Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 5, Mei 2023
ANALISIS PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI TIMUR
TENGAH DAN ISLAM: PRA ISLAM, ISLAM KLASIK, & MODERN
Lintang Tranggono, Nurwahidin
Sekolah Kajian Stratejik dan
Global, Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan historiografi timur tengah dan Islam yang berfokus dalam tiga masa yakni masa Pra Islam, masa Islam klasik, dan masa modern. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah kualitatif deskriptif dengan studi kepustakaan untuk melakukan analisis berbagai sumber-sumber informasi melalui berbagai literatur untuk kemudian disusun dalam suatu kerangka pembahasan dan diakhiri dengan menarik kesimpulan. Historiografi timur tengah dan Islam telah mengalami perkembangan yang signifikan sejak masa Arab Pra-Islam hingga masa modern sekarang. Perkembangan tidak hanya dalam wujud pengungkapan sejarah, namun juga mencakup metode penulisan dan tema yang diuraikan.
Kata Kunci: Historiografi, Islam, Perkembangan.
Abstract
This paper aims
to analyze the evolution of Middle Eastern and
Islamic historiography which focuses on three periods, namely the Pre-Islamic period, the classical Islamic period, and the
modern period. This paper used descriptive qualitative with literature review
to analyze various source of information to be
arranged with discussion framework and ends by drawing conclusions.
Historiography of the Middle East and Islam has significant progresses since
the pre-Islamic Arab period to modern times. The evolution is not only in the form
of historical disclosure, but also includes the method of writing and the
themes described.
Keywords:
Historiography, Islam, Progress.
Pendahuluan
����������� Islam tidak hanya mengatur urusan antara individu dengan Tuhan, melainkan juga mengatur dan memberikan panduan bagaimana individu bertindak dan berperilaku sehari-hari. Islam telah memberikan falsafah yang jelas dan komperhensif dalam kehidupan dimana hal tersebut
merupakan panduan untuk membina visi
dan misi dalam suatu tatanan masyarakat
Islam dengan tujuan mencapai kesuksesan dunia dan akhirat (Suhid & Fakhruddin,
2012). Catatan sejarah
menunjukkan bahwa Islam adalah kepercayaan yang paling diterima oleh orang-orang di seluruh dunia. Hal ini karena tidak ada penolakan atau penentangan terhadap budaya lokal dalam ajaran Islam selama budaya tersebut tidak bertolakbelakang dengan
syariat yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi (Supriatna, 2019). Hal tersebut menjadi latar belakang alasan mengapa peradaban Islam yang dimuali di timur tengah dapat
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dengan memberikan falsafah yang jelas dan komperhensif, Islam menjadi lebih dari sekedar
ajaran teologis semata, namun merupakan
suatu sistem peradaban yang lengkap (Gibb dalam Nafis. 2020).
����������� Sepanjang sejarahnya, Islam telah melihat kemajuan dan kemunduran peradabannya. Islam pada masa jayanya memiliki peradaban yang berkembang pesat di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial dan politik dimana Islam menjadi negara adidaya saat itu (Fauzi & Jannah, 2021). Secara garis besar dalam Suwarno (2019) dijelaskan bahwa secara sosiologis, sejarah
Islam telah mengalami tiga periode perubahan
masyarakat. Periode pertama
adalah titik awal persebarannya yang dimulai dengan kenabian Muhammad SAW (610-632 M), pada masa itu islam hadir
sebagai pencerahan terhadap masyarakat arab yang mentransformasi tata sosial mereka menuju
nilai-nilai yang lebih baik. Periode kedua dalam masyarakat Islam adalah masa pertumbuhan
di bawah pemerintahan khulafahurrasyidin (632 � 661) dan masa Bani Umayyah (661 � 750 M). Periode kedua ini membawa Islam sebagai kekuatan baru yang berperan membebaskan Timur Tengah dari pengaruh kekaisaran Romawi dan Persia, dan termasuk didalamnya perluasan dakwah ajaran agama dan budaya Islam ke luar
Timur Tengah. Lebih lanjut,
periode ketiga dalam masyarakat Islam merupakan peradaban Islam yang mencapai puncak kejayaannya pada masa Kekhalifahan Abbasiyah Baghdad, Kekhalifahan Fatimiyah Kairo, dan Kekhalifahan Umayyah Andalusia..
����������� Dalam perkembangannya
tersebut, peradaban Islam menorehkan berbagai prestasi dalam setiap penggalan kisahnya. Dalam Yatim (2018) disebutkan berbagai kegemilangan dan prestasi yang ditorehkan peradaban Islam, yakni peletakan nilai-nilai demokrasi dan musyawarah pada masa Rasulullah dan Khilafah
Rasyidah. Kemudian dilanjutkan dengan mereformasi institusi militer, keuangan dan pemerintahan dengan mengangkat tentara, mencetak mata uangnya sendiri, dan menjadikan hakim sebagai institusi independen selama era Umayyah. Kemudian pada masa Daulah Abbasiyah, kejayaan perdaban Islam mencapai puncaknya dengan didirikannya berbagai infrastruktur pembangunan sumberdaya manusia seperti rumah sakit
dan institusi pendidikan. Dalam masa ini, perpustakaan terbesar dan termegah didirikan yang diberi nama Baitul Hikmah. Kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya dan sastra berkembang selama era Abbasiyah. Lebih lanjut, masa kejayaan Islam ditutup pada masa
Turki Utsmani yang terkenal
dengan kemampuan militernya dengan memiliki pasukan elit tersendiri yakni janisary yang pada masa jayanya mengambil peran penting dalam
penaklukan Konstantinopel.
����������� Berbagai peristiwa
dan kisah sejarah kejayaan Islam di masa lalu tersebut merupakan hal yang penting untuk diambil ibrah-nya
pada masa sekarang ini.
Atas dasar tersebut, pencatatan atas sejarah-sejarah tersebut merupakan hal yang sangat krusial dan memiliki peran utama dalam
memberikan pemahaman yang benar dan komperhensif tentang apa yang sejatinya terjadi di masa lalu agar kemudian dapat ditarik pelajaran
yang dapat diambil di dalamnya. Selain itu, penting juga untuk memahami bagaimana bentuk dan model penguraian sejarah pada setiap masa, hal tersebut karena dalam pencatatan sejarah seorang penutur atau penulis
akan sangat terpengaruh
oleh kondisi sosial masyarakatnya yang dalam hal ini juga berakibat
pada ruang gerak penulis dalam pembentukan
teks mereka (Hirschler, 2006). Untuk itu, dalam tulisan ini, penulis akan
menjabarkan bagaimana perkembangan pencatatan sejarah timur tengah
dan islam yang difokuskan
pada tiga masa yakni masa
Arab pra-islam, masa Islam klasik,
dan masa modern.�����������
����������� Sejarah mengacu pada kata Arab �Syajarah� yang memiliki arti tekstual pohon. Asal usul kata ini didasarkan pada fakta bahwa kata "pohon" memiliki konotasi silsilah. Dengan kata lain, hal tersebut dapat
diartikan sebagai garis keturunan yang mengacu pada asal usul klan Timur Tengah. Sedangkan sejarah
menurut pengertian bahasa Indonesia dalam bahasa arab disebut
tarikh (Syahraeni, 2017). Selanjutnya, dalam bahasa Inggris sejarah disebut sebagai
history yang memiliki arti peristiwa masa lalu serta berakar dari kata historia yang dalam
kata Yunani berarti pengetahuan yang diperoleh dari studi mendalam. (Ramadhan, Nur, & Tungadi,
2021). Sejarah adalah bagian dari kehidupan manusia yang termuat
dalam satu garis waktu, benar-benar terjadi di masa lalu, dan dapat divalidasi
kebenarannya dengan bukti nyata. (Boham, Sentinuwo, & Sambul, 2017). .Lebih lanjut,
menurut Madjid dan Wahyudi (2014). Sejarah diartikan sebagai sebuah drama kehidupan nyata yang ditulis menggunakan metode ilmiah dan dengan komponen artistik yang kuat, sehingga cerita sejarah selalu menarik untuk didengar dan dipelajari.
����������� Menurut Hardjasaputra (2015). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah juga telah berkembang menjadi sebuah
ilmu yang diklasifikasikan dalam kelompok ilmu, humaniora. Sejarah adalah ilmu empiris karena didasarkan pada pengalaman manusia yang signifikan di masa lalu. Sejarah diklasifikasikan melalui dua pengertian: sejarah sebagai peristiwa dan sejarah sebagai cerita. Sejarah sebagai peristiwa merupakan fenomena yang benar-benar terjadi di masa lalu. Ini berarti bahwa sejarah sebagai peristiwa adalah objektif karena peristiwa adalah murni seperti yang terjadi (Rahman & Hertiasa, 2018). Sejarah sebagai cerita adalah sejarah yang diceritakan secara tertulis berdasarkan hasil penelitian (history as written/histoire recit�). Dengan kata lain, sejarah sebagai cerita merupakan rekonstruksi kejadian di masa lampau berdasarkan fakta sejarah (Kosasih, 2021). Selain itu, menurut Kuntowijoyo
(2005) sejarah juga memiliki
kegunaan yang terbagi kedalam guna intrinsik
dan ekstrinsik. Kegunaan intrinsik sejarah terdiri dari (1) sejarah sebagai ilmu, (2) sebagai cara mengetahui masa lalu, (3) sebagai pernyataan pendapat, dan (4) sebagai profesi. Penggunaan eksternal sejarah berfungsi sebagai pendidikan (1) moralitas, (2) penalaran, (3) politik, (4) pengambilan keputusan, (5) perubahan, (6) masa depan, (7) keindahan, dan (8) ilmu bantu. Sejarah tidak hanya bersifat mendidik, tetapi juga secara eksternal berfungsi sebagai (9) latar belakang, (10) referensi, dan (11) bukti.
����������� Dalam legal formal yang merujuk pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 69
Tahun 2016 Tentang Pedoman Penulisan Sejarah, penulisan sejarah (historiografi) adalah penulisan fakta-fakta dan interpratasi sejarah yang telah dikumpulkan. Jika ditinjau dari asal
katanya, Historiografi terbentuk dari dua akar kata, yaitu history
dan grafi. History artinya
sejarah, sedangkan grafi artinya tulisan sehingga jika disederhanakan
dapat dimaknai sebagai penulisan sejarah. Hitoriografi juga memiliki dua pengertian yakni historiografi sebagai penulisan sejarah yang merupakan satu kesatuan dalam
metodologi sejarah dan historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah yang dapat ditafsirkan sebagai cara pandang seseorang
terhadap peristiwa di sekelilingnya serta dituangkan dalam sebuah tulisan (Gumilar, 2017).
Model-model historiografi ditentukan
oleh ranah penelitian dan pendekatannya yang dapat dibagi menjadi penulisan sejarah sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan dan sejarah ekonomi. Disini, historiografi telah berkembang menjadi pengkajian karya-karya kronologis tentang tindakan manusia pada masa lampau dan merupakan tahap akhir dari
prosedur langkah-langkah penelitian sejarah dengan tujuan utama
merekonstruksi sejarah yang
telah terjadi (Iryana, 2021). Menurut Fajriudin (2018), jika ditinjau dari sudut
pandang Islam, historiografi
memiliki beberapa tujuan yakni (1) Menjelaskan akar-akar dan jejak sejarah islam
untuk dapat dimaknai dan dihayati bagi ummat di masa depan , (2) memastikan perkembangan sejarah Islam tersusun secara jujur, orisinal, autentik, objektif, dan realistits, (3) menguraikan secara kritis perbedaan
corak struktur sesuai periode perkembangan zamannya agar sejarah Islam dapat dipahami secara logis, teoritis, dan sistematis sesuai zaman, (4) melakukan pembedaan terhadap bibliografi konvensional, memori dan skema historis, (5) mengekstraksi makna-makna dan
hikmah yang terkandung dalam
sejarah secara logis, dan (6) mengunggulkan
proses pemaknaan berasas kenabian yakni siddiq, fathonah, tabligh, dan amanah.�
����������� Dalam Encyclopedia of
Social and Cultural Anthropology jika merujuk pada terminologi secara historis, maka timur tengah
pada hari ini dapat diartikan sebagai potongan-potongan kecil yang dahulunya merupakan bagian dari tiga imperium Islam terbesar yakni Umayyah (661-750), Abbasiyah
(750-800), dan Turki Utsmani (Abad 16-18). Atas dasar tersebut, saat ini timur
tengah merujuk pada wilayah
yang membentang dari Maroko sampai dengan
Turki, Iran, Pakistan, dan Afganistan. Secara geografis wilayah ini didominasi oleh daratan yang kering dan berbukit. Di wilayah ini, Islam menjadi agama mayoritas penduduknya terkecuali Israel. Meski demikian, wilayah ini juga diisi oleh minoritas signifikan yang beragama Kristen seperti di Mesir, Lebanon, Iraq, Suriah, dan
Turki. Kawasan timur tengah
menjadi titik kunci dalam sejarah
agama-agama samawi, hal tersebut mengingat bahwa ketiga agama baik Islam, Kristen, dan Yahudi
di lahirkan di kawasan yang
sama yakni timur tengah (Indriana,
2020). Secara bahasa,
wilayah timur tengah didominasi oleh penutur bahasa arab, persia,
dan turki. Walau terletak di wilayah yang tandus
dan berbukit, menurut Machmudi (2020) timur tengah memiliki posisi strategis yang sangat penting dalam percaturan
politik global. Hal tersebut
tidak lain karena kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah yakni minyak bumi. Atas dasar tersebut, timur tengah menjadi
sasaran negara-negara adikuasa
khsusunya Amerika Serikat untuk menancapkan kuasanya demi mencapai kepentingan neagranya, atau bahkan hanya
sekedar menjaga pengaruhnya terhadap
negara-negara di kawasan ini.
Metode Penelitian
����������� Metode yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif untuk menganalisis perkembangan historiografi timur tengah dan Islam. Dalam penelitian ini, perkembangan historiografi yang dianalisis akan berfokus pada tiga bagian yakni Arab pra-Islam, Islam klasik, dan masa
modern. Data dalam penelitian
adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dari berbagai literatur,
jurnal, serta publikasi instansi yang terkait dengan historiografi timur tengah dan Islam. Data kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menjabarkan perkembangan historiografi timur tengah dan Islam.
Hasil dan Pembahasan
Historiografi Arab Pra Islam
����������� Orang Arab pra-Islam umumnya dikenal sebagai Arab Jahiliyah. Itu adalah istilah yang diartikan sebagai negara yang masih jahil dan terpinggirkan dalam berbagai bidang seperti sosial, budaya dan literasi. Walau demikian, hal
tersebut bukan berarti bahwa seluruh
orang pada zaman tersebut tidak
dapat membaca dan menulis, karena kita mengetahui bahka beberapa sahabat Nabi Sallallahu�alaihi
wa sallam telah dapat membaca
dan menulis sebelum masuk Islam. Pada zaman tersebut,
baca dan tulis belum menjadi tradisi
yang dilakukan secara luas oleh masyarakat sehingga hanya sebagian orang tertentu saja yang memiliki kemampuan baca tulis pada zaman tersebut. Walau demikian, bangsa Arab kala itu sudah dikenal luas
sebagai orang-orang yang pandai
dalam menggubah puisi/syair. Bahkan,
hal tersebut seakan telah menjadi
kebanggaan tersendiri bagi orang-orang di zaman jahiliyah.
Syair-syair tersebut seringkali diperlombakan dan karya yang menang akan digantungkan di ka�bah sebagai simbol penghormatan. Sepanjang tradisi sastra ini, peristiwa-peristiwa besar dan penting diketahui telah benar-benar mempengaruhi dan mengarahkan jalannya sejarah mereka. Mereka mengabadikan nilai-nilai yang melekat pada peristiwa penting ini dalam berbagai cara, termasuk cerita, dongeng, silsilah, lagu, dan puisi. (Yatim,
1997).
����������� Orang Arab pra-Islam tidak mengenal pencatatan sejarah. Oleh karena itu, peristiwa sejarah mereka dilestarikan hanya dalam bentuk memori. Hal tersebut bukan semata-mata karena tradisi menulis dan membaca yang belum menyebar di seluruh kalangan masyarakat, melainkan juga anggapan atau keyakinan
bangsa Arang bahwa kemampuan mengingat mendapatkan tempat yang lebih terhormat. Semua peristiwa sejarah yang terjadi pada waktu itu dikenang dan diceritakan kembali berulang-ulang. Oleh karena itu, pada masa ini pengabadian sejarah yang dikenal umum adalah dengan
metode lisan. Bentuk pengabadian sejarah lisan dalam
kalangan bangsa Arab tersebut terkenal dengan sebutan Al-Ayyam dan Al-Ansab (Iryana, 2021).
����������� Al-Ayyam Sebuah cerita tentang suatu masa penting dalam suatu suku Arab, biasanya melibatkan peperangan dan kemenangan untuk dibanggakan kepada suku-suku lain, secara terus menerus diturunkan dari generasi ke generasi dalam bentuk puisi atau prosa (Gumilar, 2017). Karya-karya
sastra tersebutlah yang menjadi
instrumen keberlanjutan kisah dan tradisi yang diwariskan. Apabila karya-karya tersebut hilang, maka hilang
pula riwayat-riwayat kuno
yang termaktub di dalamnya.
Perang-perang yang terkenal
yang dikisahkan diantaranya
adalah; (a) Perang al-Basus, terjadi di abad ke-5 M antara kabilah Bakr dan Taghlib, (b) Perang Dahis dan Ghabra, yang melibatkan kabilah Zabyan dan Abas, dan (c) Perang Fujjar, yaitu perang-perang yang terjadi pada bulan haram (Rajab, Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram) antar kabilah-kabilah di Hijaz (Iryana, 2021).
����������� Bentuk tradisi Arab Pra-Islam lainnya adalah Al-Ansab yang secara etimologi merupakan bentuk jamak dari kata nasab yang berarti silsilah (genealogy). Sejak zaman Jahiliyah, orang-orang Arab sangat memperhatikan ilmu silsilah. Pengetahuan nasab/silsilah adalah salah satu bidang pengetahuan terpenting dalam masyarakat Arab saat itu. Setiap kabilah akan menghafal
silsilahnya tidak terkecuali. Semua anggota keluarga harus mengetahui dan mengingat asal-usul mereka. Hal tersebut
akan menjadi kebanggaan tersendiri antar satu suku
dengan suku lainnya. Seperti Al-Ayyam, Al-Ansab
juga dikaitkan dengan syair pada masa jahiliyah. Tema utama syair
Arab kala itu bahkan terkait dengan silsilah masing-masing suku yang membicarakan tentang kejayaan dan kemenangan suku mereka atas
suku lainnya. Pada masa itu kehormatan suatu suku bergantung
pada garis keturunannya (Yatim, 1997). Meskipun Al-Ansab memiliki petunjuk adanya perasaan sejarah, namun ia tidak dapat
dikatakan sebagai bentuk ekspresi kesadaran sejarah. Hal tersebut karena; (1) Tidak berbentuk sebagai dokumen tertulis dan hanya berdasar ingatan semata, (2) pengetahuan genealogis Al-Ansab akan hilang jiga
tidak ada lagi yang menghafalkannya, (3) Hafalan dalam Al-Ansab terkadang bercampur dengan legenda dan mitos-mitos yang dikontaminasi untuk kepentingan tertentu, (4) tidak sampai pada sejarah �umum� yang meliputi semua kabilah karena
belum dikenalnya istilah tanah air (al-wathan) pada masa itu karena banyak kabilah
yng hidup nomaden. (Iryana, 2021)
Hitoriografi Islam Klasik
����������� Islam masa klasik dimulai sejak masa kenabian Muhammad Sallallahu�alaihi
wa sallam hingga akhir keturunan
Bani Abbasiyah. Periode klasik ini dapat dibagi menjadi dua periode, periode kemajuan Islam dan periode kemunduran. Masa kemajuan Islam
(650-1000 M) merupakan masa perluasan,
penyatuan, dan kegemilangan
Islam. Selanjutnya, masa disintegrasi
atau kemunduran (1000-1250
M) merupakan zaman dimana mulai terjadinya berbagai kemunduran dalam pemerintahan Islam yang sejatinya telah terjadi sejak zaman Umayyah, namun mencapai puncaknya pada masa Abbasiyah (Gumilar, 2017). Masa disintegrasi ini diwarnai oleh berbagai faktor penting yakni adanya wilayah-wilayah yang
melepaskan diri dari Baghdad, instabilitas pusat pemerintahan, serta perang salib
(Yatim, 2018). Pada masa Islam Klasik ini, terdapat dua metode historiografi yang menjadi tradisi di kalangan masyarakat kala itu, yakni Riwayah
dan Dirayah. Selain itu, pada masa ini juga terdapat tiga aliran
yang mewarnai historiografi
pada masa Islam klasik ini yaitu Aliran Yaman,
Aliran Madinah, dan Aliran Irak. (Fajriudin, 2018)
����������� Metode pertama yang digunakan dalam historiografi pada masa islam klasik adalah riwayah.
Metode riwayah adalah metode untuk mempelajari hubungan dan urutan peristiwa sejarah yang melekat pada teks mengacu
pada kebenaran dan filterasi
atas informasi yang didapat. Hal tersebut dilakukan
dengan mengaitkan ilmu sejarah dengan
salahsatu bagian ilmu hadis yang disebut �jarh
wa ta�dil, dimana ilmu tersebut
membahas biografi, sifat, moralitas, dan akidah dari penuturnya.
Dengan bantuan referensi kaidah periwayatan, ilmu jarh wa ta�dil sangat bermanfaat untuk mennggali validitas sejarah secara dalam dan valid. Dengan demikian
dapat terungkap kepribadian seorang penutur dan membantu membedakan antara yang kuat, lemah, jujur, dan pembohong. Kaidah ini juga memungkinkan untuk mengenali nilai cerita apakah itu shahih atau Hasan, serta meninggalkan cerita yang lemah atau mencurigakan. Penggunaan berbagai kaidah tersebut sangatlah penting dalam historiografi karena mengingat tujuan dari studi
atau ilmu sejarah itu sendiri
yakni untuk menguak hakikat sejarah (Gumilar, 2017).
����������� Metode kedua yang digunakan dalam historiografi pada masa islam klasik adalah dirayah.
Dirayah merupakan metode sejarah yang berfokus terhadap pengetahuan secara langsung dari suatu
sisi dan interpretasi berbasis rasionalitas dari sisi lainnya.
Salahsatu tokoh yang terkenal mempopulerkan metode ini adalah
Ibnu Khaldun. Menurutnya, ilmu
sejarah adalah ilmu tentang keterkaitan
antara peristiwa yang beragam untuk kemudian
dijelaskan faktor penyebab, titik berangkat, dan nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat diambil darinya
ibrah atau pelajaran yang berguna. Dengan demikian, meneliti kevalidan dan illat dari sebuah
peristiwa sejarah adalah sangat penting karena sejarah dianggap bukan sekedar peristiwa, melainkan juga tafsir dari peristiwa itu (Gumilar, 2017). Selain itu, menurut Yatim (1997) Historiografi dengan dirayah juga berfokus terhadap isi teks
sejarah yang dituturkan, tetapi penerimaan akan sebuah teks
hanya dapat dilakukan jika telah melewati� kritik
intelektual dan rasional.
Jadi, jika dibandingkan dengan historiografi melalui riwayah, historiografi dirayah lebih dilengkapi dengan fokus dominan
terhadap variabel-variabel signifikan yang menentukan pergerakan sejarah.
����������� Selain terdapat dua metode dalam historiografi,
pada masa Islam klasik juga terdapat
tiga aliran dalam corak penulisan
historiografinya. Aliran pertama adalah aliran Yaman. Yaman
merupakan negara di selatan
jazirah arab yang juga sering disebut sebagai Arab Selatan. Aliran Yaman merupakan aliran pertama yang muncul karena pada zaman dahulu Yaman merupakan
daerah yang lebih dahulu maju dan berkembang dibandingkan daerah lainnya khususnya daerah Arab Utara. Saat Arab utara masih mementingkan orasi dan puisi/syair secara lisan,
Yaman telah mementingkan baca-tulis. Untuk itu, yaman
telah memiliki peninggalan-peninggalan catatan sejarah secara tertulis disaat daerah lain di kawasan Arab belum memilikinya. Peninggalan-peninggalan tersebut termuat dalam berita-berita
dan kisah yang mereka tulis di tempat tempat peribadatan. Diantara berita dan kisah tersebut adalah berita runtuhnya
bendungan Ma�arib, berita tentang kerajaan Saba dan Ratu Balqisnya,
berita kerajaan Himyar, dan berita tentang serbuan pasukan gajah ke
Mekkah pada 571 M. Walau telah dituturkan dalam bentuk tulisan, namun corak aliran
Yaman ini masih sama dengan
al-ayyam di kalangan Arab
Utara yakni masih bercampur dengan mitos-mitos, legenda dan dongeng kesukuan. Para penulis hikayat yang terkenal dari aliran ini
diantaranya; Ka�ab al-Ahbar, Wahb ibn Munabbih, dan Abid Ibn Syariyyah
al-Juhrumi (Iryana, 2021).
����������� Corak penulisan sejarah berikutnya adalah Aliran Madinah. Aliran Madinah dilatarbelakangi
oleh perkembangan ilmu hadis. Aliran ini
lahir di Madinah yang merupakan
pusat peradaban, ilmu pengetahuan, dan pengajaran Agama saat itu. �Ilmu hadis pada aliran Madinah mentransformasi penulisan sejarah Islam menjadi lebih teliti,
detail dan dalam, serta melewati proses filterasi sanad sebagaimana hadis. Dengan demikian,
terdapat disparitas yang
vital antara aliran madinah yang memiliki kedetailan dan kedalaman analisis dalam penulisannya dengan aliran yaman yang masih terkontaminasi legenda-legenda,
dongeng, dan mitos. Jika ditinjau berdasarkan temanya, aliran Madinah banyak berisi tentang
biografi Nabi Muhammad Sallallahu�alaihi
wa sallam atau yang dikenal dengan Sirah Nabawiyah dan tentang peperangan-peperangan yang terjadi
serta dipimpin Rasulullah atau lebih dikenal
dengan al-Maghazi (Fajriudin, 2018). Pada intinya, Historiografi dengan aliran Madinah ini sangat terpengaruh dengan pola dan pencatatan dalam ilmu hadis
yang mana juga menggambarkan betapa
besar dan penting pengaruh ilmu hadis
dalam perkembangan historiografi. Beberapa tokoh penting yang berjalan di atas aliran Madinah ini didominasi oleh para sahabat Nabi
Sallallahu�alaihi wa
sallam, diantaranya; Abdullah
ibn Abbas, Syurahbil bin Sa�ad,
dan Urwah bin Zubair Radhiallahu�anhum
Ajma�in.
����������� Aliran historiografi pada masa
Islam klasik yang terakhir adalah aliran Irak
atau juga dikenal dengan aliran Persia. Lahirnya aliran irak selaras dengan
infiltrasi perluasan budaya peradaban islam ke wilayah Persia (Fajriudin, 2018). Aliran Irak dapat dikatakan
sebagai perluasan dari historiografi peradaban Timur Tengah dan Islam karena
dalam aliran ini terdapat integrasi
dalam fokus penulisan sejarahnya yang memperhatikan pergerakan sejarah sebelum Islam dan pasca Islam secara bersamaan (Yatim, 1997). Luasnya bidang yang dicakup dalam historiografi aliran Irak merupakan
kebangkitan yang sesungguhnya
terhadap ilmu historiografi. Pada masa ini, pengaruh dari hadist
telah ditinggalkan dalam artian penulisan
sejarah tidak terbatas hanya berdasar padanya saja dan bersamaan dengan itu, dongeng-dongeng,
mitos, dan cerita khayal
yang mengandung banyak ketidakvalidan juga ditinggalkan.
Pasca kemunculannya, serawan-sejarawan terkemuka menginduk pada aliran Irak ini dalam
pencatatan sejarahnya, dan diikuti hampir seluruh sejarawan lain yang datang di masa setelahnya. Beberapa tokoh yang lahir dari aliran
Irak diantaranya; Awanah Ibn Al-Hakam, Sayf Ibn
Umar al-Asadi, dan Abu Mikhnaf.
Historiografi Islam Modern
����������� Dalam Gumilar (2017) dalam memaknai historiografi Islam modern, dapat
dibagi kedalam dua potret yakni historiografi
Islam modern masa awal (1800-1900) dan historiografi Islam modern masa kini
(dimulai abad 20 dan seterusnya). Historiografi Islam modern dimulai pada akhir abad ke-18, ketika Mesir sudah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Selama periode
ini sejarah Islam ditulis oleh beberapa ahli ilmu dari Timur Tengah dan Asia Selatan. Gerakan historiografi Islam masa modern awal
dimulai di mesir seiring dengan gerakan kebangkitan intelektual di negara itu. Sejarawan pertama yang menjadi pionir gerakan ini adalah
Abdurrahman al-Jabarti (1753-1825) melalui yang berjudul Aja�ib Al-Athar fi�l-tarajim
wal akhbar. Pada masa ini Historiografi Jabarti menggunakan metode biografi dan kronikel. Pada masa ini, penulisan sejarahnya didominasi tentang sejarah mamluk dan jatuh bangunnya kerajaan Islam hingga masuknya Prancis ke Mesir.
Setelah Jabarti, tokoh Islam lain yang mengambil peran penting dalam
Historiografi Islam modern awal
adalah Rifa Al-Thahthawi yang memiliki latar belakang pendidikan Islam di Al-Azhar serta
menambah pengetahuan di lembaga pendidikan di Prancis. Selain Al-Thathawi, ada juga tokoh historiografi Islam modern
yang bernama Ali Mubarak yang memiliki
latar belakang pendidikan science, teknik,
astronomi, dan arkeologi. Dalam penulisan sejarah, keduanya dipengaruhi oleh literatur dan kebudayaan Prancis serta memusatkan perhatian pada sejarah tanah air mereka sendiri.
����������� Setelah generasi Historiografi Islam modern awal berlalu, sejak abad ke-20, historiografi Islam telah mengacu ke
Barat dalam metodologi dan/atau tema yang dimuat. Oleh karena itu, Sejarawan muslim di Timur Tengah tidak diragukan lagi bahwa mereka
pasti meminjam banyak tema, metode dan pendekatan terhadap
sejarah dari keilmuan Barat. Selanjutnya, berbagai perubahan materi, tema, metodologi, dan pendekatan penulisan sejarah yang terjadi di Barat secara otomatis akan ikut berkontribusi
terhadap perubahan historiografi Islam. Pada masa ini,
salahsatu metode historiografi Islam yang berkembang
adalah madzhab Analles dan madzhab Lapidius yang memiliki tema �sejarah total� dimana didalamnya mencakup revisionisme historis, evolusionisme komparatif, dan sejarah sosial dialogis. Dalam metode tersebut
sejarah timur tengah dan Islam dipandang dari sudut pandang
yang lebih luas dan tidak berfokus pada timur tengah saja,
melainkan kawasan pinggiran seperti Indonesia dan
India.
Kesimpulan
����������� Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan historiografi timur tengah dan Islam telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat sejak masa
Arab pra-Islam, Islam Klasik,
dan hingga masa modern. Pada masa Arab sebelum islam, kebanyakan peristiwa sejarah dituturkan secara lisan saja
seperti dalam gubahan syair yang berisi dengan Al-Ayyam (Peristiwa-peristiwa penting) dan Al-Ansab (Silsilah). Selanjutnya dalam masa Islam klasik historiografi mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dua metode utamanya yakni riwayah dan dirayah. Dimulai dari aliran
yaman yang mulai menjabarkan berbagai peristiwa sejarah dalam bentuk tulisan walau masih bercampur
dengan mitos dan dongeng, kemudian dilanjutkan dengan aliran Madinah yang sangat dipengaruhi
oleh ilmu Hadis sehingga
sangat menekankan pada kredibilitas
penutur dan kebenaran berita sejarah yang disampaikan, dan diakhiri dengan Aliran Irak/Persia
yang memandang sejarah secara lebih luas
tidak terbatas pada hadis saja serta
telah meninggalkan sepenuhnya pengaruh mitos dan cerita khayal dalam penulisan sejarah. Historiografi Islam kemudian bervolusi di masa modern
dengan mengedepankan metode dan teori dari Barat yang dirangkum dalam tema besar
�sejarah total� untuk memberikan pandangan yang lebih komperhensif terhadap sejarah timur tengah dan Islam.
BIBLIOGRAFI
Barnard, A., Spencer, J.
(2010). The Routledge Encyclopedia of Social and Cultural Anthropology. London & NY: Routledge Taylor
& Francis Group.
Boham, I.S., Sentinuwo,
S., Sambul, A. (2017). Rancang
Bangun Aplikasi Game Pengenalan Sejarah Perang Tondano. Jurnal Teknik Informatika. 11(1), 1-7.
Fajriudin. (2018). Historiografi
Islam: Konsepsi dan Asas Epistemologi Ilmu Sejarah dalam Islam. Jakarta: Kencana.
Fauzi, M., Jannah, S.A. (2021). Peradaban Islam; Kejayaan dan Kemundurannya. Jurnal
Pendidikan dan Keilmuan Islam Al-Ibrah,
6(2), 1-26.
Gumilar, S. (2017). Historiografi
Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern. Bandung: Pustaka Setia.
Hardjasaputra, A.S. (2015). Sejarah dan
Pembangunan Bangsa. Jurnal
Artefak. 3(1), 1-6.
Hirschler, K. (2006). Medieval Arabic
Historiography. London & NY: Routledge.
Indriana, N. (2020). Common Word Dalam Tiga Agama Samawi: Islam, Kristen, dan Yahudi.
AN-NAS: Jurnal Humaniora.
4(1), 32-44.
Iryana, W. (2021). Historiografi
Islam. Jakarta: Kencana.
Kosasih, A. (2021). History Learning As a Basis of Character Education: Comparative Analysis
According to Perspectives JW Foerster, Thomas Lickona,
and Erich Fromm. Sosio e-Kons. 13(1), 59-73.
Kuntowijoyo. (2005). Pengantar
Ilmu Sejarah. Jakarta: Bentang.
Machmudi, Y. (2020). Timur Tengah dalam Sorotan: Dinamika Timur Tengah dalam Perspektif Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Madjid, M.D., Wahyud,
J. (2014). Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar. Jakarta: Kencana.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penulisan Sejarah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nafis, A.W. (2020). Islam, Peradaban Masa Depan. Jurnal Ilmu Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat Al-Hikmah. 18(2), 117-134.
Rahman,
Y., Hertiasa, H. (2018). Perancangan
Permainan Digital �Kronik Majapahit� Sebagai Media Pembelajaran Sejarah Sumpah
Palapa Untuk Remaja. Jurnal Bahasarupa.
1(2), 125-135.
Ramadhan,
A.M.Y.I., Nur, D., Tungadi, E. (2021). Aplikasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Seamless Learning. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI). 229-234.
Suhid, A., Fakhruddin, F.M. (2012). Gagasan Pemikiran Falsafah dalam Pendidikan Islam: Hala Tuju dan Cabaran.
Journal of Islamic and Arabic Education, 4(1), 57-70.
Supriatna, E. (2019). Islam dan Kebudayaan: Tinjauan Penetrasi Budaya Antara Ajaran Islam dan Budaya Lokal/Daerah). Jurnal Soshum Insentif, 2(2),
282-287.
Suwarno. (2019). Kejayaan
Peradaban Islam dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan. Islamadina:
Jurnal Pemikiran Islam.
20(2), 165-175.
Syahraeni, A. (2017). Sejarah Dalam Perspektif Al-Qur�an. RIHLAH:
Jurnal Sejarah dan Kebudayaan.
5(1), 29-41.
Yatim,
B. (1997). Historiografi Islami. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Yatim,
B. (2018). Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Depok: Rajawali
Pers.
Copyright
holder: Lintang Tranggono, Nurwahidin (2023) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |