Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP (Quality of Life) PENDERITA DIABETES MELITUS

 

Arum Reyan Safitri, Tri Ani Marwati, Lina Handayani

Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penyakit Diabetes Melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada penyerapan gula darah oleh tubuh sehingga kadar dalam darah menjadi tinggi, hal inilah yang menyebabkan diabetes. Penyakit Diabetes Melitus ini menyertai seumur hidup pasien sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien apabila tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Tujuan Penelitian menganalisis faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita DM pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita DM yang diarawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 58 pasien, teknik purposive sampling. Analisis menggunakan uji Chi-Square. Pengambilan data menggunakan kuioner WHOQOL-BREF dan wawacara dengan responden. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang dignifikan antara tingkat pendidikan (p=0,000), tingkat pendapatan (p=0,013), lama menderita (p=0,009), komplikasi penyakit (p=0,018),dan kepatuhan minum obat (0,000) dengan kualitas hidup pasien DM rawat inap dan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara umur (p=0,295), jenis kelamin (0,630), dan status pernikahan (p=1,000) dengan kualitas hidup pasien DM rawat inap. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM rawat inap yaitu tingkat pendidilkan, tingkat pendapatan, lama menderita, komplikasi penyakit, kepatuhan minum obat. Saran dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan melakukan bentuk evaluasi edukasi guna memotivasi penyandang DM sehingga meningkatkan kualitas hidup sebagai peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

 

Kata Kunci: Kualitas Hidup, Diabetes Melitus, WHOQOL-BREF

 

Abstract

Diabetes Mellitus is a disease caused by interference with the absorption of blood sugar by the body so that levels in the blood become high, this is what causes diabetes. Diabetes Mellitus accompanies the patient's lifetime so that it greatly affects the decline in the patient's quality of life if he does not get the right treatment. The aim of the study was to analyze factors related to the quality of life of DM patients inpatients at PKU Muhammadiyah Hospital, Yogyakarta. This study used a cross sectional design. The population in this study were all DM patients who were hospitalized at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta. The sample size in this study was 58 patients, using purposive sampling technique. Analysis using Chi-Square test. Data collection using the WHOQOL-BREF questionnaire and interviews with respondents. The results of bivariate analysis showed that there was a significant relationship between education level (p = 0.000), income level (p = 0.013), length of suffering (p = 0.009), disease complications (p = 0.018), and medication adherence (0.000) with quality DM patients were inpatient and there was no significant relationship between age (p=0,295), gender (0,630), and marital status (p=1,000) with the quality of life of inpatients with DM. The conclusions in this study are factors related to the quality of life of inpatient DM patients, namely the level of education, income level, length of suffering, disease complications, medication adherence. Suggestions in this study are health workers conduct educational evaluations to motivate people with DM so as to improve the quality of life as an increase in public health status.

 

Keywords: Quality of Life, Diabetes Melitus (DM), WHOQOL-BREF

 

Pendahuluan

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit yang terjadi secara alamiah ada dan dibutuhkan oleh tubuh yaitu glukosa / gula dalam darah, yang mana apabila glukosa dalam tubuh mengalami kenaikan hal itu disebabkan adanya gangguan penyerapan gula darah oleh tubuh. Gangguan proses penyerapan gula darah oleh tubuh itu sendiri disebabkan oleh fungsi-fungsi yang berkaitan dengan organ pankreas. Pada hakikatnya setiap orang berpotensi untuk terkena penyakit Diabetes Melitus dikarenakan terdapat beberapa faktor khusus yang menjadi pemicu meskipun pada suatu kondisi tertentu seseorang memiliki resiko lebih tinggi dari yang lain (Helmawati,2021).

Diabetes Melitus berkembang secara bertahap dan seringkali dari sekian banyak orang kurang memahami akan tanda-tanda gejala penyakit Diabetes Melitus dan telah mengetahui bahwa dirinya terserang penyakit tersebut setelah sekian lama mengidap serta mendapati dirinya pada tingkat keparahan dari penyakit yang dideritanya dikarenakan penyakit Diabetes Melitus juga tidak memperlihatkan gejala yang signifikan, maka dari itu penyakit ini tergolong dalam penyakit serius yang mana sampai saat ini belum dapat disembuhkan serta seorang penderita Diabetes Melitus akan menanggung derita seumur hidup (Helmawati,2021; Nurrahmani,2018).

Menurut Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) terdapat 5 negara penderita Diabetes terbanyak didaerah wester pacific yaitu Cina sebanyak 120.907.995 penderita, Indonesia sebanyak 10.578.401 penderita, Jepang sebanyak 8.343.288 penderita, Thailand sebanyak 4.426.959 penderita, dan Filipina sebanyak 3.878.447 penderita (IDF, 2019).

Diabetes Mellitus tidak hanya menyebabkan kematian diseluruh dunia namun penyakit ini menjadi penyebab utama dari kebutaan, penyakit jantung,dan gangguan pada ginjal. Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) memperkirakan kurang lebih sebanyak 463 juta orang pada usia 20 – 79 tahun di dunia pada tahun 2019 atau dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari keseluruhan penduduk di usia yang sama (Infodatin, 2020).

Prevalensi Diabetes Melitus diperkirakan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada usia 65 – 79 tahun. Angka prediksi tersebut akan terus meningkat samapi mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045. IDF juga memproyeksikan jumlah penderita diabetes mellitus pada penduduk uisa 20 – 79 tahun bahwa Indonesia di peringkat ke 7 dengan jumlah kasus penderita terbanyak sebesar 10,7 juta setelah Meksiko 12,8 juta, Brazil 16,8 juta, Pakistan 19,4 juta, dan Cina 116,4 juta (Infodatin, 2020).

Prevalensi Diabetes Melitus menurut data Badan Litbangkes Kementerian RI 2019 berdasarkan diagnosis keteraturan, kepatuhan,dan pencatatan rekam medis dari 33 provinsi di Indonesia secara nasional terdapat 4 provinsi tertinggi yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara. Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di DI Yogyakarta mencapai 3,1% dengan kenaikan 1,1% dari standart nasional (Infodatin,2020).

Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar, kuliner, dan gaya hidup penduduknya hampir sama dengan metropolitan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, prevalensi kasus Diabetes Melitus telah diperbaharui pada bulan agustus 2020 yaitu sebesar 4,79% atau 15.540 jiwa dan mendapat pelayanan kesehatan sesuai standart sebesar 71% dari target prevalensi atau sejumlah 11.646 jiwa (100%) pencapaian pada tahun 2019, jika dibandingkan dari pencapaian pada tahu 2018 yaitu sebesar 7.467 jiwa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan sekitar 32% hal ini didukung dengan kegiatan diwilayah sebagai intervernsi dari hasil program kesehatan yang mana masih banyak penderita DM yang perlu ditindak lanjuti melakukan pemeriksaan rutin atau kontrol secara berkala serta perubahan prevalensi dari Riskesdas sebagai dasar penghitung sasaran (Dinkes Yogyakarta,2020).

Sarana pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut se Kota Yogyakarta berdasarkan jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 58.762 jiwa dengan sebagian pasien terdiagnosis DM dan menjadi 10 besar penyakit RS di Kota Yogyakarta yang menempati peringkat ke 5 yaitu penyakit DM (YTT) yang tidak tentu sebanyak 983 pasien dan peringkat ke 8 yaitu penyakit DM tak bergantung insulin sebanyak 481 pasien (Dinkes Yogyakarta, 2020).

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan berada di pusat Kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memiliki pelayanan pokok yaitu pelayanan gawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap. Dari data sekunder (Medical Record) didapatkan jumlah kasus pasien DM rawat inap pada tahun 2021 sebanyak 244 orang dan penyakit DM tercatat dalam 10 besar penyakit tidak menular serta pernah berada di urutan pertama dan sampai bulan juni 2022 menempati urutan kedua dari 10 besar penyakit tidak menular di rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dapat disimpulkan bahwa pasien yang melakukan perawatan rawat inap ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didominasi oleh Diabetes Melitus.

Penyakit Diabetes Melitus termasuk dalam golongan penyakit kronis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Keberadaan penyakit Diabetes ini pada diri seseorang sedikit banyak dapat mempengaruhi kualitas hidup orang tersebut atau bahkan mengetahui bahwa dirinya menderita Diabetes Melitus maka akan memperburuk kualitas hidup seseorang apalagi ditambah adanya gejala-gejala serta komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh Diabetes Melitus (Schaweyer, 2015).

Komplikasi Diabetes Melitus dapat dicegah dengan cara mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan berbagai kegiatan non farmakologis maupun farmakologis. Diabetes Melitus juga menjadi penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan pengelolaan atau perawatan secara tepat sangatlah penting agar kualitas hidup penderita dapat terpelihara dengan baik. Namun masih ada beberapa faktor penyebab terjadinya ketidakpatuhan antara lain seperti masalah ekonomi,efek samping obat dan sulit mengelola obat (PERKENI,2021).

Ketidakpatuhan menyebabkan meningkatnya resiko komplikasi penyakit diantaranya neuropati, retinopatidan penyakit ginjal, sedangkan apabila seseorang penderita Diabetes Melitus tingkat kepatuhan tinggi maka dia memiliki kualitas hidup yang baik. Hal ini sangat berkaitan antara kepatuhan penggunaan obat dapat mempengaruhi resiko komplikasi dan bertambah parahnya penyakit yang diderita dan juga secara langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita (Mutmainah,2020).

Kualitas hidup dapat dicerminkan dari seberapa tinggi tingkat kesejahtaeraan seseorang, banyak faktor yang harus dijadikan focus perhatian karena untuk menentukan kualitas hidup tidaklah berdiri sendiri berdasarkan suatu faktor penyebab tunggal. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan adanya penyakit kronis. Faktor ini merupakan faktor resiko dalam menentukan kualitas hidup seseorang kedepan,jika ada perubahan atau gangguan dalam salah satu point tersebut diatas dapat menurunkan kualitas hidup (Wikananda, 2015).

Kualitas hidup menurut WHO juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, status pernikahan, penghasilan, hubungan dengan orang lain,dan standart referensi (Putri, dkk, 2015). Penderita Diabetes Melitus memiliki resiko penurunan kualitas hidup sebanyak 6,75 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita penyakit Diabetes Melitus (ADA,2015). Kualitas hidup pasien penderita diabetes dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, komplikasi, lama menderita, depresi, stress, kecemasan, dukungan keluarga, dan self care (Indriyati, 2019; Ningrum, 2018; Nuryatno, 2019; Sormin, 2019).

Kehidupan manusia memiliki nilai yang tidak tenilai, bagaimanapun keadaan kesehatannya, apabila kesehatan seseorang membaik atau memburuk akan membuat kesehatan memiliki tingkat kualitas lebih tinggi atau rendah. Hidup yang bebas dari suatu penyakit akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik jika dibandingkan dengan seseorang yang menderita penyakit, Hal ini dibuktikan oleh Stan Toler yang menilai kehidupan nya sendiri bahwa pada saat ia merasa sehat secara fisik dan emosional ia memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari pada ketika ia sedang tidak sehat (Toler, Stan, 2010),

Berdasarkan uraian tersebut, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang berhungan dengan kualitas hidup (Quality Of Life) pada penderita Diabetes Melitus pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan Jenis penelitian yang dilakukan merupakan observasional analitik yang bertujuan untuk menggambarkan, mengidentifikasi, memahami, dan menemukan atau memperoleh penjelasan tentang faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus (DM). Rancang bangun penelitian menggunakan desain studi cross sectional . Pelaksanaan penelitian ini di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dimulai pada bulan Februari 2022-Juni 2022.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, berdasarkan data medical record didapatkan 244 pasien DM rawat inap. Sampel penelitian berjumlah 58 pasien DM dengan teknik sampling yang digunakan yaitu Purposive Sampling.

Instumen yang digunakan dalam penelitian ini WHOQOL-BREF. Kuisioner digunakan untuk mengukur faktor yang apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM. Kuisoner WHOQOL-BREF terdiri dari 26 pertanyaan dengan menggunakan skala likert dengan 5 (lima) pilihan jawaban yaitu 1-2-3-4-5 yang dikelompokkan menjadi aitem favorable dan aitem unfavorable.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Univariat

a.   Karakteristik Responden

 

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Pasien DM Rawat Inap di  Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2022.

Karakteristik

n

%

Umur

 

 

> 40 tahun

49

84,5

< 40 tahun

9

15,5

Jenis Kelamin

 

 

Laki-laki

28

48,3

Perempuan

30

51,7

Status Pernikahan

 

 

Tidak Menikah

6

10,3

Menikah

52

89,7

Tingkat Pendidikan

 

 

Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP)

28

48,3

Tinggi (SMA, PT)

30

51,7

Tingkat Pendapatan

 

 

Rendah (<1.500.00-2.500.000)

43

74,1

Tinggi (>2.500.000->3.500.000)

15

25,8

Lama Menderita

 

 

Panjang (>10 tahun)

30

51,7

Pendek (<10 tahun)

28

48,3

Komplikasi Penyakit

 

 

Ada

36

62,1

Tidak ada

22

37,9

Kepatuhan Minum Obat

 

 

Kurang patuh

35

60,3

Patuh

23

39,7

Kualitas Hidup

 

 

Rendah

35

60,3

Tinggi

23

39,7

           

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa Responden pada penelitian ini berjumlah 58 pasien DM rawat inap yaitu mayoritas berumur > 40 tahun yang berjumlah 49 orang (84%) , mayoritas berjenis kelamin perempuan berjumlah 30 orang (51,7%) dengan status rata-rata telah menikah berjumlah 52 orang (89,7%), mayoritas tergolong berpendidikan tinggi berjumlah 30 orang (51,7%) dan mayoritas berpendapatan rendah berjumlah 43 orang (74,1%), mayoritas menderita DM > 10 tahun berjumlah 30 orang (51,7%) dengan mayoritas mengalami komplikasi penyakit berjumlah 36 orang (62,1%), tergolong kurang patuh minum obat berjumlah 35 orang (60,3%) serta mayoritas memiliki kualitas hidup yang rendah berjumlah 35 orang (60,3%).

 

Analisis Bivariat

 

Tabel 2

Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Lama menderita, Komplikasi Penyakit, dan Kepatuhan Minum obat dengan Kualitas Hidup Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Variabel

 

Kualitas Hidup

Total

p-value

 

Rendah

Tinggi

 

 

Umur

 

> 40 tahun

 

28

 

21

 

49

0,295

 

< 40 tahun

7

2

9

Jenis Kelamin

 

 

Laki-laki

 

 

16

 

 

12

 

 

28

 

0,630

 

Perempuan

19

11

30

Status Pernikahan

 

Tidak Menikah

 

4

 

2

 

6

1,000

 

Menikah

31

21

52

Tingkat Pendidikan

 

 

 

 

Rendah

 

 

 

 

28

 

 

 

 

0

 

 

 

 

28

 

0,000

 

 

Tinggi

7

23

30

Tingkat Pendapatan

 

 

Rendah

 

 

30

 

 

13

 

 

43

0,013

 

Tinggi

5

10

15

 

 

 

 

 

Lama Menderita

 

 

 

 

 

0,009

 

>10 tahun

23

7

30

 

<10 tahun

12

16

28

Komplikasi Penyakit

 

 

 

 

 

 

0,018

 

Ada

26

10

36

 

Tidak ada

9

13

22

Kepatuhan Minum Obat

 

 

 

 

 

 

0,000

 

Kurang Patuh

35

0

35

 

Patuh

0

23

23

 

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada variabel umur pasien DM rawat inap, dari 49 responden dengan umur >40 tahun mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 28 orang dan 21 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan dari 9 responden dengan umur <40 tahun mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 7 orang dan 2 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,295, sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan antara umur pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel jenis kelamin pasien DM rawat inap dapat dilihat dari 30 responden berjenis kelamin perempuan terdapat 19 orang mempunyai kualitas hidup rendah dan 11 orang mempunyai kualitas hidup yang tinggi. Sedangkan 28 responden berjenis kelamin laki-laki terdapat 16 orang mempunyai kualitas hidup yang rendah dan 12 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,630, sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel status pernikahan pasien DM rawat inap , dari 52 responden yang menikah mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 31 orang dan 21 orang yang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan 6 responden yang tidak menikah mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 4 orang dan 2 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=1,000, sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan antara status pernikahan pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel tingkat pendidikan pasien DM rawat inap dapat dilihat dari 30 responden berpendidikan tinggi (SMA, PT) mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 23 orang dan 7 orang mempunyai kualitas hidup rendah. Sedangkan 28 responden berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP) mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 28 orang. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,000, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel tingkat pendapatan pasien DM rawat inap dapat dilihat dari 43 responden berpendapatan rendah berkisar <1.500.000-2.500.000 mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 30 orang dan 10 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan dai 15 responden berpendapatan tinggi berkisar >2.500.000->3.500.000 mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 10 orang dan 5 orang mempunyai kualitas hidup rendah. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,013, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara tingkat pendapatan pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel lama menderita pasien DM rawat inap dapat dilihat dari 30 responden dengan lama menderita >10 tahun mempunyai kualitas hidup yang rendah terdapat 23 orang dan 7 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan dari 28 responden dengan lama menderita <10 tahun mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 16 orang dan 12 orang mempunyai kualitas hidup yang rendah. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,009, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara lama menderita pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel komplikasi penyakit pasien DM rawat inap dapat dilihat dari 36 responden dengan ada komplikasi mempunyai kualitas hidup yang rendah terdapat 16 orang dan 10 orang mempunyai kualitas hidup tinggi. Sedangkan dari 22 responden dengan tidak ada komplikasi penyakit mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 13 orang dan 9 orang  mempunyai kualitas hidup rendah. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,018, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara komplikasi penyakit pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Variabel kepatuhan minum obat pasien DM rawat inap dapat terlihat bahwasanya dari 35 responden dengan katagori kurang patuh mempunyai kualitas hidup rendah terdapat 35 orang. Sedangkan dari 23 responden dengan katagori patuh mempunyai kualitas hidup tinggi terdapat 23 orang. Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,000, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara kepatuhan minum obat pasien DM rawat inap dengan kualitas hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

 

Pembahasan

1.   Hubungan Umur dengan Kualitas Hidup Pasien DM

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pasien DM dengan kelompok umur > 40 tahun dan <40 tahun sebagian besar sama-sama memiliki kualitas hidup yang rendah yaitu 28 orang (72,0%) dan 7 orang (77,5%). Penelitian lebih lanjut juga didapatkan nilai p=0,295 sehingga nilai (p>α(0,05)) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kualiatas hidup pasien DM.

Penelitian ini sejalan dengan Erna Irawan (2021) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus.

Penelitian pendukung lainnya oleh Merris Hartati Sormin (2019) dalam penelitian nya ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kualitas pasien diabetes mellitus tipe 2, hal ini disebabkan jumlah subjek yang <40tahun sedikit jumlahnya serta subjek umur >40tahun pada umumnya telah menerima segala kondisi sebagai penderita DM dan meningkatkan perawatan diri untuk mempertahankan kesehatan.

Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Carmak dan Gen (2020) di Turkey melaporkan bahwa menemukan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus memiliki penurunan seiring bertambahnya usia (65+), sedangkan usia yang lebih rendah (<65) ditemukan kualitas hidup yang mengalami peningkatan .

Demikian juga penelitian Herdianti (2017) mengatakan bahwa umur menjadi determinan kualitas hidup didapatkan nilai OR=3,13 dan signifikan berhubungan, subjek yang berusia >40 tahun memiliki resiko 3,13 kali lebih besar memiliki kualitas hidup yang kurang baik jika dibandingkan dengan subjek berusia <40 tahun, hal ini disebabkan seiring bertambahnya usia pada pasien DM terjadi perubahan fisiologis, anatomis serta biokimiawi dapat meningkatkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin, maka dengan hal ini akan menimbulkan berbagai permasalahan secara fisik, psikologis, dan sosial sehingga akan mengalami keterbatasan dan terjadi penurunan kualitas hidup, selain dari itu bertambahnya usia berpengaruh pada kemampuan merawat diri, penurunan fungsi tubuh akan berdampak terhadap penatalaksaan manajemen DM tipe 2 dan menimbulkan berbagai masalah gangguan kesehatan lainya.

Umur sangatlah erat berkaitan dengan kadar glukosa darah sekitar 90-95% dari seluruh penyandang yang banyak mengalami adalah orang dewasa diatas 40 tahun (Smeltzer., Bare, 2017).

Menurut WHO kadar glukosa darah akan naik 1-2 jam mg/dl setelah makan seringkali dialami diatas usia 30 tahun, serta disebabkan oleh kemampuan prankreas yang menurun (WHO,2019).

Dalam perspektif Islam umur dengan kesehatan sangat erat berkaitan karena semakin bertambahnya umur dari 40-60 tahun akan mengalami perubahan fisik maupun psikis. Pada usia tersebut disebut dengan lansia. Pada lansia akan terjadi penuaan dan penurunan dibandingkan usia baya (Fitriani, 2016).

Masa lansia terjadi penurunan kemampuan fisik, penurunan aktivitas, cenderung kehilangan semangat, serta mengalami gangguan kesehatan (Fitriani, 2016).

Sebagaimana perubahan fisik dalam Al-Quran Surah Yasin ayat 68, yang artinya sebagai berikut : ”Dan barang siapa yang kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan”

Selain itu perubahan fisik juga terdapat dalam Al-Quran Surah Ar-Rum ayat 54, yang artinya sebagai berikut: “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian  Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudia Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu menjadi lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa “

Sedangkan perubahan psikis dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 70, yang artinya : “Supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya” Maksud dari arti penggalan ayat diatas karena apabila seseorang sangat tua maka pikiran dan akal yang sangat cerdas di waktu muda kian lama menurun, sampai hilang ingatan sama sekali dan menjadi lupa.

2.   Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup Pasien DM

       Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pasien DM perempuan dan pasien DM laki-laki sebagian besar memiliki kualitas hidup yang rendah dimana dari 30 pasien perempuan, 19 orang (63,3)% diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan dari 28 pasien DM laki-laki, 16 orang (57,2%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah juga. Berdasarkan hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien DM karena nilai p=0,630 (p>α(0,05)).

       Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulan Meidikayanti (2017) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien DM, hal ini ditunjukkan dengan subjek berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan sama-sama memilki presentase kualitas hidup yang buruk yaitu 50% dan 52%.

       Demikian penelitian pendukung lainnya oleh Naruemon Auemaneekul di Thailand (2021) bahwa dalam study research menganalisis jenis kelamin tidak terikat atau tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup dikarenakan pria dan wanita sama-sama memilki peran dan fungsi yang sama di dalam suatu masyarakat.

       Akan tetapi bertentangan dengan penelitian Carmak dan Glen (2020) di Turkey mengatakan ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup dengan nilai p=0,042 yang berarti p<0,05, dimana jenis kelamin wanita lebih memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan dengan laki-laki.

       Penelitian Abdul Rahman Arshad (2022) ,Purwaningsih (2018) dan Herdanti (2017) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup DM tipe 2, hal ini ditunjukkan dengan subjek penderita DM tipe memiliki kualitas hidup yang buruk sebagian besar merupakan pasien wanita dan kualitas hidup yang baik adalah pasien laki-laki itu artinya perempuan diyakini memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dari pada laki-laki.

       Tingginya kasus diabetes pada wanita disebabkan oleh kelebihan berat badan dan wanita memproduksi hormon esterogen yang menyebabkan terjadinya lemak di subkutis. Pada pria lemak tubuh sekitar >25% sedangkan jumlah lemak tubuh wanita lebih besar sekitar >35%. Keadaan ini menjadi penyebab kasus diabetes lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria (Soegondo,2018).

       Dalam Islam jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki yang diciptakan Allah SWT sama-sama diberikan akal sehat serta sama-sama diberikan beban hukum syariat walaupun terdapat perbedaan.

       Laki-laki dan perempuan keduanya juga sama dalam mendapatkan pahala serta siksaan dari Allah SWT baik bersifat duniawi ataupun ukhwari secara keseluruhan.

            Allah berfirman dalam Al-Quran Surah At-Taubah ayat 71, yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”

3.   Hubungan Status Pernikahan Kualitas Hidup Pasien DM

       Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pasien DM dengan status menikah dan status tidak menikah sebagian besar sama-sama memiliki kualitas hidup rendah dimana dari 52 pasien DM ,31 orang (59,6)% yang menikah diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan dari 6 pasien DM tidak menikah, 4 orang (66,7%) diantaranya memiliki kualitas hidup rendah juga. Analisis lebih lanjut membuktikan bahwa bahwa tidak ada hubungan antara status pernikahan dengan kualitas hidup pasien DM karena nilai p=1,000 (p>α(0,05)).

       Penelitian ini sejalan dengan penelitian Naruemon Auemaneekul di Thailand (2021) mengatakan bahwa status pernikahan tidak terikat atau tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup, dan mengungkapkan study research yang dilakukan cukup homogen jika ditinjau dari status pernikahan dimana sebagia besar dari dua pertiga subjek nya adalah berpasangan (71,3%) dan diyakini bahwa individu di era sekarang mampu atau dapat hidup secara mandiri tanpa adanya pasangan hidup, selain itu terdapat banyak kemudahan untuk membantu individu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.                                      Penelitian lainnya yang sejalan oleh Irma Elizabeth Huayanay-Espinoza di Peru (2021) mengatakan bahwa penelitian nya berbeda dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa kualitas hidup berhubungan positif dengan menjadi pasangan. Dalam study research yang dilakukan ternyata tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kualitas hidup dengan status pernikahan.

       Namun penelitian ini bertentangan dengan penelitian  Carmak dan Glen (2020) di Turkey, mengatakan bahwa kualitas hidup pasien single (janda/cerai) mengalami penurunan jika dibandingkan dengan penderita diabetes yang menikah dengan nilai p=0,0001 berarti p<0,05 hal ini menandakan ada hubungan signifikan antara status pernikahan dengan kualitas hidup.

       Selain itu penelitian Jenan Al Matrouk di Kuwait (2021) mengatakan bahwa status pernikahan dari seorang individu yang single (cerai) secara statistik signifikan menjadi prediktor kualitas hidup yang buruk, karena status pernikahan terkait ada hubungan signifikan dengan kualiatas hidup pada domain hubungan sosial.

       Perbedaan teori tentang status pernikahan antara menikah dan tidak menikah memang disebabkan adanya suatu gangguan berupa depresi mayor yang lebih sering dialami oleh individu yang bercerai atau lajang dibandingkan dengan yang telah menikah (Shoufiah., Nuryanti, 2022).

       Perkawinan atau menikah satu-satunya syariat Allah SWT yang mensyariatkan banyak aspek didalamnya salah satunya adalah aspek sosial, dimana rumah tangga yang baik sebagai fondasi masyakarat yang baik. Sebab perkawinan diibaratkan sebagai ikatan yang sangat kuat berawal dari tidak mengenal satu sama lain dan dari suku yang berbeda (Jarbi, M, 2019).

       Selain itu menikah memiliki hikmah yaitu menyambung silatrurahmi setelah terbentuk menjadi berbagai kelompok bangsa besar keseluruhan alam yang berawal dari Tuhan hanya menciptakan manusia yaitu Adam AS, kemudian menciptakan Siti Hawa sebagai pasangan hidup dan manusia berkembang biak (Jarbi, M, 2019).

       Sebagaimana Sabda Rasullah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yaitu memerintahkan kepada umatnya untuk memilih wanita yang subur keturunannya: “Nikahlah kamu, sesungguhnya aku menginginkan darimu umat yang banyak”

4.   Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kualitas Hidup Pasien DM

       Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 30 pasien DM dengan tingkat pendidikan tinggi, 23 orang (76,7%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang tinggi dan sebaliknya dari 28 pasien DM dengan tingkat pendidikan rendah, 28 orang (100%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa nilai p=0,000 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien DM.

       Penelitian ini sejalan dengan Erida Damanik (2019) dalam penelitiannya menunjukkan tingkat pendidikan didapatkan bahwa pasien yang memiliki kualitas hidup baik berada pada kelompok berpendidikan tinggi (69,2%), sedangkan pada kelompok berpendidikan rendah memiliki kualitas hidup yang buruk (51,4%), dan dianalisa statistik terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2.

       Penelitian Carmak dan Glen (2020) di Turkey menemukan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan kualitas hidup dengan nilai p= 0,0001 yang berarti p<0,05 mengungkapkan pendidikan yang lebih tinggi mengalami peningkatan kualitas hidup karena semakin berkurang atau menurun tingkat kecemasan dan depresi pada suatu penyakit.

       Demikian pula penelitian yang sejalan dilakukan oleh Indriyati (2019) mengatakan pendidikan lebih rendah akan mengakibatkan rendahnya kualitas hidup pasien DM tipe 2, hal ini memiliki arti bahwa kualitas hidup penderita DM tipe 2 dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil tersebut, kualitas hidup yang baik akan diperoleh oleh kelompok yang berpendidikan tinggi, hal ini dikarenakan kelompok yang berpendidikan tinggi selalu mencari informasi lebih banyak sehingga akan mempengaruhi kualitas hidupnya.

       Tingkat pendidikan dapat mencerminkan kemampuan intelektual seorang pasien karena dengan pendididikan tinggi seseorang dapat dikatakan memiliki pengetahuan yang cukup dan memiliki kemudahan dalam memahami suatu informasi dan memahami tentang kondisi kesehatanya (meningkatkan pengenalan terhadap faktor yang mempengaruhi kesehatan dan efek jangka panjang terhadap kesehatan), yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan membantu dirinya dalam menjalankan manajemen pengobatan yang dijalaninya (Shoufiah., Nuryanti, 2022).

       Pendidikan dalam perspektif islam bahwa islam sangatlah mengedepankan pendidikan. Wahyu pertama Allah SWT diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu Surah Al-Alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptkan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengam perantara kalam”

       Kemudian implementasi dari wahyu pertama “membaca” dalam dunia pendidikan. Islam sangat memperhatikan dunia pendidikan sebagaimana tercermin dari hadis Rasurullah SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yaitu Rasulullah SAW bersabda: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup dizaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”

Ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan kondisi sekarang dan kehidupan dimasa depan, maka dari itu pendidikan sangat perlu untuk disebarluaskan.

5.   Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kualitas Hidup Pasien DM

            Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 43 pasien DM dengan tingkat pendapatan rendah, 30 orang (51,7%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 15 pasien DM dengan tingkat pendapatan tinggi, 10 orang (25,6%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa nilai p=0,013 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kualitas hidup pasien DM.

            Penelitian ini sejalan dengan penelitian Esmael Zarei di Neyshabur (2013) bahwa tingkat pendapatan rumah tangga >4.000.000 rial signifikan dengan kualitas hidup terkait dengan total dan empat domain WHOQoL dengan nilai (p=0,001).

            Selain itu penelitian oleh Saleh Alsuwayt di Saudi Arabia (2021), bahwa pasien DM yang memiliki pendapatan rumah tangga bersih/bulan <5.000 SAR ada hubungan signifikan dengan kualtias hidup dibandingkan pasien DM lainnya.

            Faktor keuangan sangat erat hubungan dan pasien DM dengan kualitas hidup karena memerikasaan darah dan obat-obatan memerlukan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, dan akan berlangsung terus tanpa henti (Tandra,2021).

            Biaya cenderung lebih banyak mengingat komplikasi bakal timbul, semua pasti menjadi beban bagi pasien DM dan keluarga sehingga orang akan cenderung menyepelekan obat generik, padahal obat paten tidak selalu lebih unggul daripada obat generik. Bagi orang penderita diabetes disiplin mejalani gaya hidup sehat dan pola makan yang benar jauh lebih penting dari pada mereka memilih obat mahal atau menambah dosis obat (Tandra,2021).

            Berdasarkan teori lain H.L Blum faktor ekonomi berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan masyarakat, maka perlu dilakukan intervensi dalam bentuk perbaikan seperti program peningkatan pendidikan serta perbaikan sosial ekonomi masyarakat (Novela, dkk, 2021).

            Pendapatan dalam perspektif Islam erat kaitannya terhadap kesejahteraan keluarga. Berdasarkan penelitian Azzohrah (2019) yang berjudul “ Telaah Hukum Ekonomi Islam Terhadap Pendapatan Istri Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga” , menyatakan bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga.

            Demikian juga dengan Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya memuji orang yang memakan rizki dari hasil usahanya sendiri, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari: “Telah menceritakan kepada kami Ibrahim Bin Musa, Telah menyebarkan kepada kami Isa Bin Yunus dari Tsaur dari Khalid Bin Ma’dan dari Al Miqdam radliallahu’anhu dari Rasulullah Shallalahu’alaihi wassalam bersadda: “Tidak ada orang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud AS memakan makanan dari hasil usahanya sendiri”

6.   Hubungan Lama Menderita dengan Kualitas Hidup Pasien DM

       Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 30 pasien DM dengan lama menderita DM katagori panjang (>10tahun), 23 orang (76,6%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 28 pasien DM dengan lama menderita DM katagori pendek (<10tahun), 16 orang (57,1%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa nilai p=0,009 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama menderita dengan kualitas hidup pasien DM.

       Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariani (2020) bahwa terdapat hubungan antara lama menderita dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2, dimana sebagian besar dari pasien yang lama menderita DM lebih dari 10 tahun memiliki kualitas yang lebih buruk jika dibandingkan dengan pasien yang menderita DM kurang dari 10 tahun

       Hariani (2020) berpendapat hal itu terjadi karena semakin lama seseorang menderita diabetes, maka semakin besar pula resiko terjadinya masalah kesehatan dan akan memperparah penyakit yang diderita disebabkan oleh menurunnya kemampuan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin dalam memenuhi kebutuhan tubuh.

       Selain dari pada itu kesehatan organ tubuh utamanya terdapat pada sistem kardiovaskular semakin lama akan semakin memburuk yang diakibatkan oleh glukosa darah yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama akan terjadi masalah seperti arterosklerosis dan penurunan viskositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah dan penurunan suplai darah pada perifer tubuh akan berujung pada timbulnya masalah organ tubuh dan akan terjadi komplikasi diabetes (Hariani,2020).

       Penelitian ini didukung oleh Halimatou Alaofe (2022) bahwa pasien DM dengan durasi DM lebih dari 5 tahun dan mempunyai penyakit penyerta lebih cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah terutama pada domain kepuasan hidup.

       Penelitian lain nya juga didukung oleh Devi Marlina (2020) dalam penelitian nya menyatakan bahwa kualitas hidup penderita DM meningkat dengan lama penyakit kurang dari 6 tahun dengan nilai (p=0,007).

       Durasi atau lamanya seseorang menderita DM selama hidupnya khususnya DM tipe 2, maka akan menjadi penyebab terhadap terjadinya komplikasi peningkatan kadar glukosa yang terus menerus berperan dalam proses terjadinya kelainan neuropatik, komplikasi mikrovaskuler, dan makrovaskuler. Komplikasi jangka panjang tampak pada DM tipe 1 dan 2 (Smeltzer.,Bare, 2017).

       Lamanya seseorang menderita penyakit merupakan sebuah peringatan untuk mereka lebih berserah diri kepada Allah SWT karena sesungguhnya itu adalah sebuah ampunan serta Rahmat dari Allah SWT.

       Hadis Rasulullah SAW diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila Allah menguji seorang hamba yang muslim berupa ujian pada tubuhnya, Allah berfirman kepada malaikat : “Tulislah untuknya (pahala) atas amal saleh yang biasa ia lakukan. Maka jika Dia menyembuhkannya, berarti Dia telah mencucinya dan mensucikannya. Dan jika Dia menggenggam ruhnya, berarti Dia telah mengampuninya dan merahmatinya”

       Keadaan lama dalam kondisi sakit, apabila ada seseorang yang menderita penyakit dalam waktu yang lama, maka Allah akan memerintahkan kepada malaikat untuk tetap mencatat pahala atas amal saleh yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit tersebut diwaktu sehatnya, namun kemudia terhenti karena sakitnya.

7.   Hubungan Komplikasi Penyakit dengan Kualitas Hidup Pasien DM

       Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 36 pasien DM yang mempunyai komplikasi penyakit, 26 orang (72,2%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 22 pasien DM yang tidak mempunyai komplikasi penyakit, 13 orang (59,1%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa nilai p=0,018 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan antara komplikasi penyakit dengan kualitas hidup pasien DM.

       Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merris Hartati Sormin (2019) mengatakan bahwa sebagian subjek penelitian yang memiliki komplikasi lebih mempunyai peluang lebih tinggi memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki komplikasi.

       Penelitian dari Hariani (2020) juga mengatakan bahwa dengan adanya komplikasi DM sangat berkaitan dengan rendahnya kualitas hidup penderita, dimana keberedaan komplikasi penyakit DM dapat memperngaruhi kualitas hidup seorang pasien baik secara fisik yaitu sering merasakan nyeri, cepat merasakan lelah, terjadinya gangguan mobilitas serta merasakan ketidaknyamanan dari segi mental seperti kurangnya percaya diri, mudah sedih, stress, depresi, dan isolasi sosial.

       Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Reza Abedini di Birjand (2020) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes tipe 2 adalah adanya komplikasi penyakit. Pasien diabetes yang mempunyai riwayat komplikasi kronis termasuk neuropati dan nefropati secara signifikan terkait dengan penurunan tingkat kualitas hidup, masalah tersebut diamati pada pasien nefropati dari segi mobilitas dan nyeri sedangkan pada pasien neuropati dari segi mobilitas, nyeri dan kegiatan rutin ternyata hasil lebih signifikan terhadap kualitas hidup pasien diabetes.         

       Menurut Megari dalam Dina Andesty (2018), Penyakit kronis mempengaruhi kualitas hidup karena dapat membatasi individu untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting. Adanya penyakit kronis juga mengganggu kontrol perasaan seseorang terhadap dirinya. Seseorang dengan penyakit kronis cenderung membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain yang lebih sehat.

       Komplikasi pada pasien DM baik akut dan kronik dapat menyebabkan hal yang sangat serius, gangguan produksi insulin akan menimbulkan berbagai permasalahan baik makrovaskuler maupun mikrovasluer. Semakin lama komplikasi dialami pasien DM akan menyebabkan kualitas hidupnya menurun karena terjadi penurunan kondisi terhadap fisik serta mental (Damayanti,S, 2017).

       Dalam perspektif Islam penyakit komplikasi sampai mereka terjatuh sangat sakit sebenarnya dalam islam adalah penawar dari sebuah dosa yang telah dilakukan.

       Setiap orang pasti mendapakan musibah, penyakit, dan malapetaka seperti contoh kematian orang yang dicintai, kehilangan kerabat, kejatuhan ekonomi atau keuangan, kesusahan, kesulitan fisik, demam, dan segala rasa sakit dan juga penderitaan.

       Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Asy-Syura ayat 30, yang artinya: “Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatanmu sendiri dan Allah banyak memaafkan”

8.   Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup Pasien DM

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari 35 pasien DM yang kurang patuh minum obat, 35 orang (100%) diantaranya memiliki kualitas hidup yang rendah dan sebaliknya dari 23 pasien DM yang patuh minum obat, 23 orang (100%) memiliki kualitas hidup yang tinggi. Berdasarkan analisa penelitian didapatkan bahwa nilai p=0,000 sehingga (p<α(0,05)) menunjukkan bahwa ada hubungan kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien DM.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suci Nugraha (2019) mengatakan bahwa dalam penelitian nya terdapat hubungan signifikan antara kepatuhan dan kualitas hidup, seorang pasien DM menunjukkan tingkat kepatuhan sedang ternyata kurang konsisten terhadap pengobatan. Kepatuhan dalam manajemen pengobatan secara intensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan kesehatan fisik lebih baik serta kondisi psikologis yang stabil pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Yuli Wahyuni (2021) dalam penelitian dengan metode literarure review mengatakan bahwa kualitas hidup pasien DM tipe 2 secara signifikan terkait dengan kepatuhan pengobatan, karena peningkatan satu skor kepatuhan dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup pasien. Kepatuhan pengobatan dapat menurunkan morbiditas, mortalitas, dan komplikasi penyakit dengan cara meningkatkan efikasi diri dan manajemen diri dalam penatalaksanaan penyakit DM.

Yuli Wahyuni (2021) mengatakan kepatuhan pengobatan juga dapat menurunkan diabetes distress karena bisa lebih awal memprediksi, sehingga efek negatif dari diabetes distress seperti halnya memiliki kebiasaan makan buruk dan ketidakmampuan menjalankan pola hidup sehat tidak akan terjadi.

Penelitian sejalan juga dilakukan oleh Diah Aryani Perwitasari (2018) mengatakan dalam penelitian nya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kepatuhan dan kesusahan (distress) disebabkan beban emosional dengan kualitas hidup.

Penelitian ini juga didukung oleh Nurul Mutmainah (2020) mengatakan dalam penelitian nya bahwa terdapat hubungan yang signifikan kuat antara kepatuhan dengan kualitas hidup penderita diabetes tipe 2 diperoleh hasil analisa prevalence ratio (PR) = 17,44 yang berarti pasien dengan tingkat kepatuhan yang tinggi memiliki prevalensi kaulitas hidupnya baik sebesar 17,44 kali jika dibandingkan dengan pasien DM dengan tingkat kepatuhan yang rendah.

Penelitian Qufa Naufanesa (2020) bahwa kepatuhan penggunaan obat dengan kualitas hidup pasien DM mempunyai hubungan yang signifikan, dari segi arah hubungan memiliki nilai 0,309 yang artinya positif sehingga hubungan antara kedua variabel bersifat searah, apabila kepatuhan penggunaan obat terus ditingkatkan dengan baik makan kualitas hidupnya juga akan meningkat.

Melakukan upaya pengobatan dan diagnosis terhadap penyakit baru diderita ataupun sudah menetap dapat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan menerapkan konsep pencegahan penyakit (Novela,dkk 2021).

Islam memegang teguh ajaran terutama dalam memperhatikan bidang kesehatan baik fisik (jasmani), mental serta spiritual secara keseluruhan. Selain itu Islam berhubungan dengan epidemiologi menganjurkan semua umat untuk melalukan pengobatan ketika mengalami suatu penyakit atau berobat jika sakit, Hal ini tercermin dalam Al-Quran :

Al- Quran Surah Yunus ayat 57, yang artinya adalah sebagai berikut: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”

Perintah mencegah penyakit tidak menular seperti DM, Hipertensi, dan Goat tercermin dalam Al-Quran surah Al – A’raf ayat 31, yang artinya: “Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”

 

Kesimpulan

1.   Berdasarkan karakteristik pasien DM rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2022 dari 58 responden, sebagian besar berjenis kelamin perempuan, berada pada kelompok umur > 40 tahun, mayoritas berstatus menikah, memiliki tingkat pendidikan tinggi, memiliki tingkat pendapatan yang rendah, mayoritas pasien DM dengan lama menderita DM waktu panjang, mayoritas memiliki komplikasi penyakit, dan mayoritas pasien DM kurang patuh minum obat serta memiliki kualitas hidup yaang rendah.

2.  Faktor yag berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2022 yaitu tingkat pendidikan,tingkat pendapatan, lama menderita, komplikasi penyakit, dan kepatuhan minum obat, sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2022 adalah umur, jenis kelamin, dan status pernikahan.

 

 

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Abedini, Mohammad Reza., et.al. (2020). The Quality of Life of The Patients with Diabetes Type 2 Using EQ-5D-5 L in Birjand. Health and Quality of Life Outcomes, 18(18),1-9

 

Alaofe, Halimatou. (2022). Factors Associated with Quality of Life in Patients with Type Diabetes of South Benin: A Cross-Sectional Study. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(2360),1-13

 

Al-Matrouk, Jenan., Al-Sharbati, Marwah. (2021). Quality of Life of Adult Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Kuwait:A Cross-Sectional Study. Medical Principles and Practice, 1-8

 

Alsuwayt, Saleh. (2021). Quality of Life Among Type II Diabetic Patiens Attending The Primary Health Centers of King Saud Medical City in Riyadh, Saudi Arabia. Journal of Family Medicine and Primary Care, 10 (8), 3040-3046

 

Andesty, Dina. (2018). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) di Panti Griya Werdha Kota Surabaya. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Airlangga Surabaya

 

American Diabetes Assosiation. (2015). Standards of Medical Care in Diabetes 2015-Abridged for Primary Care Providers. Clin Diabetes, 33(2), 97-113

 

Arshad, Abdul.R., Sarir, Nauman., Kohistani, Tehseen.A., Ali, Gulzar., Khitab, Sumbal. (2022). Quality of Life in Patients of Type 2 Diabetes Mellitus. Pak Armed Forces Med J, 72(2), 255-258

 

Auemaneekul, Naruemon., Kittipichai,W., Komaratat, C. (2021). Quality of Life For Type II Diabetes Mellitus Patients in A Suburban Tertiary Hospital in Thailand. Journal of Health Reseacrh, 35(1), 3-14

 

Azzohrah, N., Wahab, A., Ridwan, S.(2019). Telaah Hukum Ekonomi Islam Terhadap Pendapatan Istri Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga. DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum, 17(1), 223-244

 

Carmak, S., Gen, E. (2020). Relationship Between Quality of Life, Depression and Anxiety in Type 1 and type 2 Diabetes. Dusunen Adam The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences, 33, 155-169

 

Damanik, Erida. (2019). Relationship Between Family Support and Quality of Life Among Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Hospital Tk.IV Pematangsiantar North. IJPHCS (International Journal of Public Health and Clinical Sciences), 6(6), 50-61

 

Damayanti, S.(2017). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika

 

Dinkes Yogyakarta. (2020). PROFIL KESEHATAN TAHUN 2020 KOTA YOGYAKARTA (DATA TAHUN 2019). Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta

 

Fitriani, M. (2016). Problem Psikospiritual Lansia Dan Solusinya Dengan Bimbingan Penyuluhan Islam (Studi Kasus Balai Pelayanan Sosial Cepiring Kendal). Jurnal Ilmu Dakwah, 36(1), 76

 

Hariani. (2020). Hubungan Lama Menderita dan Komplikasi DM Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Batua Kota Makasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(1), 56-63

 

Helmawati, Triana. (2021). Cegah Diabetes Sebelum Terlambat, Sebuah Cara Hidup Sehat Agar Terhindar Dari Diabetes. Yogyakarta: HEALTH

 

Herdianti. (2017). Determinan Kualiatas Hidup Penderita DM tipe 2 di RSUD Ajjpange. Journal Endurance, 2 (1), 74-80

 

Huayanay, Irma E.E., et.al. (2021). Quality of Life and Self-efficacy in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in A Peruvian Public Hospital. MEDwafe (Peer-Reviewed General Biomedical Journal), 21(02)

 

Indriyati, I., Purwandari, E. (2019). Hubungan Konsep Diri, Dukungan Sosial Dan Depresi Terhadap Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta)

 

Infodatin. (2020). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus). Jakarta: Kemenkes RI

 

International Diabetes Federation. (2019). Diabetes Atlas (9th ed). https:// www.diabetesatlas.org

 

Irawan, Erna.,Al Fatih, H., Faishal.(2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Babakan Sari. Jurnal Keperawatan BSI, 9(1), 74-81

 

Jarbi, M. (2019). Pernikahan Menurut Islam. PENDAIS, 1(1), 56-68

 

Marlina, Devi. (2020). Factors Affecting The Quality of Life in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Surakarta, Central Java. International Conference on Public Health Solo, 407

 

Meidikayanti, Wulan. (2017).Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 240-252

 

Mutmainah, Nurul. (2020). Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit di Jawa Tengah. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 17(2), 165-173

 

Naufanesa, Qufa.,dkk. (2020). Kepatuhan Penggunaan Obat dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Islam Jakarta. Media Farmasi, 17(2), 60-71

 

Ningrum, I.R. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dan Tingkat Pengetahuan dengan Kualitas Hidup Pasien DM tipe 2 di Puskesmas Nogosari Boyolali. Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Nugraga Suci., Putri, Kartika.S. (2019). Adherence and Quality of Life in Patients with Type II Diabetes Mellitus. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 307, 373-376

 

Nurrahmani, Ulfa. (2018). Stop Diabetes. Yogyakarta: Familia (Group Realasi Inti Media)

 

Nuryatno.(2019). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Hevetia Medan. Jurnal Kesehatan Global (JKG), 1(1), 18-24

 

Novela, V., Maisyarah., Adriani., Fajariyah, R., Sari, M., Susanty, S.D., Nurdin., Yanti, C.A. (2021). Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Media Sains Indonesia

 

PERKENI. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB. PERKENI

 

Perwitasari, Diah. A. (2018). Evaluation of Adherence, Distress and Quality of Life For Type 2 Diabetes Melitus Patients In Puskesmas Wedarijaksa I and Puskesmas Tragil Kabupaten Pati. Pharmaciana, 8(2), 267-274

 

Purwaningsih, N. (2018). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualiatas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi. UMSLibrary Institutional Repository Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-13

 

Putri, S.T., Fitriana, L.A., dan Ningrum,A. (2015). Studi Komparatif: Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal Bersama Keluarga dan Panti. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 1, 1-6

 

Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. (2018). Penatalaksaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)

 

Sormin, Merris.H., Tenrilemba, F.(2019). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Uptd Puskesmas Tunggakjati Kecamatan Karawang Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(2), 120-146

 

Schweyer, L. (2015). Diabetes and Quality Of Life. Revue de l’lnfirmiere, 64(211), 45-46.

 

Shoufiah, R., Nuryanti, S. (2022). Faktor-Faktor Penentu Kualitas Hidup Pasien Jantung Koroner. Yogyakarta: Jejak Pustaka

 

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2017). Textbook of Medical-Surgical Nursing. Volume 2. Philadelpia: Linpincut Williams & Willin

 

Tandra, Hans.(2021). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang DIABETES, Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes Dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

 

Toler, Stan. (2010). Total Quality Life: Strategies for Purposeful Living, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.BPK. Gunung Mulia

 

Wahyuni, Yuli. (2021) Improving The Quality of Life of Patients with Diabetes Mellitus Type 2 with Treatments Adherence (Literature Review). Medika Keperawatan Indonesia, 4(3), 235-246

 

Wikanda, G.(2015). Hubungan Kualitas Hidup dan Faktor Resiko Pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar Bali 2015. Intisari Sains Medis,8(1), 41-49

 

World Health Organization. (2019). Classification of Diabetes Mellitus. Geneva: WHO, 2019

 

Zarei, Ismail., Gholami, Ali. (2013). Quality of Life in Patients with Type 2 Diabetes: Application of WHHQoL-BREF Scale. Shiraz E Medical Journal, 14(3), 162-171

 

Copyright holder:

Arum Reyan Safitri, Tri Ani Marwati, Lina Handayani (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: