Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 8, Agustus 2022
ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK KARET ALAM (SKAT) PADA FLEXIBLE
PAVEMENT LAPIS AC-WC TERHADAP NILAI MODULUS RESILIEN DAN KETAHANAN DEFORMASI
Fairuz Muhammad Ananta, Joni Arliansyah*, Edi Kadarsa
Magister Teknik Sipil,
Universitas Sriwijaya, Indonesia1,2,3
Email: [email protected], [email protected]*,
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis pengaruh penggunaan Serbuk Karet Alam Teraktivasi
(SKAT) yang merupakan gabungan dari karet alam dan karet sintetis terhadap
flexible pavement lapis AC-WC untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi pada
campuran beraspal khususnya pada menahan deformasi, retak alur, gelombang.
Data-data yang terdapat dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil
langsung dengan melakukan pengujian laboratorium. Sampel dalam penelitian ini
dibagi aspal dengan 0% campuran skat, 30% campuran skat dan 35% campuran skat
terhadap marshall, modulus resilien dan ketahanan deformasi sebagai variabel
pengujian nya. Hasil dari penelitian ini bahwa skat terbukti dapat memperbaiki
performa aspal pada sektor defomasi namun sebaliknya tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap modulus resilien karena tidak tahan dalam suhu yang tinggi.
Kata kunci: Aspal Karet,
SKAT, Modulus Resilien, Ketahanan
Deformasi.
Abstract
This study was conducted to analyze the effect of using Activated Natural
Rubber Powder (SKAT) which is a combination of natural rubber and synthetic
rubber on AC-WC layer flexible pavement to get better results on asphalt
mixtures, especially in resisting deformation, groove cracking, waves. The data
contained in this study is primary data taken directly by conducting laboratory
testing. The sample in this study was divided into asphalt with 0% skating
mixture, 30% skating mixture and 35% skating mixture against marshall, resilience modulus and deformation resistance as
the test variables. The results of this study show that skating is proven to
improve asphalt performance in the deformation sector but on the contrary does
not have a significant effect on the resilience modulus because it cannot
withstand high temperatures.
Keywords: Asphalt Rubber, SKAT, Resilient Modulus Deformation Resistance
Pendahuluan
Daya tahan dari
konstruksi perkerasan
sangat dipengaruhi oleh bahan
penyusun yang digunakan sebagai komposisi campuran material yang digunakan
yang meliputi agregat, aspal serta bahan
tambahan yang digunakan jika diperlukan. Komposisi dari material yang digunakan harus mampu menghasilkan campuran perkerasan dengan tingkat kekerasan yang diinginkan sesuai kebutuhan jalan serta mampu
menahan beban yang kuat sesuai tujuan
masa layan.
Menurut manual desain perkerasan 2017, parameter yang penting
dalam analisis struktur perkerasan adalah data lalu lintas yang diperlukan untuk menghitung beban lalu lintas
rencana yang dipikul oleh perkerasan selama umur rencana. Beban dihitung dari volume lalu lintas pada tahun survei yang selanjutnya diproyeksikan ke depan sepanjang
umur rencana.
�Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk di dalamnya bangunan pelengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta
api, jalan lori, dan jalan kabel (UU nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan). Jalan memungkinkan masyarakat lokal maupun luar
untuk mendapatkan akses pelayanan, pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Untuk itu diperlukan perencanaan struktur perkerasan yang kuat, tahan lama dan mempunyai daya tahan tinggi
terhadap deformasi plastis yang terjadi.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dari aspal agar sistem perkerasan mampu menahan deformasi adalah dengan menggunakan campuran karet kedalam aspal. Peningkatan mutu aspal dengan penambahan karet alam dilakukan melalui proses pencampuran. Pencampuran kedua bahan ini, karet alam dan aspal dapat meningkatkan kinerja aspal antara lain mengurangi deformasi pada perkerasan, meningkatkan ketahanan terhadap retak dan meningkatkan kelekatan aspal terhadap agregat (Suroso, 2007).� Campuran karet yang digunakan pada aspal terdapat dua macam yaitu karet alam dan karet sintetis.
Selain menghasilkan aspal dengan kualitas tinggi penerapan aspal karet ini mampu meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri mengingat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Campuran pada aspal karet terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil perkerasan yang lebih baik lagi. Campuran dari karet alam yang digunakan adalah hasil dari petani karet berupa latex padat, sedangkan campuran dari karet sintetis digunakan salah satu nya dari limbah ban bekas. Dari sisi permintaan, penggunaan aspal di dalam negeri mencapai 1,6 juta ton/tahun, dengan demikian jika kadar karet yang digunakan adalah 5-7% maka total pemakaian karet berpotensi mencapai 112.000 ton/tahun. Potensi penyerapan karet untuk aditif aspal sangat besar, mengingat panjang jalan yang telah beraspal saat ini baru mencapai 326.629 Km, masih terdapat 211.2019 Km jalan yang belum beraspal. Selain jalan biasa, jalan tol pun terus berkembang dimana pada tahun 2015 baru mencapai 1000 Km akan terus meningkat dan diperkirakan mencapai 3000 Km pada Tahun 2025 (EBID, 2021).
Penelitian lain dilakukan oleh Sousa, dkk. (2012) yang menggunakan campuran serbuk karet ban bekas yang di aktivasi dan direaksikan dengan material hidrokarbon (soft
bitument) dan suatu stabilizer
aspal (binder stabilizer). Campuran dari beberapa
material itu diproduksi dan
diaktivasi dengan proses sedemikian rupa� hingga membentuk butiran karet kering teraktivasi
yang disebut Reacted and Activated Rubber (RAR) (Chen, Gong, Ge,
You, & Sousa, 2019). Konsep pembuatan
dan pencampuran produk RAR tersebut menjadi awal mula penggagasan
produksi campuran serbuk karet ban bekas dan karet alam pada campuran beraspal di Indonesia yang disebut
Serbuk Karet Alam Teraktivasi (SKAT). Hasil dari penelitian Sousa dkk. (2012) aspal yang dimodifikasi dengan RAR memiliki nilai yang lebih baik dari
aspal tanpa modifikasi dalam pengujian draindown, fatique, dan pengujian rutting.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Pusat penelitian jalan dan jembatan Bandung oleh T. Wasiah (2010), penambahan
karet sintetis pada aspal dapat menaikkan titik lembek lebih tinggi sehingga aspal
lebih tahan terhadap gelombang, sedangkan aspal yang ditambahkan dengan karet
alam mampu menahan retak alur dengan baik sekali (Rodhilla, 2019).
Berdasarkan keseluruhan penjelasan mengenai keunggulan pengunaan campuran karet
pada aspal dari beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan, maka pada
penelitian ini dilakukan analisis pengaruh penggunaan Serbuk Karet Alam
Teraktivasi (SKAT) yang merupakan gabungan dari karet alam dan karet sintetis
terhadap flexible pavement lapis AC-WC untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik lagi pada campuran beraspal khususnya pada menahan deformasi, retak
alur, gelombang.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari Pemanfaatan Serbuk Karet Alam Teraktivasi (SKAT) Terhadap Flexible Pavement� Lapis AC-WC Dengan Pengujian Modulus Resilien dan Ketahanan deformasiadalah :
1. Untuk
mengetahui karakteristik hasil pengujian Masrshall dengan menggunakan
tambahan SKAT pada campuran beraspal AC-WC berdasarkan masing-masing variasi
dari jenis campuran
2. Untuk
mengetahui hasil pengujian Modulus Resilien dengan menggunakan tambahan SKAT
pada campuran beraspal berdasarkan masing-masing variasi dari jenis campuran?
3. Untuk
mengetahui hasil pengujian Ketahanan deformasi dengan menggunakan tambahan SKAT
pada campuran beraspal berdasarkan masing-masing variasi dari jenis campuran?
Tinjauan Pustaka
1. Serbuk Karet Alam Teraktivasi ����������� (SKAT)
Menurut spesifiksi PU Bina Marga 2017 Serbuka Karet Alam Teraktivasi (SKAT) adalah campuran dari serbuk karet alam dan ban bekas (Ground tire rubber) yang direaksikan dan diaktivasi dengan hidrokarbon (SKAT) yang pencampurannya dengan aspal di pugmill (Ibrahim, Rifin, Djohar, & Barat, 2018). Teknologi SKAT terbuat dari karet alam mentah padat yang dicampurkan dengan serbuk limbah ban yang telah diaktivasi. Proses pembuatannya yaitu, serbuk limbah ban dicampurkan dengan karet alam mentah menggunakan mixer atau pugmill. Untuk campurannya, minimal 65% dari campuran adalah serbuk limbah ban yang digunakan. Peroses pencampuran teknologi ini dirasa lebih mudah dibanding teknologi masterbatch. Teknologi ini dapat digunakan untuk jalanan yang berongga.
Gambar 1
Serbuk Karet Alam
2.
Pengujian Marshall
Pemeriksaan
terhadap campuran dilakukan dengan Marshall Test yang bertujuan untuk
menentukan ketahanan (stability) dan kelelehan (flow) dari campuran aspal dan
agregat dan menentukan kadar aspal optimum untuk pengujian setelahnya (Widayanti, 2019).
Metode yang digunakan untuk pembuatan aspal beton geopolimer akan mengikuti tahapan
pelaksanaan metode marshall (SNI-06-2489-1991 atau AASTHO T 245-90, atau
ASTM D 1559-76).
3.
Ketahanan Deformasi
Ketahanan
deformasi (creep) sangat dipengaruhi oleh kekakuan suatu campuran. Menurut
Dandamanu (2003) pada perkerasan lapis permukaan jalan sering terjadi deformasi
permanen/plastis yang diakibatkan oleh beban lalulintas baik yang bergerak
maupun yang statis. Thanaya (2016) dalam penelitiannya yang berjudul �Studi
Karakteristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-WC) Menggunakan Aspal Penetrasi
60/70 dengan Penambahan Lateks�. Pada penelitian ini dicoba membuat campuran
aspal beton lapis aus (AC-WC) menggunakan aspal penetrasi 60/70 dengan
penambahan lateks, dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik campuan AC-WC
pada kadar aspal optimum dengan penambahan variasi lateks 0%, 2%, 4%, 6%, 8%,
dan 10% terhadap total perekat. Sampel diuji Marshall dan Dynamic Creep.
Diperoleh berat jenis lateks sebesar 0,977 dan kadar kering karet sebesar
61,95% (Efendy, 2019).� Kadar aspal optimum campuran didapat 5,7%
dimana semua karakeristik Marshall dipenuhi. Dipilih campuran AC-WC dengan
variasi lateks 4% terhadap total perekat dimana semua ketentuan sifat perekat
aspal masih dipenuhi. Diperoleh Stabilitas = 1439,26 kg (≥ 800 kg), Flow
= 3,84 mm (2 - 4 mm), Marshall Quotient = 379,66 kg/mm (≥ 250 kg/mm), VIM
= 4,437 % (3 - 5 %), VMA = 15,280 % (≥ 15 %), VFB = 70,961 (≥ 65%).
Campuran yang mengandung lateks memiliki kemampuan menahan deformasi lebih baik
diuji dengan dynamic creep pada suhu 40 �C.
Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Thanaya (2016) menunjukkan bahwa pada penambahan 4%
lateks ketahanan campuran terhadap deformasi meningkat sebesar 11,9%, dan
kekakuannya meningkat 14,2%. Campuran dengan dan tanpa lateks memiliki nilai
kemiringan tes creep dinamik (dynamic creep slope), sesuai untuk lalu lintas
berat (Thanaya, Puranto, & Nugraha, 2016).
Oleh karena itu, semakin meningkatnya nilai ketahanan dan kekakuan campuran
terhadap deformasi maka semakin bagus.
Pengujian ketahanan
deformasi memiliki tujuan utama untuk mendapatkan total deformasi berupa total
kedalaman laut, kecepatan deformasi dan stabilitas dinamis pada campuran
beraspal. pengujian deformasi pada campuran beraspal dilakukan dengan alat
wheels tracking mechine (WTM) dan menggunakan spesifikasi dari japan road
association (JRA) 1998 sebagai standar acuan nya. Pada pengujian ini aspal
dibebani oleh roda yang bergerak maju dan mundur diatas permukaan benda uji.
Tingkat ketahanan deformasi suatu campuran beraspal digambarkan oleh tiga
parameter hasil pengujian tersebut, yaitu nilai total deformasi yang terjadi,
kecepatan deformasi (Rate Of Deformation), dan stabilitas dinamis (Dinamic
Stabillity). Pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2018, syarat pada suatu rancangan
campuran beraspal terkhusus campuran beraspal panas lapis aspal beton AC-WC
dapat diterima untuk diaplikasikan di lapangan pada proyek pembangunan jalan
apabila memiliki stabilitas dinamis minimum 2500 lintasan/mm pada kondisi suhu
pengujian 60oC.
Tekanan permukaa yang ditimbulkan dari
beban roda pada alat Wheel Tracking Mechine adalah 6,4 � 0,15 Kg/Cm3.
Nilai tekanan tersebut setara dengan beban sumbu tunggal roda ganda sebesar
8,16 Ton. Sampel yang akan dibuat pada pengujian ketahanan deformasi (WTM) ini
adalah benda uji berbentuk balok dengan ukuran (30 x 30 x 5) Cm3 yang
dicetak dan dipadatkan menggunakan alat khusus. Setiap satu kali pengujian
hanya dapat menguji satu buah sampel selama 1 jam dengan total 1260 kali
perlintasan beban roda yang terbagi menjadi 21 kali perlintasan roda setiap
satu menit pengujiannya.
4.
Pengujian Modulus Resilien
Pengujian Modulus
Resilien dari sebuah campuran beraspal dengan menggunakan alat Universal
Material Testing Apparatus (UMATTA) mengacu pada spesifikasi ASTM D4123-82 atau
AASHTO TP31. pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai modulus resilien
(stiffness modulus) campuran beraspal pada beberapa kondisi suhu pengujian,
pada pengujian ini variasi suhu yang digunakan adalah 25 derajat celcius, 35
derajat celcius dan 45 derajat celcius. untuk menyimulasikan kondisi suhu pada
perkerasan beraspal di indonesia.
Alat UMATTA merupakan
alat yang terdiri dari seperangkat alat yang disebut Control And Data
Acquisition System (CDAS) serta seperangkat komputer personal dan perangkat
lunak yang terpadu. Saat pengujian menggunakan alat ini perangkat CDAS akan
menangkap data dinamik melalui transducer yang dipasang pada benda uji
campuran beraspal dan mengubahnya menjadi sinyal-sinyal digital yang kemudian
diteruskan ke perangkat lunak komputer untuk diolah dengan standar saluran
komunikasi RS-232C. Hasil perhitungan dengan menggunakan alat UMATTA untuk
setiap lima kali pembebanan (Pulse) dan secara otomatis akan dihitung
oleh seperangkat kompuuter personal dan perangkat lunak sehingga menampilkan
beberapa parameter sebagai berikut :
1.
Modulus resilien campuran beraspal (Resilient Modulus)
2.
Waktu beban puncak (Rise Time Peak)
3.
Waktu pembebanan (Time Of ����������� Loading)
4.
Teganfan tarik (Tensile Stress)
5.
Beban puncak (Peak Force)
Total regangan yang mampu pulih (Total
Recoverable Strain)
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan
dengan metode eksperimental dimana hampir segala kegiatan dilakukan di
laboratorium (Dewa, Mukin, & Pandango, 2020).
Langkah pertama dalam penelitian ini dimulai dengan mengkaji literatur mengenai
topik pembahasan yang menjadi fokus utama dalam penelitian yaitu analisis penggunaan
serbuk karet alam teraktivasi (SKAT) pada flexible pavement lapis AC-WC
terhadap nilai modulus resilien dan ketahanan deformasi. Pada penelitian ini digunakan data
primer yang diambil langsung dari hasil pengujian laboratorium dengan tiga
jenis pengujian. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan data primer berdasarkan hasil pengujian
laboratorium dengan berpedoman pada standar SNI.
Hasil dan Pembahasan
1.
Modulus Resilien
Tabel 1
Hasil Pengujian
Modulus Reslien
|
|
Modulus
Resilien |
|
||||
Suhu |
No. |
ACWC |
S1 Skat 30% KA 6% |
S2 Skat 30% KA 6% |
S1 Skat 35% KA 5,5% |
S2 Skat 35% KA 5,5% |
Satuan |
20 C |
1 |
- |
- |
- |
851 |
801 |
MPa |
20 C |
2 |
- |
- |
- |
823 |
830 |
MPa |
25 C |
1 |
2551 |
1257 |
1551 |
769 |
708 |
MPa |
25 C |
2 |
2908 |
1307 |
1367 |
580 |
759 |
MPa |
30 C |
1 |
- |
466 |
411 |
508 |
332 |
MPa |
30 C |
2 |
- |
501 |
615 |
457 |
362 |
MPa |
35 C |
1 |
1026 |
398 |
585 |
- |
- |
MPa |
35 C |
2 |
1099 |
467 |
521 |
- |
- |
MPa |
45 C |
1 |
464 |
- |
- |
- |
- |
MPa |
45 C |
2 |
441 |
- |
- |
- |
- |
MPa |
Tabel 1 menunjukan nilai hasil pengujian modulus resilien dengan satuan Mpa dengan
metode pencampuran basah (S1) dan metode pencampuran kering (S2) pada campuran 35% dan 30% SKAT serta
0% campuran skat dari semua variasi kadar
aspal rencana menunjukan bahwa pengujian modulus resilien di uji
dalam beberapa variasi suhu mulai
dari suhu 20oC,
25oC, 30oC, 35oC, 45oC. Untuk aspal dengan
campuran SKAT hanya diuji dengan suhu
maksimal 30oC dan 35oC dikarenakan Kondisi aspal dengan campuran
SKAT tidak dapat menahan suhu diatas
tersebut. Hal ini dikarenakan campuran karet yang memiliki bentuk berupa serbuk
menutupi sebagian rongga pada mineral agregat yang berukuran lebih besar sehingga membuat total rongga pada mineral
agregat menjadi berkurang. Penambahan karet dalam campuran
beraspal akan membuat persentase penggunaan total aspal berkurang dan mengakibatkan nilai berat jenis
bulk aspal gabungan menjadi lebih rendah
sehingga daya rekat pada benda uji semakin berkurang. Dari tabel 1 dapat dilihat
pada hasil pengujian bahwa semakin tinggi
suhu pengujian maka semakin rendah
nilai modulus resilien yang
didapat. Dari nilai modulus
resilien disimpulkan bahwa kadar pencampuran
terbaik yang dapat menahan pengujian modulus resilien tersebut adalah metode pencampuran
kering Dengan kadar aspal 6% pada suhu pengujian
25oC. Untuk itu
pada pengujian Ketahanan Deformasi (WTM) digunakan kadar aspal 6% untuk setiap benda
ujinya merujuk pada hasil terbaik pada pengujian lanjut Modulus Resilien (UMATTA). Berikut dapat dilihat grafik
perbandingan dari setiap variasi pengujian Modulus resilien pada gambar 2:
Gambar 2
Grafik Perbandingan Hasil
pengujian Modulus Resilien
2. Ketahanan Deformasi
Dengan Alat Uji Wheel Tracking Mechine
Tabel 2
Hasil Pengujian
Ketahanan Deformai
Waktu (menit) |
Passing |
Jenis contoh uji |
Satuan |
||
S1 |
S2 |
ACWC |
|||
0 |
0 |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
mm |
1 |
21 |
0.98 |
0.56 |
1.28 |
mm |
5 |
105 |
1.35 |
1.01 |
1.70 |
mm |
10 |
210 |
1.55 |
1.24 |
1.90 |
mm |
15 |
315 |
1.69 |
1.38 |
2.02 |
mm |
30 |
630 |
1.99 |
1.60 |
2.23 |
mm |
45 |
945 |
2.20 |
1.76 |
2.39 |
mm |
60 |
1260 |
2.26 |
1.86 |
2.46 |
mm |
DO = Ren Awal |
1.7 |
1.4 |
1.1 |
mm |
|
RD = Kecepatan Deformasi |
0.004 |
0.0067 |
0.0047 |
mm/menit |
|
DS = Dinamis Stabilitas |
10500 |
6300 |
9000 |
lintasan/mm |
Gambar 3
Grafik Hasil pengujian
Ketahanan deformasi dengan alat uji WTM pada KAO 6% dengan campuran skat 30%
pada 2 metode pencampuran
Dari
tabel 2 dan gambar 3 diatas dapat dilihat bahwa deformasi paling besar terdapat
pada campuran beraspal dengan 0% campuran SKAT pada passing ke 1260 sebesar
2.46 mm. Pada campuran skat dengan metode pencampuran kering KA 6% SKAT 30%
didapat deformasi senilai 1.86 mm yang merupakan hasil terbaik pada pengujian
ini, sedangkan pada campuran SKAT 30% KA 6% dengan metode pencampuran basah
didapatkan hasil 2.20 mm namun masih lebih sedikit dibandingan deformasi yang
di hasilkan campuran ACWC. Hal ini sesuai dengan harapan bahwa pencampuran SKAT
dapat mengurangi gejala kerusakan atau yang biasa disebut perubahan bentuk,
ukuran dan posisi dari semula ke posisi lain dengan ukuran dan lekukan yang jauh
dari semula yaitu sebuah deformasi pada aspal.
Kesimpulan
Kesimpulan dari Pemanfaatan Serbuk Karet Alam Teraktivasi (SKAT) Terhadap
Flexible Pavement Lapis AC-WC Dengan Pengujian Modulus Resilien dan Ketahanan
deformasi adalah Hasil hasil pengujian Modulus Resilien dengan menggunakan
tambahan SKAT pada campuran beraspal AC-WC berdasarkan masing-masing variasi
dari jenis campuran menghasilkan�
campuran SKAT hanya diuji dengan suhu maksimal 30oC dan 35oC dikarenakan
Kondisi aspal dengan campuran SKAT tidak dapat menahan suhu diatas tersebut.
Hal ini dikarenakan campuran karet yang memiliki bentuk berupa serbuk menutupi
sebagian rongga pada mineral agregat yang berukuran lebih besar sehingga
membuat total rongga pada mineral agregat menjadi berkurang. Semakin tinggi
suhu pengujian maka semakin rendah nilai modulus resilien yang didapat. Dari
nilai modulus resilien disimpulkan bahwa�
aspal dengan campuran SKAT menampilkan performa yang lebih rendah
dibandingkan aspal dengan 0% kadar SKAT. Kadar SKAT terbaik yang menghasilkan
angka terbesar dalam pengujian modulus resilien adalah metode pencampuran
kering (S2) dengan 30% Campuran SKAT pada kadar aspal 6%, angka yang di
dapatkan sebesar 1551 Mpa pada suhu pengujian 25oC. Hal ini tidak sebanding
dengan pengujian Ketahanan deformasi dimana pada Hasil pengujiannya campuran
beraspal dengan tambahan SKAT menunjukan performa yang lebih baik dari campuran
AC-WC dengan 0% tambahan SKAT. Metode pencampuran kering menunjukan ketahanan
deformasi terbaik dengan hanya menghasilkan deformasi 1.86 mm dalam pengujian
dengan alat Wheel Tracking Mechine
�Chen, Siyu,
Gong, Fangyuan, Ge, Dongdong,
You, Zhanping, & Sousa, Jorge B. (2019). Use of
reacted and activated rubber in ultra-thin hot mixture asphalt overlay for
wet-freeze climates. Journal of Cleaner Production, 232, 369�378.
Dewa, Egidius,
Mukin, Maria Ursula Jawa,
& Pandango, Oktavina.
(2020). Pengaruh pembelajaran
daring berbantuan laboratorium
virtual terhadap minat dan hasil belajar kognitif
fisika. Jurnal Riset Teknologi Dan Inovasi Pendidikan (Jartika),
3(2), 351�359.
Ebid, Diyah
Safitri. (2021). Pembuatan Briket Dari Campuran Cangkang Biji Karet
(Hevea Brasiliensis) Dan Tandan Kosong
Kelapa Sawit. Uin Raden Intan Lampung.
Efendy, Anwar. (2019). Analisis Uji Ketahanan Deformasi (Creep) Campuran Aspal Beton Dengan
Penggunaan Flyash Sebagai Agregat Buatan Geopolimer Untuk Perkerasan Surface Runway. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Ibrahim, Daniel, Rifin, Amzul, Djohar,
Setiadi, & Barat, Jalan Padjajaran
Bogor Jawa. (2018). Analisis
Lokasi Industri Serbuk Karet Alam Teraktivasi
(Skat) Untuk Aspal Karet. Jurnal Penelitian
Karet, 36(1), 101�108.
Rodhilla, Iftia.
(2019). Analisis Perbandingan
Karakteristik Marshall Terhadap
Penambahan Plastik Jenis Hdpe Pada Campuran Aspal Dengan Variasi Ukuran Pemotongan Plastik. Universitas Islam Riau.
Suroso, Tjitjik
Wasiah. (2007). Peningkatan
Kinerja Campuran Beraspal dengan Karet Alam
dan Karet Sintetis. Jurnal Jalan-Jembatan, 24(1),
14�25.
Thanaya, I. Nyoman Arya, Puranto, I. Gusti Raka, & Nugraha, I. Nyoman Sapta. (2016). Studi karakteristik campuran aspal beton lapis aus (AC-WC) menggunakan aspal penetrasi 60/70 dengan penambahan lateks. Media Komunikasi Teknik Sipil, 22(2), 77�86.
Widayanti, Nova. (2019). Analisis Kelelahan (Fatigue)
Lapis Perkerasan Lentur
Pada Campuran Aspal Beton Menggunakan Agregat Buatan Fly Ash Geopolimer. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Copyright holder: Fairuz Muhammad Ananta, Joni Arliansyah, Edi Kadarsa (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |