Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7,
No. 9, September 2022
Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Seribu
Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah masa 270 hari (9 bulan) dalam kandungan dan
730 hari (2 tahun pertama) pasca lahir. Seribu HPK sangat penting karena dampak
yang ditimbukan malnutrition pada periode ini bersifat permanen dan berjangka
panjang. Efek gizi kurang dalam kandungan dapat memanjang ke tiga generasi.
Bukti dari India bahwa anak yang gizi kurang cenderung menjadi dewasa pendek selanjutnya
cenderung melahirkan bayi kecil yang berisiko mempunyai risiko prestasi
pendididkan yang rendah dan pada akhirnya mempunyai status ekonomi yang rendah.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor risiko ibu hamil yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Metodologi penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort
prosfective, menggunakan analisis kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah
bayi neonataus dan ibunya. Penelitian dilakukan di Kecamatan Bungursari Kota
Tasimalaya pada bulan Mei sampai Desember 2017 dengan teknik pengambilan sampel
adalah proporsionate stratified random sampling. Kesimpulan hasil penelitian adalah
tidak adanya hubungan kakateristik sosial ekonomi, asupan energi, asupan zat
besi, asupan zink, dan status gizi ibu hamil dengan kejadian stunting pada
bayi. Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit infeksi ibu hamil
(p = 0,41) dengan kejadian stunting pada bayi.
Kata
kunci: stunting; KEK; ibu hamil; bayi baru lahir
Abstract
The First
Thousand Days of Life (FDL) is the 270 days (9 months) in the womb and the
first 730 days (2 years) post-birth. A thousand FDLs are important because the
impacts of malnutrition in this period are permanent and long-term. The
nutritional effect is less in the womb can extend to three generations.
Evidence from India that nutritional children are less likely to be short-grown
and therefore tend to have small babies at risk of low educational risk and
ultimately low economic status. The purpose of this study is to know the risk
factors of pregnant women associated with the incidence of stunting in infants
in District Bungursari Tasikmalaya City. The methodology of this study used a
prospective cohort study type, using quantitative analysis. The subjects of
this study were neonates and her mother. The research was conducted in
Bungursari Subdistrict of Tasimalaya City from May to December 2017 with
sampling technique is proportionate stratified random sampling. The conclusion
of the research is the absence of correlation of socio-economic characteristic,
energy intake, iron intake, zinc intake, and nutritional status of pregnant
mother with stunting incidence in infant. There was a significant correlation
between history of maternal infection infection (p = 0,41) with stunting
incidence in infant.
Keywords: stunting; KEK; pregnant women;
newborns
Pendahuluan
Masalah gizi
pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat dan penyebabnya dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang terkait satu dengan yang lainnya (Supariasa, Bachyar, & Ibnu, 2012). Permasalahan
gizi di Indonesia nampak dari kondisi kelompok rentan ibu dan anak yang masih
mengalami berbagai masalah kesehatan dan gizi, yang ditandai dengan tingginya
angka kematian ibu dan neonatal, prevalensi gizi kurang (BB/U) dan pendek
(TB/U) pada anak balita, prevalensi anemia gizi kurang zat besi pada ibu hamil,
gangguan akibat kekurangan yodium pada ibu hamil dan bayi serta kurang vitamin
A pada anak balita (BAPPENAS, 2011).
Masalah gizi di
Indonesia menggambarkan masalah yang dimulai sejak usia dini kehidupan (Ekayanthi
& Suryani, 2019).
Komitmen pemerintah Indonesia telah dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah
No.42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Perecepatan Perbaikan Gizi dan pada
tanggal 30 Oktober 2013 Bapak Presiden RI telah meluncurkan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (Achadi, 2014).
Seribu HPK
adalah masa 270 hari (9 bulan) dalam kandungan dan 730 hari (2 tahun pertama)
pasca lahir (Astuti,
Susanti, Nurhayati, & Syamsudin, 2019). Seribu
HPK sangat penting karena dampak yang ditimbukan malnutrition pada periode ini
bersifat permanen dan berjangka panjang, Efek gizi kurang dalam kandungan dapat
memanjang ke tiga generasi. Bukti dari India bahwa anak yang gizi kurang
cenderung menjadi dewasa pendek selanjutnya cenderung melahirkan bayi kecil
yang berisiko mempunyai risiko prestasi pendididkan yang rendah dan pada
akhirnya mempunyai status ekonomi yang rendah. Stunting pada usia dini dapat
memprediksi kinerja kognitif dan risiko terjadinya penyakit jantung coroner
pada dewasa (Achadi, 2014).
Angka prevalensi
stunting (pendek) di Jawa Barat mencapai 33,7% dan meningkat menjadi 35,3%
berdasarkan Riskesdas 2013 (Ibrahim
& Faramita, 2015). Berdasarkan
data Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2016 di Kota Tasikmalaya menurut
indeks TB/U prevalensi sangat pendek dan pendek di Kota Tasikmalaya adalah 2,8
% dan 9,6% (Kemkes, 2017).
Di Kota
Tasikmalaya terdapat beberapa Kecamatan dengan angka prevalensi kurang gizi
yang cukup tinggi diantaranya Kecamatan Cipedes, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan
Cihideung, Kecamatan Tamansari, Kecamatan Bantar, Kecamatan Parakanyasa,
Kecamatan Panglayungan, dan Kecamtan Bungursari. Dari delapan Kecamatan
tersebut, prevalensi tertinggi kurang gizi sebanyak 14,88% terdapat di
Kecamatan Bungursari yang memiliki 3 Puskesmas yaitu Puskesmas Bantarsari,
Bungurari, dan Sukalaksana. Berdasarkan data Bulan Penimbangan Balita (BPB)
tahun 2016 di Puskesmas Bantarsari angka prevalensi stunting (TB/U) sebesar
29,99%. Di Puskesmas Bungursari angka prevalensi stunting (TB/U) sebesar
30,16%. Di Puskesmas Sukalaksana angka prevalensi stunting (TB/U) sebesar 25%.
Selain asupan
zat gizi, penyakit infeksi juga�
merupakan salah satu faktor langsung yang menyebabkan terjadinya kurang
gizi di Puskesmas Bungursari Tahun 2016. Berdasarkan data dari Puskesmas
Bungursari penyakit infeksi yang banyak diderita oleh balita diantaranya adalah
Bronko Pneumonia (BBP), demam berdarah, diare, disentri, Otitis Media Akut
(OMA) dan lain-lain.
Berdasarkan data
ketahanan Kota Tasikmalaya Tahun 2014, skor pola pangan harapan sebesar 63,74,
artinya tingkat keragaman pangan masih rendah. Dilihat dari skor AKE sebesar
74,18 maka ketahanan pangan di Kota Tasikmalaya belum ideal karena asupan
individu masih dibawah AKG. Aspek Akses Pangan Tahunan di Kecamatan Bungursari
Tahun 2015 menunjukkan bahwa angka keluarga pra dan sejahtera sebesar 44,92%,
Kecamatan Bungursari menempati urutan ke tiga dengan jumlah keluarga pra dan
sejahtera yang tinggi sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingkat daya beli
masyarakat.
Berdasarkan data
diatas peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul faktor-faktor
risiko ibu hamil yang dapat menyebabkan bayi stunting di Kecamatan Bungursari
Kota Tasikmalaya. Tujuan Penelitian ini yaitu mengetahui faktor-faktor risiko
pada ibu hamil yang dapat mempengaruhi kejadian stunting pada bayi di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya. Tujuan khusus pada penelitian ini mengetahui
gambaran karakteristik sosial ekonomi ibu hamil, gambaran asupan energi ibu
hamil, gambaran asupan seng dan zat besi ibu hamil, gambaran status gizi ibu
hamil, gambaran riwayat penyakit infeksi ibu hamil, mengetahui hubungan karakteristik
sosial ekonomi ibu hamil dengan kejadian stunting pada bayi, hubungan asupan
energi ibu hamil dengan kejadian stunting pada bayi, hubungan asupan seng dan
zat besi ibu hamil dengan kejadian stunting pada bayi, hubungan status gizi ibu
hamil dengan kejadian stunting pada bayi, dan hubungan riwayat penyakit infeksi
ibu hamil dengan kejadian stunting pada bayi.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan kohort
prospective dengan matching status gizi kurang ibu hamil. Studi kohort
mengevaluasi risiko penyakit yang diteliti melalui pengamatan beberapa waktu
sampai muncul penyakit atau tidak (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukak
di Kecamatan Bungursari dan waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai
Desember Tahun 2017. Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester III, total
sampel pada adalah 25 x 2 (Ibu KEK dan Tidak KEK) = 50 orang. Pengambilan
sampel menggunakan metode proporsionate stratified random sampling.
Kuesioner
untuk data karakteristik responden, pita LILA, babyscale, alat pengukur panjang
badan dan food model atau buku foto makanan. Asupan energi mineral zink dan
besi menggunakan formulir semi FFQ.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini adalah
penelitian kohort prospective yang
ini mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bayi stunting pada ibu hamil
KEK, dengan karakteristik sebagai berikut:
Tabel
1
�Karakteristik Responden Penelitian Di
Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
Karakteristik |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Usia |
|
|
19-29 tahun |
30 |
60 |
≥ 30 tahun |
20 |
40 |
Jumlah
Anak |
|
|
1 anak |
25 |
50 |
≥ 2 anak |
25 |
50 |
Pendidikan
Ibu |
|
|
SD |
13 |
26 |
SMP |
13 |
46 |
SMA / SMK |
23 |
26 |
PT |
1 |
2 |
Pendidikan
Ayah |
|
|
SD |
15 |
30 |
SMP |
15 |
30 |
SMA / SMK |
18 |
36 |
PT |
2 |
4 |
Pekerjaan
Ayah |
|
|
Buruh |
24 |
48 |
Guru / PNS |
3 |
6 |
Karyawan |
6 |
12 |
Pedagang / Wiraswasta |
17 |
34 |
Karakteristik
responden penelitian ini sebanyak 60% berusia diantara 19-20 tahun. Sebanyak 50
% memiliki anak lebih dari 2 orang. Pendidikan ibu sebanyak 46% berpendidikan
SMP dan ayah sebanyak 36 % adalah berpendidikan SMA/SMK. Pekerjaan ayah 48%
adalah sebagai buruh.
Berikut ini
adalah hasil analisis univariat mengenai gambaran kejadian stunting,
karakteristik sosial ekonomi ibu hamil, asupan energi, seng dan zat besi ibu
hamil, status gizi ibu hamil dan riwayat penyakit infeksi ibu hamil.
Tabel
2
Kejadian
Stunting pada Bayi Di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
Kejadian Stunting |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Stunting |
10 |
20 |
Tidak Stunting |
40 |
80 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 2
menunjukkan jumlah yang pendek / stunting
menurut panjang badan saat lahir sebanyak 10 orang (20%) di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya, Jumlah bayi yang tidak stunting sebanyak 40 orang (80%).�
Tabel
3
Karakteristik
Sosial Ekonomi pada Responden Di
Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
Sosial Ekonomi |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
< UMR (Rp. 1.700.000,-) |
39 |
78 |
≥ UMR (Rp. 1.700.000,-) |
11 |
22 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 3
menunjukkan karakteristik sosial ekonomi responden, yang mana sebagian besar
responden� sebanyak 39 orang (78%) di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya memiliki penghasilan dibawah Upah Minimum Regional
Kota Tasikmalaya tahun 2017 yaitu Rp. 1.700.000,- (Satu Juta Tujuh Ratus Ribu
Rupiah),
�
Tabel
4
Distribusi
Frekuensi Asupan Energi Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya
Tahun 2017
Asupan Energi |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Kurang (< 80 % AKG) |
21 |
42 |
Baik (80 % - 100 % AKG) |
29 |
58 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 4
menunjukkan asupan energi kurang dari 80 % AKG pada Ibu hamil di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya sebanyak 21 orang (42%) dan 29 orang (58%) lebih
dari 80% AKG energi.
Tabel
5
Distribusi
Frekuensi Asupan Zat Besi Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya Tahun 2017
Asupan Zat Besi |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Tidak Baik� ( < 39 mg ) |
26 |
52 |
Baik ( ≥ 39 mg) |
24 |
48 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 5
menunjukkan asupan zat besi kurang dari 39 mg pada Ibu hamil di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya sebanyak 26 orang (52%) dan 24 orang (48%) sudah
baik sesuai rekomendasi AKG 2013 untuk Ibu hamil trimester III.
Tabel
6
Distribusi
Frekuensi Asupan Zink Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya
Tahun 2017
Asupan Zink |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Tidak Baik� ( < 20 mg ) |
49 |
98 |
Baik ( ≥ 20 mg) |
1 |
2 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 6
menunjukkan asupan zink sebagian besar Ibu hamil di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya sebanyak 49 orang (98%)�
masih kurang dari anjuran AKG 2013 untuk Ibu hamil trimester III.
Tabel
7
Distribusi
Frekuensi Status Gizi Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun
2017
Status Gizi |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
KEK� ( < 23,5 cm ) |
25 |
50 |
NON KEK ( ≥ 23,5 cm) |
25 |
50 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 7
menunjukkan status gizi ibu hamil di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya,
yang mengalami kurang energi kronis sebanyak 25 orang (50%) dan yang tidak
mengalami kurang energi kronis sejumlah 25 orang (50%). Besarnya jumlah
kelompok paparan dan tidak terpapar diambil perbandingan 1 : 1 dari jumlah
sampel yang ditetapkan.�
Tabel
8
Distribusi
Frekuensi Riwayat Penyakit Infeksi Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya Tahun 2017
Riwayat Infeksi |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Ya |
8 |
16 |
Tidak |
42 |
84 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 8
menunjukkan riwayat infeksi pada ibu hamil di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya, yang pernah mengalami infeksi sebanyak 8 orang (16%) dan yang
tidak mengalami infeksi sejumlah 42 orang (84%).
Tabel
9
Distribusi
Frekuensi Riwayat Penyakit Infeksi Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya Tahun 2017
Riwayat Infeksi |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
|
|
|
Ya |
8 |
16 |
Tidak |
42 |
84 |
Total |
50 |
100 |
Tabel 9
menunjukkan riwayat infeksi pada ibu hamil di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya, yang pernah mengalami infeksi sebanyak 8 orang (16%) dan yang
tidak mengalami infeksi sejumlah 42 orang (84%).
Hasil
analisis bivariat antara variabel
terikat stunting dengan karakteristik
sosial ekonomi, asupan energi, asupan seng, zat besi, pertumbuhan intrauterin, status
gizi dan penyakit infeksi ibu hamil.
Tabel 10
Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting bayi di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
|
|
Status Gizi Bayi |
p |
|||
Stunting |
Tidak Stunting |
|||||
n |
% |
n |
% |
|||
Sosial Ekonomi |
<UMR |
9 |
90 |
30 |
75 |
0,424 |
|
≥UMR |
1 |
10 |
10 |
25 |
|
Total |
|
10 |
100 |
40 |
100 |
|
Analisis fisher excact test menunjukkan nilai p > 0,05,
tidak ada hubungan secara
statistik antara sosial ekonomi dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Pada kelompok stunting dan
tidak stunting lebih banyak yang
memiliki status sosial ekonomi yang kurang dari Upah Minimum Regional Kota
Tasikmalaya, yaitu Rp. 1.700.000,- (Satu Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah).
Tabel
11
Hubungan
Faktor Asupan Energi Ibu Hamil Dengan Kejadian Stunting bayi di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
|
|
Status Gizi Bayi |
P |
|||
Stunting |
Tidak Stunting |
|||||
n |
% |
n |
% |
|||
Asupan Energi |
Kurang |
6 |
60 |
15 |
37,5 |
0,286 |
|
Baik |
4 |
40 |
25 |
62,5 |
|
Total |
|
10 |
100 |
40 |
100 |
|
Tabel 11 menunjukkan hasil
analisis fisher excact test menunjukkan nilai p > 0,05,
artinya tidak ada
hubungan secara statistik antara
asupan energi pada saat ibu hamil
dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Meskipun secara statistik tidak menunjukkan kebermaknaan, namun
adanya kecenderungan pada kelompok bayi stunting
lebih banyak dari Ibu hamil yang �asupan
energi kurang dari anjuran AKG 2013 jika dibandingkan dengan yang asupan baik,
sebaliknya pada kelompok bayi tidak stunting
jumlah presentase terbesar berasal dari paparan asupan energi yang baik.
��
Tabel 12
Hubungan Faktor Asupan Zat Besi Ibu
Hamil Dengan Kejadian Stunting bayi
di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
|
|
Status Gizi Bayi |
P |
|||
Stunting |
Tidak Stunting |
|||||
n |
% |
n |
% |
|||
Asupan Zat Besi |
Tidak Baik |
7 |
70 |
19 |
47,5 |
0,294 |
|
Baik |
3 |
30 |
21 |
52,5 |
|
Total |
|
10 |
100 |
40 |
100 |
|
Tabel 12 menunjukkan hasil
analisis fisher excact test menunjukkan nilai p > 0,05,
artinya tidak ada
hubungan secara statistik antara
asupan zat besi pada saat ibu hamil
dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Meskipun secara statistik tidak menunjukkan kebermaknaan, namun
adanya kecenderungan pada kelompok bayi stunting
lebih banyak dari Ibu hamil yang �asupan
zat besi yang tidak baik / tidak sesuai anjuran AKG 2013 jika dibandingkan
dengan yang asupan zat besi baik, sebaliknya pada kelompok bayi tidak stunting jumlah presentase terbesar berasal
dari paparan asupan zat besi yang baik ( lebih dari sama dengan 39 mg).�� ���
Tabel 13
Hubungan Faktor Asupan Zink Ibu Hamil Dengan
Kejadian Stunting bayi di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
|
|
Status Gizi Bayi |
P |
|||
Stunting |
Tidak Stunting |
|||||
n |
% |
n |
% |
|||
Asupan Zink |
Tidak Baik |
10 |
100 |
39 |
97,5 |
1,000 |
|
Baik |
0 |
0 |
1 |
2,5 |
|
Total |
|
10 |
100 |
40 |
100 |
|
Tabel 13 menunjukkan hasil
analisis fisher excact test menunjukkan nilai p > 0,05,
artinya tidak ada
hubungan secara statistik antara
asupan zink pada saat ibu hamil
dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Kelompok Ibu hamil dengan paparan asupan zink tidak baik lebih
banyak daripada yang asupan zink baik.
Tabel 14
Hubungan Faktor Status Gizi Ibu Hamil Dengan
Kejadian Stunting bayi di Kecamatan Bungursari
Kota Tasikmalaya Tahun 2017
|
|
Status Gizi Bayi |
P |
|||
Stunting |
Tidak Stunting |
|||||
n |
% |
n |
% |
|||
Status Gizi Ibu |
KEK |
7 |
70 |
18 |
45 |
0,289 |
|
NON KEK |
3 |
30 |
22 |
55 |
|
Total |
|
10 |
100 |
40 |
100 |
|
Tabel 14 menunjukkan hasil
analisis fisher excact test menunjukkan nilai p > 0,05,
artinya tidak ada hubungan
a antara status gizi
ibu hamil ditinjau dari lingkar lengan atas dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya. Meskipun secara
statistik tidak bermakna namun tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan
panjang badan bayi pada kelompok status gizi bayi stunting lebih banyak presentase ibu hamil yang KEK jika
dibandingkan dari Ibu hamil yang non KEK, sedangkan pada kelompok status gizi
bayi tidak stunting lebih banyak pada
ibu hamil yang non KEK jika dibandingkan dengan yang ibu hamil KEK. �
Tabel 15
Hubungan Faktor Riwayat Penyakit
Infeksi Ibu Dengan Kejadian Stunting bayi
di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya Tahun 2017
|
|
Status Gizi Bayi |
P |
RR (95% CI) |
|||
Stunting |
Tidak Stunting |
||||||
n |
% |
n |
% |
||||
Riwayat Infeksi |
Ya |
4 |
40 |
4 |
10 |
0,041* |
6,000 (1,172-
30,725) |
|
Tidak |
6 |
60 |
36 |
90 |
|
|
Total |
|
10 |
100 |
40 |
100 |
|
|
Tabel 15 menunjukkan hasil
analisis fisher excact test menunjukkan nilai p < 0,05,
artinya ada hubungan
yang bermakna antara riwayat penyakit infeksi ibu hamil dengan
kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Hasil risk estimate sebesar 6,000 artinya ibu hamil dengan riwayat
penyakit infeksi mempunyai kemungkinan 6 kali untuk mempunyai bayi stunting dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi.
Berdasarkan
berbagai hasil penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan maka berikut merupakan
penjelasannya:
a. Faktor Sosial Ekonomi
Penghasilan merupakan faktor dalam penentuan kualitas dan
kuantitas makanan dalam suatu keluarga. Terdapat hubungan antara pendapatan dan
gizi menguntungkan, yaitu pengaruh peningkatan pendapatan dapat menimbulkan
interaksi status gizi. Di negara berkembang, biasanya masyarakat yang
berpengaruh rendah, membelanjakan sebagian besar dari pendapatannya untuk membeli
makanan. Tingkat penghasilan juga menentukan jenis panagan yang akan
dikonsumsi. Biasanya di negara yang berpendapatan rendah mayoritas pengeluaran
pangannya untuk membeli serealia, sedangkan di negara yang memiliki pendapat
per-kapita tinggi, pengeluaran bahan pangan protein akan meningkat (Berg & Muscat, 1985). Menurut (Fikawati & Syafiq, 2010), tingkat sosial
ekonomi berkaitan dengan daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli
bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga,
harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan, sumber daya lahan
dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang
dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
dalam tubuh anak.
Pada
penelitian ini tidak ada hubungan secara statistik antara sosial ekonomi dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya, hal ini dikarenakan sebagian besar responden sebanyak 39 orang (78%) di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya memiliki penghasilan dibawah Upah Minimum Regional
Kota Tasikmalaya tahun 2017 yaitu Rp. 1.700.000,- (Satu Juta Tujuh Ratus Ribu
Rupiah). Meskipun secara statistik tidak bermakna namun perlu Kebijakan gizi
nasional yang harus memastikan bahwa kesenjangan yang terjadi ditangani dengan mengutamakan
gizi di daerah pedesaan dan kelompok-kelompok termiskin dalam masyarakat.
Kebijakan yang mendukung distribusi yang lebih adil dari pendapatan nasional,
seperti kebijakan perlindungan sosial, memainkan peranan penting dalam meningkatkan
gizi (Cobham,
Garde, & Crosby, 2013).
b. Faktor Asupan Energi
Pada
penelitian ini tidak menunjukkan kebermaknaan antara hubungan asupan energi
dengan kejadian stunting, namun adanya kecenderungan pada kelompok bayi stunting lebih banyak dari Ibu hamil
yang� asupan energi kurang dari anjuran
(< 80% AKG) jika dibandingkan dengan yang asupan baik, sebaliknya pada
kelompok bayi tidak stunting jumlah presentase terbesar berasal dari paparan asupan energi yang baik (80-100% AKG
2013). Menurut AKG Ibu hamil usia 19-29 tahun dianjurkan untuk mencukupi energi
sebesar 2250 kkal ditambah 300 kkal, sedangkan usia 30-49 tahun sebesar 2150
kkal ditambah 300 kkal untuk trimester III. ����
Kekurangan energi artinya kurangnya konsumsi karbohidrat
dan sebagai penggantinya lemak akan terpakai dan protein akan digunakan sebagai
sumber energi. Apabila hal ini terus berlanjut, akan terjadi Kurang Energi
Protein (KEP) (Devi, 2010). Kekurangan energi secara kronis bagi ibu hamil dapat menyebabkan
ibu hamil tidak mempunyai cadangan zat gizi yang adekuat untuk menyediakan
kebutuhan fisiologi kehamilan yakni perubahan hormon dan meningkatnya volume
darah untuk pertumbuhan janin, sehingga suplai zat gizi pada janinpun berkurang
akibatnya pertumbuhan dan perkembnagan janin terhambat dan lahir dengan berat
yang rendah.
c. Faktor Asupan Zat besi
Pada
penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan secara statistik antara asupan zat besi pada saat ibu hamil dengan
kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Meskipun demikian terdapat kecenderungan pada kelompok
bayi stunting lebih banyak dari Ibu hamil yang�
asupan zat besi yang tidak baik / tidak sesuai anjuran AKG 2013 jika
dibandingkan dengan yang asupan zat besi baik, sebaliknya pada kelompok bayi
tidak stunting jumlah presentase terbesar berasal dari paparan asupan zat besi
yang baik ( lebih dari sama dengan 39 mg).
Menurut (Tarigan, Sitompul, & Zahra, 2021) zat besi (Fe)
merupakan bagian dari myoglobin, yang
membantu otot menyimpan oksigen, beberapa jenis enzim, dan jaringan tubuh
lainnya. Bagi ibu
hamil yang dalam masa kehamilannya telah menderita kekurangan zat besi tidak
dapat memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup untuk
beberapa bulan pertama. Meskipun bayi itu mendapat air susu dari ibunya (Widianti, 2017).
d. Faktor Asupan Zink
Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan zink pada saat ibu hamil dengan
kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Kelompok Ibu hamil dengan paparan asupan zink tidak baik lebih
banyak daripada yang asupan zink baik. Kekurangan zink kronis mengganggu sistem saraf
dan fungsi otak. Karena kekurangan zink mengganggu metabolisme vitamin A,
sering terlihat gejala yang dapat pada kekurangan vitamin A. Kekurangan zink
juga mampu mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme, gangguan
nafsu makan, penurunan ketajaman indera rasa serta memperlambat penyembuhan
luka (Sudiarmanto & Sumarmi, 2020).
Zink berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
hal ini terkait dengan kemampuan Zink untuk sintesis DNA dan RNA. Defisiensi
zink selama kehamilan dapat menimbulkan berat badan lahir rendah, IUGR,
kelahiran pretern serta komplikasi lainnya selama kehamilan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2012).
e. Faktor Status Gizi Ibu Hamil
Pada
penelitian ini tidak ada hubungan antara status gizi ibu hamil ditinjau dari
lingkar lengan atas dengan kejadian stunting pada bayi di Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya, namun berdasarkan panjang badan bayi pada kelompok status gizi
bayi stunting lebih banyak presentase
ibu hamil yang KEK jika dibandingkan dari Ibu hamil yang non KEK, sedangkan
pada kelompok status gizi bayi tidak stunting
lebih banyak pada ibu hamil yang non KEK jika dibandingkan dengan yang ibu
hamil KEK.
Status
gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung.
Bila status gizi ibu normal pada masa kehamilan maka kemungkinan besar akan
melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dan berat badan normal. Dengan kata
lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu
selam hamil (Puspitaningrum,
2018).
f. Faktor Riwayat Infeksi
Pada penelitian ini adanya
hubungan yang
bermakna antara riwayat penyakit infeksi ibu hamil dengan
kejadian stunting pada bayi di Kecamatan
Bungursari Kota Tasikmalaya. Ibu hamil dengan riwayat penyakit infeksi
mempunyai kemungkinan 6 kali untuk mempunyai bayi stunting dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat
penyakit infeksi.
Kesimpulan
Tidak
adanya hubungan kakateristik sosial ekonomi, asupan energi, asupan zat besi,
asupan zink, dan status gizi ibu hamil dengan kejadian stunting pada bayi. Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat
penyakit infeksi ibu hamil dengan kejadian stunting
pada bayi.
(BAPPENAS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2011). Rencana
Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.
Achadi, Endang L. (2014).
Periode kritis 1000 hari pertama kehidupan dan dampak jangka panjang terhadap
kesehatan dan fungsinya. FKM Universitas Indonesia.
Astuti, Wahyu Tri, Susanti,
Evy Tri, Nurhayati, Lis, & Syamsudin, Syamsudin. (2019). Peningkatan
Pengetahuan tentang 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) pada Ibu Hamil dan Ibu
Balita 0-2 Tahun. Proceeding of The URECOL, 5�11.
Berg, A., & Muscat, R.
J. (1985). Faktor Gizi (Di-Indonesiakan oleh Achmad Djaeni Sediaoetama). Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Cobham, Alex, Garde, M.,
& Crosby, L. (2013). Global Stunting Reduction Target: Focus On The Poorest
Or Leave Millions Behind. Akses Www. Savethechildren. Org. UkTanggal, 26.
Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. (2012). Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Devi, Nirmala. (2010). Nutrition
and food: gizi untuk keluarga. Penerbit Buku Kompas.
Ekayanthi, Ni Wayan Dian,
& Suryani, Pudji. (2019). Edukasi Gizi pada Ibu Hamil Mencegah Stunting
pada Kelas Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan, 10(3), 312�319.
Fikawati, Sandra, &
Syafiq, Ahmad. (2010). Kajian implementasi dan kebijakan air susu ibu eksklusif
dan inisiasi menyusu dini di Indonesia. Makara Kesehatan, 14(1),
17�24.
Ibrahim, Irviani Anwar,
& Faramita, Ratih. (2015). Hubungan faktor sosial ekonomi keluarga dengan
kejadian stunting anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Barombong
kota Makassar tahun 2014. Al-Sihah: The Public Health Science Journal.
Kemkes. (2017). HASIL
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) TAHUN 2017.
Puspitaningrum, Elisa
Murti. (2018). Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di RSIA Annisa Kota Jambi Tahun 2018. Scientia Journal, 7(2),
1�7.
Sudiarmanto, Andri Rahmad,
& Sumarmi, Sri. (2020). Hubungan Asupan Kalsium dan Zink dengan Kejadian
Stunting Pada Siswi SMP Unggulan Bina Insani Surabaya The Correlation Between
Calcium Intake, Zinc Intake and Stunting Prevalence On SMP Unggulan Bina Insani
Surabaya Students.
Supariasa, I. D., Bachyar,
B., & Ibnu, F. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Jurnal
Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pra Sekolah Di Paud Tunas Mulia Claket
Kecamatan Pacet Mojokerto, 1(2), 69�76.
Tarigan, Novriani,
Sitompul, Lora, & Zahra, Siti. (2021). Asupan Energi, Protein, Zat Besi,
Asam Folat Dan Status Anemia Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan. Wahana
Inovasi: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU, 10(1),
117�127.
Widianti, Lisda. (2017).
Hubungan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di Ruangan
Kasuari Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan, 8(1),
36�40.����������
Copyright holder: Deris Aprianty, Agus Bachtiar (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |