Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

HARGA DIRI DAN DEPRESI PENGGEMAR KPOP YANG MELAKUKAN PEMBELIAN KOMPULSIF

 

Inhastuti Sugiasih, Siti Maya Cahyanti

Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan depresi dengan pembelian kompulsif pada Penggemar K-Pop. Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 285 responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 3 skala. Skala pembelian kompulsif terdiri dari 15 aitem dengan reliabilitas 0,871, skala harga diri terdiri dari 9 aitem dengan reliabilitas 0,832 dan skala depresi terdiri dari 20 aitem dengan reliabilitas 0,912. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda dan korelasi parsial. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara harga diri dan depresi dengan pembelian kompulsif pada Penggemar K-Pop dengan R = 0,208 dan Fhitung = 6,337 dengan signifikansi = 0,002 (p<0,05). Korelasi antara harga diri dengan pembelian kompulsif diperoleh skor rx1y = -0,005 dengan signifikansi = 0,942 (p>0,05), artinya tidak terdapat hubungan negatif antara harga diri dengan pembelian kompulsif. Korelasi antara depresi dengan pembelian kompulsif  diperoleh skor rx2y = 0,205 dengan signifikansi = 0,007 (p<0,05), artinya terdapat hubungan positif antara depresi dengan pembelian kompulsif pada penggemar Kpop. Untuk hipotesis pertama yaitu hubungan antara harga diri dan depresi dengan pembelian kompulsif pada penggemar kpop dan ketiga yaitu hubungan positif antara depresi dengan pembelian kompulsif pada penggemar kpop pada penelitian ini diterima sedangkan hipotesis kedua pada penelitian ini yaitu hubungan negatif antara harga diri dengan pembelian kompulsif pada penggemar kpop ditolak.

 

Kata Kunci: harga diri, depresi, pembelian kompulsif, penggemar kpop

 

Abstract

This study aimed to determine the relationship between self-esteem and depression with compulsive buying in Kpop Fans. This research used correlational quantitative method. There were a total of 285 respondents used as the sample in this study. The measuring instrument used in this research was 3 scales. The compulsive buying scale consisted of 15 items with a reliability of 0.871, the self-esteem scale consisted of 9 items with a reliability of 0.832 and the depression scale consisted of 20 items with a reliability of 0.912. Analysis of the data used multiple regression analysis techniques and partial correlation. The results showed that there was a relationship between self-esteem and depression with compulsive buying on Kpop Fans with R = 0.208 and Fcount = 6.337 with significance = 0.002 (p <0.05). The correlation between self-esteem and compulsive buying obtained a score of rx1y = -0.005 with a significance = 0.942 (p>0.05), meaning that there was no negative relationship between self-esteem and compulsive buying. The correlation between depression and compulsive buying obtained a score of rx2y = 0.205 with a significance = 0.007 (p <0.05), meaning that there was a positive relationship between depression and compulsive buying on Kpop fans. The first hypothesis is the relationship between self-esteem and depression with compulsive buying on kpop fans and the third is a positive relationship between depression and compulsive buying on kpop fans in this study is accepted while the second hypothesis in this study is a negative relationship between self-esteem and compulsive buying on fans kpop rejected.

 

Keywords: compulsive buying, self-esteem, depression, Kpop fan.

 

Pendahuluan

Kemajuan dan perkembangan teknologi semakin berkembang pesat saat ini sehingga membuat segalanya menjadi lebih mudah diakses dengan satu genggaman tangan saja. Kemudahan mengakses tersebut juga berpengaruh terhadap banyaknya budaya yang masuk dari berbagai negara, salah satunya adalah Korea Selatan. Korea Selatan sendiri terkenal dengan berbagai hal seperti drama, film, kosmetik, lagu dan juga grup-grup yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Dari banyaknya produk yang dihasilkan oleh Korea Selatan, grup idola adalah yang paling banyak disukai terutama pada kalangan remaja dan orang dewasa. Grup idola Korea ini juga turut berkontribusi dalam penyebaran Korean wave (gelombang korea) keseluruh dunia. Dampak dari adanya grup idola tersebutlah yang akhirnya membentuk sebuah komunitas penggemar (Widiastuti & Elshap, 2015).

Biasanya para penggemar memiliki kebiasaan untuk membeli produk resmi yang dikeluarkan oleh grup idolanya. Pembelian produk ini sebagai bentuk dukungan untuk mengapresiasi karya-karya dari idolanya. Membeli produk yang berhubungan dengan idola kita merupakan suatu hal yang wajar, namun ketika tidak bisa mengontrol diri untuk terus melakukan pembelian sehingga tidak akan memikirkan resiko yang akan terjadi kedepannya itulah yang menjadi tidak wajar. Ketika dorongan untuk membeli tersebut terpenuhi, setelahnya akan muncul perasaan puas dari individu tersebut yang kemudian diikuti oleh perasaan bersalah terkait pembelian yang telah dilakukan. Kegiatan pembelian suatu barang memang merupakan suatu hal wajar yang dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi keinginannya, namun pada sebagian individu ada yang mengalami hambatan untuk mengontrol kegiatan pembeliannya, seperti yang terjadi dengan para penggemar K-Pop (Qurniati, 2020). Pembelian tak terkendali tersebut muncul karena adanya dorongan dari ketegangan psikologis didalam diri yang ketika terpenuhi maka akan timbul perasaan lega namun setelahnya muncul perasaan frustrasi akibat sifat adiktif dari perilaku pembelian yang tidak terkendali dan ini merupakan pengertian dari pembelian kompulsif (Maulidiana, 2019).

Individu yang melakukan pembelian kompulsif awalnya tidak sadar bahwa ada yang salah dengan perilaku pembeliannya, hal tersebut dikarenakan dengan melakukan pembelian dapat menghilangkan perasaan cemas dalam dirinya (Hikmah, Worokinasih, & Damayanti, 2020). Telah dilaporkan bahwa pembelian kompulsif memiliki tingkat impulsif yang tinggi serta menunjukkan adanya gangguan obsesif kompulsif, tingkat kesejahteraan, memiliki lebih banyak tekanan psikologis dan rendahnya harga diri (Maraz, van den Brink, & Demetrovics, 2015). Berdasarkan penelitian sebelumnya ditemukan juga bahwa pembelian kompulsif memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi dalam gejala kecemasan, depresi, obsesif-kompulsif, permusuhan dan somatisasi (Asrori, 2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya ditemukan hasil bahwa individu yang melakukan pembelian kompulsif memiliki harga diri lebih rendah dibandingkan pembeli yang tidak kompulsif (Walenta, Elgeka, & Tjahjoanggoro, 2022). Telah dikonfirmasi bahwa rendahnya indikator kesejahteraan subjektif seperti harga diri sebagai faktor rentan yang berkaitan dengan pembelian (Muliawati, 2019). Depresi merupakan salah satu komorbiditas yang ditemukan jika membahas mengenai pembelian kompulsif (Zhang, Brook, Leukefeld, & Brook, 2016). Salah satu kemungkinan penjelasan mengenai depresi adalah hipotesis terkait pengobatan diri sendiri. Hal ini memungkinkan individu yang sedang mengalami depresi melakukan pembelian secara kompulsif sebagai cara untuk melepaskan diri dari keadaan emosional penuh tekanan yang sedang mereka rasakan. Dilaporkan bahwa ketika individu sedang mengalami depresi, hanya dengan belanja yang akan membuat mereka merasa lebih baik (Weinstein, Mezig, Mizrachi, & Lejoyeux, 2015). Secara empiris harga diri memiliki efek negatif terhadap perilaku pembelian kompulsif (Mulyono & Rusdarti, 2020).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini melibatkan 285 responden yang tergabung kedalam grup komunitas penggemar kpop. Kriteria dalam penelitian ini merupakan penggemar kpop yang pernah atau sedang melakukan pembelian produk resmi yang berkaitan dengan idolanya. Tidak ada batasan usia dan juga jenis kelamin dalam kriteria penelitian ini.

Terdapat tiga variabel dalam penelitian diantaranya satu variabel terikat dan dua variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah pembelian kompulsif sedangkan variabel bebasnya adalah harga diri dan depresi (Arda & Rahmadani, 2021).

Dalam penelitian ini korelasi ganda dan korelasi parsial merupakan teknik analisis data yang digunakan (Muliartini, Natajaya, & Sunu, 2019). Untuk menguji hubungan dari dua variabel bebas dengan satu variabel tegantung menggunakan teknik korelasi ganda. Dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hubungan variabel harga diri dan depresi dengan variabel pembelian kompulsif sedangkan untuk korelasi parsial digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel yang salah satunya mengukur efek control.

 

Hasil dan Pembahasan

Uji hipotesis yang dilakukan menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk mendapatkan hasil apakah terdapat hubungan antara harga diri dan depresi dengan pembelian kompulsif pada Penggemar K-Pop. Hasil uji korelasi yang dilakukan menemukan bahwa antara harga diri dan depresi terhadap pembelian kompulsif diperoleh nilai R = 0,208 dan Fhitung sebesar 6,337 dan taraf signifikan = 0,002 (p<0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara harga diri dan depresi dengan pembelian kompulsif pada Penggemar K-Pop artinya pada hipotesis pertama diterima. Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk mengidentifikasi apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya pembelian kompulsif. Telah ditemukan bahwa pembelian kompulsif berkorelasi dengan harga diri (Walenta et al., 2022). Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai pembelian kompulsif yang dihubungkan dengan depresi telah menghasilkan bahwa terdapat hubungan antar keduanya. Berdasarkan hasil studi tersebut banyak ditemukan individu dengan perilaku kompulsif memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak kompulsif. Penelitian lain juga menunjukan bahwa munculnya gejala depresi merupakan pemicu bagi individu untuk melakukan pembelian secara kompulsif (Otero-López & Villardefrancos, 2013). Penelitian sebelumnya mengenai pembelian kompulsif belum banyak dilakukan ketika harga diri dan depresi digabung secara bersamaan menjadi variabel yang mempengaruhi (Hidayati, 2020) tetapi berdasarkan studi yang dikemukakan oleh Edward (1993) menyatakan bahwa harga diri dan depresi merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya pembelian kompulsif.

Hipotesis kedua adalah apakah terdapat hubungan negatif antara harga diri dengan pembelian kompulsif pada penggemar k-pop. Hasil uji korelasi parsial menunjukan bahwa rx1y= -0,005 dan p= 0,942 (p≥ 0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan yang negatif antara harga diri dengan perilaku pembelian kompulsif pada Penggemar K-Pop. Alasan mengapa hipotesis pada penelitian ini ditolak dapat dilihat dari kriteria subjek dalam penelitian ini. Penelitian sebelumnya pada bahasan mengenai hubungan antara harga diri dengan pembelian kompulsif yang dilakukan pada mahasiswa sebagai subjek penelitiannya, hipotesis tersebut diterima sedangkan pada subjek Penggemar K-Pop pada penelitian ini justru ditolak, sehingga peneliti berasumsi bahwa karakteristik subjek ikut berpengaruh terhadap hasil penelitian. Pembelian produk yang paling banyak dibeli pada penelitian ini adalah pembelian photocard.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                         Sumber: data pribadi peneliti

 

Situasi pandemi yang menyebabkan beberapa penggemar K-Pop tidak dapat melihat idolanya secara langsung ini telah melahirkan sebuah hobi baru (Sekar, 2021). Penggemar K-Pop sendiri memiliki hobi yaitu mengumpulkan bonus photocard yang berasal dari album yang biasanya dalam setiap album hanya terdapat photocard dari beberapa member atau hanya satu member saja sehingga para penggemar terdorong untuk melakukan pembelian lagi untuk melengkapi koleksi photocardnya. Dalam hal ini membeli produk bagi para Penggemar K-Pop adalah sebagai sebuah hobi atau kesenangan sekaligus mengapresiasi karya idolanya sehingga peneliti berasumsi bahwa pembelian merch yang dilakukan oleh penggemar Kpop hanya sebagai hobi dan tidak berkorelasi dengan harga diri. Menurut pernyataan dari seorang penggemar yang gemar melakukan pembelian, C (19) mengatakan :

abis beli yang pertama, tentu ada rasa ingin menambah koleksi kasian kalo sendirian. Jadi, bikin deh wishlist, jadi ketagihan. Tiap liat daftar wishlist, oh ada yang belum kebeli, beli deh. Sayang uanglah pasti, kek harusnya bisa buat jalan atau makan nih kenapa gua beliin merch gini doang ya? Terus setelah itu niat nabung tapi gak buat beli merch, tapi tentu saja tidak bisa karna udah candu.”

Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa alasan penggemar melakukan pembelian bukan karena perasaan rendah diri melainkan sebagai untuk menambah koleksi yang mana hal ini dapat kita sebut sebagai sebuah hobi.

 Alasan lain yang mengakibatkan hipotesis ini ditolak adalah aitem pernyataan dari alat ukur yang digunakan. Peneliti menggunakan alat ukur harga diri berdasarkan Teori Rosenberg yang menungkap harga diri secara umum sedangkan subjek pada penelitian ini adalah seorang penggemar KPop yang artinya terdapat kriteria yang lebih spesifik yang diukur. Peneliti berasumsi bahwa apabila aitem pernyataan untuk mengungkap harga diri dibuat lebih spesifik dan disesuaikan dengan kriteria subjek mungkin akan menghasilkan hasil yang berbeda. Salah satu aitem harga diri yang peneliti gunakan dalam penelitian yang berbunyisecara keseluruhan saya puas dengan diri saya” yang mana pernyataan tersebut dijawab Sangat Setuju oleh sebanyak 126 responden. Dapat dilihat bahwa pernyataan tersebut bersifat umum. Jika peneliti membuat pernyataan yang lebih spesifik sepertisecara keseluruhan saya puas dengan koleksi merch yang saya miliki saat inimungkin hasil yang didapatkan akan berbeda, sehingga asumsi peneliti mengapa hipotesis ini ditolak adalah aitem pernyataan yang kurang spesifik sehingga tidak dapat mengukur harga diri penggemar K-Pop dengan tepat.

Hipotesis ketiga adalah apakah terdapat hubungan positif antara depresi dengan perilaku pembelian kompulsif pada Penggemar K-Pop. Hasil uji korelasi parsial menunjukan rx2y = 0,205 dan p= 0,007 (p≤ 0,05), artinya pada hipotesis ini terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara depresi dengan pembelian kompulsif pada penggemar KPop. Rendahnya tingkat depresi terhadap pembelian kompulsif pada penelitian ini memiliki memiliki kemungkinan bahwa terjadinya suatu periode yang membuat individu berbelanja dengan kompulsif seperti pada waktu-waktu libur atau hari khusus seperti ulang tahun. Berdasarkan literatur dikatakan bahwa ketika individu menerima warisan atau memenangkan lotre mungkin akan mengalami terjadinya pengeluaran besar-besaran (Suriani, 2022). Peneliti melakukan telaah data untuk melihat frekuensi seberapa banyak subjek melakukan pembelian dalam sebulan.

 

 

 

 

 

 


Sumber: data pribadi peneliti

 

Berdasarkan hasil telaah data diperoleh sebanyak 192 subjek hanya melakukan pembelian kurang dari 5 kali dalam sebulan, 70 orang 5 – 10 kali dan 23 orang melakukan pembelian lebih dari 10 kali dalam sebulan. Di Indonesia studi mengenai hubungan depresi dengan pembelian kompulsif belum banyak dilakukan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti melakukan pengecekan untuk melihat lebih jauh kaitan antara pembelian kompulsif dengan depresi. Hasil telaah data yang dilakukan oleh peneliti, menunjukkan bahwa rata-rata uang saku yang diterima subjek dalam sebulan hanya < 500.000 yaitu ada sebanyak 135 subjek. Artinya dalam hal ini jumlah uang saku juga ikut mempengaruhi frekuensi subjek dalam melakukan pembelian. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Sumber : data pribadi peneliti

 

Dampak dari melakukan pembelian produk dalam penelitian menimbulkan perasaan senang, sehingga dapat dilihat bahwa dengan melakukan pembelian dapat mengurangi perasaan negatif yang dirasakan individu. Berdasarkan hasil telaah data terhadap perasaan senang yang dirasakan setelah membeli merch, diperoleh hasil sebesar 62,5% subjek yang setuju bahwa walaupun mereka menyesal ketika membeli produk tetapi mereka merasakan perasaan senang yang mana hal ini dapat kita simpulkan bahwa pembelian kompulsif bisa menjadi salah satu cara bagi beberapa individu untuk membuat perasaannya menjadi lebih baik. Hal ini juga selaras dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh responden TJ (20) mengatakan bahwa :

gatau sih seneng apa menyesal, karena satu sisi diri ini merasa senang dan bangga bisa beli merch, terus seneng dong pasti ada koleksi baru. Tapi satu sisi juga kadang merasa menyesal kenapa ya gua beli ini? tapi kalo ditanya rasa mana yang lebih dominan untuk sekarang sih rasa senang ehehe. Nyeselnya pas barang sampe, kekapaani ni? Cuma gini doang tapi ratusan ribu wkwkw. Merasa gak worth it untuk beberapa saat, tapi ya gak berkepanjangan nyeselnya, kek yaudah udah dibeli juga”.

Situasi pandemi saat ini yang mengakibatkan terbatasnya interaksi dengan dunia luar sehingga mengakibatkan beberapa individu merasa tertekan sehingga pembelian produk dilakukan oleh individu untuk melepaskan perasaan negatif yang sedang dirasakan. Dorongan kuat yang dirasakan oleh individu dapat dianggap sebagai salah satu cara untuk menghilangkan stress dan kecemasan (Edwards, 1993).

 

Kesimpulan

Penelitian ini telah menjawab tujuan dari apa yang hendak ditemukan. Dua dari tiga hipotesis ini menunjukan hasil bahwa hipotesis tersebut dinyatakan diterima yang mana hal ini berhasil menjawab tujuan penelitian. Adapun dalam penelitian ini mengungkap bahwa terdapat hubungan antara harga diri dan depresi dengan pembelian kompulsif pada penggemar Kpop serta terdapat hubungan positif antara harga diri dengan pembelian kompulsif. Adapun hipotesis yang tidak berhasil menjawab tujuan penelitian, dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan negatif antara harga diri dengan pembelian kompulsif pada penggemar Kpop.

Dalam sebuah penelitian tentu akan ada kekurangan, maka dari itu untuk penelitian ini dapat disempurnakan peneliti memberikan beberapa saran bagi peneliti selanjutnya maupun bagi masyarakat. Adapun untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk mempertimbangkan alat ukur dan juga pernyataan yang akan digunakan untuk mengukur suatu variabel agar dapat mengukur variabel tersebut dengan tepat. Perlu banyak penelitian lanjutan mengenai hubungan antara depresi dengan pembelian kompulsif dengan memfokuskan pada responden yang memiliki tingkat depresi sedang hingga berat.

Bagi penggemar Kpop diharapkan mampu mempertahankan harga diri yang tinggi dengan cara tetap memandang diri secara positif, menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri serta merasa puas dengan apa yang sudah dicapai hingga saat ini selain itu penggemar K-Pop juga perlu mengontrol keinginannya dalam membeli merch ketika sedang merasa tertekan agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi dirinya sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Arda, Mutia, & Rahmadani, Wanda. (2021). Pengaruh Diskon dan Kualitas Produk Terhadap Impulse Buying Pada Online Shop Tokopedia (Studi Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara).Google Scholar

 

Asrori, Moh. (2018). Terapi Islam dan gangguan obsesif-kompulsif: studi kasus penerapan terapi rukiah di Cenlecen Pasongsongan Sumenep. UIN Sunan Ampel Surabaya. Google Scholar

 

Hidayati, Normala. (2020). Pengaruh kesenangan Game Online terhadap Akhlak Madzmumah siswa di MTs Sunan Kalijogo Kota Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Google Scholar

 

Hikmah, Mukhibatul, Worokinasih, Saparila, & Damayanti, Cacik Rut. (2020). Financial management behavior: Hubungan antara self-efficacy, self-control, dan compulsive buying. Profit: Jurnal Administrasi Bisnis, 151–163. Google Scholar

 

Maraz, Aniko, van den Brink, Wim, & Demetrovics, Zsolt. (2015). Prevalence and construct validity of compulsive buying disorder in shopping mall visitors. Psychiatry Research, 228(3), 918–924. https://doi.org/10.1016/j.psychres.2015.04.012 Google Scholar

 

Maulidiana, Jenny. (2019). Strategi Lembaga Pendidikan Islam dalam rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba: studi kasus di Pondok Pesantren Inabah XIX Surabaya. UIN Sunan Ampel Surabaya. Google Scholar

 

Muliartini, Ni Made, Natajaya, I. Nyoman, & Sunu, I. Gusti Ketut Arya. (2019). Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah, Etos Kerja, Kepuasan Kerja, dan Budaya Organisasi Sekolah Terhadap Kinerja Guru di SMKN 2 Singaraja. Jurnal Administrasi Pendidikan Indonesia, 10(1), 13–23. Google Scholar

 

Muliawati, Neni. (2019). Pengaruh Kepuasan Dan Reputasi Terhadap Loyalitas Nasabah Pada Bank Mandiri Syariah Tbk. Kantor Cabang Pembantu Pandeglang. Universitas Islam Negeri Serang Banten. Google Scholar

 

Mulyono, Kemal Budi, & Rusdarti. (2020). How psychological factors boost compulsive buying behavior in digital era: A case study of Indonesian students. International Journal of Social Economics, 47(3), 334–349. https://doi.org/10.1108/IJSE-10-2019-0652 Google Scholar

 

Otero-López, José Manuel, & Villardefrancos, Estíbaliz. (2013). Materialism and addictive buying in women: The mediating role of anxiety and depression. Psychological Reports, 113(1), 1342–1358. https://doi.org/10.2466/18.02.PR0.113x11z9 Google Scholar

 

Qurniati, Riana. (2020). Fanatisme Dan Eksistensi Diri Penggemar (Studi kasus Terhadap Penggemar Nike Ardilla Yang Tergabung Dalam NAFC Jogja Jateng). Google Scholar

 

Suriani, Seri. (2022). Financial Behavior. Yayasan Kita Menulis. Google Scholar

 

Walenta, Wingga, Elgeka, Honey Wahyuni Sugiharto, & Tjahjoanggoro, Anton Johannes. (2022). Narsisisme dan Harga Diri Perempuan Generasi Z terhadap Pembelian Kompulsif. Gadjah Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 8(1), 18–35. Google Scholar

 

Weinstein, A., Mezig, Hila, Mizrachi, S., & Lejoyeux, M. (2015). A study investigating the association between compulsive buying with measures of anxiety and obsessive-compulsive behavior among internet shoppers. Comprehensive Psychiatry, 57, 46–50. https://doi.org/10.1016/j.comppsych.2014.11.003 Google Scholar

 

Widiastuti, Novi, & Elshap, Dewi Safitri. (2015). Pola asuh orang tua sebagai upaya menumbuhkan sikap tanggung jawab pada anak dalam menggunakan teknologi komunikasi. Jurnal Ilmiah P2M STKIP Siliwangi, 2(2), 148–159. Google Scholar

 

Zhang, Chenshu, Brook, Judith S., Leukefeld, Carl G., & Brook, David W. (2016). Associations between compulsive buying and substance dependence/abuse, major depressive episodes, and generalized anxiety disorder among men and women. Journal of Addictive Diseases, 35(4), 298–304. https://doi.org/10.1080/10550887.2016.1177809 Google Scholar

 

Copyright holder:

Inhastuti Sugiasih, Siti Maya Cahyanti (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: