Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 9, September
2022
PENGARUH
TEKANAN PEKERJAAN TERHADAP BURNOUT DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI MODERATOR
(STUDI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT X YOGYAKARTA)
Nafila
Sekar Arum Abdat
Fakultas
Psikologi Universitas Tarumanagara
Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
COVID-19 membuat krisis kesehatan masyarakat, ketersedian fasilitas kesehatan sulit dan sistem perawatan kesehatan terganggu. Khususnya para tenaga kesehatan bekerja tidak ada hentinya untuk merawat pasien COVID-19. Karena sulitnya ketersediaan alat kesehatan, jadwal kerja yang berkepanjangan, kurang tidur, dan mengurus pasien COVID-19 membuat para tenaga kesehatan mengalami burnout. Menurut job demand-resource model, hal yang dapat mempengaruhi terjadinya burnout adalah job demand. Salah satu job demand adalah tekanan pekerjaan. Menurut job demand-resurce model, burnout dapat dikurangi dampaknya dengan disediakannya job resource. Salah satu job resource yang bisa disediakan oleh lingkungan pekerjaan adalah dukungan sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tekanan pekerjaan memiliki dampak terhadap burnout pada perawat di Rumah Sakit X Yogyakarta dan mengetahui apakah dukungan sosial berperan sebagai moderator pada hubungan antara tekanan pekerjaan dan burnout pada perawat di Rumah Sakit X Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Menggunakan instrument berupa kuesioner Burnout Assessment Tool (BAT), Working Pressure (WP), dan Social Support Questionnaire (SSQ). Berdasarkan hasil pengukuran pada penelitian ini bahwa terdapat pengaruh tekanan pekerjaan sebesar 20% terhadap burnout pada perawat di Rumah Sakit X Yogyakarta. Dukungan sosial memperkuat hubungan tekanan pekerjaan dan burnout menjadi 21,4%. Dimensi esteem support menjadi dimensi yang memiliki peran terkuat sebesar 25,0% pada hubungan tekanan pekerjaan dan burnout, selanjutnya dimensi informational support sebesar 23,0%, dimensi emotional support sebesar 21,1%, dimensi instrumental support sebesar 20,3% dan pada dimensi network support tidak meningkatkan peran antara tekanan pekerjaan dan burnout.
Kata Kunci: burnout; tekanan pekerjaan; dukugan sosial; perawat
Abstract
COVID-19 has made the public health
crisis, the availability of health facilities difficult and the health care
system disrupted. In particular, health workers work endlessly to treat
COVID-19 patients. Due to the difficulty of the availability of medical
devices, prolonged work schedules, lack of sleep, and taking care of COVID-19
patients have caused health workers to experience burnout. According to the job
demand-resource model, the thing that can affect the occurrence of burnout is
job demand. One of the job demands is job pressure. According to the job
demand-resurce model, burnout can be reduced by
providing job resources. One of the job resources that can be provided by the
work environment is social support. The purpose of this study is to determine
the pressure of work has an impact on burnout in nurses at X Hospital Yogyakarta
and find out whether social support acts as a moderator on the relationship
between work pressure and burnout in nurses at X Hospital Yogyakarta. The
research method used is quantitative. Using instruments in the form of a
Burnout Assessment Tool (BAT), Working Pressure (WP), and Social Support
Questionnaire (SSQ) questionnaires. Based on the measurement results in this
study, there is an effect of work pressure of 20% on burnout in nurses at X
Hospital Yogyakarta. Social support strengthened the relationship between work
pressure and burnout to 21.4%. The esteem support dimension is the dimension
that has the strongest role of 25.0% in the relationship of work pressure and
burnout, then the informational support dimension of 23.0%, the emotional support
dimension of 21.1%, the instrumental support dimension of 20.3% and in the
network support dimension does not increase the role between work pressure and
burnout.
Keywords: burnout; work pressure; social dukugan; nurse
Pendahuluan
Pada Desember 2019 ditemukan Corona
Virus Disease 19 (COVID-19) yang terdeteksi pertama kali di Provinsi Wuhan,
China. COVID-19 adalah sebuah
penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Penularan ini disebabkan oleh severe
acute respiratory syndrome (SARS) yang akhirnya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, berawal dari flu biasa, demam, dan batuk kering (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). COVID-19 tidak
hanya terjadi di Wuhan tetapi sudah menyebar
ke beberapa negara yaitu Thailand, Japan, Korea, Amerika, Vietnam, and
Singapore (Wang et al., 2020). Menurut World
Health Organization [WHO]) (2020), per tanggal 2
Maret 2020 tercatat 65 negara dengan
total kasus covid 8.774 orang dan tercatat
beberapa negara, baru pertama kali mendapatkan kasus COVID-19 seperti Indonesia dengan 2 kasus COVID-19. Secara global, per tanggal 15
Oktober 2021, terdapat lebih
dari 239.4 juta kasus terkonfirmasi COVID-19, termasuk lebih dari 4.8 juta kematian
(World Health Organization, 2021).
Angka pasien COVID-19 di Indonesia pada bulan September 2020 mencapai 266.845 kasus dan terjadi lonjakan pertumbuhan angka sebanyak 56.757 dengan total 2.726.803 kasus pada Juli 2021. Pada Desember 2021 kasus COVID-19 di Indonesia mengalami penurunan dengan angka 2.732 (COVID19, 2021). COVID-19 di Indonesia terjadi lonjakan kenaikan kasus pada tanggal 8 februari 2022 sebesar 37.492 kasus dengan total 4.580.093 kasus. COVID-19 membuat krisis kesehatan masyarakat, ketersedian fasilitas kesehatan sulit dan sistem perawatan kesehatan terganggu. Khususnya para tenaga kesehatan bekerja tidak ada hentinya untuk merawat pasien COVID-19 (Ross, 2020). Karena sulitnya ketersediaan alat kesehatan, jadwal kerja yang berkepanjangan, kurang tidur, dan mengurus pasien COVID-19 membuat para tenaga kesehatan mengalami insomnia, stress, anxiety, dan depression (Kakemam et al., 2021).� Terdapat pengelompokan pada tenaga kesehatan yaitu (a) tenaga medis; (b) tenaga psikologi klinis; (c) tenaga keperawatan; (d) tenaga kebidanan; (e) tenaga kefarmasian; (f) tenaga kesehatan masyarakat; (g) tenaga kesehatan lingkungan; (h) tenaga gizi; (i) tenaga keterapian fisik; (j) tenaga keteknisian medis; (k) tenaga teknik biomedika; (l) tenaga kesehatan tradisional; dan (m) tenaga kesehatan lain (Undang-undang No. 36 pasal 11, 2014).
Penelitian yang dilakukan Guo et al. (2020), tentang burnout di kalangan tenaga keperawatan saat pandemi COVID-19 di 31 provinsi China. Dengan menyebarkan 2738 kuesioner kepada tenaga keperawatan, menunjukan adanya burnout pada perawat selama pandemi COVID-19 dengan M = 38,69, p < 0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Matsuo et al. (2020) tentang burnout pada tenaga kesehatan saat pandemi COVID-19 di Jepang. Terdapat 312 responden dan peneliti menemukan lebih dari 40% tenaga keperawatan, 30% ahli radiologi dan apoteker mengalami burnout selama pandemi COVID-19. Menurut penelitian Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2020) sebanyak 83% tenaga kesehatan mengalami burnout selama masa pandemi COVID-19. Menurut penemuan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, berdasarkan jenis profesi, tenaga keperawatan mengalami burnout paling tertinggi dengan angka 84%, setelah itu tenaga kebidanan sebesar 83%, dokter gigi sebesar 82%, dokter umum sebesar 81% dan terakhir, dokter spesialis sebesar 80% (Tim CNN Indonesia, 2020). Menurut ketua satgas COVID-19, untuk menghindari pelayanan yang kurang maksimal dapat dilakukan dengan mengurangi jam kerja, dimana jam kerja tenaga keperawatan saat pandemi COVID-19 adalah 40 jam perminggu (CNBC Indoensia, 2020). Salah satu tenaga kesehatan yang memiliki beban tertinggi adalah perawat di mana perawat memiliki jam kerja yang padat yang dapat menimbulkan burnout (Hardiyono et al., 2020).
Memasuki bulan Juni 2021 Indonesia dilanda gelombang 2 COVID-19 yang menyababkan ketersediaan bed occupancy rate (BOR) pasien COVID-19 hampir mencapai 100%. Karena banyaknya pasien COVID-19 yang berdatangan maka rumah sakit membangun tenda di depan rumah sakit untuk para pasien COVID-19. Salah satu daerah yang mengalami lonjakan pasien COVID-19 adalah Daerah Istimewah Yogyakarta (BBC News, 2021). Pemda DIY meminta ke rumah sakit di Yogyakarta untuk menambahkan bed occupancy rate (BOR) pasien COVID-19 karena tingkat keteririsian BOR sudah di atas 80%. Jumlah BOR COVID-19 sebanyak 931 dan di tambah menjadi 1.275 bed. Salah satu rumah sakit yang menangani pasien COVID-19 adalah Rumah Sakit X yang terletak di Yogyakarta. Rumah Sakit X adalah rumah sakit swasta kelas B di Yogyakarta yang ditunjuk menjadi salah satu rumah sakit rujukan untuk COVID-19 level 2 oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tanggal 7 Februari 2022 pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa Jabodetabek, Daerah Istimewah Yogyakarta, Bali, dan Bandung menaikan status perberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat level 3 karena rendahnya penelusuran kontak erat pasien COVID-19 (Kompas.com, 2022). Per tanggal 9 Februari 2022 kasus COVID-19 di Daerah Istimewah Yogyakarta sebesar 158.888 (COVID19, 2022). Rumah Sakit X Yogyakarta memiliki jumlah tenaga kesehatan sekitar 800, dengan jumlah tenaga keperawatan sebesar 470 dengan 29 gugus tugas.
Menurut Maslach dan Leiter (2017) biasanya burnout ditemukan pada individu yang bekerja dalam profesi dimana mereka harus berurusan dengan orang lain seperti tenaga kesehatan, tenaga pengajar, polisi dan lain-lain. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 pasal 29 tentang keperawatan, menjelaskan tugas perawat yaitu (a) pemberi asuhan keperawatan, salah satunya ialah, melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan kelompok masyarakat; (b) penyuluh dan konselor bagi klien, salah satunya ialah, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; (c) pengelola pelayanan keperawatan; (d) peneliti keperawatan; (e) pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan (f) pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Serta dalam keadaan darurat, perawat harus memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
Pekerjaan perawat tidaklah mudah, dimana perawat perlu melakukan tugas yang berkaitan dengan nyawa pasien yang dirawatnya dan perawat juga harus menjaga kondisi mentalnya sendiri. Saat pandemi COVID-19 jumlah tenaga medis tidak sesuai dengan jumlah pasien COVID-19 yang mengakibatkan jam kerja yang terganggu (Wahidin & Setiawan, 2020). Perawat tidak merasa bersemangat dan fokus saat bekerja karena jam kerja yang padat dapat menyita waktu mereka untuk beristirahat (Mariyanti & Citrawati, 2011). Meskipun perawat telah memiliki waktu istirahat yang cukup tapi perawat tetap merasakan lelah, tidak bersemangat dan kurang fokus. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara terhadap salah satu perawat di sebuah rumah sakit didapati bahwa saat ia hampir menyerah karena setiap hari mengalami lelah walaupun sudah istirahat yang cukup dan menerima tekanan dari atasan dan pasien (J.F, komunikasi personal, Agustus 20, 2021). Para perawat juga harus menjalankan protokol kesehatan yang ketat agar tidak terpapar COVID-19, hal ini menyebabkan para perawat tidak diperbolehkan untuk melepas pelindung diri saat bertugas. Karena kondisi tersebut para perawat sulit untuk makan dan minum, dan berdampak pada menurunnya cairan tubuh sehingga mengakibatkan kurang fokus, mudah terbawa emosi dan merasa lemas (Wahidin & Setiawan, 2020). Kondisi tersebut dapat menimbulkan rasa tertekan, sehingga individu mudah mengalami burnout (Harnida, 2015).
Burnout merupakan keadaan kelelahan terkait pekerjaan yang terjadi di antara individu, yang ditandai dengan kelelahan yang luar biasa, berkurangnya kemampuan untuk mengatur proses kognitif dan emosional, dan mental distance (Schaufeli, 2019).� Menurut Maslach dan Leiter (2017), burnout adalah gejala dari emotional exhaustion dan depersonalization. Kunci dari burnout dimana individu merasa kelelahan secara emosional. Karakteristik burnout pada individu yang mengalami perubahan sikap negatif dan perilaku pada klien yang terjadi dari waktu ke waktu, sering dikaitkan dengan kekecewaan pekerja (Dall�Ora et al., 2020). Karyawan yang memiliki level burnout yang tinggi biasanya menarik diri dari pekerjaannya dan menyebabkan karyawan tidak bekerja secara optimal (Soelton et al., 2019).
Menurut Bakker et al. (2005) burnout dapat terjadi karena adanya job demands yang tinggi dan job resources yang rendah. Setiap pekerjaan memiliki tuntutan/demands serta sumber daya/resources. Job demands dapat dikatakan hal-hal buruk yang ada di tempat kerja karena pekerjaan yang dilakukan membutuhkan upaya fisik atau mental, beban kerja yang berlebihan, konflik dengan teman kerja, tekanan pekerjaan dan ketidaknyamanan pekerjaan. Sedangkan job resources merupakan hal-hal baik karena berfungsi dalam mencapai tujuan kerja, mengurangi tuntutan pekerjaan, dan dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan individu (Schaufeli, 2017). Job demands memiliki beberapa dimensi yaitu (a) tekanan pekerjaan/ work pressure; (b) emosi/ emotional demand; (c) kesulitan dalam pekerjaan/ hassle; (d) konflik peran/ role conflict; dan (e) situasi pekerjaan yang membutuhkan pemikiran yang akurat/ cognitive demand. Job resources memiliki beberapa dimensi yaitu (a) otonomi/ autonomy; (b) dukungan sosial/ social support; (c) umpan balik/ feedback; (d) kesempatan untuk berkembang/ opportunities for development; dan (e) bimbingan dari atasan/ coaching (Bakker & Demerouti, 2014).
���� Menurut Siegrist (1996), bila individu telah bekerja keras dalam jangka waktu yang lama dan mereka merasa bahwa hasilnya tidak sebanding dengan usaha mereka/terlalu rendah, mereka kehilangan motivasi dan menjadi lelah secara fisik dan mental. Ketika pekerjaan menuntut individu untuk bekerja lebih maka individu merasakan beban kerja yang tinggi dan individu harus bekerja keras untuk mengatasi beban kerja tersebut. Usaha ini mengakibatkan kelelahan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara terhadap salah satu perawat dimana ia menceritakan bahwa atasan meminta lebih banyak perawat untuk menangani pasien COVID-19 sedangkan jumlah tenaga keperawatan tidak sebanyak yang diminta oleh atasan dan terdapat juga perawat yang terkena COVID-19 yang mengakibatkan berkurangnya tenaga keperawatan sehingga perawat diminta untuk bekerja lebih lama serta memiliki tambahan pekerjaan dimana perawat perlu menangani bagian fasilitas kesehatan yang lain (S.D, komunikasi personal, Agustus 20,2021). Jika individu merasa bahwa kapasitas mereka sendiri tidak cukup untuk beban kerja saat ini dan ragu untuk mengelola sisa pekerjaan maka mereka akan mengalami tekanan kerja (Ziljlstra & Roe, 1999).
���� Tekanan yang terjadi di tempat kerja disebut tekanan pekerjaan/work pressure. Tekanan pekerjaan adalah hasil interaksi antara individu yang melaksanakan pekerjaan dengan tugas pekerjaan. Tekanan dalam hal ini merupakan suatu kondisi ketagangan yang mempengaruhi, proses berpikir, emosi dan kondisisi seseorang (Wang, 2011). Untuk saat ini, tekanan pekerjaan dapat dipahami sebagai cerminan subjektif dari keadaan psikologis/fisiologis pekerja ketika mereka melakukan tugas pekerjaan. Saat individu merasakan tekanan pekerjaan dan mencoba untuk mengatasi tuntutan tanpa yakin apakah hasil dari antisipasinya membuahkan hasil. Salah satu antisipasi yang dilakukan seperti banyak waktu yang dihabiskan untuk membantu pasien dan akhirnya menyadari bahwa itu tidak membuahkan hasil. Jika tidak membuahkan hasil maka individu akan kehilangan motivasi dan merasa lelah. Hal ini menggambarkan bahwa ada unsur kekecewaan. Kekecewaan ini dapat terjadi juga karena adanya tuntutan kerja yang tinggi dan imbalan yang rendah (Ziljlstra & Roe, 1999).
���� Penelitian yang dilakukan oleh Bakker dan Demerouti (2007) menunjukan bahwa tekanan pekerjaan menjadi salah satu penyebab terpenting dari burnout. Penelitian yang dilakukan Ziljstra dan Roe (1999), menunjukan bahwa individu yang mengalami tekanan pekerjaan akan mengalami burnout dengan korelasi sebesar r = 0.68, P < 0.001. Penelitian ini juga menemukan bahwa burnout dapat dikurangi dengan imbalan. Imbalan yang dimaksud tidak hanya secara keuangan tetapi mereka juga membutuhkan imbalan yang bukan material seperti kata motivasi, pengakuan di tempat kerja dan tepukan di bahu. Kata-kata motivasi, pengakuan dari tempat kerja serta tepukan di bahu termasuk salah satu bentuk dari dukungan sosial.
Dukungan sosial adalah bentuk dukungan secara bantuan secara langsung atau tidak langsung kepada individu dan individu yang mendapatkan dukungan sosial merasa diperhatikan, dicintai, dan dukungannya dapat memperkuat perasaan individu (Adawiyah, 2013). Menurut Southwick et al. (2016), dukungan sosial adalah memiliki atau merasa memiliki orang dekat yang dapat memberikan bantuan atau perawatan, terutama selama masa stress. Dukungan sosial biasanya dirujuk sebagai merasa nyaman, perhatian, penghargaan / dukungan yang diterima individu dari individu lain atau secara berkelompok (Sarafino, 2004). Sumber-sumber dukungan sosial biasa didapatkan dari keluarga, pasangan, teman, tetangga dan komunitas (Purba et al., 2007).
���� Menurut Sarafino (2004) terdapat bentuk-bentuk dari dukungan sosial yaitu : (a) Emotional Support, seperti empati, peduli, perhatian, dan dorongan; (b) Tangible or instrumental support, seperti bantuan fisik dan langsung; (c) Informational support, seperti memberikan saran, arahan, dan pendapat; (d) Esteem support, seperti ekspresi penghargaan yang positif; dan (e) Network support, menjadi bagian suatu kelompok. Menurut Myer (2018), terdapat 3 sebab individu memberikan dukungan sosial kepada orang lain, yaitu (a) empati, menempatkan diri pada posisi orang lain menjadi dasar individu dalam berperilaku menolong; (b) Norma-norma yang berlaku di masyarakat, suatu situasi sosial dimana individu diharuskan menjalankan kewajibannya dalam kehidupan sosial; (c) pertukaran sosial, interaksi individu yang didasari untung rugi dan dapat berupa non material seperti cinta, informasi, pelayanan dan status.
���� Menurut Adnyaswari and Andyani (2017), bila individu tidak mendapatkan dukungan sosial dapat menimbulkan tekanan dan terjadi peningkatan burnout. Dukungan sosial secara langsung berhubungan dengan burnout dan semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah burnout yang dirasakan (Andarika, 2004). Pekerja yang mendapatkan dukungan sosial berupa percakapan positif dengan rekan kerjanya atau atasannya akan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami burnout (Halbesleben & Buckley, 2006). Menurut Beausaert et al. (2016), dukungan sosial dapat mengurangi burnout pada pekerja. Menurut Woodhead et al. (2014), cara untuk mengurangi burnout dengan mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial dapat menjadi prediktor pada burnout (Prins et al., 2007).
Bentuk dukungan sosial terpenting yang harus diberikan kepada perawat saat pandemi COVID-19 yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dan dukungan penilaian. Pada dukungan emosional, perawat membutuhkan perasaan dicintai.� Pada dukungan Instrumental, perawat membutuhkan teman kerjanya untuk menggantikannya agar bisa beristirahat dan berkumpul dengan keluarganya. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara terhadap 2 perawat di sebuah rumah sakit didapati bahwa mereka harus kembali bekerja karena mengingat perawat yang lain sedang bertugas agar mereka bisa pulang beristirahat dan bertemu dengan keluarganya (J, Fitria & S, Dwi, Agustus 24, 2021). Pada dukungan penilaian, perawat membutuhkan setidaknya kata-kata positif dari pasien, teman kerja, atasan, dan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Kleiner & Wallace (2017) menunjukan bahwa tekanan pekerjaan menjadi salah satu penyebab terpenting dari burnout dengan hasil R2 = 0,161, p < 0,001 atau tekanan pekerjaan memiliki peran terhadap burnout sebesar 16,1%.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Beausaert et al. (2016), tentang burnout kepala sekolah di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama dengan hipotesis bahwa dukungan sosial dari teman kerja, atasan dan komunitas dapat mengurangi burnout. Terdapat 3.675 partisipan dari seluruh kepala sekolah di Australia menunjukan hasil bahwa dukungan sosial dari rekan kerja tidak selalu mengurangi burnout tetapi dapat berinteraksi dengan faktor kontekstual dan individu lainnya. Penelitian di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Johnsen et al. (2018) bahwa dukungan sosial memiliki peran terhadap job demands sebesar R2 = 0,066, p < 0,001 atau dukungan sosial memiliki peran terhadap job demands sebesar 6,6%.
Penelitian yang dilakukan Park et al. (2020) tentang dukungan sosial sebagai moderator pada hubungan job demands dengan burnout. Peran job demands terhadap burnout sebesar 0,056 atau 5,6% dengan di tambahkannya dukungan sosial sebagai moderator menjadi 0,109 atau 10,9%. Penelitian yang dilakukan oleh Day et al. (2017) tentang dukungan sosial sebagai moderator pada hubungan job demands dengan burnout. Peran job demands terhadap burnout sebesar R2 = 0,05, p < 0,01 atau 5%, setelah di tambah dukungan sosial sebagai moderator menjadi R2 = 0,02, p < 0,01 atau 2%.
Berdasarkan penelitian diatas penulis tertarik untuk mengkaji pengaruh tekanan kerja terhadap burnout dengan dukungan sosial sebagai moderator pada perawat di Rumah Sakit X Yogyakarta.
Metode Penelitian
Penelitian ini
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang disebarkan kepada para perawat di Rumah Sakit X Yogyakarta secara daring. Penulis menyebarkan secara daring disebabkan karena adanyan pandemi COVID-19 yang membuat penulis tidak dapat menyebarkan
kuesioner kepada target partisipan secara langsung.
Peralatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner
penelitian online dengan google
form, laptop, Microsoft office 365, dan program SPSS versi 25.00.
Partisipan penelitian
yang diambil untuk penelitian ini memiliki karakteristik, yaitu perawat yang berjenis kelamin pria dan wanita yang sudah bekerja minimum 1 tahun di Rumah Sakit X Yogyakarta. Penelitian ini tidak membatasi
individu dengan agama, ras, budaya, pendidikan,
status marital, status kepegawaian, dan usia.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik covenience sampling. Convenience sampling digunakan agar penulis bisa mendapatkan data dari berbagai macam media yang mempermudah penulis untuk mendapatkan partisipan. Teknik pengambilan sampel ini digunakan untuk mempermudah penulis dalam menjalankan penelitian yang akan dilakukan.
Pada penelitian ini, penulis mendapatkan total partisipan sebanyak 100 individu. Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa individu Perempuan berjumlah 86 (86.0%) dan individu Laki-laki berjumlah 14 (14.0%). Berdasarkan usia, didapatkan sebanyak 6 (6.0%) individu dengan rentang usia 20-29 tahun, 27 (27.0%) individu dengan rentang usia 30-39 tahun, 44 (44.0%) individu dengan rentang usia 40-49 tahun, dan 23 (23.0%) individu dengan rentang usia 50-59 tahun. Berdasarkan pendidikan terakhir, didapatkan sebanyak 17 (17.0%) individu merupakan S1 dan 83 (83.0%) individu merupakan D3. Berdasarkan lama bekerja, didapatkan sebanyak 20 (20.0%) individu dengan rentang lama bekerja 1-10 tahun, 25 (25.0%) individu dengan rentang lama bekerja 11-20 tahun, 48 (48.0%) individu dengan rentang lama bekerja 21-30 tahun, dan 7 (7.0%) individu dengan rentang lama bekerja 31-40 tahun. Berdasarkan status pernikahan, didapatkan sebanyak 96 (96.0%) individu sudah menikah dan 4 (4.0%) individu belum menikah.
Hasil
dan Pembahasan
1.
Analisis Data Utama
a.
Uji Linearitas
���� Uji Linearitas dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang linier secara signifikan antara variabel independent dan variabel dependent. Uji homokedatisitas dilakukan dengan melihat grafik scatterplot. Hasil yang ditunjukkan scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu, menyebar, dengan y = 17,7 + 0,37, R2= 0,20. Dengan demikian hubungan linearitas positif, persyaratan linearitas dalam uji multiple linear regression sudah terpenuhi.
b. Uji Normalitas
���� Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang digunakan dalam penelitian yang telah disebar dan diperoleh. Peneliti melakukan uji normalitas dengan menggunakan teknik Shapiro-Wilk. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05) maka data tersebut terdistribusi secara normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05) maka data tersebut terdistribusi secara tidak normal. Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan bahwa nilai signifikansi pada tabel Shapiro-Wilk variabel burnout bernilai sebesar 0,298, pada variabel tekanan pekerjaan sebesar 0,658, dan pada variabel dukungan sosial sebesar 0,061. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data terdistribusi secara normal.
Tabel 1
Uji Normalitas Variabel
Variabel |
Shapiro-Wilk |
P |
Keterangan |
Burnout |
0,985 |
0,298 |
Normal |
Tekanan Pekerjaan |
0,990 |
0,658 |
Normal |
Dukungan Sosial |
0,976 |
0,061 |
Normal |
c.
Uji Heteroskedatisitas
Uji heteroskedatisitas dilakukan untuk melihat penyebaran data yang diperoleh. Uji heteroskedatisitas dilakukan dengan melihat grafik scatterplot dari standardized residual. Hasil yang ditunjukkan scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu, dan menyebar. Dengan demikian, persyaratan heteroskedatisitas dalam uji multiple linear regression sudah terpenuhi.
d. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji adanya hubungan kuat antar variabel independent. Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka artinya tidak terjadi multikolinearitas pada data. Hasil uji multikolinearitas pada tekanan pekerjaan menunjukan nilai tolerance 0,012 > 0,10 dan nilai VIF 85,530 < 10. Sehingga dapat dinyatakan ada indikasi multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas pada dukungan sosial menunjukan nilai tolerance 0,040 > 0,10 dan nilai VIF 25,226 < 10. Sehingga dapat dinyatakan ada indikasi multikolinearitas. Degan demikian, persyaratan multikolinearitas dalam uji multiple linear regression sudah terpenuhi.
Tabel 2
Uji Multikolinearitas Variabel
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Tekanan Pekerjaan |
0.012 |
85,530 |
Dukungan Sosial |
0.040 |
25,226 |
e. Analisis
Hipotesis
�Uji hipotesis dilakukan menggunakan metode simple regression dan moderation regression analysis. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya peran pada penelitian. Hasil uji regresi sederhana dilakukan untuk mengatahui efek tekanan pekerjaan terhadap burnout. Hasil dari data tersebut menunjukan bahwa tekanan pekerjaan memiliki peran sebesar 20% terhadap burnout, R2 = 0,200, P = 0,000 < 0,05.
Hasil uji moderation regression analysis menunjukan adanya peran dukungan sosial terhadap tekanan pekerjaan dan burnout. Nilai R2 pada regresi pertama sebesar 0,200 atau 20% sedangkan setelah ada persamaan regresi kedua nilai R2 naik menjadi 0,214 atau 21,4 %. Dengan melihat hasil diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya dukungan sosial akan dapat memperkuat hubungan tekanan pekerjaan terhadap burnout.
Tabel 3
Uji Hipotesis
Variabel |
R2 |
Sig (p) |
TP -> BO |
0,200 |
0,000 |
TP*DS -> BO |
0,214 |
0,000 |
2.
Analisis Data Tambahan
a. Uji Moderation Regression Analysis
Hasil uji moderation regression analysis menunjukkan adanya peran dukungan sosial dimensi esteem support terhadap tekanan pekerjaan dan burnout. Nilai R2 pada regresi pertama sebesar 0,200 atau 20% sedangkan setelah ada persamaan regresi kedua nilai R2 naik menjadi 0,250 atau 25,0 %. Dengan melihat hasil diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya dimensi esteem support akan dapat memperkuat hubungan tekanan pekerjaan terhadap burnout.
Hasil uji moderation regression analysis menunjukkan adanya peran dukungan sosial dimensi emosional support terhadap tekanan pekerjaan dan burnout. Nilai R2 pada regresi pertama sebesar 0,200 atau 20% sedangkan setelah ada persamaan regresi kedua nilai R2 naik menjadi 0,211 atau 21,1 %. Dengan melihat hasil diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya dimensi emosional support akan dapat memperkuat hubungan tekanan pekerjaan terhadap burnout.
Hasil uji moderation regression analysis menunjukkan adanya peran dukungan sosial dimensi instrumental support terhadap tekanan pekerjaan dan burnout. Nilai R2 pada regresi pertama sebesar 0,200 atau 20% sedangkan setelah ada persamaan regresi kedua nilai R2 naik menjadi 0,203 atau 20,3 %. Dengan melihat hasil diatas dapat di simpulkan bahwa dengan adanya dimensi instrumental support akan dapat memperkuat hubungan tekanan pekerjaan terhadap burnout.
Hasil uji moderation regression analysis menunjukkan adanya peran dukungan sosial dimensi informational support terhadap tekanan pekerjaan dan burnout. Nilai R2 pada regresi pertama sebesar 0,200 atau 20% sedangkan setelah ada persamaan regresi kedua nilai R2 naik menjadi 0,230 atau 23,0 %. Dengan melihat hasil diatas dapat di simpulkan bahwa dengan adanya dimensi informational support akan dapat memperkuat hubungan tekanan pekerjaan terhadap burnout.
Hasil uji moderation regression analysis tidak meningkatkan secara signifikan adanya peran dukungan sosial dimensi network support terhadap tekanan pekerjaan dan burnout.
Tabel 4
Uji Analisis Tambahan
Dimensi Dukungan
Sosial |
R2 |
Sig (p) |
Esteem Support |
0,250 |
0,000 |
Emosional Support |
0,211 |
0,000 |
Instrumental support |
0,203 |
0,000 |
Informasional support |
0,230 |
0,000 |
Network support |
0,200 |
0,000 |
Berdasarkan hasil pengolahan
data pada penelitian ini bahwa terdapat pengaruh tekanan pekerjaan sebesar 20% terhadap burnout pada perawat
di Rumah Sakit X
Yogyakarta. Kemudian dukungan
sosial merupakan moderator dalam hubungan tekanan pekerjaan dan burnout.
Dukungan sosial memperkuat hubungan tekanan pekerjaan dan burnout
menjadi 21,4%. Dimensi esteem
support menjadi dimensi
yang memiliki peran terkuat sebesar 25,0% pada hubungan tekanan pekerjaan dan burnout, selanjutnya
dimensi informational support sebesar 23,0%, dimensi emotional
support sebesar 21,1%, dimensi
instrumental support sebesar 20,3% dan pada dimensi network support tidak
meningkatkan secara signifikan peran antara tekanan pekerjaan dan burnout.
BIBLIOGRAFI
Adawiyah, R. A. R. (2013). Kecerdasan
emosinal, dukungan sosial, dan kecenderungan
burnout. Persona, 2(2), 99-107.
Adnyaswari, N. A., & Adnyani, I. G. A. D. (2017). Pengaruh
dukungan sosial dan burnout
terhadap kinerja perawat rawat inap
rsup sanglah. E-jurnal Manajemen Unud, 6(5), 2474-2500.
Andarika, R. (2004). Burnout
pada perawat puteri rs st. elizabeth
semarang ditinjau dari dukungan sosial.
Jurnal Psyche, 1(1).
Bakker, A. B., & Costa, P. L. (2014). Chronic
job burnout and daily functioning: a theoretical analysis. Burnout Research,
1(3). 10.1016/j.burn.2014.04.003
Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2007). The Job
Demands-Resources model: State of the art. Journal of Managerial Psychology,
22(3), 309-328. 10.1108/02683940710733115
Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2014). Job
Demands-Resources Theory. Wellbeing, 3, 1�28. 10.1002/9781118539415.wbwell019
Bakker, A. B., Demerouti, E., & Euwema, M. C. (2005). Job resources buffer the impact of
job demands on burnout. Journal of Occupational Health Psychology, 10(2),
170-180. 10.1037/1076-8998.10.2.170
BBC News. (2021, Juli 05).
Covid di Indonesia: IGD dan ICU sejumlah rumah sakit penuh,
pasien dirawat di tenda - 'Kondisinya darurat mirip perang'.
BBC News. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57711018
Beausaert, S., Froehlich, D.
E., Devos, C., & Riley, P. (2016). Effect of support on stress and burnout
in school principals. Educational Research, 58(4), 347-365. http://dx.doi.org/10.1080/00131881.2016.1220810
Bozkurt, S., Dermirhan,
A., & Bal, Y. (2016). Determining the effect of job burnout on life satisfaction:
An empirical research for Turkey. Kocaeli
�niversitesi Sosyal Bilimler Dergisi, 31, 83-94.
Budiyono, R. (2016). Pengaruh tipe kepemimpinan
terhadap kinerja dengan tekanan kerja sebagai variabel
mediasi. Jurnal STIE
Semarang, 8(3).
Carayon, P., & Zijlstra,
F. (1999). Relationship between job control, work pressure and strain: studies
in the USA and in The Netherlands. Work & Stress, 13(1).
Christina, S. (2015). Peranan
dukungan sosial terhadap quality of life pada remaja
yang kedua orangtuanya bekerja (studi di sekolah x Tangerang Selatan) [Skripsi
tidak diterbitkan].
Jakarta: Universitas Tarumanagara.
CNBC Indonesia. (2020, September 22). Dokter mulai kelelahan, IDI minta jam kerja dikurangi. CNBC. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200922145157-4-188580/dokter-mulai-kelelahan-idi-minta-jam-kerja-dikurangi
Covid19. (2021). Peta Sebaran.
Covid19. https://covid19.go.id/peta-sebaran
Covid19. (2022). Peta Sebaran.
Covid19. https://covid19.go.id/peta-sebaran
Dall�Ora, C., Ball, J., Reinius, M., & Griffiths, P. (2020). Burnout in
nursing: a theoretical review. Human resources for health, 18, 1-17.
Day, A., Crown, S. N., & Ivany, M. (2017). Organisational change and employee burnout: The moderating
effects of support and job control. Safety science, 100, 4-12.
Enzmann, D., Schaufeli, W. B., Janssen, P., & Rozeman, A. (1998). Dimensionality and validity of the
burnout measure. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 71,
331-35.
Gallie, D. (2005). Work pressure in europe 1996-2001: trends and determinants. British Journal
of Industrial Relations, 43(3).
Garc�a-Campayo, J.,
Puebla-Guedea, M., Herrera-Mercadal, P., & Daud�n,
E. (2016). Desmotivaci�n del personal sanitario y s�ndrome de burnout.
Control de las situaciones de tensi�n.
La importancia del trabajo en equipo. Actas
Dermo-Sifiliogr�ficas, 107(5), 400-406.
Ginting, A. D. K. (2019). Pengaruh tekanan pekerjaan dan promosi jabatan terhadap prestasi kerja dengan kompetensi sebagai variabel moderating pada
PT Permodalan Nasional Madani (Persero) cabang Medan. Tesis di terbitkan.
Guo, W., Zhou, L., Song, L., Zhang, G., Zhong, M.,
Sun, C., Zheng, S., Chen, Y., Liang, X., Shi, W., & Fu, X. (2021).
Hemodialysis nurse burnout in 31 provinces in mainland China: A
cross‐sectional survey. Hemodialysis International. doi:10.1111/hdi.12926
Hajli, N., & Sims, J.
(2015). Social commerce: The transfer of power from sellers to buyers.
Technological Forecasting and Social Change, 94, 350-358.
Halbesleben, J. R. B., & Buckley, M. R. (2006).
Social comparison and burnout: the role of relative burnout and received social
support. Anxiety, Stress, & Coping, 19(3), 259-278.
10.1080/10615800600747835
Hansez, I., Rusu, D., Firket, P., & Brackman, L. (2019). Evolution 2010-2018
du burnout en Belgique et int�r�t
de l�utilisation conjointe
de deux outils de diagnostic. Rapport de Recherche.
Harnida, H. (2015). Hubungan efikasi diri dan dukungan sosial dengan burnout pada perawat. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 4(1).
Hardiyono, H., Aiyul, I., Ifah, F., Wahdaniah, W., & Reni, F. (2020). Effect COVID-19:
Burnout on nurse. Espacios, 41(42), 11-18.
10.48082/espacios-a20v41n42p02
Johnsen, T. L., Eriksen, H. R., Indahl, A., &
Tveito, T. H. (2018). Directive and nondirective social support in the
workplace�is this social support distinction important for subjective health
complaints, job satisfaction, and perception of job demands and job control?. Scandinavian journal of public health, 46(3),
358-367.
Johnson, D. W., & Johnson, R. T (2009). An
educational success story: Social interdependence theory and cooperative
learning. Educational Researcher, 38(5). 365-379. https://doi.org/10.3102/0013189X09339057
Kahirani, A. (2014). Hubungan dukungan sosial dengan subjective well-being
pada mahasiswa yang bekerja.
Skripsi diterbitkan.
Kakemam, E., Chegini, Z.,
Rouhi, A., Ahmadi, F., & Majidi, S. (2021). Burnout and its relationship to
self-reported quality of patient care and adverse events during COVID-19: A
cross-sectional online survey among nurses. Journal of Nursing Management, 1-9.
10.1111/jonm.13359
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). COVID-19. Kemenkes.� https://www.kemkes.go.id/folder/view/full-content/structure-faq.html
Klein, C. J., Weinzimmer,
L. G., Cooling, M., Lizer, S., Pierce, L., & Dalstrom,
M. (2020). Exploring burnout and job stressors among advanced practice
providers. Nursing outlook, 68(2), 145-154.
Kleiner, S., & Wallace, J. E. (2017). Oncologist
burnout and compassion fatigue:
�
investigating time pressure at work as a predictor
and the mediating role of work-family conflict. BMC health services research,
17(1), 1-8.
Kocalevent, R. D., Berg, L.,
Beutel, M. E., Hinz, A., Zenger, M., H�rter, M.,
& Br�hler, E. (2018). Social support in the
general population: standardization of the Oslo social support scale (OSSS-3).
BMC psychology, 6(1), 1-8.
Kompas.com. (2022, Februari
07). Alasan Jabodetabek, Bandung, Yogya, dan Bali Dinaikkan ke PPKM Level 3.
Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2022/02/07/18584451/alasan-jabodetabek-bandung-yogya-dan-bali-dinaikkan-ke-ppkm-level-3?page=all
Langford, C. P. H., Bowsher, J., Maloney, J. P.,
& Lilis, P. P. (1997). Sosial support: a
conceptual analysis. Journal of Advanced Nursing, 25(1), 95-100.
10.1046/j.1365-2648.1997.1997025095.x
Luthans, F. (2006). Perilaku
Organisasi Edisi 10.
Yogyakarta: ANDI.
Mariyanti, S., & Citrawati, A. (2011). Burnout pada perawat
yang bertugas di ruangan rawat inap dan rawat jalan rsab
harapan kita. Jurnal Psikologi, 9(2).
Maslach, C., & Leiter, M. P. (2017).
Understanding burnout. The Handbook of Stress and Health, 36�56.
10.1002/9781118993811.ch3
Matsuo, T., Kobayashi, D., Taki, F., Sakamoto, F.,
Uehara, Y., Mori, N., & Fukui, T. (2020). Prevalence of health care worker
burnout during the coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic in Japan. JAMA
network open, 3(8). 10.1001/jamanetworkopen.2020.17271
Mulyadi, P. (2020). Peran dukungan
sosial terhadap academic
engagement pada mahasiswa universitas X [Skripsi tidak dipublikasikan].
Jakarta: Universitas Tarumanagara
Munz, D. C., Kohler, J. M., & Greenberg, C. L.
(2001). Effectiveness of a Comprehensive Worksite Stress Management Program:
Combining Organizational and Individual Interventions. International Journal of
Stress Management, 8(1), 49-62. 10.1023/A:1009553413537
Myer, D. G. (2018). Social Psychology 10th. Michigan:
McGraw-Hill.
Ozbag, G, K., & Ceyhun,
G. C. (2014). The impact of job characteristics on burnout; the mediating role
of work family conflict and the moderating role of job satisfaction.
International Journal of Academic Research in Management, 3(3), 291-309.
Pakkawaru, I., Jalil, A.,
Arman., & Sabrina, R. (2021). Pengaruh tekanan kerja terhadap
tingkat kinerja karyawan pada bank Mega Syariah kc Palu. Jurnal Ilmu Perbankan
dan Keuangan Syariah, 3(1).
Pangesti, A. A. (2012). Pengaruh konflik peran terhadap terjadinya burnout pada mahasiswa
koass. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 1(1). https://doi.org/10.21009/JPPP.011.01
Park, J. C., Kim, S., & Lee, H. (2020). Effect
of work-related smartphone use after work on job burnout: Moderating effect of
social support and organizational politics. Computers in human behavior, 105,
106194.
Patel, R. S., Bachu, R., Adikey,
A., Malik, M., & Shah, M. (2018). Factors related to physician burnout and
its consequences: a review. Behavioral sciences, 8(11), 98.
Prins, J. T., Hoekstra-Weebers,
J. E. H. M., Gazendam-Doofrio, S. M., Wiel, H. B. M.
V. D., Spangers, F., Jaspers, F. C. A., &
Heijden, F. M. M. A. V. D. (2007). The role of social support in burnout among dutch medical resdents.
�
Psychology, Health, & Medicine, 12(1), 1-6.
http://dx.doi.org/10.1080/13548500600782214
Purba, J., Yulianto, A., & Widyanti,
E. (2007). Pengaruh dukungan
sosial terhadap burnout
pada guru. Jurnal Psikologi,
5(1).
Robbins, S. P. (2017). Perilaku
Organisasi. Jakarta: Indeks.
Roe, R. A., & Zijlstra, F. R. (1999). Work
pressure. Results of a conceptual and empirical analysis. Innovative theories,
tools, and practices in work and organizational psychology, 8, 29-45.
Ross, J. (2020). The exacerbation of burnout during
COVID-19: A major concern for nurse safety. Journal of PeriAnesthesia
Nursing, 35, 439-440. https://doi.org/10.1016/j.jopan.2020.04.001
Sarafino, E., P. (2004).
Health psychology: biopsychosocial interaction (7th). New Jersey: John Willey
& Amp.
Sarafino, E. P., & Smith,
T. W. (2011). Health psychology: biopsychosocial interaction (11th). New Jersey:
John Willey & Amp.
Schaufeli, W. B. (2017). Applying the Job
Demands-Resources model: A �how to� guide to measuring and tackling work
engagement and burnout. Organizational Dynamics, 46(2), 120�132. https://doi.org/10.1016/j.orgdyn.2017.04.008
Schaufeli, W.B. & Buunk,
B.P. (2002): Burnout: An overview of 25 years of research and theorizing. In:
M. Schabracq, J.A.M. Winnubst
& C.L. Cooper (Eds.), The handbook of work & health psychology (2nd
Edition; pp. 282-424). Chichester: Wiley
Schaufeli, W. B. Desart, S., & Witte, H. D.
(2020). Burnout assessment tool (BAT) development, validity, and reliability. Internasional Journal of Environmental Research and Public Health,
17. 10.3390/ijerph17249495
Siegrist, J. (1996). Adverse health effects of
high-effort/low-reward conditions. Journal of Occupational Health Psychology,
1(1), 27�41. 10.1037/1076-8998.1.1.27
Siu, O. L., Spector, P. E., Cooper, C. L., Lu, L.,
& Yu, S. (2002). Managerial stress in greater China: The direct and
moderator effects of coping strategies and work locus of control. Applied
psychology, 51(4), 608-632.
Soelton, M., Hardianti, D., Kuncoro. S., &
Jumadi, J. (2019). Factors affecting burnout in manufactur
industries. Advances in Economics, Business and Management Research, 120,
46-52.
Southwick, S. M., Sippel, L., Krystal, J., Charney,
D., Mayes, L., & Pietrzak, R. (2016). Why are some individuals more
resilient than others: the role of social support. World Psychiatry, 15(1), 77.
Taylor, S. E. (2018). Health Psychology (10th). Los
Angeles: McGraw-Hill.
Theofilaou, P. (2015).
Translation and cultural adaptation of the multidimensional scale of perceived
social support for Greece. Health Psychol Research, 3(1). 10.4081/hpr.2015.1061
Tim CNN Indonesia. (2020, September 04). Studi: 83 persen nakes alami
burnout sedang sampai berat. CNN.
CNNIndonesia.https://m.cnnindonesia.com/gayahidup/20200904165920-255-542929/studi-83-persen-nakes-alami-burnoutsedang-sampai-berat%0
UU RI. (2014). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Jakarta: UU RI.
UU RI. (2014). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Jakarta: UU RI.
Wahidin, K. P., & Setiawan, R. R. (2020,
September). Lelah fisik dan mental tenaga medis kesehatan
perangi COVID-19. Alinea.id. https://www.alinea.id/nasional/lelah-fisik-dan-mental-tenaga-kesehatan-perangi-COVID-19-b1ZTA9xko
Wang, C., Horby, P. W.,
Hayden, F. G., & Gao, G. F. (2020). A novel coronavirus outbreak of global
health concern.� Lancet, 395(10223),
470�473. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30185-9
Wang, D. (2011). Research on the in fluence of
working pressure on turnover intention of new employees. International
Conference on Management and Service Science. 10.1109/icmss.2011.5998109
World Health Organization (WHO). (2020, Maret 02).
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation report 42. WHO https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200302-sitrep-42-COVID-19.pdf?sfvrsn=224c1add_2
WHO. World Health Organization (WHO). (2021, October
15). WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard. https://covid19.who.int/.
2021b.
Woodhead, E. L., Northrop, L., & Edelstein, B.
(2014). Stress, social support, and burnout among long-term care nursing staff.
Journal of Applied Gerontology, 1-22. 10.1177/0733464814542465.
Zijlstra, F. R. H., & Roe, R. A. (1999). Work
pressure as a determinant of burnout. A comparison.
Copyright holder: Nafila Sekar Arum Abdat (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |
��������