Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 9, September 2022
PERAN
MOTIVASI KERJA DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN, SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENGARUH BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA TENAGA KESEHATAN
Theresia Karina
Witanta, Niko Sudibjo
Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Peran perilaku kepemimpinan sebagai mediator dalam pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja belum banyak dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi, perilaku kepemimpinan, dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan metode path analysis PLS- SEM. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner online yang dibagikan kepada seluruh tenaga Kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi yaitu sebanyak 204 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya organisasi, perilaku kepemimpinan, dan motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan. Selain itu, perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja berhasil memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dengan kekuatan mediasi parsial.
Kata Kunci: Budaya organisasi, perilaku kepemimpinan, motivasi kerja, kepuasan kerja
Abstract
The role of leadership behavior as
a mediator in the influence of organizational culture on job satisfaction has
not been widely explored. This study aimed to analyze the effect of
organizational culture, leadership behavior, and work motivation on job
satisfaction of health workers at Cinta Kasih Tzu Chi
Hospital. The research was conducted with a quantitative approach using the
PLS-SEM path analysis method The research data was obtained through an online
questionnaire which was distributed to all health workers at the Cinta Kasih Tzu Chi Hospital, as many as 204 people. The
results of this study indicated that organizational culture, leadership
behavior, and work motivation have a positive effect on job satisfaction of
health workers. In addition, leadership behavior and work motivation
successfully mediate the influence of organizational culture on job
satisfaction with partial mediating power.
Keywords: Organizational
culture, leadership behavior, work motivation, job satisfaction
Pendahuluan
Berdasarkan Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) di Indonesia, rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
strata pelayanan kesehatan
(Kemenkes RI, 2019). Rumah sakit dituntut untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yakni menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.
340/MENKES/PER/III/2010, sehingga rumah
sakit perlu mempersiapkan diri termasuk mempersiapkan sumber daya manusia
dalam hal ini adalah tenaga
kesehatan yang berkompetensi
di bidangnya dan bekerja sama dengan baik
(Kemenkes RI, 2010).
Salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit adalah
perawat. Profesi perawat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat kepada pasien merupakan pelayanan profesional berkesinambungan selama masa perawatan pasien (Kemenkes RI, 2015). Hal ini memerlukan kompetensi, motivasi, dan pembagian kerja yang sesuai agar pelayanan yang didapatkan menjadi maksimal (Mugiarti, 2016). Profesi perawat memiliki peran penting dalam
memberikan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena
jenis pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan dengan pendekatan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual
yang berkesinambungan (Budiana,
2016).
Yayasan Buddha Tzu Chi bermula di Hualien Taiwan dan dipimpin
oleh Master Cheng Yen yang menjalankan misi untuk menolong
orang-orang yang menderita. Misi
ini kemudian berkembang dan mengalir ke seluruh dunia, menekankan budaya humanis siklus cinta kasih dan kebajikan pada Rumah Sakit Tzu Chi sehingga tidak berorientasi pada keuntungan tetapi pada pelayanan medis dipandu oleh prinsip cinta kasih. Yayasan Buddha Tzu
Chi kemudian berkembang dan
mendirikan lebih banyak rumah sakit
di Taiwan yang menyediakan layanan
medis mutakhir, penekanan pada perawatan humanis yang berpusat pada pasien (Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, 2022).
RS Cinta
Kasih Tzu Chi di bawah Yayasan Buddha Tzu Chi Medika merupakan salah satu Badan Misi dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di bidang Kesehatan. Rumah Sakit ini didirikan
untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya terjangkau
bagi masyarakat kurang mampu. Awalnya,
RS Cinta Kasih Tzu Chi ini merupakan Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi yang ada di dalam kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat yang diresmikan
tanggal 25 Agustus 2003.
Agar dapat melayani lebih luas dan maksimal, Poliklinik ditingkatkan statusnya menjadi Rumah Sakit
Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi secara resmi pada tanggal 10 Januari 2008 dan beroperasi 24
jam. Status Rumah Sakit Khusus Bedah berubah
menjadi Rumah Sakit Umum Cinta
Kasih Tzu Chi pada tanggal 14 Desember
2016 hingga saat ini.
RS Cinta
Kasih Tzu Chi menghubungkan jalur
keberhasilannya selama 13 tahun terakhir pada nilai-nilai perusahaan, nilai-nilai yang menjangkau semua aspek perusahaan,
baik medis maupun non-medis. RS Cinta Kasih Tzu Chi membawa nilai-nilai ini pada keseluruhan dan keseharian aktivitas rumah sakit, sebagaimana tindakan manajemen, yang membantu mengkonfirmasi visi misi perusahaan
untuk mencapai layanan kesehatan. Service
excellence menjadi hal utama di dalam pengoperasion RS Cinta Kasih Tzu
Chi. Pelatihan yang ditingkatkan
dan pengawasan kinerja yang
lebih ketat menunjukkan komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa pasien dirawat dengan baik di semua tahap, dari
masuk hingga selesai perawatan.
Berdasarkan hasil wawancara dari pihak HRD RS Cinta Kasih Tzu Chi
pada tanggal 15 November 2021, ditemukan
bahwa ketidakpuasan yang
paling sering diutarakan
oleh tenaga kesehatan adalah mengenai aspek kompensasi atau insentif saat
pandemik yang belum dapat diwujudkan secara merata di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Akan tetapi,
mayoritas tenaga kesehatan kembali ke RS Cinta Kasih Tzu Chi karena merasa adanya
kesempatan untuk berkembang yang lebih baik, adanya peraturan
mengenai budaya humanis dan adanya tunjangan konsumsi di RS.
Pekerjaan perawat dalam pelayanan kesehatan yang bermutu dapat terwujud jika sistem asuhan
keperawatan yang dilakukan mendukung praktik keperawatan profesional sesuai standard kesehatan yang berlaku dan tertulis dalam standard operasional prosedur di rumah sakit (Wahyuni, 2007). Selama pelaksanaan pelayanan di rumah sakit, perawat memegang peranan penting dalam pemberian
perawatan, pemantauan perbaikan pasien di bangsal serta pencegahan
dan pengendalian penularan penyakit. Oleh sebab itu, perawat memikul
beban kerja yang besar, terpapar dengan risiko infeksi
yang tinggi serta menghadapi stress fisik dan
mental yang dapat berdampak
pada kepuasan kerja perawat, terutama pada era pandemi COVID-19 ini (Yu et al.,
2020).
Kepuasan kerja merupakan faktor penting dalam keberhasilan
kinerja staf dan dianggap sebagai faktor penyumbang utama dalam usaha
untuk tetap menjalani profesi keperawatan (Sellgren et al.,
2008). Setiap manusia mempunyai tingkat kepuasan berbeda. Semakin tinggi penilaian keinginan individu, maka akan semakin tinggi
kepuasannya, termasuk dengan pekerjaannya. Dengan kepuasan kerja yang tinggi, diharapkan karyawan bekerja dengan pikiran dan perasaan, sehingga memperlancar suksesnya pekerjaan (Putri,
2019). Walaupun begitu, masih banyak penelitian
sebelumnya yang membuktikan
adanya kepuasan kerja pada tingkat sedang sampai rendah
pada tenaga kerja khususnya dalam ranah kesehatan. (Ge et al.,
2011; Kumarasinghe & Samaranayake, 2020).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah budaya
organisasi. Sebuah penelitian yang dilakukan pada seluruh pegawai suatu bank di Pakistan tentang budaya organisasi yang meliputi dukungan atasan� dan pola komunikasi dalam perusahaan mempengaruhi peningkatan kepuasan kerja pegawai bank tersebut (Khan et al., 2011). Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Lund (2003) menunjukkan
bahwa budaya organisasi yang bersifat klan dan adokrasi memberikan kepuasan kerja lebih tinggi
dibandingkan budaya organisasi yang bersifat hirarki atau pemasaran.
Budaya organisasi dapat membentuk dan memberikan makna kepada anggota organisasinya, sehingga setiap keputusan dan sikap yang diambil dapat sesuai dengan
nilai yang dianut organisasi tersebut (Ardianto, 2010). Budaya organisasi merupakan ciri khas setiap
organisasi yang akan dipelihara dan diwariskan dari generasi ke
generasi, serta dapat mempengaruhi kepuasan kerja anggotanya (Ardianto, 2010). Budaya organisasi berkaitan dengan perhatian pada kebutuhan pekerjanya sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja karena pekerja akan merasakan adanya rasa saling memiliki (Al-Musadieq et al.,
2018). Budaya organisasi merupakan pokok dari perilaku kepemimpinan
yang dapat mengembangkan gaya kepemimpinan (Tsai, 2011). Pemimpin yang memiliki perilaku kepemimpinan dari budaya organisasi
memiliki perilaku konsisten antar anggota organisasi, mengurangi konflik, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi anggotanya (Tsai, 2011).
Faktor yang juga mempengaruhi
kepuasan kerja adalah motivasi kerja. Penelitian yang dilakukan pada 355 pekerja di
Bukit Asam Coal Mining Company Ltd. menunjukkan bahwa motivasi kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari mempengaruhi
kepuasan kerja secara signifikan (Pancasila et
al., 2020). Studi lain yang dilakukan
pada petugas kesehatan masyarakat di Provinsi
Heilongjiang, China menemukan bahwa
motivasi finansial sebagai subskala intrinsik dari motivasi kerja mempengaruhi kepuasan kerja dan dapat menjadi prediktor tingkat kepuasan kerja (Li et al., 2014).
Motivasi merupakan suatu keinginan untuk menggerakan seseorang dalam rangka mencapai tujuan yang dimiliki suatu organisasi atau perusahaan (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009). Motivasi adalah pembentukan perilaku yang ditandai aktivitas atau kegiatan secara psikologis, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik, yang mengacu pada pencapaian yang diinginkan (Sukripsiyanto, 2019).
Dengan demikian perlu adanya motivasi
dari anggota untuk mendapatkan kepuasan kerja yang diharapkan dalam rangka mencapai target organisasi.
Perilaku kepemimpinan juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Penelitian Ahmad (2010) terhadap
136 pekerja di Industri
Semen di Iran menemukan hubungan
positif yang kuat antara perilaku kepemimpinan yang mempertimbangkan
antara kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik. Penelitian lain oleh Sellgren pada tahun 2008 menemukan hubungan kuat antara perilaku
kepemimpinan dan kepuasan kerja, dengan kekuatan
korelasi tertinggi antara perilaku kepemimpinan "berorientasi
pada pekerja" dan kepuasan
kerja "perasaan".
Studi lain yang dikembangkan
oleh El-Nahas (2013) terhadap
455 pekerja dari sebuah organisasi konstruksi besar di Mesir menemukan hubungan signifikan antara perilaku kepemimpinan partisipatif dan suportif terhadap kepuasan kerja.
Kepemimpinan terkait proses seseorang mempengaruhi, membimbing, memfasilitasi dan hubungan di dalam suatu kelompok maupun organisasi (Yukl, 1994). Kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan pencapaian kepuasan kerja baik pada anggota maupun atasannya. Seorang pemimpin yang suportif akan menunjukkan contoh nilai-nilai yang baik, menganggap posisinya setara dengan anggotanya dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan anggotanya sehingga dapat menghindari terjadinya konflik internal (Tsai, 2011). Kepuasan
kerja perawat dikaitkan dengan adanya dukungan dan kepedulian pemimpinnya (Tsai,
2011).
Berdasarkan studi literatur, sudah banyak peneliti yang meneliti tentang budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja (Khan et al., 2011; Li et al., 2014; Lund, 2003;
Pancasila et al., 2020). Namun belum
banyak peneliti yang mengeksplorasi peran perilaku kepemimpinan sebagai mediator dalam pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Oleh karena itu, kami hendak mengisi gap penelitian yang ditemukan dengan menguji pengaruh budaya organisasi, motivasi kerja, dan perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan, dan peran mediasi variable perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Dapat dijabarkan hipotesis penelitian ini:
H1. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta
Kasih Tzu Chi. OC � JS
H2. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta
Kasih Tzu Chi. OC � WM
H3. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kepemimpinan di Rumah Sakit Cinta
Kasih Tzu Chi. OC � LB
H4. Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta
Kasih Tzu Chi. WM � JS
H5. Perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta
Kasih Tzu Chi. LB � JS
H6. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC � WM � JS
H7. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui perilaku kepemimpinan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC � LB � JS
Metode Penelitian
Penelitian kami merupakan penelitian
analitik observasional dengan teknik
pengambilan sampel total sampling dan pendekatan potong lintang. Metode penelitian yang
digunakan ialah Partial Least Square Structural Equation Modeling
(PLS-SEM), dengan tujuan menguji data
non parametrik yang tidak memerlukan uji asumsi klasik (Hair et. al, 2014).
Metode ini terpilih karena cocok dengan tujuan penelitian yang menguji
variabel laten dengan variabel tidak dapat diobservasi langsung (Bartolomeow et
al., 2011). Variabel laten eksogenus dalam penelitian kami adalah budaya
organisasi, dan variabel endogenus adalah kepuasan kerja. Variabel motivasi
kerja dan perilaku kepemimpinan memiliki peran ganda yaitu variabel eksogenus dan endogenus.
Populasi
penelitian merupakan suatu kelompok utama perhatian penelitian yang menjadi
target pemahaman dan generalisasi hasil penelitian, dapat berupa individu,
kelompok, organisasi, atau entitas lain (Casteel & Bridier, 2021). Populasi
penelitian keseluruhan ialah tenaga
kesehatan yang bekerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi sejumlah
120 orang. Penelitian ini menggunakan data dari keseluruhan
populasi karena pengambilan sampel berdasakan dari ketersediaan elemen dan
kemudahan untuk mendapatkannya sehingga teknik sampelnya
adalah sensus atau sampel jenuh (Sugiarto, 2001).
Data penelitian
diperoleh melalui kuesioner online yang dibagikan kepada seluruh tenaga kesehatan RS Cinta Kasih
Tzu Chi. Kuesioner ini
menggunakan skala Likert untuk mengukur setiap variabel dalam penelitian yang
terdiri dari empat skala yaitu �Sangat Tidak Setuju�, �Tidak Setuju�, �Setuju�,
dan �Sangat Setuju�. Penilaian terhadap hasil
berdasarkan cut-off point mean/median. Data penelitian
yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mengacu pada kaidah PLS-SEM yang terdiri dari pengujian
outer model dan inner model (Hair et al., 2014).
Hasil dan Pembahasan
Profil Responden
Responden yang adalah tenaga kesehatan yang bekerja di RS
Cinta Kasih Tzu Chi secara purna waktu. Profil responden yang digunakan adalah jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jabatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.
Tabel 1. Profil responden
No. |
Deskripsi |
Karakteristik |
Total |
Persentase |
1. |
Jenis�kelamin |
Laki-laki |
45 |
23% |
Perempuan |
150 |
77% |
||
2. |
Usia |
≤ 25 tahun |
49 |
25% |
26-35 tahun |
106 |
54% |
||
36-45 tahun |
30 |
16% |
||
> 45 tahun |
10 |
5% |
||
3. |
Pekerjaan |
Dokter |
21 |
11% |
Perawat |
91 |
47% |
||
Bidan |
20 |
10% |
||
Analis�Laboratorium |
12 |
6% |
||
Radiografer |
7 |
4% |
||
Apoteker |
5 |
3% |
||
Asisten�apoteker |
27 |
14% |
||
Ahli gizi |
4 |
2% |
||
Kesehatan lingkungan |
1 |
1% |
||
Elektromedik |
2 |
1% |
||
Rekam�Medik |
3 |
2% |
||
Refraksionis |
2 |
1% |
||
4. |
Pendidikan terakhir |
D3 |
81 |
41% |
S1 |
23 |
12% |
||
S1 profesi |
86 |
44% |
||
S2 |
5 |
3% |
||
5. |
Lama bekerja |
4 bulan
- 1 tahun |
29 |
15% |
1-5 tahun |
88 |
45% |
||
5-10 tahun |
50 |
26% |
||
> 10 tahun |
28 |
14% |
||
6. |
Jabatan |
Staf/pelaksana |
148 |
76% |
Penanggung�Jawab |
31 |
16% |
||
Kepala�departemen/kepala unit |
12 |
6% |
||
Manager |
4 |
2% |
Uji Outer Model
Uji outer model difokuskan pada pengujian validitas convergen, reliabitas dan validitas diskriminan data. Uji validitas konvergen memberikan gambaran
korelasi positif antara ukuran dengan
alternatif lain pada konstruk
yang sama. Ukuran umum untuk menguji
validitas konvergen adalah average variance extracted (AVE). AVE menyertakan varians indikatornya yang ditangkap oleh konstruk relatif terhadap jumlah total varians, termasuk varians karena kesalahan pengukuran. Sebuah AVE kurang dari 0,5 dianggap tidak cukup, karena lebih banyak varians disebabkan oleh varians kesalahan daripada varians indikator (Gentle et al., 2011).
Berdasarkan hasil analisis dengan aplikasi SmartPLS, didapatkan 28 item kuesioner valid. Tabel 2 menunjukkan hasil uji AVE secara keseluruhan variabel
memenuhi AVE >0,5 sehingga
setiap item pada kuesioner dinyatakan memenuhi syarat validitas konvergen (Gentle et al.,
2011).
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Konvergen dengan AVE
Variabel |
Nilai
AVE |
Akar
Kuadrat AVE |
Kepuasan Kerja |
0,608 |
0,780 |
Perilaku Kepemimpinan |
0,692 |
0,832 |
Budaya Organisasi |
0,601 |
0,775 |
Motivasi Kerja |
0,604 |
0,777 |
Validitas konvergen juga dapat ditentukan dari penilaian loading factor dari setiap pernyataan yang tersedia. Pada penelitian ini besaran loading factor yang digunakan yaitu >0,6. Hasil
uji validitas konvergen menggunakan loading
factor tersaji pada Tabel
3. Tabel tersebut menunjukkan seluruh pernyataan memiliki loading
factor >0,6 yang menujukkan seluruh variabel yang ada memiliki kontribusi terhadap validitas dari indikator (Gentle et al,
2011).
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Konvergen dengan Loading Factor
Variabel |
Item Pernyataan |
Loading Factor |
Budaya Organisasi |
OC3 |
0,762 |
OC4 |
0,840 |
|
OC5 |
0,857 |
|
OC7 |
0,768 |
|
OC8 |
0,700 |
|
OC11 |
0,740 |
|
OC12 |
0,748 |
|
Perilaku
Kepemimpinan |
LB1 |
0,804 |
LB2 |
0,840 |
|
LB5 |
0,848 |
|
LB6 |
0,763 |
|
LB7 |
0,873 |
|
LB9 |
0,835 |
|
LB10 |
0,855 |
|
Motivasi Kerja |
WM1 |
0,706 |
WM2 |
0,683 |
|
WM3 |
0,813 |
|
WM4 |
0,795 |
|
WM5 |
0,705 |
|
WM10 |
0,828 |
|
WM11 |
0,847 |
|
WM12 |
0,821 |
|
Kepuasan Kerja |
JS2 |
0,701 |
JS3 |
0,728 |
|
JS7 |
0,824 |
|
JS8 |
0,852 |
|
JS9 |
0,858 |
|
JS10 |
0,696 |
Uji reliabilitas
dalam suatu penelitian dapat memberikan gambaran seberapa konsisten alat ukur yang digunakan. Dalam pemuatan konstruksi laten pada variabel indikator x atau y, nilai yang lebih besar dari 0,7 dapat diterima (Gentle
et al., 2011). Kemudian, ukuran
composite reliability dapat digunakan untuk memeriksa seberapa baik suatu
konstruksi diukur dengan indikator yang ditetapkan. Tabel 4 menunjukkan hasil uji reliabilitas dan didapatkan nilai composite
reliability >0,7 yang berarti semua indikator konstruk dinyatakan reliabel (Gentle et al.,
2011).
Tabel 4.
Hasil Uji Realibitas
Variabel |
Composite Reliability |
Cronbach Alpha |
Kepuasan Kerja |
0,902 |
0,869 |
Perilaku Kepemimpinan |
0,940 |
0,925 |
Budaya Organisasi |
0,913 |
0,889 |
Motivasi Kerja |
0,924 |
0,905 |
Tabel 5 memperlihatkan hasil uji validitas diskriminan pada penelitian ini berdasarkan kriteria Fornell-Larcker. Berdasarkan tabel ini didapatkan bahwa validitas diskriminan terpenuhi pada semua variabel sebab nilai akar kuadrat AVE suatu konstruk lebih tinggi dari konstruk lain. Oleh sebab itu, konstruk kepuasan kerja, perilaku kepemimpinan, budaya organisasi, dan motivasi kerja memiliki nilai validitas diskriminan yang baik (Gentle et al., 2011).
Tabel 5. Hasil Uji Validitas
Diskriminan
|
KS |
PK |
BO |
MK |
Kepuasan Kerja
(KS) |
0,780 |
|
|
|
Perilaku Kepemimpinan
(PK) |
0,775 |
0,832 |
|
|
Budaya Organisasi (BO) |
0,502 |
0,420 |
0,775 |
|
Motivasi Kerja (MK) |
0,664 |
0,760 |
0,441 |
0,777 |
Uji
Inner Model
Uji inner
model (dikenal sebagai
model struktural) menentukan
hubungan antara variabel laten independen dan dependen. Variabel laten
adalah variabel yang mendasari yang tidak dapat diamati secara
langsung, mereka juga dikenal sebagai konstruk atau faktor
(Wong, 2013).
Uji multikolinearitas
digunakan untuk menilai tingkat kolinearitas melalui penilaian toleransi. Toleransi mewakili jumlah varians dari satu indikator
formatif yang tidak dijelaskan oleh indikator lain di
blok yang sama. Dalam konteks PLS- SEM, jika nilai VIF ≥5 menunjukkan potensi masalah kolinearitas (Hair et
al., 2014). Tabel 6 menunjukkan
hasil uji multikolinearitas
dimana seluruh konstruk memiliki nilai VIF dibawah 5,00 sehingga dapat dinyatakan bahwa multikolinearitas tidak terjadi dan hubungan antar variabel eksogen.
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinearitas
|
KS |
PK |
BO |
MK |
Kepuasan Kerja (KS) |
|
|
|
|
Perilaku Kepemimpinan
(PK) |
2,432 |
|
|
|
Budaya Organisasi
(BO) |
1,274 |
1,000 |
|
1,000 |
Motivasi Kerja (MK) |
2,468 |
|
|
|
Hasil uji koefisien determinan menunjukkan seberapa baik model penelitian memprediksi variable endogen, yang diatur
dengan kriteria <0.25 dianggap lemah, 0.25-0.5 dianggap moderat dan >50 dianggap baik (Hair et, al.,
2014). Hasil koefisien determinan
kepuasan kerja memiliki nilai tinggi yaitu 0.637 yang artinya model penelitian ini baik. Sedangkan
Perilaku kepemiminan dan motivasi kerja memiliki kekuatan prediksi yang lemah.
Secara leih
detail diperoleh kesimpulan
bahwa 1). Variabl kepuasan kerja
dijelaskan oleh vairabel budaya organisasi, motivasi kerja, dan perilaku kepemimpinan sebesar 63,7%, sisanya 36,3% dijelaskan variabel lain. 2). Variabel perilaku kepemimpinan dijelaskan variabel budaya organisasi sebesar 17,9%, sisanya 82,1% dijelaskan variabel lain. 3). Variabel motivasi kerja dijelaskan variabel budaya organisasi sebesar 19,1% dan sisanya 80,9% dijelaskan variabel lain. Hasil uji koefisien determinan
tersaji pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil Koefisien
Determinan
Variabel |
Nilai R-square Adjusted |
Kepuasan Kerja |
0,637 |
Perilaku Kepemimpinan |
0,179 |
Motivasi Kerja |
0,191 |
Pengujian selanjutnya adalah perhitungan nilai koefisien jalur (path coefficient)
untuk pengujian hipotesis. Hasil uji hipotesis tersaji pada tabel 8.
Tabel 8. Path Coefficient dan Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis |
Path Coefficient |
Kesimpulan |
H1: Budaya organisasi berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan (BO �
KK) |
0.191 |
Didukung |
H2: Budaya organisasi berpengaruh positif
terhadap motivasi kerja (BO � MK) |
0.441 |
Didukung |
H3: Budaya organisasi berpengaruh positif
terhadap perilaku kepemimpinan
(BO �
PK) |
0.428 |
Didukung |
H4: Motivasi kerja
berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja (MK � KK) |
0.123 |
Didukung |
H5: Perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja
(PK �
KK) |
0.600 |
Didukung |
H6: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja
melalui motivasi Kerja (BO �
MK �
KK) |
0.054 |
Didukung |
H7: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja
melalui perilaku Kepemimpinan (BO �
PK �
KK) |
0.257 |
Didukung |
Berdasarkan hipotesis enam dan tujuh, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh prosotif pada jalur mediasi. Untuk menguji kekuatan
mediasi tersebut, maka dilakukan uji Variance accounted for (VAF). Perhitungan nilai VAF dilakukan dengan cara mencari rasio efek tidak langsung dengan efek total (efek langsung dan efek tidak langsung). Jika nilai VAF <
20%, dianggap hampir tidak ada mediasi, VAF lebih besar dari 20% namun kurang dari 80% dianggap sebagai mediasi parsial, sedangkan nilai VAF lebih dari 80% dianggap memberikan mediasi penuh. Mengacu pada hasil nilai path coefficient pada
tabel 9, maka, perhitungan nilai VAF untuk jalur mediasi hipotesis
6 dan 7 adalah sebagai berikut:
�
�
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka gambar model penelitian ini tersaji sebagai berikut:
Gambar
1. Model penelitian
Berdasarkan hasil
penelitian dan model penelitian
pada gambar 1, maka ada tiga persamaan
struktural sebagai berikut:
Pembahasan
Hasil uji hipotesis
pertama menunjukkan variabel perilaku kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan
di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan
koefisien tertinggi pada penelitian ini, yaitu sebesar 0,600. Hipotesis ini didukung
penelitian sebelumnya oleh Sellgren et al., (2008) yang menyatakan
hipotesis serupa, dimana perilaku kepemimpinan memiliki korelasi yang positif terhadap kepuasan kerja pada perawat di rumah sakit Universitas. Pada penelitian
ini, budaya organisasi yang mendukung anggota dan performa pemimpin yang baik akan memberi pengaruh
terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan
yang mempengaruhi kepercayaan
pekerja kepada pemimpin. Organisasi yang memiliki budaya suportif dan pemimpin yang komunikatif lebih kondusif untuk melibatkan karyawan dalam praktik pekerjaan profesional sehingga meningkatkan kepercayaan dan kepuasan kerja dari kedua pihak. Pada penelitian ini, perilaku kepemimpinan yang konsisten sesuai tujuan memberikan kepuasan kerja yang lebih baik terutama pada dimensi hubungan baik dengan pemimpin dan mitra kerja. Hal ini sesuai dengan temuan oleh Tsai (2011) yang
menunjukkan
dorongan dan dukungan oleh para pemimpin, kepercayaan dan visi yang jelas, perilaku yang konsisten dan kemampuan mereka untuk meyakinkan bawahan untuk mengakui visi mereka, semuanya
dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Di sisi lain, penelitian yang sama juga menemukan bahwa faktor dalam mencapai
kepuasan kerja tidak terbatas pada lingkungan kerja karyawan, tetapi juga termasuk interaksi antara mitra kerja. Pada ranah layanan kesehatan, perawatan kesehatan yang baik membutuhkan perilaku tim yang baik, sehingga juga disarankan agar administrator rumah
sakit tidak hanya menjalin hubungan di dalam tim perawatan kesehatan,
tetapi juga berupaya meningkatkan hubungan tersebut untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Tsai, 2011).
Hasil uji hipotesis
menampilkan variabel budaya organisasi berpengaruh positif pada motivasi kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu
Chi dengan koefisien sebesar 0,441. Temuan ini selaras dengan
penelitian sebelumnya oleh
Fernandes dan Mupa pada 2017 yang menemukan
budaya organisasi sebagai salah satu faktor signifikan yang dapat berpengaruh pada
motivasi kerja (Fernandes &
Mupa, 2017). Budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi dan seluruh anggotanya sebagai landasan dalam berinteraksi dan bertindak terhadap lingkungan. Dengan adanya budaya organisasi yang baik, maka anggota organisasi akan bertindak sesuai dengan target
organisasi dan membantu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Hasil penelitian ini menunjukkan dimensi budaya organisasi yang paling berpengaruh terhadap motivasi kerja adalah adanya kerja
sama tim dalam bekerja dan integritas dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan budaya organisasi dapat menyebarkan pengetahuan (learning culture) juga meningkatkan kinerja. Dengan penyebaran pengetahuan yang didukung budaya organisasi ini mengutamakan kerjasama tim, kinerja orgnisasi dapat ditingkatkan. Budaya belajar ini dapat dibentuk melalui keyakinan, nilai
dan perilaku anggota organisasi sehingga menjadi pembelajaran pribadi yang dapat bermanfaat bagi anggota organisasi
dan mendorong munculnya inovasi dan motivasi kerja serta mengarah pada kinerja organisasi (Fernandes & Mupa, 2017).
Variabel budaya organisasi didapatkan memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kepemimpinan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan kekuatan sebesar
0,428. Hipotesis ini seirama dengan penelitian sebelumnya oleh Tsai
pada 2011 yang menemukan hubungan
positif yang signifikan antara budaya organisasi
dan perilaku kepemimpinan dengan dimensi yang serupa seperti dalam penelitian ini, yaitu dimensi
orientasi karyawan, fokus pelanggan, menekankan tanggung jawab, dan menekankan kerjasama pada budaya organisasi dan dimensi dorongan dan dukungan pemimpin kepada bawahan, pemimpin memberi bawahan visi yang jelas, perilaku pemimpin sesuai dengan visinya dan pemimpin persuasif dalam meyakinkan bawahan untuk mengakui
visinya dalam dimensi perilaku kepemimpinan. Kedua temuan ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Nikčević pada 2016 yang menyatakan
pemimpin dalam suatu budaya organisasi
tertentu cenderung adaptif dalam mengembangkan
perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan asumsi dalam budaya terkait. Penelitian ini menunjukkan dimensi perilaku kepemimpinan yang mengayomi dan konsisten sesuai tujuan memiliki pengaruh terbesar terhadap budaya organisasi. Keputusan tentang perawatan pasien sering dibuat oleh tim, bukan oleh satu individu sehingga untuk menjaga komunikasi dan koordinasi yang baik dan menghindari konflik dalam pengambilan keputusan, dibutuhkan peran pemimpin untuk menengahi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Perawatan kesehatan yang baik membutuhkan perilaku tim yang baik, dan dalam hal ini, dimensi
kepemimpinan yang mengayomi
dan konsisten sesuai visi dan misi akan
membentuk hubungan dan interaksi yang baik antar anggota sehingga
memungkinkan terciptanya lingkungan kerja yang terintegrasi dan saling bekerja sama (Tsai, 2011).
Uji hipotesis variabel motivasi kerja menunjukkan adanya hubungan positif kepuasan kerja tenaga kesehatan
di RS Cinta Kasih Tzu
Chi dengan
koefisien
sebesar 0,123. Hasil
ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Li et al., pada tahun
2014 terhadap petugas kesehatan masyarakat di Provinsi Heilongjiang, China yang menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja. Pada penelitian ini juga didapatkan dimensi motivasi pada pengembangan karir menunjukkan hubungan paling tinggi, diikuti oleh motivasi finansial, pengakuan dan tanggung jawab, dengan hubungan
yang kuat menunjukkan motivasi kerja lebih baik. Penelitian
yang sama juga menunjukkan dimensi motivasi kerja terkait memiliki
perbedaan signifikan antara kelompok puas dan tidak puas dengan pengecualian pada dimensi motivasi secara finansial, sebagaimana ditemukan juga pada penelitian di RS Cinta Kasih Tzu
Chi. Berdasarkan literatur terkait, penelitian ini membagi pengembangan karir dan motivasi finansial sebagai bagian dari motivasi ekstrinsik, sementara rekognisi dan tanggung jawab dikelompokkan dalam motivasi intrinsik. Hasil
menunjukkan motivasi intrinsik akan meningkatkan kepuasan kerja sementara motivasi ekstrinsik menurunkan kepuasan kerja sebagai bagian dari efek
�crowding-in�. Penelitian lain oleh Pancasila, Haryono dan Sulistyo pada 2020 turut memperkuat pernyataan ini dengan temuannya yang menunjukkan kepuasan karyawan akan tercapai
apabila perusahaan dapat mencapai dimensi yang menunjang motivasi kerja sesuai penelitian.
Hasil uji hipotesis
menunjukkan variabel budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar
0,191. Hipotesis ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Janićijević pada tahun 2018 yang menunjukkan hubungan adanya perbedaan yang signifikan dalam tingkat kepuasan
kerja yang terkait dengan berbagai jenis budaya organisasi, memberikan bukti bahwa budaya organisasi
mempengaruhi kepuasan kerja. Berbagai jenis budaya organisasi
dikaitkan dengan tingkat kepuasan karyawan yang berbeda karena isi atau nilai karakteristik dan norma yang mereka miliki. Oleh karena itu, kepuasan kerja secara keseluruhan serta kepuasan dengan karakteristik pekerjaan (terlepas dari kebutuhan yang terkait) yang terendah untuk organisasi dengan budaya peran, lebih tinggi untuk organisasi dengan budaya kekuasaan,
dan tertinggi untuk organisasi dengan budaya tugas. Studi lain oleh
Zavyalovadan Kucherov (2010) menunjukkan
perbedaan indeks kualitatif dan kuantitatif kepuasan kerja karyawan pada perusahaan dengan jenis budaya organisasi
yang berbeda dengan pengukuran kuantitatif budaya organisasi, seperti kekuatan, integritas dan efisiensi, dimana kekuatan, integrasi dan efisien budaya tersebut turut mempengaruhi tingkat kepuasan kerja (Zavyalova & Kucherov,
2010). Lebih lanjut lagi,
penelitian
ini juga menunjukkan berbagai jenis budaya organisasi dapat memberikan pemenuhan kepuasan kerja pada target yang lebih spesifik. Temuan membentuk sebuah anjuran sehingga pada akhirnya perekrutan dan pemilihan personel pada sebuah organisasi hendaknya didasarkan pada motivasi yang dikehendaki agar dapat tercipta kondisi yang kooperatif antara pekerja dan pemimpin, dan dengan tujuan akhir yang sama maka diharapkan ketidakpuasan kerja dan pelanggaran kontrak secara psikologis dapat dihindari.
Uji hipotesis menunjukkan variabel budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,054 yang merupakan hubungan terlemah pada penelitian ini. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, didapatkan kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi melalui motivasi kerja, dengan dimensi motivasi kerja yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah promosi kerja dan pengembangan potensi anggota. Motivasi ini termasuk dalam kelompok ekstrinsik dan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan intrinsik seperti pada penelitian sebelumnya (Li et al., 2014). Motivasi intrinsik menciptakan efek langsung dan kuat yang hanya berlangsung singkat, namun berpotensi untuk mempengaruhi kualitas kehidupan memiliki pengaruh jangka panjang karena bersifat melekat pada individu dan pekerjaan mereka dan muncul dari faktor dari seorang individu juga berpotensi mempengaruhi perilaku individu dan membantu meningkatkan perkembangan karir mereka sendiri dan selanjutnya turut membentuk motivasi ekstrinsik yang diyakini akan mempengaruhi kepuasan kerja (Armstrong, 2009).
Budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja melalui perilaku kepemimpinan di RS Cinta
Kasih Tzu Chi.
Variabel budaya organisasi berpengaruh� positif� pada� kepuasan� kerja melalui perilaku kepemimpinan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,257. Pada penelitian ini kepuasan kerja dapat ditentukan oleh budaya organisasi melalui perilaku kepemimpinan, dengan salah satu dimensi perilaku kepemimpinan yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah pemimpin yang dapat mengayomi anggotanya. Budaya organisasi yang mengutamakan kerjasama tim membutuhkan pemimpin organisasi berperan dan bertanggungjawab dalam pembentukan motivasi bagi para anggota organisasi. Seorang pemimpin harus mempunyai gagasan dan pemikiran yang berguna bagi organisasi serta dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi anggota untuk berbagi ilmu dalam organisasi. Proses pembelajaran aktif yang dapat melibatkan semua anggota dan pemimpin diharapkan akan menghasilkan suatu bentuk elaborasi gagasan dan pemikiran yang bermanfaat bagi organisasi. Bentuk elaborasi dan relasi yang terbentuk selama proses ini antara anggota terhadap pemimpin dan mitra kerja lain menjadi salah satu kepuasan kerja yang dinilai bermakna dalam penelitian ini (Fernandes & Mupa, 2017).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
ini, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Pertama, berdasarkan hasil koefisien determinan, disimpulkan bahwa model penelitian ini dapat memprediksi
kepuasan kerja dengan baik. Hal ini didukung oleh hasil uji hipotesis dimana budaya organisasi,
motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Kedua, perilaku
kepemimpinan dan motivasi kerja berhasil memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Hal ini dibuktikan dengan nilai path coefficient yang bernilai
positif dan nilai VAF yang bernilai mediasi parsial. Kedua kesimpulan ini memberikan implikasi manajerial bari RS Cinta Kasih Tzu Chi, khususnya terkait dengan perilaku kepemimpinan, sebab variable ini memiliki nilai pengaruh paling tinggi terhadap kepuasan kerja. Sehingga sangat penting bagi pimpinan
RS untuk dapat mendemonstrasikan perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan budaya organisasi
RS sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja tenaga Kesehatan.
BIBLIOGRAFI
Al-Musadieq, M., Nurjannah, N., Raharjo, K., Solimun, S., & Achmad Rinaldo Fernandes, A. (2018). The mediating effect of work motivation on the influence of job design and organizational culture against HR performance. Journal of Management Development, 37(6), 452�469. https://doi.org/10.1108/JMD-07-2017-0239
Alpern, R., Canavan, M. E., Thompson, J. T., McNatt, Z., Tatek, D., Lindfield, T., & Bradley, E. H. (2013). Development of a brief instrument for assessing healthcare employee satisfaction in a low-income setting. PLoS ONE, 8(11). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0079053
Anthony, Robert, N., & Vijay, G. (2007). Sistem Pengendalian Manajemen. Salemba Empat.
Anwar Prabu Mangkunegara. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. https://scholar.google.com/citations?view_op=view_citation&hl=en&user=N LP0XscAAAAJ&citation_for_view=NLP0XscAAAAJ:NMxIlDl6LWMC
Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations (N. S. Nurbaya (ed.)). Simbiosa Rekatama Media.
Armstrong, M. (2009). Armstrong� S Handbook. file:///C:/Users/HP/Downloads/Armstrong�s handbook of human resource management practice 11th edition3086.pdf
Aycą, B. (2019). The Impact of Authentic Leadership Behavior on Job Satisfaction: A Research on Hospitality Enterprises. Procedia Computer Science, 158, 790�801. https://doi.org/10.1016/j.procs.2019.09.116
Budiana. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Bonenberger, M., Aikins, M., Akweongo, P., & Wyss, K. (2014). The effects of health worker motivation and job satisfaction on turnover intention in Ghana: a cross-sectional study. Human resources for health, 12(1), 1-12.
Casteel, A., & Bridier, N. (2021). Describing Populations and Samples in Doctoral Student Research. International Journal of Doctoral Studies, 16, 339�362.
Christen, M., Iyer, G., & Soberman, D. (2006). Job Satisfaction, Job Performance and Effort: A Reexamination using Agency Theory. J Mark, 70(1), 137�150.
Dahlan, M. S. (2013). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi AAplikasi dengan Menggunakan SPSS.
Devos, G., Tuytens, M., & Hulpia, H. (2014). Teachers� organizational commitment: Examining the mediating effects of distributed leadership. American Journal of Education, 120, 205�301.
Fernandes, A., & Mupa, H. (2017). The Effect of Organization Culture and Technology on Motivation, Knowledge Asset, and Knowledge Management. 1�10.
Franco, L., Bennett, S., & Kanfer, R. (2004). Determinants and Consequences of health Worker Motivation in Hospitals in Jordan and Georgia. Soc Sci Med, 58, 343�355.
Ge, C., Fu, J., Chang, Y., & Wang, L. (2011). Factors associated with job satisfaction among Chinese community health workers: A cross-sectional study. BMC Public Health, 11. https://doi.org/10.1186/1471-2458-11-884
Gentle, J. E., H�rdle, W. K., & Mori, Y. (2011). Springer Handbooks of Computational Statistics Series Editors. In Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-642-16345-6
Giritli, H., �ney-Yazici, E., Top�u-Oraz, G., & Acar, E. (2013). The interplay between leadership and organizational culture in the Turkish construction sector. International Journal of Project Management, 31(2), 228�238. https://doi.org/10.1016/j.ijproman.2012.06.010
Gunawan, N. P. I. N., Hariyati, R. T. S., & Gayatri, D. (2019). Motivation as a factor affecting nurse performance in Regional General Hospitals: A factors analysis. Enfermeria Clinica, 29, 515�520. https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.078
Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2014). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling. In Sage Publication, Inc (Vol. 46, Issues 1�2). https://doi.org/10.1016/j.lrp.2013.01.002
Harter, S. (2002). Authenticity. In C. Snyder & S. Lopez (Eds.), Handbook of Positive Psychology (pp. 382�394). Oxford University Press.
Jabbar, M. N., & Hussin, F. (2018). Effect of organizational leadership behavior and empowerment on job satisfaction. Opcion, 34(Special Issue 16), 262� 275.
Janićijević, N., Nikčević, G., & Vasić, V. (2018). The influence of organizational culture on job satisfaction. Economic Annals, 63(219), 83�114. https://doi.org/10.2298/EKA1819083J
Kabir, S. M. (2016). Basic Guidelines for Research. An Introductory Approach for All Disciplines, 168�180.
Kamdron, T. (2005). Work motivation and job satisfaction of estonian higher officials. International Journal of Phytoremediation, 28(13�14), 1211�1240. https://doi.org/10.1080/01900690500241085
Kanfer, R. (1999). Measuring Health Worker Motivation in Developing Countries. In Partnership for Health Reform Project, Major Applied Research Working Paper.
Kemenkes RI. (2010). Klasifikasi Rumah Sakit. 116.
Kemenkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Keperawatan di RS Khusus. 3, 2015. http://weekly.cnbnews.com/news/article.html?no=124000
Kemenkes RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Αγαη, 8(5), 55.
Khan, V., Mariyum, A., Pasha, N., & Hasnain, A. (2011). Impact of organization culture on the job satisfaction of the employees (banking sector of Pakistan). European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 35, 7�14.
Kumarasinghe, M., & Samaranayake, D. (2020). Job satisfaction and associated factors among Public Health Inspectors in Sabaragamuwa Province, Sri Lanka: Pre-COVID-19 era. Sri Lanka Journal of Social Sciences, 43(2), 99� 108. https://doi.org/10.4038/SLJSS.V43I2.7770
Li, L., Hu, H., Zhou, H., He, C., Fan, L., Liu, X., Zhang, Z., Li, H., & Sun, T. (2014). Work stress, work motivation and their effects on job satisfaction in community health workers: A cross-sectional survey in China. BMJ Open, 4(6). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2014-004897
Lund, D. B. (2003). Organizational cultures and job satisfaction. Journal of Business & Industrial Marketing, 18(3), 219�236.
M Bonenberger, M Aikins, P Akweongo, K. W. (2014). The Effect of Health Worker Motivation and Job Satisfaction on Turnover Intention in Ghana: a cross-sectional study. Human Resources for Health, 12(1), 1�12.
MacIntosh, E. W., & Doherty, A. (2010). The influence of organizational culture on job satisfaction and intention to leave. Sport Management Review, 13(2), 106�117. https://doi.org/10.1016/j.smr.2009.04.006
Meng, J., & Berger, B. K. (2019). The impact of organizational culture and leadership performance on PR professionals� job satisfaction: Testing the joint mediating effects of engagement and trust. Public Relations Review, 45(1), 64�75. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.11.002
Mugiarti, S. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan dalam Praktek Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mulyono, M. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Nikčević, G. (2016). The Influence of Organizational Culture on Leadership-Case Study Montenegro. Tehnicki Vjesnik, 23(1), 191�197. https://doi.org/10.17559/TV-20141031103511
Pancasila, I., Haryono, S., & Sulistyo, B. A. (2020). Effects of work motivation and leadership toward work satisfaction and employee performance: Evidence from Indonesia. Journal of Asian Finance, Economics and Business, 7(6), 387�397. https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no6.387
Porter, L., & Lawler, E. (1968). Managerial Attitudes and Performance. In Homewood.
Putri, I. (2019). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Traktor Nusantara Cabang Surabaya. 1, 105�112.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior, Seventeenth Edition, Global Edition. Pearson Education Limited, 747.
Sellgren, S. F., Ekvall, G., & Tomson, G. (2008). Leadership behaviour of nurse managers in relation to job satisfaction and work climate. Journal of Nursing Management, 16(5), 578�587. https://doi.org/10.1111/j.1365- 2934.2007.00837.x
Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan r&d. 456.
Sukripsiyanto. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia. Indomedia Pustaka.
Taherdoost, H. (2016). Validity and reliability of the research instruments; how to test the validation of a questionnaire/survey in a research. How to Test the Validation of a Questionaiire/Survey in a Research.
Taris, R., & Feij, J. A. (2001). Longitudinal Examination of the Relationship between Supplies-Values Fit and Work Outcomes. Applied Psychology: An International Review, 50(1), 52�80. https://doi.org/https://doi.org/10.1111/1464-0597.00048
Tentama,
F., & Pranungsari, D. (2016). The Roles of
Teachers� Work Motivation
Theresia Karina Witanta, Niko Sudibjo (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |