Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
IMPLIKASI HUKUM PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM
PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI KABUPATEN KARIMUN
Cendy Glaksy, Lu Sudirman, Junimat
Girsang
Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Internasional
Batam, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Pembangunan perumahan
dan pemukiman di wilayah perkotaan
pada umumnya berlangsung secara cepat sehingga
membutuhkan tanah yang luas. Pembangunan perumahan dan pemukimam menjadi salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi pemerintah termasuk di kabupaten karimun. Penelitian ini mengkaji Implikasi Hukum Pengendalian Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan Perumahan Di Kabupaten
Karimun, Kebijakan terkait hukum lingkungan,
tata ruang wilayah kota. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada hasil penelitian kepustakaan. Adapun
data sekunder berupa peraturan perundang-undangan di bidang hukum lingkungan,
tata ruang wilayah kota, hukum pertanahan, buku-buku maupun hasil penelitian di bidang hukum lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan dan terkendalinya
pemanfaatan sumber daya alam adalah
tujuan pengelolaan lingkungan. Untuk tercapainya tujuan, maka harus diperkirakan
perubahan kondisi lingkungan, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Kata Kunci: Implikasi Hukum; pengendalian
dampak lingkungan;
Pembangunan berkelanjutan
Abstract
Abstract The construction of housing and settlements in urban areas
generally takes place rapidly, requiring large areas of land. The construction
of housing and settlements is one of the fundamental problems faced by the
government, including in Karimun Regency. This study
examines the legal implications of controlling environmental impacts in housing
development in Karimun district, policies related to environmental
law, urban spatial planning. This research is a normative legal research based
on the results of library research. The secondary data are in the form of laws
and regulations in the field of environmental law, urban spatial planning, land
law, books and research results in the field of
environmental law. Sustainable development and controlled use of natural
resources are the objectives of environmental management. To achieve the goal,
it must be estimated changes in environmental conditions, both favorable and
unfavorable.
Keywords: Legal
Implications; environmental impact control; Sustainable development
Pendahuluan
Dengan diberlakukannya Undang-undang No.
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menuntut Daerah untuk mampu melakukan
perencanaan dan penganggaran sesuai dengan potensi sumber daya yang dimiliki.
Amanah Undang-undang mewajibkan untuk semua Pimpinan Daerah menyiapkan
Rancangan Rensra sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan pedoman kepada Rancangan Awal RPJMN/ RPJMD dan menetapkan Rensra setelah disesuaikan dengan RPJM/ RPJMD. Oleh karena
itu, setiap PD daerah berkewajiban untuk menyusun Rencana Strategis yang
merupakan penjabaran dan visi dan misi dalam rangka pencapaian sarasan pembangunan nasional atau daerah secara menyeluruh.
Renstra Dinas Pekerjaan Umum Penataan
Ruang dan Pertanahan Propinsi Kepulauan Riau disusun
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata cara Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Derah dan
Rencana Pembangunan jangka menegah Daerah serta tata cara perubahan Rencana
Pembangunan jangka panjang derah. Rencana pembangunan
jangka menegah daerah dan Rencana Kerja daerah merupakan dokumen perencanaan
Dinas pekerjaan umum. Penataan ruang dan pertanahan untuk periode 5 (lima)
tahun dari tahun 2016 sampai dengan 2021. Renstra ini memuat telaah, tujuan,
strategis, kebijakan program dan kegiatan pembangunan sesuai degan tugas dan fungsi
dinas yang di susun dengan berpedoman pada RPJM daerah dan bersifat indikatif (Mirza & Aisyah, 2020).
Tentu Dalam arti pelaksanaan pembangunan
harus sesuai dengan substansi yang akan dituju secara terpadu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) disebutkan bahwa ”Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ”Sebagai salah
satu bentuk realisasi dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 dituangkan dalam
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA), yaitu
Negara diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
Umum mengenai persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat
dan negara. Rencana Umum yang dibuat Pemerintah meliputi seluruh wilayah
Indonesia dan Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan
tanah di wilayah sesuai dengan kondisi daerah masing masing dengan Peraturan Daerah. Oleh karena itu perwujudan
penggunaan dan pemanfaaatan tanah agar optimal harus
menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka untuk kesesuaian kebutuhan
akan tanah telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (selanjutnya disingkat PP Penatagunaan Tanah) dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(selanjutnya disingkat UU Penataan Ruang).
Kembali kepada Industri properti khususnya perumahan
merupakan salah satu kegiatan usaha yang semakin hari semakin bertumbuh. Ini
dibuktikan dengan semakin banyaknya perumahan-perumahan yang bermunculan.
Pembangunan properti merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan. Lahan yang tersedia di manfaatkan dengan
mendirikan perumahan, pusat perbelanjaan, dampak yang terjadi adalah properti
menjadi multiplier effect
di satu sisi dapat menyediakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja.
Penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menyediakan kebutuhan rumah yang
bisa di jangkau masyarakat, tetapi di sisi lain atau dampak negatif dari
pembangunan properti adalah hilangnya sebagian harta (tanah) yang dimiliki oleh
masyarakat akibat transaksi jual beli lahan antara developer dan masyarakat.
Walaupun dapat mendatangkan penghasilan bagi masyarakat akibat adanya penjualan
lahan, tetapi juga akibat pembangunan properti yang tidak sesuai dengan tata
ruang permasalahan maka yang ditimbulkan adalah ketika kegiatan usaha
pembangunan perumahan telah beroperasi dan dalam pelaksanaannya telah terjadi
dampak lingkungan hidup (Tolang, Kotan, & Nahak, 2020). Termasuk
pengelolaan dan pemantauan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam suatu dokumen
pengelolaan lingkungan (dokumen AMDAL maupun UKL/ UPL). Keterkaitan antar
perumahan/ pemukiman dan perumahan/ pemukinam yang
lain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perencanaan tata ruang
wilayah, sehingga pelaksanaanya harus selalu mengacu
kepada Tata Ruang Wilayah baik Nasional, Propinsi,
maupun Kabupaten/ Kota.
Pada intinya pembangunan dan
pemberdayaan yang tidak memberikan perhatian serius terhadap lingkungan justru
akan menghasilkan anti pembangunan dan anti pemberdayaan. Terlebih lagi,
perlindungan terhadap lingkungan juga terkait erat dengan pemenuhan hak asasi
manusia (Tolang et al., 2020). Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
(selanjutnya disingkat UUPPLH) sebagai regulasi yang mengatur tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UUPPLH memberikan penguatan
prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan
pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan
pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan,
partisipasi, akuntanbilitas dan keadilan.
Dan sebagai bentuk komitmen Pemerintah
Kabupaten Karimun terhadap pengelolaan ruang kota yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, pada tahun 2021 telah terbit Peraturan Daerah Kabupaten
Karimun Nomor 3 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun
Tahun 2021-2041. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 3 Tahun 2021
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun Tahun 2021-2041 dikatakan
bahwa tujuan penataan ruang Kabupaten Karimun adalah untuk mewujudkan Kabupaten
Karimun yang maju melalui sektor industri pertanian.
Kalau kita mengacu kepada asas dan
Tujuan Penataan Raung Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
penataan Ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. Keterpaduan
b. Keserasian
, keselarasan dan keseimbangan
c. Berkelanjutan
d. Keberdayaangunaan dan keberhasilan
e. Keterbukaan
f. Kebersamaan
dan kemitraan ;
g. Perlindungan
kepentingan umum Kepastian hukum dan keadilan ;
h. Akuntanbilitas (Indonesia, 2003)
Terjadinya berbagai permasalah
dalam penyelenggaraan penataan ruang di indonesia
karena berbagai hal, antara lain: dominasi kebijakan sektoral yang didasari
oleh kepentingan tertentu di tiap sektoral, perencanaan tata ruang tanpa kajian
lingkungn Hidup Strategis (KLHS), ketidaksesuaian
antara Tata Ruang Kota/ Kabupaten Kota dan Nasional dan rendahnya pemahaman
akan pentingnya pengelolaan SDA dan lingkungan hidup secara berkesinambung
lemahnya penegakan hukum terkait pelanggaran penataan ruang yang berakibat
masih terjadinya pelanggaran penataan ruang (pusat dan daerah), masih tingginya
tingkat pencemaran lingkungan hidup akibat belum dipatuhinya peraturan di
bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup serta kurang adanya keselarasan
pengaturan antara pemerintah pusat dan daerah.
Bertitik tolak pada latar belakang dari
pernyataan tersebut bahwa di Kabupaten Karimun dalam melaksanakan pembangunan
yang ada, berusaha untuk mengedepankan pembangunan lingkungan hidup dalam upaya
pengelolaan pembangunan berkelanjutan dengan berwawasan lingkungan. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini, penulis ingin mengkaji ketentuan hukum tentang
pembangunan perumahan dalam mencegah terjadinya dampak lingkungan hidup di
kabupaten Karimun dan pengendalian dampak lingkungan hidup akibat pembangunan
perumahan di Kabupaten Karimun. Dan kalau disimpulkan secara garis besar maka
akan mengerucut Bagaimana relevansi ketentuan hukum pembangunan perumahan dalam
mencegah terjadinya dampak lingkungan hidup di Kabupaten Karimun.
Metode Penelitian
Tipologi penelitian
ini bersifat deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan, menginventarisasi,
dan menganalisis kondisi
yang sebenarnya tentang penegakan hukum terkait penataan ruang guna mewujukan
pembangunan yang berkelanjutan
melalui penelitian kepustakaan (library research) dengan
menekankan pada sumber data
sekunder (Asikin,
2004). Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber primer berupa perundang-undangan (Soemitro,
1982). Data yang sudah terkumpul akan dianalisis dengan penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penataan ruang dan lingkungan hidup.
Hasil dan Pembahasan
1. Relevansi ketentuan hukum pembangunan
perumahan dalam mencegah terjadinya dampak lingkungan hidup di Kabupaten
Karimun
Pembangunan menimbulkan
resiko negatif terhadap lingkungan. Ancaman kerusakan dan penurunan fungsi lingkungan hidup sehingga tidak lestari. Namun, pembangunan di Indonesia harus tetap dilaksanakan untuk mencapai kesejahteraan bangsa Indonesia sebagaimana di amanatkan Alinea ke-IV Pembukan UUD NRI 1945. Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945 merumuskan
bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efsiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Merujuk pada ketentuan
Pasal 28 H Ayat (1) UUD NRI 1945, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”, yang berarti hak untuk memperoleh
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pelayanan kesehatan yang baik, merupakan hak asasi
manusia (HAM) karena itu, UUD NRI 1945 jelas sangat
pro lingkungan hidup, sehingga dapat disebut sebagai konstitusi hijau (green
constitution) (Nursyamsi,
Irwansyah, & Said, n.d.). Ini berarti,
hak atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan bagian dari HAM, yang oleh Jimly Asshiddiqie disebutnya dengan istilah constitutionalization of
environmental policy. Dengan demikian
norma perlindungan lingkungan hidup sudah ditingkatkan derajatnya dan berada pada level perundang-undangan tertinggi (Nursyamsi
et al., n.d.).
Perkembangan pembangunan
Perumahan di Kabupaten Karimun cukup pesat.
Berikut data perkembangan perizinan mendirikan bangunan perumahan dari tahun 2019 sampai dengan tahun
2021 di Kabupaten Karimun:
Tabel 1
Rekapitulasi Perkembangan Perizinan Mendirikan Bangunan Perumahan di Kabupaten Karimun
No. |
Bulan |
Jumlah/tahun |
||
2019 |
2020 |
2021 |
||
1. |
Januari |
7 |
8 |
13 |
2. |
Februari |
5 |
5 |
7 |
3. |
Maret |
1 |
12 |
6 |
4. |
April |
7 |
13 |
14 |
5. |
Mei |
25 |
3 |
10 |
6. |
Juni |
2 |
1 |
- |
7. |
Juli |
14 |
2 |
- |
8. |
Agustus |
1 |
9 |
- |
9. |
September |
18 |
14 |
- |
10. |
Oktober |
15 |
12 |
- |
11. |
Nopember |
6 |
14 |
- |
12. |
Desember |
11 |
5 |
- |
Jumlah |
112 |
98 |
50 |
Sumber: Data BPS Karimun, 2020
Berdasarkan
tabel 1 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan jumlah perizinan
pembangunan perumahan tiap tahun dari tahun 2019-2021 mengalami fluktuasi.
Terlihat dari rekapitulasi yang menunjukkan peningkatan dan penurunan dari
tahun 2019 sampai tahun 2021. Adapun jumlah perizinan pembangunan perumahan
terkecil terjadi dalam tahun 2021 dengan jumlah 50.
Secara
substantif sebenarnya hubungan hukum antara pembangunan perumahan dan
lingkungan hidup menekankan pada kewajiban pihak pengembang sebagai subyek
hukum untuk melaksanakan kewajiban melindungi lingkungan hidup. Oleh karena
itu, Kabupaten Karimun memaknai hubungan tersebut dengan menerbitkan Peraturan
Daerah Kabupaten Karimun Nomor 8 Tahun 2016
tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahan di
dalam pasal 5 disebutkan penyelenggaran Tangung Jawab Sosial Perusahan
yang di singkat dengan TJSP. Penyelenggaran TJSP di
daerah berdasarkan asas:
a. Kepastian
hukum;
b. Kepentingan
umum;
c. Kebersamaan;
d. Partisipatif dan aspiratif;
e. Ketebukaan;
f. Keberlanjutan;
g. Berwawasan
lingkungan;
h. Kemandirian
dan
i. Keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Di dalam pasal
13 juga di sebutkan dalam melaksanakan TJSP, perusahaan wajib, yaitu:
a) Menyusun,
menata, merancang dan melaksanakan kegiatan TJSP sesuai dengan prinsip TJSP
dengan memperhatikan kebijakan pemerintah daerah dan peraturan
perundang-undangan;
b) Menumbuhkembangkan
dan memantapkan sistem jaringan kerjasama dan
kemitraan dengan pihak lain serta melaksanakan kajian pengasan
dan evaluasi terhadap pelaksanaan TJSP dengan memperhatikan kepentingan
Perusahaan, peraturan daerah, masyarakat dan kelestarian lingkungan;
c) Menetapkan
bahwa TJSP adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kebijakan managemen maupun program pengembangan perusahaan dan
d) Mensinergikan serta mengintegrasikan program kegiatan
TJSP dengan program kegiatan Pemerintah Daerah .
Definisi
mengenai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan juga disebutkan
yang tercantum pada Pasal 1 ayat (3)
UUPPLH, sebagai berikut: ‘’Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan” (Hakim, 2015).
Kepentingan
negara terhadap lingkungan dapat ditelaah dari penjelasan umum UUPPLH yang
menggarisbawahi, bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
manuisa dan hak konstitusi bagi setiap warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, negara , pemerintah dan seluruh pemangku
kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dalam pelaksaanaan pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Penggunaan
sumber daya alam harus selaras, serasi dan seimbang dengan fungsi lingkungan
harus selaras, serasi dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup sebagai
konsekuensi, kebijakan, rencana dan atau program pembangunan harus dijiwai oleh
kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan.
Menyadari
potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan,
terus dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini. Analisis mengenai
dampak lingkungan () adalah salah satu perangkat pre-emtif
pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatan
akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan amdal dengan penyusunan dokumen
AMDAL, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang AMDAL.
AMDAL juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin
lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
Pasal 70
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH ) menegaskan bahwa:
1. Masyarakat
memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2. Peran
masyarakat dapat berupa
a. Pengawasan
sosial;
b. Pemberian
saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan atau
c. Penyampaian
informasi dan atau laporan.
3. Peran
masyarakat dilakukan untuk
a. meningkatkan
kepedulian dalam perlindungan atau pengelolaan lingkungan hidup;
b. meningkatkan
kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
c. menumbuhkembangankan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkan
kembangan ketanggasegeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial;
e. mengembangkan
dan menjaga budaya dan kearifan local dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Keikutsertaan
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup itu dimaksudkan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui berbagai aktivitas, seperti
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup dari ancaman pencemaran atau kerusakan yang menganggu
kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Selain itu, kepentingan umum atau
masyarakat terhadap lingkungan hidup dapat pula dari materi muatan UUPPLH
lainnya, yaitu pasal 91 ayat (1) bahwa: “masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan atau untuk
kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan atau
untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan
atau kerusakan lingkungan hidup”.
Ayat (2)
menyebutkan:
“Gugatan dapat
diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dasar hukum, serta
jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompok”.
Erri N.
Megantara berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan UUPPLH bahwa karakter
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah sebuah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan adalah sebuah upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan (Supriyatin & Herlina, 2020) .
Rekonstruksi
dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan dan
sumber daya alam, penataan hukum lingkungan terletak pada instrumen perizinan
lingkungan hidup yang utama, yakni Tata Ruang, Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) dan AMDAL sejatinya perlu mendapatkan partisipasi mampu dalam
proses penyusunan kebijakan dan dokumen lingkungan hidup. Dengan partisipasi,
diharapkan pelaku usaha atau masyarakat mampu meminilisasi
terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dalam artian ketaatan
terhadap instrumen perizinan lingkungan hidup. Filosofis dibalik norma
instrumen perizinan lingkungan adalah dalam rangka menghadirkan hukum sebagai
sarana pembaharuan masyarakat.
Dengan pemikiran
Satjipto Raharjo tentang hukum dan perubahan dalam
tataran praktis operasional, pasca reformasi dari instrumen perizinan
lingkungan hidup memberikan nuansa baru kesadaran hukum bagi pelaku usaha untuk
taat terhadap hokum perizinan. Proses instrumen perizinan tersebut diharuskan melibatkan peran serta masyarakat
berkaitan dengan dampak lingkungan yang timbul di kemudian hari, termasuk manfaat dan keseimbangan lingkungan namun kelemahannya adalah pengendalian sebagai bagian dari pengawasan
dari pemerintah daerah terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan perundangan-undangan dan tidak tegasnya dalam memberikan sanksi administratif. Fungsi hukum sebagai sarana
pembaharuan masyarakat pasca reformasi dalam perspektif perundanga-undangan lingkungan hidup dan sumber daya alam
perlu direkonstruksi yang senanntiasa berorentasi kepada kesejahteraan masyarakat yang ramah lingkungan atau ekonomi yang berkelanjutan.
Negara wajib memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, budaya warga masyarakat sekitar yang tinggal di
wilayah-wilayah sumber daya
alam strategis, karena hak-hak tersebut sebagai bagian dari HAM dalam kebijakan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Hubungan antara masyarakat dengan lingkungan adalah masyarakat yang merupakan sekumpulan dari anggota-anggota individu memiliki ketergantungan dengan lingkungan sebagai kehidupan. Lingkungan sangatlah kompleks, merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam
seperti tanah, air, energi mineral serta flora fauna
yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana mengunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia yang terdiri dari komponen
abiotiik dan biotik.
Dalam kontek kebijakan pembentukan hukum lingkungan, partisipasi masyarakat menjadi hal yang utama dan diharapkan pelaku usaha, termasuk masyarakat mampu meminimalisasi terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dalam artian
ketaatan terhadap instrumen perizinan lingkungan hidup. Filosofi dibalik daya dukung masyarakat
(legal culture) adalah dalam
rangka menghadirkan hukum sebagai sarana
pembaharuan masyarkat. Dalam merekonstruksi teori hukum pembangunan,
pembuat kebijakan (legal
policy) pembentukan hukum ranah memiliki optic dan pendekatan secara holistic komprehensive dan interdisipliner
(Wibowo, 2018).
Sehingga dari beberapa penjelasan
dan teori dan dasar hukum kita berharap
eksistensi serta fungsi pemerintah, baik pemerintah pusat mapun pemerinth
daerah dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup segala tindakan hukumnya wajib memperhatikan prinsip-prinsip dasar pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam hal ini
Kabupaten Karimun.
Kesimpulan
Teori hukum pembangunan di sektor
pengelolaan lingkungan hidup dalam perkembangan awal tidak berjalan dengan baik
dikarenakan kuatnya kepentingan penguasa. Hukum itu pada akhirnya merupakan
alat perebutan kekuasaan dalam masyarakat, yakni dominasi kekuasaan/ politik
dalam Undang-undang Lingkungan Hidup dengan semangat perubahan sosial dan
pembaharuan atau pembangunan masyakarat. Dalam
mengendalikan dampak sosial setelah adanya pembangunan perumahan dapat
dilakukan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat
masyarakat, sehigga dapat
tercipta hubungan yang lebih baik antara masyarakat dan perlunya pengawasan
pengelolaan di beberapa daerah Kabupaten Karimun. Dalam mengendalikan dampak
lingkungan sesudah adanya pembangunan perumahan, dapat dilakukan dengan
menambah ruang terbuka hijau (RTH) yang menampung air hujan sehingga kualitas
air tanah menjadi baik. Dengan demikian antara hukum dan pembangunan bisa
berjalan secara komprehensif.
BIBLIOGRAFI
Amirudin & Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Radja Grafindo Persada.
Faiz, Pan Mohamad. 2016. “Perlindungan terhadap Lingkungan dalam Perspektif Konstitusi”. Jurnal Konstitusi, Volume 13, Nomor 4, hlm 767.
Irwansyah. 2013. Jejak
Demokrasi Lingkungan Alam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, Vol. 21 Nomor 2 Juni 2013, hlm 123.
Irwansyah. 2015. Hak
Atas Lingkungan. USAID, the United States Government,
Asia Foundation and Kemitraan.
Jurnal Ilmiah
Galuh Justisi Fakultas Hukum Universitas Galuh,
Vol. 9, Nomor 2, September 2021.
Jurnal Hukum Lingkungan.
Vol. 4, Issue 2, Februari 2018.
Pasal 1 angka
26 UUPPLH Dampak lingkungan
hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan.
Pasal 2 Undang-undang
No26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Rencana Strategis
(Rensta) Dinas Pekerjaan Umum. Penataan Ruang dan Pertanahan Propinsi Kepulauan Riau tahun 2016-2021.
Soemitro, Ronny Haitijo.
1982. Metodologi Penemuan
Hukum. Jakarta: Ghalian Indonesia.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang
PPLH Pasal 1 ayat (3) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Copyright holder: Cendy Glaksy,
Lu Sudirman, Junimat Girsang
(2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |