Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 9, September 2022

 

MOTIVASI SOSIAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI PADA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KOMUNIKASI DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PUSKEMAS LUBANG BUAYA KECAMATAN CIPAYUNG KOTA JAKARTA TIMUR

 

Bagus Irawan, Juniarto Rojo Prasetyo

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai; pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai; pengaruh beban kerja terhadap kinerja pegawai; motivasi sosial mempengaruhi gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai; motivasi sosial mempengaruhi komunikasi terhadap kinerja pegawai; motivasi sosial mempengaruhi beban kerja terhadap kinerja pegawai. Responden penelitian adalah pegawai Puskesmas kelurahan lubang buaya di jakarta timur. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan purposive sampling, untuk mendapatkan sampel dari 27 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai.Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dengan motivasi sosial sebagai variabel moderasi. Komunikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dengan motivasi sosial sebagai variabel moderasi.Beban kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dengan motivasi sosial sebagai variabel moderasi

 

Kata Kunci:�� Gaya kepemimpinan, Komunikasi, Beban kerja, Motivasi sosial, Kinerja Pegawai

���������������� �����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Abstract

The purpose of this study is to empirically prove the influence of leadership style on employee performance; the effect of communication on employee performance; the effect of workload on employee performance; social motivation affects leadership style on employee performance; social motivation affects communication on employee performance; social motivation affects workload on employee performance. Research respondents were employees of the Puskesmas Lubang Buaya in East Jakarta. The research sample was determined using purposive sampling, to obtain a sample of 27 respondents. The results showed that leadership style had a significant effect on employee performance. Communication has a significant effect on employee performance. Workload affects employee performance. Leadership style has no significant effect on employee performance with social motivation as a moderating variable. Communication has no significant effect on employee performance with social motivation as a moderating variable. Workload has no significant effect on employee performance with social motivation as a moderating variable

 

Keywords: Leadership style, Communication, Workload, Social motivation, Employee Performanc

 


Pendahuluan

Pandemi COVID-19 merupakan sebuah krisis global dan bencana non alam berdampak di seluruh sektor kehidupan, bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat secara fisik, namun juga dapat memberikan dampak pada kondisi kesehatan jiwa dan psikososial setiap orang. COVID-19 menjadi masalah paling penting dan menantang pada saat ini bagi organisasi kesehatan dunia dan pemerintah di seluruh dunia.

Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dalam setiap aktivitas organisasi. Mereka memiliki pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam suatu organisasi sehingga tidak seperti mesin, uang dan material, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan diatur sepenuhnya dalam upaya mendukung tercapainya tujuan yangingindicapai organisasi (Sudarmayanti, 2007).

Dalam rangka meningkatkan menca pai tujuan yang diinginkan maka sangat diperlukan peran pemimpin sebagai pmegang kebijakan dan keputusan tertinggi di instansi. Kepemimpinan perlu diberdayakan agar pelaksanaan tugas berhasil dengan baik. Pemimpin perlu memberdayakan pegawai sekaligus mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya, dengan proses dan program pemberdayaan akhirnya pegawai harus memiliki kinerja yang profesional dan fungsional.

Pemimpin harus dapat membangkit- kan sikap kerja yang positif pada pegawainya. Sikap kerja yang positif dapat dilihat dari komuniksi, beban kerja dan motivasi kerja dari pegawai. Dalam rangka membentuk kerja sama yang baik antara pimpinan dan bawahan maka perlu adanya komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik akan menimbulkan saling pengertian dan kenyamanan dalam bekerja, akan tetapi da- lam kenyataannya fungsi komunikasi kurang diperhatikan oleh organisasi tersebut. Hal semacam itu dapat menyebabkan terjadinya missunderstanding (kesalahan per- sepsi) dalam komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan dalam organisasi.

Rosady Ruslan (2005: 79) mendefinisikan komunikasi sebagai proses men- ciptakan suatu kesamaan (commonness) atau suatu kesatuan pemikiran antara pengirim dengan penerima. Komunikasi yang baik tidak hanya berbicara ataupun surat-menyurat saja. Alex S. Nitisemito (2000: 239), menyatakan bahwa meski- pun perusahaan telah menggunakan alat- alat komunikasi yang mutakhir dan memiliki pimpinan pandai berbicara yang dapat menyampaikan dengan cepat seluruh instruksi-instruksi, petunjuk, saran, dan sebagainya, akan tetapi hal ini belum menjamin bahwa komunikasi telah dilakukan dengan baik. Hal ini memberikan pengertian bahwa dalam organisasi perusahaan yang telah menggunakan alat-alat komunikasi yang modern dan pimpinan yang pandai berbicara dapat saja terjadi miss comunication dan miss understanding sehingga komunikasi memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja instansi secara keseluruhan.

Pimpinan juga diharapkan dapat memberikan perhatian kepada para ba- wahannya, sehingga mereka merasa diperhatikan oleh instansi, dengan demi- kian ada sebuah ikatan batin yang kuat antara pimpinan dengan para bawahan. Pimpinan harus mampu melihat keadaan organisasi pada khususnya dan juga mampu menampung segala keluhan dan keadaan para pegawai pada umumnya, pegawai mungkin dalam menjalankan pekerjaan mampu untuk mengerjakan dengan baik dan mungkin sebaliknya, oleh karena itu kinerja pegawai hendak- nya tetap terus diperhatikan. Adanya pandemi covid-19 sangat berpengaruh terhadap beban kerja pegawai. pegawai yang menangani pasien covid-19 juga mendapatkan beban mental karena takut terpapar dan takut jika sampai menularkan kepada keluarga, Adanya pandemi covid-19 ini sangat mempengaruhi psikis pegawai khususnya perawat yang terjun langsung dalam menangani pasien sehingga dukungan sosial juga sangat diperlukan bagi pegawai.Menurut Schultz dalam Suwatno dan Donni Juni Priansa (2014:251) beban kerja di tempat kerja bukan saja menyangkut kelebihan pekerjaan (work overload), tetapi termasuk pula yang setara / sama atau sebaliknya kekurangan atau terlalu rendah /kecil pekerjaan (work underload) Salah satu untuk meningkatkan kinerja pegawai yaitu dengan memperhatikan beban kerja. Dengan pemberian kerja yang efektif instansi dapat mengetahui sejauh mana pegawainya dapat diberikan beban kerja yang maksimal dan sejauh mana pengaruh terhadap kinerja instansi itu sendiri. Dengan adanya motivasi yang diberikan sesuai keinginannya akan sangat mempengaruhi kinerja seseorang.

Setiap organisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peranan manusia yang terlibat di dalamnya sangat penting. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi selain pemimpin, komunikasi dan beban keja adalah motivasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja, atau dengan kata lain bahwa perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi (Robbins & Judge, 2007). Motivasi pegawai untuk bekerja biasanya merupa- kan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual dan organisasional. Faktor individual muncul dari dalam diri pegawai itu sendiri sedang kan faktor-faktor organisasional muncul dari organisasi, di mana kedua faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi pegawai di dalam bekerja. Puskesmas merupakan garda terdepan dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 karena berada di setiap kecamatan dan memiliki konsep wilayah. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, puskesmas perlu melakukan berbagai upaya dalam penanganan pencegahan dan pembatasan penularan infeksi. Pemutusan mata rantai Covid-19 saat ini hal tersebut menjadi prioritas kerja bidang kesehatan. Namun puskesmas tidak dapat meninggalkan pelayanan lain yang menjadi fungsi puskesmas yaitu melaksanakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama. Hal ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Kemenkes RI, 2020) dalam (FD Umpung et al, 2020 Keberhasilan puskesmas dalam melakukan tugas dan fungsinya sangat dipengaruhi oleh penataan dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) untuk melaksanakan kegiatan pokok puskesmas. Hasil survei pendahuluan diketahui bahwa pimpinan Kepala puskesmas lubang buaya jakarta timur sering meninggalkan lokasi karena ada berbagai kegiatan yang diikuti sehingga jarang melakukan pengawasan kepada pegawainya dan hal ini membuat komunikasi antara pimpinan dengan pe- gawai hanya sebatas pada rapat-rapat internal saja, hal itu juga membuat beban kerja tidak merata serta motivasi kerja pegawai menurun karena kurangnya pengawasan dari pimpinan. Oleh sebab itu pimpinan puskemas lubang buaya jakarta timur perlu meningkatkan kinerjanya melalui kebijakan- kebijakan di bidang sumber daya manusia khususnya mengenai kepemimpinan, komunikasi, beban kerja dan motivasi sosial, sehingga pimpinan mampu meningkatkan komitmen organisasi para karyawan.

Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan menurut Mc. FarlandSuatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempe- ngaruhi pekerjaan orang lain dalam memi- lih dan mencapai tujuan yang telah dite- tapkan� (Sudarwan Danim, 2004: 55). M. Pfiffner mendefinisikan kepemmpinan yai- tuSeni seni mengkoordinasi dan membe- ri arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan� (Sudarwan Danim, 2004: 55). Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pe- ngaruh pada kegiatan-kegiatan dari seke- lompok anggota yang saling berhubungan tugasnya� (T. Hani Handoko, 2003: 294).��� Seorang pemimpin yang baik harus dapat mendelegasikan tugas, mengambil keputusan, melakukan komunikasi dan memotivasi bawahan. Seorang pemimpin memang harus memiliki kualitas tertentu untuk memimpin. Jadi seorang yang dila- tih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang baik. Perilaku pemimpin sering disebut juga dengan gaya kepemimpinan. Pemimpin yang efektif terlihat tidak mempunyai sifat- sifat yang berbeda dengan pemimpin yang tidak efektif, sehingga para ahli perilaku manajemen tidak lagi meneliti persyaratan (kriteria). ����������������������������������������������

Seorang pemimpin yang efektif. Seorang pemimpin yang efektif harus dapat mendelegasikan tugas, mengambil keputusan, melakukan komunikasi dan memotivasi bahawan. Seorang pemimpin memang harus memiliki kualitas tertentu untuk memimpin. Jadi seorang yang dila- tih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Dalam mengambil suatu keputusan ten- tang gaya apa yang harus diterapkan, seorang pemimpin (leader) harus senan- tiasa berdasarkan data informasi yang sempurna. Sebab jikainformasi kurang sempurna, maka seorang pemimpin harus bersedia menerima risiko dan tanggung jawab atas keputusannya. Nilai seorang pemimpin (leader) bukanlah ditentukan oleh hasil yang dicapai secara pribadi, melainkan oleh kemampu- annya mencapai hasil dari pihak yang berada di bawah pengawasannya serta pengaruh yang dipancarkannya kepada orang-orang atau pihak-pihak yang berhu- bungan dengan sang pemimpin. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat mempengaruhi motivasi stafnya. Dengan gaya kepemimpinan yang benar, maka motivasi dari seluruh karyawan akan me- ningkat. Ini dikarenakan bahwa seorang pemimpin memiliki jiwa kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam membim- bing, mengarahkan serta membuat ba- wahannya selalu termotivasi untuk me- ningkatkan kinerja mereka. Kepemimpinan adalah bagian pen- ting manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasar- an. Pemimpin harus dapat memaksimal kan wibawa yang dimilikinya untuk dapat mengusahakan orang lain bekerja sama dengan dirinya. Kekuasaan merupakan suatu bagian dari sendi kehidupan organisasi, pemimpin menggunakan kekuasaan dalam aktivitas sehari-hari, mereka me- manipulasi kekuasaan untuk mencapai tu- juan dan memperkuat kedudukan mereka.

Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu upa- ya yang dilakukan oleh seseorang secara sadar untuk mengubah perilaku orang lain atau sekelompok orang lain dengan me- nyampaikan beberapa pesan� (Onong Uchana Effendy, 2008: 55). Komunikasi adalah sebagai berikut: �Komunikasi ada- lah pengiriman pesan-pesan dari seseo- rang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan um- pan balik yang langsung� (Riyono Pratikno, 2007: 42). Dari beberapa definisi komunikasi tersebut dapat diambil kesimpulan yaitu, komunikasi merupakan proses pertukaran pesan-pesan atau simbol dari seseorang penyampai pesan (communicator) kepada penerima pesan (communican). Komunikasi organisasi adalah pe- ngiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi� (Wiryanto, 2005: 12). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya ber- orientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Ada- pun komunikasi informal adalah komuni- kasi yang disetujui secara sosial. Orienta- sinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.������ Dalam konteks komunikasi organisa- si mengolah dan memproses informasi tersebut menurut Rosady Ruslan (2005: 553) ada lima faktor penting yang harus diperhatikan agar organisasi berjalan efek- tif. Kelima faktor tersebut, yaitu (1) kualitas media informasi, (2) aksesibilitas informa- si, (3) penyebaran informasi, (4) beban in- formasi, dan (5) ketepatan informasi.

Beban Kerja

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugastugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai teman kerja, keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerja (Mudayana dalam Hannani dan Ilyas, 2016:4). Salah satu indikator beban kerja yaitu lingkungan kerja sebagai sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas (Koesomowidjojo, 2017:33). Disintesiskan beban kerja adalah tugas dan tuntutan yang terlalu banyak serta kecepatan kerja yang terlalu tinggi menimbulkan stres terhadap karyawan untuk diselesaikan pada waktu tertentu, tercermin dari dimensi-dimensi: beban fisik; beban mental; beban waktu; dan indikatorindikator: fisik fisiologis; fisik biomekanika; kewaspadaan; konsentrasi; mengerjakan pekerjaan dua/lebih dalam waktu yang sama; kecepatan.

Motivasi

Motivasi adalah sesuatu yang po- kok, yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja� (Ishak Arep dan Hendri Tanjung, 2003: 12). Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah atau semangat bekerja. �Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang mencip- takan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efek- tif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan� (Malayu S.P. Hasibuan, 2003: 143). Dalam suatu organisasi, perasaan tidak puas akan lebih cepat ketahuan pa- da diri karyawan daripada perasaan puas. Sama halnya dengan perilaku yang terjadi secara umum, keluhan/komplain cende- rung lebih cepat muncul daripada kepuas- an. Atau secara psikologis perilaku umum manusia, perasaan tak puas akan tercer- min dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, motivasi wajib dilakukan ketika perasaan tak puas muncul ke permukaan. Ada be- berapa tanda yang perlu diwaspadai, yaitu:

a.      Tidak mau bekerja sama pada waktu usaha ekstra diperlukan.

b.     Segan menjadi sukarelawan untuk me- lakukan pekerjaan ekstra.

c.      Datang terlambat, tetapi pulang lebih awal atau tidak masuk satu hari tanpa keterangan yang jelas.

d.     Memperpanjang waktu istirahat minum kopi (coffe break) atau waktu makan siang untuk mendapatkan waktu bebas pekerjaan.

e.      Tidak menepati batas waktu karena tu- gas tidak dapat diselesaikan secara te- pat waktu.

f.      Tidak memiliki sifat-sifat standar yang dikehendaki.

g.     Terus menerus mengeluh tentang hal- hal sepele.

h.     Menyalahkan orang lain pada waktu keadaan tidak berjalan lancar.

i.       Tidak mau mematuhi instruksi. (Ishak Arep dan Hendri Tanjung, 2003: 18).

Oleh karena itu, memotivasi adalah perlu, jika satu dari aspek negatif itu terjadi, tidaklah selalu berarti orang tersebut tidak bermotivasi, tetapi jika gabungan dari dua atau tiga aspek negatif tersebut terdapat pada karyawan, maka perlu perhatian dari manajer perusahaan. Pemberian motivasi kepada karyawan mempunyai pengaruh dan peranan yang penting bagi perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentu- kan. Motivasi dalam bekerja tidak hanya berwujud kebutuhan ekonomi saja tetapi juga dalam bentuk kebutuhan psikis se- bab ganjaran yang paling menyenangkan dari bekerja adalah nilai sosial dalam ben- tuk pengakuan, penghargaan, respek dan kekaguman terhadap pribadi seseorang meskipun ada beberapa orang dalam be- kerja hanya sebagai pemuas egonya saja melalui kekuasaan atau menguasai orang lain. Jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut:

a.      Motivasi Positif

Motivasi positif yaitu motivasi yang diberikan manajer untuk memotivasi atau merangsang karyawan bawahan dengan memberikan hadiah kepada yang berprestasi, sehingga meningkat- kan semangat untuk bekerja.

b.     Motivasi Negatif

Motivasi negatif yaitu motivasi yang diberikan manajer kepada karyawan bawahan agar mau bekerja dengan sungguh-sungguh dengan memberikan hukuman. Hal ini dalam jangka waktu pendek akan meningkatkan semangat kerja karena karyawan takut mendapat hukuman. Namun dalam jangka waktu panjang hal tersebut akan menimbul- kan dampak kurang baik (Suwatno, 2001: 146).

Penggunaan kedua jenis motivasi tersebut harus tepat dan seimbang supa- ya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang jadi masalah ialah kapan motivasi posotif dan motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka pan- jang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi, mana- jer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

Kinerja

Kinerja seorang pegawai merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat meng- ukur pegawai atas unjuk kerjanya berda- sarkan kinerja dari masing-masing. Kiner- ja adalah sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi kinerja itu sendiri terdiri dari banyak komponen dan bukan merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga. Pa- da dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap pegawai memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugas- nya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesem- patan yang diperoleh. Hal ini berarti bah- wa kinerja merupakan hasil kerja pegawai dalam bekerja untuk periode waktu terten- tu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam perio- de waktu tertentu.

Kinerja suatu lembaga tidak terlepas dari kinerja karyawannya. Begitu juga de- ngan pemerintah daerah, kinerjanya sa- ngat ditentukan oleh kinerja pegawai yang bekerja di pemerintah daerah yang ber- sangkutan. �Kinerja adalah tingkat hasil karyawan dalam mencapai persyaratan- persyaratan pekerjaan yang diberikan� (Henry Simamora, 2002: 502). Kinerja adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan peru- sahaan.

Menurut Dale Timpekinerja adalah tingkat prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktivitas� (Eka Idham Iip K Lewa dan Subowo, 2005: 130). Meiner menyatakan bahwakinerja adalah sebagai kesuksesan yang dapat dicapai individu didalam melakukan pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan yang dicapai individu tidak dapat disama kandengan individu yanglain� (Eka Idham Iip K Lewa dan Subowo, 2005: 130).

�Kinerja�� merupakan�� sesuatu�� yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact.� (Baban Sobandi dkk, 2007:176).Konsepkinerjapadadasarnyadapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi.Kinerjaadalahgambaranmengenaitingkatpencapaianpelaksanaantugas dalamsuatu organisasi, dalam upaya mewujud- kan sasaran, tujuan, misi, dan visi orga- nisasi tersebut (Indra Bastian, 2001: 329).

Pegawai adalah orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari peme- rintah. Unsur manusia sebagai pegawai maka tujuan badan(wadah yang telah ditentukan)kemungkinan��� besarakan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Pegawai inilah yang mengerjakan segala pekerjaan atau kegiatan-kegiatan penye- lenggaraan pemerintahan.Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian kiner- ja pegawai adalah hasil kerja perseorang-an dalam suatu organisasi.

Berdasarkan keterangan di atas da- pat disimpulkan bahwa kinerja adalah se- bagai seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi pekerjaan atau aktivitas khusus selama periode khusus. Kinerja keselu- ruhan pada pekerjaan adalah sama de- ngan jumlah atau rata- rata kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan de- ngan karakteristik kinerja individu.

Penelitian ini bertujuan untuk meng analisis signifikansi pengaruh (1) gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai; (2) komunikasi terhadap kinerja pegawai, (3) beban kerja terhadap kinerja pegawai (4) gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai yang di moderasi oleh motivasi sosial; (5), komu- nikasi terhadap kinerja pegawai yang di- moderasi oleh motivasi sosial; (6) beban kerja terhadap kinerja pegawai yang dimoderasi oleh motivasi sosial di Puskesmas kelurahan lubang buaya jakarta timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan dalam mempertimbangkan kebijakan dari Puskemas kelurahan lubang buaya jakarta timur dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1������ : Ada pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai

H2���� : Ada pengaruh yang signifikan komunikasi terhadap kinerja pegawai

H3������ : Ada pengaruh yang signifikan beban kerja terhadap kinerja pegawai.

H4������ : Motivasi sosial memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai.

H5������ : Motivasi sosial memoderasi pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai��������������������

H6������ : Motivasi sosial memoderasi pengaruh beban kerja terhadap kinerja pegawai

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi di Puskesmas kelurahan lubang buaya dengan pertimbangan bahwa instansi ini berperan meningkatkan kinerja pelayanan khususnya di bidang kesehatan.

Menurut Sugiyono (2005: 90) me- nyebutkan bahwapopulasi adalah wila- yah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai karakteristik ter- tentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpul- an�. Berdasarkan pengertian diatas, maka populasi yang diambil adalah semua pe- gawai Puskesmas kelurahan lubang buaya yang berjumlah 27 orang.

Sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan populasi. Suharsimi Arikunto (2006: 120) menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian sensus. Teknik pe- nelitian sensus atau yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 27 orang pegawai.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini mengkaji pengaruh kepemimpinan, komunikasi, beban kerja, motivasi sosial dan kinerja dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan sebagai skala penilaian dengan jenjang 1 sampai 5 dengan kriteria: (5) Sangat Setuju, (4) Setuju, (3) Netral, (2) Tidak Setuju, (1) Sangat Tidak Setuju.

Sebelum digunakan dalam penelitian instrumen yang telah dimodifikasi tersebut akan dilakukan pengujian-pengujian beru- pa uji validitas dan uji reliabilitas, dilanjut- kan dengan uji asumsi klasik, yaitu uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji hete- roskedastisitas, dan uji normalitas.

Pengujian hipotesis dengan meng- gunakan analisis regresi linear berganda, uji F, uji t, uji koefisien determinasi, regresi dengan variabel moderating (Uji Nilai Selisih Mutlak).

 

Hasil Dan Pembahasan

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1.     Hasil Uji Validitas Angket Kepemimpinan (X1)

Hasil uji validitas variabel gaya kepemimpinan sebanyak 14 item pertanyaan diperoleh p value < 0,05 sehingga keselu- ruhan item tersebut valid dan dapat digunakan untuk analisis data.

2.     Hasil Uji Validitas Angket Komunikasi (X2)

Hasil uji validitas variabel komunikasi �������������(X2) sebanyak 6 item pertanyaan di- peroleh p value < 0,05 sehingga kese- luruhan item tersebut valid dan dapat digunakan untuk analisis data.

3.     Hasil Uji Validitas Variabel (X3)

Hasil uji validitas variabel beban kerja (X3) sebanyak 7 item pertanyaan diperoleh p value < 0,05 sehingga keseluruhan item tersebut valid dan dapat digunakan untuk analisis data.

4.     Hasil Uji Validitas Variabel (X4)

Hasil uji validitas variabel motivasi sosial (X4) sebanyak 9 item pertanyaan diperoleh p value < 0,05 sehingga keseluruhan item tersebut valid dan dapat digunakan untuk analisis data.

5.     Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Pegawai (Y)

Hasil uji validitas variabel kinerja pegawai (Y) sebanyak 20 item pertanyaan diperoleh p value < 0,05 sehingga keseluruhan item tersebut valid dan dapat digunakan untuk analisis data.

6.     Hasil Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil analisis uji reliabilitas instrumen dapat disimpulkan bahwa nilai cronbach alpha variabel gaya kepemimpinan (0,962), komunikasi (0,826), beban kerja (0,752), motivasi sosial (0,785), dan kinerja pegawai (0,933) masing-masing > 0,70, sehingga ����diyatakan reliabel.

Uji Asumsi Klasik

1.     Uji Multikolonieritas

Kriteria untuk melihat ada tidaknya mul- tikolinieritas pada model regresi dilihat dari besarnya nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation Factors (VIF). Apabila nilai Tolerance > 0,1 dan nilai VIF yang dihasilkan dari masing-masing va- riabel < 10, tidak terjadi multikolinieritas. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas diketahui bahwa nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10 berarti tidak terjadi multikolonieritas,���� maka�� regresi atau model yang digunakan dalam penelitian ini bebas multikolinearitas.

2.     Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model re- gresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda di- sebut heteroskedastisitas. Model regesi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas tersebut dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel kepemimpinan (0,134), komunikasi (0,287), beban kerja (0,416) dan motivasi (0,460), masing-masing > 0,05 sehingga lolos uji heteroskedastisitas.

3.     Uji Normalitas Data

Uji normalitas pada penelitian ini digu- nakan kolmogorov smirnov, jika p value > 0,05, maka sebaran data dikatakan mendekati distribusi normal atau nor mal. Sebaliknya, jika p value > 0,05 maka sebaran data dikatakan tidak mendekati distribusi normal atau tidak normal. Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov dapat dijelaskan, bahwa secara keseluruhan variabel yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan terdistribusikan secara normal, karena asimp. Sig. (2-tailed) (0,07) > 0,05.


Analisis Regresi Linier Berganda

 

 

 

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

 

 

Model

 

B

Std. Error

Beta

t

Sig.

1

(Constant)

46,261

8,649

 

5,349

,000

 

X1

-,336

,270

-,341

-1,247

,225

 

X2

1,939

,629

,878

3,082

,005

 

X3

,317

,360

,163

,881

,387

 

M

,662

,380

,417

1,739

,096

 

Moderating_1

,016

,019

1,010

,830

,415

 

Moderating_2

,070

,039

1,924

1,810

,083

 

Moderating_3

,015

,038

,451

,386

,703

a. Dependent Variable: Y

 


Hasil persamaan regresi beserta interpretasinya adalah sebagai berikut:

Y = 46,261-0,341X1+0,878X2 + 0,163X3 + 0,417X4 +1,010X5+1,924X6+0,451X7

a)     Nilai positif 46,261 merupakan nilai konstanta variabel kinerja karyawan yang menunjukkan bahwa kinerja karyawan di puskesmaslubang buaya akan meningkat apabila diikuti dengan gaya kepemimpinan, komunikasi, beban kerja dan motivasi sosial. Sehingga ke empat variabel tersebut memiliki peran yang sangat besar terhadap kinerja karyawan.

b)     Nilai koefisien regresi untuk variabel kepemimpinan (X1) yaitu sebesar 0,341 dan bertanda positif, berarti dapat dikatakan bahwa atasan memiliki gaya kepemimpinan yang tinggi, maka kualitas kinerja karyawan yang dihasilkan akan tinggi dengan asumsi variabel komunikasi dan motivasi dianggap tetap atau konstan.

c)     Nilai koefisien regresi untuk variabel komunikasi (X2) yaitu 0,878 dan bertanda positif, berarti semakin meningkatnya komunikasi maka dapat meningkatkan kinerja pegawai dengan asumsi variabel kepemimpinan dan motivasi dianggap tetap atau konstan.

d)     Nilai koefisien regresi untuk variabel beban kerja (X3) yaitu 0,163 dan bertanda positif, berarti semakin meningkatnya motivasi maka dapat meningkatkan kinerja pegawai dengan asumsi variabel beban kerja dan motivasi dianggap tetap atau konstan.

e)     Nilai koefisien regresi untuk variabel Motivasi sosial (X4) yaitu 0,417 dan bertanda positif, berarti semakin meningkatnya motivasi maka dapat meningkatkan kinerja pegawai dengan asumsi variabel motivasi kerja dan motivasi dianggaptetap atau konstan.

f)      Nilai koefisien regresi untuk variabel kepemimpinan (X5) yaitu sebesar 1,010 dan bertanda positif, merupakan nilai koefisien regresi interaksi motivasi sosial dengan gaya kepemimpinan yang berarti bahwa, interaksi motivasi sosial dengan gaya kepeimpinan memoderasi positif terhadap kinerja karyawan. Kondisi ini memiliki arti bahwa, jika interaksi motivasi sosial dengan gaya kepemimpinan meningkat, maka akan meningkatkan nilai kinerja karyawan.

g)     Nilai koefisien regresi untuk variabel komunikasi (X6) yaitu sebesar 1,924 dan bertanda positif, merupakan nilai koefisien regresi interaksi motivasi sosial dengan komunikasi yang berarti bahwa, interaksi motivasi sosial dengan komunikasi memoderasi positif terhadap kinerja karyawan. Kondisi ini memiliki arti bahwa, jika interaksi motivasi sosial dengan komunikasi meningkat, maka akan meningkatkan nilai kinerja karyawan.

h)     Nilai koefisien regresi untuk variabel beban kerja (X7) yaitu sebesar 0,451 dan bertanda positif, merupakan nilai koefisien regresi interaksi motivasi sosial dengan beban kerja yang berarti bahwa, interaksi motivasi sosial dengan beban kerja memoderasi positif terhadap kinerja karyawan. Kondisi ini memiliki arti bahwa, jika interaksi motivasi sosial dengan komunikasi meningkat, maka akan meningkatkan nilai kinerja karyawan

Uji t

Uji t digunakan untuk menguji signi- fikansi pengaruh variabel bebas (kepe- mimpinan, komunikasi ,beban kerja dan motivasi) terhadap variabel terikat (kinerja pegawai).

a)     Hasil perhitungan uji t variabel gaya kepemimpinan diperoleh nilai t hitung sebesar -1,247 dengan p value sebesar 0,225 > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya gaya kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Puskesmas kelurahan lubang buaya jakarta timur.

b)     Hasil perhitungan uji t variabel komunikasi diperoleh nilai t hitung sebesar 3,082 dengan p value sebesar 0,005 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Puskesmas kelurahan lubang buaya jakarta timur

c)     Hasil perhitungan uji t variabel beban kerja diperoleh nilai t hitung sebesar 0,881 dengan p value sebesar 0,386 > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, arti- nya beban kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Puskesmas kelurahan lubang buaya jakarta timur.

Uji F (Ketepatan Model)

Berdasarkan hasil analisis uji ANOVA diperoleh nilai F hitung sebesar 5,979 sedangkan F tabel (a 0,05) untuk n = 27 sebesar 2.87. Jadi Fhitung> dari Ftabel (a 0.05) atau 5,979 > 2.54, dengan tingkat signifikan sebesar 0.001 karena 0.001 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak sebagai prediktor pengaruh gaya kepemimpinan, komunikasi, beban kerja dan motivasi sosial terhadap kinerja pegawai.

Koefisien Determinasi (R2)

Analisis ini digunakan untuk menge- tahui seberapa besar sumbangan peng ruh yang diberikan variabel bebas (kepe- mimpinan, komunikasi dan motivasi) terhadap variabel terikat (kinerja pegawai) yang dinyatakan dalam persentase. Pada penelitian ini koefisien determinasi (R2) dihitung dengan menggunakan program SPSS.

Berdasarkan hasil pengujian regresi linier berganda dalam penelitian ini diperoleh koefisien determinasi (Adjusted R2) sebesar 0,688 artinya besarnya sumbangan pengaruh variabel kepemimpinan, komunikasi, beban kerja dan motivasi sosial terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 68,8%, sedang kan sisanya sebesar 31,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

 

Kesimpulan

Hasil uji F menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel gaya kepemimpinan, komunikasi, dan beban kerja pegawai puskesmas lubang buaya jakarta timur. Dengan nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05 hasil uji t menunjukkan bahwa secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai puskesmas lubang buaya jakarta timur, dengan nilai thitung < t tabel atau -1,247 < 2,079 dan nilai signifikan 0,225 > 0,05.Terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi terhadap kinerja pegawai puskesmas lubang buaya jakarta timur, dengan nilai thitung > t tabel atau 3,082 > 2,079 dan nilai signifikan 0,005 <0,05. tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel beban kerja terhadap kinerja pegawai puskesmas lubang buaya jakarta timur, dengan nilai thitung < t tabel atau 0,881 < 2,079 dan nilai signifikan 0,387 > 0,05hasil uji interaksi menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,415 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan motivasi sosial memperlemah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai puskemas lubang buaya jakarta timur. hasil uji interaksi menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,083 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan motivasi sosial memperlemah komunikasi terhadap kinerja pegawai puskemas lubang buaya jakarta timur. hasil uji interaksi menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,703 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan motivasi sosial memperlemah beban kerja terhadap kinerja pegawai puskemas lubang buaya jakarta timur.


 



 

BIBLIOGRAFI


 

Ausrianti, Rizka, and Rifka Putri Andayani. "Promosi Kesehatan Jiwa Masyarakat Menghadapi Era New Normal." Jurnal Abdimas Saintika 2.2 (2020): 97-101. http://www.jurnal.syedzasaintika.ac.id/index.php/abdimas/article/view/840

 

Alam, Syamsul, Sitti Raodhah, and Surahmawati Surahmawati. "Analisis Kebutuhan Tenaga Kesehatan (Paramedis) Berdasarkan Beban Kerja Dengan Menggunakan Metode Workload Indicator Staffing Needs (WISN) di Poliklinik Ass-Syifah UIN Alauddin Makassar." Al-sihah: The Public Health Science Journal 10.2 (2018).

 

Edison, dkk. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Di PT Capella Damanik Nusantara Kecamatan Kandis Kabupaten Siak. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

 

Farokhah, Laely, Yusfi Ubaidillah, and Rury Arista Yulianti. "Penyuluhan Disiplin��� Protokol Kesehatan Covid-19 Di Kelurahan Gandul Kecamatan Cinere Kota Depok." Prosiding Seminar Nasional

 

Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ. Vol. 1. No. 1. 2020. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaskat/article/view/7970

 

Hasibuan, Malayu, S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Hasibuan Malayu, S.P (2014). Organisasi dan Motivasi, Jakarta Bumi Askara.

 

Heider, Frizt.1958 ThePpsychology of interpersonal relations, New York: Wiley

 

Kementerian Kesehatan, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.

 

Kementerian Kesehatan, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014. Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

 

Kementerian Kesehatan, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.

 

Kadarisman, M. 2013. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

 

Kartono. (2016). Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal itu? (Cetakan ke-21). Jakarta: Rajawali Pers.

 

Koesomowidjojo, Suci R. Mar�ih.2017. �Paduan Praktis Menyusun Analisis Beban��� Kerja�.jakarta:Raih Asa Sukses.

 

Liweri, A. (2014). Strategi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta. Bumi Askara.

 

Lalujan dkk. 2016. Pengaruh Komunikasi Organisasi Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Di Perusahaan Umum Bulog Divisi Regional Sulawesi Utara. EMBA.

 

Mangkunegara,���������� A.������� P.�������� (2013). SDM�� dalamPerusahaan. (Cetakan ke12). Bandung: Refika Aditama.

 

Marlina. R. (2015). Psikologi Industri dan Organisasi. Bandung: CV Pustaka Setia.

 

Nugroho, R. A., Hartono, S & Sudarwati. (2016). Pengaruh Komitmen Organisasi, Motivasi Berprestasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan PT Wangsa Jatra Lestari. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi, (Online), Vol. 23, No. 2,

 

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. 2014.

 

Rivai Veitzhal dan Sagala Ella Jauvani. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2013. Prilaku Organisasi. Jakarta. Selamba Empat

 

Suhardi. (2013). Bentuk- bentuk Motivasi, Jakarta Bumi Askara

 

Sahyuti, (2013). Manajemen Kantor Praktis. (Cetakan ke-20). Bandung: Alfabeta

 

Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS

 

Sugiyono. 2018 �Metode Penelitian Kuantitatif�. Bandung: Alfabeta.

 

Sumaki, Windy j, D. (n.d.). Pengaruh Disiplin Kerja, Budaya Organisasi, Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Pln (Persero) Wilayah Suluttenggo Area Manado. Berkala Ilmiah Efesien, 15

 

Setyawan, Agus, and Fairuz Azmila Purnomo. "Sosialisasi Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil dan Balita dalam Pemantauan Secara Mandiri Pada Era Pandemik COVID-19 di Kelurahan Ngesrep Semarang." Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat UNDIP 2020. Vol. 1. No. 1. 2020.http://www.proceedings.undip.ac.id/index.php/semnasppm2019/article/viewFile/395/250

 

Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana. Jurnal

 

Thoha, M. (2015). Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Umpung, Festy Debora, Junita Maya Pertiwi, and Grace Ester Caroline Korompis.

 

Wibowo. 2016. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Wirawan (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

 

Zainal, veithzal Rivai, dkk. 2014. Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi Rajagrafin. Jakarta.

 

Copyright holder:

Bagus Irawan, Juniarto Rojo Prasetyo (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: