Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 10, Oktober 2022
ANALISIS PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DENGAN PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING
Dewi Utami, Jonnardi
1Universitas Tarumanegara Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis Jakarta, Indonesia
2Magister Akuntansi,
Universitas Tarumanegara, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Salah satu
sistem perpajakan yang dianut oleh Indonesia adalah self-assessment sistem, di
mana wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Namun, tidak semua Wajib pajak patuh
akan kewajiban perpajakannya dan cenderung meminimalisir beban pajak terutang
yang seharusnya dan memperlambat
pembayaran pajak tersebut. Jenis
penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yakni pengamatan
langsung terhadap obyek yang diteliti guna mendapatkan data yang relevan.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode penelitian analisis kuantitatif, yaitu menggunakan analisis data secara
mendalam dalam bentuk angka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan dengan pemeriksaan
pajak sebagai variabel moderating. Hasil penelitian ini menghasilkan pengetahuan pajak, sistem perpajakan,
dan penagihan pajak yang berpengaruh positif signifikan, serta yang pemeriksaan memoderasi hubungan antara pengetahuan pajak, sistem perpajakan, dan penagihan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak badan pada pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor
Wilayah (Kanwil) Direktorat
Jenderal Pajak (DJP)
Jakarta Barat. Adapun pengetahuan memiliki
pengaruh positif signifikan. Sistem perpajakan memiliki pengaruh positif signifikan. Kemudian, penagihan pajak memiliki pengaruh positif signifikan. Selanjutnya, pemeriksaan pajak memoderasi hubungan antara pengetahuan pajak, sistem perpajakan, dan penagihan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak badan.
Kata Kunci: analisis faktor-faktor, wajib pajak, variabel moderating
Abstract
One of the tax systems adopted by
Indonesia is the self-assessment system, in which taxpayers are given full
confidence to calculate, calculate, deposit, and report their own taxes.
However, not all taxpayers comply with their tax obligations and tend to
minimize the burden of taxes owed as they should be and slow down the payment
of these taxes. This shows that the level of taxpayer compliance is still
low where tax revenues have not been optimal, which is reflected in the tax gap
and tax ratio. The problem of the Covid-19 pandemic greatly affects state
revenues where handling the Covid-19 pandemic which is full of uncertainty
requires making decisions that are right on target. This type of research is
field research, which is a direct observation of the object under study in
order to obtain relevant data. The method that will be used in this study is to
use quantitative analysis research methods, namely using in-depth data analysis
in the form of numbers. The purpose of this study is to find out the factors
affecting the compliance of corporate taxpayers with tax inspection as a
moderating variable. The results of this study produced knowledge of taxes, tax
systems, and tax collections that had a significant positive effect, as well as
the examination of moderating the relationship between tax knowledge, tax
systems, and tax collection with corporate taxpayer compliance at the Tax
Service Office within the Regional Office (Kanwil) of the Directorate General
of Taxes (DGT) West Jakarta. As for knowledge, it has a significant positive influence.
The taxation system has a significant positive influence. Then, tax collection
has a significant positive influence. Furthermore, tax inspection moderates the
relationship between tax knowledge, taxation systems, and tax collection with
corporate Taxpayer compliance.
Keywords: analysis of factors, taxpayers,
moderating variables.
Pendahuluan
Peran penerimaan pajak sangat penting bagi kemandirian
pembangunan, karena pajak merupakan salah satu sumber daya penerimaan Negara
dari Dalam Negeri yang paling utama selain dari minyak dan gas bumi untuk
mendasari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pajak merupakan
pilar utama penerimaan Negara , bahkan sekitar 70% pengeluaran negara dibiayai
dari pajak (Bahri, 2020).
Dalam paradigma klasik, pajak sering kali dimaknai sebagai
kontribusi wajib yang dapat dipaksakan dengan tidak memberikan manfaat langsung
kepada pembayarnya. Paradigma ini merefleksikan tidak adanya kesetaraan antara
kontribusi yang sudah diberikan dan manfaat yang diterima (Muda & Kholis, 2021). Sering kali Para Wajib Pajak mempertanyakan manfaat dari
pembayaran pajak artinya pembayar pajak (Wajib Pajak) ingin mendapatkan
apresiasi dari Negara dalam bentuk publick goods, seperti pelayanan public yang
baik. Dr. Edi Slamet Irianto kanwil DJP Jakarta Utara/ Dosen Pascasarjana FIA
UI Tahun 2021 (Sitorus & Kopong, 2017).
Salah satu sistem perpajakan yang dianut oleh Indonesia
adalah self-assessment sistem, di mana wajib pajak diberi kepercayaan penuh
untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri (Bahri, 2020). Namun, tidak semua Wajib pajak patuh akan kewajiban
perpajakannya dan cenderung meminimalisir beban pajak terutang yang seharusnya
dan memperlambat pembayaran pajak tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah di mana belum optimalnya
penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio. Permasalahan terjadinya pandemic Covid-19 sangat mempengaruhi
pendapatan negara di mana penanganan pandemic Covid-19 yang penuh dengan
ketidakpastian membutuhkan adanya suatu pengambilan keputusan yang tepat
sasaran (Muda & Kholis, 2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan kepada
seluruh masyarakat bahwa membayar pajak merupakan suatu kewajiban konstitusi
karena pajak sebagai penerimaan negara yang berasal dari masyarakat untuk
membangun Indonesia dari segala aspek. Untuk mendorong hal tersebut, Menteri
Keuangan menyampaikan pemerintah mendorong kepatuhan pajak secara sukarela
melalui reformasi perpajakan. Langkah tersebuh sebagaimana dalam Undang-undang
Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Melihat fenomena yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa pengaruh pengetahuan pajak, sistem perpajakan, pemeriksaan
pajak, dan penagihan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan. Berdasarkan uraian diatas, maka penting kiranya dilakukan
penelitihan lebih mendalam tentang pengaruhnya pengetahuan Pajak oleh Wajib
Pajak, sistem perpajakan dan dampak dari adanya pemeriksaan pajak akan timbul
penagihan pajak yang sangat berdampak semua itu dari ketidak tahuan Wajib Pajak
tentang perpajakan dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yakni pengamatan
langsung terhadap obyek yang diteliti guna mendapatkan data yang relevan. Metode
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
penelitian analisis kuantitatif, yaitu menggunakan analisis data secara
mendalam dalam bentuk angka. Sumber Data Ada dua jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer Data
primer adalah data yang didapat peneliti dari sumber pertama baik individu atau
perseorangan seperti hasil wawancara atau pengisian kuesioner yang biasa
dilakukan oleh peneliti. Kuesioner tersebut di design dengan menggunakan skala
likert.
Jenis
penelitian yang digunakan penelitian Kuantitatif yaitu dengan cara mengumpulkan
data primer dan data sekunder dengan metode melalui survey dengan
mendistribusikan angket atau kuesioner sebagai alat penelitian. Survey ini
dilakukan oleh pihak lain yang mana kami menggunakan Kuesioner Wajib Pajak yang
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Barat, sehingga penelitihan hanya perlu mengolah data hasil dari Kuesioner
tersebut.
Populasi
dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat. Adapun data populasi pada penelitian ini
untuk PPKD dan Inspektur terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
Populasi Penelitian
KPPADM |
NAMA_KANTOR_PANJANG |
JUMLAH_WP |
031 |
KPP Pratama Jakarta Palmerah |
11.661 |
032 |
KPP Pratama Jakarta Tamansari |
16.921 |
033 |
KPP Pratama Jakarta Tambora |
8.123 |
034 |
KPP Pratama Jakarta Cengkareng |
15.390 |
035 |
KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu |
8.167 |
036 |
KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan |
18.862 |
038 |
KPP Madya Jakarta Barat |
2.657 |
039 |
KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua |
8.286 |
085 |
KPP Pratama Jakarta Kalideres |
9.157 |
086 |
KPP Pratama Jakarta Kembangan |
13.508 |
087 |
KPP Madya Dua Jakarta Barat |
2.272 |
|
|
115.004 |
Menurut Kelloway (Erlina, 2011)
dalam penentuan sampel penelitian dengan model persamaan SEM maka minimum
sampel adalah 200 pengamatan. Selain itu, Joreskog dan Sorbon menjelaskan bahwa
dalam penentuan sampel sangat berhubungan dengan jumlah variabel penelitian.
Dimana untuk jumlah variabel 3 sampai dengan 10, maka memerlukan sampel
penelitian minimum sebanyak 200 (Erlina, 2011). Sehingga, sampel yang digunakan
penulis dengan jumlah variabel 5 adalah 200 sampel penelitian.
Penyusunan instrument penelitian
yang digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti berisi materi
pertanyaan dengan susunan dalam bentuk kalimat positif supaya responden dapat
menjawabnya dengan konsisten. Jawaban dalam setiap unsur instrument dibuat
bertingkat dari sangat positif sampai dengan sangat negatif. Metode likert 5
poin dengan skala pengukuran interval menggunakan lima angka penilaian yaitu
memperhitungkan skor 5 sampai dengan 1 dimana, Skor 5 = Sangat Setuju (SS),
Skor 4 = Setuju (S), Skor 3 = Kurang Setuju (KS), Skor 2 = Tidak Setuju (TS),
dan Skor 1 = Sangat Tidak Setuju (STS).
Dalam menganalisis data pada
penelian ini menggunakan metode deskriptif dan metode verifikatif. Dimana dalam
pengolahan data peneliti menggunakan metode analisis dengan pendekatan PLS
(Partial Least Square) karena model pengukuran yang dibangun melibatkan model
pengukuran formatif.
Hasil
Dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan penyajian analisis data metode SEM
(Structural Equation Modelling) melalui komponen pengukuran dan komponen struktural. Penulis menggunakan alat analisis berupa
program pengolahan data SmartPLS
3.0. Peneliti menggunakan penilaian angka- angka atas kuesioner.
kemudian dibuat skor.
Berdasarkan hasil aplikasi
Smart PLS 3.0 diketahui bahwa
loading faktor untuk
masing-masing variabel manifest X dan manifest Y memiliki nilai estimasi. Sehingga bisa dilakukan uji validitas untuk mengetahui pengaruh antara variabel laten dengan indikatornya yang signifikan sesuai penilaian indikator. Selanjutnya dilakukan uji realibilitas untuk menilai kesamaan data dalam waktu yang berbeda.
Gambar
1
Tampilan Hasil PLS
Algorithm
Uji Validitas Model Pengukuran
Variabel Laten |
Variabel Manifes |
Estimasi |
Critical |
Keputusan |
Factor Loading |
Factor Loading |
|||
Pengetahuan Pajak |
PHP1 |
0.277 |
0.50 |
Invalid |
PHP2 |
0.299 |
0.50 |
Invalid |
|
PHP3 |
0.295 |
0.50 |
Invalid |
|
PHP4 |
0.472 |
0.50 |
Invalid |
|
PHP5 |
0.724 |
0.50 |
Valid |
|
PHP6 |
0.859 |
0.50 |
Valid |
|
PHP7 |
0.818 |
0.50 |
Valid |
|
Sistem Perpajakan |
STP1 |
0.576 |
0.50 |
Valid |
STP2 |
0.850 |
0.50 |
Valid |
|
STP3 |
0.795 |
0.50 |
Valid |
|
STP4 |
0.667 |
0.50 |
Valid |
|
STP5 |
0.592 |
0.50 |
Valid |
|
Penagihan Pajak |
PGP1 |
0.694 |
0.50 |
Valid |
PGP2 |
0.692 |
0.50 |
Valid |
|
PGP3 |
0.691 |
0.50 |
Valid |
|
PGP4 |
0.855 |
0.50 |
Valid |
|
Kepatuhan Wajib Pajak Badan |
KWP1 |
0.643 |
0.50 |
Valid |
KWP2 |
0.830 |
0.50 |
Valid |
|
KWP3 |
0.849 |
0.50 |
Valid |
|
KWP4 |
0.729 |
0.50 |
Valid |
|
Pemeriksaan Pajak |
PRK1 |
0.570 |
0.50 |
Valid |
PRK2 |
0.804 |
0.50 |
Valid |
|
PRK3 |
0.757 |
0.50 |
Valid |
|
PRK4 |
0.603 |
0.50 |
Valid |
|
PRK5 |
0.644 |
0.50 |
Valid |
|
PRK6 |
0.655 |
0.50 |
Valid |
|
PRK7 |
0.615 |
0.50 |
Valid |
|
PRK8 |
0.355 |
0.50 |
Invalid |
Berdasarkan hasil
estimasi loading factor sebagian
besar nilainya lebih besar dari
koefisien kritis ( >
0.50), sehingga disimpulkan
bahwa seluruh loading faktor valid. Sementara, 4 variabel manifest Pengetahuan Pajak dan 1 variabel manifest Pemeriksaan Pajak yang memiliki nilai dibawah koesfisien kritis 0.50 yaitu PHP1, PHP2,
PHP3, PHP4, dan PRK8 tidak dapat
dilakukan uji reliabilitas atau didrop sebagai
variabel indikator.
Uji Reliabilitas
Tabel
3
Uji Reliabilitas Model Pengukuran
Variabel Laten |
Variabel Manifes |
Estimasi Factor Loading |
Composite Reliability |
Critical |
Keputusan |
Pengetahuan Pajak |
PHP5 |
0.724 |
0.745 |
0.70 |
Reliabel |
PHP6 |
0.859 |
0.70 |
Reliabel |
||
PHP7 |
0.818 |
0.70 |
Reliabel |
||
Sistem Perpajakan |
STP1 |
0.576 |
0.828 |
0.70 |
Reliabel |
STP2 |
0.852 |
0.70 |
Reliabel |
||
STP3 |
0.797 |
0.70 |
Reliabel |
||
STP4 |
0.662 |
0.70 |
Reliabel |
||
STP5 |
0.590 |
0.70 |
Reliabel |
||
Pemeriksaan Pajak |
PRK1 |
0.569 |
0.841 |
0.70 |
Reliabel |
PRK2 |
0.805 |
0.70 |
Reliabel |
||
PRK3 |
0.758 |
0.70 |
Reliabel |
||
PRK4 |
0.599 |
0.70 |
Reliabel |
||
PRK5 |
0.643 |
0.70 |
Reliabel |
||
PRK6 |
0.647 |
0.70 |
Reliabel |
||
PRK7 |
0.616 |
0.70 |
Reliabel |
||
Penagihan Pajak |
PGP1 |
0.698 |
0.824 |
0.70 |
Reliabel |
PGP2 |
0.693 |
0.70 |
Reliabel |
||
PGP3 |
0.693 |
0.70 |
Reliabel |
||
PGP4 |
0.852 |
0.70 |
Reliabel |
||
Kepatuhan Wajib Pajak |
KWP1 |
0.728 |
0.850 |
0.70 |
Reliabel |
KWP2 |
0.858 |
0.70 |
Reliabel |
||
KWP3 |
0.834 |
0.70 |
Reliabel |
||
KWP4 |
0.622 |
0.70 |
Reliabel |
Berdasarkan hasil
estimasi loading factor uji reliabilitas
diketahui seluruhnya bahwa nilainya lebih besar dari
koefisien (kritis >
070). Sehingga, disimpulkan
bahwa seluruh loading
factor tersebut dinyatakan reliabel. Offending estimate digunakan
untuk menguji apakah estimasi koefisien baik dalam model struktural dan model pengukuran terdapat varian eror negatif.
Berdasarkan hasil pengujian koefisien dalam validtas dan realibiitas tidak memiliki nilai varian eror negatif.
Sehingga estimasi dimaksud dapat dinyatakan tidak offending
estimate.
Pengujian Model Struktural
(Inner Model)
Gambar 2. Tampilan Hasil PLS
Boothstrapping
Untuk menilai
signifikansi model prediksi
dalam pengujian model struktural, dapat dilihat dari nilai
t-statistic antara variabel
independen ke variabel dependen dalam tabel Path Coefficient pada
output SmartPLS 3.0 dibawah
ini:
Tabel
4
Path Coefficients (Mean, STDEV, t-Value)
|
Original Sample Estimate |
Mean of Subsamples |
Standard Deviation |
T-Statistic |
KWP
-> PRK |
0.615 |
0.624 |
0.061 |
10.128 |
PGP ->
KWP |
-0.219 |
-0.025 |
0.081 |
2.714 |
PHP ->
KWP |
1.015 |
1.026 |
0.053 |
19.079 |
STP ->
KWP |
0.079 |
0.081 |
0.024 |
3.254 |
Sumber: Pengolahan
data dengan SmartPLS, 2021
Pengujian Hipotesis
Uji signifikansi
koefisien pengaruh antar variabel laten dilakukan melalui pengujian statistik t terhadap tabel t pada α = 5%
(0.05). Uji t dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh variabel eksogen
dapat menerangkan variabel endogen. Berdasarkan tabel t diketahui bahwa nilai probabilitasnya
sama dengan n – k dengan tingkat keyakinan yang digunakan adalah 95% atau α = 5%, yaitu 200 – 28 = 172 pada kolom t
tabel (uji satu pihak) dengan signifikan
0.05 adalah 1.654. Adapun nilai
t hitung yang signifikan berada > 1.654. Sehingga nilai Tabel 1.654 menjadi nilai kritis
dalam pengujian signifikan.
Tabel
5
Hasil Pengujian Pengukuran
Struktural
Uraian |
Koefisien Pengaruh Langsung |
Nilai T |
T Tabel |
Hasil |
PHP ->
KWP |
1.015 |
19.079 |
1.654 |
Signifikan |
STP ->
KWP |
0.079 |
3.254 |
1.654 |
Signifikan |
PGP ->
KWP |
-0.219 |
2.714 |
1.654 |
Signifikan |
PHP ->
KWP-> PRK |
0.625 |
10.031 |
1.654 |
Signifikan |
STP ->
KWP-> PRK |
0.048 |
2.595 |
1.654 |
Signifikan |
PGP ->
KWP-> PRK |
-0.135 |
2.563 |
1.654 |
Signifikan |
Berikut penjelasan
pengujian hasil pengukuran struktural atas hipotesis yang telah dinyatakan sebelumnya.
1.
Hipotesis Pertama:
Pengetahuan Pajak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Koefisien pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan sebesar 1.015, dengan nilai T hitung sebesar 19.729. Sehingga nilai T hitung > 1.654. Disimpulkan bahwa pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh positif signifikan. Oleh karena itu, pernyataan hipotesis bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan dapat diterima.
2.
Hipotesis Kedua:
Sistem Perpajakan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Koefisien pengaruh sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan sebesar 0.079, dengan nilai T hitung sebesar 3.254. Sehingga nilai T hitung > 1.654. Disimpulkan bahwa sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh positif signifikan. Oleh karena itu, pernyataan hipotesis bahwa sistem perpajakan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan tidak dapat diterima.
3.
Hipotesis Ketiga:
Penagihan Pajak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Koefisien pengaruh penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan sebesar -0.219, dengan nilai T hitung sebesar 2.174 Sehingga nilai T hitung > 1.654. Disimpulkan bahwa penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh negatif signifikan. Oleh karena itu, pernyataan hipotesis bahwa penagihan pajak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan tidak dapat diterima.
4.
Hipotesis Keempat:
Pemeriksaan Pajak memoderasi hubungan antara Pengetahuan Pajak dengan Kepatuhan
Wajib Pajak Badan.
Pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak mempunyai koefisien jalur sebesar 0.625, dengan nilai T hitung sebesar 10.031 Sehingga nilai T hitung > 1.654. Hal tersebut bermakna bahwa pemeriksaan pajak memiliki nilai positif dan signifikan dalam memperkuat hubungan antara pengetahuan pajak dengan kepatuhan wajib pajak badan. Dengan demikian, variabel pemeriksaan Pajak memoderasi hubungan antara pengetahuan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak badan.
5.
Hipotesis Kelima:
Pemeriksaan Pajak memoderasi hubungan antara Sistem Perpajakan
dengan Kepatuhan Wajib Pajak Badan.
Pengaruh sistem perpajakan
terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak mempunyai koefisien jalur sebesar 0.048, dengan nilai T hitung sebesar 2.595 Sehingga nilai T hitung > 1.654. Hal tersebut bermakna bahwa pemeriksaan pajak memiliki nilai positif dan signifikan dalam memperkuat hubungan antara sistem perpajakan
dengan kepatuhan wajib pajak badan. Dengan demikian, variabel pemeriksaan Pajak memoderasi hubungan antara sistem perpajakan dengan kepatuhan Wajib Pajak badan
6.
Hipotesis Keenam:
Pemeriksaan Pajak memoderasi hubungan antara Penagihan Pajak dengan Kepatuhan
Wajib Pajak Badan.
Pengaruh penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak mempunyai koefisien jalur sebesar - 0.135, dengan nilai T hitung sebesar 2.563 Sehingga nilai T hitung < 1.654. Hal tersebut bermakna bahwa pemeriksaan pajak memiliki nilai positif dan signifikan dalam memperkuat hubungan antara penagihan pajak dengan kepatuhan wajib pajak badan. Dengan demikian, variabel pemeriksaan Pajak memoderasi hubungan antara penagihan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak badan.
Pembahasan
1)
Pengaruh Pengetahuan
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Variabel pengetahuan
pajak mendapatkan t-values sebesar 10.031 > 1.654. Nilai tersebut
menyimpulkan bahwa tindakan penagihan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan. Nilai tersebut bermakna bahwa tindakan penagihan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki hubungan berbanding searah, bahwa tindakan
penagihan pajak yang telah dilakukan dengan optimal, maka menghasilkan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak badan secara positif signifikan. Sehingga, hipotesis penelitiannya, yaitu H0 ditolak dan H4 diterima, yang menyatakan bahwa tindakan penagihan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan terbukti dan diterima.
Pengaruh tindakan
penagihan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki nilai 0.625, menjelaskan bahwa jika penagihan pajak naik satu satuan, menghasilkan kepatuhan Wajib Pajak badan menngktan 0.86. Hal ini didukung dengan
nilai koefisien determinasi (R2) untuk menunjukan tindakan penagihan dalam menjelaskan kepatuhan Wajib Pajak badan yaitu sebesar 0.75 (75%), dan 25%
atau sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya.
Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis, ditemukan bukti bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sesuai
dengan Theory of Planned Behavior
(TPB), wajib pajak akan mematuhi perpajakan
jika memiliki motivasi dari diri
wajib pajak sendiri. Motivasi ini dapat tumbuh
dari wajib pajak, karena tingkat
pengetahuan yang dimiliki
oleh wajib pajak (Yeni, 2013). Dimana pengetahuan
perpajakan merupakan seberapa jauh ilmu
yang dimiliki oleh wajib pajak mengenai hak dan kewajiban perpajakan. Dengan mengetahui hak dan kewajiban perpajakan maka wajib pajak
akan termotivasi untuk patuh terhadap
peraturan perpajakan
Penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meifari (2020)
yang menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan wajib pajak mengenai
perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Meifari, 2020). Namun,
hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh Yeni (2013) yang membuktikan bahwa
pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya (Yeni, 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa wajib pajak yang memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi cenderung untuk menghindari kewajiban berupa pembayaran dan pelaporan pajak. Sehingga, semakin wajib pajak memahami
peraturan perpajakan maka wajib pajak
akan mencari celah untuk menghindari
kewajiban perpajakan yang seharusnya.
2)
Pengaruh Sistem
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Variabel sistem
perpajakan mendapatkan
t-values sebesar 2.595 > 1.654. Nilai tersebut menyimpulkan bahwa tindakan sistem perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan. Nilai tersebut bermakna bahwa sistem perpajakan dan kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki hubungan berbanding searah, bahwa tindakan
sistem perpajakan yang telah dilakukan dengan optimal, maka menghasilkan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak badan secara positif signifikan. Sehingga, hipotesis penelitiannya, yaitu H0 ditolak dan H4 diterima, yang menyatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan terbukti dan diterima.
Pengaruh tindakan
sistem perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki nilai 0.86, menjelaskan bahwa jika sistem perpajakan
naik satu satuan, menghasilkan kepatuhan Wajib Pajak badan menngktan 0.86. Hal ini didukung dengan nilai koefisien determinasi (R2) untuk menunjukan sistem perpajakan dalam menjelaskan kepatuhan Wajib Pajak badan yaitu sebesar 0.75 (75%), dan 25%
atau sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya.
Dengan adanya
suatu sistem terpadu dalam perpajakan
hal tersebut tentunya akan dapat
mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memematuhi
kewajiban pajaknya dengan mudah dan cepat tanpa harus
ke KPP dimana Wajib Pajak itu
terdaftar. Manfaat yang dapat didapat dari
adanya sistem tersebut adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap perpajakan, citra dari Direktorat Jendral Pajak pun dapat meningkat dengan adanya sistem
tersebu (Matussilmi, 2017). Menurut
responden, kebijakan DJP tentang sistem administrasi perpajakan modern dengan pemanfaatan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi antara lain e-efelling, e-SPT, e-Regristration dapat memberikan kemudahan yang baik bagi Wajib
Pajak. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan sistem adminitrasi perpajakan modern dilakukan untuk mencapai tempat sasaran utama yaitu
optimalisasi penerimaan
yang berkeadilan, peningkatan
kepatuhan sukarela dimana kemauan juga termasuk didalamnya, efisiensi administrasi, terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi.
Penelitian ini
juga didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Palupi dan Herianti (2017) yang menyatakan bahwa persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan Wajib Pajak
untuk membayar pajak (Palupi & Herianti, 2017)
3)
Pengaruh Penagihan
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Variabel penagihan
pajak mendapatkan t-values sebesar 2.563 > 1.654. Nilai tersebut
menyimpulkan bahwa penagihan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan. Nilai tersebut bermakna bahwa penagihan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki hubungan berbanding searah, bahwa tindakan
penagihan pajak yang telah dilakukan dengan optimal, maka menghasilkan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak badan secara positif signifikan. Sehingga, hipotesis penelitiannya, yaitu H0 ditolak dan H4 diterima, yang menyatakan bahwa tindakan penagihan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan terbukti dan diterima.
Pengaruh tindakan
penagihan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki nilai 0.86, menjelaskan bahwa jika penagihan pajak naik satu satuan, menghasilkan kepatuhan Wajib Pajak badan menngktan 0.86. Hal ini didukung dengan
nilai koefisien determinasi (R2) untuk menunjukan tindakan penagihan dalam menjelaskan kepatuhan Wajib Pajak badan yaitu sebesar 0.75 (75%), dan 25%
atau sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya.
Julianti dan Zulaikha (2014) memberikan penjelasan bahwa saat timbulnya
utang pajak memiliki dua ajaran yaitu
ajaran materil dan ajaran formil (Julianti & Zulaikha, 2014). Pada ajaran
materiil dijelaskan, bahwa utang pajak timbul karena undang-undang
dan karena ada sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang atau suatu pihak dikenakan
pajak, seperti karena perbuatan, keadaan, dan peristiwa. Selanjutnya ajaran formil, menjelaskan utang pajak timbul karena
adanya ketetapan pajak. Undang-undang dan Surat Ketetapan Pajak merupakan dasar hukum dari dilakukannya
tindakan penagihan pajak.
Tindakan penagihan
pajak yang efektif bertujuan dalam rangka kepatuhan Wajib Pajak badan untuk membayar utang pajaknya. Karena, variabel tersebut memiliki deterent efect melalui kegiatan pemaksaan dan rasa malu jika utang pajaknya diketahui masyarakat. Pembayaran Surat Ketetapan Pajak dalam jangka
waktu satu bulan memberikan kesempatan Wajib Pajak untuk mengatur
likwiditasnya. Selain itu, tindakan penagihan
terlebih dahulu dilakukan secara persuasif. Adapun tindakan pemaksaan hanya dilakukan terhadap Wajib Pajak yang memiliki potensi pembayaran pajak namun tidak kooperatif
(Ibtida, 2010).
Penelitian ini
menghasilkan bahwa data objek yang dijadikan sampel oleh penulis berhasil membuktikan pengaruh positif signifikan atas tindakan penagihan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Matussilmi (2017). Penelitiannya menyimpulkan bahwa penagihan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Matussilmi, 2017). Namun,
sejalan dengan hasil penelitian Ibtida (2010) yang menjelaskan bahwa tindakan penagihan pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak badan (Ibtida, 2010).
4)
Pemeriksaan Pajak
Memoderasi Hubungan antara Pengetahuan Pajak dengan Kepatuhan
Wajib Pajak Badan
Pengaruh pengetahuan
pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak mempunyai koefisien jalur 0,625 dan mempunyai nilai t hitung sebesar 10.031 > 1.654. Hal ini
menjelaskan bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh positif signifikan dalam mempengaruhi hubungan antara tindakan pengetahuan pajak dengan kepatuhan
wajib pajak badan. Sehingga, dapat dijelaskan bahwa pemeriksaan pajak memoderasi pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan pada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil)
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat.
Pengetahuan Pajak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan berkaitan dengan persepsi wajib pajak dalam menentukan
perilakunya (perceived control behavior)
dalam kesadaran membayar pajak. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak, maka
wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan
perpajakan (Rahman, 2012).
Pemeriksaan Pajak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Whedy (2011) dalam Ira (2012) “dengan pelaksanaan pemeriksaan yang dijalankan, kepatuhan antara wajib pajak dan petugas pajak (fiskus) dapat terjaga
yang disesuaikan dengan tujuan untuk kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan tanpa ada kebijakan atau
unsur yang lainnya”.
Tujuan utama
dari dilaksanakannya pemeriksaan pajak adalah untuk menumbuhkan
perilaku kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan (tax compliance) yaitu
dengan jalan penegakkan hukum (law
enforcement) sehingga akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak pada KPP yang akan masuk dalam
kas negara. Dengan demikian,
pemeriksaan pajak merupakan pagar penjaga agar wajib pajak tetap mematuhi
kewajibannya (Palupi & Herianti, 2017).
Hasil penelitian
ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anggun (2012) penelitian tentang kepatuhan wajib pajak telah
dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Supriyati dan Hidayati (2008)
yang meneliti pengaruh pengetahuan pajak dan persepsi wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Begitu juga penelitian yang dilakukan Erwin
(2009) dengan judul penelitian perilaku kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kurniawati (2007) dalam Suparman (2009) dengan variabel bebas (X) yaitu pengaruh pemeriksaan pajak, variabel terikat (Y) yaitu kepatuhan wajib pajak. Sharifuddin
(1999) dalam Suparman
(2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan
wajib pajak.
5)
Pemeriksaan Pajak
Memoderasi Hubungan antara Sistem Perpajakan
dengan Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Pengaruh sistem
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak mempunyai koefisien jalur 0.048 dan mempunyai nilai t hitung sebesar 2.595 > 1.654. Hal ini
menjelaskan bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh negatif signifikan dalam mempengaruhi hubungan antara sistem perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak badan. Sehingga, dapat dijelaskan bahwa pemeriksaan pajak memoderasi pengaruh sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan pada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil)
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat.
Kepatuhan wajib
pajak akan terealisasi jika mempunyai sistem administrasi perpajakan yang baik (Matussilmi, 2017). Sistem
administrasi perpajakan dapat memberikan pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak apabila mampu
mengatasi masalah-masalah-masalah
seperti wajib pajak tidak terdaftar
(unregistered taxpayers), wajib pajak
yang tidak menyampaikan SPT
(stop filling taxpayers), Penyelundupan SPT (tax
evaders), dan penunggak pajak
(delinquent taxpayers). Sistem administrasi
perpajakan ini merupakan hal yang penting bagi negara dan juga hak dari wajib
pajak, karena segala hal pelaksanaan
kewajiban dan hak-hak perpajakan ditatausahakan akan berjalan dengan
baik dan benar jika sistem administrasi
perpajakan yang diterapkan
juga baik.
Tujuan dari
administrasi perpajakan adalah mendorong terjadi sesuatu kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax
compliance). Kepatuhan pajak
sukarela tersebut dapat didorong apabila administrasi perpajakan secara tegas menunjukkan dapat mendeteksi dan menangkap para wajib pajak yang tidak menjalankan kewajibannya atau wajib pajak
yang tidak patuh, serta menerapkan sanksi sesuai dengan
aturan yang ada tanpa adanya suatu
pengecualian (Palupi & Herianti, 2017).
Tujuan dari
pemeriksaan pajak adalah untuk menguji
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, disisi lain pemeriksaan pajak diharapkan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak baik yang berasal dari temuan-temuan pemeriksaan maupun peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (Meifari, 2020). Pemeriksaan
pajak ini merupakan cara yang dilakukan pemerintahan untuk mencegah tindakan pengelapan pajak dan penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Melalui
pemeriksaan pajak ini akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak, bagi wajib
pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa- masa selanjutnya menjadi lebih baik.
Penelitian terdahulu
yang pertama adalah tentang pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak penelitian
yang hasilnya menyebutkan bahwa pemeriksaan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Selain itu hasil penelitian
terdahulu oleh Wahyuningsih
(2019) mengatakan bahawa pemeriksaan berpengaruh secara simultan atau bersama- sama
terhadap variabel yaitu kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (Wahyuningsih, 2019). Dengan
demikian terdapat pengaruh signifikan dari penerapan sistem perpajakan modern dan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Mengacu
pada hasil penelitian ini, apabila dalam
jangka panjang seluruh Kantor Pelayanan Pajak telah menerapkan
sistem perpajakan, maka kepatuhan Wajib Pajak akan
meningkat yang berdampak
pada penerimaan pajak yang diperkirakan juga meningkat pesat. Pemeriksaan pajak perlu tetap
dipertahankan dan ditingkatkan
efektivitasnya agar dapat mendukung kepatuhan Wajib Pajak yang berdampak positif pada upaya peningkatan penerimaan pajak.
6)
Pemeriksaan Pajak
Memoderasi Hubungan antara Penagihan Pajak dengan Kepatuhan
Wajib Pajak Badan
Pengaruh penagihan
pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak mempunyai koefisien jalur -0,135 dan mempunyai nilai t hitung sebesar 2.563 > 1.65. Hal ini menjelaskan bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh negatif signifikan dalam mempengaruhi hubungan antara tindakan penagihan pajak dengan kepatuhan
wajib pajak badan. Sehingga, dapat dijelaskan bahwa pemeriksaan pajak memoderasi pengaruh tindakan penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan pada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah
(Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta
Barat.
Penagihan pajak
merupakan tidanakan penegakkan hukum agar Wajib Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak. Tindakan ini bersifat pemaksaan,
melalui tindakaan penyitaan, pencegahan, dan penyanderaan. Penagihan pajak, juga diartikan sebagai adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak agara
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan melakukan
teguran atau peringatan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, pencegahan
bepergian keluar negeri, melaksanakan penyitaan harta penanggung pajak, penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita (Wahyuningsih, 2019). Tindakan penagihan
yang terukur dan optimal hanya
dilakukan jika Wajib Pajak tidak
memiliki itikad baik untuk meluansi
sisa utang pajaknya.
Objek penagihan
pajak merupakan output dari hasil pemeriksaan
pajak. Sebaliknya, apabila Wajib Pajak
tidak bersedia melunasi utang pajaknya, padahal Wajib Pajak
memiliki aktiva yang cukup, maka dapat
dilakukan tindakan
delinquency audit (pemeriksaan yang dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai harta Wajib Pajak).
Oleh karena itu, pemeriksaan pajak harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang material/ penambahan
asset yang signifikan namun
belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak.
Pelaksanaan pemeriksaan
pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan analisis resiko dan pajak lebih bayar.
Kegiatan pemeriksaan pajak dilakukan dengan menilai kegiatan usaha Wajib Pajak dan sistem pengendalian internal Wajib Pajak. Hasil pemeriksaan pajak berupa koreksi didasarkan pada bukti pendukung kompeten dan dilakukan pembahasan dengan Wajib pajak
Fiskus melakukan pemeriksaan pajak secara profesional dan berintegritas. Interaksi pemeriksaan pajak dengan tindakan penagihan berpengaruh positif tidak signifikan
pada hasil penelitian ini merupakan homologizer
moderator (moderator potensial) yang berpotensi memperlemah pengaruh kepatuhan Wajib Pajak badan.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dihasilkan oleh Meifari (2020) bahwa pemeriksaan pajak tidak mampu
memperkuat pengaruh dari sistem administrasi
perpajakan sanksi pidana terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Meifari, 2020).
Kesimpulan
Hasil
penelitian ini menghasilkan pengetahuan pajak, sistem perpajakan,
dan penagihan pajak yang berpengaruh positif signifikan, serta yang pemeriksaan memoderasi hubungan antara pengetahuan pajak, sistem perpajakan, dan penagihan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak badan pada pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor
Wilayah (Kanwil) Direktorat
Jenderal Pajak (DJP)
Jakarta Barat. Adapun pengetahuan memiliki
pengaruh positif signifikan. Sistem perpajakan memiliki pengaruh positif signifikan. Kemudian, penagihan pajak memiliki pengaruh positif signifikan. Selanjutnya, pemeriksaan pajak memoderasi hubungan antara pengetahuan pajak, sistem perpajakan, dan penagihan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak badan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk menjawab dan mengetahui pertanyaan penelitian sesuai tujuan penelitian, maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pengetahuan Pajak berpengaruh
positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan.
2.
Sistem Perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan.
3.
Penagihan pajak berpengaruh
positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan.
4.
Pemeriksaan Pajak memoderasi
hubungan antara Pengetahuan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak Badan.
5.
Pemeriksaan Pajak memoderasi
hubungan antara Sistem Perpajakan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Badan.
6.
Pemeriksaan Pajak memoderasi
hubungan antara Penagihan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak Badan.
BIBLIOGRAFI
Bahri, S. (2020). Analisi
Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kesadaran Wajib Pajak
Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis, 20(1),
1–15.
Ibtida, R. (2010). Pengaruh kesadaran wajib pajak dan
pelayanan fiskus terhadap kinerja penerimaan pajak dengan kepatuhan wajib pajak
sebagai variabel intervening (studi pada wajib pajak di Jakarta Selatan).
Julianti, M., & Zulaikha, Z. (2014). Analisis
Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk
Membayar Pajak Dengan Kondisi Keuangan Dan Preferensi Risiko Wajib Pajak
Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP
Pratama Candisari Semarang). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Matussilmi, V. I. (2017). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak Restoran Dengan Kesadaran Wajib Pajak Sebagai Variabel
Intervening (Studi Empiris di Kabupaten Kebumen).
Meifari, V. (2020). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak kendaraan Bermotor dengan Sosialisasi Perpajakan Sebagai
Variabel Moderasi di Kota Tanjungpinang. CASH, 3(01), 39–51.
Muda, I., & Kholis, A. (2021). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Pemeriksaan Pajak sebagai
Variabel Moderating pada KPP Pratama Medan Kota.
Palupi, D. Y., & Herianti, E. (2017). Pengaruh
Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Informasi
Tren Media sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus KPP Pratama Jakarta
Kebayoran Baru Tiga). InFestasi, 13(1), 285–296.
Sitorus, R. R., & Kopong, Y. (2017). Pengaruh E-Commerce
terhadap Jumlah Pajak yang Disetor dengan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai Variabel
Intervening. Media Akuntansi Perpajakan, 2(2), 40–56.
Wahyuningsih, T. (2019). Analisis Dampak Pemahaman Peraturan
Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus, Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi. JSAM
(Jurnal Sains, Akuntansi Dan Manajemen), 1(3), 192–241.
Yeni, R. (2013). Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak badan
terhadap peningkatan penerimaan pajak yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak
pada kpp pratama padang. Jurnal Akuntansi, 1(1).
Copyright holder: Dewi Utami, Jonnardi (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |