Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 9, September 2022
HUBUNGAN
STATUS NUTRISI DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GGK DENGAN TERAPI PERITONEAL
DIALISIS
Dwi Anita
Sari, Feriana Ira Handian, Sih Ageng Lumadi
Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Kesehatan Maharani Malang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Latar Belakang: Gagal ginjal kronis adalah
suatu kondisi ketidaknormalan fungsi ginjal. Peritoneal
dialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang efektif karena eliminasi toksin azotemia bersifat kontinu yang mengakibatkan masalah dan efek samping yaitu nafsu
makan turun dan malnutrisi. Tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara status nutrisi dengan kualitas hidup pasien GGK dengan terapi peritoneal dialisis di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
analitik observasional dengan desain penelitian
cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan Probability
Sampling. Sampel pasien
yang mengalami gagal ginjal kronis dengan
menggunakan terapi
peritoneal dialisis di ruang
CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang berjumlah 36 responden. Pengukuran menggunakan pengukuran Indeks Massa Tubuh dan Kuesioner KDQOL-SF36. Hasil:
Hasil uji Rank Spearman didapatkan kekuatan korelasi r-hitung dengan nilai korelasi
0,540 dengan tafsiran hubungannya kuat dengan nilai sig.<0,05. Kesimpulan: Ada hubungan
yang signifikan antara status
nutrisi dan kualitas hidup pasien GGK dengan terapi peritoneal dialysis
di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Kata Kunci: Status Nutrisi, Kualitas Hidup, Peritoneal Dialisis
������������������������������������������������������������������������������������������
Background: Dialysis is an
effective renal replacement therapy because the elimination of azotemia toxin
is continuous which causes problems and side effects, namely decreased appetite
and malnutrition. Research objectives:
The purpose of this study was to determine the relationship between nutritional
status and quality of life of CKD patients with peritoneal dialysis therapy in
the CAPD room of RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Methods: This research is an observational analytic study with a
cross sectional research design. The sampling technique uses Probability
Sampling. Samples of patients with chronic kidney failure using peritoneal
dialysis therapy in the CAPD room at RSUD Dr. Saiful Anwar Malang amounted to
36 respondents. Measurements using Body Mass Index measurements and the
KDQOL-SF36 Questionnaire. Results:
The results of the Spearman Rank test obtained the strength of the r-count
correlation with a correlation value of 0.540 with an interpretation of a
strong relationship with a sig. <0.05. Conclusion:
There is a significant relationship between nutritional status and quality of
life of CKD patients with peritoneal dialysis therapy in the CAPD ward of RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang.
Keywords: Nutritional Status, Quality of Life,
Peritoneal Dialysis.
Pendahuluan
Suatu
kondisi ketidaknormalan struktur ataupun fungsi organ ginjal lebih dari 3 bulan
dengan adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/menit/1,73 m� dinamakan gagal ginjal kronis (GGK) (Dewi et al., 2020).
Pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal kronis (GGK) memasuki stadium 5, maka akan dilakukan terapi pengganti ginjal.
Terapi
pengganti ginjal ini merupakan tindakan
medis yang berupaya sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mempertahankan
kualitas hidup secara maksimal yang meliputi hemodialisis dan
peritoneal dialysis (Rosmiati, Henri Setiawan, 2018).
Terapi peritoneal dialisis ini menggunakan peritoneum pasien sebagai membran semipermiabel, terdiri dari Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis (CAPD)
dan Ambulatory Peritoneal Dialisis (APD). Sedangkan hemodialisis sendiri merupakan terapi pengganti fungsi ginjal dengan menggunakan
alat khusus yang berfungsi untuk mengeluarkan racun uremik dan mengatur keseimbangan cairan elektrolit tubuh (Depkes, 2017).
Sesuai
data dari WHO (World
Health Organization) peringkat ke-12 tertinggi angka kematian tingkat dunia disebabkan oleh penyakit gagal ginjal kronis
dengan angka kematian setiap tahunnya mencapai 850.000 orang. Sedangkan prevalensi gagal ginjal kronis
di dunia menurut ESRD Patients (End-Stage Renal
Disease), di tahun 2011 sebanyak
2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak
3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak
3.200.000 orang. Di setiap tahunnya
terlihat sebesar 6% terjadi peningkatan angka pasien gagal
ginjal kronis. Dari 78,8% pasien gagal ginjal
kronis di dunia, terapi dialisis merupakan terapi pengganti fungsi ginjal yang banyak digunakan pasien untuk kelangsungan
hidupnya (Pongsibidang, 2016).
Di Indonesia jumlah pasien penyakit
gagal ginjal kronis stadium 5 berdasarkan diagnosa etiologi, yaitu Glomerulopati Primer (GNC) sejumlah 5.447 orang, Nefropati Diabetika sejumlah 14.998 orang, Nefropati Lupus (SLE) sejumlah
386 orang, Penyakit Ginjal Hipertensi sejumlah 19.427 orang,
Ginjal Polikistik sejumlah 498 orang, Nefropati Asam Urat sejumlah
751 orang, Nefropati Obstruksi
sejumlah 1.800 orang, Pielonefritis
Chronic (PNC) sejumlah 1.641 orang, dan Lain-lain sejumlah 2.768 orang serta Tidak Diketahui sejumlah 6.224 orang. Estimasi insidensi dan prevalensi penduduk Indonesia pasien baru total 66.433 pasien 251 per juta penduduk Indonesia. Sedangkan pasien aktif sebesar 132.142 pasien 499 per juta penduduk Indonesia dengan keseluruhan penduduk Indonesia sebesar 265 juta (Persatuan Nefrologi Indonesia, 2018).
Sesuai dengan data RIKESDA (2018),
prevalensi gagal ginjal kronis (%permil) berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia
terjadi kenaikan 1,8% permil dari tahun
2013 sebesar 2,0% ke tahun 2018 sebesar 3,8%. Prevalensi tertinggi angka kejadian gagal ginjal kronis
di Indonesia berada di provinsi
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti
Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%, sementara
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing- masing 0,3%.
Di Jawa Timur penderita gagal ginjal kronis
sendiri cukup tinggi (dilansir dari berita online), salah satunya wilayah Malang raya diprediksi mencapai 2.500 orang lebih, dan diperkirakan terus meningkat seiring semakin tingginya angka kasus diabetes dan hipertensi (Sagala, 2015).
Para penderita gagal ginjal tersebut melakukan terapi sebagai pengganti fungsi ginjal dengan
terapi hemodialisis dan
peritoneal dialisis, yaitu
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis).
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang sebagai
rumah sakit rujukan tercatat menerima pasien cuci darah (hemodialisis)
dan penderita dengan terapi peritoneal dialisis (CAPD)
yang terus bertambah setiap tahunnya, didapatkan data dalam kurung waktu satu
tahun di tahun 2019 pasien baru yang melakukan pemasangan kateter CAPD sejumlah 192 pasien. Adapun data CAPD menurut Persatuan Nefrologi Indonesia (2018) yang dikonfirmasi dari penyedia bahan
medis habis pakai atau cairan
dialisis peritoneal, pasien
aktif dari tahun 2015 sejumlah 1.674 penderita, 2016 sejumlah 1.594 penderita dan 2017 sejumlah 1.737
serta tahun 2018 sejumlah 2.105 penderita. Pasien aktif CAPD setiap tahunnya meningkat walaupun dengan angka yang tidak terlalu besar
(Ullu et al., 2018).
Penderita penyakit gagal ginjal kronis
yang menjalani terapi dialisis akan mengalami
perubahan dalam kehidupannya, perubahan tersebut akibat dari prognosis penyakitnya. Perubahannya bisa dalam pola makan,
pembatasan gerak tubuh, pengurangan cairan, stress dan koping serta penerimaan diri dalam keadaan
sakitnya. Terapi dialisis adalah terapi kontinyu pasien sehingga mengakibatkan adanya masalah dan efek samping, misalnya saja malaise, mual, muntah, turunnya nafsu makan, kepala
pusing, napas sesak dan sebagainya. Pada pasien gagal ginjal kronis
sering ditemukan dalam kondisi malnutrisi.
Hal berikut bisa disebabkan adanya beberapa faktor, seperti metabolisme energi dan protein terganggu, mikronutrien menurun, diregulasi hormon, adanya infeksi, nafsu makan menurun,
ketidakadekuatan intake dan sindrom
uremik. Dengan adanya kondisi tersebut akan mempengaruhi
kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis (Dewi et al., 2020).
Dikutip
dari peneliti Ratih Tri Kusuma Dewi (2020),
ditemukan hasil penelitian bahwa kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kesehatan mental, keadaan fisik, efek samping penyakit
yang diderita dalam kehidupan sehari-hari, beban penyakit serta gejala-gejala yang ditimbulkan. Status nurisi pun berperan dalam mempengaruhi kualias hidup pasien gagal
ginjal kronis stadium akhir. Dalam penelitian
ini menunjukan bahwa pasien gagal
ginjal kronis dengan terapi hemodialisis
mempunyai status nutrisi
dan kualitas hidup lebih rendah daripada
pasien gagal ginjal kronis dengan
terapi dialisis peritoneal.
Dalam
studi pendahuluan mini di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada tanggal 2 April 2020 dengan metode wawancara dan kuesioner, dari populasi 28 pasien kontrol diambil sampel secara acak
didapatkan 10 pasien untuk sampel dan didapatkan hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) dalam penentuan status nutrisi pasien, 2 diantaranya masuk dalam kategori kurus, kekurangan berat badan tingkat ringan (nilai IMT=17,0-18,4 kg/m�), 2 pasien
masuk dalam kategori gemuk degan kelebihan berat badan tingkat ringan� (nilai IMT=25,1-27,0 kg/m�) dan 2 masuk
dalam kategori gemuk dengan kelebihan
berat badan tingkat berat (nilai IMT=>27,0 kg/m�) serta 4 sisanya dalam kategori berat badan normal (nilai
IMT=18,5-25,0 kg/m�). Dalam wawancara
tersebut juga didapatkan bahwa jika pasien
memiliki berat badan normal
dalam melakukan aktifitas pekerjaan atau sehari-hari tidak mengalami kendala. Namun, jika sudah mengalami
berat badan kurang/berlebih akan sangat mengganggu aktifitas tersebut. Pasien merasakan badan mudah lelah dan sesak napas, sehingga untuk bekerja, aktifitas sosial dengan lingkungan
dan keluarga terasa terganggu. Selain itu, didapatkan pula jika sudah melakukan
pergantian cairan
peritoneal dialisis, pasien
merasa perut terasa kenyang dan nafsu makan menurun,
sehingga pasien merasa badan terasa kurang fit jika beraktifitas. Dari nilai hasil kuesioner kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis didapatkan bahwa 4 pasien dengan kualitas hidup baik (nilai
61-83), 2 pasien dengan kualitas hidup sedang (nilai 25-60) dan 4 pasien dengan kualitas
hidup sangat baik (nilai 84-99).
Berdasarkan
fenomena dan hasil studi pendahuluan mini di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tersebut
di atas, terdapat bahwa adanya perubahan
status nutrisi pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis dengan terapi peritoneal dialisis, sehingga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam terkait status nutrisi pasien gagal ginjal kronis
dengan terapi peritoneal dialisis dengan kualitas hidupnya. Maka dari itu,
peneliti melakukan penelitian yang berjudul �Hubungan antara Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis (GGK) dengan Terapi Peritoneal Dialisis di
Ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang�.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian
cross sectional, yaitu
jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang dilakukan pada variabel terikat dan variabel bebas.
Populasi
(N) dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien yang mengalami gagal ginjal kronis
dengan menggunakan terapi peritoneal dialisis tanpa penyakit kronis lain yang berada di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebanyak
40 pasien dari rata-rata pasien yang menjalani terapi peritoneal dialisis tanpa penyakit komorbid lain dan sesuai dengan kriteria yang berada di ruang CAPD RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang.
Penelitian
ini menggunakan teknik pengambilan sampel teknik simple random sampling yang termasuk ke dalam
Probability Sampling. Peneliti mengambil sampel pasien gagal
ginjal kronis (GGK) yang menggunakan terapi peritoneal dialisis yang berada di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebanyak
36 pasien yang akan mewakili dari jumlah
populasi yang ada dengan toleransi kesalahan 5%.
Instrumen
penelitian untuk variabel independen penelitian ini menggunakan pengukuran indeks massa tubuh
(IMT) yang merupakan salah satu
alat untuk memantau status nutrisi orang dewasa yang berkaitan dengan kekurangan atau kelebihan berat badan, yaitu perbandingan antara berat badan disaat tidak ada kelebihan
air/edema dan dalam kondisi
tidak sesak berat dengan tinggi
badan kuadrat serta buku catatan harian
CAPD masing-masing responden untuk
memantau intake
output cairan pasien.
Cara pengukuran indeks massa tubuh (IMT) adalah pertama-tama ukur berat badan menggunakan timbangan dan tinggi badannya menggunakan alat pengukur tinggi badan merk
Serenity tipe ZT-150A yang berada
di ruang CAPD dengan perawatan rutin (kalibrasi) 6 bulan sekali. Selanjutnya dihitung IMT-nya, yaitu:
���������������� Berat
Badan (kg)
IMT
= ----------------------------
�� ����������Tinggi Badan � (meter)
Dimana berat badan dalam satuan kg, sedangkan tinggi badan dalam satuan meter. Sedangkan untuk variabel dependent, peneliti menggunakan alat pengukuran kuesioner baku Kidney Disease Quality of Life
(KDQOL-SF36) versi Indonesia yang sudah
diuji reliabilitasya dan validitasnya dapat dipercaya. Dari pengukuran data ini didapatkan 8 domain utama yaitu fungsi
fisik, peranan fisik, rasa nyeri, kesehatan umum, fungsi social, peranan emosi, vitalitas dan kesehatan mental (Nur, 2012).
Dalam
melakukan uji analisa korelasi menggunakan uji Rank Spearman
dengan SPSS versi 24. Intepretasi uji Rank Spearman adalah
didapatkan arah korelasi + (positif) yaitu Searah, semakin
besar nilai xi semakin besar pula nilai yi dan sebaliknya
dan nilai � (negatif) yaitu Berlawanan arah, semakin besar
nilai xi semakin kecil nilai yi,
dan sebaliknya. Kekuatan korelasi r-hitung didapatkan nilai 0.00 � 0.25
(sangat lemah), 0.26 � 0.50 (cukup),
0.51 � 0.75 (kuat), 0.76 � 0.99 (sangat kuat), dan 1,00 (sempurna) (Raharjo, 2017).
Dalam
penelitian ini, peneliti mengajukan pemohonan ijin kepada Direktur RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang, untuk diterbitkannya
surat keputusan persetujuan kelayakan etik atas usulan protokol penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek penelitian dengan nomor surat
400/035/K.3/302/2021.
Hasil
dan Pembahasan
RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang ditetapkan sebagai
Rumah Sakit Pendidikan
Utama Akreditasi A. Penelitian
ini dilakukan di Instalasi Dialisis, tepatnya di ruang CAPD, yang merupakan ruang khusus untuk pasien
gagal ginjal kronis dengan terapi
peritoneal dialisis melakukan
kontrol rutin.
Pada tabel 1 ditampilkan data karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, pekerjaan dan penghasilan. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari sebagian
besar dari responden berusia antara 31-50 tahun sebesar 18 orang (50%). Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah laki-laki
yaitu sebesar 19 orang
(53%). Distribusi frekuensi
berdasarkan pendidikan, dari 36 responden yang diteliti sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 18 orang (50%). Sedangkan
distribusi frekuensi berdasarkan status pernikahan sebagian besar responden adalah menikah yaitu sebanyak
27 orang (75%). Distribusi frekuensi
berdasarkan pekerjaan sebagian besar responden bekerja, yaitu sebanyak 26 orang (72%). Dan
menurut distribusi frekuensi berdasarkan penghasilan, sebagian besar responden berpenghasilan <1 juta.
Data
Status Nutrisi Pasien Gagal Ginjal Kronis
dengan Terapi Peritoneal Dialisis�
Hasil dari tabel 2 menunujukan
bahwa dari 36 responden yang diteliti yang
paling banyak masuk dalam kategori status nutrisi Normal yaitu sebanyak 22 orang (61%) dan paling sedikit
masuk dalam kategori status nutrisi (Gemuk) Kelebihan Berat Badan Tingkat Ringan dan kategori status nutrisi (Kurus) Kekurangan Berat Badan Tingkat Berat dengan masing-masing kategori sebanyak 1 orang (3%).
Data
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronis dengan Terapi Peritoneal Dialisis
Hasil dari tabel 3 menunujukan
bahwa dari 36 responden yang diteliti memiliki kualitas hidup terbanyak yaitu kualitas hidup baik sebanyak
21 orang (58%) dan yang paling sedikit yaitu kualitas hidup excellent sebanyak 1 orang
(3%).
Data
Tabulasi Silang Status Nutrisi
dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronis dengan Terapi Peritoneal Dialisis
Hasil dari tabulasi silang
pada tabel 4 menunjukkan bahwa 7 responden dengan kategori status nutrisi (gemuk) kelebihan berat tingkat berat sebagian
besar sebanyak 4 responden (57%) memiliki kualitas hidup sedang sedangkan sisanya 3 responden (43%) memiliki kualitas hidup buruk.� Kemudian dari 22 responden yang memiliki status nutrisi kategori normal, sebagian besar memiliki kualitas hidup baik sebanyak 18 responden (82%), 2 responden (8%)
diantaranya memiliki kualitas hidup sedang dan sisanya memiliki kualitas hidup sangat baik dan excellent dengan masing-masing kategori sebanyak 1 responden (20%). Lalu dari 5 responden yang masuk dalam kategori
memiliki status nutrisi
(kurus) kekurangan berat
badan tingkat ringan sebagian besar memiliki kualitas hidup baik sebanyak
3 responden (60%) dan sisanya
memiliki kualitas hidup sangat baik dan buruk dengan masing-masing kategori sebanyak 1 responden (20%). Sedangkan, 2 responden tersisa masing-masing dengan status nutrisi (gemuk) kelebihan berat badan tingkat ringan dan (kurus) kekurangan berat badan tingkat berat memiliki kualitas hidup yang sama yaitu kualitas
hidup sedang sebanyak 1 responden (100%) di setiap kategori.
Hasil uji korelasi Rank Spearman Status Nutrisi
dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis
(GGK) Dengan Terapi
Peritoneal Dialisis.
Berdasarkan
tabel 5 hasil uji Rank
Spearman, ditemukan kekuatan
korelasi r-hitung didapatkan nilai korelasi 0,540 dengan tafsiran hubungannya kuat. Sehingga, jika nilai sig. < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara status nutrisi dan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis (GGK) dengan terapi peritoneal dialisis di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Pembahasan
Status Nutrisi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis
dengan Terapi Peritoneal Dialisis di Ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Menurut
penelitian Rasyid (2014),
bahwa status nutrisi pasien dengan terapi
peritoneal dialisis dibutuhkan
protein dan kalium yang lebih tinggi
lagi karena protein maupun K banyak yang hilang akibat cairan
peritoneal dialisis yang terbuang.
Pasien dengan terapi peritoneal dialisis kurang diperlukan restriksi air, natrium dan kalium. Hal ini
disebabkan karena terapi dialisis ini dilakukan secara
kontinyu setiap hari dan asupan makanan disesuaikan individual pasien dan tidak ada batasan dalam
asupan nutrisi asal berat badan dan tekanan darah dalam
batas normal serta tidak adanya riwayat
penyakit komorbid pasien, sehingga tidak akan terjadi
malnutrisi pada pasien. Teori ini sejalan
dengan hasil penelitian ini, karena dari hasil
penelitian ini dengan pengukurun IMT pada responden ditemukan bahwa sebagian besar status nutrisi pasien gagal ginjal
kronis (GGK) dengan terapi peritoneal dialisis di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dalam
kategori normal, tidak dalam kondisi malnutrisi
yaitu sebanyak 22 responden (61%). Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian Dewi et al., (2020)
yang menyatakan bahwa pasien gagal ginjal
kronis (GGK) stadium akhir dengan terapi peritoneal dialisis memiliki status nutrisi yang lebih baik.
Selain
itu, dari hasil pengukuran IMT pada responden ditemukan 7 responden (19%) menunjukan hasil IMT >27 Kg/m2 masuk dalam kategori gemuk kelebihan berat badan tingkat berat (obesitas), hal ini menunjukan
bahwa peningkatan IMT akan meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Peningkatan IMT pada individu obesitas merupakan faktor risiko independen
dalam meningkatkan risiko perkembangan penyakit ginjal yang sudah ada dibandingkan
dengan mereka yang memiliki berat badan normal dengan IMT 18,5�25,0 Kg/m2. Temuan
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya Baladraf et al. (2013)
bahwa pada pasien obesitas terjadi peningkatan LFG akibat adanya hiperfiltrasi glomerulus dalam kelebihan berat badan. Pasien gagal ginjal kronis
dengan kelebihan berat badan cadangan nutrisi yang dimiliki lebih baik dan berefek protektif dari tingginya massa otot ataupun
lemak. Sehingga, angka mortalitas jangka pendek akibat malnutrisi,
inflamasi dan PEW (protein energy wasting) dapat berkurang, akan tetapi mortalitas
jangka panjang karena penyakit kardiovaskular semakin meningkat.
Selanjutnya
dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa 1 responden (3%) masuk dalam kategori
status nutrisi kurus kekurangan
berat badan tingkat berat dengan IMT <17,0 Kg/m2. Turunnya laju filtrasi
glomerulus dapat mengakibatkan
sering terjadinya penurunan berat badan yang berhubungan dengan angka mortalitas yang meningkat hingga 56% setelah terapi. Pada pasien gagal ginjal
kronis dengan terapi peritoneal dialisis terjadi kehilangan protein 5 � 12 gram perhari. Hal ini jika tidak
terpenuhi kebutuhan intake
protein akan terjadi kondisi malnutrisi sehingga terjadi katabolisme pada otot yang disebabkan adanya perubahan dalam metabolisme asam amino dan absorpsi di usus dan kondisi asidosis metabolik. Hal ini sejalan dengan
penelitian Puspawati (2017),
yang melaporkan bahwa rekomendasi pemenuhan kebutuhan asupan protein pada pasien dengan terapi
dialisis adalah 1,2-1,3
gram/kg BB/hari. Tata laksana
diet pada gagal ginjal kronis digunakan untuk mengurangi akumulasi toksin uremia dengan mengatur asupan protein sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi penimbunan toksin uremia, kelebihan cairan dan elektrolit, mengoptimalkan status nutrisi, mencegah terjadinya defisiensi protein dan asam amino
serta vitamin tanpa diikuti malnutrisi (Puspawati, 2017).
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa status nutrisi merupakan keadaan yang dirasakan pasien dengan nyaman tanpa
adanya keluhan yang signifikan. Pada pasien gagal ginjal kronis
dengan terapi peritoneal dialisis asupan protein dan nutrisi yang memadai dapat mencegah terjadinya malnutrisi dan diperlukan untuk mempertahankan status nutrisi dalam kategori normal serta mencegah terjadinya katabolisme.
Kualitas Hidup
pada Pasien Gagal Ginjal Kronis dengan
Terapi Peritoneal Dialisis
di Ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Hasil penelitian
ini didapatkan bahwa sebagian besar kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronis (GGK) dengan terapi peritoneal dialisis di ruang CAPD RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang dalam kategori
baik sebanyak 21 responden (58%). Kemungkinan hal ini disebabkan
oleh eliminasi toksin
azotemia bersifat kontinu setiap hari yaitu
4-6jam/3x dan 8-10 jam/1x, sehingga para pasien merasa tidak
terbebani dengan penyakit ginjalnya. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Chasani et al (2017),
yang mengemukakan hasil
yang tidak jauh berbeda yaitu bahwa
pasien gagal ginjal kronis dengan
terapi peritoneal dialisis tidak mengalami gejala yang lebih berat dan tidak merasa terbebani dengan adanya penyakit
yang diderita serta tidak merasa menjadi
beban keluarganya. Para pasien masih dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari, disebabkan karena pasien tidak
terikat dengan jadwal cuci darah
di rumah sakit sehingga tidak menjadi gangguan dalam bekerja. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa kualitas hidup pasien dengan
peritoneal dialisis dapat masuk dalam kategori
baik sesuai dengan hasil penelitian
ini.
Selain
itu, dalam penelitian ini ditemukan juga di setiap domain kualitas gejala/permasalahan, beban penyakit, efek penyakit, status pekerjaan, fungsi kognitif, fungsi seksual, kualitas tidur, dukungan sosial, dan kualitas pelayanan staf dialisis serta
kepuasan pasien memiliki skor yang tinggi kecuali domain kualitas interaksi sosial memiliki skor rendah dibandingkan
domain yang lain. Hal ini, kurang
sejalan dengan hasil penelitian Chasani et al (2017),
yang menyatakan bahwa ditemukan hasil skor kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronis dengan
terapi peritonel dialisis memiliki domain yang signifikan pada hampir di seluruh domain kualitas hidup yang ada. Rendahnya skor domain kualitas interaksi sosial pada pasien gagal ginjal kronis
dengan peritoneal kemungkinan
disebabkan kurang adanya dukungan keluarga atas penyakit
yang diderita, sehingga dalam berinteraksi pasien merasa rendah
diri dan susah untuk melakukan sosialisasi dengan orang lain dan
lingkungan serta dengan adanya kateter
yang terpasang di perut, sehingga pasien merasa kurang percaya
diri dengan tubuhnya.
Berdasarkan
pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dengan untuk
mendapatkan kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronis dengan peritoneal dialisis masuk dalam kategori
baik diperlukan adanya beberapa faktor internal dan eksternal,
salah satu factor eksternal
yaitu dukungan keluarga dan lingkungan agar setiap domain kualitas hidup memiliki skor yang signifikan serta faktor dari
diri sendiri/internal, yaitu dengan memotivasi
diri sendiri agar kepercayaan diri agar menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik di setiap domain kualitas hidup.
Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis dengan Terapi Peritoneal Dialisis di
Ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Hasil penelitian
ini didapatkan bahwa sebanyak 18 responden (50%) dengan kategori status nutrisi normal memiliki kualitas hidup baik. Kemungkinan
hal ini disebabkan
tidak adanya batasan secara signifikan dalam asupan nutrisi asal berat badan dan tekanan darah dalam
batas normal serta tidak adanya riwayat
penyakit komorbid pasien. Terapi ini juga mengeliminasi toksin azotemia bersifat kontinu setiap hari yang berguna dalam memperbaiki kemampuan fungsi tubuh sehingga kualitas hidup yang lebih baik bisa
berjalan maksimal. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Datuan et al., (2018),
yang menyatakan bahwa
status nutrisi dan penyakit
komorbid merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Pada pasien gagal ginjal
kronis dengan peritoneal dialisis dapat beraktifitas dan berinteraksi dengan orang lain di luar rumah lebih baik
serta lebih leluasa dalam berpergian
jauh.
Selain
itu, dari hasil distribusi tabulasi silang status nutrisi dengan kualitas hidup dalam penelitian ini, didapatkan bahwa responden dengan status nutrisi kategori gemuk kelebihan berat badan tingkat berat 3 responden (8%) menjalani kualitas hidup buruk, hal ini
kemungkinan disebabkan karena adanya peningkatan
laju filtrasi glomerulus sehingga dapat meningkatkan risiko perkembangan penyakit ginjal yang sudah ada. Akan tetapi, masih ada 4 responden
(11%) dengan kategori nutrisi yang sama yang lain menjalani kualitas hidup sedang, kemungkinan
ini disebabkan adanya asupan nutrisi
terutama asupan protein responden terpenuhi.
Selain
itu, didapatkan juga dari 1 responden (100%) masuk dalam kategori
status nutrisi kurus kekurangan
berat badan tingkat berat menjalani kualitas hidup sedang. Hal ini kemungkinan walaupun responden masuk dalam kategori status nutrisi kurus kekurangan berat badan tingkat berat, bukan tidak
mungkin responden menjalani tatalaksana diet dengan benar, sehingga
asupan komponen makanan terpenuhi. Hal ini sejalan dengan
penelitian Puspawati (2017),
menyatakan bahwa penatalaksanaan diet pada gagal ginjal kronis berguna
untuk mengurangi akumulasi toksin uremia dengan mengatur asupan protein sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi penimbunan toksin uremia, peningkatan cairan dan elektrolit di luar waktu dialisis,
memperbaiki status nutrisi,
mencegah terjadinya defisiensi protein, asam amino
dan vitamin tanpa diikuti malnutrisi.
Dari hasil
uji Rank Spearman, ditemukan kekuatan
korelasi r-hitung didapatkan nilai korelasi 0,540 dengan tafsiran hubungannya kuat. Sehingga, jika nilai sig. < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara status nutrisi dan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis (GGK) dengan terapi peritoneal dialisis di ruang CAPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tatalaksana diet pada pasien gagal ginjal kronis
dengan terapi peritoneal dialisis jika dilakukan
dengan benar dan asupan nutrisi terpenuhi, maka kualitas hidup yang menjalani terapi akan menjadi lebih
baik tanpa diikuti keadaan malnutrisi. Dan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
acuhan untuk peneliti selanjutnya dengan penelitian hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronis terapi peritoneal dialisis dengan riwayat penyakit komorbid (Hipertensi/Diabetes Mellitus) dengan
metode yang lebih baik untuk jangka
panjang menggunakan prospektif Kohort.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
(2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:-.
Chasani, S., Saktini, F., Ambulatory, C., & Dialysis, P.
(2017). Kronik Yang Diterapi Dengan Continuous Ambulatory. 6(4),
1518�1528. Google Scholar
Datuan, N., Darmawansyah, & Daud, A. (2018). Accidental
Sampling . 1Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Universitas PGRI
Yogyakarta, 6(1), 1�7.
Depkes. (2017). InfoDATIN Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI: Situasi Penyakit Ginjal Kronis. 1�10.
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
Dewi, R. T. K., Putranto, W., Susanto, A., Suseno, A.,
Purwanto, B., Mangesti, R. D., Giani, M. T., & Septian, M. R. (2020). Hubungan
Kualitas Hidup dan Status Nutrisi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan
Tipe Dialisis. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 22.
https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.381 Google Scholar
Nur, A. A. (2012). Hubungan Tingkat Depresi Dengan Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSU Kota Makassar (Skripsi). Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar. Google Scholar
Persatuan Nefrologi Indonesia. (2018). 11 Th Report Of
Indonesian Renal Registry. Jakarta:-.
Pongsibidang. (2016). Resiko Hipertensi, Diabetes Militus Dan
Mengkonsumsi Obat Herbal pada Kejadian Gagagl Ginjal Kronik Di RSUP DR Wahidin
Sudiro Husodo Makasar Tahun 2015. Wiyata, 3, 162�167.
Puspawati, N. W. (2017). Penatalaksaan nutrisi pada
penyakit gagal ginjal kronik dengan dialisis. 1�11.
Raharjo, S. (2017). Tutorial Analisis Korelasi Rank Spearman
dengan SPSS.
https://www.spssindonesia.com/2017/04/analisis-korelasi-rank-spearman.html
Rasyid, H. (2014). Manfaat Diet Rendah Protein pada
Penyakit Ginjal Kronik (N. L. T. 14th J. N. and H. C. and S. on
Hypertension (ed.); 14 th). Jakarta: PERNEFRI.
Rosmiati, Henri Setiawan, N. Y. R. (2018). Gambaran
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis. 5(2), 1�10.
Sagala, P. (2015). Analysis of Factors Affecting the Quality
of Life of Chronic Kidney Failure Patients Undergoing Hemodialysis at the Adam
Malik Haji General Hospital in Medan. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, 1(1),
8�16.
Ullu, A. M. A., ListyawatiNurina, R., & Wahyuningrum, S.
A. (2018). Hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes. Cendana
Medikal Journal, 15(3), 425�437.
https://core.ac.uk/download/pdf/228880528.pdf Google Scholar
Dwi Anita Sari, Feriana
Ira Handian, Sih Ageng Lumadi (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |