Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 10, Oktober 2022
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM KH. AHMAD
DAHLAN DAN RELEVANSINYA DALAM KONTEK KEKINIAN
Toro Yudistiro, Nur Hadi
Pascasarjana Institut
Mambaul ‘Ulum, Surakarta
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penulisan ini adalah
untuk mengetahui biografi KH.Ahmad Dahlan serta mengungkap konsep pemikiran
beliau dalam pendidikan khususnya pendidikan islam. Berdasar dari referensi dan
literatur yang penulis dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa : visi dan misi
pendidikan KH.Ahmad Dahlan adalah untuk menguatkan Aqidah masyarakat. Tujuan
pendidikan beliau adalah untuk membentik manusia (1) baik budi, yaitu alim
dalam agama; (2) luas pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum; (3) bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat melalui pendidikan akhlak, pendidikan
individu dan pendidikan sosial. Lembaga pendidikan menurut beliau harus
dikelola dan diatur sebaik mungkin serta didukung oleh organisasi yang permanen.
Konsep pendidikan islam yang beliau terapkan pada era setelah Indonesia merdeka
di adopsi ke dalam kurikulum nasional dan pada era orde baru pendidikan agama
dijadikan mata pelajaran wajib.
Kata Kunci: KH.Ahmad Dahlan, Pemikiran
Pendidikan, Pendidikan Islam.
Abstract
The purpose of this writing is to
find out the biography of KH. Ahmad Dahlan and revealed his concept of thought
in education, especially Islamic education. Based on the references and
literature that the author got, it can be concluded that: the vision and
mission of KH education. Ahmad Dahlan is to strengthen the Aqidah of the
community. The purpose of his education is to fix man (1) good mind,
that is, alim in religion; (2) the breadth of views, i.e. alim in the general sciences;
(3) willing to strive for the betterment of society through moral education,
individual education and social education. According to him, educational
institutions must be managed and managed as well as possible and supported by a
permanent organization. The concept of Islamic education that he applied in the
era after Indonesia became independent was adopted into the national curriculum
and in the new order era religious education was used as a compulsory subject.
Keywords: KH. Ahmad Dahlan, Educational
Thought, Islamic Education.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia, itu semua tidak lepas
dari peran organisasi Islam yang hadir membawa perubahan termasuk Muhammdiyah dengan jumlah lembaga
pendidikan yang telah didirikan merupakan bukti konkrit dalam
proses pemberdayaan umat islam dan pencerdasan bangsa. Pendidikan Muhammadiyah sebagai
pendidikan islam yang telah membawa pembaharuan
di Indonesia khususnya dalam
bidang pendidikan tidak lepas peran
dari tokoh pendirinya yaitu KH. Ahmad
Dahlan.
Muhammadiyah memainkan peran yang sangat penting dalam dakwah, pendidikan dan pembangunan bidang sosial. Secara historis, lahirnya organisasi ini bertujuan untuk membebaskan umat Islam dari berbagai praktik dan segala aspek kehidupan yang menyimpang dari ajaran Islam. Diperparah dengan kehadiran dan misi Kristen Akibatnya, umat Islam semakin terobsesi dengan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Semua ibadah diharamkan kecuali atas perintah Nabi Muhammad” adalah ajaran utama KH. Ahmad Dahlan. Anggota Muhammadiyah menjunjung tinggi ajaran ini sampai hari ini. Ini juga merupakan reformasi dari KH. Ahmad Dahlan menentang ajaran agama yang dianut di Jawa saat itu.
Dari sudut pandang pendidikan, penyebab lahirnya Muhammadiyah adalah salah satu dari dualisme sistem pendidikan. Pertama, sistem pendidikan kolonial (pendidikan Belanda) yang kumuh dan diskriminatif. Disebut Suralisme karena pendidikan yang dipraktikkan oleh penjajah hanya mengkaji pengetahuan umum dan mengabaikan pengetahuan agama. Pendidikan penguasa kolonial Belanda juga diskriminatif. Artinya tidak semua orang bisa mengenyam pendidikan di sekolah kolonial. Namun, sistem pendidikan yang dikelola oleh koloni itu modern. Kedua, pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat melalui pesantren secara tradisional diatur oleh kurikulum sementara. Pendidikan tradisional diajarkan hanya melalui pengajaran agama dan dilakukan secara individu oleh seorang guru atau kyai dan menggunakan metode sorogan (wetonan). Kegiatan pembelajaran bersifat pasif, siswa hanya menerima dan mencatat tanpa bertanya apa-apa, dan mempertanyakan penjelasan Kyai sangat tabu pada saat itu.
Dalam hal administrasi dan metode pengajaran, kedua sistem pendidikan ini sangat berbeda. Pendidikan yang diselenggarakan oleh sistem pendidikan kolonial (tipe pertama) menghasilkan lulusan yang kreatif, dinamis dan percaya diri namun tidak memahami ajaran agama dan memiliki sikap negatif terhadap agama. Di sisi lain, jenis pendidikan kedua (sistem tradisional) menghasilkan lulusan yang terisolasi dari kehidupan modern dan cenderung sinis akan tetapi taat dan patuh dalam mengamalkan ajaran agama.
Metode
Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
kualitatif, metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian
generalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran informasi
yang lebih dalam tentang konsep pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan dan
relevansinya dalam konteks kekinian. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dari berbagai sumber referensi seperti studi literatur ilmiah yang
berasal dari buku, jurnal artikel, dsb.
Hasil
Dan Pembahasan
A.
Biografi
KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan
di daerah Kauman kota Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis pada tahun 1869, sumber lain mengatakan tanggal 1 Agustus 1868. Memang kelahiran KH. Ahmad Dahlan agak gelap tanggal pastinyapun
tidak terlacak. Organisasi yang dia dirikan yaitu Muhammadiyah sekarang menjadi maju dan menjadi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia bahkan di
dunia dari segi anggotanya. KH. Ahmad Dahlan adalah
anak seorang kyai tradisional yaitu K.H. Abu Bakar
bin Kyai Sulaiman, seorang
khatib di Masjid Sultan di kota itu.
Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang
penghulu. KH. Ahmad Dahlan adalah anak
keempat dari tujuh bersaudara.
Silsilahnya beliau yaitu
Muhammad Darwis Bin KH. Abu Bakar Bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin KH. Demang
Djurung bin Ki Ageng Gibrig (jatinom) bin Maulana Fadlullah (Prapen) bin Mulana Ainul Yaqin
(Sunan Giri) bin Mulana Ishaq bin Mulana Malik Ibrahim. Dan Ibunda dari adalah Siti Aminah binti KH.
Ibrahim, merupakan seorang
penghulu besar diYogyakarta.
Darwis mulai mengenal pendidikan sejak uisa balita,
kedua orang tua darwis sudah memberikan
pendidikan agama. Berdasarkan fakta di atas dapat
kita pahami dalam silsilah, Muhammad Dahlan termasuk keturunan ke-12 dari Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, seorang wali terkemuka
diantara Wali Songo.
Sebagaimana anak seorang
kyai pada masa itu pemuda Darwis
juga menimba ilmu ke banyak kyai. Ia belajar ilmu
fikih kepada KH Muhammad Shaleh, ilmu Nahwu-Sharaf
(tata bahasa) kepada KH
Muhsin, ilmu falak (astronomi) kepada KH Raden KH.
Ahmad Dahlan, ilmu hadis kepada kyai Mahfud dan Syekh KH Ayyat, ilmu Al Qur-an kepada Syekh
Amin dan Sayid Bakri Satock,
dan ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syekh Hasan. Di lihat dari pendidikan
formalnya, waktunya banyak dihabiskan untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dari pendidikan tradisiona. Namun sekitar tahun
1890 K.H. Ahmad Dahlan memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan di Mekah. Di Mekah ia berinteraksi
dengan beberapa tokoh modernisasi dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afgani,
Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah. Saat itu berumur
21 tahun untuk naik haji
dan menuntut ilmu di sana. Ia belajar
selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.
KH. Ahmad Dahlan satu guru satu ilmu lagi
dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Ia juga satu guru dengan Haji Abdul Karim
Amrullah (ayah Buya Hamka) dan Syekh Muhammad Djamil Djambek. Seluruh gerakan Islam di
Indonesia yang menjadi mainstream sumbernya
satu yaitu Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi
yang menjadi Imam Masjidil
Haram di Mekkah. Dari Ahmad Khatib inilah KH. Ahmad Dahlan berkenalan
dengan pemikiran trio pembaharu dan Reformis Islam dari Timur Tengah yaitu Sayid Jamaluddin Al Afghani, Syekh
Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rasyid Ridha. Pada tahun 1905 K.H. ahmad Dahlam kembali ke Indonesia,15 dan menikah dengan Siti Walidah, puteri seorang hakim di Yogyakarta. Siti Walidah merupakan pahlawan nasional dan pendiri Aisyiyah, oleh karena itu ia lebih
dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan. Untuk memenuhi kebutuhan seharihari, K.H. Ahmad
Dahlan berdagang batik dan keliling
hampir ke semua daerah di Jawa sekali gus
menyampaikan ide-idenya kepada umat Islam, khusunya yang menjadi tokoh di daerahnya masing-masing.
Tokoh umat Islam yang sudah sepaham dengan
Ahmad Dahlan inilah kemudian
menjadi pengikutnya dan menjadi bagian terpenting dalam gerakan Muhammadiyah
Akhirnya
KH. Ahmad Dahlan membawa gerakan
reformasi ke Indonesia. KH. Ahmad Dahlan mulai memperkenalkan cita-cita reformasinya dengan terlebih dahulu berusaha mengubah arah kiblat
Masjid Kesultanan Keraton
Yogyakarta ke arah yang sebenarnya, yaitu barat laut (sebelumnya ke arah barat).
Perubahan
ini sangat kecil artinya bagi kita
sekarang, tetapi itu menunjukkan kesadaran KH. Ahmad Dahlan berbicara
tentang perlunya menyingkirkan kebiasaan buruk karena menurut
beliau, hal itu bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, beliau berkeinginan membersihkan Islam dan Muslim secara
fisik (dengan membersihkan desa), maupun secara mental spiritual (dengan menghapus tradisi campuran Hindu, Budha, animisme, dinamisme dan mistisisme) yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam.
KH. Ahmad Dahlan mempunyai sifat dzakak (cerdas
akalnya) mudah memahami kitab yang sulit, beliau juga mempunyai maziyah atau keistimewaan
dalam khauf atau rasa takut terhadap نبآء العظيم
(Kabar bahaya yang besar) yang tersebut dalam Al Qur’an surat An–Naba’, seperti yang tampak dalam kata-katanya, pelajaran yang beliau berikan serta nasehat-nasehat yang beliau sampaikan.
Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak
sedang dakam sifat raja’ yaitu mengharap–harap rahmat tuhan. KH. Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu mempergunakan bermacam–macam senjata menurut
mestinya. Sehingga KH.
Ahmad Dahlan itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat
Islam Indonesia dan perkumpulan Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang maksudnya
untuk patuh mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW
mendapat karunia dan dapat hidup dengan
suburnya. Beliau wafat pada tanggal 23 Februari 1923 (dalam usia 55 tahun)
B.
Pemikiran
Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
1.
Visi dan Misi
KH. Ahmad Dahlan melihat kondisi umat saat
itu maka beliau bertekad mengadakan gerakan revitalisasi yang terus menyoroti bahaya sinkretisme, bid'ah, dan takhayul. Belaiu juga tidak mengakui kesucian makam dan orang suci, serta kepercayaan
mereka pada jimat, sehingga mengarahkan pada visi dan misi pendidikan
untuk menguatkan aqidah umat.
Dalam
konteks sosial KH. Ahmad
Dahlan, beliau hidup mencerminkan tiga hal, yaitu :
a.
Modernisme yaitu dengan
mendirikan sekolah-sekolah
model barat.
b.
Tradisionalisme dengan metode
tabligh yaitu mengunjungi murid-muridnya untuk melakukan pengajian. Pada masa itu, “guru mencari murid” merupakan aib sosial-budaya, tetapi KH. Ahmad Dahlan melakukannya
sebagai perbuatan luar biasa. Dari tabligh semacam ini, paling tidak memiliki implikasi sebagai perlawanan terhadap paham pemujaan tokoh (idolatry) dan perlawanan terhadap mistifikasi agama.
c.
Jawaisme yaitu dengan
metode positive action yang mengedepankan
amar ma’ruf nahi munkar. KH. Ahmad Dahlan dengan metode ini
menekankan bahwa keberuntungan hidup semata-mata merupakan kehendak Tuhan yang diperoleh manusia melalui shalat, bukan melalui jimat,
pengkeramatan kuburan atau memelihara tahayul.
Tiga sikap dan respon beliau mengacu pada konteks sosial di atas sebagai manifestasi
dari keinginan untuk melakukan reformasi. Sepulangnya dari Mekkah, beliau melakukan pembenahan dengan mengadakan pengajian di pondoknya. Melalui pengajian tersebut beliau menekankan bahwa kehidupan beragama harus berpedoman pada Al-Quran
dan Al-Sunnah.
Gagasan
reformasi KH. Ahmad Dahlan merupakan pengaruh pemikiran modernis di dunia Arab. KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyahnya selalu berusaha untuk menciptakan Islam yang murni yaitu bebas dari
bid'ah, takhayul dan khurafat. Menurut Kuntowijoyo, ide KH. Ahmad Dahlan, mensucikan
agama dari bid'ah, tahayul, dan khurafat merupakan rasionalisasi terkait gagasan perubahan sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri, atau dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Gerakan modernisasi
ini pengaruh dari gerakan modernisasi
di dunia Arab, salah satunya yaitu
Muhammad Abduh yang memiliki agenda pemurnian sebagai salah satu agenda modernisasi Islam.
Selain
masalah pemurnian (purifikasi), Ahmad KH. Ahmad Dahlan juga melakukan pembaruan Islam melalui agenda perubahan sosial melalui metode ijtihad dan tajdidnya. Diakui Amin Abdullah bahwa untuk melakukan perubahan sosial, KH. Ahmad
Dahlan telah menerapkan prinsip gerak dalam
Islam, sebuah prinsip yang dikemukakan Muhammad Iqbal untuk melakukan rekonstruksi pemikiran keagamaan dalam Islam. KH. Ahmad Dahlan melakukan
proses ijtihad tanpa harus lagi memerhatikan berbagai persyaratan yang ketat bagi seorang
mujtahid. Hal penting dalam
berijtihad baginya adalah berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Sunnah. Inilah
yang membedakan KH. Ahmad Dahlan dengan
tokoh pembaru lainnya, semisal A. Hassan atau Ahmad Syurkati. Dengan agenda perubahan sosial ini, KH. Ahmad Dahlan merasa prihatin atas pemahaman umat yang tidak cukup pandai menangkap
nilai-nilai etis Al-Quran
yang senantiasa menganjurkan
untuk melakukan dan berbuat sesuatu.
Dari beberapa hal di atas, KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya dalam melaksanakan pembaharuan Islam dilakukan dengan empat cara:
1)
KH. Ahmad Dahlan selalu menekankan perlunya pemaduan dimensi ajaran “kembali kepada Al-Quran dan
Al-Sunnah” dengan dimensi
ijtihad dan tajdid sosial keagamaan.
2)
Dalam mengaktualisasikan gerakan pembaruannya, KH. Ahmad
Dahlan melalui sistem organisasi.
3)
Corak pemikiran KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya adalah “antikemapanan” lembaga agama yang terlalu bersifat kaku.
4)
Pemikiran pembaruan KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya senantiasa bersikap responsif dan adaptif dalam menghadapi perkembangan zaman. Dengan keempat metode ini, Islam Muhammadiyah di era KH. Ahmad Dahlan merupakan “Islam sejati”, demikian penilaian yang dikemukakan Mulkhan.
2.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan menurut KH.
Ahmad Dahlan adalah menciptakan
manusia yang: (1) baik budi, yaitu alim dalam agama; (2) luas pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum; (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Menurut KH. Ahmad Dahlan, yang perlu
ditegakkan dan dilaksanakan
untuk membangun bangsa yang besar adalah nilai dasar
pendidikan diantaranya :
a.
Pendidikan Akhlak, yaitu sebagai
usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al Qur’an dan
Sunnah.
b.
Pendidikan Individu yang utuh, yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, keyakinan dan intelek, perasaan dan akal, dunia dan akhirat.
c.
Pendidikan Sosial, yaitu sebagai usaha
untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3.
Kurikulum
Pendidikan
KH. Ahmad Dahlan tidak puas terhadap sistem
dan praktik pendidikan yang
ada pada masa itu. Maka dengan memadukan
pendidikan model Barat yang dipadukan
dengan sistem pendidikan model tradisional serta mengadopsi substansi dan metodologi keduanya, KH. Ahmad Dahlan berhasil
memadukan keduanya menjadi bentuk pendidikan model Muhammadiyah.
Muhammadiyah menggabungkan pendidikan agama dan umum dengan tetap berpedoman
pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Konsep Kurikulum Pendidikan Islam menurut
belaiu, yaitu integralistik antara muatan kurikulum umum dan agama, dapat dijabarkan sebagai berikut: Al-Quran, Hadits, Akrak (karakteristik) dan ilmu-ilmu sosial
4.
Proses Belajar Mengajar
Sistem
belajar mengajar
Muhammadiyah menggunakan model belajar
mengajar klasikal model
Barat, yang meninggalkan sistem
tradisional yaitu metode weton dan sorogan. Dengan sistem pendidikan seperti itu, sitem
pendidikan muhammadiyah telah mengenal rencana pembelajaran yang teratur dan juga pembelajaran
integral sehingga hasil
proses belajar murid dapat dievaluasi. Hubungan antara guru dan murid di dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah cenderung lebih akrab, bebas, dan demokratis, berbeda halnya dengan lembaga
pendidikan tradisional dimana guru terkesan bersifat otoriter dengan keilmuannya.
Pembelajaran di sekolah Muhammadiyah menggunakan bahasa daerah, bahasa indonesia dan juga bahasa belanda sebagai bahasa pengantar. Tempat proses belajar mengajar dibagi dalam kelas– kelas
berada di sebuah gedung, murid-murid duduk di kursi
dilengkapi dengan bangku dan papan tulis sedangkan untuk guru mengajar lima sampai enam jam dalam sehari serta
diatur lama pembelajarannya
agar efisien, hal ini ditentukan menurut jenis sekolah,
setiap tahun diadakan kenaikan tingkat dan di berikan ijazah ketika menamatkan sekolahnya bertujuan agar dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan dapat bekerja di kantor-kantor pemerintahan. Sekolah Muhammadiyah
juga menerapkan sistem evaluasi belajar atau ulangan, presensi
murid serta pendidikan juga
diberikan di luar jam pelajaran.
5.
Bahan Ajar
Bahan
ajar yang digunakan KH Ahmad Dahlan yaitu mempelajari kitab-kitab
Arab kontemporer dan kitab-kitab Arab klasik yang dipadukan dengan pendidikan umum. Membangun lembaga Muhammadiyah dengan model
pendidikan seperti itu KH. Ahmad Dahlan bertujuan untuk menyeimbangkan dan bersaing dengan sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Belanda. Beliau terkesan dengan pekerjaan misionaris Kristen yang
membangun sekolah dengan fasilitas yang lengkap, melihat hal itu KH. Ahmad Dahlan mendirikan Lembaga Pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran
wajib. Bahasa dan ilmu eksakta diajarkan di Muhammadiyah
sebagai mata pelajaran yang menyeimbangkan ilmu agama (Aqidah, Al Quran, kurma, akhlak). Hal ini membuat sistem
Muhammadiyah sangat mempertahankan aspek keislaman, namun dalam bentuk
yang berbeda dari sistem tradisional. Dari sinilah KH. Ahmad Dahlan berhasil
memodernisasi sekolah agama
tradisional.
6.
Tenaga Pendidik dan Menejemen
Langkah awal reformasi pendidikan yang dilakukan
Muhammadiyah adalah dengan mengadakan pengajian dan mendirikan lembaga pendidikan. Pada tahun 1918 sekolah "al-Qim al-Arqa" didirikan dan dua tahun kemudian
pondok Muhammadiyah dibangun
di Kauman. Pada tahun 1923
Muhammadiyah mendirikan 32 Volksschool
(sekolah dasar 5 tahun), 8 Hollands Inlandse
Schools (HIS), 1 Schakelschool (sekolah
5 tahun terhubung dengan MULO), 14 Madrasah dan 1 Sekolah
Pedagogis. terdiri dari: Sebuah sekolah
dengan 4.000 siswa dan 119
guru, seorang guru. Selain itu Muhammadiyah mendirikan sekolah agama seperti Madrasah Diniyah di Minangkabau. Pada tanggal
8 Desember 1921, Pondok
Muhammadiyah didirikan untuk
sekolah khusus guru pendidikan agama.
Untuk
mendorong pendidikan,
Muhammadiyah mendukung dan bersedia
menerima hibah keuangan dari penjajah
Belanda, tetapi jumlahnya
sangat kecil dan tentunya tidak sebanding dengan dana yang tersedia untuk sekolah-sekolah Kristen
pada saat itu.Sikap
Muhammadiyah yang seperti itu
mendapat kritikan dari Taman Siswa dan Syarikat
Islam. Namun, Muhammadiyah mengatakan
bahwa subsidi pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah Belanda adalah hasil pajak yang diperas oleh Pemerintah Belanda dari penduduk pribumi,
terutama Muslim, dan bahwa subsidi itu digunakan
untuk mendorong pendidikan umum. Jika mereka menolak, hibah itu maka
dana tersebut akan masuk ke sekolah
Kristen.
Menurut
KH. Ahmad Dahlan lembaga pendidikan
Islam harus dikelola sebaik mungkin, KH. Ahmad Dahlan lantas membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi
dan didukung oleh organisasi
yang bersifat permanen. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren
tradisional yang terpaksa tutup bila kyai sebagai pemimpinnya meninggal dunia. Dalam wejangan KH. Ahmad Dahlan yang panjang,
tampak karakternya sebagai manajer ulung dalam kalimatnya
yang menyampaikan agar para anggota
Muhammadiyah terus berjuang
dan memiliki etos kerja yang tinggi.
Menurut
KH. Ahmad Dahlan lembaga pendidikan
Islam harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, KH.Ahmad Dahlan kemudian membuka sekolah sendiri. Sekolah ini terorganisasi dengan baik dan didukung oleh organisasi yang
solid. Hal ini untuk menghindari nasib seperti halnya Pesantren tradisional yang terpaksa tutup saat Kyai atau pemimpinnya meninggal. KH. Ahmad
Dahlan memberikan nasehat bahwa anggota Muhammadiyah harus terus berjuang
dan memiliki etos kerja yang tinggi, hal ini menunjukkan
karakternya sebagai manajer yang baik.
C.
Karya-Karya KH. Ahmad Dahlan
Kalau
para ilmuan lain mempunyai pemikiran yang bisa kita lihat dan saksikan lewat karya tulis yang diciptakan, tidak demikian dengan KH. Ahmad Dahlan.
Untuk meneliti tentang kepribadian dan intelektualnya tidak dengan karya tulisnya,
akan tetapi dengan melihat sikap beliau dalam
menghadapi mengkritisi berbagai persoalan umatnya dan organisasi
Muhammadiyah. Karya amal
KH. Ahmad Dahlan seolah merupakan
monumen pemikiran dan usaha beliau dalam
menciptakan tata kehidupan sosial berdasarkan nilai–nilai dan kaidah ajaran Islam. Dari berbagai literatur yang ada hanya ditemukan
beberapa tulisan yang dimuat
oleh HB. Muhammadiyah Majlis Taman Pustaka 1982 yang berisi
tentang pesan KH. Ahmad
Dahlan yang berjudul kesatuan
hidup manusia, kebutuhan yang utama bagi manusia, orang yang berakal dan perbedaan orang pintar dan bodoh. Serta karya beliau berupa
pendirian sekolah-sekolah hasil dari kegigihan
dan pengorbanannya yaitu :
Jika ilmuwan lain memiliki gagasan yang dapat kita lihat
dan saksikan melalui karya tulis, tidak
demikian halnya dengan KH. Ahmad Dahlan. Namun untuk melihat watak
dan kecerdasannya serta pandanganya mengenai konsep pendidikan, bukan dengan tulisan, melainkan dengan melihat sikapnya dalam menghadapi kritik terhadap berbagai persoalan yang dihadapi umat dan organisasi Muhammadiyah yang beliau
dirikan, merupakan bukti karya amal
KH. Ahmad Dahlan seolah menjadi
monumen pemikiran dan upayanya membangun sistem kehidupan sosial yang berlandaskan nilai dan kaidah ajaran Islam. Sebagai hasil dari ketekunan
dan pengorbanannya, beliau berhasil mendirikan sekolah yaitu
1.
Opleiding School di Magelang.
2.
Keech School di Magelang Purworejo.
3.
Normal School di Blitar.
4.
NBS. di Bandung.
5.
Algemeene Midelbare School di
Surabaya.
6.
TS. Di Yogyakarta.
7.
Sekolah Guru di Kotagede.
8.
Hoogere Kweek School di Purworejo
9.
Relevansi dan Kontribusi Dalam Kontek Kekinian
Pemikiran
KH. Ahmad Dahlan tentang Konsep
Kurikulum Pendidikan Islam setelah
kemerdekaan Indonesia diadopsi
dalam Pendidikan Nasional. Selain
itu, pemerintah Orde Baru telah membuat
kebijakan yang sangat penting.
Pendidikan agama merupakan mata
pelajaran wajib pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Siswa sekolah umum
wajib mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan keyakinannya. Selain itu, pemerintah
telah mulai mengembangkan sistem pendidikan madrasah yang mengajarkan
ilmu agama dan ilmu pengetahuan.
Bagi
Muhammadiyah, realitas sosial
ini memiliki dua sisi yang berbeda.
Di satu sisi, cita-cita yang terkait kemanusiaan dan sosial yang dicita-citakan Muhammadiyah mulai
terpenuhi. Benih
Muhammadiyah yang disemai tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sisi lain, pada saat Pemerintahan Orde Baru mengadakan penyeragaman pendidikan hal ini menyebabkan
hilangnya karakter dan identitas khas Muhammadiyah. Untuk alasan ini,
kedua mata pelajaran yaitu studi islam dan kemuhammadiyahan secara implisit disebut ciri khusus.
Dalam
perkembangannya pemikiran pendidikan KH.Ahmad Dahlan pada saat ini dimodofikasi
sehingga lahirlah sekolah-sekolah islam diantaranya sekolah islam terpadu, pondok modern, serta lembaga-lembaga pendidikan lainnya, bahkan Muhammadiyah sendiri berkembang dengan program pendidikan khusus dan unggulanya tanpa meninggalkan kekhasannya.
Relevansi
pemikiran KH. Ahmad Dahlan pada konteks
pendidikan Islam di abad 21
nampak sebagiannya masih ada yang sesuai dan sebagian lainnya ada yang perlu disempurnakan jika diaplikasikan keterkaitan dalam pendidikan Islam abad 21 adalah aspek tujuan
pendidikan Islam dan kurikulum
pendidikan Islam, karena pemikiran KH. Ahmad Dahlan hendak
menyinergikan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Apalagi di abad 21, arah pendidikan Islam itu sendiri tidak
hanya menjadikan manusia memiliki kemampuan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik tetapi dalam diri seseorang
tertanam sikap dan pribadi yang berakhlak karimah.
Kesimpulan
Dari uraian diatas mengenai pemikiran pendidikan KH. Ahmad Dahlan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
KH. Ahmad Dahlan
telah membawa pembaruan dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang semula
sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
2.
KH. Ahmad Dahlan telah memasukkan mata pelajaran umum
kepada sekolah sekolah keagamaan atau madrasah.
3.
KH. Ahmad Dahlan telah mengadakan perubahan dalam
metode pengajaran, dari yang semula menggunakan metode weton dan sorogan
menjadi lebih bervariasi.
4.
KH. Ahmad Dahlan telah mengajarkan sikap hidup yang
terbuka dan toleran dalam pendidikan.
5.
KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya telah berhasil
mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam, dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi, dan dari yang berbentuk sekolah agama hingga yang berbentuk
sekolah umum.
6.
KH. Ahmad Dahlan telah berhasil memperkenalkan manajeman pendidikan modern ke dalam sistem pendidikan yang
dirancangnya.
MT. Arifin, Gagasan
Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Pustaka Jaya, 1987)
Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy‟Ary Kisah Perjalanan Wisata Hati, (Yogyakarta :
DIVA Press, 2011)
Karel A. Steenbrink , Pesantren, Madrasah, Sekolah:
Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, terj. Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman
(Cet. I; Jakarta: LP3ES, 1986)
Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam (Cet. IV; Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995)
Kuntowijoyo, “Jalan
Baru Muhammadiyah” pengantar untuk Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani (Cet. I;
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000)
M. Amin Abdullah , Dinamika Islam Kultural: Pemetaan atas
Wacana keislaman Kontemporer (Cet. I; Bandung: Mizan, 2000)
Abdul Munir Mulkhan,
Islam Murni dalam Masyarakat Petani (Cet. I; Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 2000), hlm. 43-44
Syamsul Hidayat dan Mahasri Shobahiya, Studi Kemuhammadiyahan
(Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar, 2009)
Copyright holder: Toro Yudistiro,
Nur Hadi (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |