Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 9, September 2022

 

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH GANDA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 392/K/TUN/2017)

 

Heru Siswanto

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan oleh pemerintah yang menghasilkan pemberian sertifikat. Sertifikat sebagai bukti kuat penguasaan hak atas tanah tidak selalu menjamin kepastian hukum bagi pemegangnya. Terungkap kasus tumpang tindih hak atas tanah terjadi di Desa Sukajaya. Kecamatan Jonggol. Kabupaten Bogor. Jawa barat. Pemilik sah, yaitu H. Agus Salim, mengajukan pembatalan hak atas tanah ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dengan objek gugatan, yaitu hak milik nomor 87/ Sukajaya atas nama Syahrir Sandun dan hak milik nomor 86/ Sukajaya atas nama H. ​​Mas Bonsar Hernayadi. Penulis ingin mengetahui pertimbangan hukum putusan 392 K/TUN/2017 dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh putusan tata usaha negara. Melalui tulisan ini, menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sebagai dasar pemecahan masalah. Temuan penelitian ini dapat diketahui bahwa hak milik nomor 87/ Sukajaya dan 86/ Sukajaya tidak memiliki validitas. Itu dibatalkan dan dicabut dalam putusan 392/KTUN/2017

 

Kata Kunci:  Pendaftaran Tanah, Sertifikat Ganda, Pembatalan Hak Atas Tanah

 

Pendahuluan

Tanah merupakan unsur penting bagi manusia dalam menjalani kehidupan dan bertahan hidup, Negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Bagi bangsa Indonesia tanah memiliki peran penting terhadap kehidupan setiap orang. Tanah menjadi modal dasar bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara dan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, oleh karena itu pemilikan, pemanfaatan, maupun penggunaan tanah memperoleh jaminan perlindungan hukum dari Pemerintah.

  Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berorientasi kepada kesejahteraan umum, maka dari itu tanah sudah merambah kepada persoalan yang komplek dan memerlukan pemecahan dengan komprehensif, Guna memberikan kepastian hukum serta melindungi hak-hak pemilik tanah, Pemerintah wajib melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

  Kegiatan pendaftaran tanah yang sudah memenuhi persyaratan pendaftaran tanah maka langkah selanjutnya adalah pemberian sertipikat hak atas tanah dapat diberikan kepada hak milik perseorangan atau hak milik badan hukum. Hak milik merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang dapat dimiliki dan dialihkan seseorang setelah pendaftaran tanah dilakukan. Berdasarkan Pasal 20 UUPA berbunyi:

1.     Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA.

2.     Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pemberian kata terkuat dan terpenuh bukan berarti bahwa hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu.

Terlebih lagi Pasal 18 UUPA mengamanatkanUntuk Kepentingan Umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang”. Berdasarkan fakta bahwa sertipikat hak atas tanah belum sepenuhnya memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah. Pemilik sertipikat hak atas tanah kemungkinan menghadapi adanya gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut.

Pemilik sebenarnya menunjukan alat bukti yang berupa sertipikat hak atas tanah dapat diandalkan, walaupun sertipikat hak atas tanah sebagai tanda bukti yang kuat bagi pemegang haknya. Tidak menutupi kemungkinan adanya klaim tuntutan dari pihak lain terhadap hak atas tanah yang telah dikeluarkan sertipikat. Sehingga terjadi sengketa/konflik tersebut berujung di lembaga peradilan.

Terdapat masalah pertanahan khususnya sengketa yang timbul atas sertipikat ganda dalam Putusan 392 K/ TUN/2017. Penggugat yaitu H. Agus Salim yang memberi kuasa kepada Pardamean Lumban Gaol, SH. dan Yogi Nathaniel, SH. melawan Tergugat yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang diwakilkan oleh Ispriyadi Nurhantara, SH, Sopiyan, A.Ptnh, Ate Sarah, SH, Upi Surasti, SH, Sarminto. Penggugat merupakan pemilik tanah yang mempunyai alat bukti sertipikat hak milik No.88/Sukanegara yang kemudian berubah menjadi sertipikat hak milik No 418/Sukajaya. Dasar gugatan bahwa Penggugat pemilik tanah seluas 20.410 m2 (Dua Puluh Ribu Empat Ratus Sepuluh Meter Persegi) yang berlokasi di Blok Sodong, RT.01 dan RT 02/RW 05, Desa Sukajaya, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penggugat membeli tanah tersebut dari Yogiharjo pada tahun 1995. Telah terjadi tumpang tindih sertipikat hak milik Penggugat yang lebih dahulu terbit pada tahun 1982 sebelum pemakaran Desa Sukanegara menjadi Desa Sukajaya pada tahun 1987.

Penggugat mengetahui bahwa terjadi tumpah tindih terhadap sertipikat hak milik atas tanah milik Penggugat pada tanggal 13 Juli 2016 ketika Penggugat ingin menjual tanah miliknya. Penggugat mengetahui terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik atas nama Syahrir Sandun H. Mas Bonsar Hernayadi yang diterbitkan pada tahun 2002. Tergugat menerbitkan sertipikat hak milik atas nama Syahrir Sandun dan H. Mas Bonsar Hernayadi pada tanah milik Penggugat atas dasar Akta Jual Beli milik H. Mas Bonsar Hernayadi yang dibuat oleh Notaris PPAT Machdar Daud, SH. yang berkedudukan di Tanjung Priuk Jakarta Utara dengan dasar pembelian tanah dari H. Muhamad Saleh.

Atas pernyataan pihak Desa Sukajaya bahwa tidak pernah ada proses jual beli atas tanah milik Penggugat kepada Syahrir Sandun dan H. Mas Bonsar Hernayadi serta tidak pernah menguasai fisik di lokasi Blok Sodong, khususnya di area sertipikat hak milik Syahrir Sandun dan H. Mas Bonsar Hernayadi. Tidak pernah ada catatan maupun arsip hasil pengumuman BPN selama 2 bulan berturut-turut tentang akan diterbitkan sertipikat hak milik dasar dari girik letter C atas nama Syahrir Sandun dan H. Mas Bonsar Hernayadi.

 Nomor Objek Pajak SPPT atas nama Syarir Sandun dan H. Mas Bonsar Hernayadi tidak tercatat dalam arsip Desa Sukajaya dan Kecamatan Jonggol pada buku Desa tidak tercatat Letter C No. 1207 Persil No.59D. D.II yang menjadi dasar pengakuan hak untuk pembuatan sertipikat hak milik atas nama Syahrir Sandun. Pihak Desa Sukajaya juga menyatakan bahwa Letter C No.1218 Persil No.59.D.II milik H. Mas Bonsar Hernayadi juga tidak tercatat dalam buku Desa Sukajaya seperti yang tercantum dalam pengakuan hak sebagai dasar untuk pembuatan sertipikat hak milik atas nama H. Mas Bonsar Hernayadi.

Bahwa yang diinginkan Penggugat ialah menyatakan batal dan mencabut sertipikat hak milik No : 87/Sukajaya yang diterbitkan Tanggal 18 November 2002 dengan No surat ukur : 117/Sukajaya /2002, Tanggal 08-11-2002: NIB : 10.09.13.21.00136: penunjuk : bekas tanah milik adat letter C No/1217 Persil 59 D.II Luas Tanah 65.000m2 atas Nama : H Mas Bonsar Hernayadi dan sertipikat hak milik No: 87/Sukajaya yang diterbitkan pada Tanggal 18 November 2002  dengan No surat ukur : 116/Sukajaya/2002, Tanggal 08-11-2002; NIB : 10.09.13.21.0013; penunjuk : Bekas tanah milik adat letter C No.1207 Persil 59 D. II; luas tanah : 50.000 m2. Atas nama Syahrir Sandun.

Berdasarkan Pasal 53 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 terdapat cacat yuridis yang dinyatakan batal. Bahwa dalam putusan ini eksepsi Tergugat tidak diterima dan hakim mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya serta menyatakan batal keputusan Tergugat dan mewajibkan Tergugat untuk mencabut keputusan Tergugat berupa:

1.      Sertipikat Hak Milik, No : 87/SUKAJAYA, Luas Tanah : 50.000 m2 Atas Nama : SYAHRIR SANDUN, sebatas tanah milik Penggugat.

2.      Sertipikat Hak Milik, No : 86/SUKAJAYA, Luas Tanah : 65.000 m2 Atas Nama : H. MAS BONSAR HERNAYADI, sebatas tanah milik Penggugat.

Dalam kasus jual beli tanah yang menyebabkan terjadinya sertipikat ganda sering sekali disebabkan lemahnya sistem administrasi pertanahan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Termasuk namun tidak terbatas pada penyimpanan arsip/dokumen sertipikat hak milik masyarakat yang belum rapih, sehingga menyebabkan Pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional tidak dapat menjelaskan dengan baik keberadaan dokumen tersebut. Sertipikat ganda tersebut disebabkan oleh manusia (human error), adanya kesalahan atau ketidak hati-hatian serta tidak ada itikad baik atau kesengajaan yang dapat menimbulkan terjadinya tumpang tindih baik disengaja maupun tidak disengaja.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnya dapat timbul beberapa permasalahan. Adapun permasalahanny adalah Bagaimana tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan eksekusi administratif dari Putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnya dapat timbul beberapa permasalahan. Adapun permasalahanny adalah Bagaimana tanggung jawab  Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan eksekusi administratif dari Putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnya dapat timbul beberapa permasalahan. Adapun permasalahanny adalah Bagaimana tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan eksekusi administratif dari Putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah studi penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan konsep penelitian yang berdasarkan pada bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian terhadap hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut pengkonsep atau dalam pengembangannya.

 

Hasil dan Pembahasan

Hukum Administrasi Negara merupakan bagian yang dikelola oleh gabungan jabatan eksekutif dan bukan yang masuk dalam wilayah yudikatif dan legislatif, sedangkan Pemerintahan adalah berkenaan dengan sistem, fungsi, cara perbuatan, kegiatan, urusan atau tindakan memerintah yang dilakukan atau diselenggarakannya atau dilaksanakan oleh pemerintah dalam artian luas.

Pertanggungjawaban perbuatan Pemerintah muncul karena adanya kewenangan dan adanya hak dan kewajiban. Oleh karena itu pertanggungjawaban Pemerintah merupakan kewajiban penataan hukum dari Negara atau Pemerintah atau Pejabat lain yang menjalankan fungsi Pemerintahan sebagai akibat adanya suatu keberatan gugatan, yang diajukan oleh seseorang, masyarakat dan badan hukum perdata, bentuk pertanggungjawaban berupa:

1.   Pembayaran sejumlah uang, semisal ganti rugi.

2.   Menerbitkan atau membatalkan/mencabut suatu keputusan atau Peraturan.

3.   Tindakan-tindakan lain yang merupakan pemenuhan kewajibannya.

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Pasal 1 angka (1) Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional:

“Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disebut BPN RI adalah Lembaga Pemerintahan non kementerian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Predisen”.

Kantor Pertanahan merupakan Pejabat TUN, hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara  ( UU 5/1986) pada Pasal 1 angka 2 yang berbunyi:

“Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan Pemerintahan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku”.

Sengketa tata usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan yang berlaku bersifat konkrit, individual  dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan perdata sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU 5/1986. Ketentuan Pasal 105 PMNA/KaBPN 9/1999, bahwa pembatalan hak atas tanah dilakukan dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional atau  melimpahkan kepada Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuk. Pada prinsipnya hak atas tanah yang dibatalkan dengan keputusan surat pembatalan yang berwenang penerbitannya sesuai dengan pelimpahan wewenang yang diatur dalam PMNA/KaBPN 9/1999. Badan Pertanahan Nasional bertanggungjawab atas sertipikat yang dikeluarkannya sesuai Pasal 37 PMNATR 21/2020.

Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit mengamanatkan bahwa Negara melindungi segenap bangsa Indonesia, jika disandingkan dengan asas perlindungan hukum serta kepastian hukum maka segala aktivitas masyarakat sebagai warga negara mendapat perlindungan hak-hak

Sertipikat sebagai alat bukti yang terkuat masih belum bisa menjamin kepastian hukum, dalam melindungi objek yaitu tanah dan subjek yaitu hak perorangan atau badan hukum. Dalam prosesnya masih sering terjadi konflik/sengketa tanah yang berupa adanya tumpang tindih atas sertipikat tanah pada objek tersebut, biasanya sertipikat ganda terjadi karena adanya kesalahan administrasi yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Penyelesaian sengketa pertanahan dengan menggunakan jalur pengadilan akan memunculkan Sengketa Tata Usaha Negara karena Badan Pertanahan Nasional selaku Pejabat yang menerbitkan sertipikat tanah berlaku ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara, apabila terjadi Sengketa Tata Usaha bahwa perbuatan Pejabat tersebut sudah melawan hukum baik dengan kesalahan ataupun kelalaian ketika menjalankan kewajibannya. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional terhadap pembatalan sertipikat hak milik atas tanah berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap hanya dapat diterbitkan berdasarkan permohonan sesuai dalam Pasal 124 angka 1 PMNA/KaBPN 9/1999 mengamanatkan:

“Keputusan pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan atas permohonan yang berkepentingan”.

Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab terhadap diterbitkannya sertipikat hak milik atas tanah, sesuai dengan Pasal 56 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan mengamanatkan:

1.   Dalam hal pelaksanaan Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan kewenangan pembatalan.

2.   Kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.   Kepala Kantor Pertanahan, dalam hal keputusan konversi/penegasan/pengakuan, pemberian hak, pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

b.   Kepala Kantor Wilayah BPN, dalam hal keputusan konversi/penegasan/pengakuan, pemberian hak, pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.

c.   Menteri dalam hal keputusan pemberian hak, keputusan pembatalan hak, keputusan penetapan tanah terlantar yang diterbitkan oleh Menteri.

3.   Penerbitan keputusan pembatalan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kantor Wilayah BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan atas nama Menteri dan dilaporkan kepada Menteri dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak keputusan pembatalan diterbitkan.

Peradilan Tata Usaha dibentuk untuk menegakan keadilan, kebenaran dan kepastian hukum. PTUN memberikan pengayoman kepada masyarakat khususnya hubungan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan orang atau badan hukum perdata. Putusan PTUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap pembatalan sertipikat hak milik atas tanah yang bersifat mengikat dan memiliki kekuatan pembuktian serta memiliki kekuatan hukum eksekutorial. Putusan PTUN yang mempunyai hak eksekutorial tergantung pada amar yang diputusan oleh PTUN.

Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), kekuatan hukum tetap yang bersifat menghukum haruslah diterima oleh para pihak, karena para pihak telah diberi kesempatan untuk melakukan upaya hukum baik perlawanan, banding maupun kasasi, konsekuensi khususnya pihak yang terkalahkan harus merealisasikan putusan tersebut dengan cara sukarela. Sebagai wujud pelaksanaan terhadap suatu Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum (inkracht), dalam hal ini bahwa putusan sudah mencapai putusan akhir dan final.

Dalam pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka kewajiban Badan atau Pejabat Tata Usaha adalah:

1.   Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

2.   Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan Tata Usaha yang baru.

3.   Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada ketentuan Pasal 3 UU PTUN.

4.   Badan Pertanahan Nasional wajib melaksanakan putusan tersebut secara paksa, pada pelaksanaan eksekusi tersebut harus dilaksanakan semuanya. Eksekusi merupakan tindakan memaksa guna menjalankan Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

5.   Pejabat tata usaha negara yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan maka dia telah berbuat sewenang-wenang dan telah menyalahgunakan wewenangnya. Dalam eksekusi putusan PTUN apabila Pejabat TUN tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan putusan PTUN maka pihak penggugat harus mengajukan kembali permohonan kepada hakim PTUN untuk memberikan perintah kepada instansi atasan Pejabat TUN agar, Pejabat TUN dapat melaksanakan putusan yang telah diterapkan. Karena para pencari keadilan tentunya tidak ingin putusan yang dihasilkan dalam perkara tersebut hanya diatas kertas semata, dalam kata lain bahwa putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

Kesimpulan

Badan Pertanahan Nasional selaku Lembaga Pemerintahan yang menerbitkan sertipikat tanah sebagai pengembangan terhadap administrasi khususnya pertanahan. Apabila terjadi masalah pertanahan maka salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan Pasal 2 PMATR/KBPN 21/2020. Pihak yang merasa dirugikan terhadap sertipikat yang cacat hukum administrasi sesuai dengan Pasal 35 PMATR/KBPN 21/2020 tersebut diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan pembatalan diluar pengadilan atau menggunakan jalur pengadilan. Apabila permohonan pembatalan menggunakan jalur diluar pengadilan maka diajukan kepada Menteri Agraria/Kepala Kantor Pertanahan Nasional harus sesuai dengan Pasal 106 PMNA/KaBPN 9/1999. Apabila Permohonan pembatalan menggunakan jalur pengadilan maka harus sesuai dengan Pasal 125 PMNA/KaBPN 9/1999. Dalam hal mengajukan permohonan pembatalan hak atas tanah yang menggunakan jalur pengadilan maka amar putusan pengadilan tersebut harus sudah berkekuatan hukum tetap lalu diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan Pasal 132 PMNA/KaBPN 9/1999. Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan eksekusi administratif terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap ditindaklanjuti jika amarnya menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum/tidak mempunyai kekuatan mengikaPada dasarnya eksekusi administratif merupakan rangkaian dari proses hukum acara dalam bentuk yang memaksa.

 


BIBLIOGRAFI

 

Dewandaru, Prasetyo Ary, dkk. (2020). “Penyelesaian Sengketa Tanah Terhadap Sertifikat Ganda di Badan Pertanahan Nasional”. Diponogoro Jurnal Notarius. Volume 13. Nomor 1

 

Kusnandi, Adi. “Tanahhttps://www.bphn.go.id (2020) Tanah,  htm, 14 November 2020.

 

Malaka, Zuman  & Habib Adjie. (2017). “Tanggungjawab Kantor Pertanahan Terhadap Terbitnya Sertipikat Ganda”. Universitas Narotama Jurnal Al-Qanum.  Volume 20. Nomor 2.

 

Saptono, Damar Ariadi, Agus. (2017).  Pembatalan Sertipikat Terhadap Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Hakim”,  Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Jurnal Repertorium. Volume IV. Nomor 2.

 

Sembiring, Jimy Joses. (2010). Panduan Mengurus Sertifikat Tanah. Jakarta: VisiMedia

 

Perdana, Septivany Christa. (2018). “Sertipikat Ganda Pada Proyek Pembangunan Rumah Susun. Universitas Pancasila Jurnal Legal Reasoning. Volume 1. Nomor 1.

 

Copyright holder:

Heru Siswanto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: