Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 9, September 2022

 

PENGGUNAAN LEVOBUPIVAKAIN DAN ROPIVAKAIN ISOBARIK PADA ANESTESIA SPINAL

 

Nasman Puar, Dedy Kurnia

Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas andalas, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Teknik anestesi spinal kini semakin berkembang dan banyak menjadi pilihan dalam tindakan operasi karena manfaat dan efektifitasnya. Sejalan dengan hal tersebut mendorong berkembanganya obat-obatan anestesi lokal dalam pengaplikasiannya. Obat anestesia lokal yang ideal memiliki kriteria onset kerja cepat, durasi kerja dan juga tinggi blokade yang dapat diperkirakan dengan efek samping minimal. Selama ini penggunaan bupivakain hiperbarik pada anestesi spinal masih menjadi pilihan pertama di negara kita. Penggunaan bupivakain hiperbarik dikaitkan dengan efek sistem saraf pusat yang berat dan reaksi mengancam jiwa pada kardiovaskular setelah penggunaanya. Levobupivakain isobarik dan ropivakain isobarik menjadi alternatif yang lebih aman pada anestesi spinal. Regresi blok motorik terjadi lebih awal dengan efek samping minimal pada levobupivakain dan ropivakain isobarik dibandingbupivakain hiperbarik.

 

Kata kunci: Anestesi Spinal, Levobupivakain isobarik, Ropivakain isobarik

 

Abstract

Spinal anesthesia techniques are now increasingly developing and are becoming the choice of surgery because of their benefits and effectiveness. In line with this, it encourages the development of local anesthetic drugs in their application. The ideal local anesthetic drug has the criteria of rapid onset of action, duration of action, and also predictable blockade height with minimal side effects. So far, the use of hyperbaric bupivacaine in spinal anesthesia is still the first choice in our country. Hyperbaric bupivacaine is associated with severe central nervous system effects and life-threatening cardiovascular reactions following its use. Isobaric levobupivacaine and isobaric ropivacaine are safer alternatives to spinal anesthesia. Regression of motor block occurs earlier with minimal side effects with isobaric levobupivacaine and ropivacaine compared with hyperbaric bupivacaine.

 

Keywords: Spinal Anesthesia, Levobupivacaine isobaric, Ropivacaine isobaric

 

Pendahuluan

Berbagai teknik anestesi telah dikembangkan guna memfasilitasi tindakan operasi yang lebih baik. Pemilihan teknik anestesi regional menjadi terus berkembang dan meluas akhir-akhir ini. Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang bekerja dengan cara menghambat saraf spinal di dalam ruang subaraknoid oleh zat-zat anestetik lokal. Keunggulan dari anestesi spinal sangat banyak diantaranya adalah teknik yang mudah dilakukan, biaya yang relatif lebih murah, efek sistemik relatif kecil, analgesia adekuat dengan kondisi pasien tetap sadar, aman terhadap sistem saraf, tidak menyebabkan konsentrasi plasma yang berbahaya, risiko aspirasi yang lebih kecil, pemulihan fungsi saluran pencernaan lebih cepat dan kemampuan mencegah respons stres dengan lebih sempurna. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan aman sangat ditentukan dari pemilihan obat anestesia lokal yang ideal dalam teknik anestesi regional ini. Obat anestesia lokal yang ideal memiliki kriteria onset kerja yang cepat, durasi kerja dan juga tinggi blokade dapat diperkirakan sehingga mampu menyesuaikan dengan lama operasi, tidak berefek neurotoksik, serta pemulihan blokade motorik pascaoperasi yang cepat mendukung mobilisasi dapat dilakukan sesegera mungkin.1 Studi menunjukkan, anestesi spinal lebih unggul dibandingkan anestesi umum dalam mencegah timbulnya efek samping mual dan memperpendek lama rawat inap di rumah sakit (Subandriyo, 2014).

Metode anestesi regional telah mengalami banyak modifikasi selama dua dekade terakhir dengan munculnya banyak anestesi lokal baru dan lebih aman. Anestesi spinal mudah dilakukan tetapi berhubungan dengan variabilitas luas dalam penyebaran ekstensi anestesi dan durasi blok sensorik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran obat anestesi spinal yang terkait dengan pasien, yaitu jenis kelamin, usia dan parameter morfometrik, termasuk volume dan densitas cairan serebrospinal (CSF), sedangkan yang lainnya berkaitan dengan larutan anestesi, yaitu dosis, volume, konsentrasi, barisitas, suhu injeksi, dan teknik injeksi. Tantangan terbesar dari metode ini adalah untuk memprediksi penyebaran anestesi lokal, memberikan blok yang memadai tanpa menghasilkan efek ekstensif yang tidak diperlukan (Rampengan, 2014).

Karakteristik agen anestesi spinal yang ideal dalam penggunaannya sehari-hari mencakup onset yang cepat dari blok anestesi bedah yang memadai sesuai durasi, pemulihan yang cepat dari blok sensorik dan motorik serta efek samping minimal (Ferdiansyah & Chilmi, 2022). Dahulu bupivakain hiperbarik 0,5% adalah satu-satunya obat yang digunakan untuk anestesi spinal setelah penghentian penggunaan lidokain intratekal. Namun, akibat efek samping kardiotoksik dan sistem saraf pusat telah menyebabkan pengembangan murni S (-) enansiomer turunannya, yaitu ropivakain dan levobupivakain isobarik.5 Penggunaan isomer bupivakain dikaitkan dengan efek sistem saraf pusat yang berat dan reaksi mengancam jiwa pada kardiovaskular setelah penggunaanya. Levobupivakain dan ropivakain isobarik, S (−) enansiomer murni dari bupivakain, telah muncul sebagai alternatif yang lebih aman untuk anestesi regional. Regresi blok motorik terjadi lebih awal dengan levobupivakain dan ropivakain isobarik dibandingkan dengan bupivakain (Zulkifli, Heru, Irfannuddin, & Maharani, 2018).

Penggunaan bupivakain hiperbarik pada anestesi spinal masih menjadi gold standar di negara kita (Djafar, Salahuddin, & Gaus, 2022). Namun, terdapat kelangkaan data yang menunjukkan kemanjuran yang sebanding antara levobupivakain dan ropivakain isobarik intratekal dengan bupivakain hiperbarik.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini dilakukan berupa literatur review, dimana dilakukan dengan langkah mengidentifikasi masalah terlebih dahulu. Kemudian mereview literatur. Memperjelas masalah atau menemukan masalahnya. Setelahnya mendefinisikan istilah dan konsep yang jelas. Menentukan populasi. Mengembangkan rencana instrumentasi. Mengumpulkan data. Dan terakhir menganalisis data.

 

Hasil dan Pembahasan

Levobupivakain

Levobupivakain isobarik adalah enansiomer S (-) dari bupivakain, anestesi lokal kerja panjang, memiliki efek samping yang lebih kecil pada kardiotoksik dan sistem saraf pusat dibandingkan dengan bupivakain (Setiawan, 2012). Secara klinis, levobupivakain ditoleransi dengan baik dalam berbagai teknik anestesi regional baik setelah pemberian bolus dan infus terus menerus pasca operasi. Laporan toksisitas levobupivakain jarang terjadi dan gejala toksik sesekali muncul, namun biasanya bersifat reversible.

Levobupivakain isobaric adalah obat anestesi lokal aminoamida milik golongan n-alkil pengganti pipecoloxylidide. Rumus kimianya adalah C H NO. Levobupivakain semakin banyak digunakan dalam praktik anestesi klinis sejak beberapa tahun terakhir karena profil farmakologisnya yang lebih aman. Levobupivakain menghasilkan blok subarachnoid dengan karakteristik sensorik dan motorik yang sama serta pemulihan seperti bupivakain. Levobupivakain bekerja secara farmakologisnya melalui blokade saluran natrium neuronal yang reversibel (Setiawan, 2012). Saraf bermielin lebih mudah diblokir melalui paparan pada nodus Ranvier daripada saraf yang tidak bermielin dan saraf kecil lebih mudah diblokir daripada yang lebih besar.

Levobupivakain menghasilkan efek samping yang sama seperti yang terlihat dengan turunnnaya yaitu bupivakain dan anestesi lokal lainnya. Efek samping obat yang paling umum dilaporkan adalah hipotensi (31%) diikuti oleh mual (21%), muntah (14%), sakit kepala (9%), nyeri prosedural (8%) dan pusing (6%) (Kusuma, 2019). Toksisitas jantung, trauma neurologis setelah blok saraf perifer dan efek SSP yang tidak diinginkan, lebih rendah daripada bupivakain. Jenis reaksi alergi jarang terjadi dan tingkat keparahannya berkisar dari urtikaria hingga reaksi anafilaktoid.

Alpha 1-glikoprotein adalah situs pengikatan utama untuk levobupivakain. Ikatan protein levobupivakain lebih banyak (97%) dibandingkan bupicavaine (95%). Kurang dari 3% obat beredar bebas dalam plasma. Proporsi obat bebas dapat memiliki tindakan pada jaringan lain, menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan dan manifestasi toksik. Pada bayi baru lahir dan dalam keadaan kekurangan protein seperti gizi buruk dan sindrom nefrotik, jumlah protein yang tersedia untuk mengikat lebih sedikit, menyebabkan tingkat obat bebas yang lebih tinggi, yang mengakibatkan efek toksik pada dosis yang lebih rendah. Pemberian levobupivakain isobaric 15 mg intratekal memberikan blok sensorik dan motorik yang memadai yang berlangsung selama kurang lebih 6,5 jam (Stimulans, 2015). Dosis yang lebih kecil (yaitu, 5-10 mg) digunakan dalam operasi kasus sehari-hari. Pada konsentrasi rendah, levobupivakain menghasilkan blok neuraksial diferensial dengan pelestarian fungsi motorik, yang mungkin menguntungkan untuk operasi rawat jalan. Dosis anestesi lokal minimum efektif levobupivakain seperti yang direkomendasikan oleh studi desain sekuensial adalah 11,7 mg.

Profil keamanan dan efek obat yang menguntungkan untuk levobupivakain telah menyebabkan penggunaannya yang luas. Levobupivakain umumnya ditoleransi dengan baik tetapi penyesuaian dosis penting pada populasi seperti anak dan orang tua. Sifat farmakokinetik levobupivakain mirip dengan bupivakain; keduanya dimetabolisme secara ekstensif di hati, dan diekskresikan dalam urin dan feses (Pediatrik, Hak, & Ahmad, n.d.).

Levobupivakain dimetabolisme oleh enzim hepatic cytochrome P450 (CYP) untuk membentuk 3-hydroxylevobupivakain dan untuk membentuk desbutyl-levobupivakain. Asam glukuronat dan konjugat ester sulfat dari 3-hydroxylevobupicaune diekskresikan dalam urin. Karena CYP3A4 dan CYP1A2 terlibat dalam metabolisme levobupivakain, ada potensi interaksi dengan inhibitor enzim ini, seperti metilxantin (inhibitor CYP1A2) dan ketoconazole (inhibitor CYP3A4). Laporan langka telah diperoleh mengenai sindrom cauda equina dan transient Horner�s syndrome yang berhubungan dengan penggunaan levobupivakain pada anestesi regional.

Studi klinis tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam onset, durasi dan blok sensorik, tetapi regresi lengkap blok sensorik membutuhkan waktu yang lebih lama. Regresi blok motorik terjadi lebih awal dengan levobupivakain dan ropivakain dibandingkan dengan bupivakain.

Spinal anestesi dengan levobupivakain isobarik dibandingkan dengan bupivakainin hiperbarik, memiliki onset yang lebih lambat dari blokade sensorik-motorik (penundaan sekitar 3 menit) dan blok dengan durasi yang lebih pendek (perbedaan sekitar 30 menit). Stabilitas hemodinamik didapatkan lebih pada isobarik levobupivakain seperti yang ditunjukkan oleh tingginya insiden hipotensi dan bradikardia dengan bupivakain hiperbarik. Levobupivakain isobarik memiliki blokade motorik sensorik yang efektif dengan profil hemodinamik stabil dan penurunan toksisitas sistem saraf pusat serta kardiovaskular dibandingkan bupivakain hiperbarik sehingga dapat menjadi alternatif lebih baik dalam anestesi spinal (Setiawan, 2012).

Penelitian oleh Parashaar P et al. menemukan bahwa levobupivicaine isobarik memberikan durasi blok sensorik, blok motorik, dan stabilitas hemodinamik yang lebih lama dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik (Nainggolan, Fuadi, & Redjeki, 2014). Durasi yang lebih lama dari blokade sensorik dan motorik oleh levobupivakain isobarik dapat menguntungkan untuk operasi dengan durasi yang lebih lama. Onset cepat blokade sensorik dan motorik oleh bupivakain hiperbarik dapat digunakan untuk efek cepat yang diperlukan dalam operasi darurat. Parashaar P et al. menyimpulkan bahwa 3 ml 0,5% levobupivakain isobarik dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih aman untuk 3 ml 0,5% Bupivakain hiperbarik dalam anestesi spinal untuk operasi perut bagian bawah dan ekstremitas bawah.

 

Ropivakain

Ropivakain isobaric adalah agen anestesi lokal amida kerja panjang, tersedia untuk anestesi spinal (Ayuningtyas, 2020). Ropivakain sebagai enansiomer S (-) murni dari propivakain, memiliki potensi yang lebih rendah untuk kardiotoksisitas dan neurotoksisitas dibandingkan bupivakain dengan demikian penggunaannya dikategorikan lebih aman. Ropivakain memiliki kelarutan lipid yang lebih rendah daripada bupivakain, sehingga penetrasinya lebih rendah ke serabut motorik bermielin dan dengan demikian juga memblokade motorik lebih rendah dengan diferensiasi sensorikmotor yang lebih besar.

Alpha-1-acid glycoprotein (AAG) adalah situs pengikatan utama untuk ropivakain dan mengikat obat-obatan dasar dalam kapasitas rendah, dengan afinitas tinggi. Konsentrasi obat yang tidak terikat dianggap terkait dengan toksisitas sistemik. Tingkat plasma AAG meningkat oleh trauma, pembedahan, dan keadaan patofisiologis lainnya, yang pada kesempatannya dapat mengubah konsentrasi plasma total dan tidak terikat ropivakain. Ropivakain sebagian besar dieliminasi melalui metabolisme ekstensif di hati, yang bergantung pada aliran darah hepatik serta derajat ikatan protein. Dua isoenzim sitokrom P450 (CYP), CYP1A2 dan CYP3A4, bertanggung jawab atas pembentukan 3′-hidroksi-ropivakain dan 2′,6′-pipecoloxylidide. Setelah pemberian dosis tunggal ropivakain radiolabeled intravena, 86% dari dosis diekskresikan dalam urin setelah 96 jam, terutama sebagai 3′-hidroksi-ropivakain (37% dari dosis), dengan hanya 1% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah. Sebagian besar radioaktivitas (sekitar 68%) diekskresikan dalam waktu 12 jam.

Seperti anestesi lokal lainnya, ropivakain menyebabkan penghambatan reversibel dari masuknya ion natrium dalam serabut saraf, sehingga mencegah depolarisasi membran sel dan selanjutnya mengganggu propagasi impuls. Tindakan ini diperkuat oleh penghambatan saluran kalium yang bergantung pada dosis.

Ropivakain menjadi salah satu pilihan anestesi lokal dalam operasi persalinan, obat ini sangat cocok untuk anestesi selama persalinan ibu karena memiliki efek samping minimal pada rahim, plasenta dan hemodinamik ibu (Sarim, 2020). Kathuria et al. melaporkan bahwa penggunaan kombinasi anestesi spinal-epidural dengan ropivakain sangat mengurangi reaksi merugikan pada ibu, dan memiliki efek yang lebih baik dari obat anestesi tradisional (Supraptomo, 2019). Pada tahun 2016, gabungan anestesi spinal-epidural dengan ropivakain telah diperkenalkan untuk aplikasi selama proses persalinan. Perlu diingat intoleransi ropivakain dapat terjadi pada ibu berusia >30 tahun, karena ropivakain memiliki efek toksik pada sistem kardiovaskular.

Ropivakain isobarik menghasilkan durasi yang lebih pendek pada blok sensorik dan tingkat blok motorik yang lebih rendah dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik. Dilain sisi, ropivakain isobarik menghasilkan efek samping lebih sedikit pada hemodinamik daripada bupivakain hiperbarik. Efek hipotensi dan bradikardia yang lebih kecil dianggap sebagai keuntungan besar terutama pada pasien geriatri dengan penyakit jantung. Berdasarkan bukti yang ada, ropivakain mungkin tidak menjadi pilihan utama obat anestesi lokal untuk anestesi spinal pada operasi dengan durasi yang relatif lama (Indrasari & Masnina, 2015). Namun, ropivakain isobarik menghasilkan karakteristik pemulihan lebih cepat pada operasi dengan durasi yang lebih pendek terkait dengan profil hemodinamik yang lebih baik dan mobilisasi dini sehingga membuatnya cocok untuk prosedur singkat yang dilakukan dalam operasi sehari-hari.

 

Levobupivakain dan Ropivakain Isobarik pada Anestesi Spinal

Penggunaan isobarik levobupivakain dengan ropivakain pada operasi perut bagian bawah dan tungkai bawah menggunakan teknik anestesi spinal didapatkan hasil onset rata-rata blok motorik lebih cepat dengan levobupivakain isobarik (10,27 �1,92 menit) dibandingkan ropivakain isobarik (12,93 �2,55 menit), dan durasi rata-rata blok motorik lebih lama dengan levobupivakain (207.33 � 22.27 menit) dibandingkan dengan ropivakain (146,60 �21,22 menit) (Setiawan, 2012).Athar M et al.mengamati bahwa onset rata-rata blok sensorik dengan levobupivakain isobarik (6,97 � 1,82 menit) secara signifikan lebih cepat dibandingkan dengan ropivakain isobarik(8,47 �2,55 menit), dan durasi rata-rata blok sensorik dengan levobupivakain isobarik (147,63 �27,53 menit) secara signifikan lebih lama dari ropivakain isobarik (97,40 �12,38 menit).

Onset serta durasi blok sensorik dan motorik sedikit lebih tinggi dengan levobupivakain isobarik daripada bupivakain hiperbarik pada operasi caesar. Urutan potensi relatif adalah bupivakain > levobupivakain > ropivakain. Baik combined spinal-epidural (CSE) atau blok epidural murni dapat digunakan untuk memberikan analgesia persalinan. Berbagai penelitian menunjukkan dosis analgesik lokal minimum untuk intratekal adalah 2,73-3,16 mg untuk levobupivakain dan 3,33-3,96 mg untuk ropivakain.

Pasien lanjut usia umumnya memiliki penyakit penyerta, dan alternatif yang lebih aman seperti levobupivakain dan ropivakain isobarik dapat secara signifikan mengurangi efek samping neutotoksisitas, kardiotosisitas, serta efek hemodinamiknya selama blok subarachnoid dibandingkan ropivakain hiperbarik.8 D'Souza et al. menemukan bahwa median onset Bromage 3 dengan 0,5% levobupivakain (isobarik) adalah lima menit, dan 18 menit dengan 0,75% ropivakain (isobarik), yang secara statistik bernilai signifikan.

Tekanan darah sistolik menunjukkan penurunan yang lebih besar dari baseline intraoperatif pada kelompok ropivakain dibandingkan dengan kelompoklevobupivakain sampai menit ke-90. Efek hemodinamik levobupivakain relatif lebih stabil daripada efek ropivakain yang lebih labil. Mual dan menggigil diamati terjadi lebih sering pada pasien yang menerima ropivakain (6,7%) dibandingkan dengan mereka yang menerima levobupivakain.

Di lain tempat, penelitian yang dilakukan oleh Cheng Q et al. mengatakan bahwa dibandingkan dengan levobupivakain, penggunaan ropivakain untuk analgesia persalinan memiliki onset yang lebih cepat dan dampak yang lebih rendah pada tanda-tanda vital ibu, dan dikaitkan dengan penurunan tingkat operasi caesar ibu di antara pasien yang tidak memilih operasi caesar pada awalnya. Sejalan dengan Bhanti K et al. yang menyatakan bahwa regresi awal dari blokade membuat ropivakain lebih baik dibandingkan dengan levobupivakain untuk operasi infra‑umbilical singkat pada anak-anak. Ropivakain isobarik bersama dengan fentanil menunjukkan kombinasi obat yang lebih baik daripada levobupivakain isobarik dengan fentanil atau bupivakain hiperbarik dengan fentanil sebagai anestesi spinal untuk operasi artroskopi lutut rawat jalan.

Levobupivakain dengan pengikatan proteinnya yang lebih cepat, memiliki efek dan toksisitas minimal yang tidak diinginkan. Ropivakain menunjukkan diferensiasi blok sensorimotor pada dosis rendah serta memiliki toksisitas yang lebih rendah karena kelarutan lipidnya yang minimal. Jadi, kedua jenis lokal anestesi ini dianggap aman untuk menjadi alternative ideal pengganti bupivakain hiperbarik dalam penggunaannya pada anestesi spinal.

Kesimpulan

Levobupivakain dan Ropivakain isobarik dianggap aman dan dapat digunakan menjadi alternative ideal pengganti bupivakain hiperbarik dalam penggunaannya pada anestesi spinal.

Levobupivakain dan Ropivakain menghasilkan durasi yang lebih pendek pada blok sensorik dan tingkat blok motorik yang lebih rendah dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Ayuningtyas, Atika Fajrin. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencapaian Bromage Score Pada Pasien Pasca Anestesi Spinal Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Djafar, Muhammad Irfan, Salahuddin, Andi, & Gaus, Syafruddin. (2022). Effect Of Crystalloid Fluid Loading And Vasopressor Pre-Treatment On The Time Of Blood Pressure Drop In Cesarean Section With Subarachnoid Block. Jurnal Kesehatan, 15(1), 37�49.

Ferdiansyah, E.Ramawan, & Chilmi, M. Z. (2022). Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Ortopedi II (Ekstremitas Atas dan Bawah). BUKU AJAR BLOK MUSKULOSKELETAL-ASPEK ORTOPEDI, 31.

Indrasari, Citra, & Masnina, Rusni. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Acut Coronary Syndrome (ACS) Stemidi Ruang Intensive Coronary Care Unitrsud Abdul Wahab Syahranie Samarinda Tahun 2015.

Kusuma, Andhita Choti. (2019). Efektivitas teknik yoga dan abdominal stretching exercise terhadap intensitas nyeri haid (dismenore) pada mahasiswi di fakultas ilmu kesehatan universitas muhammadiyah magelang. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang.

Nainggolan, Hunter D., Fuadi, Iwan, & Redjeki, Ike Sri. (2014). Perbandingan anestesi spinal menggunakan ropivakain hiperbarik 13, 5 mg dengan ropivakain isobarik 13, 5 mg terhadap mula dan lama kerja blokade sensorik. Jurnal Anestesi Perioperatif, 2(1), 45�54.

Pediatrik, Prinsip Dasar Anestesi, Hak, CiPta Sanksi Pelanggaran, & Ahmad, Muh Ramli. (n.d.). Recommend Stories.

Rampengan, Starry H. (2014). Penyakit Jantung pada Kehamilan. BADAN PENERBIT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sarim, Budi Yulianto. (2020). Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia Uteri. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 3(1), 47�58.

Setiawan, Dzulfrida. (2012). Perbedaan mula kerja dan lama kerja blokade Antara penambahan ketamin dengan fentanil Pada bupivakain sebagai anestesi spinal. UNS (Sebelas Maret University).

Stimulans, Golongan. (2015). Keracunan Napza. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 2: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya, 327.

Subandriyo, Dedhi. (2014). Pengaruh pemberian ketotifen terhadap kadar interleukin 6 serum dan skor nyeri pada operasi mastektomi. UNS (Sebelas Maret University).

Supraptomo, R.Th. (2019). Pengaruh Intrathecal Labor Analgesia (ILA) terhadap kadar enos, tnf-?, il-6, asam laktat, vas, skor apgar dan durasi persalinan pada ibu hamil inpartu. UNS (Sebelas Maret University).

Zulkifli, Zulkifli, Heru, Fredi, Irfannuddin, Irfannuddin, & Maharani, Nurmala Dewi. (2018). Efektivitas Penambahan 0, 6 mL Dekstrosa 40% pada 12mg Levobupivakain 0, 5% Isobarik terhadap Mula dan Lama Kerja Blokade Sensorik-Motorik Anestesi Spinal untuk Seksio Sesarea. Majalah Anestesia Dan Critical Care, 36(3), 95�105.

 

������������������������������������������������

Copyright holder:

Nasman Puar, Dedy Kurnia (2022)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: