Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 9, September 2022

 

UJI INVITRO JAMUR TRICHODERMA SP. SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI TERHADAP PENYEBAB PENYAKIT BLASTANAMAN PADI

 

Yulis Sayang1, Ade Sugiarti Kumalasari2, Erniar Kurniati3

Dosen Negeri LLDIKTI Wilayah IX Makassar1, Dosen Tetap Yayasan Perguruan Tinggi Algazali Makassar2, Staf Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Monta Kabupaten Bima3

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Tujuan pengujian yaitu untuk mengetahui kemampuan penggunaan jamur Trichoderma sp. sebagai agen pengendali hayati (APH) terhadap cendawan penyebab penyakit blas tanaman padi (Pyricularia oryzae Cav.) secara invitro. Selain itu, untuk menentukan konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp. yang paling efektif dalam menekan cendawan P. oryzae sebagai penyebab penyakit blas tanaman padi. Pengujian berlangsung selama dua bulan yang dimulai dari Oktober hingga Desember 2020 di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertaian Universitas Islam Makassar (UIM). Jamur Trichoderma sp. dan cendawan Pyricularia oryzae diperoleh dari hasil koleksi Laboratorium Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UIM. Perbanyakan Trichoderma sp. dan P. oryzae dan uji invitro menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA). Pengujian menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas lima perlakuan dengan empat ulangan. Perlakuan meliputi Kontrol, larutan jamur Trichoderma sp. pada konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Aplikasi larutan jamur Trichoderma sp. dilakukan dengan cara menyemprotkannya 1 ml larutan ke biakan murni P. oryzae dengan menggunakan spoid. Pengamatan terhadap daya tumbuh P. oryzae dilakukan ketika inokulum berumur 3 hari, 5 hari, 7 hari, 9 hari, 11 hari, 13 hari dan 15 hari denga cara mengukur jari-jari P. oryzae. Hasil pengujian secara invitro menunjukan bahwa Trichoderm sp. memiliki kemampuan sebagai agen pengendali hayati (APH) terhadap P. oryzae. Konsentrasi larutan jamur Trichodema sp. 500 ppm yang paling efektif menekan P. oryzae.

 

Kata Kunci: Trichoderma sp., Agen Pengendali Hayati, Pyricularia oryzae

 

Abstract

The purpose of the test is to determine the ability to use Trichoderma sp. as a biological control agent (APH) against the fungus that causes rice blast disease (Pyricularia oryzae Cav.) in vitro. In addition, to determine the concentration of the solution of Trichoderma sp. the most effective in suppressing the fungus P. oryzae as the cause of rice blast disease. The test lasted for two months starting from October to December 2020 at the Laboratory of Pest and Plant Diseases, Faculty of Agriculture, Makassar Islamic University (UIM). Trichoderma sp. and the fungus Pyricularia oryzae were obtained from the collection of the Laboratory of Pests and Plant Diseases, Faculty of Agriculture, UIM. Propagation of Trichoderma sp. and P. oryzae and in vitro assay using Potato Dextrose Agar (PDA) media. The test used a completely randomized design consisting of five treatments with four replications. The treatments included control, solution of Trichoderma sp. at concentrations of 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm and 500 ppm. Application of Trichoderma sp. mushroom solution. This was done by spraying 1 ml of the solution onto a pure culture of P. oryzae using a spoid. Observations on the growth power of P. oryzae were carried out when the inoculum was 3 days, 5 days, 7 days, 9 days, 11 days, 13 days and 15 days by measuring the radius of P. oryzae. In vitro test results showed that Trichoderm sp. has the ability as a biological control agent (APH) against P. oryzae. The concentration of the solution of the fungus Trichodema sp. 500 ppm was the most effective at suppressing P. oryzae.

 

Keywords: Trichoderma sp., Biological Control Agent, Pyricularia oryzae

 

Pendahuluan

Penyakit blas yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae Cav. merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi di seluruh dunia (Suganda, Yulia, Widiantini, & Hersanti, 2016). Di Indonesia penyakit blas itu sudah menyebar di hampir semua sentra produksi padi (Sudir dkk., 2014).

Areal persawahan beririgasi yang terserang penyebab penyakit blas yaitu Jawa Barat meliputi Subang, Karawang dan Indramayu, Jawa Tengah meliputi Pemalang, Pekalongan, Batang, Demak dan Jepara, dan Jawa Timur meliputi Lamongan, Jombang, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang (Zulaika, Soekarno, & Nurmansyah, 2018). Selain di Pulau Jawa, penyebab penyakit blas juga menyerang padi di Lampung, Sumetara Selatan, Jambi, Sumatera Barat, SulawesiTengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan (Kurnia, Jaya, Jalil, Arya, & Amin, 2020).

Negara penghasil padi telah memiliki data tentang taksiran kehilangan hasil akibat serangan penyebab penyakit blas (P. oryzae) kehilangan hasil padi di Jepang 20% - 100% di Brasil mencapai 100%, di India 5% - 10%, Korea 8%, China 14% dan Filipina 50% - 85%, di Vietnam berkisar 38% - 83%, di Itali 22% - 26%, dan di Iran 20% - 80% (Edison, Denmar, & Nurchaini, 2014). Kehilangan hasil padi akibat serangan penyebab penyakit blas (P. oryzae Cav.) di Indonesia dapat mencapai 70%. Di Indonesia luas serangan penyebab penyakit blas (P. oryzae) dapat mencapai 1,285 juta ha atau sekitar12% dari total luas areal pertanaman padi (Shimamoto et al., 2001 dalam Sijabat, 2007. Data tentang luas serangan dan kehilangan hasil akibat serangan P. oryzae bermanfaat untuk berbagai kepentingan yaitu untuk pengambilan kebijakan pengendalian, dasar untuk keperluan penelitian, perkiraan produksi padi nasional dan keputusan tentang perlu tidaknya impor beras (Saputra, 2017).

Cendawan penyebab blas (P. oryzae) dapat menginfeksi pada semua tingkat pertumbuhan tanaman padi yaitu mulai dari persemaian, stadium vegetatif dan stadium generatif dengan menyerang daun, leher malai dan buku, namun jarang menyerang pada bagian pelepah daun (Valent,2004). Pada varietas yang rentan dan kondisi lingkungan yang mendukung, maka serangan cendawan P. oryzae dapat mengakibatkan petani gagal panen (Santoso dan Nasution, 2008).

Infeksi penyakit blas pada daun padi menyebabkan adanya gejala bercak daun berbentuk belah ketupat dengan dua ujung yang meruncing yang awalnya tampak bintik putih atau hijau-keabu-abuan dengan tepi menunjukan nekrotik cokelat-kemerahan (Mu�oz dkk., 2007). Gejala penyakit blas yang spesifik yaitu pada daun yang menimbulkan bercak yang berbentuk belah ketupat yang banyak ditemukan pada pertanaman padi di daerah endemi (Ulate, Amanupunnyo, Umasangaji, Ririhena, & Leiwakabessy, 2020).

Cendawan P.oryzae sebagai penyebab penyakit blas dapat menyebar melalui udara, menempel pada daun melalui percikan air, kemudian menginfeksi dan menimbulkan bercak pada daun. (Agrios, 2005).

Pengendalian terhadap patogen tanaman saat ini masih bertumpu
pada penggunaan pestisida sintetik, namun
jika penggunaannya secara terus-menerus dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Penggunaan pestisida sintetik dapat membahayakan keselamatan hayati termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem. Karena itu, alternatif teknik pengendalian dapat diarahkan kepada pengendalian secara hayati dengan menggunakan mikroorganisme (Qisthi, Novita K, Khatima, & Chamila, 2021).

Mikroorganisme yang digunakan dalam pengendalian penyakit tanaman yaitu cendawan Trichoderma sp yang diketahui efektif dalam menekan beberapa patogen tanaman seperti Armillaria mellea, Pythium sp. Phytophthora sp. Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dan Heterobasidium annosum (Hidayat, Nurdin, & Ratih, 2014). Trichoderma sp. diketahui memiliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen, sehingga mikroba itu dapat dijadikan sebagai agens pengendali hayati patogen tanaman (Rahmiati, Karim, & Fauziah, 2020).

Jamur Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah bersifat saprofit yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman (Prima, Lianti, Munthe, Retno, & Yasmin, 2020). Jamur Trichoderma sp. banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dengan berbagai habitat dan juga dapat dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati terhadap patogen tular tanah (Likur, Talahaturuson, & Rumahlewang, 2016).

Trichoderma sp. memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat. Lebih lanjut Arwiyanto (2003) dan Purwantisari (2009) menyatakan bahwa, Trichoderma sp. memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman, namun bersifat parasit terhadap cendawan patogen dengan kemampuannya menyerang dan mengambil nutrisi dari cendawan tersebut.

Trichoderma spp sebagai agens pengendali hayati dengan kemampuannya untuk mengantagonis cendawan-cendawan yang patogen. Mekanisme antagonis meliputi mikoparasit, kompetisi ruang dan nutrisi, antibiosis dan enzimatis serta kemungkinan induksi resistensi inang terhadap patogen. Pernyataan itu didukung oleh Sudantha et al. (2011) bahwa mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma sp. sebagai kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai mikoparasit sehingga mampu menekan aktivitas patogen tular tanah.

Menurut El-Katatny et al. (2001), enzim yang dihasilkan Trichoderma spp. dapat melarutkan dinding sel patogen dan juga menghasilkan toksin dan antibiotik seperti gliotoksin dan viridian yang keduanya dapat berinteraksi sehingga mampu menekan cndawan yang patogen.

Mekanisme antibiosis Trichoderma spp. yaitu dihasilkannya senyawa sekunder seperti viridin dan trikomidin yang biasanya dikombinasikan dengan enzim pendegradasi dinding sel, sehingga mampu melakukan penetrasi ke dalam hifa patogen (El-Katatny et al, 2001; Howell, 2003; Ajitha & Lakshmidevi, 2010)

 

Metode Penelitian

Waktu Dan Tempat

Penelitian berlangsung selama 2 (dua) bulan yang dilaksanakan mulai dari Oktober hingga Desember 2020. Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di laboratorium Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar.

Bahan Dan Alat

Bahan-bahan yang di gunakan dalam penelitian yaitu aquades, tissue, alkohol 70%, alkohol 95%, aluminium foil, cling wrap, spiritus, kapas, spoid, label, agar-agar, kentang, gula, choloramphenicol, isolat jamur Trichoderma sp dan isolat cendawan patogen P. oryzae.

Alat-alat yang digunakan yaitu kompor gas, panci, batang pengaduk, bunzen, gelas kimia, tabung reaksi, cawan petri, jarum ose, jarum preparat, pipet tetes, spatula segitiga, pisau, penggaris, enlemeyer, autoclave, oven, laminar air flow, ketburet, timbangan analitik, masker, alat tulis menulis dan kamera.

Rancangan Percobaan

Penelitian mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 6 (enam) perlakuan dengan 4 (empat) ulangan.

Perlakuan meliputi:

T0 : Kontrol (Tanpa Perlakuan)

T1 : Konsenrtasi Trichoderma sp. 100 ppm

T2 : Konsenrtasi Trichoderma sp. 200 ppm

T3 : Konsenrtasi Trichoderma sp. 300 ppm

T4 : Konsenrtasi Trichoderma sp. 400 ppm

T5 : Konsenrtasi Trichoderma sp. 500 ppm

Aplikasi larutan Trichoderma sp. dilakukan ketika inokulum penyebab blas (P. oryzae) berumur 3 hari.

Pelaksanaan Penelitian

1.   Teknik Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA)

Kentang yang telah dikupas dipotong kecil-kecil lalu ditimbang sebanyak 250 gr, kemudian dicuci hingga bersih, lalu direbus hingga mendidih ke dalam aquades steril dan kentangnya menjadi lunak mengeluarkan ekstrak. Air rebusan kentang disaring dimasukan ke dalam gelas piala dan didiamkan beberapa menit. Agar-Agar putih ditimbang sebanyak 17 gr dan dextrose 20 gr kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer dan dimasukan air rebusan kentan, dan diaduk dengan mengunakan batang pengaduk sampainya tercampur merata.

Erlenmeyer yang ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian diikat dengan karet gelang lalu disterikan mengunakan Autoklaf selama 2 jam pada suhu 121◦C. Setelah disterilkan didiamkan selama 1 menit lalu dituangkan ke dalam cawan petri kemudian dibiarkan hingga PDA itu memadat.

2.   Pemurnian Inokulum P. oryzea dan Trichoderma sp.

Inokulum cendawan blas (P. oryzea) dan jamur Trichoderma sp. hasil koleksi Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar diperbanyak pada media Potato Dextrose Agar (PDA) kemudian diinkubasi selama 5 (lima) hari. Setelah 5 (lima) hari, kedua inokulum itu dipindahkan ke cawan petri yang berisi media PDA hingga ditemukan biakan murni.

Biakan murni yang telah diperoleh, segera dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi media PDA miring, kemudian disimpan sebagai koleksi untuk keperluan perbanyakan inokulum.

3.   Perbanyakan Cendawan blas (P. oryzea) dan Trichoderma sp.

Biakan murni cendawan blas (P. oryzea) dan jamur Trichoderma sp. yang ada pada media miring dipindahkan dan ditanam pada pertengahan media PDA yang ada dalam cawan petri yang berbeda dan diinkubasi selama 3 (tiga) hari. Inokulum ditumbuhkan hingga 7 (tujuh) hari dan hasil perbanyakan ini dipersiapkan untuk pengujian selanjutnya.

Tahap persiapan pengujian dilakukan dengan mengambil jamur Trichoderma sp. terlebih dahulu dari hasil perbanyakan, kemudian pada selang waktu 3 (tiga) hari diambil cendawan penyebab blas (P. oryzea) untuk ditumbuhkan pada masing-masing media PDA hingga berumur 7 (tujuh) hari.

Miselium Trichoderma sp. ditimbang 100 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg, dan 500 mg, kemudian masing-masing ditambahkan 1.000 ml aquades steril, sehingga menghasilkan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Campuran ini segera dihomogenkan dengan cara menggoyangkan dan mengaduk dengan menggunakan batang pengaduk hingga tampak tercampur merata.

Aplikasi Jamur Trichoderma sp.

Tahap aplikasi didahului oleh penanaman cendawan penyebab blas (P. oryzea) pada bagian tengah cawan petri yang berisi media PDA yang kemudian diinkubasi selama 3 (tiga) hari. Aplikasi larutan jamur Trichoderma sp. dilakukan pada umur inokulum cendawan penyebab blas (P. oryzea) 3 (tiga) hari setelah isolasi.

Teknik aplikasi yaitu dengan mengambil 1 ml larutan Trichoderma sp. dengan mengunakan spoid, kemudian disemprotkan ke dalam cawan petri yang menggandung cendawan penyebab blas (P. oryzea). Konsentrasi larutan Trichoderma sp. yang digunakan berdasarkan perlakuan yaitu100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm

4.   Pengamatan

Pengamatan terhadap pertumbuhan cendawan penyebab blas (P. oryzae) dilakukan pada tiap 2 (dua) hari hingga pertumbuhan cendawan penyebab blas (P.oryzae) pada kontrol mencapai tepi cawan. Pertumbuhan cendawan penyebab blas (P.oryzae) juga diamati pada saat aplikasi Trichoderma sp. sebagai pengamatan awal.

Teknik pengamatan yaitu mengukur diameter pertumbuhan cendawan penyebabpenyakit blas (P. oryzae) yang ada dalam cawan petri. Daya tumbuh cendawan penyebab penyakit blas (P. oryzae) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Db

Daya Tumbuh Blas = ���� x 100 %

����������������������������������� ����������� ����������� Dc

Db = Diameter Cendawan Penyebab Blas (P. oryzae)

Dc = Diameter Cawan Petri (9 cm)

Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisis berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL). Jika pada sidik ragam memeperlihatkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan mengunakan BNJ pada taraf uji 0,05.

 

Hasil dan Pembahasan

Daya tumbuh cendawan penyebab blas (P. oryzae) secara invitro menunjukan peningkatan yang bervariasi yang seiring dengan peningkatan umur inokulum. Rata-rata daya tumbuh itu ketika inokulum berumur 3 hari, 5 hari, 7 hari, 9 hari, 11 hari dan 15 hari seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1

Rata-Rata Daya Tumbuh (%) Cendawan Penyebab Blas (P. oryzae) ketika Umur Inokulum 3 hari, 5 hari, 7 hari, 9 hari, 11 hari, 13 hari dan dan 15 hari

Daya tumbuh (%) penyebab blas (P.oryzae) pada hari

Perlakuan

3

5

7

9

11

13

15

T0 (kontrol)

18,61ᵃᵇ

32,57

46,11

58,89

71,67

85,28

89,44

T1 (100ppm)

20,83ᵃᵇ

34,17

38,89ᵃᵇ

43,06ᵃᵇ

43,89ᵃ

43,33ᵃ

43,89 ᵃ

T2 (200 ppm)

30,56

32,78

37,50ᵃᵇ

38,61ᵃᵇ

39,72ᵃ

40,28ᵃ

40,83 ᵃ

T3 (300 ppm)

24,72ᵇᶜ

27,5

28,06 ᵃ

36,11 ᵃ

38,33ᵃ

38,39ᵃ

39,17 ᵃ

T4 (400 ppm)

25,00ᵇᶜ

30,28

33,06ᵃᵇ

33,61 ᵃ

33,61ᵃ

34,72ᵃ

34,72 ᵃ

T5 (500 ppm)

15,83

23,89

28,06 ᵃ

28,33 ᵃ

28,61ᵃ

28,89ᵃ

29,17 ᵃ

BNJ 0,05

7,69

-

16,82

22,30

22,66

23,42

23,63

Sumber : Data primer yang diolah

 

Angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam kolom menunjukan perbedaan yang tidak nyata.

Tabel 1. memperlihatkan adanya pengaruh aplikasi larutan jamur Trichoderma sp. terhadap daya tumbuh penyebab penyakit blas (P.oryzae) ketika inokulumnya berumur 7 hari, 9 hari, 11 hari, 13 hari dan 15 hari. Pengaruh aplikasi larutan Trichoderma sp. belum dapat dilihat ketika inokulum penyebab penyakit blas (P.oryzae) berumur 3 hari karena pada umur itu merupakan pengamatan awal yang bersamaan dengan aplikasi larutan jamur Trichoderma sp.

Pada umur inokulum penyebab penyakit blas (P.oryzae) 5 hari, tidak memperlihatkan adanya pengaruh aplikasi jamur Trichoderma sp., namun pengaruh aplikasi jamur Trichoderma sp. dimulai ketika inokulum P. oryzae berumur 7 hari sampai 15 hari. Hal itu menunjukan bahwa jamur Trichoderma sp. memiliki kemampuan untuk dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati (APH) terhadap penyebab penyakit blas (P.oryzae).

Konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp. 300ppm dan 500 ppm. ketika inokulum P. oryae berumur 7 hari mempertlihatkan perbedaan yang nyata dengan kontrol. Konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp. antara 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan kontrol memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata.

Inokulum P. oryzae ketika berumur 9 hari, konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp. 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan kontrol. Konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini menunjukan bahwa aplikasi larutan jamur Trichoderma sp. memberikan pengaruh terhadap penekanan P. oryzae sebagai penyebab penyakit blas tanaman padi

Jamur Trichoderma sp. dengan jelas memperlihatkan perbedaan yang nyata antara konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm , 400 ppm dan 500 ppm dengan kontrol ketika inokulum berumur 11 hari, 13 hari dan 15 hari. Hal itu menunjukan bahwa dengan penggunaan jamur Trichoderma sp. memberi pengaruh yang amat besar terhadap penekanan P. oryzae secara invitro.

Mekanisme penekanan yang dimiliki oleh Trichoderma sp. terhadap penyebab penyakit blas (P. oryzae) diduga melalui persaingan nutrisi antara keduanya. Adanya faktor persaingan nutrisi dan diketahui pula bahwa Trichoderma sp. merupakan mikrobia yang memiliki kemampuan yang tinggi untuk memanfaatkan nutrisi. Karena itu, pertumbuhan blas dapat tertekan dengan adanya Trichoderma sp. memiliki sifat mikoparasit. Hal ini didukung oleh pernyataan Arwiyanto (2003) bahwa mekanisme yang dilakukan oleh agens antagonis Trichoderma sp. terhadap patogen yaitu mikoparasit dan antibiosis. Harjono dkk. (2001); Rog�rio et al. (2009) menyatakan bahwa mekanisme jamur Trichoderma spp. untuk menekan patogen diantaranya mikoparasit, kompetisi ruang dan nutrisi, antibiosis dan adanya reaksi enzimatis. Menurut El-Katatny et al. (2001), enzim yang dihasilkan Trichoderma spp. dapat melarutkan dinding sel patogen dan juga menghasilkan toksin dan antibiotik seperti gliotoksin dan viridian yang keduanya dapat saling berinteraksi, sehingga mampu menekan pertumbuhan patogen.

Gambar 1. memperlihatkan bahwa daya tumbuh P.oryzae tanpa Trichoderma sp. (T0) lebih tinggi dibandingkan dengan pada kelima konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp (perlakuan T1, T2,T3, T4 dan T5). Daya tumbuh P.oryzae tanpa Trichoderma sp. (T0) memperlihatkan pula peningkatan dengan semakin bertambahnya umur inokulum.

 

Gambar 1. Daya Tumbuh Blas ( % ) pada tiap Perlakuan ketika Umur inokulum����������������������� 3 hari, 5 hari, 7 hari, 9 hari, 11 hari, 13 hari, dan 15 hari

 

Daya tumbuh P. oryzae pada tiap konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp. cenderung meningkat hingga umur inokulum 7 hari, kemudian ketika umur inokulum 9 hari hingga 15 hari daya tumbuh P. oryzae cenderung menurun. Hal itu diduga disebabkan oleh Trichoderma sp. dalam petumbuhan dan perkembangannya senantiasa menghasilkan antibiotik, toksin dan enzim yang dapat digunakan untuk menekan cendawan P. oryzae sebagai patogen. Kondisi itu seiring dengan yang dilaporkan oleh El-Katatny et al. (2001); Howell (2003) dan Ajitha & Lakshmidevi (2010) bahwa mekanisme antibiosis Trichoderma sp. yaitu dihasilkannya senyawa sekunder seperti viridin, trikomidin, dan gliotoksin yang biasanya dikombinasikan dengan enzim pendegradasi dinding sel sehingga mampu melakukan penetrasi ke dalam hifa patogen.

Jamur Trichoderma sp. dengan lima tingkatan konsentrasi cenderung mulai menekan pertumbuhan ketika P. oryzae berumur 9 hari hingga 15 hari, namun konsentrasi 500 ppm yang memperlihatkan daya hambat yang tinggi, sehingga dapat dikemukakan bahwa konsentrasi itulah yang paling efektif menekan pertumbuhan P. oryzae. Hal itu diduga karena semakin tinggiyang kemudian digunakan untuk menekan P. oryzae secara invitro konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp., maka semakin tinggi pula konsentrasi antibiotik, toksin dan enzim yang dimiliki oleh Trichoderm sp.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara invitro penggunaan Trichoderma sp. memiliki kemampuan sebagai agens pengendali hayati (APH) terhadap cendawan penyebab penyakit blas tanaman padi (P oryzae). Juga hasil uji invitro menunjukan bahwa konsentrasi larutan jamur Trichoderma sp. 500 ppm yang paling efektif utuk menekan pertumbuhan cendawan penyebab penyakit blas tanaman padi (P.oryzae).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Fifth Edition. Elsevier Academic Press. �� USA. 922 p. Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Ajitha, PS and N Lakshmedevi. 2010. Effect of volitile and von-volitile ��� compounds from Trichoderma spp. against Colletotrichum capsici ���������� incitant of anthracnose on bell peppers. Nature and Science. 8: 265-������ 296. Diakses pada tanggal 18, 01, 2020

Arwiyanto T. 2003. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1): 54-60.Diakses pada tanggal 09, 07,2019.

El-Katatny, MH, M Gudelj, KH Robra, MA ElElnaghy, and GM Gubitz. 2001. Characterizatuon of a chitinase and 1,3glucanase from Trichoderma harzianum T24 involved in control of the phytopathogen Sclerotium rolsfii Appl. Microbiol. Biotechnol. 56: 137-143.��������� Diakses pada tanggal 10, 01, 2020

Harjono, SM Widyastuti, dan S. Margino. 2001. Pemurnian dan karakterisasi enzim endokitinase dari agen pengendali hayati Trichoderma ree���� sei. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 7(2): 114-120.

Harman, G.E., C. R. Howell., A.Viterbo., I. Chet., and M. Lorito.2004. Review: Trichoderma Species-Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. �� Departments of Horticultural Sciences and Plant Pathology. Cornell�� University. USA. Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Howell, CR. 2003. Mechanisms employed by Trichoderma species in the biological control of plant diseases: The history and evolution of current ���������� concepts. Plant Disease. 87(1): 1-10. Diakses pada tanggal ������� 18, 01,2020.

Mu�0z MC, �lvarez IL,& Aguliar M. 2007. Resistance of rice cultivars to Pyricularia oryzae in Southern Spain.Spain. J. Agric. Res. 5(I):59-66.����� Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Murniasih, Y. 2009. Pengaruh Aplikasi Tepung Kencur dan Kunyit Terhadap Kemampuan Antagonis Trichoderma viridae Pers. Pada Phytophthora palmivora L. Penyebab Busuk Buah Kakao Secara In Vitro. Skripsi. ����� Universitas Lampung. Bandar Lampung. 35 hlm. Diakses pada tanggal 10, �������� 01,2020.

Purwantisari S. 2009. Isolasi dan identifikasi cendawan indigenous rhizosfer tanaman kentang dari lahan pertanian kentang organik di Desa Pakis. Magelang. Jurnal BIOMA. ISSN: 11 (2): 45. Diakses pada tanggal 09, 07, ������� 2019.

Rog�rio, EH, AWV Pomella, W Soberanis, LL Loguercio, and JO Pereira. 2009. Biocontrol potential of Trichoderma martiale against the black-�������� pod disease ( Phytophthora palmivora ) of cacao. Biological Control. ����� 50: 143 � 149

Santoso dan A. Nasution. 2008. Pengendalian penyakit blas dan penyakit cendawan lainnya. Buku Padi 2. hlm. 531-563. Dalam Darajat, A. A., �� Setyono, A., dan Makarim, A.K., dan Hasanuddin, A., (Ed.). Padi ������� Inovasi Teknologi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Diakses pada tanggal 16, �� 07, 2019.

Sudir, A Nasution, Santoso, dan B Nuryanto. 2014.Penyakit blas Pyricularia �� grisea pada tanaman padi dan strategi pengendaliannya.Iptek Tanaman �� Pangan. 9(2): 85-96.Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Sudir, Suprihanto, Agus Guswara dan H.M. Toha. 2002. Pengaruh genotipe, pupuk, dan fungisida terhadap penyakit blas leher pada padi gogo. Jurnal ���� Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 21(1): 39-42. Diakses pada tanggal �������� 16, 07, 2019.

Suganda, T. 2016. Pentingnya penelitian tentangpenaksiran kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman. [Abstract].Seminar Plant Protection Day dan SeminarNasional II, 20 Oktober 2016. UniversitasPadjadjaran.Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Suwahyono, U. 2009. Biopestisida.PT. Niaga Swadaya. Jakarta.Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Sudantha IM, Kesratarta I, Sudana. 2011. Uji antagonisme beberapa jenis jamur saprofit terhadap Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit �� layu ��� pada tanaman pisang serta potensinya sebagai agens pengurai �� serasah. UNRAM, NTB. Jurnal Agroteksos 21 (2): 2-3.Diakses ����� pada �� tanggal 09, 07, 2019.

Valent, B. 2004. APS Plenary Sessionlecture (1989) : Rice blast as amodel system for plantpathology. Phytopatology.80:33-36.

Wang, X, S Lee, J Wang, J Ma, T Bianco, and Y Jia.2014. Current advances on geneticresistance to rice blast disease. Chapter 7 inRice-Germplam, Genetics and Improvement(WYan and J Bao, eds.). Available onlineat: andimpvement/current-advances-on-genetic-resistance-torice-blast-disease. Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Wahyuno D, Manohara D, dan Mulya K. 2009. Peranan bahan organik pada pertumbuhan dan daya antagonisme Trichoderma harzianum dan �� pengaruhnya terhadap P. capsici. pada tanaman lada. Jurnal Fitopatologi �� Indonesia 7: 76−82.Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Yuniati. 2005. Pengaruh pemberian beberapa spesies Trichoderma sp. dan pupuk kandang kambing terhadap penyakit layu Fusarium oxysporum f. sp �� Lycopersici pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill).

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universita ���������� Muhammadiyah. Malang. Diakses pada tanggal 09, 07, 2019.

Edison, H., Denmar, Denny, & Nurchaini, Dewi Sri. (2014). Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai pada Lahan Kering di Kabupaten Tebo Jambi. UR Press.

Hidayat, Yulida Sarif, Nurdin, Muhammad, & Ratih, Suskandini. (2014). Penggunaan Trichoderma sp. sebagai agensia pengendalian terhadap Pyricularia oryzae Cav. penyebab blas pada padi. Jurnal Agrotek Tropika, 2(3), 414�419.

Kurnia, Muhammad, Jaya, Ilham, Jalil, Abdul Rasyid, Arya, Nosakros, & Amin, Samsuddin. (2020). KKN tematik pemberdayaan masyarakat melalui penerapan teknologi untuk peningkatan taraf hidup masyarakat di Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. Jurnal Pengabdian Masyarakat Hasanuddin, 1�9. https://doi.org/10.20956/jpmh.v1i1.9579

Likur, A. A., Talahaturuson, Abraham, & Rumahlewang, Wilhelmina. (2016). Pertumbuhan agens hayati Trichoderma harzianum dengan berbagai tingkat dosis pada beberapa jenis kompos. Jurnal Budidaya Pertanian, 12(2), 89�94.

Prima, Tamimi A., Lianti, A.Dwi, Munthe, B.Theresia, Retno, D.Ambaria, & Yasmin, G.Revina Elvira. (2020). Pengujian Biofungisida Berbasis Mikroorganisme Antagonis untuk Pengendalian Penyakit Busuk Umbi pada Kentang. Seminar Nasional Lahan Suboptimal, (1), 790�796.

Qisthi, Rindang Tiara, Novita K, Novita K., Khatima, Husnul, & Chamila, Ainun. (2021). Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Universitas Negeri Makassar.

Rahmiati, Rahmiati, Karim, Abdul, & Fauziah, Ida. (2020). Isolasi Dan Uji Antagonis Trichoderma Terhadap Fusarium Oxysporum Secara In Vitro. JBIO: Jurnal Biosains (the Journal of Biosciences), 6(1), 18�22.

Saputra, Rio. (2017). Analisis Risiko Usahatani Padi di Daerah Perbukitan di Desa Kragilan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Agribisnis-Fakultas Pertanian.

Suganda, Tarkus, Yulia, Endah, Widiantini, Fitri, & Hersanti, Hersanti. (2016). Intensitas penyakit blas (Pyricularia oryzae Cav.) pada padi varietas Ciherang di lokasi endemik dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil. Agrikultura, 27(3).

Ulate, Dien, Amanupunnyo, Handry R. D., Umasangaji, Aminuddin, Ririhena, Rhony Einstein, & Leiwakabessy, Christoffol. (2020). Kejadian Penyakit Blas Pada Varietas Padi Inpari Sidenuk di Desa Waimital Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Pertanian Kepulauan, 4(2), 15�25.

Zulaika, Zulaika, Soekarno, Bonny Poernomo, & Nurmansyah, Ali. (2018). Pemodelan Keparahan Penyakit Blas pada Tanaman Padi di Kabupaten Subang. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 14(2), 47.

 

Copyright holder:

Nama Author (Tahun Terbit)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: