Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 9, September 2022

 

PERAN MOTIVASI KERJA DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN, SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA TENAGA KESEHATAN

 

Theresia Karina Witanta, Niko Sudibjo

Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Peran perilaku kepemimpinan sebagai mediator dalam pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja belum banyak dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi, perilaku kepemimpinan, dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan metode path analysis PLS- SEM. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner online yang dibagikan kepada seluruh tenaga Kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi yaitu sebanyak 204 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya organisasi, perilaku kepemimpinan, dan motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan. Selain itu, perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja berhasil memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dengan kekuatan mediasi parsial.

 

Kata Kunci: Budaya organisasi, perilaku kepemimpinan, motivasi kerja, kepuasan kerja

 

Abstract

The role of leadership behavior as a mediator in the influence of organizational culture on job satisfaction has not been widely explored. This study aimed to analyze the effect of organizational culture, leadership behavior, and work motivation on job satisfaction of health workers at Cinta Kasih Tzu Chi Hospital. The research was conducted with a quantitative approach using the PLS-SEM path analysis method The research data was obtained through an online questionnaire which was distributed to all health workers at the Cinta Kasih Tzu Chi Hospital, as many as 204 people. The results of this study indicated that organizational culture, leadership behavior, and work motivation have a positive effect on job satisfaction of health workers. In addition, leadership behavior and work motivation successfully mediate the influence of organizational culture on job satisfaction with partial mediating power.

 

Keywords: Organizational culture, leadership behavior, work motivation, job satisfaction

 

 

 

Pendahuluan

Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di Indonesia, rumah sakit merupakan salah satu bagian dari strata pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2019). Rumah sakit dituntut untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yakni menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010, sehingga rumah sakit perlu mempersiapkan diri termasuk mempersiapkan sumber daya manusia dalam hal ini adalah tenaga kesehatan yang berkompetensi di bidangnya dan bekerja sama dengan baik (Kemenkes RI, 2010).

Salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit adalah perawat. Profesi perawat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat kepada pasien merupakan pelayanan profesional berkesinambungan selama masa perawatan pasien (Kemenkes RI, 2015). Hal ini memerlukan kompetensi, motivasi, dan pembagian kerja yang sesuai agar pelayanan yang didapatkan menjadi maksimal (Mugiarti, 2016). Profesi perawat memiliki peran penting dalam memberikan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena jenis pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan dengan pendekatan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang berkesinambungan (Budiana, 2016).

Yayasan Buddha Tzu Chi bermula di Hualien Taiwan dan dipimpin oleh Master Cheng Yen yang menjalankan misi untuk menolong orang-orang yang menderita. Misi ini kemudian berkembang dan mengalir ke seluruh dunia, menekankan budaya humanis siklus cinta kasih dan kebajikan pada Rumah Sakit Tzu Chi sehingga tidak berorientasi pada keuntungan tetapi pada pelayanan medis dipandu oleh prinsip cinta kasih. Yayasan Buddha Tzu Chi kemudian berkembang dan mendirikan lebih banyak rumah sakit di Taiwan yang menyediakan layanan medis mutakhir, penekanan pada perawatan humanis yang berpusat pada pasien (Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, 2022).

RS Cinta Kasih Tzu Chi di bawah Yayasan Buddha Tzu Chi Medika merupakan salah satu Badan Misi dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di bidang Kesehatan. Rumah Sakit ini didirikan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya terjangkau bagi masyarakat kurang mampu. Awalnya, RS Cinta Kasih Tzu Chi ini merupakan Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi yang ada di dalam kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat yang diresmikan tanggal 25 Agustus 2003. Agar dapat melayani lebih luas dan maksimal, Poliklinik ditingkatkan statusnya menjadi Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi secara resmi pada tanggal 10 Januari 2008 dan beroperasi 24 jam. Status Rumah Sakit Khusus Bedah berubah menjadi Rumah Sakit Umum Cinta Kasih Tzu Chi pada tanggal 14 Desember 2016 hingga saat ini.

RS Cinta Kasih Tzu Chi menghubungkan jalur keberhasilannya selama 13 tahun terakhir pada nilai-nilai perusahaan, nilai-nilai yang menjangkau semua aspek perusahaan, baik medis maupun non-medis. RS Cinta Kasih Tzu Chi membawa nilai-nilai ini pada keseluruhan dan keseharian aktivitas rumah sakit, sebagaimana tindakan manajemen, yang membantu mengkonfirmasi visi misi perusahaan untuk mencapai layanan kesehatan. Service excellence menjadi hal utama di dalam pengoperasion RS Cinta Kasih Tzu Chi. Pelatihan yang ditingkatkan dan pengawasan kinerja yang lebih ketat menunjukkan komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa pasien dirawat dengan baik di semua tahap, dari masuk hingga selesai perawatan.

Berdasarkan hasil wawancara dari pihak HRD RS Cinta Kasih Tzu Chi pada tanggal 15 November 2021, ditemukan bahwa ketidakpuasan yang paling sering diutarakan oleh tenaga kesehatan adalah mengenai aspek kompensasi atau insentif saat pandemik yang belum dapat diwujudkan secara merata di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Akan tetapi, mayoritas tenaga kesehatan kembali ke RS Cinta Kasih Tzu Chi karena merasa adanya kesempatan untuk berkembang yang lebih baik, adanya peraturan mengenai budaya humanis dan adanya tunjangan konsumsi di RS.

Pekerjaan perawat dalam pelayanan kesehatan yang bermutu dapat terwujud jika sistem asuhan keperawatan yang dilakukan mendukung praktik keperawatan profesional sesuai standard kesehatan yang berlaku dan tertulis dalam standard operasional prosedur di rumah sakit (Wahyuni, 2007). Selama pelaksanaan pelayanan di rumah sakit, perawat memegang peranan penting dalam pemberian perawatan, pemantauan perbaikan pasien di bangsal serta pencegahan dan pengendalian penularan penyakit. Oleh sebab itu, perawat memikul beban kerja yang besar, terpapar dengan risiko infeksi yang tinggi serta menghadapi stress fisik dan mental yang dapat berdampak pada kepuasan kerja perawat, terutama pada era pandemi COVID-19 ini (Yu et al., 2020).

Kepuasan kerja merupakan faktor penting dalam keberhasilan kinerja staf dan dianggap sebagai faktor penyumbang utama dalam usaha untuk tetap menjalani profesi keperawatan (Sellgren et al., 2008). Setiap manusia mempunyai tingkat kepuasan berbeda. Semakin tinggi penilaian keinginan individu, maka akan semakin tinggi kepuasannya, termasuk dengan pekerjaannya. Dengan kepuasan kerja yang tinggi, diharapkan karyawan bekerja dengan pikiran dan perasaan, sehingga memperlancar suksesnya pekerjaan (Putri, 2019). Walaupun begitu, masih banyak penelitian sebelumnya yang membuktikan adanya kepuasan kerja pada tingkat sedang sampai rendah pada tenaga kerja khususnya dalam ranah kesehatan. (Ge et al., 2011; Kumarasinghe & Samaranayake, 2020).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah budaya organisasi. Sebuah penelitian yang dilakukan pada seluruh pegawai suatu bank di Pakistan tentang budaya organisasi yang meliputi dukungan atasandan pola komunikasi dalam perusahaan mempengaruhi peningkatan kepuasan kerja pegawai bank tersebut (Khan et al., 2011). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lund (2003) menunjukkan bahwa budaya organisasi yang bersifat klan dan adokrasi memberikan kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan budaya organisasi yang bersifat hirarki atau pemasaran.

Budaya organisasi dapat membentuk dan memberikan makna kepada anggota organisasinya, sehingga setiap keputusan dan sikap yang diambil dapat sesuai dengan nilai yang dianut organisasi tersebut (Ardianto, 2010). Budaya organisasi merupakan ciri khas setiap organisasi yang akan dipelihara dan diwariskan dari generasi ke generasi, serta dapat mempengaruhi kepuasan kerja anggotanya (Ardianto, 2010). Budaya organisasi berkaitan dengan perhatian pada kebutuhan pekerjanya sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja karena pekerja akan merasakan adanya rasa saling memiliki (Al-Musadieq et al., 2018). Budaya organisasi merupakan pokok dari perilaku kepemimpinan yang dapat mengembangkan gaya kepemimpinan (Tsai, 2011). Pemimpin yang memiliki perilaku kepemimpinan dari budaya organisasi memiliki perilaku konsisten antar anggota organisasi, mengurangi konflik, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi anggotanya (Tsai, 2011).

Faktor yang juga mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi kerja. Penelitian yang dilakukan pada 355 pekerja di Bukit Asam Coal Mining Company Ltd. menunjukkan bahwa motivasi kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari mempengaruhi kepuasan kerja secara signifikan (Pancasila et al., 2020). Studi lain yang dilakukan pada petugas kesehatan masyarakat di Provinsi Heilongjiang, China menemukan bahwa motivasi finansial sebagai subskala intrinsik dari motivasi kerja mempengaruhi kepuasan kerja dan dapat menjadi prediktor tingkat kepuasan kerja (Li et al., 2014).

Motivasi merupakan suatu keinginan untuk menggerakan seseorang dalam rangka mencapai tujuan yang dimiliki suatu organisasi atau perusahaan (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009). Motivasi adalah pembentukan perilaku yang ditandai aktivitas atau kegiatan secara psikologis, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik, yang mengacu pada pencapaian yang diinginkan (Sukripsiyanto, 2019). Dengan demikian perlu adanya motivasi dari anggota untuk mendapatkan kepuasan kerja yang diharapkan dalam rangka mencapai target organisasi.

Perilaku kepemimpinan juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Penelitian Ahmad (2010) terhadap 136 pekerja di Industri Semen di Iran menemukan hubungan positif yang kuat antara perilaku kepemimpinan yang mempertimbangkan antara kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik. Penelitian lain oleh Sellgren pada tahun 2008 menemukan hubungan kuat antara perilaku kepemimpinan dan kepuasan kerja, dengan kekuatan korelasi tertinggi antara perilaku kepemimpinan "berorientasi pada pekerja" dan kepuasan kerja "perasaan". Studi lain yang dikembangkan oleh El-Nahas (2013) terhadap 455 pekerja dari sebuah organisasi konstruksi besar di Mesir menemukan hubungan signifikan antara perilaku kepemimpinan partisipatif dan suportif terhadap kepuasan kerja.

Kepemimpinan terkait proses seseorang mempengaruhi, membimbing, memfasilitasi dan hubungan di dalam suatu kelompok maupun organisasi (Yukl, 1994). Kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan pencapaian kepuasan kerja baik pada anggota maupun atasannya. Seorang pemimpin yang suportif akan menunjukkan contoh nilai-nilai yang baik, menganggap posisinya setara dengan anggotanya dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan anggotanya sehingga dapat menghindari terjadinya konflik internal (Tsai, 2011). Kepuasan kerja perawat dikaitkan dengan adanya dukungan dan kepedulian pemimpinnya (Tsai, 2011).

Berdasarkan studi literatur, sudah banyak peneliti yang meneliti tentang budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja (Khan et al., 2011; Li et al., 2014; Lund, 2003; Pancasila et al., 2020). Namun belum banyak peneliti yang mengeksplorasi peran perilaku kepemimpinan sebagai mediator dalam pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Oleh karena itu, kami hendak mengisi gap penelitian yang ditemukan dengan menguji pengaruh budaya organisasi, motivasi kerja, dan perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan, dan peran mediasi variable perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Dapat dijabarkan hipotesis penelitian ini:

H1. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC JS

H2. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC WM

H3. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kepemimpinan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC LB

H4. Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. WM JS

H5. Perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. LB JS

H6. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC WM JS

H7. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui perilaku kepemimpinan di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi. OC LB JS

 

Metode Penelitian

Penelitian kami merupakan penelitian analitik observasional dengan teknik pengambilan sampel total sampling dan pendekatan potong lintang. Metode penelitian yang digunakan ialah Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM), dengan tujuan menguji data non parametrik yang tidak memerlukan uji asumsi klasik (Hair et. al, 2014). Metode ini terpilih karena cocok dengan tujuan penelitian yang menguji variabel laten dengan variabel tidak dapat diobservasi langsung (Bartolomeow et al., 2011). Variabel laten eksogenus dalam penelitian kami adalah budaya organisasi, dan variabel endogenus adalah kepuasan kerja. Variabel motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan memiliki peran ganda yaitu variabel eksogenus dan endogenus.

Populasi penelitian merupakan suatu kelompok utama perhatian penelitian yang menjadi target pemahaman dan generalisasi hasil penelitian, dapat berupa individu, kelompok, organisasi, atau entitas lain (Casteel & Bridier, 2021). Populasi penelitian keseluruhan ialah tenaga kesehatan yang bekerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi sejumlah 120 orang. Penelitian ini menggunakan data dari keseluruhan populasi karena pengambilan sampel berdasakan dari ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya sehingga teknik sampelnya adalah sensus atau sampel jenuh (Sugiarto, 2001).

Data penelitian diperoleh melalui kuesioner online yang dibagikan kepada seluruh tenaga kesehatan RS Cinta Kasih Tzu Chi. Kuesioner ini menggunakan skala Likert untuk mengukur setiap variabel dalam penelitian yang terdiri dari empat skala yaitu �Sangat Tidak Setuju�, �Tidak Setuju�, �Setuju�, dan �Sangat Setuju�. Penilaian terhadap hasil berdasarkan cut-off point mean/median. Data penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mengacu pada kaidah PLS-SEM yang terdiri dari pengujian outer model dan inner model (Hair et al., 2014).

 

Hasil dan Pembahasan

Profil Responden

Responden yang adalah tenaga kesehatan yang bekerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi secara purna waktu. Profil responden yang digunakan adalah jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jabatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

 

Tabel 1. Profil responden

No.

Deskripsi

Karakteristik

Total

Persentase

1.

Jeniskelamin

Laki-laki

45

23%

Perempuan

150

77%

2.

Usia

≤ 25 tahun

49

25%

26-35 tahun

106

54%

36-45 tahun

30

16%

> 45 tahun

10

5%

3.

Pekerjaan

Dokter

21

11%

Perawat

91

47%

Bidan

20

10%

AnalisLaboratorium

12

6%

Radiografer

7

4%

Apoteker

5

3%

Asistenapoteker

27

14%

Ahli gizi

4

2%

Kesehatan lingkungan

1

1%

Elektromedik

2

1%

RekamMedik

3

2%

Refraksionis

2

1%

4.

Pendidikan terakhir

D3

81

41%

S1

23

12%

S1 profesi

86

44%

S2

5

3%

5.

Lama bekerja

4 bulan - 1 tahun

29

15%

1-5 tahun

88

45%

5-10 tahun

50

26%

> 10 tahun

28

14%

6.

Jabatan

Staf/pelaksana

148

76%

PenanggungJawab

31

16%

Kepaladepartemen/kepala unit

12

6%

Manager

4

2%

 

Uji Outer Model

Uji outer model difokuskan pada pengujian validitas convergen, reliabitas dan validitas diskriminan data. Uji validitas konvergen memberikan gambaran korelasi positif antara ukuran dengan alternatif lain pada konstruk yang sama. Ukuran umum untuk menguji validitas konvergen adalah average variance extracted (AVE). AVE menyertakan varians indikatornya yang ditangkap oleh konstruk relatif terhadap jumlah total varians, termasuk varians karena kesalahan pengukuran. Sebuah AVE kurang dari 0,5 dianggap tidak cukup, karena lebih banyak varians disebabkan oleh varians kesalahan daripada varians indikator (Gentle et al., 2011).

Berdasarkan hasil analisis dengan aplikasi SmartPLS, didapatkan 28 item kuesioner valid. Tabel 2 menunjukkan hasil uji AVE secara keseluruhan variabel memenuhi AVE >0,5 sehingga setiap item pada kuesioner dinyatakan memenuhi syarat validitas konvergen (Gentle et al., 2011).

 

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Konvergen dengan AVE

Variabel

Nilai AVE

Akar Kuadrat AVE

Kepuasan Kerja

0,608

0,780

Perilaku Kepemimpinan

0,692

0,832

Budaya Organisasi

0,601

0,775

Motivasi Kerja

0,604

0,777

 

Validitas konvergen juga dapat ditentukan dari penilaian loading factor dari setiap pernyataan yang tersedia. Pada penelitian ini besaran loading factor yang digunakan yaitu >0,6. Hasil uji validitas konvergen menggunakan loading factor tersaji pada Tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan seluruh pernyataan memiliki loading factor >0,6 yang menujukkan seluruh variabel yang ada memiliki kontribusi terhadap validitas dari indikator (Gentle et al, 2011).

 

Tabel 3. Hasil Uji Validitas Konvergen dengan Loading Factor

Variabel

Item Pernyataan

Loading Factor

Budaya Organisasi

OC3

0,762

OC4

0,840

OC5

0,857

OC7

0,768

OC8

0,700

OC11

0,740

OC12

0,748

Perilaku Kepemimpinan

LB1

0,804

LB2

0,840

LB5

0,848

LB6

0,763

LB7

0,873

LB9

0,835

LB10

0,855

Motivasi Kerja

WM1

0,706

WM2

0,683

WM3

0,813

WM4

0,795

WM5

0,705

WM10

0,828

WM11

0,847

WM12

0,821

Kepuasan Kerja

JS2

0,701

JS3

0,728

JS7

0,824

JS8

0,852

JS9

0,858

JS10

0,696

 

Uji reliabilitas dalam suatu penelitian dapat memberikan gambaran seberapa konsisten alat ukur yang digunakan. Dalam pemuatan konstruksi laten pada variabel indikator x atau y, nilai yang lebih besar dari 0,7 dapat diterima (Gentle et al., 2011). Kemudian, ukuran composite reliability dapat digunakan untuk memeriksa seberapa baik suatu konstruksi diukur dengan indikator yang ditetapkan. Tabel 4 menunjukkan hasil uji reliabilitas dan didapatkan nilai composite reliability >0,7 yang berarti semua indikator konstruk dinyatakan reliabel (Gentle et al., 2011).


Tabel 4. Hasil Uji Realibitas

Variabel

Composite Reliability

Cronbach Alpha

Kepuasan Kerja

0,902

0,869

Perilaku Kepemimpinan

0,940

0,925

Budaya Organisasi

0,913

0,889

Motivasi Kerja

0,924

0,905

 

Tabel 5 memperlihatkan hasil uji validitas diskriminan pada penelitian ini berdasarkan kriteria Fornell-Larcker. Berdasarkan tabel ini didapatkan bahwa validitas diskriminan terpenuhi pada semua variabel sebab nilai akar kuadrat AVE suatu konstruk lebih tinggi dari konstruk lain. Oleh sebab itu, konstruk kepuasan kerja, perilaku kepemimpinan, budaya organisasi, dan motivasi kerja memiliki nilai validitas diskriminan yang baik (Gentle et al., 2011).

 

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Diskriminan

 

KS

PK

BO

MK

Kepuasan Kerja (KS)

0,780

 

 

 

Perilaku Kepemimpinan (PK)

0,775

0,832

 

 

Budaya Organisasi (BO)

0,502

0,420

0,775

 

Motivasi Kerja (MK)

0,664

0,760

0,441

0,777

 

Uji Inner Model

Uji inner model (dikenal sebagai model struktural) menentukan hubungan antara variabel laten independen dan dependen. Variabel laten adalah variabel yang mendasari yang tidak dapat diamati secara langsung, mereka juga dikenal sebagai konstruk atau faktor (Wong, 2013).

Uji multikolinearitas digunakan untuk menilai tingkat kolinearitas melalui penilaian toleransi. Toleransi mewakili jumlah varians dari satu indikator formatif yang tidak dijelaskan oleh indikator lain di blok yang sama. Dalam konteks PLS- SEM, jika nilai VIF ≥5 menunjukkan potensi masalah kolinearitas (Hair et al., 2014). Tabel 6 menunjukkan hasil uji multikolinearitas dimana seluruh konstruk memiliki nilai VIF dibawah 5,00 sehingga dapat dinyatakan bahwa multikolinearitas tidak terjadi dan hubungan antar variabel eksogen.

 

Tabel 6. Hasil Uji Multikolinearitas

 

KS

PK

BO

MK

Kepuasan Kerja (KS)

 

 

 

 

Perilaku Kepemimpinan (PK)

2,432

 

 

 

Budaya Organisasi (BO)

1,274

1,000

 

1,000

Motivasi Kerja (MK)

2,468

 

 

 

 

Hasil uji koefisien determinan menunjukkan seberapa baik model penelitian memprediksi variable endogen, yang diatur dengan kriteria <0.25 dianggap lemah, 0.25-0.5 dianggap moderat dan >50 dianggap baik (Hair et, al., 2014). Hasil koefisien determinan kepuasan kerja memiliki nilai tinggi yaitu 0.637 yang artinya model penelitian ini baik. Sedangkan Perilaku kepemiminan dan motivasi kerja memiliki kekuatan prediksi yang lemah.

Secara leih detail diperoleh kesimpulan bahwa 1). Variabl kepuasan kerja dijelaskan oleh vairabel budaya organisasi, motivasi kerja, dan perilaku kepemimpinan sebesar 63,7%, sisanya 36,3% dijelaskan variabel lain. 2). Variabel perilaku kepemimpinan dijelaskan variabel budaya organisasi sebesar 17,9%, sisanya 82,1% dijelaskan variabel lain. 3). Variabel motivasi kerja dijelaskan variabel budaya organisasi sebesar 19,1% dan sisanya 80,9% dijelaskan variabel lain. Hasil uji koefisien determinan tersaji pada tabel 7.

 

Tabel 7. Hasil Koefisien Determinan

Variabel

Nilai R-square Adjusted

Kepuasan Kerja

0,637

Perilaku Kepemimpinan

0,179

Motivasi Kerja

0,191

 

Pengujian selanjutnya adalah perhitungan nilai koefisien jalur (path coefficient) untuk pengujian hipotesis. Hasil uji hipotesis tersaji pada tabel 8.

 

Tabel 8. Path Coefficient dan Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis

Path

Coefficient

Kesimpulan

H1: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan (BO KK)

0.191

Didukung

H2: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja (BO MK)

0.441

Didukung

H3: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kepemimpinan (BO PK)

0.428

Didukung

H4: Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja (MK KK)

0.123

Didukung

H5: Perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja (PK KK)

0.600

Didukung

H6: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui motivasi

Kerja (BO MK KK)

0.054

Didukung

H7: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui perilaku

Kepemimpinan (BO PK KK)

0.257

Didukung

 

Berdasarkan hipotesis enam dan tujuh, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh prosotif pada jalur mediasi. Untuk menguji kekuatan mediasi tersebut, maka dilakukan uji Variance accounted for (VAF). Perhitungan nilai VAF dilakukan dengan cara mencari rasio efek tidak langsung dengan efek total (efek langsung dan efek tidak langsung). Jika nilai VAF < 20%, dianggap hampir tidak ada mediasi, VAF lebih besar dari 20% namun kurang dari 80% dianggap sebagai mediasi parsial, sedangkan nilai VAF lebih dari 80% dianggap memberikan mediasi penuh. Mengacu pada hasil nilai path coefficient pada tabel 9, maka, perhitungan nilai VAF untuk jalur mediasi hipotesis 6 dan 7 adalah sebagai berikut:

 

 

 

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka gambar model penelitian ini tersaji sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Model penelitian

 

Berdasarkan hasil penelitian dan model penelitian pada gambar 1, maka ada tiga persamaan struktural sebagai berikut:

 

Pembahasan

Perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan variabel perilaku kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien tertinggi pada penelitian ini, yaitu sebesar 0,600. Hipotesis ini didukung penelitian sebelumnya oleh Sellgren et al., (2008) yang menyatakan hipotesis serupa, dimana perilaku kepemimpinan memiliki korelasi yang positif terhadap kepuasan kerja pada perawat di rumah sakit Universitas. Pada penelitian ini, budaya organisasi yang mendukung anggota dan performa pemimpin yang baik akan memberi pengaruh terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan yang mempengaruhi kepercayaan pekerja kepada pemimpin. Organisasi yang memiliki budaya suportif dan pemimpin yang komunikatif lebih kondusif untuk melibatkan karyawan dalam praktik pekerjaan profesional sehingga meningkatkan kepercayaan dan kepuasan kerja dari kedua pihak. Pada penelitian ini, perilaku kepemimpinan yang konsisten sesuai tujuan memberikan kepuasan kerja yang lebih baik terutama pada dimensi hubungan baik dengan pemimpin dan mitra kerja. Hal ini sesuai dengan temuan oleh Tsai (2011) yang menunjukkan dorongan dan dukungan oleh para pemimpin, kepercayaan dan visi yang jelas, perilaku yang konsisten dan kemampuan mereka untuk meyakinkan bawahan untuk mengakui visi mereka, semuanya dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Di sisi lain, penelitian yang sama juga menemukan bahwa faktor dalam mencapai kepuasan kerja tidak terbatas pada lingkungan kerja karyawan, tetapi juga termasuk interaksi antara mitra kerja. Pada ranah layanan kesehatan, perawatan kesehatan yang baik membutuhkan perilaku tim yang baik, sehingga juga disarankan agar administrator rumah sakit tidak hanya menjalin hubungan di dalam tim perawatan kesehatan, tetapi juga berupaya meningkatkan hubungan tersebut untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Tsai, 2011).

Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Hasil uji hipotesis menampilkan variabel budaya organisasi berpengaruh positif pada motivasi kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,441. Temuan ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Fernandes dan Mupa pada 2017 yang menemukan budaya organisasi sebagai salah satu faktor signifikan yang dapat berpengaruh pada motivasi kerja (Fernandes & Mupa, 2017). Budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi dan seluruh anggotanya sebagai landasan dalam berinteraksi dan bertindak terhadap lingkungan. Dengan adanya budaya organisasi yang baik, maka anggota organisasi akan bertindak sesuai dengan target organisasi dan membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Hasil penelitian ini menunjukkan dimensi budaya organisasi yang paling berpengaruh terhadap motivasi kerja adalah adanya kerja sama tim dalam bekerja dan integritas dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan budaya organisasi dapat menyebarkan pengetahuan (learning culture) juga meningkatkan kinerja. Dengan penyebaran pengetahuan yang didukung budaya organisasi ini mengutamakan kerjasama tim, kinerja orgnisasi dapat ditingkatkan. Budaya belajar ini dapat dibentuk melalui keyakinan, nilai dan perilaku anggota organisasi sehingga menjadi pembelajaran pribadi yang dapat bermanfaat bagi anggota organisasi dan mendorong munculnya inovasi dan motivasi kerja serta mengarah pada kinerja organisasi (Fernandes & Mupa, 2017).

Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kepemimpinan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Variabel budaya organisasi didapatkan memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kepemimpinan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan kekuatan sebesar 0,428. Hipotesis ini seirama dengan penelitian sebelumnya oleh Tsai pada 2011 yang menemukan hubungan positif yang signifikan antara budaya organisasi dan perilaku kepemimpinan dengan dimensi yang serupa seperti dalam penelitian ini, yaitu dimensi orientasi karyawan, fokus pelanggan, menekankan tanggung jawab, dan menekankan kerjasama pada budaya organisasi dan dimensi dorongan dan dukungan pemimpin kepada bawahan, pemimpin memberi bawahan visi yang jelas, perilaku pemimpin sesuai dengan visinya dan pemimpin persuasif dalam meyakinkan bawahan untuk mengakui visinya dalam dimensi perilaku kepemimpinan. Kedua temuan ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Nikčević pada 2016 yang menyatakan pemimpin dalam suatu budaya organisasi tertentu cenderung adaptif dalam mengembangkan perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan asumsi dalam budaya terkait. Penelitian ini menunjukkan dimensi perilaku kepemimpinan yang mengayomi dan konsisten sesuai tujuan memiliki pengaruh terbesar terhadap budaya organisasi. Keputusan tentang perawatan pasien sering dibuat oleh tim, bukan oleh satu individu sehingga untuk menjaga komunikasi dan koordinasi yang baik dan menghindari konflik dalam pengambilan keputusan, dibutuhkan peran pemimpin untuk menengahi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Perawatan kesehatan yang baik membutuhkan perilaku tim yang baik, dan dalam hal ini, dimensi kepemimpinan yang mengayomi dan konsisten sesuai visi dan misi akan membentuk hubungan dan interaksi yang baik antar anggota sehingga memungkinkan terciptanya lingkungan kerja yang terintegrasi dan saling bekerja sama (Tsai, 2011).

Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Uji hipotesis variabel motivasi kerja menunjukkan adanya hubungan positif kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,123. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Li et al., pada tahun 2014 terhadap petugas kesehatan masyarakat di Provinsi Heilongjiang, China yang menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja. Pada penelitian ini juga didapatkan dimensi motivasi pada pengembangan karir menunjukkan hubungan paling tinggi, diikuti oleh motivasi finansial, pengakuan dan tanggung jawab, dengan hubungan yang kuat menunjukkan motivasi kerja lebih baik. Penelitian yang sama juga menunjukkan dimensi motivasi kerja terkait memiliki perbedaan signifikan antara kelompok puas dan tidak puas dengan pengecualian pada dimensi motivasi secara finansial, sebagaimana ditemukan juga pada penelitian di RS Cinta Kasih Tzu Chi. Berdasarkan literatur terkait, penelitian ini membagi pengembangan karir dan motivasi finansial sebagai bagian dari motivasi ekstrinsik, sementara rekognisi dan tanggung jawab dikelompokkan dalam motivasi intrinsik. Hasil menunjukkan motivasi intrinsik akan meningkatkan kepuasan kerja sementara motivasi ekstrinsik menurunkan kepuasan kerja sebagai bagian dari efek �crowding-in�. Penelitian lain oleh Pancasila, Haryono dan Sulistyo pada 2020 turut memperkuat pernyataan ini dengan temuannya yang menunjukkan kepuasan karyawan akan tercapai apabila perusahaan dapat mencapai dimensi yang menunjang motivasi kerja sesuai penelitian.

Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja tenaga kesehatan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Hasil uji hipotesis menunjukkan variabel budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,191. Hipotesis ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Janićijević pada tahun 2018 yang menunjukkan hubungan adanya perbedaan yang signifikan dalam tingkat kepuasan kerja yang terkait dengan berbagai jenis budaya organisasi, memberikan bukti bahwa budaya organisasi mempengaruhi kepuasan kerja. Berbagai jenis budaya organisasi dikaitkan dengan tingkat kepuasan karyawan yang berbeda karena isi atau nilai karakteristik dan norma yang mereka miliki. Oleh karena itu, kepuasan kerja secara keseluruhan serta kepuasan dengan karakteristik pekerjaan (terlepas dari kebutuhan yang terkait) yang terendah untuk organisasi dengan budaya peran, lebih tinggi untuk organisasi dengan budaya kekuasaan, dan tertinggi untuk organisasi dengan budaya tugas. Studi lain oleh Zavyalovadan Kucherov (2010) menunjukkan perbedaan indeks kualitatif dan kuantitatif kepuasan kerja karyawan pada perusahaan dengan jenis budaya organisasi yang berbeda dengan pengukuran kuantitatif budaya organisasi, seperti kekuatan, integritas dan efisiensi, dimana kekuatan, integrasi dan efisien budaya tersebut turut mempengaruhi tingkat kepuasan kerja (Zavyalova & Kucherov, 2010). Lebih lanjut lagi, penelitian ini juga menunjukkan berbagai jenis budaya organisasi dapat memberikan pemenuhan kepuasan kerja pada target yang lebih spesifik. Temuan membentuk sebuah anjuran sehingga pada akhirnya perekrutan dan pemilihan personel pada sebuah organisasi hendaknya didasarkan pada motivasi yang dikehendaki agar dapat tercipta kondisi yang kooperatif antara pekerja dan pemimpin, dan dengan tujuan akhir yang sama maka diharapkan ketidakpuasan kerja dan pelanggaran kontrak secara psikologis dapat dihindari.

Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Uji hipotesis menunjukkan variabel budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,054 yang merupakan hubungan terlemah pada penelitian ini. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, didapatkan kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi melalui motivasi kerja, dengan dimensi motivasi kerja yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah promosi kerja dan pengembangan potensi anggota. Motivasi ini termasuk dalam kelompok ekstrinsik dan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan intrinsik seperti pada penelitian sebelumnya (Li et al., 2014). Motivasi intrinsik menciptakan efek langsung dan kuat yang hanya berlangsung singkat, namun berpotensi untuk mempengaruhi kualitas kehidupan memiliki pengaruh jangka panjang karena bersifat melekat pada individu dan pekerjaan mereka dan muncul dari faktor dari seorang individu juga berpotensi mempengaruhi perilaku individu dan membantu meningkatkan perkembangan karir mereka sendiri dan selanjutnya turut membentuk motivasi ekstrinsik yang diyakini akan mempengaruhi kepuasan kerja (Armstrong, 2009).

Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja melalui perilaku kepemimpinan di RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Variabel budaya organisasi berpengaruhpositifpadakepuasankerja melalui perilaku kepemimpinan di RS Cinta Kasih Tzu Chi dengan koefisien sebesar 0,257. Pada penelitian ini kepuasan kerja dapat ditentukan oleh budaya organisasi melalui perilaku kepemimpinan, dengan salah satu dimensi perilaku kepemimpinan yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah pemimpin yang dapat mengayomi anggotanya. Budaya organisasi yang mengutamakan kerjasama tim membutuhkan pemimpin organisasi berperan dan bertanggungjawab dalam pembentukan motivasi bagi para anggota organisasi. Seorang pemimpin harus mempunyai gagasan dan pemikiran yang berguna bagi organisasi serta dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi anggota untuk berbagi ilmu dalam organisasi. Proses pembelajaran aktif yang dapat melibatkan semua anggota dan pemimpin diharapkan akan menghasilkan suatu bentuk elaborasi gagasan dan pemikiran yang bermanfaat bagi organisasi. Bentuk elaborasi dan relasi yang terbentuk selama proses ini antara anggota terhadap pemimpin dan mitra kerja lain menjadi salah satu kepuasan kerja yang dinilai bermakna dalam penelitian ini (Fernandes & Mupa, 2017).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Pertama, berdasarkan hasil koefisien determinan, disimpulkan bahwa model penelitian ini dapat memprediksi kepuasan kerja dengan baik. Hal ini didukung oleh hasil uji hipotesis dimana budaya organisasi, motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Kedua, perilaku kepemimpinan dan motivasi kerja berhasil memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Hal ini dibuktikan dengan nilai path coefficient yang bernilai positif dan nilai VAF yang bernilai mediasi parsial. Kedua kesimpulan ini memberikan implikasi manajerial bari RS Cinta Kasih Tzu Chi, khususnya terkait dengan perilaku kepemimpinan, sebab variable ini memiliki nilai pengaruh paling tinggi terhadap kepuasan kerja. Sehingga sangat penting bagi pimpinan RS untuk dapat mendemonstrasikan perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan budaya organisasi RS sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja tenaga Kesehatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Al-Musadieq, M., Nurjannah, N., Raharjo, K., Solimun, S., & Achmad Rinaldo Fernandes, A. (2018). The mediating effect of work motivation on the influence of job design and organizational culture against HR performance. Journal of Management Development, 37(6), 452�469. https://doi.org/10.1108/JMD-07-2017-0239

 

Alpern, R., Canavan, M. E., Thompson, J. T., McNatt, Z., Tatek, D., Lindfield, T., & Bradley, E. H. (2013). Development of a brief instrument for assessing healthcare employee satisfaction in a low-income setting. PLoS ONE, 8(11). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0079053

 

Anthony, Robert, N., & Vijay, G. (2007). Sistem Pengendalian Manajemen. Salemba Empat.

 

Anwar Prabu Mangkunegara. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. https://scholar.google.com/citations?view_op=view_citation&hl=en&user=N LP0XscAAAAJ&citation_for_view=NLP0XscAAAAJ:NMxIlDl6LWMC

 

Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations (N. S. Nurbaya (ed.)). Simbiosa Rekatama Media.

 

Armstrong, M. (2009). Armstrong� S Handbook. file:///C:/Users/HP/Downloads/Armstrong�s handbook of human resource management practice 11th edition3086.pdf

 

Aycą, B. (2019). The Impact of Authentic Leadership Behavior on Job Satisfaction: A Research on Hospitality Enterprises. Procedia Computer Science, 158, 790�801. https://doi.org/10.1016/j.procs.2019.09.116

 

Budiana. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Bonenberger, M., Aikins, M., Akweongo, P., & Wyss, K. (2014). The effects of health worker motivation and job satisfaction on turnover intention in Ghana: a cross-sectional study. Human resources for health, 12(1), 1-12.

 

Casteel, A., & Bridier, N. (2021). Describing Populations and Samples in Doctoral Student Research. International Journal of Doctoral Studies, 16, 339�362.

 

Christen, M., Iyer, G., & Soberman, D. (2006). Job Satisfaction, Job Performance and Effort: A Reexamination using Agency Theory. J Mark, 70(1), 137�150.

 

Dahlan, M. S. (2013). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi AAplikasi dengan Menggunakan SPSS.

 

Devos, G., Tuytens, M., & Hulpia, H. (2014). Teachers� organizational commitment: Examining the mediating effects of distributed leadership. American Journal of Education, 120, 205�301.

 

Fernandes, A., & Mupa, H. (2017). The Effect of Organization Culture and Technology on Motivation, Knowledge Asset, and Knowledge Management. 1�10.

 

Franco, L., Bennett, S., & Kanfer, R. (2004). Determinants and Consequences of health Worker Motivation in Hospitals in Jordan and Georgia. Soc Sci Med, 58, 343�355.

 

Ge, C., Fu, J., Chang, Y., & Wang, L. (2011). Factors associated with job satisfaction among Chinese community health workers: A cross-sectional study. BMC Public Health, 11. https://doi.org/10.1186/1471-2458-11-884

 

Gentle, J. E., H�rdle, W. K., & Mori, Y. (2011). Springer Handbooks of Computational Statistics Series Editors. In Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-642-16345-6

 

Giritli, H., �ney-Yazici, E., Top�u-Oraz, G., & Acar, E. (2013). The interplay between leadership and organizational culture in the Turkish construction sector. International Journal of Project Management, 31(2), 228�238. https://doi.org/10.1016/j.ijproman.2012.06.010

 

Gunawan, N. P. I. N., Hariyati, R. T. S., & Gayatri, D. (2019). Motivation as a factor affecting nurse performance in Regional General Hospitals: A factors analysis. Enfermeria Clinica, 29, 515�520. https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.078

 

Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2014). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling. In Sage Publication, Inc (Vol. 46, Issues 1�2). https://doi.org/10.1016/j.lrp.2013.01.002

 

Harter, S. (2002). Authenticity. In C. Snyder & S. Lopez (Eds.), Handbook of Positive Psychology (pp. 382�394). Oxford University Press.

 

Jabbar, M. N., & Hussin, F. (2018). Effect of organizational leadership behavior and empowerment on job satisfaction. Opcion, 34(Special Issue 16), 262� 275.

 

Janićijević, N., Nikčević, G., & Vasić, V. (2018). The influence of organizational culture on job satisfaction. Economic Annals, 63(219), 83�114. https://doi.org/10.2298/EKA1819083J

 

Kabir, S. M. (2016). Basic Guidelines for Research. An Introductory Approach for All Disciplines, 168�180.

 

Kamdron, T. (2005). Work motivation and job satisfaction of estonian higher officials. International Journal of Phytoremediation, 28(13�14), 1211�1240. https://doi.org/10.1080/01900690500241085

 

Kanfer, R. (1999). Measuring Health Worker Motivation in Developing Countries. In Partnership for Health Reform Project, Major Applied Research Working Paper.

 

Kemenkes RI. (2010). Klasifikasi Rumah Sakit. 116.

 

Kemenkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Keperawatan di RS Khusus. 3, 2015. http://weekly.cnbnews.com/news/article.html?no=124000

 

Kemenkes RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Αγαη, 8(5), 55.

 

Khan, V., Mariyum, A., Pasha, N., & Hasnain, A. (2011). Impact of organization culture on the job satisfaction of the employees (banking sector of Pakistan). European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 35, 7�14.

 

Kumarasinghe, M., & Samaranayake, D. (2020). Job satisfaction and associated factors among Public Health Inspectors in Sabaragamuwa Province, Sri Lanka: Pre-COVID-19 era. Sri Lanka Journal of Social Sciences, 43(2), 99� 108. https://doi.org/10.4038/SLJSS.V43I2.7770

 

Li, L., Hu, H., Zhou, H., He, C., Fan, L., Liu, X., Zhang, Z., Li, H., & Sun, T. (2014). Work stress, work motivation and their effects on job satisfaction in community health workers: A cross-sectional survey in China. BMJ Open, 4(6). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2014-004897

 

Lund, D. B. (2003). Organizational cultures and job satisfaction. Journal of Business & Industrial Marketing, 18(3), 219�236.

 

M Bonenberger, M Aikins, P Akweongo, K. W. (2014). The Effect of Health Worker Motivation and Job Satisfaction on Turnover Intention in Ghana: a cross-sectional study. Human Resources for Health, 12(1), 1�12.

 

MacIntosh, E. W., & Doherty, A. (2010). The influence of organizational culture on job satisfaction and intention to leave. Sport Management Review, 13(2), 106�117. https://doi.org/10.1016/j.smr.2009.04.006

 

Meng, J., & Berger, B. K. (2019). The impact of organizational culture and leadership performance on PR professionals� job satisfaction: Testing the joint mediating effects of engagement and trust. Public Relations Review, 45(1), 64�75. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.11.002

 

Mugiarti, S. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan dalam Praktek Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Mulyono, M. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Nikčević, G. (2016). The Influence of Organizational Culture on Leadership-Case Study Montenegro. Tehnicki Vjesnik, 23(1), 191�197. https://doi.org/10.17559/TV-20141031103511

 

Pancasila, I., Haryono, S., & Sulistyo, B. A. (2020). Effects of work motivation and leadership toward work satisfaction and employee performance: Evidence from Indonesia. Journal of Asian Finance, Economics and Business, 7(6), 387�397. https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no6.387

 

Porter, L., & Lawler, E. (1968). Managerial Attitudes and Performance. In Homewood.

 

Putri, I. (2019). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Traktor Nusantara Cabang Surabaya. 1, 105�112.

 

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior, Seventeenth Edition, Global Edition. Pearson Education Limited, 747.

 

Sellgren, S. F., Ekvall, G., & Tomson, G. (2008). Leadership behaviour of nurse managers in relation to job satisfaction and work climate. Journal of Nursing Management, 16(5), 578�587. https://doi.org/10.1111/j.1365- 2934.2007.00837.x

 

Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan r&d. 456.

 

Sukripsiyanto. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia. Indomedia Pustaka.

 

Taherdoost, H. (2016). Validity and reliability of the research instruments; how to test the validation of a questionnaire/survey in a research. How to Test the Validation of a Questionaiire/Survey in a Research.

 

Taris, R., & Feij, J. A. (2001). Longitudinal Examination of the Relationship between Supplies-Values Fit and Work Outcomes. Applied Psychology: An International Review, 50(1), 52�80. https://doi.org/https://doi.org/10.1111/1464-0597.00048

 

Tentama, F., & Pranungsari, D. (2016). The Roles of Teachers� Work Motivation

 

Copyright holder:

Theresia Karina Witanta, Niko Sudibjo (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: