Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 5, Mei 2023

 

ANALISIS PENERAPAN PEMERIKSAAN PAJAK JARAK JAUH DI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

Shopan J. Endrawan, Gunadi

Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Email: [email protected] dan [email protected]

 

Abstrak

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan pemerintahan-pemerintahan di dunia termasuk Indonesia harus menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat. Hal ini juga menyebabkan administrasi pajak harus menutup kantor dan bekerja dari jarak jauh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh OECD pada tahun 2021 disampaikan bahwa pengalihan proses pemeriksaan lapangan ke lingkungan virtual telah memberikan pengalaman yang menjanjikan serta memiliki potensi untuk terus dilanjutkan walaupun pandemi COVID-19 telah berakhir. Berdasarkan data dan fakta tersebut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait seperti Surat Edaran Nomor 33 Tahun 2020 mengenai panduan umum dalam melaksanakan tugas dalam tatanan kenormalan baru dalam lingkungan DJP, kemudian ditambah dengan Surat Edaran Nomor 34 Tahun 2020 mengenai panduan teknis dalam melaksanakan tugas pada tatanan kenormalan baru dalam lingkungan DJP. Pemeriksaan jarak jauh atau pemeriksaan virtual adalah suatu mekanisme dalam melakukan pemeriksaan dari jarak jauh dengan menggunakan metode elektronik seperti telepon, surat elektronik, dan konferensi video untuk memperoleh bukti-bukti pemeriksaan, seperti dalam pemeriksaan lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis penerapan pemeriksaan jarak jauh oleh DJP. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pemeriksaan jarak jauh oleh DJP adalah efektif, efisien, cukup, adil, responsif dan layak, walaupun belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pemeriksa pajak terutama terkait pemeriksaan yang membutuhkan tatap muka secara langsung dengan WP maupun kunjungan ke lapangan.

 

Kata Kunci: Pemeriksaan Jarak Jauh, Administrasi Pajak, Pemeriksa Pajak


 

Abstract

The COVID-19 pandemic has forced governments in the world, including Indonesia, to implement policies of limiting community activities. This has also caused the tax administration to close offices and work remotely. According to research conducted by the OECD in 2021, it was stated that the transfer of the field audit process to a virtual environment has provided a promising experience and has the potential to continue even after the COVID-19 pandemic has ended. Based on these data and facts, the Directorate General of Taxation (DGT) has issued several related regulations, namely SE-33/PJ/2020 regarding general guidelines in carrying out tasks in the new normal order within the DGT environment, then added with SE-34/PJ/2020 regarding technical guidelines in carry out duties in the new normal order within the DGT environment. Remote audit or virtual audit� is a mechanism for conducting audit remotely using electronic methods such as telephone, electronic mail, and video conferencing to obtain evidence of examination, such as in field audit. The purpose of this research is to analyze the implementation of remote audit by DGT. The research method used is a descriptive qualitative approach with literature study and interviews. The results show that the implementation of remote audit by the DGT is effective, efficient, adequate, fair, responsive and appropriate, although it has not fully met the needs of tax auditor, especially related to audit that require face-to-face meetings with taxpayer or field visit.

 

Keywords: Remote Audit, Tax Administration, Auditor

 

Pendahuluan

Awal tahun 2020 ditandai dengan merebaknya pandemi COVID-19. Penyakit pernapasan ini mulai menyebar ke seluruh dunia. Kita semua harus mengasingkan diri dan mengurangi hampir semua kegiatan sosial dan ekonomi tanpa batas waktu yang jelas (Amin et al., 2020). Hampir semua kegiatan usaha di beberapa sektor terhenti, dan jutaan orang kehilangan pekerjaan (Hastuti et al., 2020). Krisis yang terjadi akibat pandemi COVID-19 saat ini menyebabkan pemerintahan di dunia termasuk Indonesia harus membuat berbagai macam kebijakan yang membuat aktivitas masyarakat menjadi terbatas, termasuk institusi pemerintahan dalam hal ini administrasi pajak.

Administrasi pajak terpaksa harus menutup kantor dan beralih ke pekerjaan jarak jauh baik secara penuh maupun sebagian. Hal ini tentunya adalah tantangan yang besar bagi administrasi pajak karena selama ini administrasi pajak tidak dipersiapkan untuk bekerja secara jarak jauh dalam skala yang begitu besar (Wahyuni et al., 2023). Kondisi ini tentunya secara tidak langsung juga memberi tekanan tersendiri terhadap sistem teknologi dan informasi (TI) dalam rangka mendukung pekerjaan jarak jauh. Selain itu, pandemi COVID-19 juga berdampak terhadap ketersediaan para pegawai pajak. Banyak pegawai pajak yang terinfeksi atau harus melakukan isolasi karena memiliki riwayat kontak erat dengan penderita COVID-19 (Lase et al., 2020). Hal ini menyebabkan administrasi pajak mengalami kekurangan sumber daya manusia dan kesulitan untuk menjalankan proses bisnis secara normal.

Dalam kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, bukanlah suatu hal yang mudah dan tentunya sangat menantang ketika akan melakukan pengelolaan risiko terhadap kepatuhan pajak. Menurut OECD (2021) dalam (Wulansari, n.d.) bahwa dalam beberapa tahun terakhir pengalihan intevensi manusia ke non-manusia terkait aktivitas yang berhubungan dengan kepatuhan pajak terus mengalami peningkatan. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena ketersediaan dan penggunaan data yang terus meningkat, penggunaan teknik data science, dan pemeriksaan kepatuhan otomatis. Namun, yang perlu diperhatikan adalah masih adanya keterlibatan sebagian besar petugas pajak dalam proses ini.

Pada dasarnya, administrasi pajak menerapkan berbagai jenis pemeriksaan yang berbeda-beda seperti pemeriksaan komprehensif, pemeriksaan berorientasi masalah, inspeksi pembukuan dan catatan, dan investigasi mendalam atas dugaan penipuan pajak (OECD, 2021) (Hadin, 2021). Seringkali pemeriksaan-pemeriksaan tersebut mengharuskan administrasi pajak untuk melakukan kunjungan ke tempat wajib pajak atau dikenal dengan istilah pemeriksaan lapangan. Perkembangan serta kemajuan teknologi yang begitu cepat telah mendorong administrasi pajak untuk mempertimbangkan pendekatan-pendekatan baru untuk terlibat dengan wajib pajak selama proses pemeriksaan, termasuk proses penyerahan dokumen yang terkait dengan pemeriksaan secara elektronik. Menurut OECD (2021) (Sleebos, 2003), tren ini telah mengalami peningkatan yang signifikan sejak awal krisis pandemi COVID-19 karena adanya penutupan kantor pajak serta pegawai pajak yang terpaksa bekerja dari jarak jauh. Kondisi ini tentunya berpengaruh secara siginifikan terhadap bagaimana proses intervensi dan cara melaksanakan kepatuhan terhadap wajib pajak secara keseluruhan.

Berdasarkan atas laporan OECD tahun 2021 yang berjudul Tax Administration: Digital Resilience in the COVID-19 Environment (OECD, 2021) disampaikan bahwa 75 persen dari 32 administrasi pajak yang tercakup dalam laporan tersebut telah melakukan penangguhan atau pengurangan pekerjaan pemeriksaan lapangan reguler secara drastic (Sujono & Layli, n.d.). Kemudian, hampir sebagian besar dari administrasi pajak tersebut (88 persen) telah mengalihkan sebagian pekerjaan pemeriksaan lapangan yang mereka lakukan ke lingkungan virtual atau digital. Bagi administrasi pajak yang mengalihkan sebagian pekerjaan pemeriksaan lapangan mereka ke lingkungan virtual atau digital sebanyak 90 persen mampu mengakses secara elektronik dokumen yang relevan untuk proses pemeriksaan dan 86 persen mampu melakukan wawancara jarak jauh dengan memuaskan.

Adapun hal yang sangat menggembirakan terkait dengan perkembangan masa depan pada bidang ini adalah bahwa 90 persen dari administrasi pajak melaporkan bahwa mereka dan wajib pajak yang terlibat menganggap penggunaan alat virtual atau digital untuk tujuan pemeriksaan sebagai pengalaman yang positif (Kara, 2018). Selain itu, 76 persen dari administrasi pajak yang tercakup dalam laporan OECD terkait ketahanan digital ini berencana untuk terus melanjutkan pekerjaan pemeriksaan lapangan ke lingkungan virtual atau digital ke depannya. Rangkuman dari penjelasan di atas dapat dilihat pada gambar 1, gambar 2 dan tabel 1 berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Administrasi Pajak yang Melakukan Penangguhan atau Pengurangan Pemeriksaan Lapangan Secara Drastis

 

Sumber: OECD (2021)

 

Gambar 2

Administrasi Pajak yang Melakukan Penangguhan atau Pengurangan Pemeriksaan Lapangan Secara Drastis dan Beralih ke Virtual atau Digital

 

Sumber: OECD (2021)

 

Tabel 1

Pengalaman Administrasi Pajak yang Mengalihkan Pemeriksaan Lapangan ke Lingkungan Virtual atau Digital

 

Pengalaman

Persentase

Dokumen relevan dapat diakses secara elektronik

90%

Dapat melakukan wawancara jarak jauh secara memuaskan

86%

Merupakan hal yang positif bagi administrasi pajak dan wajib pajak

90%

Berencana untuk terus melanjutkan pemeriksaan lapangan secara virtual atau digital

76%

Sumber: OECD (2021)

�����������

Berdasarkan data dan fakta di atas, dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang dijadikan objek survei maka sudah sepatutnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadikan pemeriksaan jarak jauh melalui dukungan teknologi informasi sebagai salah satu strategi (Rosdiana, n.d.). Terkait dengan hal ini, memang DJP telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait seperti Surat Edaran Nomor 33 Tahun 2020 terkait dengan panduan umum dalam melaksanakan tugas dalam tatanan kenormalan baru dalam lingkungan DJP, kemudian ditambah dengan Surat Edaran Nomor 34 Tahun 2020 yang terkait dengan panduan teknis dalam melaksanakan tugas pada tatanan kenormalan baru dalam lingkungan DJP (Hastowibowo & Bandiyono, 2021). Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah kedua peraturan tersebut tidak mengatur secara rinci terkait dengan bagaimana seharusnya proses bisnis pemeriksaan, terutama pemeriksaan yang mengharuskan pemeriksa turun ke lapangan dilakukan secara jarak jauh melalui dukungan TIK. Selain itu, kebijakan ini hanya bersifat sementara dan kondisional saja mengingat kondisi pandemi COVID-19. Tentunya kebijakan terkait dengan pengalihan pemeriksaan yang memerlukan kunjungan lapangan ke lingkungan virtual atau digital ini diharapkan dapat menjadi kebijakan yang berkelanjutan pada masa depan melalui dukungan aturan, proses bisnis dan teknologi informasi yang memadai.

Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis akan menganalisis permasalahan terkait penerapan pemeriksaan pajak jarak jauh oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan hasil analisis terkait penerapan pemeriksaan jarak jauh oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pemeriksaan Pajak

Menurut (Nugrahanto & Alhadi, 2021) pajak dapat didefinisikan sebagai iuran yang wajib dibayar oleh wajib pajak kepada pemerintah tetapi wajib pajak tidak memperoleh imbalan secara langsung atas iuran tersebut. Sistem self-assessment yang dianut oleh Indonesia mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pengungkapan dasar penghitungan pajak, melakukan pelaporan penghitungan pajak yang terutang, serta penghitungan atas pembayaran pajak terutang, maka dari itu dibutuhkan mekanisme pemantauan dalam rangka memastikan sistem bekerja secara efektif. Terkait dengan hal ini, (Mutia, 2014) menyampaikan bahwa dibutuhkan peran fiskus dalam melakukan pemantauan, melakukan pemeriksaan pajak, serta tindakan penegakan hukum guna memastikan bahwa wajib pajak sudah memenuhi kewajibannya menurut peraturan yang berlaku.

Berdasarkan PMK-184/PMK.03/2015 dalam (Pranata et al., 2018) bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka melakukan penghimpunan dan pengolahan data, keterangan, dan/atau bukti yang dijalankan dengan objektif serta profesional atas dasar suatu standar pemeriksaan untuk melakukan pengujian terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Lebih lanjut OECD (Fitria, 2020) mendefinisikan pemeriksaan pajak sebagai bentuk penilaian apakah wajib pajak sudah melakukan penghitungan dan pelaporan kewajiban perpajakannya secara benar atau belum, serta telah memenuhi kewajiban-kewajiban lainnya. Sedangkan (Monica & Andi, 2019) menyampaikan bahwa pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap laporan keuangan wajib pajak oleh badan pemungut pajak dalam rangka memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan suatu negara.

Sementara itu pemeriksaan pajak oleh ERCA (Wijaya & Illahi, n.d.) didefinisikan sebagai suatu atau serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak dalam rangka menentukan kewajiban sebenarnya dari wajib pajak untuk suatu periode akuntansi atau pajak tertentu, dengan melakukan pemeriksaan atas produk organisasi wajib pajak dan catatan keuangan untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan serta melakukan verifikasi terkait kebenaran, kewajaran, kepercayaan, dan keakuratan pelaporan pajak dan laporan keuangan. Kemudian OECD menekankan bahwa pemeriksaan pajak adalah komponen penting dalam kegiatan kepatuhan administrasi pajak melalui penegakan hukum yang tepat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak merupakan salah satu bentuk pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan oleh fiskus terhadap pemenuhan kewajiban wajib pajak.

Pemeriksaan Jarak Jauh

(Septiani, n.d.) menyampaikan bahwa pemeriksaan jarak jauh atau dikenal juga dengan pemeriksaan virtual adalah suatu mekanisme dalam melakukan pemeriksaan dari jarak jauh dengan menggunakan metode elektronik seperti telepon, surat elektronik, dan konferensi video dalam rangka memperoleh bukti-bukti pemeriksaan, seperti yang dilakukan oleh pemeriksa selama pemeriksaan lapangan. Adapun tujuan keseluruhan dari pemeriksaan virtual adalah untuk mengevaluasi bukti-bukti secara objektif dalam rangka menentukan sejauh mana kriteria pemeriksaan telah dipenuhi. Selama pemeriksaan virtual, pemeriksa dapat mengadopsi teknik pemeriksaan standar yang mereka gunakan selama pemeriksaan lapangan, tetapi dengan menggunakan teknologi modern.

Lebih lanjut (Khoirunnisa & Nurwulan, 2022) menyampaikan bahwa yang dimaksud pemeriksaan jarak jauh adalah proses dimana pemeriksa menggabungkan informasi dan teknologi komunikasi dengan analisis data dalam rangka mengumpulkan dan menilai bukti elektronik, berinteraksi dengan pihak yang diperiksa, serta melaporkan keakuratan data keuangan dan pengendalian, terlepas dari lokasi fisik pemeriksa tersebut. Kemudian (Rahayu, 2022) menambahkan bahwa pemeriksaan jarak jauh merujuk kepada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengumpulkan informasi, mewawancarai pihak yang diperiksa, ketika metode atau cara tatap muka secara langsung tidak memungkinkan atau diinginkan.

Menurut (Abadi & Malang, 2021) pemeriksaan jarak jauh dapat dilakukan sebagian atau seluruhnya di luar lokasi atau tempat pihak yang diperiksa. Berikut adalah dua pendekatan utama dalam rangka melakukan pemeriksaan jarak jauh:

(a) Pemeriksaan Jarak Jauh Sebagian, merupakan kombinasi dari prosedur pemeriksaan jarak jauh dan di tempat. Adapun untuk bagian pemeriksaan yang dilakukan secara jarak jauh harus mengikuti standar proses pemeriksaan ketika menggunakan alat teknologi dalam rangka mengakses bukti yang dibutuhkan. Pemeriksaan jarak jauh sebagian, paling efektif jika digunakan untuk melakukan verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan standar yang membutuhkan bukti dalam bentuk dokumen. Selain itu, wawancara terbatas atau bukti visual lainnya juga akan dikumpulkan dari jarak jauh atau virtual. Sedangkan untuk bagian pemeriksaan yang dilaksanakan di tempat bertujuan untuk melakukan verifikasi kesimpulan dari pemeriksaan jarak jauh serta verifikasi tambahan atas masalah yang tidak dapat dideteksi melalui proses pemeriksaan jarak jauh.

(b) Pemeriksaan Jarak Jauh Penuh, merupakan mekanisme pemeriksaan yang dilakukan sepenuhnya dari jarak jauh atau virtual dengan menggunakan teknologi untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka memastikan kepatuhan terhadap standar yang berlaku. Pemeriksaan jarak jauh penuh, perlu untuk dilakukan apabila kegiatan verifikasi secara langsung di lokasi secara realistis tidak mungkin untuk dilakukan dalam siklus pemeriksaan saat ini. Adapun pemeriksaan jarak jauh penuh harus mengikuti standar pemeriksaan saat menggunakan mekanisme dan alat teknologi dalam rangka mengakses bukti yang diperlukan, termasuk wawancara menggunakan teknik pengambilan sampel yang sesuai.

Kelebihan Pemeriksaan Jarak Jauh

Berikut adalah beberapa manfaat dari pemeriksaan jarak jauh atau virtual sebagaimana disimpulkan oleh (Serag & Daoud, 2021) dari berbagai sumber:

a)   Menghemat waktu dan biaya. Pada saat ini sebagian besar data dapat diakses dari mana saja, sehingga tidak perlu membuang banyak waktu dan biaya perjalanan hanya untuk sekedar memeriksa dokumentasi. Melalui pemeriksaan jarak jauh maka akan tercipta pengurangan yang signifikan dalam hal waktu dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka perjalanan ke lokasi pemeriksaan. Selain itu, untuk proses wawancara dan observasi juga dapat dilakukan melalui platform teknologi yang populer digunakan saat ini seperti Zoom.

b)  Dapat menghindari untuk melakukan perjalanan ke lokasi pemeriksaan yang sulit. Terdapat beberapa alasan mengapa suatu lokasi sulit untuk diakses seperti: berada di daerah terpencil, memerlukan izin yang ketat untuk masuk, atau bahkan terkadang diperlukan visa jika pemeriksaan dilakukan secara internasional. Melalui pemeriksaan jarak jauh, maka pemeriksa dapat menghindari kesulitan ini.

c)   Dapat memperluas cakupan pemeriksaan. Dengan melakukan pemeriksaan jarak jauh maka akan memungkinkan cakupan yang lebih banyak ketika ada batasan dalam hal volume dan waktu.

d)  Kerja dari tim pemeriksaan akan lebih efisien. Bekerja dari kantor tempat mereka berada akan membuat tim pemeriksaan merasa lebih nyaman, karena mereka dapat memanfaatkan dan menggunakan semua alat yang diperlukan seperti internet dengan jaringan yang sangat memadai, monitor, printer, dan lain-lain. Melalui cara ini, maka produktivitas akan meningkat secara substansial dan tim pemeriksaan akan memerlukan waktu yang lebih sedikit untuk menyelesaikan pemeriksaan, serta tetap pada batas waktu yang ditetapkan.

e)   Perluasan dalam penggunaan tenaga ahli. Tenaga ahli dapat terhubung dari jarak jauh untuk wawancara tertentu atau bagian dari perencanaan pemeriksaan, dan mereka tidak perlu hadir secara fisik.

f)   Merupakan pendekatan yang lebih fleksibel sehingga dapat meningkatkan kualitas tinjauan atas dokumen. Melalui tinjauan jarak jauh pemeriksa dapat menentukan kecepatan bekerjanya sehingga berkontribusi pada tinjauan kualitas yang lebih tinggi dan pendalaman dokumen yang lebih baik.

g)  Dapat memperkuat dokumentasi dan pelaporan. Melalui penggunaan teknologi, informasi tertentu dapat ditangkap melalui video dan fotografi sehingga akan meningkatkan pemahaman.

h)  Logistik terkait pemeriksaan tidak diperlukan lagi. Dengan melakukan pemeriksaan jarak jauh atau virtual, maka organisasi akan terbebas dari logistik terkait pemesanan ruang rapat, akomodasi tim pemeriksaan, terganggunya pekerjaan harian, dan ketidaknyamanan lain yang dialami selama pemeriksaan di lokasi.

����������� Pendapat di atas diperkuat lagi oleh (Sharma et al., 2009) yang menyampaikan keuntungan dari pemeriksaan jarak jauh sebagai berikut:

a)   Dapat memberikan penghematan yang signifikan karena tidak ada waktu perjalanan serta biaya perjalanan yang dikeluarkan.

b)  Kenyamanan dan fleksibilitas bagi tim pemeriksaan karena mereka akan bekerja dari lingkungan kantor atau rumah.

c)   Pegawai yang terlibat dalam proses pemeriksaan tidak perlu terkonsentrasi pada satu periode pemeriksaan yang membutuhkan waktu berminggu-minggu hanya untuk sekedar mengumpulkan bukti.

d)  Pemeriksa dapat memperoleh bukti langsung secara langsung dari sistem teknologi informasi karena akses langsung dapat diberikan.

e)   Pemeriksaan jarak jauh memerlukan perencanaan dan persiapan tambahan bagi pemeriksa sehingga akan menghasilkan pemeriksaan yang lebih baik dan efektif.

f)   Memperluas pemilihan tenaga ahli.

Kekurangan Pemeriksaan Jarak Jauh

Berikut adalah beberapa kekurangan dari pemeriksaan jarak jauh sebagaimana disampaikan oleh (Ginting, 2022):

a)   Proses wawancara dan rapat dapat terganggu jika terjadi masalah dengan jaringan.

b)  Adanya keterbatasan atau ketidakmampuan untuk memvisualisasikan fasilitas dan peralatan, budaya organisasi, serta bahasa tubuh dari pihak yang sedang diperiksa.

c)   Masalah zona waktu juga dapat memengaruhi efisiensi pemeriksaan jarak jauh.

d)  Peningkatan kesempatan bagi pihak yang sedang diperiksa untuk menyajikan dokumen yang dipalsukan dan menghilangkan informasi yang relevan. Hal ini mungkin memerlukan perencanaan tambahan, beberapa prosedur pemeriksaan tambahan atau berbeda.

e)   Akses jarak jauh ke sistem teknologi informasi yang sensitif mungkin tidak diizinkan. Aspek keamanan yang terkait dengan akses jarak jauh dan privasi perlu dinilai.

f)   Adanya potensi kelelahan yang dialami oleh pemeriksa karena tidak ada sesi istirahat.

g)  Adanya tantangan terkait budaya bagi pemeriksa. Dimana kurangnya pengetahuan tentang undang-undang dan peraturan lokal dapat berdampak pada pemeriksaan.

Lebih lanjut (Ariyanto, 2022) juga menyampaikan beberapa keterbatasan dalam proses pemeriksaan jarak jauh, sebagai berikut:

a)   Observasi yang dilakukan secara langsung tetap tidak tergantikan. Pemeriksaan yang dilakukan secara jarak jauh atau virtual memiliki keterbatasan terkait kondisi-kondisi tertentu.

b)  Pemeriksaan jarak jauh mempersulit pemeriksa untuk membangun hubungan baik dengan pihak yang sedang diperiksa.

c)   Kurangnya interaksi langsung antara pemeriksa dan pihak yang diperiksa membuka peluang terjadinya kecurangan. Kondisi ini memberi kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menyajikan dokumen yang telah dipalsukan dan menghilangkan informasi yang relevan.

Teknologi Informasi

menyampaikan beberapa hal terkait dengan teknologi informasi. Bahwa yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah penggunaan teknologi modern dalam rangka melakukan pengelolaan dan pengolahan sejumlah besar data dalam kehidupan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kehidupan sosial. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah fakta-fakta yang dihasilkan dari pengolahan data. Lebih lanjut disampaikan bahwa terdapat perbedaan antara informasi dan data. Informasi adalah data yang telah melalui proses pengolahan serta memberikan peluang kepada pemiliknya untuk melakukan pengambilan keputusan yang benar pada waktu yang tepat. Selanjutnya yang dimaksud dengan teknologi adalah komputer dan peralatan komunikasi terkait serta perangkat lunak yang memungkinkan untuk berhubungan dalam kerangka kerja atau jaringan yang independen dengan perangkat lain. Teknologi informasi adalah penggunaan alat-alat teknologi modern dan salah satunya melalui komputer dalam pengumpulan dan pengolahan data. Dalam konteks ini informatika terdiri atas tiga elemen dasar yaitu entitas fisik seperti komputer serta peralatan dan perangkat terkait, perangkat lunak yang berjalan pada operasi komputer dan melakukan tugas yang berbeda, dan sumber daya pengetahuan.

(Meihami et al., 2013) juga menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan teknologi informasi. Menurutnya, teknologi informasi adalah ilmu yang menyelidiki penerapan komputer dalam sistem informasi dan pelaporan. Teknologi informasi adalah seperangkat instrumen dan metode yang digunakan untuk melakukan produksi, proses, dan menyampaikan informasi kepada manusia sebagai pengguna. Ilmu ini mencakup teknologi yang berhubungan dengan perangkat lunak dan perangkat keras yang dipergunakan untuk memproses, menyimpan, mempertukarkan, dan mentransfer informasi. Menurut Mihalcescu et al. (Meihami et al., 2013) bahwa komunikasi dibuat lebih mudah dan lebih cepat dalam sistem komputer sehingga dapat menfasilitasi dan mempercepat kegiatan organisasi. Perangkat teknologi informasi terdiri atas faktor mekanis dan faktor manusia. Adapun faktor mekanis yang terpenting yaitu komputer, sedangkan yang paling penting dari faktor manusia adalah pengguna komputer itu sendiri.

Menurut (Mustapha et al., 2016) �teknologi informasi membantu pemeriksa dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih efisien dan efektif, dapat mempersingkat waktu pengujian substantif selama proses pemeriksaan,� serta dapat meningkatkan produktivitasnya. Lebih lanjut menurut (Braun et al., 2003) beberapa standar pemeriksaan menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam pemeriksaan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan. Pendapat ini diperkuat lagi oleh (Noordin et al., 2014) bahwa penggunaan teknologi informasi dalam pemeriksaan dapat meningkatkan efektivitas kerja pemeriksaan dalam beberapa hal seperti pencarian informasi yang mendalam, analisis transaksi korektif, praktik pemeriksaan yang komprehensif, peningkatan proses pemeriksaan yang berkelanjutan serta ketepatan waktu pelaporan pemeriksaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada saat sekarang ini teknologi informasi sangat mempengaruhi proses bisnis. Teknologi informasi dapat meningkatkan kemampuan untuk menyimpan, menangkap, menganalisis dan memproses sejumlah besar informasi. Sehingga pada akhirnya teknologi informasi akan mempengaruhi pemeriksaan dalam berbagai perspektif seperti proses perencanaan, pengumpulan bukti, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam rangka melaksanakan pemeriksaan, risiko yang dihadapi oleh pemeriksa serta teknik pemeriksaan yang diadopsi (MAKs & Ak, 2019).

 

Metode Penelitian

Adapun yang dimaksud dengan Metode Penelitian adalah suatu perangkat yang disusun dengan cara sistematis, rasional, serta logis (Birnbaum et al., 2010). Peneliti menggunakan metode penelitian untuk merencanakan, mengumpulkan, melakukan analisis, serta menghasilkan sebuah kesimpulan. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut (Supono & Tambunan, 2021) penelitian kualitatif terkait dengan mengapa dan bagaimana suatu fenomena dapat terjadi di dalam masyarakat. Tujuan dari metode kualitatif adalah dalam rangka menginterpretasi dan memahami kasus dan masalah sosial. Maka dari itu, suatu penelitian kualitatif tidak boleh dilakukan di laboratorium konvensional. Dalam melakukan penelitian secara kualitatif, peneliti terlebih dahulu akan melakukan serangkaian tinjauan pustaka baru kemudian mengajukan penelitian.

Tetapi yang perlu diperhatikan adalah tinjauan pustaka dalam metode kualitatif tidak ditujukan dalam rangka membuktikan teori. Teori dalam metode kualitatif berfungsi sebagai kerangka berpikir kritis peneliti. Lebih lanjut, disampaikan juga bahwa metode penelitian kualitatif ini tidak bebas nilai, artinya peneliti bisa terpengaruh oleh nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Tidak seperti penelitian yang dilakukan secara kuantitatif, dalam penelitian kualitatif sebagaimana disampaikan oleh (Creswell, 2016) seorang peneliti tidak memulai dengan teori atau tes atau verifikasi. Sebaliknya, metode kualitatif konsisten dengan model berpikir yang induktif, dimana suatu teori mungkin muncul selama proses pengumpulan data dan analisis penelitian atau digunakan relatif terlambat dalam proses penelitian sebagai dasar perbandingan dengan teori lain. Sedangkan menurut (Jumriati, 2017) bahwa yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah sebuah proses penelitian ilmiah yang didasarkan pada masalah-masalah sosial dan tergambar secara menyeluruh melalui dukungan informasi yang berasal dari para informan. Adapun informasi yang didapatkan bisa dalam bentuk angka, kata-kata, dan gambar.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan fenomena secara rinci. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh (Budiarto et al., 2018) bahwa yang dimaksud dengan penyusunan penelitian dengan cara deskriptif adalah adanya data yang mendeskripsikan secara rinci terkait fenomena yang terjadi. Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang memiliki tujuan dalam rangka memberikan gambaran, meringkas berbagai macam situasi, fenomena atau kondisi sosial yang terjadi di masyarakat khususnya yang terkait dengan proses pemeriksaan pajak. Pemilihan pendekatan ini akan digunakan oleh peneliti untuk memberikan pemahaman secara mendalam terkait penerapan pemeriksaan pajak jarak jauh di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 

Hasil dan Pembahasan

Penerapan Pemeriksaan Jarak Jauh di Direktorat Jenderal Pajak

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah serangkaian aktivitas dalam rangka melakukan penghimpunan dan pengolahan data, bukti, dan/atau keterangan dimana pelaksanaaanya dijalankan dengan profesional dan objektif atas dasar suatu standar pemeriksaan (Kadri Husin & Budi Rizki Husin, 2022). Adapun tujuan dari dilakukannya pemeriksaan adalah untuk melakukan pengujian kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan dalam rangka tujuan lain guna menjalankan ketentuan peraturan perpajakan. Adapun dalam rangka menghadapi tata kenormalan baru, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyesuaikan prosedur dalam melaksanakan pemeriksaan dengan cara mengoptimalkan penggunaan saluran elektronik.

Seluruh proses pemeriksaan mulai dari tahapan persiapan hingga pembahasan akhir dari hasil pemeriksaan diprioritaskan untuk berlangsung secara jarak jauh melalui saluran elektronik. Kebijakan ini sangat perlu untuk diterapkan mengingat kondisi pandemi COVID-19 yang masih terus berlangsung sehingga interaksi secara tatap muka atau langsung antara pemeriksa dan wajib pajak dapat dikurangi. Hal ini sekaligus bentuk adaptasi dari proses pemeriksaan terhadap tatananan kenormalan baru.

Adapun kebijakan terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan secara jarak jauh ini diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ/2020 (Silitonga, 2021). Dalam lampiran surat edaran tersebut disampaikan beberapa hal teknis terkait penyesuaian kegiatan pemeriksaan dalam kondisi tatanan kenormalan baru sebagaimana telah dirangkum berikut ini.

1.   Agar aktivitas pemeriksaan bisa berlangsung secara lancar dan efektif serta menimbang masih banyaknya wajib pajak, pegawai yang bekerja untuk wajib pajak, serta konsultan pajak yang disewa oleh wajib pajak yang melaksanakan pekerjaannya dari rumah maka hal-hal sebagai berikut perlu untuk diperhatikan:

a.     Pemeriksa perlu untuk melakukan koordinasi dengan Account Representative (AR) serta Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dalam rangka menciptakan komunikasi yang baik dengan Wajib Pajak (WP) dan pihak-pihak yang terkait dengan memastikan WP dapat dihubungi. Selanjutnya, dalam rangka memastikan bahwa surat elektronik yang digunakan adalah valid maka WP diwajibkan untuk membuat pernyataan tertulis.

b.     Perlu dilakukan persetujuan dan kesepakatan dengan WP dalam penentuan lokasi, waktu, dan cara melaksanakan pemeriksaan karena komunikasi akan diprioritaskan melalui mekanisme daring dengan menggunakan saluran elektronik. Adapun kesepakatan tersebut misalnya seperti apakah pertemuan bisa dilaksanakan melalui video conference/call, apakah dokumen pemeriksaan dapat disampaikan melalui surat elektronik, serta apakah peminjaman dokumen yang dibutuhkan dari WP dapat dikirimkan dalam bentuk hasil pindaian atau softcopy. Semua kesepakatan tersebut harus dituangkan dan didokumentasikan ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

c.     Semua tahapan pemeriksaan mulai dari persiapan hingga pembahasan akhir diprioritaskan untuk dilaksanakan secara daring melalui saluran elektronik dalam rangka mengurangi interaksi dengan WP secara langsung.

d.     Jika harus dilakukan interaksi secara langsung dengan WP dalam pelaksanaan pemeriksaan, maka pemeriksa harus memberitahukan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2).

e.     Dalam rangka melakukan antisipasi tindakan hukum atau gugatan dari WP, maka setiap aktivitas pemeriksaan yang dilaksanakan secara daring melalui saluran elektronik harus didokumentasikan. Dokumentasi tersebut dapat berupa rekaman video atau audio, gambar, surat elektronik, maupun pesan, yang merupakan bagian dari KKP.

f.      Jika pemeriksa sudah melakukan komunikasi dalam rangka meminta persetujuan tetapi WP tidak bersedia melaksanakan pemeriksaan baik secara daring maupun langsung maka hal tersebut harus didokumentasikan dalam bentuk Berita Acara (BA) serta menjadi bagian dari KKP. Adapun tujuan dari dokumentasi tersebut adalah sebagai dasar pelaksanaan aktivitas pemeriksaan selanjutnya.

2.   Beberapa hal berikut perlu untuk diperhatikan dalam rangka persiapan pemeriksaan:

a.       Terkait dengan WP yang masih melaksanakan WFH, maka kegiatan pemeriksaan dilakukan dengan identifikasi masalah melalui analisis yang dalam dan tajam pada pos tertentu yang memiliki risiko ketidakpatuhan tinggi. Melalui pendekatan ini diharapkan pemeriksaan akan berjalan lebih fokus serta lebih cepat diselesaikan.

b.      Dalam rangka mempersiapkan dokumen WP yang akan diperiksa, dapat dilakukan oleh pemeriksa melalui optimalisasi data internal DJP yang ada pada aplikasi yang telah disediakan maupun data eksternal yang tersedia di internet.

c.       Pemeriksa diharapkan untuk memanfaatkan laporan hasil kunjungan AR dari WP terkait terlebih dahulu. Jika dibutuhkan pengamatan lapangan lebih lanjut maka pemeriksa harus memperhatikan protokol kesehatan COVID-19.

d.      Pemeriksa dapat menggunakan aplikasi atau secara manual dalam rangka menyusun KKP identifikasi masalah, pembuatan audit plan serta audit program.

3.   Beberapa hal berikut perlu untuk diperhatikan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan:

a.       Dokumen-dokumen seperti Surat Panggilan Pemeriksaan Kantor, Surat Panggilan Pertemuan pertama Pemeriksaan Lapangan, dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SPPL) dapat disampaikan melalui jasa pos maupun ekspedisi yang dilengkapi dengan bukti pengiriman atau melalui surat elektronik kedinasan DJP.

b.      Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut ketika akan melakukan pertemuan dan pemanggilan pertama dengan WP:

1)    Harus disepakati terlebih dahulu dengan WP terkait waktu, tanggal, tempat, serta media yang akan dipergunakan dalama rangka melaksanakan pertemuan.

2)    Pertemuan dengan WP bisa dilaksanakan secara langsung atau dengan menggunakan video conference sesuai kesepakatan.

3)    Pemeriksa memberitahu serta meminta persetujuan WP bahwa video conference atau hasil percakapan akan direkam, dituangkan dalam BA, dan dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung.

4)    Saat melaksanakan tatap muka secara langsung atau video conference, pemeriksa harus menunjukkan tanda pengenal serta SP2 kepada WP.

5)    Apabila WP tidak hadir sesuai kesepakatan baik secara langsung maupun video conference serta tidak memberitahukan kepada pemeriksa, maka WP dianggap tidak hadir. Selanjutnya dibuatkan BA Ketidakhadiran yang dilengkapi bukti pendukung.

6)    Pemeriksa mengutamakan untuk meminta dokumen dalam bentuk softcopy atau hasil pindaian pada pertemuan yang pertama. Selanjutnya pemeriksa membuatkan tanda terima dokumen.

7)    Terkait dokumen hardcopy yang dikirimkan oleh WP secara langsung ke kantor DJP supaya ditangani sesuai standar protokol COVID-19.

8)    Jika pertemuan pertama dengan WP disepakati secara langsung maka dilaksanakan sesuai protokol COVID-19.

9)    Jika WP tidak setuju untuk hadir secara langsung atau melalui video conference, maka WP dianggap tidak hadir. Selanjutnya dibuatkan BA Ketidakhadiran oleh pemeriksa yang dilengkapi bukti pendukung.

c.       Pemeriksa dapat menggunakan aplikasi AsIK (Akses Informasi Keuangan) dalam rangka mendapatkan Informasi dan/atau Bukti atau Keterangan (IBK).

d.      Dalam rangka memperoleh data elektronik, pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1)    Perlu adanya kesepakatan dengan WP jika pemeriksa akan mengunduh secara langsung data elektronik di tempat WP.

2)    Pemeriksa bisa mewawancarai WP terlebih dahulu baik dengan tatap muka langsung maupun tidak langsung misalnya melalui surat elektronik, video conference, atau telepon terkait data elektonik yang diperlukan untuk proses pemeriksaan.

3)    Pemeriksa mengirimkan surat permintaan ke WP dalam rangka untuk mendapatkan data elektronik.

4)    Data elektronik yang telah diperoleh dari WP dapat diolah sendiri oleh pemeriksa atau menggunakan bantuan e-auditor sebagai tenaga ahli.

5)    Semua rangkaian proses yang dilakukan oleh pemeriksa dalam rangka mendapatkan data dan data elektronik dari WP harus didokumentasikan serta menjadi satu dengan KKP.

e.       Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut ketika akan melakukan peminjaman dokumen:

1)    Agar proses peminjaman berjalan dengan efektif, maka perlu dilakukan komunikasi awal antara pemeriksa dan WP terkait dokumen yang dibutuhkan, mekanisme, waktu serta tempat pengiriman.

2)    Pemeriksa dapat melakukan tatap muka secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan surat elektronik dalam rangka menyampaikan surat permintaan untuk meminjam dokumen, bukti terkait peminjaman dokumen, bukti terkait pengembalian dokumen, surat peringatan, tanda terima dokumen, serta BA terkait dipenuhi atau tidak dipenuhinya peminjaman dokumen.

3)    Jika dokumen yang dipinjam dalam bentuk hardcopy kemudian dikirimkan oleh WP ke kantor DJP, maka ditangani sesuai protokol COVID-19 serta dibuatkan tanda terimanya.

f.       Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut ketika akan meminta keterangan kepada WP dan/atau pihak ketiga:

1)    Pemeriksa dapat menggunakan jasa pos atau kurir yang disertai bukti pengiriman atau melalui surat elektronik dalam rangka menyampaikan surat panggilan atau surat permintaan keterangan kepada WP dan/atau pihak ketiga.

2)    Pemeriksa dapat melakukan tatap muka secara langsung atau melalui video conference sebagaimana telah disepakati sebelumnya dengan WP dalam rangka meminta keterangan kepada WP.

3)    Pemeriksa harus menunjukkan tanda pengenal dan SP2, memberitahu WP bahwa akan dilakukan perekaman, serta membuat BA yang dilengkapi dokumen pendukung.

g.      Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut ketika akan melakukan pengujian pemeriksaan:

1)    Optimalisasi dalam penggunaan data internal serta eksternal yang telah disediakan oleh sistem informasi DJP.

2)    Jika dalam pengujian dibutuhkan permintaan keterangan, wawancara, maupun konfirmasi kepada WP, maka bisa disepakati untuk melakukan tatap muka secara langsung atau tidak langsung melalui surat elektronik, surat, telepon, media sosial, atau video conference.

3)    Jika akan dilaksanakan pengujian di lokasi WP maka harus dilakukan berdasarkan kesepakatan. Lebih lanjut jika akan melakukan wawancara maka harus berdasarkan kesepakatan apakah tatap muka langsung atau tidak langsung melalui surat, surat elektronik, telepon, atau video conference. Kemudian pemeriksa juga memberitahu dan meminta persetujuan dari WP bahwa akan dilakukan perekaman serta membuat BA yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. Selain itu, pemeriksa juga harus menunjukkan tanda pengenal dan SP2 kepada WP baik langsung atau dengan video conference. Terakhir, tentunya harus menjalankan protokol COVID-19.

4)    Pemeriksa agar mendokumentasikan semua pengujian yang dilaksanakan ke dalam KKP berdasarkan bukti pendukung yang kuat.

4.   Beberapa hal berikut perlu untuk diperhatikan ketika menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP):

a.       Dalam menyampaikan SPHP bisa dilakukan atas dasar persetujuan dengan WP, baik secara langsung, faksimili, maupun melalui surat elektronik kedinasan DJP.

b.      Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut terkait tanggapan tertulis WP atas SPHP:

1)    WP bisa menyampaikan tanggapan tertulisnya dengan menggunakan jasa pos, kurir, atau surat elektronik.

2)    Pemeriksa harus memastikan apakah SPHP akan ditanggapi oleh WP atau tidak dengan cara menghubungi WP atau yang mewakilinya.

3)    Hasil komunikasi serta bukti bahwa tanggapan telah disampaikan harus didokumentasikan oleh pemeriksa dan menjadi bagian dari KKP. Jika WP tidak memberikan tanggapan tertulis terkait SPHP maka dibuatkan BA Tidak Disampaikan Tanggapan Tertulis oleh pemeriksa.

c.       Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut terkait undangan PAHP:

1)    Sebelum membuat undangan PAHP, pemeriksa harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan WP terkait waktu, tanggal, tempat serta mekanisme untuk melaksanakan PAHP.

2)    Pemeriksa dapat menyampaikan undangan PAHP dengan menggunakan jasa kurir, pos, atau surat elektronik.

3)    Harus dipastikan bahwa undangan PAHP telah diterima oleh WP. Selanjutnya bukti penerimaan dan hasil konfirmasi dari WP didokumentasikan oleh pemeriksa.

d.      Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut ketika akan melaksanakan PAHP:

1)    PAHP bisa dilaksanakan atas dasar kesepakatan dengan WP, apakah akan dilakukan tatap muka langsung atau melalui daring (video conference/call)

2)    Pemeriksa merekam PAHP, setelah itu pemeriksa membuat risalah pembahasan yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.

3)    Apabila WP tidak hadir sebagaimana sudah ditentukan dalam undangan serta tidak memberikan konfirmasi kepada pemeriksa, maka WP dianggap tidak hadir. Selanjutnya pemeriksa membuat BA Ketidakhadiran yang dilengkapi dengan bukti pendukung.

4)    Jika PAHP disepakati untuk dilaksanakan di kantor DJP, maka harus diselenggarakan dengan protokol COVID-19.

e.       Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut terkait pengajuan permohonan Quality Assurance (QA):

1)    WP bisa menyampaikan permohonan pembahasan dengan tim QA melalui kurir, pos, atau surat elektronik.

2)    Pemeriksa harus menghubungi WP dalam rangka memastikan apakah benar WP mengajukan permohonan pembahasan dengan tim QA dan didokumenstasikan ke dalam KKP.

3)    Pemeriksa harus memastikan terdapat bukti yang menunjukkan bahwa permohonan pembahasan dengan tim QA telah disampaikan dan kemudian didokumentasikan ke dalam KKP.

f.       Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut terkait undangan pembahasan yang akan dilakukan dengan tim QA:

1)    Sebelum konsep undangan dibuat, pemeriksa harus menghubungi WP terlebih dahulu untuk membuat kesepakatan terkait waktu, tanggal, tempat dan mekanisme untuk melaksanakan pembahasan dengan tim QA.

2)    Pemeriksa dapat menyampaikan undangan dengan menggunakan jasa kurir, pos atau surat elektronik.

3)    Undangan pembahasan harus dipastikan telah diterima oleh WP. Selanjutnya bukti penerimaan dan hasil konfirmasi didokumentasikan oleh pemeriksa.

g.      Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut ketika akan dilaksanakan pembahasan dengan tim QA:

1)    Pelaksanaan pembahasan dengan tim QA didasarkan kepada kesepakatan dengan WP, apakah tatap muka langsung atau secara daring (video conference/call).

2)    Mendokumentasikan/merekam pembahasan, selanjutnya dibuatkan risalah tim QA dengan WP sebagai bukti bahwa WP sudah hadir.

3)    Pemeriksa memberitahu serta meminta persetujuan dari WP bahwa akan dilakukan perekaman atas percakapan atau video conference/call.

4)    Jika WP tidak hadir sebagaimana telah ditentukan dalam undangan serta tidak memberikan konfirmasi kepada pemeriksa, maka WP dianggap tidak hadir. Selanjutnya pemeriksa membuat BA Ketidahadiran yang dilengkapi bukti pendukung.

5)    Jika WP menolak untuk hadir secara langsung ke kantor DJP maupun secara daring, maka WP dianggap tidak hadir. Selanjutnya pemeriksa membuat BA Ketidakhadiran yang dilengkapi bukti pendukung.

6)    Jika disepakati dengan WP untuk dilaksanakan pembahasan dengan tim QA di kantor DJP, maka supaya dilaksanakan dengan protokol COVID-19.

h.      Pemeriksa perlu memperhatikan hal-hal berikut terkait dengan penandatanganan BA PAHP dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir (IHPA):

1)    Pemeriksa membuatkan konsep BA PAHP serta IHPA atas dasar risalah tim QA dan risalah pembahasan. Selanjutnya BA tersebut ditandatangani oleh WP, semua tim pemeriksa, dan Kepala UP2.

2)    Pemeriksa harus menghubungi WP terlebih dahulu dalam rangka membuat kesepakatan terkait cara untuk menyampaikan dan menandatangani BA PAHP serta IHPA.

3)    Komunikasi yang dilakukan oleh pemeriksa harus didokumentasikan sebagai bukti atas persetujuan atau penolakan dari WP terkait penandatanganan BA PAHP serta IHPA.

 

Evaluasi Penerapan Pemeriksaan Jarak Jauh di Direktorat Jenderal Pajak

Melakukan pemeriksaan dari jarak jauh tidaklah sesederhana dan semudah seperti yang dibayangkan. Ada perspektif pemikiran yang percaya bahwa pemeriksaan jauh sebenarnya lebih mudah untuk dilakukan jika dibandingkan dengan pemeriksaan secara langsung. Perspektif ini memiliki alasan bahwa pemeriksaan jarak jauh tidak akan mengganggu proses bisnis Wajib Pajak (WP) (Kristin Liu, 2015). Selain itu, melalui pemeriksaan jarak jauh pemeriksa dapat fokus pada pekerjaan yang ada serta mengevaluasi data dan proses yang sedang dipantau.

Hal-hal tersebut di atas tentunya terdengar seperti utopia pemeriksaan, dimana tidak ada interaksi klien langsung dan hanya meninjau serta menguji. Jika dilihat lebih jauh, betapa sulitnya untuk meminta kesediaan WP atau perwakilannya untuk meluangkan waktu dan bertemu dengan pemeriksa dalam rangka menjawab semua pertanyaan terkait dengan proses pemeriksaan. Apakah ada WP yang dengan sukarela memberikan pemeriksa akses ke dalam sistem mereka, menjelaskan dengan rinci semua proses bisnisnya, memberikan semua dokumentasi yang dibutuhkan oleh pemeriksa dengan responsif, serta dengan senang hati berdiskusi dengan pemeriksa terkait dengan temuan potensial. Memang ada beberapa WP yang akomodatif, terbuka, bersedia menyediakan waktu, data, serta informasi yang dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan proses pemeriksaan, tetapi jumlahnya hanya sedikit dan jarang. Sebagian besar WP menganggap pemeriksaan sebagai gangguan terhadap operasional sehari-hari dimana tidak ada WP atau perwakilan dari WP yang bersedia meluangkan waktunya untuk menjelaskan kepada tim pemeriksa tentang semua proses bisnisnya. Menurut WP, hal-hal tersebut seharusnya sudah diketahui oleh tim pemeriksaan.

Tetapi apapun tantangannya, proses pemeriksaan tetap harus berlangsung demi terjaganya kepatuhan WP. Tidak dapat dipungkiri kondisi pandemi COVID-19 menyebabkan keterbatasan pada kegiatan administrasi pajak termasuk proses pemeriksaan. Maka dari itu, DJP melalui SE-34/PJ/2020 telah mengeluarkan panduan teknis yang salah satunya memandu tata cara melaksanakan kegiatan pemeriksaan dalam tatanan kenormalan baru (Jaya & Supriyadi, 2021). Maka, dalam rangka mengukur sejauh mana suatu kebijakan atau program telah berhasil dilaksanakan perlu dilakukan evaluasi dengan beberapa kriteria. Menurut (Dunn, 2017) terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam rangka menghasilkan informasi terkait kinerja dari suatu kebijakan sebagaimana dijelaskan berikut ini:

1.   Efektivitas

Adapun efektifitas berkaitan dengan apakah suatu alternatif kebijakan yang diterapkan telah mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Sebagaimana disampaikan oleh (Ramli, n.d.) bahwa tujuan dari pemeriksaan pajak dalam Pasal 29 UU KUP dan aturan turunannya adalah: (1) melakukan pengujian kepatuhan terkait pemenuhan kewajiban perpajakan, dan/ atau (2) tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan. Jika tujuan ini dikaitkan dengan kondisi pandemi COVID-19, dimana terjadi pembatasan aktivitas termasuk administrasi perpajakan dan dalam rangka mencegah penularan yang lebih luas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan DJP untuk mengutamakan pemeriksaan secara jarak jauh dengan memaksimalkan saluran elektronik telah berlangsung dengan cukup efektif. Walaupun ada beberapa hal yang tentunya tidak dapat diakomodir melalui kebijakan ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber, maka kebijakan ini dapat dikatakan cukup efektif karena beberapa hal sebagai berikut:

a.   Mencegah penularan virus COVID-19 karena pertemuan dan pembahasan antara pemeriksa dan WP dilaksanakan dengan menggunakan platform teknologi seperti zoom. Hal ini tentunya akan mengurangi risiko terganggu atau bahkan berhentinya proses pemeriksaan akibat dari pemeriksa maupun WP yang tertular virus COVID-19.

b.   Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan pemeriksaan jarak jauh dapat memperkuat dokumentasi dan pelaporan. Hal ini karena informasi tertentu dapat tertangkap oleh video, gambar, audio, surat elektronik, maupun pesan sehingga akan meningkatkan pemahaman pemeriksa. Dokumentasi ini juga sangat berguna dan penting dalam rangka mengantisipasi upaya hukum oleh WP.

Adapun hal-hal yang dianggap kurang efektif berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa narasumber adalah sebagai berikut:

a.   Proses pemeriksaan secara jarak jauh dapat terganggu ketika terjadi masalah jaringan. Selain itu, terbatasnya jumlah user account resmi DJP untuk aplikasi zoom juga menjadi kendala tersendiri. Hal ini menyebabkan pemeriksa harus menggunakannya secara bergantian dalam rangka melaksanakan pertemuan dan pembahasan terkait proses pemeriksaan dengan WP.

b.   Bagaimanapun observasi yang dilaksanakan secara langsung tetap tidak tergantikan karena pemeriksaan jarak jauh memiliki keterbatasan dalam menangkap informasi yang tersirat dari budaya organisasi maiupun bahasa tubuh WP.

c.   Pemeriksaan jarak jauh menyebabkan berkurangnya interaksi langsung antara pemeriksa dan WP. Kondisi ini berpotensi menimbulkan kecurangan oleh WP dengan cara menghilangkan informasi yang relevan maupun penyajian dokumen yang telah dimanipulasi.

d.   WP tidak memberikan akses jarak jauh kepada pemeriksa untuk mengakses sistem teknologi informasi yang dianggap sensitif.

2.   Efisiensi

Adapun efisiensi berkaitan dengan seberapa besar usaha yang dibutuhkan dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan.

a.   Melalui penerapan kebijakan pemeriksaan jarak jauh akan terjadi penghematan waktu dan biaya. Pada saat ini, sebagian besar dokumen dapat diakses dari mana saja sehingga tidak perlu membuang banyak waktu dan biaya perjalanan hanya untuk sekedar memeriksa atau menyampaikan dokumen. Penyampaian dokumen pemeriksaan ke WP maupun dokumen yang akan dipinjam oleh pemeriksa dari WP dapat disampaikan dalam bentuk softcopy atau hasil pindaian melalui surat elektronik.

b.   Dengan menerapkan dan menggunakan Compliance Risk Management (CRM) Pemeriksaan maka identifikasi, penilaian serta analisis risiko terhadap WP dapat dilaksanakan lebih efisien karena biaya yang dibutuhkan realatif tidak besar.

c.   Dalam rangka dibutuhkan informasi, bukti, maupun keterangan dapat dilaksanakan melalui aplikasi AsIK (Akses Informasi Keuangan).

3.   Kecukupan

Adapun kecukupan berkaitan dengan sejauh mana pencapaian dari output yang dihasilkan dapat menyelesaikan masalah. Sebagaimana diketahui bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sempat terhenti beberapa bulan karena merebaknya COVID-19 pada awal tahun 2020. Melalui penerapan kebijakan ini maka proses pemeriksaan dapat berjalan kembali dalam tatanan kenormalan baru. Kebijakan ini salah satunya memberikan panduan teknis terkait proses pemeriksaan agar dapat berjalan dengan aman dan produktif dalam kondisi pandemi COVID-19 (Hartono, 2020).

4.   Keadilan

Adapun keadilan berkaitan dengan apakah biaya dan manfaat telah didistribusikan secara adil kepada para pemangku kepentingan. Adapaun pemangku kepentingan dalam hal ini adalah pemeriksa pajak dan WP. Seluruh rangkaian proses pemeriksaan jarak jauh dalam kebijakan ini telah diterapkan secara adil, seperti:

a.   Penggunaan CRM Pemeriksaan untuk melakukan identifikasi, penilaian, dan analisis risiko terhadap WP. Melalui penggunaan CRM Pemeriksaan maka akan terbentuk suatu matriks risiko WP sehingga telah tercipta keadilan dari awal proses pemeriksaan tersebut dilakukan.

b.   Kebijakan ini diterapkan untuk seluruh WP yang sedang dalam proses pemeriksaan tanpa adanya pembedaan.

c.   Kebijakan ini juga telah diterapkan secara merata di seluruh unit vertikal DJP yang melaksanakan proses pemeriksaan.

5.   Responsivitas

Adapun responsivitas berkaitan dengan apakah hasil kebijakan memenuhi kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok tertentu.

a.   Pemeriksaan jarak jauh yang mengandalkan teknologi informasi dalam rangkaian kegiatannya tentunya jauh lebih responsif karena dapat dilaksanakan kapan saja dan dari mana saja.

b.   Pembahasan dengan tim Quality Assurance (QA) dalam proses pemeriksaan juga lebih mudah dan fleksibel karena mereka tidak perlu hadir secara fisik.

c.   Melalui pemeriksaan secara jarak jauh, maka DJP maupun WP akan terbebas dari beban logistik seperti ruang rapat, akomodasi, dan lain sebagainya, sehingga akan lebih mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan.

6.   Kelayakan

Adapun kelayakan berkaitan dengan apakah hasil yang diinginkan benar-benar layak atau berharga. Secara umum, kebijakan ini layak dalam rangka beradaptasi dengan tatanan kenormalan baru. Sebelum adanya kebijakan ini semua proses pemeriksaan terhenti, tetapi setelah kebijakan ini diterapkan oleh DJP maka sebagian besar proses pemeriksaan dapat berlangsung kembali. Kebijakan ini menurut pemeriksa pajak tentu masih memiliki berbagai keterbatasan dalam penerapannya, terutama untuk kegiatan pemeriksaan yang benar-benar butuh kunjungan ke lapangan atau tatap muka secara langsung dengan WP dalam rangka mengumpulkan informasi yang benar dan valid.

Berikut adalah perbandingan kinerja pemeriksaan tahun 2019 dan tahun 2020 pada saat kondisi pandemi COVID-19.

 

Tabel 2

Perbandingan Kinerja Pemeriksaan Tahun 2019 dan 2020

 

Uraian

Realisasi 2019

Realisasi 2020

Penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

64.806

85.760

Penerimaan dari hasil pemeriksaan dan penagihan

Rp58,56 triliun

Rp54,23 triliun

Nilai Refund Discrepancy

Rp8,22 triliun

Rp4,03 triliun

Efektivitas Pemeriksaan

94,89%

95,29%

 

Sumber: Laporan Tahunan DJP Tahun 2019 dan 2020

 

Berdasarkan data pada tabel 2 di atas, kita dapat melihat bahwa kinerja pemeriksaan pada tahun 2020 dalam kondisi pandemi COVID-19 pada beberapa indikator jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan pemeriksaan jarak jauh dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi sebagaimana diatur dalam SE-34/PJ/2020 adalah layak dan berharga.

 

Kesimpulan

Penerapan pemeriksaan secara jarak jauh sebagaimana diatur dalam SE-34/PJ/2020 telah berjalan cukup baik dalam rangka adaptasi terhadap tatanan kenormalan baru. Hal tersebut dapat terlihat dari proses pemeriksaan yang dapat berjalan kembali setelah sebelumnya sempat terhenti beberapa bulan karena merebaknya COVID-19 pada awal tahun 2020. Tetapi, penerapan kebijakan ini belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pemeriksa pajak terutama terkait pemeriksaan yang membutuhkan tatap muka secara langsung dengan WP maupun kunjungan ke lapangan.

Adapun hasil evaluasi penerapan pemeriksaan jarak jauh oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan enam kriteria evaluasi yaitu: efektivitas, dimana penggunaan teknologi informasi dalam proses pemeriksaan jarak jauh telah dapat mengakomodir kebutuhan pemeriksa dalam rangka melakukan pertemuan atau pembahasan dengan WP selain tentunya mengurangi risiko penularan COVID-19. Selain itu, teknologi juga telah membantu meningkatkan pemahaman pemeriksa melalui informasi yang ditangkap oleh rekaman video, audio, gambar, pesan dan surat elektronik. Adapun kebijakan pemeriksaan jarak jauh ini dirasa kurang efektif ketika terdapat masalah jaringan, keterbatasan dalam menangkap informasi yang tersirat, adanya potensi kecurangan oleh WP dengan memanipulasi atau menghilangkan informasi yang relevan, serta tidak diberikannya akses secara jarak jauh terhadap sistem teknologi informasi yang dianggap sensitif oleh WP. Efisiensi, dimana dengan kebijakan ini terjadi penghematan waktu dan biaya karena penyampaian dokumen dikirimkan dalam bentuk softcopy atau hasil pindaian dengan menggunakan surat elektronik. Lalu efisiensi juga akan tercipta karena penggunaan aplikasi pendukung seperti Compliance Risk Management (CRM) sehingga pemeriksa dapat menentukan prioritas WP yang akan diperiksa serta aplikasi AsIK� yang dapat digunakan untuk mengakses informasi keuangan yang memiliki hubungan dengan WP.

Selanjutnya adalah kecukupan, dimana melalui kebijakan ini proses pemeriksaan dapat berlangsung kembali setelah sempat terhenti karena merebaknya COVID-19. Sedangkan keadilan tercipta karena penggunaan CRM Pemeriksaan akan membedakan mana WP yang patuh dan tidak patuh yang pantas untuk diperiksa, selain itu kebijakan pemeriksaan jarak jauh ini juga diterapkan terhadap semua WP dan dilaksanakan oleh semua unit vertikal yang ada di DJP. Kriteria yang kelima adalah responsivitas, dimana melalui pemeriksaan jarak jauh yang mengoptimalkan teknologi informasi tentu lebih responsif karena dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja, proses Quality Assurance (QA) juga akan lebih fleksibel karena tim QA tidak perlu hadir secara fisik, selain itu baik WP maupun DJP tidak perlu lagi terbebani dengan masalah logistik seperti akomodasi, ruang rapat, dan lain-lain. Terakhir adalah kelayakan, dimana kebijakan ini layak �dan berharga karena pemeriksaan dapat berjalan kembali walaupun dengan berbagai keterbatasan. Selain itu, kebijakan ini menunjukkan hasil yang lebih baik pada beberapa indikator seperti jumlah penyelesaian LHP, Nilai Refund Discrepancy, dan Efektivitas Pemeriksaan jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebelum pandemi COVID-19 terjadi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abadi, C. V. L. N., & Malang, K. L. K. (2021). Buku Ajar Hukum Acara Pengadilan Agama.

 

Amin, M., Saleh, A. M., & Bilfaqih, H. Z. A. (2020). Covid-19 (Corona Virus Disease 2019): Tinjauan Perspektif Keilmuan Biologi, Sosial, Dan Agama. Inteligensia Media.

 

Ariyanto, S. (2022). Pengaruh Pelaksanaan Remote Audit Terhadap Kinerja Pemeriksa Bpk Perwakilan Provinsi Riau Selama Masa Pandemi. Journal Of Islamic Finance And Accounting Research, 1(1), 19�29.

 

Birnbaum, H. G., Kessler, R. C., Kelley, D., Ben‐Hamadi, R., Joish, V. N., & Greenberg, P. E. (2010). Employer Burden Of Mild, Moderate, And Severe Major Depressive Disorder: Mental Health Services Utilization And Costs, And Work Performance. Depression And Anxiety, 27(1), 78�89. Https://Doi.Org/10.1002/Da.20580

 

Braun, J., Pham, T., Sieper, J., Davis, J., Van Der Linden, S. J., Dougados, M., & Van Der Heijde, D. (2003). International Asas Consensus Statement For The Use Of Anti-Tumour Necrosis Factor Agents In Patients With Ankylosing Spondylitis. Annals Of The Rheumatic Diseases, 62(9), 817�824.

 

Budiarto, R., Putero, S. H., Suyatna, H., Astuti, P., Saptoadi, H., Ridwan, M. M., & Susilo, B. (2018). Pengembangan Umkm Antara Konseptual Dan Pengalaman Praktis. Ugm Press.

 

Creswell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, Dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 5.

 

Dunn, W. N. (2017). Public Policy Analysis: An Integrated Approach. Routledge.

 

Fitria, A. (2020). Analisis Pemahaman Wajib Pajak Umkm Tentang Kewajiban Perpajakan Umkm Di Kecamatan Delitua. Umsu.

 

Ginting, D. (2022). Teori Dan Praktek Pembelajaran Berbasis Multimedia. Media Nusa Creative (Mnc Publishing).

 

Hadin, A. F. (2021). Hak Cipta: Hak Eksistensi Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Di Era Otonomi Daerah.

 

Hartono, H. (2020). �Di Rumah Unika�: Diskusi Rutin Bersama Hadapi Covid-19 Oleh Unika. Scu Knowledge Media.

 

Hastowibowo, T., & Bandiyono, A. (2021). Evaluasi Penilaian Untuk Pemeriksaan Terhadap Nilai Wajar Pasar Di Masa Pandemi Covid 19. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (Pkn), 3(1), 49�63.

 

Hastuti, P., Harefa, D. N., & Napitupulu, J. I. M. (2020). Tinjauan Kebijakan Pemberlakuan Lockdown, Phk, Psbb Sebagai Antisipasi Penyebaran Covid-19 Terhadap Stabilitas Sistem Moneter. Prosiding Webinar Fakultas Ekonomi Unimed �Strategi Dunia Usaha Menyikapi Status Indonesia Sebagai Negara Maju: Pra Dan Pasca Covid-19,� 57�70.

 

Jaya, I. M. A. S., & Supriyadi, S. (2021). Efektivitas Pelaksanaan Penagihan Pajak Di Kpp Pratama Denpasar Barat Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pajak Indonesia (Indonesian Tax Review), 5(2), 114�123.

 

Jumriati, J. (2017). Pola Komunikasi Pimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Gowa. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

 

Kadri Husin, S., & Budi Rizki Husin, S. (2022). Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Sinar Grafika.

 

Kara, R. N. (2018). Pengaruh Penggunaan Dan Kepuasan Pengguna E-Filing Terhadap Kepatuhan Pajak.

 

Khoirunnisa, B. H., & Nurwulan, L. L. (2022). Pengaruh Remote Audit, Skeptisisme Profesional Dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Survei Pada Auditor Yang Bekerja Di Kantor Akuntan Publik (Kap) Di Wilayah Kota Bandung Yang Terdaftar Di Institut Akuntan Publik Indonesia (Iapi)). Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.

 

Kristin Liu, C. C. H. (2015). Quantum Slimming: Mengelola Pikiran Untuk Tubuh Sehat &. Gramedia Pustaka Utama.

 

Lase, D., Ndraha, A., & Harefa, G. G. (2020). Persepsi Orangtua Siswa Sekolah Dasar Di Kota Gunungsitoli Terhadap Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Pandemi Covid-19. Sundermann: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora Dan Kebudayaan, 13(2), 85�98.

 

Maks, R. P. S. E., & Ak, C. A. (2019). Pemeriksaan Akuntansi: Dan Contoh Kasus Di Indonesia. Pt. Scopindo Media Pustaka.

 

Meihami, B., Varmaghani, Z., & Meihami, H. (2013). The Role & Effect Of Information Technology And Communications On Performance Of Independent Auditors (Evidences Of Audit Institutions In Iran). Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business, 4(12), 829�849.

 

Monica, R., & Andi, A. (2019). Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, Dan Pencairan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serang Tahun 2012-2016. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu, 12(1).

 

Mustapha, M. M., Marsh, J. W., & Harrison, L. H. (2016). Global Epidemiology Of Capsular Group W Meningococcal Disease (1970�2015): Multifocal Emergence And Persistence Of Hypervirulent Sequence Type (St)-11 Clonal Complex. Vaccine, 34(13), 1515�1523.

 

Mutia, S. P. T. (2014). Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Pelayanan Fiskus, Dan Tingkat Pemahaman Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Di Kpp Pratama Padang). Jurnal Akuntansi, 2(1).

 

Noordin, M. A., Mohtar, S., & Ahmad, F. (2014). Innovation Capability: An Exploration Into Its Role In Determining Firm Performance. International Journal Of Research In Social Sciences, 4(2), 551�559.

 

Nugrahanto, A., & Alhadi, I. (2021). A Tax Audit Quality: An Empirical Analysis Of The Use Of Information Technology, Competence, Task Complexity And Time Pressure. Info Artha, 5(2), 75�92.

 

Pranata, I., Hardika, N. S., & Hudiananingsih, P. D. (2018). Tax Audit Analysis Of Chicago Enterprise Ltd In Preventing The Tax Lawsuit Strategies On Dispute The Notice Of Tax Underpayment Assessment Of Income Tax Article 21 In Tax Court Of Jakarta. Journal Of Applied Sciences In Accounting, Finance, And Tax, 1(1), 34�40.

 

Rahayu, N. S. (2022). Komunikasi Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Di Sma Pasundan 7 Bandung) Nyimas Sri Rahayu, Npm 208080001, Magister Ilmu Komunikasi Pasca Sarjana Universitas Pasundan Bandung. Perpustakaan Pascasarjana.

 

Ramli, N. E. A. (N.D.). Implementasi Pelaksanaan Pemeriksaan Pph Pasal 21 Dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

 

Rosdiana, L. (N.D.). Analisis Perancanaan Strategis Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan: Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong.

 

Septiani, N. (N.D.). Penggunaan Aplikasi Google Classroom Pada Pembelajaran Jarak Jauh Pai Dan Budi Pekerti Di Sma It Almaka. Jakarta: Fitk Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Serag, A. A. E., & Daoud, M. M. (2021). Remote Auditing: An Alternative Approach To Face The Internal Audit Challenges During The Covid-19 Pandemic. الفکر المحاسبى, 25(2), 228�259.

 

Sharma, A., Tyagi, V. V., Chen, C. R., & Buddhi, D. (2009). Review On Thermal Energy Storage With Phase Change Materials And Applications. Renewable And Sustainable Energy Reviews, 13(2), 318�345.

 

Silitonga, D. F. (2021). Pelaksanaan Ekstensifikasi Saat Pandemi Covid 19 Di Kantor Pelayanan Pajak Abc. Balance Vocation Accounting Journal, 5(1), 12�26.

 

Sleebos, J. (2003). Low Fertility Rates In Oecd Countries: Facts And Policy Responses.

 

Sujono, R. I., & Layli, M. (N.D.). Peran Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengentasan Kemiskinan Dan Pengangguran. Ekonomi Sirkular Dan Pembangunan Berkelanjutan, 185.

 

Supono, T., & Tambunan, W. (2021). Kesiapan Penerapan Protokol Kesehatan Di Lingkungan Sekolah Dasar Pangudi Luhur Jakarta Selatan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 10(2), 57�65.

 

Wahyuni, A., Kusuma, K. A., Mursyidah, L., & Muslih, M. (2023). Refleksi Akhir Tahun Akademisi Umsida 2021 Merekam Jejak Kebijaksanaan Di Ujung Masa Pandemi. Umsida Press, 1�96.

 

Wijaya, S., & Illahi, Y. W. (N.D.). Ketentuan Umum Perpajakan: Perlukah Pemeriksaan Ulang? Guepedia.

 

Wulansari, A. (N.D.). Manajemen Strategi Sekolah Dasar Islam. Jakarta: Fitk Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Copyright holder:

Shopan J. Endrawan dan Gunadi (2023)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: