semati
atas nama Kristus yang penuh cinta kasih. Banyak pasangan
suami istri yang pada saat mau menikah seringkali tidak melakukan konseling
pernikahan, sehingga mereka tidak tahu apa yang menjadi tujuan pernikahan
kristen sesuai dengan Alkitab. Mereka yang tak
mengetahui tujuan-tujuan yang disakralkan tersebut lantas merasa hilang dan
tersesat. Di awal pernikahan masih dapat teratasi dengan sedikit
masalah yang dihadapi, tetapi seiring dengan waktu berjalan pernikahan
mengalami gangguan yang sulit diatasi sehingga membuat pernikahan menjadi
bencana.
Unsur mendasar yang perlu
dipahami bagi mereka yang akan dan sudah menikah adalah bahwa pernikahan adalah
suatu tahap dari sekian banyak tahap kehidupan seseorang (Pasaribu, 2011). Glen H. Stassen juga
memberikan penjelasan bahwa pernikahan adalah hidup berdampingan yang penuh
sukacita antara laki-laki dan perempuan dalam persatuan (kembali) menjadi satu
daging (Stassen, 2008). Jadi, pernikahan
merupakan ikatan janji antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
dipersatukan oleh Tuhan menjadi satu. Pernikahan Alkitabiah adalah antara seorang pria biologis dengan
seorangan wanita biologis. Karena itu, pernikahan dengan sesama jenis
(homoseksual) atau pun pernikahan dengan hewan bukanlah pernikahan, melainkan
penyimpangan dari ketetapan Tuhan. Karena itu karakteristik paling mendasar dari pernikahan adalah bahwa
pernikahan merupakan satu kesatuan antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan.
Pernikahan
yang berlaku seumur hidup memiliki pengertian lain bahwa hanya maut yang
dapat memisahkan. Pasangan suami-istri yang telah diteguhkan memiliki
fokus yang tetap dan tak teralihkan. Apapun yang terjadi dalam pernikahan
tidak ada pilihan lain, tidak ada peluang untuk mundur atau lari, yang ada
hanya pilihan untuk terus membangun cinta sejati dalam kesetiaan janji
yang telah diucapkan di hadapan Allah dan jemaat-Nya (Ngir, 2013).
Kenyataan yang dialami setiap keluarga dalam pernikahannya tidak semulus yang
dipikirkan. Janji yang telah diucapkan dihadapan Allah tidak akan dilanggar oleh
karena persoalan-persoalan yang dihadapi masing-masing keluarga. Tim Lahaye mengatakan
konflik-konflik
dalam kepribadian-kepribadian suami-istri pada kenyataan adalah
kelemahan-kelemahan yang bertentangan dan dapat disebut
sebagai konflik-konflik tempramen atau watak. konflik dalam kepribadian
seseorang adalah kelemahan-kelemahannya yang menimbulkan kejengkelan di
pihak pasangannya (LaHaye, 2002). Namun
disisi lain oleh Ngir mengatakan bahwa sumber konflik sering muncul dalam
pernikahan adalah apabila kebutuhan pasangan utama tidak terpenuhi serta
komunikasi yang buruk dalam pernikahan (Ngir, 2013).
Pola
komunikasi yang negatif biasanya telah terbentuk sebelum menikah, bahkan sejak
masih kecil. Maka sangat diperlukan bagaimana mengembangkan komunikasi oleh
pasangan. Kesediaan untuk memulai pola komunikasi yang lebih baik akan
menyelamatkan pernikahan dari konflik yang berat. Penyebab buruknya
komunikasi ini tentunya dari dalam pribadi setiap pasangan itu sendiri.
Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Billy Joy yang
menyatakan bahwa: The basic cause of
the contention in most marriages and families is a lack of maturity. (Alasan
mendasar adanya pertikaian dalam banyak pernikahan dan keluarga adalah
kurangnya kedewasaan (Daugherty, 1991).
Konflik-konflik
inilah yang bisa menjadi pemicu ketidakharmonisan dalam rumah tangga, dan
tentunya setiap pasangan tidak menginginkan adanya konflik.
Ketidakharmonisan dalam rumah tangga inilah yang pada dasarnya menjadi
penyebab perceraian-perceraian yang selama ini marak terjadi, khususnya di
kalangan keluarga Kristen.
Keluarga
Keluarga
adalah institusi terkecil yang membangun sebuah masyarakat yang pada umumnya
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya. Keluarga Kristen
ialah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh
berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan
keberadaan dirinya yangmeliputi aspek fisik, emosi dan sosial� (Gunarsa, 1991). Sebagai keluarga Kristen yang percaya
kepada Yesus Kristus harus mampu membagi, menciptakan hubungan yang baik
terhadap anggota keluarga. Keluarga Kristen merupakan pemberian Tuhan yang tak
ternilai harganya.
Tuhan merencanakan terbentuknya sebuah keluarga karena
Tuhan menciptakan manusia sepasang yakni laki-laki dan perempuan (Kej.
2:21-25). Manusia diciptakan berbeda tetapi satu kesatuan. Artinya, manusia
diciptakan dalam dua jenis kelamin. Dalam perbedaan itu manusia menjadi satu
persekutuan yang luar biasa karena saling membutuhkan, saling mendukung, saling
melengkapi. Tuhan memberikan daya tarik yang luar biasa dalam diri sebagai laki-laki
dan perempuan sehingga mempunyai rasa suka yang membuat mereka bertemu dan
mengikat diri. Itulah cikal bakal manusia membangun keluarga.
Fungsi Keluarga menurut iman Kristen
keluarga yang dipaparkan dalam Alkitab adalah:
1.
Sebagai teman sekerja Allah dalam mengelola alam semesta dan segala isinya
(Kej. 1:28). Setiap manusia, termasuk keluarga bertanggung jawab untuk menjaga
kelestarian alam, misalnya dengan memanfaatkan hasil alam untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan secukupnya, menjaga kebersihan dan keindahan alam,
ramah terhadap lingkungan, dan sebagainya.
2.
Sebagai lembaga pendidik utama dan pertama (Ul. 6:4-9). Yang pertama
berarti belum ada lembaga lain yang dapat mendahului peran keluarga dalam pendidikan.
Yang utama berarti belum ada lembaga lain yang mengungguli perannya dalam
pendidikan. Dengan kata lain, keluarga menjadi lingkungan dasar penerapan
nilai-nilai kehidupan sesuai dengan ajaran Kritiani.
3.
Sebagai wadah kepada semua anggota keluarga dalam mengekspresikan kasih,
kesetiaan dan sikap saling menghormati (Ef. 5:22-23; 6:1-3). Setiap anggota
keluarga menciptakan lingkungan dalam keluarga yang harmonis dengan menghayati
dan melakukan ajaran-ajaran Kristiani sehingga dapat terpancar dalam lingkungan
masyarakat yang lebih luas.
Keluarga sangat membutuhkan Tuhan dalam kehidupan mereka.
Tuhan Yesus secara pribadi sangat mengasihi keluarga dan menyatakan diri
sebagai Juruselamat pada pernikahan di Kana (Yoh. 2:1-11). Tuhan Yesus juga
akan menolong keluarga Kristen pada masa kini termasuk keluarga kamu di dalam
segala kesukaran, masalah, kekurangan, dan dosa-dosa. Hal ini merupakan rahasia
ajaib bagi keluarga Kristen, yaitu bahwa kehidupan keluarga Kristen akan selalu
tertolong oleh suatu kesetiaan yang luar biasa dan oleh suatu anugerah yang
tidak dapat kita pahami. Rasul Paulus menyebutkan bahwa keluarga Kristen harus hidup dengan
menjadikan Kristus sebagai kepala keluarga (1 Kor. 11:3). Menjadikan Kristus
sebagai kepala keluarga artinya menjadikan Kristus sebagai pedoman kehidupan
dan menjadikan seluruh ajaran Tuhan Yesus sebagai acuan dan teladan hidup
berkeluarga.
Ketika keluarga Kristen menjadikan Yesus Kristus sebagai
dasar keluarga maka nilai - nilai kekristenannya akan terpancar dalam kehidupannya
sehari - hari. Keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing
unsur dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya dan
tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama Kristen, maka interaksi sosial
yang harmonis antar unsur dalam keluarga Kristen itu akan dapat diciptakan.
Dalam kehidupan berkeluarga antara suami istri dituntut adanya hubungan yang
baik dalam arti diperlukan suasana yang harmonis yaitu dengan menciptakan
saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling menghargai, dan
saling memenuhi kebutuhan.
Uran menyatakan: �Keluarga Kristen adalah keluarga yang
saling mengasihi antara sesama anggota keluarga, saling menopang antara yang
satu dengan yang lain dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain,
saling mengenal, saling mengetahui kebutuhan satu sama lain, dan adanya
komunikasi yang baik antara anggota keluarga (Uran, 2008). Menurut Stephen Tong bahwa keluarga Kristen adalah keluarga
di mana Allah bertakhta di atasnya�. Allah harus bertakhta di atas setiap
keluarga, untuk menjadikan keluarga Kristen itu keluarga yang harmonis dan Bahagia (Tong, 2011). Keluarga Kristen merupakan miniatur keluarga Allah di dunia. Itulah
sebabnya keberhasilan kita membangun keluarga Kristen yang benar merupakan
kesaksian akan keluarga Allah dan sebagai sumber inspirasi dan teladan bagi
keluarga lain. Sebaliknya, jika kita gagal membangun keluarga kita, maka
sebagai anak - anak Allah kita juga gagal menunjukkan model keluarga Allah.
Keluarga Kristen berarti
adanya keserasian, kesepadanan, kerukunan di antara laki-laki dan perempuan
dalam rumah tangga sebagai suami istri�. Keharmonisan juga menyangkut kerukunan
dengan anggota keluarga lain, yaitu anak-anak dan saudara- saudara (Sahara et al., 2013). Untuk membawa anak kepada
kedewasaan, maka orangtua harus memberi contoh yang baik melalui keharmonisan
yang tercipta dalam keluarga karena anak akan mengimintasi (meniru) apa yang
dilakukan oleh orangtuanya. Setiap anggota keluarga secara tidak langsung
berguru kepada orangtuanya sehingga anak itu sendiri tahu bahwa ia merasa wajib
memberi sebagaimana dia merasa perlu baik materi maupun non materi.
Ireland mengatakan �Keharmonisan keluarga Kristen adalah
suatu suasana kebahagiaan yang suci bersama kecintaan sejati dan pengharapan
yang murni dapat dipelihara dan dikembangkan secara baik. Suasana yang tertib serta saling menghormati dengan
penuh rasa kasih sayang dan komunikasi yang baik harus dipelihara tiap-tiap
hari sehingga hal-hal yang indah bersemayam di dalam hati segenap anggota
keluarga (David, 2012). Persoalan keluarga selalu menjadi sasaran pekerjaan Iblis dalam
merusak Kerajaan Allah. Misalnya : Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT),
tingginya angka kriminalitas dalam keluarga, terjadinya perceraian dan keluarga
yang tidak harmonis. Keharmonisan keluarga Kristen hendaknya menciptakan kehidupan keluarga yang
penuh dengan semangat dengan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus, mampu
mengasihi keluarga (ayah, ibu, dan anak), saling membutuhkan, saling
tolong-menolong antar sesama keluarga.
Kesimpulan
Mandat yang diberikan Allah kepada manusia adalah mandat
culture yaitu untuk beranak cucu dan bertambah banyak untuk memenuhi bumi. Hal
ini menyiratkan bahwa Allah merancangkan dan merencanakan pernikahan bagi
manusia. Lembaga pertama yang didirikan Allah di bumi adalah keluarga.
Pernikahan adalah suatu karunia yang besar dari Allah. Pernikahan mengantar
kita kedalam misteri �suatu daging yang asing dan mengagumkan dalam segala
kepenuhannya.� Pernikahan adalah suatu karunia untuk diterima dengan hikmat dan
dipelihara dengan lembut.
Pernikahan biasanya dimulai dengan suasana indah dan penuh
harapan, tetapi seiring waktu sering pernikahan berjalan dengan banyaknya
kerikil tajam yang dilalui dalam rumahtangganya. Masing-masing keluarga
memiliki persoalan-persoalan yang terjadi di rumahnya. Sumber konflik sering
muncul dalam pernikahan adalah apabila kebutuhan pasangan utama tidak terpenuhi
serta komunikasi yang buruk dalam pernikahan.
Komunikasi yang buruk menjadi salah satu faktor utama
penyebab keretakan dalam pernikahan dan keluarga kristen. Pola komunikasi yang
negatif biasanya telah terbentuk sebelum menikah. Kegagalan untuk berkomunikasi
sering menjadikan kita saling curiga dan salah paham. Hal ini bagian dari
pertengkaran, perasaan sakit hati dan masing-masing kita akan menjalankan
hari-hari dengan pemikiran yang salah akan apa yang pasangan kita, anak kita
atau anggota keluarga lainnya perbuat. Sehingga pernikahan dan keluarga akan
terancam dengan perceraian dan merusak mental anak-anak yang menerima kehidupan
keluarganya.
Oleh sebab itu apapun
yang terjadi dalam pernikahan dan keluarga tidak ada pilihan
lain, tidak ada peluang untuk mundur atau lari, yang ada hanya pilihan
untuk terus membangun cinta sejati dalam kesetiaan janji yang telah
diucapkan di hadapan Allah dan jemaat-Nya. Semua ini harus
memiliki komunikasi yang terbuka dan memiliki kesatuan hati dan pikiran hanya dapat dicapai jika semua anggota keluarga
memiliki pengertian yang sama. Maka disinilah peran komunikasi dalam keluarga.
Komunikasi yang digunakan dalam keluarga adalah komunikasi antarpribadi dimana
menbutuhkan lingkup kecil dengan tatap muka. Gunanya adalah untuk membentuk
komunikasi yang lebih intim, lebih mendalam antar anggota keluarga menuju keharmonisan.
Childs, Brevards.
(1966). Old Testament Theology In A Canonical Context. New York: ET
Edinburgh. Google Scholar
Daugherty, Billy
Joe. (1991). Building Stronger Marriages and Families: Making Your House a
Home. Harrison House Incorporated.
Google Scholar
David, Ireland. (2012).
Kebahagian Sejati. Jakarta: Inspiratif.
Gunarsa, Singgih
D. (1991). Psikologi praktis: anak, remaja dan keluarga. BPK Gunung
Mulia. Google Scholar
Harefa, Juliman.
(2019). Makna Allah pencipta manusia dan problematika arti kata"
kita" dalam Kejadian 1: 26-27. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan
Kristiani, 3(2), 107�117.
Google Scholar
Homrighausen, I.
H. Enklaar Dan E. .. (2008). Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: Bpk
Gunung Mulia. Google Scholar
J. A, Telnoni.
(2005). Tafsiran Alkitab Kidung Agung. Kupang : Artha Wacana.
J. D Douglas.
(1996). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih.
LaHaye, Tim.
(2002). Kebahagiaan Pernikahan Kristen. Jakarta: BPK.
Mulyana, Dedy.
(2015). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosda
Karya. Google Scholar
Ngir, Desefentison
W. (2013). Panduan Konseling Pranikah. Bandung: PT. Visi Anugrah Indonesia. Google Scholar
Osborne, Cecil G.
(1990). Seni Memahami Pasangan Anda. Jakarta: Bpk Gunung Mulia.
Pasaribu, Mar Google
Scholar ulak. (2011). Pernikahan dan Keluarga Kristen. Surakarta: STT Berita
Hidup.
Rimporok, Patrix
Brando. (2015). Intensitas Komunikasi dalam Keluarga Untuk Meminimalisir
Kenakalan Remaja Di Desa Maumbi Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Acta
Diurna Komunikasi, 4(1).
Google Scholar
Sahara, Elfi,
Wiradnyana, Ketut, Mediena, Dien, Hakim, Khairul, Ansyori, M. Hasby, Akhirul,
Tengku, & Chalid, Ibrahim. (2013). Harmonious Family: Upaya Membangun
Keluarga Harmonis. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Google Scholar
Simbiri, Margaret.
(1978). Rencana Allah bagi Rumah Tangga Kristen. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup.
Stassen, Glen H.
(2008). Etika Kerajaan. Surabaya: Momentum. Google Scholar
Susilo, Vivian A.
(2010). Bimbingan Pranikah: Buku Kerja Pasangan Pranikah (Edisi 2). Malang:
Literatur Saat.
Tong, Stephen.
(2011). Takhta Kristus Dalam Keluarga. Surabaya: Penerbit Momentum. Google Scholar
Uran, Louis.
(2008). Membangun Keluarga Bahagia. Medan :Bina Media Perintis. Google Scholar
Wiryanto. (2004). Pengantar
Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
Copyright holder: Lasmaria Nami Simanungkalit, Dapot Damanik (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |