Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No.
10, Oktober 2022
FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP (Quality
of Life) PENDERITA DIABETES MELITUS
Arum Reyan Safitri, Tri Ani Marwati, Lina Handayani
Universitas
Ahmad Dahlan, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penyakit
Diabetes Melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada penyerapan
gula darah oleh tubuh sehingga kadar dalam darah menjadi tinggi, hal inilah yang
menyebabkan diabetes. Penyakit Diabetes Melitus ini menyertai seumur hidup
pasien sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien
apabila tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Tujuan Penelitian menganalisis
faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita DM pasien rawat inap di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian
ini menggunakan desain cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita DM yang diarawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Besar sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 58 pasien, teknik purposive sampling. Analisis menggunakan uji Chi-Square. Pengambilan data menggunakan kuioner WHOQOL-BREF dan wawacara
dengan responden. Hasil analisis bivariat menunjukkan
terdapat hubungan yang dignifikan antara tingkat
pendidikan (p=0,000), tingkat pendapatan (p=0,013), lama menderita (p=0,009),
komplikasi penyakit (p=0,018),dan kepatuhan minum obat (0,000) dengan kualitas
hidup pasien DM rawat inap dan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
umur (p=0,295), jenis kelamin (0,630), dan status pernikahan (p=1,000) dengan
kualitas hidup pasien DM rawat inap. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM rawat inap yaitu
tingkat pendidilkan, tingkat pendapatan, lama
menderita, komplikasi penyakit, kepatuhan minum obat. Saran dalam penelitian
ini adalah tenaga kesehatan melakukan bentuk evaluasi edukasi guna memotivasi
penyandang DM sehingga meningkatkan kualitas hidup sebagai peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Kata Kunci: Kualitas Hidup, Diabetes
Melitus, WHOQOL-BREF
Abstract
Diabetes Mellitus
is a disease caused by interference
with the absorption of blood
sugar by the body so that
levels in the blood become high,
this is what
causes diabetes. Diabetes Mellitus
accompanies the patient's lifetime so that it
greatly affects the decline in the patient's quality
of life if
he does not get the right treatment.
The aim of the study was to
analyze factors related to the
quality of life of DM patients
inpatients at PKU
Muhammadiyah Hospital, Yogyakarta. This study used a cross sectional
design. The population in this study were all DM patients who were hospitalized at PKU Muhammadiyah
Hospital Yogyakarta. The sample size
in this study was 58 patients, using purposive sampling technique. Analysis using Chi-Square test. Data collection using the WHOQOL-BREF questionnaire and interviews with respondents. The results of bivariate
analysis showed that there was
a significant relationship between education level (p =
0.000), income level (p = 0.013), length
of suffering (p = 0.009), disease complications (p =
0.018), and medication adherence (0.000) with quality DM patients were inpatient and there
was no significant
relationship between age (p=0,295), gender (0,630), and
marital status (p=1,000) with the
quality of life of inpatients
with DM. The conclusions in
this study are factors related to the
quality of life of inpatient
DM patients, namely the level of education,
income level, length of suffering, disease
complications, medication adherence. Suggestions in this study are health workers conduct educational evaluations to motivate people
with DM so as to improve the
quality of life as an increase
in public health status.
Keywords: Quality of Life,
Diabetes Melitus (DM), WHOQOL-BREF
Pendahuluan
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit yang terjadi
secara alamiah ada dan dibutuhkan oleh tubuh yaitu glukosa / gula dalam
darah, yang mana apabila glukosa dalam tubuh mengalami kenaikan hal itu
disebabkan adanya gangguan penyerapan gula darah oleh tubuh. Gangguan proses penyerapan
gula darah oleh tubuh itu sendiri disebabkan
oleh fungsi-fungsi yang berkaitan
dengan organ pankreas. Pada
hakikatnya setiap orang berpotensi untuk terkena penyakit Diabetes Melitus dikarenakan terdapat beberapa faktor khusus yang menjadi pemicu meskipun pada suatu kondisi tertentu seseorang memiliki resiko lebih tinggi
dari yang lain (Helmawati,2021).
Diabetes
Melitus berkembang secara bertahap dan seringkali dari sekian banyak orang kurang memahami akan tanda-tanda gejala penyakit Diabetes Melitus dan telah mengetahui bahwa dirinya terserang penyakit tersebut setelah sekian lama mengidap serta mendapati dirinya pada tingkat keparahan dari penyakit yang dideritanya dikarenakan penyakit Diabetes Melitus juga tidak memperlihatkan gejala yang signifikan, maka dari itu
penyakit ini tergolong dalam penyakit serius yang mana sampai saat ini
belum dapat disembuhkan serta seorang penderita Diabetes Melitus akan menanggung
derita seumur hidup (Helmawati,2021;
Nurrahmani,2018).
Menurut Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) terdapat
5 negara penderita Diabetes terbanyak
didaerah wester pacific yaitu
Cina sebanyak 120.907.995 penderita, Indonesia sebanyak
10.578.401 penderita, Jepang
sebanyak 8.343.288 penderita,
Thailand sebanyak 4.426.959 penderita,
dan Filipina sebanyak 3.878.447 penderita
(IDF, 2019).
Diabetes
Mellitus tidak hanya menyebabkan kematian diseluruh dunia namun penyakit ini menjadi
penyebab utama dari kebutaan, penyakit jantung,dan
gangguan pada ginjal. Organisasi Internasional Diabetes
Federation (IDF) memperkirakan kurang
lebih sebanyak 463 juta orang pada usia 20 – 79 tahun di dunia pada tahun 2019 atau dengan angka
prevalensi sebesar 9,3% dari keseluruhan penduduk di usia yang sama (Infodatin, 2020).
Prevalensi Diabetes Melitus diperkirakan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada usia 65 – 79 tahun. Angka prediksi tersebut akan terus meningkat
samapi mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045. IDF juga memproyeksikan jumlah penderita diabetes mellitus pada penduduk
uisa 20 – 79 tahun bahwa Indonesia di peringkat ke 7 dengan jumlah
kasus penderita terbanyak sebesar 10,7 juta setelah Meksiko
12,8 juta, Brazil 16,8 juta,
Pakistan 19,4 juta, dan Cina
116,4 juta (Infodatin,
2020).
Prevalensi Diabetes Melitus menurut data Badan Litbangkes
Kementerian RI 2019 berdasarkan diagnosis keteraturan, kepatuhan,dan
pencatatan rekam medis dari 33 provinsi
di Indonesia secara nasional
terdapat 4 provinsi tertinggi yaitu DKI Jakarta,
Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara. Prevalensi
penyakit Diabetes Melitus
di DI Yogyakarta mencapai
3,1% dengan kenaikan 1,1% dari standart nasional
(Infodatin,2020).
Kota
Yogyakarta sebagai kota pelajar, kuliner, dan gaya hidup penduduknya
hampir sama dengan metropolitan. Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, prevalensi kasus Diabetes Melitus telah diperbaharui pada bulan agustus 2020 yaitu sebesar 4,79% atau 15.540 jiwa dan mendapat pelayanan kesehatan sesuai standart sebesar 71% dari target prevalensi atau sejumlah 11.646 jiwa (100%) pencapaian pada tahun 2019, jika dibandingkan
dari pencapaian pada tahu 2018 yaitu sebesar 7.467 jiwa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi
kenaikan sekitar 32% hal ini didukung dengan kegiatan diwilayah sebagai intervernsi dari hasil program kesehatan yang mana masih
banyak penderita DM yang perlu ditindak lanjuti melakukan pemeriksaan rutin
atau kontrol secara berkala serta perubahan prevalensi dari Riskesdas
sebagai dasar penghitung sasaran (Dinkes
Yogyakarta,2020).
Sarana pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat lanjut se Kota Yogyakarta
berdasarkan jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 58.762 jiwa dengan
sebagian pasien terdiagnosis DM dan menjadi 10 besar penyakit RS di Kota
Yogyakarta yang menempati peringkat ke 5 yaitu penyakit DM (YTT) yang tidak
tentu sebanyak 983 pasien dan peringkat ke 8 yaitu penyakit DM tak bergantung
insulin sebanyak 481 pasien (Dinkes Yogyakarta, 2020).
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu
institusi pelayanan kesehatan berada di pusat Kota Yogyakarta yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memiliki
pelayanan pokok yaitu pelayanan gawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap.
Dari data sekunder (Medical Record) didapatkan jumlah kasus pasien DM rawat inap
pada tahun 2021 sebanyak 244 orang dan penyakit DM tercatat dalam 10 besar
penyakit tidak menular serta pernah berada di urutan pertama dan sampai bulan juni 2022 menempati urutan kedua dari 10 besar penyakit
tidak menular di rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dapat disimpulkan
bahwa pasien yang melakukan perawatan rawat inap ke RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta didominasi oleh Diabetes Melitus.
Penyakit Diabetes Melitus termasuk dalam golongan penyakit kronis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Keberadaan penyakit
Diabetes ini pada diri seseorang sedikit banyak dapat mempengaruhi
kualitas hidup orang tersebut atau bahkan
mengetahui bahwa dirinya menderita Diabetes Melitus maka akan
memperburuk kualitas hidup seseorang apalagi ditambah adanya gejala-gejala serta komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh Diabetes
Melitus (Schaweyer, 2015).
Komplikasi Diabetes Melitus dapat dicegah dengan
cara mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan berbagai kegiatan non farmakologis maupun farmakologis. Diabetes Melitus
juga menjadi penyakit yang tidak dapat disembuhkan
yang menyebabkan pengelolaan
atau perawatan secara tepat sangatlah
penting agar kualitas hidup penderita dapat terpelihara dengan baik. Namun
masih ada beberapa faktor penyebab terjadinya ketidakpatuhan antara lain seperti masalah ekonomi,efek samping
obat dan sulit mengelola obat (PERKENI,2021).
Ketidakpatuhan menyebabkan meningkatnya resiko komplikasi penyakit diantaranya neuropati, retinopatidan penyakit ginjal, sedangkan apabila seseorang penderita Diabetes Melitus tingkat kepatuhan tinggi maka dia memiliki
kualitas hidup yang baik. Hal ini sangat berkaitan antara kepatuhan penggunaan obat dapat mempengaruhi
resiko komplikasi dan bertambah parahnya penyakit yang diderita dan juga secara langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita (Mutmainah,2020).
Kualitas hidup dapat dicerminkan dari seberapa tinggi
tingkat kesejahtaeraan seseorang, banyak faktor yang harus dijadikan focus perhatian karena untuk menentukan
kualitas hidup tidaklah berdiri sendiri berdasarkan suatu faktor penyebab
tunggal. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan adanya penyakit kronis. Faktor ini merupakan
faktor resiko dalam menentukan kualitas hidup seseorang kedepan,jika
ada perubahan atau gangguan dalam
salah satu point tersebut diatas dapat menurunkan
kualitas hidup (Wikananda, 2015).
Kualitas hidup menurut WHO juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, status pernikahan, penghasilan, hubungan dengan orang lain,dan standart
referensi (Putri, dkk,
2015). Penderita Diabetes
Melitus memiliki resiko penurunan kualitas hidup
sebanyak 6,75 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita penyakit
Diabetes Melitus (ADA,2015). Kualitas hidup pasien penderita diabetes dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya seperti
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, komplikasi, lama
menderita, depresi, stress, kecemasan, dukungan
keluarga, dan self care
(Indriyati, 2019; Ningrum, 2018; Nuryatno, 2019;
Sormin, 2019).
Kehidupan manusia memiliki nilai yang tidak tenilai, bagaimanapun keadaan kesehatannya, apabila
kesehatan seseorang membaik atau memburuk akan membuat kesehatan memiliki
tingkat kualitas lebih tinggi atau rendah. Hidup yang bebas dari suatu penyakit
akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik jika dibandingkan dengan seseorang
yang menderita penyakit, Hal ini dibuktikan oleh Stan Toler
yang menilai kehidupan nya sendiri bahwa pada saat ia
merasa sehat secara fisik dan emosional ia memiliki kualitas hidup yang lebih
baik dari pada ketika ia sedang tidak sehat (Toler,
Stan, 2010),
Berdasarkan uraian tersebut, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja
yang berhungan dengan kualitas hidup (Quality Of Life)
pada penderita Diabetes Melitus pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan Jenis penelitian yang dilakukan merupakan observasional analitik yang bertujuan untuk menggambarkan, mengidentifikasi, memahami, dan menemukan atau memperoleh penjelasan tentang faktor apa saja yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus (DM). Rancang bangun penelitian menggunakan desain studi cross sectional . Pelaksanaan penelitian ini di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dimulai pada bulan Februari 2022-Juni
2022.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat
jalan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, berdasarkan data medical record didapatkan 244
pasien DM rawat inap. Sampel penelitian berjumlah 58 pasien DM dengan teknik
sampling yang digunakan yaitu Purposive Sampling.
Instumen yang digunakan dalam
penelitian ini WHOQOL-BREF. Kuisioner digunakan untuk mengukur faktor
yang apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM. Kuisoner WHOQOL-BREF terdiri dari 26 pertanyaan dengan menggunakan skala likert dengan 5 (lima) pilihan jawaban yaitu 1-2-3-4-5 yang dikelompokkan
menjadi aitem favorable dan aitem
unfavorable.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Univariat
a.
Karakteristik
Responden
Â
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Pasien DM Rawat Inap di  Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun
2022.
Karakteristik |
n |
% |
Umur |
|
|
> 40 tahun |
49 |
84,5 |
< 40 tahun |
9 |
15,5 |
Jenis Kelamin |
|
|
Laki-laki |
28 |
48,3 |
Perempuan |
30 |
51,7 |
Status Pernikahan |
|
|
Tidak Menikah |
6 |
10,3 |
Menikah |
52 |
89,7 |
Tingkat Pendidikan |
|
|
Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP) |
28 |
48,3 |
Tinggi (SMA, PT) |
30 |
51,7 |
Tingkat Pendapatan |
|
|
Rendah (<1.500.00-2.500.000) |
43 |
74,1 |
Tinggi
(>2.500.000->3.500.000) |
15 |
25,8 |
Lama Menderita |
|
|
Panjang (>10 tahun) |
30 |
51,7 |
Pendek (<10 tahun) |
28 |
48,3 |
Komplikasi Penyakit |
|
|
Ada |
36 |
62,1 |
Tidak ada |
22 |
37,9 |
Kepatuhan Minum Obat |
|
|
Kurang patuh |
35 |
60,3 |
Patuh |
23 |
39,7 |
Kualitas Hidup |
|
|
Rendah |
35 |
60,3 |
Tinggi |
23 |
39,7 |
          Â
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa Responden pada
penelitian ini berjumlah 58 pasien DM rawat inap yaitu mayoritas berumur > 40 tahun yang
berjumlah 49 orang (84%) , mayoritas berjenis kelamin perempuan berjumlah 30
orang (51,7%) dengan status rata-rata telah menikah berjumlah 52 orang (89,7%),
mayoritas tergolong berpendidikan tinggi berjumlah 30 orang (51,7%) dan
mayoritas berpendapatan rendah berjumlah 43 orang (74,1%), mayoritas menderita
DM > 10 tahun berjumlah 30 orang (51,7%) dengan mayoritas mengalami
komplikasi penyakit berjumlah 36 orang (62,1%), tergolong kurang patuh minum
obat berjumlah 35 orang (60,3%) serta mayoritas memiliki kualitas hidup yang
rendah berjumlah 35 orang (60,3%).
Analisis
Bivariat
Tabel 2
Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Tingkat
Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Lama menderita, Komplikasi Penyakit, dan
Kepatuhan Minum obat dengan Kualitas Hidup Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Variabel |
|
Kualitas
Hidup |
Total |
p-value |
|||||
|
Rendah |
Tinggi |
|
|
|||||
Umur |
> 40 tahun |
28 |
21 |
49 |
0,295 |
||||
|
< 40 tahun |
7 |
2 |
9 |
|||||
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
16 |
12 |
28 |
0,630 |
||||
|
Perempuan |
19 |
11 |
30 |
|||||
Status Pernikahan |
Tidak Menikah |
4 |
2 |
6 |
1,000 |
||||
|
Menikah |
31 |
21 |
52 |
|||||
Tingkat Pendidikan |
Rendah |
28 |
0 |
28 |
0,000 |
||||
|
Tinggi |
7 |
23 |
30 |
|||||
Tingkat Pendapatan |
Rendah |
30 |
13 |
43 |
0,013 |
||||
|
Tinggi |
5 |
10 |
15 |
|||||
|
|
|
|
|
|||||
Lama Menderita |
|
|
|
|
0,009 |
||||
|
>10 tahun |
23 |
7 |
30 |
|||||
|
<10 tahun |
12 |
16 |
28 |
|||||
Komplikasi Penyakit |
|
|
|
|
0,018 |
||||
|
Ada |
26 |
10 |
36 |
|||||
|
Tidak ada |
9 |
13 |
22 |
|||||
Kepatuhan Minum Obat |
|
|
|
|
0,000 |
||||
|
Kurang Patuh |
35 |
0 |
35 |
|||||
|
Patuh |
0 |
23 |
23 |
|||||
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada
variabel umur pasien DM rawat inap, dari 49 responden dengan umur >40 tahun
mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 28 orang dan 21 orang mempunyai
kualitas hidup tinggi. Sedangkan dari 9 responden dengan umur <40 tahun
mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 7 orang dan 2 orang mempunyai kualitas
hidup tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square
diperoleh nilai p=0,295, sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan antara
umur pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
Variabel jenis kelamin pasien DM rawat
inap dapat dilihat dari 30 responden berjenis kelamin perempuan terdapat 19
orang mempunyai kualitas hidup rendah dan 11 orang mempunyai kualitas hidup
yang tinggi. Sedangkan 28 responden berjenis kelamin laki-laki terdapat 16
orang mempunyai kualitas hidup yang rendah dan 12 orang mempunyai kualitas
hidup tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square
diperoleh nilai p=0,630, sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan antara
jenis kelamin pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
Variabel status pernikahan pasien DM rawat
inap , dari 52 responden yang menikah mempunyai kualitas hidup rendah terdapat
31 orang dan 21 orang yang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan 6
responden yang tidak menikah mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 4 orang
dan 2 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=1,000, sehingga dapat dikatakan
tidak ada hubungan antara status pernikahan pasien DM rawat inap dengan
kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Variabel tingkat pendidikan pasien DM
rawat inap dapat dilihat dari 30 responden berpendidikan tinggi (SMA, PT)
mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 23 orang dan 7 orang mempunyai
kualitas hidup rendah. Sedangkan 28 responden berpendidikan rendah (tidak
sekolah, SD, SMP) mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 28 orang.
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai
p=0,000, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan pasien
DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Variabel tingkat pendapatan pasien DM
rawat inap dapat dilihat dari 43 responden berpendapatan rendah berkisar
<1.500.000-2.500.000 mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 30 orang dan
10 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan dai 15 responden
berpendapatan tinggi berkisar >2.500.000->3.500.000 mempunyai kualitas
hidup tinggi terdapat 10 orang dan 5 orang mempunyai kualitas hidup rendah.
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai
p=0,013, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara tingkat pendapatan pasien
DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Variabel lama menderita pasien DM rawat
inap dapat dilihat dari 30 responden dengan lama menderita >10 tahun
mempunyai kualitas hidup yang rendah terdapat 23 orang dan 7 orang mempunyai
kualitas hidup tinggi. Sedangkan dari 28 responden dengan lama menderita <10
tahun mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 16 orang dan 12 orang mempunyai
kualitas hidup yang rendah. Berdasarkan hasil uji Chi-Square
diperoleh nilai p=0,009, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara lama
menderita pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
Variabel komplikasi penyakit pasien DM
rawat inap dapat dilihat dari 36 responden dengan ada komplikasi mempunyai
kualitas hidup yang rendah terdapat 16 orang dan 10 orang mempunyai kualitas
hidup tinggi. Sedangkan dari 22 responden dengan tidak ada komplikasi penyakit
mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 13 orang dan 9 orang  mempunyai kualitas hidup rendah. Berdasarkan
hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,018,
sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara komplikasi penyakit pasien DM
rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Variabel kepatuhan minum obat pasien DM
rawat inap dapat terlihat bahwasanya dari 35 responden dengan katagori kurang
patuh mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 35 orang. Sedangkan dari 23
responden dengan katagori patuh mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 23
orang. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh
nilai p=0,000, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara kepatuhan minum
obat pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
Pembahasan
1. Hubungan Umur dengan Kualitas Hidup Pasien DM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pasien DM dengan kelompok umur > 40 tahun dan <40
tahun sebagian besar sama-sama memiliki kualitas hidup yang rendah yaitu 28 orang (72,0%)
dan 7 orang (77,5%). Penelitian lebih lanjut juga didapatkan nilai p=0,295 sehingga nilai (p>α(0,05)) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara umur dengan kualiatas hidup pasien DM.
Penelitian ini sejalan dengan Erna Irawan (2021) menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara usia dengan kualitas
hidup penderita diabetes
mellitus.
Penelitian pendukung lainnya oleh Merris Hartati Sormin (2019) dalam penelitian nya ditemukan bahwa
tidak ada hubungan antara umur dengan kualitas
pasien diabetes mellitus tipe
2, hal ini disebabkan jumlah subjek yang <40tahun sedikit jumlahnya serta subjek umur >40tahun pada umumnya telah menerima
segala kondisi sebagai penderita DM dan meningkatkan perawatan diri untuk mempertahankan
kesehatan.
Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Carmak dan Gen (2020)
di Turkey melaporkan bahwa menemukan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus memiliki penurunan seiring bertambahnya usia (65+), sedangkan usia yang lebih rendah (<65) ditemukan kualitas hidup yang mengalami peningkatan .
Demikian juga penelitian Herdianti (2017) mengatakan bahwa umur menjadi
determinan kualitas hidup didapatkan nilai OR=3,13 dan signifikan berhubungan, subjek yang berusia >40 tahun memiliki resiko 3,13 kali lebih besar memiliki kualitas hidup yang kurang baik jika
dibandingkan dengan subjek berusia <40 tahun, hal ini disebabkan seiring bertambahnya usia pada pasien DM terjadi perubahan fisiologis, anatomis serta biokimiawi dapat meningkatkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin, maka dengan hal
ini akan menimbulkan berbagai permasalahan secara fisik, psikologis, dan sosial sehingga akan mengalami keterbatasan dan terjadi penurunan kualitas hidup, selain dari
itu bertambahnya usia berpengaruh pada kemampuan merawat diri, penurunan fungsi tubuh akan
berdampak terhadap penatalaksaan manajemen DM tipe 2 dan menimbulkan berbagai masalah gangguan kesehatan lainya.
Umur sangatlah erat berkaitan
dengan kadar glukosa darah sekitar 90-95% dari seluruh penyandang yang banyak
mengalami adalah orang dewasa diatas 40 tahun (Smeltzer., Bare, 2017).
Menurut WHO kadar glukosa darah akan naik 1-2 jam mg/dl setelah makan seringkali
dialami diatas usia 30 tahun, serta disebabkan oleh
kemampuan prankreas yang menurun (WHO,2019).
Dalam perspektif Islam umur dengan kesehatan sangat erat
berkaitan karena semakin bertambahnya umur dari 40-60 tahun akan mengalami
perubahan fisik maupun psikis. Pada usia tersebut disebut dengan lansia. Pada
lansia akan terjadi penuaan dan penurunan dibandingkan usia baya (Fitriani,
2016).
Masa lansia terjadi penurunan kemampuan fisik, penurunan
aktivitas, cenderung kehilangan semangat, serta mengalami gangguan kesehatan
(Fitriani, 2016).
Sebagaimana perubahan fisik dalam Al-Quran Surah Yasin
ayat 68, yang artinya sebagai berikut : ”Dan barang siapa yang
kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan”
Selain itu perubahan fisik juga terdapat dalam Al-Quran
Surah Ar-Rum ayat 54, yang artinya sebagai berikut: “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudia Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu menjadi lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa “
Sedangkan perubahan psikis dalam Al-Quran Surah An-Nahl
ayat 70, yang artinya : “Supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya” Maksud dari arti penggalan ayat diatas
karena apabila seseorang sangat tua maka pikiran dan akal yang sangat cerdas di
waktu muda kian lama menurun, sampai hilang ingatan sama sekali dan menjadi
lupa.
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup Pasien DM
      Hasil
penelitian menunjukkan bahwa baik pasien DM perempuan dan pasien DM laki-laki
sebagian besar memiliki kualitas hidup yang rendah dimana
dari 30 pasien perempuan, 19 orang (63,3)% diantaranya
memiliki kualitas hidup yang rendah dan dari 28 pasien DM laki-laki, 16 orang (57,2%)
diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah juga.
Berdasarkan hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien DM karena nilai p=0,630
(p>α(0,05)).
      Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Wulan Meidikayanti
(2017) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup pasien DM, hal ini ditunjukkan dengan subjek berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan sama-sama memilki presentase kualitas hidup yang buruk yaitu 50% dan 52%.
      Demikian
penelitian pendukung lainnya oleh Naruemon Auemaneekul di Thailand (2021) bahwa dalam study research menganalisis jenis kelamin tidak terikat atau
tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup dikarenakan pria dan
wanita sama-sama memilki peran dan fungsi yang sama
di dalam suatu masyarakat.
      Akan
tetapi bertentangan dengan penelitian Carmak dan Glen
(2020) di Turkey mengatakan ada hubungan signifikan
antara jenis kelamin dengan kualitas hidup dengan nilai p=0,042 yang berarti
p<0,05, dimana jenis kelamin wanita lebih memiliki
kualitas hidup yang rendah dibandingkan dengan laki-laki.
      Penelitian
Abdul Rahman Arshad (2022) ,Purwaningsih (2018) dan Herdanti (2017) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kualitas hidup DM tipe 2, hal ini ditunjukkan dengan subjek penderita DM
tipe memiliki kualitas hidup yang buruk sebagian besar merupakan pasien wanita
dan kualitas hidup yang baik adalah pasien laki-laki itu artinya perempuan
diyakini memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dari pada laki-laki.
      Tingginya
kasus diabetes pada wanita disebabkan oleh kelebihan berat badan dan wanita
memproduksi hormon esterogen yang menyebabkan
terjadinya lemak di subkutis. Pada pria lemak tubuh
sekitar >25% sedangkan jumlah lemak tubuh wanita lebih besar sekitar
>35%. Keadaan ini menjadi penyebab kasus diabetes lebih banyak terjadi pada
wanita dibandingkan pria (Soegondo,2018).
      Dalam
Islam jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki yang diciptakan Allah SWT
sama-sama diberikan akal sehat serta sama-sama diberikan beban hukum syariat
walaupun terdapat perbedaan.
      Laki-laki
dan perempuan keduanya juga sama dalam mendapatkan pahala serta siksaan dari
Allah SWT baik bersifat duniawi ataupun ukhwari
secara keseluruhan.
           Allah
berfirman dalam Al-Quran Surah At-Taubah ayat 71, yang artinya: “Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah yang mungkar, melaksanakan sholat,
menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi
rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”
3. Hubungan Status Pernikahan Kualitas Hidup Pasien DM
      Hasil
penelitian menunjukkan bahwa baik pasien DM dengan status menikah dan status
tidak menikah sebagian besar sama-sama memiliki kualitas hidup rendah dimana dari 52 pasien DM ,31 orang (59,6)% yang menikah diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan dari 6
pasien DM tidak menikah, 4 orang (66,7%) diantaranya
memiliki kualitas hidup rendah juga. Analisis lebih lanjut membuktikan bahwa bahwa tidak ada hubungan antara status pernikahan dengan
kualitas hidup pasien DM karena nilai p=1,000 (p>α(0,05)).
      Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Naruemon Auemaneekul di Thailand (2021) mengatakan bahwa status
pernikahan tidak terikat atau tidak berhubungan secara signifikan dengan
kualitas hidup, dan mengungkapkan study research yang
dilakukan cukup homogen jika ditinjau dari status pernikahan dimana sebagia besar dari dua
pertiga subjek nya adalah berpasangan (71,3%) dan
diyakini bahwa individu di era sekarang mampu atau dapat hidup secara mandiri
tanpa adanya pasangan hidup, selain itu terdapat banyak kemudahan untuk
membantu individu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Penelitian
lainnya yang sejalan oleh Irma Elizabeth Huayanay-Espinoza
di Peru (2021) mengatakan bahwa penelitian nya
berbeda dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa kualitas hidup
berhubungan positif dengan menjadi pasangan. Dalam study research
yang dilakukan ternyata tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara
kualitas hidup dengan status pernikahan.
      Namun
penelitian ini bertentangan dengan penelitianÂ
Carmak dan Glen (2020) di Turkey,
mengatakan bahwa kualitas hidup pasien single
(janda/cerai) mengalami penurunan jika dibandingkan dengan penderita diabetes
yang menikah dengan nilai p=0,0001 berarti p<0,05 hal ini menandakan ada
hubungan signifikan antara status pernikahan dengan kualitas hidup.
      Selain
itu penelitian Jenan Al Matrouk
di Kuwait (2021) mengatakan bahwa status pernikahan dari seorang individu yang single (cerai) secara statistik signifikan menjadi prediktor kualitas hidup yang buruk, karena status
pernikahan terkait ada hubungan signifikan dengan kualiatas
hidup pada domain hubungan sosial.
      Perbedaan
teori tentang status pernikahan antara menikah dan tidak menikah memang
disebabkan adanya suatu gangguan berupa depresi mayor yang lebih sering dialami
oleh individu yang bercerai atau lajang dibandingkan dengan yang telah menikah (Shoufiah., Nuryanti, 2022).
      Perkawinan
atau menikah satu-satunya syariat Allah SWT yang mensyariatkan banyak aspek didalamnya salah satunya adalah aspek sosial, dimana rumah tangga yang baik sebagai fondasi masyakarat yang baik. Sebab perkawinan diibaratkan sebagai
ikatan yang sangat kuat berawal dari tidak mengenal satu sama lain dan dari
suku yang berbeda (Jarbi, M, 2019).
      Selain
itu menikah memiliki hikmah yaitu menyambung silatrurahmi
setelah terbentuk menjadi berbagai kelompok bangsa besar keseluruhan alam yang
berawal dari Tuhan hanya menciptakan manusia yaitu Adam AS, kemudian
menciptakan Siti Hawa sebagai pasangan hidup dan manusia berkembang biak (Jarbi, M, 2019).
      Sebagaimana
Sabda Rasullah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yaitu memerintahkan kepada
umatnya untuk memilih wanita yang subur keturunannya: “Nikahlah
kamu, sesungguhnya aku menginginkan darimu umat yang banyak”
4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Kualitas Hidup Pasien DM
      Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 30 pasien DM dengan tingkat
pendidikan tinggi, 23 orang (76,7%) diantaranya
memiliki kualitas hidup yang tinggi dan sebaliknya dari 28 pasien DM dengan
tingkat pendidikan rendah, 28 orang (100%) diantaranya
memiliki kualitas hidup yang rendah. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan
bahwa nilai p=0,000 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien DM.
      Penelitian
ini sejalan dengan Erida Damanik (2019) dalam penelitiannya menunjukkan tingkat
pendidikan didapatkan bahwa pasien yang memiliki kualitas hidup baik berada
pada kelompok berpendidikan tinggi (69,2%), sedangkan pada kelompok
berpendidikan rendah memiliki kualitas hidup yang buruk (51,4%), dan dianalisa statistik terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2.
      Penelitian
Carmak dan Glen (2020) di Turkey
menemukan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan kualitas hidup dengan
nilai p= 0,0001 yang berarti p<0,05 mengungkapkan pendidikan yang lebih tinggi
mengalami peningkatan kualitas hidup karena semakin berkurang atau menurun
tingkat kecemasan dan depresi pada suatu penyakit.
      Demikian
pula penelitian yang sejalan dilakukan oleh Indriyati (2019) mengatakan
pendidikan lebih rendah akan mengakibatkan rendahnya kualitas hidup pasien DM
tipe 2, hal ini memiliki arti bahwa kualitas hidup penderita DM tipe 2 dapat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil tersebut, kualitas hidup
yang baik akan diperoleh oleh kelompok yang berpendidikan tinggi, hal ini
dikarenakan kelompok yang berpendidikan tinggi selalu mencari informasi lebih
banyak sehingga akan mempengaruhi kualitas hidupnya.
      Tingkat
pendidikan dapat mencerminkan kemampuan intelektual seorang pasien karena
dengan pendididikan tinggi seseorang dapat dikatakan
memiliki pengetahuan yang cukup dan memiliki kemudahan dalam memahami suatu
informasi dan memahami tentang kondisi kesehatanya
(meningkatkan pengenalan terhadap faktor yang mempengaruhi kesehatan dan efek
jangka panjang terhadap kesehatan), yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan
membantu dirinya dalam menjalankan manajemen pengobatan yang dijalaninya (Shoufiah., Nuryanti, 2022).
      Pendidikan
dalam perspektif islam bahwa islam
sangatlah mengedepankan pendidikan. Wahyu pertama
Allah SWT diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu Surah Al-Alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptkan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengam
perantara kalam”
      Kemudian
implementasi dari wahyu pertama “membaca” dalam dunia pendidikan. Islam sangat
memperhatikan dunia pendidikan sebagaimana tercermin dari hadis Rasurullah SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yaitu
Rasulullah SAW bersabda: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan
zamannya, karena mereka hidup dizaman mereka bukan
pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian
diciptakan untuk zaman kalian”
Ilmu itu bersifat dinamis dan tidak
tetap, keberadaannya menyesuaikan kondisi sekarang dan kehidupan dimasa depan,
maka dari itu pendidikan sangat perlu untuk disebarluaskan.
5. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kualitas Hidup Pasien DM
           Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 43 pasien DM
dengan tingkat pendapatan rendah, 30 orang (51,7%) diantaranya
memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 15 pasien DM dengan
tingkat pendapatan tinggi, 10 orang (25,6%) diantaranya
memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan
bahwa nilai p=0,013 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara tingkat pendapatan dengan kualitas hidup pasien DM.
           Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Esmael Zarei di Neyshabur (2013) bahwa tingkat pendapatan rumah tangga
>4.000.000 rial signifikan dengan kualitas hidup terkait dengan total dan
empat domain WHOQoL dengan nilai (p=0,001).
           Selain itu penelitian oleh Saleh Alsuwayt di Saudi Arabia (2021),
bahwa pasien DM yang memiliki pendapatan rumah tangga bersih/bulan <5.000
SAR ada hubungan signifikan dengan kualtias hidup
dibandingkan pasien DM lainnya.
           Faktor keuangan sangat erat hubungan
dan pasien DM dengan kualitas hidup karena memerikasaan
darah dan obat-obatan memerlukan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, dan akan
berlangsung terus tanpa henti (Tandra,2021).
           Biaya cenderung lebih banyak
mengingat komplikasi bakal timbul, semua pasti menjadi beban bagi pasien DM dan
keluarga sehingga orang akan cenderung menyepelekan obat generik, padahal obat
paten tidak selalu lebih unggul daripada obat generik. Bagi orang penderita
diabetes disiplin mejalani gaya hidup sehat dan pola
makan yang benar jauh lebih penting dari pada mereka memilih obat mahal atau
menambah dosis obat (Tandra,2021).
           Berdasarkan teori lain H.L Blum faktor ekonomi berpengaruh besar terhadap derajat
kesehatan masyarakat, maka perlu dilakukan intervensi dalam bentuk perbaikan
seperti program peningkatan pendidikan serta perbaikan sosial ekonomi
masyarakat (Novela, dkk, 2021).
           Pendapatan dalam perspektif Islam
erat kaitannya terhadap kesejahteraan keluarga. Berdasarkan penelitian Azzohrah
(2019) yang berjudul “ Telaah Hukum Ekonomi Islam Terhadap Pendapatan Istri
Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga” , menyatakan bahwa pendapatan
berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga.
           Demikian juga dengan Rasulullah SAW
dalam sebuah hadisnya memuji orang yang memakan rizki
dari hasil usahanya sendiri, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari: “Telah
menceritakan kepada kami Ibrahim Bin Musa, Telah menyebarkan kepada kami Isa
Bin Yunus dari Tsaur dari Khalid Bin Ma’dan dari Al Miqdam radliallahu’anhu
dari Rasulullah Shallalahu’alaihi wassalam
bersadda: “Tidak ada orang yang memakan satu makanan
pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan
sesungguhnya Nabi Daud AS memakan makanan dari hasil usahanya sendiri”
6. Hubungan Lama Menderita dengan Kualitas Hidup Pasien DM
      Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 30 pasien DM
dengan lama menderita DM katagori panjang (>10tahun), 23 orang (76,6%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan
sebaliknya dari 28 pasien DM dengan lama menderita DM katagori pendek
(<10tahun), 16 orang (57,1%) diantaranya memiliki
kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa
nilai p=0,009 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan antara
lama menderita dengan kualitas hidup pasien DM.
      Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariani (2020) bahwa terdapat
hubungan antara lama menderita dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2, dimana sebagian besar dari pasien yang lama menderita DM
lebih dari 10 tahun memiliki kualitas yang lebih buruk jika dibandingkan dengan
pasien yang menderita DM kurang dari 10 tahun
      Hariani
(2020) berpendapat hal itu terjadi karena semakin lama seseorang menderita
diabetes, maka semakin besar pula resiko terjadinya
masalah kesehatan dan akan memperparah penyakit yang diderita disebabkan oleh
menurunnya kemampuan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin dalam memenuhi
kebutuhan tubuh.
      Selain
dari pada itu kesehatan organ tubuh utamanya terdapat pada sistem
kardiovaskular semakin lama akan semakin memburuk yang diakibatkan oleh glukosa
darah yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama akan terjadi masalah
seperti arterosklerosis dan penurunan viskositas
darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah dan penurunan suplai darah
pada perifer tubuh akan berujung pada timbulnya masalah organ tubuh dan akan
terjadi komplikasi diabetes (Hariani,2020).
      Penelitian
ini didukung oleh Halimatou Alaofe
(2022) bahwa pasien DM dengan durasi DM lebih dari 5 tahun dan mempunyai
penyakit penyerta lebih cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah terutama
pada domain kepuasan hidup.
      Penelitian
lain nya juga didukung oleh Devi Marlina (2020) dalam
penelitian nya menyatakan bahwa kualitas hidup
penderita DM meningkat dengan lama penyakit kurang dari 6 tahun dengan nilai
(p=0,007).
      Durasi
atau lamanya seseorang menderita DM selama hidupnya khususnya DM tipe 2, maka
akan menjadi penyebab terhadap terjadinya komplikasi peningkatan kadar glukosa
yang terus menerus berperan dalam proses terjadinya kelainan neuropatik, komplikasi mikrovaskuler,
dan makrovaskuler. Komplikasi jangka panjang tampak
pada DM tipe 1 dan 2 (Smeltzer.,Bare, 2017).
      Lamanya
seseorang menderita penyakit merupakan sebuah peringatan untuk mereka lebih
berserah diri kepada Allah SWT karena sesungguhnya itu adalah sebuah ampunan
serta Rahmat dari Allah SWT.
      Hadis
Rasulullah SAW diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila
Allah menguji seorang hamba yang muslim berupa ujian pada tubuhnya, Allah
berfirman kepada malaikat : “Tulislah untuknya (pahala) atas amal saleh yang
biasa ia lakukan. Maka jika Dia menyembuhkannya, berarti Dia telah mencucinya
dan mensucikannya. Dan jika Dia menggenggam ruhnya,
berarti Dia telah mengampuninya dan merahmatinya”
      Keadaan
lama dalam kondisi sakit, apabila ada seseorang yang menderita penyakit dalam
waktu yang lama, maka Allah akan memerintahkan kepada malaikat untuk tetap
mencatat pahala atas amal saleh yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit
tersebut diwaktu sehatnya, namun kemudia
terhenti karena sakitnya.
7. Hubungan Komplikasi Penyakit dengan Kualitas Hidup Pasien DM
      Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 36 pasien DM
yang mempunyai komplikasi penyakit, 26 orang (72,2%) diantaranya
memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 22 pasien DM yang tidak
mempunyai komplikasi penyakit, 13 orang (59,1%) diantaranya
memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan
bahwa nilai p=0,018 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara komplikasi penyakit dengan kualitas hidup pasien DM.
      Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merris
Hartati Sormin (2019) mengatakan bahwa sebagian subjek penelitian yang memiliki
komplikasi lebih mempunyai peluang lebih tinggi memiliki kualitas hidup yang
rendah dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki komplikasi.
      Penelitian
dari Hariani (2020) juga mengatakan bahwa dengan adanya komplikasi DM sangat
berkaitan dengan rendahnya kualitas hidup penderita, dimana
keberedaan komplikasi penyakit DM dapat memperngaruhi kualitas hidup seorang pasien baik secara
fisik yaitu sering merasakan nyeri, cepat merasakan lelah, terjadinya gangguan
mobilitas serta merasakan ketidaknyamanan dari segi
mental seperti kurangnya percaya diri, mudah sedih, stress,
depresi, dan isolasi sosial.
      Selain
itu penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Reza Abedini
di Birjand (2020) bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes tipe 2 adalah adanya komplikasi
penyakit. Pasien diabetes yang mempunyai riwayat komplikasi kronis termasuk neuropati dan nefropati secara
signifikan terkait dengan penurunan tingkat kualitas hidup, masalah tersebut
diamati pada pasien nefropati dari segi mobilitas dan
nyeri sedangkan pada pasien neuropati dari segi
mobilitas, nyeri dan kegiatan rutin ternyata hasil lebih signifikan terhadap
kualitas hidup pasien diabetes. Â Â Â Â Â Â Â Â
      Menurut
Megari dalam Dina Andesty
(2018), Penyakit kronis mempengaruhi kualitas hidup karena dapat membatasi
individu untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting. Adanya penyakit
kronis juga mengganggu kontrol perasaan seseorang terhadap dirinya. Seseorang
dengan penyakit kronis cenderung membandingkan keadaan dirinya dengan orang
lain yang lebih sehat.
      Komplikasi
pada pasien DM baik akut dan kronik dapat menyebabkan hal yang sangat serius,
gangguan produksi insulin akan menimbulkan berbagai permasalahan baik makrovaskuler maupun mikrovasluer.
Semakin lama komplikasi dialami pasien DM akan menyebabkan kualitas hidupnya
menurun karena terjadi penurunan kondisi terhadap fisik serta mental (Damayanti,S, 2017).
      Dalam
perspektif Islam penyakit komplikasi sampai mereka terjatuh sangat sakit
sebenarnya dalam islam adalah penawar dari sebuah
dosa yang telah dilakukan.
      Setiap
orang pasti mendapakan musibah, penyakit, dan
malapetaka seperti contoh kematian orang yang dicintai, kehilangan kerabat,
kejatuhan ekonomi atau keuangan, kesusahan, kesulitan fisik, demam, dan segala
rasa sakit dan juga penderitaan.
      Allah
berfirman dalam Al-Quran Surah Asy-Syura ayat 30, yang artinya: “Dan
musibah apapun yang menimpa kamu adalah disebabkan
oleh perbuatanmu sendiri dan Allah banyak memaafkan”
8. Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
Kualitas Hidup Pasien DM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 35 pasien
DM yang kurang patuh minum obat, 35 orang (100%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 23 pasien DM yang patuh minum obat,
23 orang (100%) memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa nilai p=0,000 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan kepatuhan
minum obat dengan kualitas hidup pasien DM.
Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh Suci Nugraha (2019) mengatakan bahwa dalam penelitian nya terdapat hubungan
signifikan antara kepatuhan dan kualitas hidup, seorang pasien DM menunjukkan tingkat kepatuhan sedang ternyata kurang konsisten terhadap pengobatan. Kepatuhan dalam manajemen pengobatan secara intensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan kesehatan fisik lebih baik
serta kondisi psikologis yang stabil pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Yuli Wahyuni (2021) dalam penelitian dengan metode literarure
review mengatakan bahwa kualitas hidup pasien DM tipe 2 secara signifikan terkait dengan kepatuhan pengobatan, karena peningkatan satu skor kepatuhan
dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup pasien. Kepatuhan
pengobatan dapat menurunkan morbiditas, mortalitas, dan komplikasi penyakit dengan cara meningkatkan efikasi diri dan manajemen diri dalam penatalaksanaan penyakit DM.
Yuli Wahyuni (2021) mengatakan kepatuhan pengobatan juga dapat menurunkan diabetes
distress karena bisa lebih awal memprediksi,
sehingga efek negatif dari diabetes distress seperti halnya memiliki kebiasaan makan buruk dan ketidakmampuan menjalankan pola hidup sehat
tidak akan terjadi.
Penelitian sejalan juga dilakukan oleh Diah Aryani Perwitasari (2018) mengatakan dalam penelitian nya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kepatuhan dan kesusahan
(distress) disebabkan beban
emosional dengan kualitas hidup.
Penelitian ini juga didukung oleh Nurul Mutmainah
(2020) mengatakan dalam penelitian nya bahwa terdapat hubungan yang signifikan kuat antara kepatuhan
dengan kualitas hidup penderita diabetes tipe 2 diperoleh hasil analisa prevalence ratio
(PR) = 17,44 yang berarti pasien
dengan tingkat kepatuhan yang tinggi memiliki prevalensi kaulitas hidupnya baik sebesar 17,44 kali jika dibandingkan dengan pasien DM dengan tingkat kepatuhan yang rendah.
Penelitian Qufa Naufanesa (2020) bahwa kepatuhan penggunaan obat dengan kualitas
hidup pasien DM mempunyai hubungan yang signifikan, dari segi arah hubungan
memiliki nilai 0,309 yang artinya positif sehingga hubungan antara kedua variabel
bersifat searah, apabila kepatuhan penggunaan obat terus ditingkatkan dengan baik makan
kualitas hidupnya juga akan meningkat.
Melakukan upaya pengobatan dan diagnosis terhadap
penyakit baru diderita ataupun sudah menetap dapat berperan penting dalam
meningkatkan kemampuan menerapkan konsep pencegahan penyakit (Novela,dkk 2021).
Islam memegang teguh ajaran terutama dalam memperhatikan
bidang kesehatan baik fisik (jasmani), mental serta spiritual secara
keseluruhan. Selain itu Islam berhubungan dengan epidemiologi menganjurkan
semua umat untuk melalukan pengobatan ketika mengalami suatu penyakit atau
berobat jika sakit, Hal ini tercermin dalam Al-Quran :
Al- Quran Surah Yunus ayat 57, yang artinya adalah
sebagai berikut: “Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepada kamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”
Perintah mencegah penyakit tidak menular seperti DM,
Hipertensi, dan Goat tercermin dalam Al-Quran surah
Al – A’raf ayat 31, yang artinya: “Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”
Kesimpulan
1. Berdasarkan karakteristik
pasien DM rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2022 dari
58 responden, sebagian besar berjenis kelamin perempuan, berada pada kelompok
umur > 40 tahun, mayoritas berstatus menikah, memiliki tingkat pendidikan
tinggi, memiliki tingkat pendapatan yang rendah, mayoritas pasien DM dengan
lama menderita DM waktu panjang, mayoritas memiliki komplikasi penyakit, dan
mayoritas pasien DM kurang patuh minum obat serta memiliki kualitas hidup yaang rendah.
2.
Faktor yag berhubungan dengan
kualitas hidup pasien DM rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
tahun 2022 yaitu tingkat pendidikan,tingkat
pendapatan, lama menderita, komplikasi penyakit, dan kepatuhan minum obat,
sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM rawat
inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2022 adalah umur, jenis
kelamin, dan status pernikahan.
BIBLIOGRAFI
Abedini,
Mohammad Reza., et.al. (2020). The Quality of Life of The Patients with Diabetes Type 2 Using EQ-5D-5 L in Birjand. Health and Quality of
Life Outcomes, 18(18),1-9
Alaofe, Halimatou. (2022).
Factors Associated with Quality of Life in Patients with Type Diabetes of South
Benin: A Cross-Sectional Study. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 19(2360),1-13
Al-Matrouk, Jenan., Al-Sharbati, Marwah. (2021). Quality of Life of Adult Patients with Type
2 Diabetes Mellitus in Kuwait:A
Cross-Sectional Study. Medical Principles and Practice, 1-8
Alsuwayt, Saleh. (2021). Quality of Life Among Type II
Diabetic Patiens Attending The
Primary Health Centers of King Saud Medical City in Riyadh, Saudi Arabia. Journal
of Family Medicine and Primary Care, 10 (8), 3040-3046
Andesty,
Dina. (2018). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Lanjut
Usia (Lansia) di Panti Griya Werdha Kota Surabaya.
Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Airlangga Surabaya
American Diabetes Assosiation. (2015). Standards of Medical Care
in Diabetes 2015-Abridged for Primary
Care Providers. Clin Diabetes, 33(2), 97-113
Arshad, Abdul.R., Sarir, Nauman., Kohistani, Tehseen.A., Ali, Gulzar., Khitab, Sumbal. (2022). Quality of Life in Patients of Type 2 Diabetes Mellitus. Pak Armed Forces Med J, 72(2), 255-258
Auemaneekul, Naruemon., Kittipichai,W., Komaratat, C. (2021). Quality of Life For Type II Diabetes Mellitus Patients in A Suburban Tertiary Hospital in
Thailand. Journal of
Health Reseacrh, 35(1),
3-14
Azzohrah, N., Wahab, A., Ridwan,
S.(2019). Telaah Hukum Ekonomi Islam Terhadap Pendapatan Istri Dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga. DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum,
17(1), 223-244
Carmak,
S., Gen, E. (2020). Relationship Between
Quality of Life, Depression and Anxiety in Type 1 and type 2 Diabetes. Dusunen Adam The Journal
of Psychiatry and Neurological Sciences, 33, 155-169
Damanik, Erida. (2019). Relationship Between Family Support and Quality
of Life Among Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Hospital Tk.IV Pematangsiantar North. IJPHCS
(International Journal of Public Health and
Clinical Sciences),
6(6), 50-61
Damayanti,
S.(2017). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Dinkes
Yogyakarta. (2020). PROFIL KESEHATAN TAHUN 2020 KOTA YOGYAKARTA (DATA TAHUN
2019). Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta
Fitriani, M. (2016). Problem Psikospiritual Lansia Dan Solusinya Dengan Bimbingan
Penyuluhan Islam (Studi Kasus Balai Pelayanan Sosial Cepiring
Kendal). Jurnal Ilmu Dakwah, 36(1), 76
Hariani. (2020). Hubungan Lama
Menderita dan Komplikasi DM Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di Wilayah
Puskesmas Batua Kota Makasar.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(1), 56-63
Helmawati, Triana. (2021). Cegah Diabetes
Sebelum Terlambat, Sebuah Cara Hidup Sehat Agar Terhindar Dari Diabetes.
Yogyakarta: HEALTH
Herdianti. (2017). Determinan Kualiatas Hidup Penderita DM tipe 2 di RSUD Ajjpange. Journal Endurance, 2 (1), 74-80
Huayanay,
Irma E.E., et.al. (2021). Quality of
Life and Self-efficacy in Patients with Type
2 Diabetes Mellitus in A Peruvian
Public Hospital. MEDwafe
(Peer-Reviewed General Biomedical
Journal), 21(02)
Indriyati, I., Purwandari, E.
(2019). Hubungan Konsep Diri, Dukungan Sosial Dan Depresi Terhadap Kualitas
Hidup Penderita Diabetes Melitus (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Infodatin.
(2020). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (Tetap Produktif,
Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus). Jakarta: Kemenkes RI
International Diabetes Federation. (2019). Diabetes Atlas (9th ed). https:// www.diabetesatlas.org
Irawan, Erna.,Al
Fatih, H., Faishal.(2021). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus
Tipe II di Puskesmas Babakan Sari. Jurnal Keperawatan BSI, 9(1), 74-81
Jarbi, M.
(2019). Pernikahan Menurut Islam. PENDAIS, 1(1), 56-68
Marlina, Devi. (2020). Factors Affecting The Quality of Life in Patients with Type
2 Diabetes Mellitus in Surakarta, Central
Java. International Conference on
Public Health Solo, 407
Meidikayanti,
Wulan. (2017).Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Diabetes Melitus
Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(2), 240-252
Mutmainah, Nurul. (2020). Kepatuhan
dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit di Jawa
Tengah. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 17(2), 165-173
Naufanesa, Qufa.,dkk. (2020). Kepatuhan Penggunaan Obat dan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Islam
Jakarta. Media Farmasi, 17(2), 60-71
Ningrum, I.R. (2018). Hubungan
Dukungan Keluarga dan Tingkat Pengetahuan dengan Kualitas Hidup Pasien DM tipe
2 di Puskesmas Nogosari Boyolali. Tesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Nugraga
Suci., Putri, Kartika.S. (2019). Adherence
and Quality of Life in Patients with Type II Diabetes Mellitus. Advances in Social Science, Education and Humanities
Research, 307, 373-376
Nurrahmani,
Ulfa. (2018). Stop Diabetes. Yogyakarta: Familia (Group Realasi Inti Media)
Nuryatno.(2019).
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
di Puskesmas Hevetia Medan. Jurnal Kesehatan
Global (JKG), 1(1), 18-24
Novela, V., Maisyarah., Adriani.,
Fajariyah, R., Sari, M., Susanty, S.D., Nurdin., Yanti, C.A. (2021). Dasar
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Media Sains Indonesia
PERKENI. (2021). Pedoman
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB.
PERKENI
Perwitasari, Diah. A. (2018). Evaluation of Adherence,
Distress and Quality of Life For Type 2 Diabetes Melitus Patients
In Puskesmas Wedarijaksa I and
Puskesmas Tragil Kabupaten Pati. Pharmaciana,
8(2), 267-274
Purwaningsih, N. (2018). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualiatas
Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi. UMSLibrary Institutional Repository
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-13
Putri, S.T., Fitriana, L.A., dan Ningrum,A. (2015). Studi Komparatif: Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal Bersama Keluarga dan Panti. Jurnal
Pendidikan Keperawatan Indonesia, 1, 1-6
Soegondo,
S., Soewondo, P., Subekti, I. (2018). Penatalaksaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
Sormin, Merris.H.,
Tenrilemba, F.(2019). Analisis Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Uptd Puskesmas Tunggakjati
Kecamatan Karawang Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(2), 120-146
Schweyer, L. (2015). Diabetes and Quality Of
Life. Revue de l’lnfirmiere,
64(211), 45-46.
Shoufiah,
R., Nuryanti, S. (2022). Faktor-Faktor
Penentu Kualitas Hidup Pasien Jantung Koroner. Yogyakarta: Jejak Pustaka
Smeltzer,
S.C., Bare, B.G. (2017). Textbook of Medical-Surgical Nursing. Volume 2. Philadelpia:
Linpincut Williams & Willin
Tandra, Hans.(2021). Segala
Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang DIABETES,
Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes Dengan Cepat dan Mudah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Toler,
Stan. (2010). Total Quality Life: Strategies for Purposeful Living, Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT.BPK. Gunung Mulia
Wahyuni, Yuli. (2021) Improving The Quality of Life of Patients
with Diabetes Mellitus Type 2 with Treatments
Adherence (Literature Review). Medika Keperawatan Indonesia, 4(3), 235-246
Wikanda,
G.(2015). Hubungan Kualitas Hidup dan
Faktor Resiko Pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja
Puskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar Bali 2015. Intisari Sains Medis,8(1), 41-49
World Health
Organization. (2019). Classification
of Diabetes Mellitus. Geneva: WHO, 2019
Zarei,
Ismail., Gholami, Ali. (2013). Quality
of Life in Patients with Type 2 Diabetes: Application of WHHQoL-BREF Scale. Shiraz E Medical Journal, 14(3), 162-171
Copyright holder: Arum
Reyan Safitri, Tri Ani Marwati, Lina Handayani (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |