Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 9, September 2022

 

CLOSER ENVIRONMENTAL FACTORS, SELF-EFFICACY, DAN ENTREPRENEURIAL INTENTION: PERAN INDIVIDUAL ENTREPRENEURIAL ORIENTATION SEBAGAI MEDIATOR

 

Didacus Pindho Bismoko, Anny Nurbasari

Universitas Kristen Maranatha, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pekerja senior dengan usia 50 tahun merupakan pekerja yang sedang mempersiapkan masa tuanya. Survei menunjukkan bahwa pekerja di Indonesia khawatir pada kesejahteraannya. 54% dari responden survei tersebut memilih untuk menjadi entrepreneur apabila sudah memasuki masa pensiun. Beberapa penelitian menunjukkan kenaikan minat berwirausaha pada kategori usia ini. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode pengumpulan data survei kepada seluruh populasi yang berjumlah 118 responden. Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS). dengan melakukan uji inner dan outer model. Penelitian ini meneliti apakah close environmental factors (yang terdiri dari Closer Valuation of Entrepreneurship dan Closer Stigma of Entrepreneurship Failure) dan Self-Efficacy terhadap Entrepreneurial Intention. Selain itu penelitian ini juga menguji peran mediasi Individual Entrepreneurial Orientation pada hubungan close environmental factors dan Entrepreneurial Intention. Ditemukan bahwa Closer Stigma of Entrepreneurship Failure tidak berpengaruh negatif terhadap Entrepreneurial Intention dan hipotesis tentang peran mediasi Individual Entrepreneurial Orientation ditolak.

 

Kata Kunci: close environmental factors, Individual Entrepreneurial Orientation, Self-efficacy, Entrepreneurial Intention

 

Abstract

Senior workers with the age of 50 years are workers who are preparing for their old age. Surveys show that workers in Indonesia are concerned about their welfare. 54% of the survey respondents chose to become entrepreneurs when they entered retirement. Several studies show an increased interest in entrepreneurship at this age. This study is a quantitative study with survey data collection methods to the entire population of 118 respondents. The data analysis method in this study used Partial Least Square (PLS). by testing the inner and outer models. This study examines whether environmental factors are closely related (consisting of Closer Valuation of Entrepreneurship and Closer Stigma of Entrepreneurship Failure) and Self-Efficacy on Entrepreneurial Intention. In addition, this study also examines the mediating role of Individual Entrepreneurial Orientation on the close relationship between environmental factors and Entrepreneurial Intention. It was found that the Closer Stigma of Entrepreneurial Failure had no negative effect on Entrepreneurial Intention and the hypothesis about the mediating role of Individual Entrepreneurship Orientation was rejected.

 

Keywords: close environmental factors, Individual Entrepreneurial Orientation, Self-efficacy, Entrepreneurial Intention

 

Pendahuluan

Banyak penelitian membahas tentang minat pelajar atau mahasiswa untuk berwirausaha, namun penelitian tentang pekerja senior yang mempersiapkan masa pensiun untuk berwirausaha tidak dapat diabaikan. Kewirausahaan adalah proses melakukan sesuatu dengan menciptakan ide-ide baru yang berguna untuk memecahkan permasalahan dan tantangan masyarakat untuk memberikan keuntungan individu maupun memberi nilai baru bagi masyarakat.(Pavón, 2009; Scarborough & Cornwall, 2016) Menurut Ortega-Lapiedra (2020) older entrepreneurship adalah fenomena yang harus diamati, dipelajari dan dipromosikan secara keseluruhan bukan diisolasi sebagai minoritas atau hanya dianalisis dari sudut pandang kinerja perusahaan saja.

Pensiun secara harfiah diartikan sebagai tidak bekerja karena masa tugasnya sudah habis. Namun tidak semua pekerja siap untuk menghadapi pensiun. Survei yang dilakukan oleh HSBC Global bertajuk Future of Retirement, Bridging the Gap merupakan survei terhadap 17,405 orang di 16 negara. Di Indonesia, survei dilakukan pada 1.050 orang yang terdiri dari usia produktif dan pensiun. (Fauzia, 2019)

Survei tersebut menunjukkan bahwa 86% dari responden khawatir akan dapat hidup dengan nyaman, 83% khawatir akan meningkatnya kebutuhan biaya kesehatan, dan 77% khawatir akan kehabisan dana pensiun. Dikutip dari Kompas (Fauzia, 2019), berdasarkan survei tersebut, 68% responden yang menginginkan masa tua yang nyaman, 30% telah sadar dan tergerak untuk mulai berinvestasi untuk masa pensiun mereka. Survei yang sama menemukan bahwa 54% responden memilih untuk memulai berwirausaha.

Kekhawatiran yang muncul diantara pekerja tersebut dialami juga oleh pekerja senior di Universitas X. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) universitas tersebut, ditemukan bahwa manfaat dana pensiun yang diberikan kepada pegawai purna bakti kurang memuaskan. Hal ini dikonfirmasi oleh kepala biro yang mengelola sumber daya manusia di universitas tersebut melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Kepala divisi kesejahteraan menambahkan bahwa beberapa pegawai purnabakti menggunakan manfaat dana pensiun tersebut untuk hal konsumtif. Kepala biro yang mengelola sumber daya manusia di universitas tersebut menganggap bahwa ini bisa menjadi “potential problem”.

Ortega-Lapiedra (2020) menemukan bahwa jumlah wirausahawan yang memulai perjalanannya di jalur wirausaha setelah mencapai usia 50 tahun semakin menjadi perilaku yang lebih berfokus pada peluang, inovasi dan passion, tidak hanya karena kebutuhan. Orang yang lebih tua memiliki potensi untuk menjadi wirausahawan (Ratten, 2019). Ketika mereka memiliki lebih banyak waktu di masa pensiun, ada kesempatan bagi mereka untuk mengejar mimpi yang sebelumnya belum terwujud selama mereka bekerja di perusahaan.

Peneliti berpendapat bahwa memahami bagaimana pekerja di atas 50 tahun (yang sedang mempersiapkan masa pensiun) memiliki Entrepreneurial Intention sangatlah penting. Entrepreneurial Intention adalah kondisi pikiran yang mengarahkan perhatian, pengalaman, dan tindakan seseorang untuk mengambil peluang menjalankan konsep bisnis dalam mendirikan perusahaan baru atau menciptakan nilai baru di perusahaan yang sudah ada. (Bird, 1988; Drnovšek et al., 2010; Manik & Kusuma, 2021)

Interaksi lingkungan sosial dengan individu menjadi peran penting dalam pembentukan Entrepreneurial Intention (Martins & Perez, 2020). Karir wirausaha dapat dipicu dari tekanan sosial dari close environmental (lingkungan terdekat) seseorang (Iakovleva et al., 2011). Penelitian sebelumnya (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021) menemukan bahwa Closer Valuation of Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention. Penilaian keluarga (Aldrich & Cliff, 2003; Pruett et al., 2009), teman-teman, dan kolega (Martins & Perez, 2020) terhadap kegiatan wirausaha berpengaruh kepada Entrepreneurial Intention seseorang. Berikut ini adalah hipotesis yang bisa diambil dari penelitian terdahulu:

H1: Closer valuation of entrepreneurship (CVE) berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention (EI)

Selain penilaian terhadap kegiatan kewirausahaan itu sendiri, closer stigma of entrepreneurial failure memiliki implikasi terhadap persepsi tentang risiko dan tingkat aktivitas wirausaha (Martins & Perez, 2020; Pruett et al., 2009). Semakin besar stigma yang dihasilkan lingkungan terdekat (keluarga, teman, dan kolega) semakin besar tekanan sosial dan memengaruhi kesediaan individu untuk memulai usaha baru (Martins & Perez, 2020). Pada penelitian sebelumnya (Monica & Wijaya, 2021)menemukan bahwa ada hubungan Closer Valuation of Entrepreneurship terhadap Entrepreneurial Intention. Pada penelitian lain (Martins & Perez, 2020) menemukan bahwa Closer Valuation of Entrepreneurship berpengaruh negatif terhadap Entrepreneurial Intention. Berikut ini adalah hipotesis yang dapat diambil dari penelitian terdahulu:

H2: Closer Stigma of Entrepreneurial Failure (CSEF) berpengaruh negatif terhadap Entrepreneurial Intention (EI)

Faktor eksternal memiliki peran yang cukup penting, namun tidak dapat dimungkiri bahwa orientasi individu masing-masing juga menjadi penentu dalam pembentukan Entrepreneurial Intention.  Kewirausahaan menjadi konsep multidimensi yang terdiri dari tiga dimensi: innovativeness, proactiveness, dan risk-taking (Miller, 1983). Penelitian yang sama (Miller, 1983) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki entrepreneurial orientation (innovation, proactiveness, dan risk-taking) dapat mengalahkan pesaing. Lumpkin & Dess (1996) menambahkan dua dimensi yaitu autonomy dan competitive aggressiveness, namun Bolton & Lane (2012) menghapus dua variabel autonomy dan competitive aggressiveness pada penelitiannya. Pada assessment yang dilakukan pada variabel autonomy ditemukan bahwa variabel tersebut memiliki factor loadings yang lemah, sedangkan pada variabel competitive aggressiveness memiliki validasi empiris yang kecil. (Bolton & Lane, 2012)

Peneliti kini memiliki ruang baru dalam mengembangkan penelitian tentang entrepreneurial orientation. Beberapa tahun terakhir ini para peneliti menyarankan bahwa entrepreneurial orientation dapat dianggap sebagai konstruksi pada tingkat individu (Koe, 2016). Studi tentang Individual Entrepreneurial Orientation (IEO) setuju bahwa IEO adalah konstruksi multidimensi dan terdiri dari elemen yang mirip dengan EO tingkat perusahaan. (Koe, 2016)

Rauch et al., (2009) mendefinisikan ketiga dimensi tersebut seperti di bawah ini:

1.  Innovativeness merupakan kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam kreativitas dan eksperimen melalui pengenalan produk atau layanan baru serta kepemimpinan yang mengadopsi teknologi melalui penelitian dan pengembangan dalam membentuk proses baru.

2.  Risk-taking merupakan kecenderungan seseorang untuk mengambil tindakan berani dengan menjelajah ke suatu keadaan atau tempat yang tidak diketahui, meminjam banyak (modal), dan/atau memakai sumber daya yang signifikan untuk usaha di lingkungan yang tidak pasti.

3.  Proactiveness adalah kecenderungan mencari peluang, perspektif berwawasan ke depan yang ditandai dengan pengenalan produk dan layanan baru di antara persaingan dan mengambil tindakan untuk mengantisipasi permintaan di masa depan.

Penelitian sebelumnya (Anggadwita et al., 2022; Koe, 2016; Manik & Kusuma, 2021; Setyawati & Ricky, 2021) menemukan bahwa Entrepreneurial Orientation memiliki pengaruh terhadap Entrepreneurial Intention. Penelitian Koe (2016) menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki niat berwirausaha dan cukup positif untuk menjadi wirausaha yang dipengaruhi oleh kualitas proactiveness dan innovativeness mereka. Namun dalam penelitian ini risk-taking tidak berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention. Sedikit berbeda dengan penelitian ini, penelitian lain (Manik & Kusuma, 2021; Setyawati & Ricky, 2021) menemukan bahwa risk-taking tetap memiliki pengaruh signifikan terhadap Entrepreneurial Intention. Meskipun demikian tidak dapat dimungkiri bahwa innovativeness menjadi dimensi Individual Entrepreneurial Orientation (IEO) yang paling berpengaruh terhadap Entrepreneurial Intention (Manik & Kusuma, 2021). Berikut ini adalah hipotesis yang dapat disusun:

H3: Individual Entrepreneurial Orientation (IEO) berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention. (EI)

Selain orientasi, keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya berperan juga dalam pembentukan Entrepreneurial Intention. Self-efficacy yang ditemukan dalam bidang studi psikologi kini telah digunakan di banyak bidang studi termasuk kewirausahaan (Bandura, 1977). Self-efficacy adalah perkiraan kognitif diri seseorang terhadap kemampuannya untuk memanfaatkan motivasi, sumber daya kognitif yang tersedia, dan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi peristiwa dalam hidupnya. (Farrukh et al., 2017)

Penelitian terdahulu (Purwana et al., 2016; Şahin et al., 2019; Saputro, 2019; Untu et al., 2019; Wardoyo et al., 2015; Wijangga & Sanjaya, 2019) menunjukkan bahwa Self-efficacy memiliki pengaruh terhadap Entrepreneurial Intention. Penelitian yang memiliki responden karyawan senior PNS (Saputro, 2019; Wardoyo et al., 2015) menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Self-efficacy dengan Entrepreneurial Intention. Responden Wardoyo et al. (2015) adalah pegawai masa persiapan pensiun di Pemerintah Kota Cirebon sedangkan Saputro (2019) meneliti pada PNS di Surakarta. Semakin tinggi penilaian Self-efficacy terhadap kemampuan dirinya, maka semakin tinggi Entrepreneurial Intention yang dimiliki pegawai masa persiapan pensiun. Dari hasil tersebut maka berikut ini adalah hipotesis yang dapat disusun:

H4: Self efficacy (SE) berpengaruh terhadap Entrepreneurial Intention (EI)

Seperti yang sudah digambarkan sebelumnya, bahwa lingkungan terdekat memiliki pengaruh terhadap Entrepreneurial Intention seseorang, begitu juga Individual Entrepreneurial Orientation. Seseorang yang memiliki Individual Entrepreneurial Orientation cenderung bermental yang berbeda dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki Individual Entrepreneurial Orientation. Berdasarkan bukti empiris wirausahawan menunjukkan kepribadian yang dapat dibedakan dan ciri-ciri psikologi yang memengaruhi pengambilan keputusan mereka (Martins & Perez, 2020). Individual entrepreneurial orientation membantu individu dalam menerjemahkan kemampuan untuk memanfaatkan persepsi positif dari lingkungan yang lebih dekat untuk meningkatkan Entrepreneurial Intention. (Kolvereid & Isaksen, 2006)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Individual Entrepreneurial Orientation memediasi hubungan antara closer environmental factors dan Entrepreneurial Intention. Pengaruh positif Closer Valuation of Entrepreneurship terhadap Entrepreneurial Intention akan lebih tinggi apabila pekerja senior memiliki Individual Entrepreneurial Orientation. Begitu pula dengan pengaruh negatif closer stigma of entrepreneurial failure terhadap Entrepreneurial Intention akan lebih tinggi  apabila pekerja senior memiliki Individual Entrepreneurial Orientation. (Martins & Perez, 2020) Pada penelitian sebelumnya (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021) menyatakan bahwa Closer Valuation of Entrepreneurship berhubungan positif dengan Individual Entrepreneurial Orientation, sedangkan Individual Entrepreneurial Orientation secara positif memediasi hubungan antara Closer Valuation of Entrepreneurship dan Entrepreneurial Intention.

Merujuk pada hal tersebut peneliti mengajukan hipotesis H5 dan H6. Pertama-tama, untuk menguji mediasi, harus ditunjukkan bahwa variabel prediktor (Closer Valuation of Entrepreneurship dan closer stigma of entrepreneurial failure) terkait dengan mediator Individual Entrepreneurial Orientation. H5a dan H6a akan menguji hubungan tersebut. Kemudian, juga harus ditunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara variabel prediktor dan Entrepreneurial Intention dipengaruhi secara signifikan ketika mediator ditambahkan ke model (H5b dan H6b). Berikut ini adalah hipotesis yang dapat disusun:

H5a. Closer valuation of entrepreneurship (CVE) berhubungan positif dengan Individual Entrepreneurial Orientation.(IEO)

H5b. Individual entrepreneurial orientation (IEO) secara positif memediasi hubungan antara Closer Valuation of Entrepreneurship (CSEF) dan Entrepreneurial Intention (EI).

Pada penelitian yang sama (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021) menyatakan bahwa   Closer Stigma of Entrepreneurial Failure berhubungan positif dengan Individual Entrepreneurial Orientation dan Individual Entrepreneurial Orientation secara positif memediasi hubungan antara closer stigma of entrepreneurial failure dan Entrepreneurial Intention. Berikut ini adalah hipotesis yang dapat disusun terkait variabel prediktor closer stigma of entrepreneurial failure:

H6a. Closer stigma of entrepreneurial failure (CSEF) berhubungan positif dengan Individual Entrepreneurial Orientation.(IEO)

H6b. Individual entrepreneurial orientation (IEO) secara positif memediasi hubungan antara closer stigma of entrepreneurial failure (CSEF) dan Entrepreneurial Intention. (EI)

Berikut ini adalah model kerangka konseptual yang dapat disusun sesuai dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya:

 

Gambar 1.

Gambar Kerangka Konseptual

 

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:

1.   Apakah Closer Valuation of Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention?

2.   Apakah closer stigma of entrepreneurial failure berpengaruh negatif terhadap Entrepreneurial Intention?

3.   Apakah Self-efficacy berpengaruh terhadap Entrepreneurial Intention?

4.   Apakah Individual Entrepreneurial Orientation berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention?

5.   Apakah Closer Valuation of Entrepreneurship berhubungan positif terhadap Individual Entrepreneurial Orientation?

6.   Apakah Individual Entrepreneurial Orientation memediasi hubungan antara Closer Valuation of Entrepreneurship terhadap Entrepreneurial Intentions yang dimediasi oleh?

7.   Apakah Closer Stigma of Entrepreneurial Failure berhubungan positif terhadap Individual Entrepreneurial Orientation?

8.   Apakah Individual Entrepreneurial Orientation secara positif memediasi hubungan antara Closer Stigma of Entrepreneurial Failure dan Entrepreneurial Intention?

 

Metode Penelitian

Operasionalisasi Variabel

Penelitian ini memiliki tiga variabel yang terdiri dari empat exogenous latent variable yaitu, Closer Valuation of Entrepreneurship, Closer Stigma of Entrepreneurship Failure, Individual Entrepreneurial Orientation (IEO), Self-efficacy (SE) dan satu endogenous latent variable yaitu, Entrepreneurial Intention. Individual entrepreneurial orientation (IEO) memiliki 3 dimensi yaitu, innovativeness, risk-taking, dan proactiveness. Operasionalisasi variabel terlampir pada tabel 1.

Populasi, Sampel, Teknik Sampling, Dan Metode Pengumpulan Data

Populasi pada penelitian ini adalah pekerja senior pada universitas X yang berjumlah 118 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sensus, sehingga seluruh populasi dengan kriteria yang ditentukan memiliki kesempatan yang sama dalam mengisi kuesioner.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Peneliti juga melakukan wawancara sebelum penelitian kepada kepala pengelola sumber daya manusia pada universitas X untuk menemukan permasalahan yang ada di dalam institusi tersebut. Data sekunder dalam penelitian didapatkan melalui studi pustaka untuk mendukung teori dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei.

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi SmartPLS versi 3. Pada aplikasi tersebut, peneliti melakukan uji outer model (measurement model) yang menguji hubungan antara variabel laten (biasa digambarkan dengan lingkaran) dengan variabel indikator (biasa digambarkan dengan persegi panjang). (Hair Jr. et al., 2021) Uji outer model terdiri dari convergent validity, discriminant validity, dan uji reliabilitas.  Selanjutnya peneliti melakukan uji inner model (structural model) yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel laten yang ada. (Hair Jr. et al., 2021) Pengujian inner model terdiri dari pengujian R-Square, f-square, estimate for path coefficients.

 

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Responden

Penelitian direncanakan menggunakan teknik sampling sensus dengan responden 118 orang. Setelah peneliti melakukan penyebaran kuesioner, ada beberapa orang yang menolak mengisi kuesioner dan beberapa yang berhalangan karena sakit atau cuti. Jumlah responden yang mengisi kuesioner adalah 97 orang. Dari 97 responden tersebut, semua item pertanyaan diisi dengan lengkap, oleh karena itu seluruh kuesioner dapat diolah seluruhnya. Berikut ini karakteristik responden yang mengisi kuesioner.

 

Tabel 1

Data Responden

Karakteristik

Jumlah

Persentase

Jenis Kelamin

Laki-Laki

78

80%

Perempuan

19

20%

 

Usia

50 - 55 Tahun

55

57%

56- 60 Tahun

42

43%

Masa Kerja

< 20 Tahun

7

7%

20 - 30 Tahun

71

73%

> 30 Tahun

19

20%

Pendidikan

SMA

62

64%

D1/D2/D3

13

13%

S1

18

19%

S2

4

4%

Penghasilan

< 5 Juta

4

4%

5 – 10 Juta

65

67%

> 10 Juta

28

29%

Sumber: Data primer yang telah diolah

 

Hasil

Partial Least Square (PLS) digunakan untuk memprediksi hubungan antar konstruk.  Estimasi parameter dengan PLS (Partial Least Square) memiliki tiga kategori. Pertama, weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten. Terakhir, antara variabel laten dan blok indikatornya (loading).  Untuk memperoleh ketiga estimasi tersebut, PLS (Partial Least Square) menggunakan proses iterasi tiga tahap dan dalam setiap tahapnya menghasilkan estimasi yaitu sebagai berikut:

1.  Menghasilkan weight estimate.

2.  Menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model.

Pengujian ini dilakukan dengan SmartPLS 3.0.  Model yang dibuat adalah sebagai berikut:

 

Gambar 2.

Model Penelitian

 

Uji Outer Model                                           

Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen pengukuran yang digunakan layak (valid dan reliabel).  Analisa model ini digunakan untuk melihat hubungan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya. Hasil pengujian model dengan Uji Outer Model adalah sebagai berikut:

 

Gambar 3.

Hasil Uji Outer Model

 

Analisa outer model dapat dilihat dari beberapa indikator:

a.     Convergent Validity merupakan indikator yang dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score. Hal tersebut dapat dilihat dari standardized loading factor yang menggambarkan besarnya hubungan antar setiap item pengukuran (indikator) dengan konstruknya. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi > 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur, sedangkan menurut Ghozali & Latan (2015), nilai outer loading antara 0,5 – 0,6 sudah dianggap cukup. Berdasarkan analisis Convergent validity dengan menggunakan Outer Loadings, didapat bahwa item-item yang diuji telah memiliki nilai Outer model diatas 0.700.  Dengan demikian, item-item tersebut dapat dianggap valid.

 

Tabel 2

Uji Validitas Item

 

CSEF

CVE

EI

IEO

SE

CSEF_01

0.945

 

 

 

 

CSEF_02

0.963

 

 

 

 

CSEF_03

0.959

 

 

 

 

CVE_01

 

0.835

 

 

 

CVE_02

 

0.935

 

 

 

CVE_03

 

0.946

 

 

 

EI_01

 

 

0.894

 

 

EI_02

 

 

0.907

 

 

EI_03

 

 

0.872

 

 

EI_04

 

 

0.877

 

 

IN_01

 

 

 

0.723

 

IN_02

 

 

 

0.703

 

IN_03

 

 

 

0.751

 

IN_04

 

 

 

0.762

 

PA_02

 

 

 

0.692

 

PA_03

 

 

 

0.623

 

RT_01

 

 

 

0.691

 

RT_02

 

 

 

0.607

 

SE_01

 

 

 

 

0.722

SE_02

 

 

 

 

0.663

SE_03

 

 

 

 

0.706

SE_04

 

 

 

 

0.777

SE_05

 

 

 

 

0.839

SE_06

 

 

 

 

0.852

SE_07

 

 

 

 

0.771

SE_08

 

 

 

 

0.886

SE_09

 

 

 

 

0.813

SE_10

 

 

 

 

0.755

 

Dari pengujian convergent validity, didapat 2 item (PA01 dan RT03) yang memiliki nilai loading factor di bawah 0.5, sementara didapat 4 nilai (PA02, PA03, RT01, dan RT02) yang memiliki nilai marjinal tetapi dapat digunakan karena mendekati nilai 0.700.  Dengan demikian, mayoritas item dapat diterima dan digunakan.

b.    Discriminant Validity adalah model pengukuran dengan refleksif indicator dinilai menurut crossloading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka ukuran blok tersebut lebih baik dibandingkan dengan blok lainnya. Sedangkan menurut metode lain untuk menilai discriminant validity yaitu dengan membandingkan nilai squareroot of average variance extracted (AVE)

 

Tabel 3

Uji Validitas Variabel

Variabel

Closer Stigma

Closer Valuation

Individual Enterpreneurial orientation

Enterpreneurial Intention

Self Efficacy

Closer

Stigma

0.955

 

 

 

 

Closer Valuation

-0.026

0.907

 

 

 

Individual Enterpreneurial Orientation

-0.220

0.206

0.649

 

 

Enterpreneurial Intention

-0.191

0.452

0.542

0.887

 

Self Efficacy

-0.267

0.169

0.506

0.466

0.781

 

Berdasarkan kecenderungan discriminant validity, didapatkan bahwa terdapat perbedaan nilai korelasi konstruk satu dengan yang lain, yang berarti setiap konstruk memiliki kemampuan yang baik untuk dapat dibedakan satu dengan yang lain.  Analisis dengan AVE menunjukkan nilai:

 

Tabel 4

Uji Discriminant Validity

Variabel

AVE

Cronbach Alpha

Composite Reliability

Closer Stigma

0.913

0,954

0,969

Closer Valuation

0.822

0,891

0,933

Individual Enterpreneurial Orientation

0.421

0,801

0,850

Enterpreneurial Intention

0.788

0,910

0,937

Self Efficacy

0.611

0,930

0,940

 

Dengan demikian, didapat nilai AVE relatif tinggi, dan berarti bahwa kemampuan diskriminasi dari setiap variabel sudah cukup baik.

c.  Cronbach’s Alpha adalah uji reliabilitas yang dilakukan untuk memperkuat hasil dari composite reliability. Variabel dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai cronbach’s alpha > 0,7. Terlihat pada tabel, semua variabel memiliki nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,7, artinya seluruh variabel reliabel.

d.  Composite Reliability adalah indikator untuk mengukur konstruk yang dilihat dari view latent variable coefficients. Composite reliability memiliki dua alat ukur untuk evaluasi yaitu internal consistency dan cronbach’s alpha. Apabila dalam pengukuran tersebut nilai yang dicapai adalah > 0,70 maka konstruk tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi. Terlihat pada tabel bahwa nilai Composite Reliability lebih besar dari 0,70, artinya seluruh variabel reliabel.

Uji Inner Model

Analisa Inner model biasanya juga disebut dengan (inner relation, structural model dan substantive theory) yang mana menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Berikut merupakan hasil uji inner model:

 

Gambar 4.

Hasil Uji Inner Model

 

Uji Goodness of Fit Model

Uji Goodness of Fit Model (GOF) merupakan salah satu pengujian untuk menguji hipotesis penelitian. Analisisnya menggunakan PLS dengan bantuan Software Smartpls 3.0. Salah satu syarat untuk memenuhi kriteria Uji GOF adalah dengan melihat nilai SRMR. Apabila nilai SRMR-nya kurang dari 0,10 serta dikatakan Perfect Fit jika nilai SRMR < 0,08.

 

Tabel 5

Uji GOF

 

Saturated

Model

Estimated

Model

SRMR

0.104

0.138

d_ULS

4.413

7.699

d_G

1.551

1.628

Chi-Square

736.045

738.819

NFI

0.683

0.682

 

Dengan demikian, didapatkan nilai SRMR mendekati 0.10, karena itu dapat dikatakan bahwa model yang diuji good fit.  Nilai NFI Juga berada di atas 0.300, yang berarti model dianggap mampu menggambarkan kecenderungan yang ada dalam lingkungan penelitian.

Analisis R-square

Pada penelitian ini analisis inner model dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen. Pengevaluasian inner model dengan PLS (Partial Least Square) dimulai dengan cara melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen.

 

Tabel 6

Uji R Square

 

R Square

Adjuted R Square

Individual Enterpreneurial Orientation

0.113

0.094

Enterpreneurial Intention

0.443

0.418

 

Dengan demikian, dapat dianggap bahwa kontribusi dari variabel-variabel eksogen terhadap Individual Entrepreneurial Orientation adalah sebesar 9.4%, sementara kontribusi dari variabel lain terhadap Entrepreneurial Intention adalah sebesar 41.8%.

Uji t (Uji Hipotesis)

Pengujian hipotesis dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai probabilitas. Pada pengujian hipotesis dengan menggunakan nilai statistik, maka pada alpha 5% nilai t-statistik yang digunakan adalah 1,96. Penerimaan atau penolakan hipotesis (Ha diterima dan H0 ditolak)  ketika t-statistik > 1,96. Penerimaan dan penolakan hipotesis menggunakan probabilitas maka Ha diterima jika nilai p < 0,05.

Hipotesis yang diuji adalah:

·    H1: Closer Valuation of Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention.

·    H2: Closer Stigma of Entrepreneurial Failure berpengaruh negatif terhadap Entrepreneurial Intention.

·    H3: Individual Entrepreneurial Orientation berpengaruh positif terhadap Entrepreneurial Intention.

·    H4: Self Efficacy berpengaruh terhadap Entrepreneurial Intention.

·    H5a. Closer Valuation of Entrepreneurship berhubungan positif dengan Individual Entrepreneurial Orientation.

·    H6a. Closer Stigma of Entrepreneurial Failure secara positif terkait dengan Individual Entrepreneurial Orientation.

 

 

 

 

Tabel 7

Uji Hipotesis

Uji pengaruh

Original Sample

T-value

(p-value)

Keterangan

CVE terhadap EI

0.329

3.088 (0.002)

Hipotesis diterima

CSEF terhadap EI

-0.049

0.619 (0.536)

Hipotesis ditolak

IEO terhadap EI

0.326

3.891 (0.000)

Hipotesis diterima

SE terhadap EI

0.231

2.165 (0.031)

Hipotesis diterima

CVE terhadap IEO

0.255

2.272 (0.024)

Hipotesis diterima

CSEF terhadap IEO

-0.213

2.402 (0.017)

Hipotesis diterima

 

Berdasarkan tabel di atas, hasil pengujian untuk uji hipotesis (uji t) ditemukan sebagai berikut:

·    Hipotesis 1 menguji pengaruh antara CVE terhadap EI, ditemukan koefisien sebesar 0.329 dan nilai t hitung dan p value sebesar 3.088 (0.002).  Berdasarkan data tersebut, hipotesis diterima, yang berarti CVE berpengaruh positif terhadap EI.

·    Hipotesis 2 menguji pengaruh antara CSEF terhadap EI. Pada pengujian tersebut ditemukan koefisien sebesar -0.049 dan nilai t hitung dan p value sebesar  0.619 (0.536), dengan demikian hipotesis ditolak, yang berarti CSEF tidak berpengaruh negatif terhadap EI.

·    Hipotesis 3 menguji pengaruh antara IEO terhadap EI. Pada pengujian tersebut ditemukan koefisien sebesar 0.326 dan nilai t hitung dan p value sebesar 3.891 (0.000), dengan demikian hipotesis diterima, yang berarti IEO berpengaruh positif terhadap EI.

·    Hipotesis 4 menguji pengaruh antara SE terhadap EI. Pada pengujian ditemukan koefisien sebesar 0.231 dan nilai t hitung dan p value sebesar 2.165 (0.031), dengan demikian hipotesis diterima. Artinya, SE  berpengaruh terhadap EI.

·    Hipotesis 5a yang menguji pengaruh antara CVE terhadap IEO. Pada pengujian tersebut ditemukan koefisien sebesar 0.255 dan nilai t hitung dan p value sebesar 2.272 (0.024), dengan demikian hipotesis diterima. Artinya, CVE berhubungan positif dengan IEO.

·    Hipotesis 6a menguji pengaruh antara CSEF terhadap IEO. Pada pengujian tersebut ditemukan koefisien sebesar -0.213 dan nilai t hitung dan p value sebesar 2.402 (0.017). Hipotesis diterima, yang berarti CSEF secara positif terkait dengan IEO.

Uji Mediasi :

·    H5b. IEO secara positif memediasi hubungan antara CVE yang lebih dekat dan EI.

·    H6b. IEO secara positif memediasi hubungan antara CSEF dan EI.

 

Tabel 8

Uji Hipotesis Mediasi

Uji Pengaruh

Original Sample

T-value

(p-value)

Keterangan

CVE terhadap EI yang dimediasi oleh IEO

0.084

1.896 (0.058)

Hipotesis ditolak

CSEF terhadap EI yang dimediasi oleh IEO

-0.070

1.915 (0.056)

Hipotesis ditolak

 

Berdasarkan pengujian pengaruh mediasi di atas, ditemukan bahwa :

   Hipotesis 5b, yaitu pengaruh CVE terhadap EI yang dimediasi oleh IEO didapat koefisien sebesar 0.084 dan didapat nilai t hitung dan p value sebesar 1.896 (0.058).  Hipotesis ditolak. Artinya, bahwa tidak terdapat pengaruh penilaian orang-orang terdekat terhadap niat berwirausaha yang dimediasi oleh orientasi kewirausahaan individu.

   Hipotesis 6b, yaitu pengaruh CSEF terhadap EI yang dimediasi oleh IEO didapat koefisien sebesar -0.070 dan didapat nilai t hitung dan p value sebesar 1.915 (0.056). Hipotesis ditolak. Artinya, tidak terdapat pengaruh stigma orang di sekitar tentang kegagalan berwirausaha terhadap niat berwirausaha yang dimediasi oleh orientasi kewirausahaan individu.

 

Tabel 9

Nilai Koefisien

No Item

Item

Nilai Koefisien

CVE_01

Keluarga dekat saya lebih menghargai aktivitas sebagai wirausahawan dibandingkan aktivitas dan karier lainnya.

0.835

CVE_02

Teman-teman saya lebih menghargai aktivitas sebagai wirausahawan daripada aktivitas dan karier lainnya.

0.935

CVE_03

Kolega saya menghargai aktivitas sebagai wirausahaan dibandingkan aktivitas dan karier lainnya.

0.946

CSEF_01

Stigma (cap) kegagalan kewirausahaan dari keluarga saya, sangat penting bagi saya.

0.945

CSEF_02

Stigma (cap) kegagalan kewirausahaan dari teman-teman saya, sangat penting bagi saya.

0.963

CSEF_03

Stigma (cap) kegagalan kewirausahaan dari kolega saya, sangat penting bagi saya.

0.959

IN_01

Saya lebih suka melakukan pendekatan yang unik.

0.732

IN_02

Saya senang melakukan eksperimen dan pendekatan asli.

0.703

IN_03

Saya mencoba aktivitas baru dan tidak biasa.

0.751

IN_04

Saya mencoba cara unik saya sendiri.

0.762

PA_02

Saya lebih suka melangkah dan menyelesaikan segala hal.

0.499

PA_03

Saya mengambil tindakan untuk mengantisipasi masalah di masa depan.

0.623

RT_01

Saya melakukan tindakan dengan berani.

0.491

RT_02

Saya menginvestasikan waktu / uang pada sesuatu yang menghasilkan pengembalian tinggi.

0.607

EI_01

Saya memiliki niat untuk mendirikan perusahaan di masa depan.

0.894

EI_02

Saya akan memilih karir sebagai wirausaha.

0.907

EI_03

Saya lebih suka menjadi wirausahawan daripada menjadi karyawan di perusahaan atau organisasi.

0.872

EI_04

Saya akan menggunakan ide saya pada saat saya mempunyai bisnis sendiri.

0.877

SE_01

Saya selalu dapat menyelesaikan masalah yang sulit jika berusaha cukup keras.

0.722

SE_02

Jika seseorang menentang saya, saya dapat menemukan cara dan jalan untuk mendapatkan apa yang saya inginkan.

0.663

SE_03

Mudah bagi saya untuk tetap berpegang pada tujuan dan mencapai tujuan saya.

0.706

SE_04

Saya yakin bahwa saya dapat menangani peristiwa tak terduga secara efisien.

0.777

SE_05

Berkat akal saya, saya tahu bagaimana menangani situasi yang tidak terduga.

0.839

SE_06

Saya dapat memecahkan sebagian besar masalah jika saya menginvestasikan upaya yang diperlukan.

0.852

SE_07

Saya bisa tetap tenang ketika menghadapi kesulitan karena saya dapat mengandalkan kemampuan yang saya miliki dalam mengatasinya.

0.771

SE_08

Ketika saya dihadapkan dengan masalah, saya biasanya dapat menemukan beberapa solusi.

0.886

SE_09

Jika saya dalam masalah, saya biasanya dapat memikirkan solusi.

0.813

SE_10

Saya biasanya dapat menangani apa pun yang datang dengan cara saya.

0.799

 

Pembahasan

Penilaian tentang aktivitas kewirausahaan dari kolega menjadi hal yang terpenting bagi pekerja senior di universitas X. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien yang paling tinggi pada variabel CVE. Stigma kegagalan kewirausahaan dari teman-teman juga yang paling penting bagi responden. Indikator tersebut menjadi yang paling tinggi nilai koefisiennya pada variabel CSEF. Responden yang mencoba aktivitas baru dan tidak biasa menjadi indikator yang memiliki nilai koefisien tertinggi pada variabel IEO. Responden memilih karir sebagai wirausaha menjadi yang paling tinggi nilai koefisiennya pada variabel EI. Responden menemukan solusi pada saat dihadapkan masalah menjadi indikator dengan nilai koefisien tertinggi pada variabel SE.

Pada uji hipotesis 1, yang menguji pengaruh antara CVE terhadap EI, ditemukan koefisien sebesar 0.329 dan nilai t hitung dan p value sebesar 3.088 (0.002). Dari angka tersebut hipotesis diterima, artinya CVE berpengaruh positif terhadap EI. Hal ini sejalan dengan pendapat penelitian sebelumnya (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021) yang menyatakan bahwa bahwa penilaian lingkungan sosial terdekat memengaruhi minat berwirausaha.

Pada uji hipotesis 2, yang menguji pengaruh antara CSEF terhadap EI, ditemukan koefisien sebesar -0.049 dan nilai t hitung dan p value sebesar 0.619 (0.536). Hipotesis ditolak, artinya CSEF tidak berpengaruh negatif terhadap EI. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian, dimana semakin besar tekanan sosial yang diharapkan oleh pengusaha baru dan pengaruh sistematis dalam kesediaan individu untuk memulai usaha baru atau berpartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan risiko (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021; Pruett et al., 2009). Singkatnya menurut literatur tersebut, stigma sosial kegagalan dapat menghasilkan persepsi negatif di kalangan pengusaha muda tentang kewirausahaan. Persepsi ini memengaruhi perilaku individu, membatasi niat mereka untuk menjalankan usaha baru. Namun pada kasus universitas X ini hipotesis terbukti, hal ini berarti meskipun stigma dianggap penting bagi responden, namun itu tidak menghalangi pertumbuhan niat berwirausaha seseorang. Stigma dianggap penting namun hanya sebagai pengingat agar lebih waspada saja.

Pada uji hipotesis 3, yang menguji pengaruh antara IEO terhadap EI, ditemukan koefisien sebesar 0.326 dan nilai t hitung dan p value sebesar 3.891 (0.000). Hipotesis diterima, yang berarti IEO berpengaruh positif terhadap EI. Hal ini sejalan penelitian sebelumnya (Anggadwita et al., 2022; Koe, 2016; Manik & Kusuma, 2021; Setyawati & Ricky, 2021) menemukan bahwa IEO memiliki pengaruh terhadap EI. Penelitian (Koe, 2016) menunjukkan bahwa mahasiswa menunjukkan niat untuk berwirausaha dan cukup positif untuk menjadi wirausaha yang dipengaruhi oleh kualitas proactiveness dan innovativeness mereka.

Pada uji hipotesis 4, yang menguji pengaruh antara SE terhadap EI, ditemukan koefisien sebesar 0.231 dan nilai t hitung dan p value sebesar 2.165 (0.031). Hipotesis diterima, yang berarti SE berpengaruh terhadap EI. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Purwana et al., 2016; Şahin et al., 2019; Saputro, 2019; Untu et al., 2019; Wardoyo et al., 2015; Wijangga & Sanjaya, 2019) menunjukkan bahwa SE memiliki pengaruh terhadap EI. Wardoyo et al. (2015) menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara SE dengan EI pada pegawai masa persiapan pensiun di Pemerintah Kota Cirebon.

Pada uji hipotesis 5a, yang menguji pengaruh antara CVE terhadap IEO, ditemukan koefisien sebesar 0.255 dan nilai t hitung dan p value sebesar 2.272 (0.024). Hipotesis diterima, yang berarti CVE berhubungan positif dengan IEO.  Sama dengan pengujian pada hipotesis 5a, pengujian pada hipotesis 6a, yang menguji pengaruh antara CSEF terhadap IEO, ditemukan koefisien sebesar -0.213 dan nilai t hitung dan p value sebesar 2.402 (0.017. Hipotesis diterima, artinya CSEF secara positif terkait dengan IEO. Dua pengujian ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021) yang menyatakan bahwa penilaian dan stigma lingkungan terdekat memiliki pengaruh terhadap IEO.

Pada uji hipotesis 5b, yaitu pengaruh CVE terhadap EI yang dimediasi oleh IEO, didapat koefisien sebesar 0.084, dan didapat nilai t hitung dan p value sebesar 1.896 (0.058). Hipotesis ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh CVE terhadap EI yang dimediasi oleh IEO. Begitu juga dengan pengujian hipotesis 6b, yaitu pengaruh CSEF terhadap EI yang dimediasi oleh IEO, didapat koefisien sebesar -0.070, dan didapat nilai t hitung dan p value sebesar 1.915 (0.056). Hipotesis ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh CSEF terhadap EI yang dimediasi oleh IEO. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu (Martins & Perez, 2020; Monica & Wijaya, 2021) yang menyatakan IEO memediasi hubungan antara CSEF terhadap EI dan hubungan antara CVE terhadap EI. Hal ini menunjukkan bahwa ada atau tidak adanya IEO tidak dapat mengubah minat berwirausaha seseorang. Variabel lain mungkin perlu dipertimbangkan memengaruhi kondisi pikiran seseorang terhadap minat berwirausaha mereka.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Closer Environmental Factors, Self-Efficacy, dan Entrepreneurial Intention: Peran Individual Entrepreneurial Orientation sebagai Mediator maka dapat disimpulkan:

·    CVE berpengaruh positif terhadap EI. Artinya, penilaian orang terdekat terhadap kegiatan berwirausaha bisa menjadi dorongan juga hambatan bagi seseorang untuk membentuk niat berwirausaha.

·    CSEF tidak berpengaruh negatif terhadap EI.  Artinya, stigma orang terdekat pada kegagalan berwirausaha tidak memengaruhi niat berwirausaha responden.

·    IEO berpengaruh positif terhadap EI. Artinya, orientasi seseorang dalam hal ini innovativeness, risk-taking, dan proactiveness memiliki pengaruh terhadap niat berwirausaha.

·    SE berpengaruh terhadap EI. Artinya, semakin tinggi keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu, semakin tinggi niat berwirausaha

·    CVE berhubungan positif dengan IEO. Artinya penilaian lingkungan terdekat terhadap kegiatan berwirausaha memengaruhi orientasi seseorang.

·    CSEF secara positif terkait dengan IEO. Artinya stigma lingkungan terdekat tentang kegagalan wirausaha berpengaruh positif bagi orientasi seseorang.

·    CVE tidak berpengaruh terhadap EI yang dimediasi oleh IEO. Artinya, orientasi seseorang tidak memediasi hubungan antara penilaian tentang kegiatan berwirausaha dan niat berwirausaha.

·    CSEF tidak berpengaruh terhadap EI yang dimediasi oleh IEO. Artinya, orientasi seseorang tidak memediasi hubungan antara stigma tentang kegagalan berwirausaha dan niat berwirausaha.

Implikasi Penelitian

Di dalam penelitian ini penilaian keluarga terhadap aktivitas keluarga memiliki nilai koefisien terendah pada variabel CVE. Perlu dukungan dari keluarga pegawai senior universitas X yang sedang mempersiapkan masa pensiun agar aktivitas wirausahanya lebih dihargai apabila minat berwirausaha hendak ditingkatkan. Sama dengan variabel CVE, pada variabel CSEF stigma keluarga juga memiliki nilai koefisien yang rendah. Oleh karena itu keluarga harus memberikan dukungan dengan tidak terlalu memberi stigma negatif tentang kegagalan berwirausaha melainkan mendukung, terutama bila niat berwirausaha hendak ditingkatkan.

Pada variabel IEO, melakukan Tindakan berani menjadi indikator terendah nilai koefisiennya. Perlu meningkatkan keberanian pada pekerja senior ini jika hendak diarahkan untuk menjadi wirausaha, misalnya dengan cara memberi tantangan-tantangan dalam pekerjaan. Pada variabel SE seseorang mudah terpengaruh dengan penentangan dari orang lain. Diharapkan bahwa para pekerja senior ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kesungguhan dan tidak mudah dipengaruhi oleh pendapat orang lain. Perlu meningkatkan kepercayaan diri bagi para pekerja senior.

Pada pekerja senior universitas X pilihan menjadi wirausahawan daripada menjadi karyawan menjadi indikator dengan nilai koefisien terendah pada variabel EI. Melihat kecenderungan tersebut, para pekerja senior harus memiliki kebanggaan saat menjadi wirausahawan. Perlu diberikan kesadaran peluang wirausaha pada institusi tersebut, jika hendak meningkatkan niat berwirausaha pada pegawai masa persiapan pensiunnya.

Keterbatasan Penelitian dan Saran

Pada pengujian hipotesis mediasi didapatkan hasil bahwa Individual Entrepreneurial Orientation tidak memediasi hubungan antara Closer Valuation of Entrepreneurship  dan Entrepreneurial Intention. Hal yang sama juga terjadi pada Closer Stigma of Entrepreneurial Failure dan Entrepreneurial Intention.  Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dalam menguji peran mediasi dari Individual Entrepreneurial Orientation. Peneliti menyarankan bahwa dalam penelitian mendatang dilakukan studi komparasi dengan institusi yang memiliki karakteristik sejenis atau dibandingkan dengan dua institusi yang memiliki bidang yang berbeda. Selain dua institusi yang berbeda mungkin juga bisa dengan membandingkan dari kategori umur yang berbeda.

Selain hal tersebut peneliti juga melihat bahwa baik apabila peran mediasi Self-Efficacy terhadap hubungan Individual Entrepreneurial Orientation dengan Entrepreneurial Intention dapat diuji. Pada penelitian lain (Setyawati & Ricky, 2021) ditemukan bahwa Self-efficacy memediasi secara positif hubungan Individual Entrepreneurial Orientation dengan Entrepreneurial Intention.

Bagi universitas X, peneliti menyarankan untuk melakukan pemetaan terhadap pekerja yang memiliki niat untuk berwirausaha, terutama pada pekerja senior yang menyiapkan masa pensiunnya. Apabila sudah dipetakan, kemudian universitas tersebut dapat memberikan pembinaan kepada mereka yang benar-benar memiliki minat tersebut.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Aldrich, H. E., & Cliff, J. E. (2003). The pervasive effects of family on entrepreneurship: Toward a family embeddedness perspective. Journal of Business Venturing, 18(5), 573–596. https://doi.org/10.1016/S0883-9026(03)00011-9

 

Pavón, A. J. T. (2009). Kyne Solutions-Entrepreneurship and the Business Plan. Högskolan i Jönköping.

 

Anggadwita, G., Ramadhanti, N., & Ghina, A. (2022). Pengaruh Persepsi Sosial Dan Orientasi Kewirausahaan Terhadap Niat Wirausaha Wanita di Bandung. AdBispreneur, 6(3), 269. https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v6i3.35063

 

Bandura, A. (1977). Self-Efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change. Psychological Review, 84(2), 191–215.

 

Bird, B. (1988). Implementing Entrepreneurial Ideas: The Case for Intention. The Academy of Management Review, 13(3), 442. https://doi.org/10.2307/258091

 

Bolton, D. L., & Lane, M. D. (2012). Individual entrepreneurial orientation: Development of a measurement instrument. Education and Training, 54(2–3), 219–233. https://doi.org/10.1108/00400911211210314

 

Drnovšek, M., Wincent, J., & Cardon, M. S. (2010). Entrepreneurial self-efficacy and business start-up: Developing a multi-dimensional definition. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research, 16(4), 329–348. https://doi.org/10.1108/13552551011054516

 

Farrukh, M., Khan, A. A., Shahid Khan, M., Ravan Ramzani, S., & Soladoye, B. S. A. (2017). Entrepreneurial intentions: the role of family factors, personality traits and self-efficacy. World Journal of Entrepreneurship, Management and Sustainable Development, 13(4), 303–317. https://doi.org/10.1108/wjemsd-03-2017-0018

 

Fauzia, M. (2019, February 12). Sebagian Besar Orang Indonesia Tak Siap Finansial untuk Pensiun? Kompas.Com. https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/12/143803926/sebagian-besar-orang-indonesia-tak-siap-finansial-untuk-pensiun

 

Ghozali, I., & Latan, H. (2015). Konsep, Teknik, Aplikasi Menggunakan Smart PLS 3.0 Untuk Penelitian Empiris. BP Undip.

 

Hair Jr., J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., Sarstedt, M., Danks, NicholasP., & Ray, S. (2021). Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) Using R. Springer, Cham. http://www.

 

Iakovleva, T., Kolvereid, L., & Stephan, U. (2011). Entrepreneurial intentions in developing and developed countries. Education and Training, 53(5), 353–370. https://doi.org/10.1108/00400911111147686

 

Koe, W.-L. (2016). The relationship between Individual Entrepreneurial Orientation (IEO) and entrepreneurial intention. Journal of Global Entrepreneurship Research, 6(1). https://doi.org/10.1186/s40497-016-0057-8

 

Kolvereid, L., & Isaksen, E. (2006). New business start-up and subsequent entry into self-employment. Journal of Business Venturing, 21(6), 866–885. https://doi.org/10.1016/J.JBUSVENT.2005.06.008

 

Lumpkin, G. T., & Dess, G. G. (1996). Clarifying the Entrepreneurial Orientation Construct and Linking It to Performance. Academy of Management Review, 21(1), 135–172. http://www.jstor.orgURL:http://www.jstor.org/stable/258632Accessed:30/06/200809:17

 

Manik, H. F. G. G., & Kusuma, A. S. (2021). Entrepreneurial orientation and entrepreneurial intention: When more learning exposures are efficacious. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 24(2), 271–288. https://doi.org/10.24914/jeb.v24i2.4181

 

Martins, I., & Perez, J. P. (2020). Testing mediating effects of individual entrepreneurial orientation on the relation between close environmental factors and entrepreneurial intention. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research, 26(4), 771–791. https://doi.org/10.1108/IJEBR-08-2019-0505

 

Miller, D. (1983). The Correlates of Entrepreneurship in Three Types Of Firms. Management Science, 29(7), 770–791. https://doi.org/https://doi.org/10.1287/mnsc.29.7.770

 

Monica, D., & Wijaya, A. (2021). Pengaruh Close Environmental Factors Terhadap. In Jurnal Manajerial dan Kewirausahaan: Vol. III (Issue 2).

 

Scarborough, N. M., & Cornwall, J. R. (2016). Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management, Global Edition (Global Edition). Pearson.

 

Ortega-Lapiedra, R. (2020). Why Senior Workers Are Becoming Entrepreneurs: Necessity or Passion? In The Entrepreneurial Behaviour: Unveiling the cognitive and emotional aspect of entrepreneurship (pp. 271–280). Emerald Publishing Limited. https://doi.org/10.1108/978-1-78973-507-920201018

 

Pruett, M., Shinnar, R., Toney, B., Llopis, F., & Fox, J. (2009). Explaining entrepreneurial intentions of university students: A cross-cultural study. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research, 15(6), 571–594. https://doi.org/10.1108/13552550910995443

 

Purwana, D. E., Ferry Wibowo, S., & Hajat, N. (2016). Efikasi Diri dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Berwirausaha Karyawan. Jurnal Ilmiah Econosains, 14(1), 43–57. https://doi.org/10.21009/econosains.014.1.4

 

Ratten, V. (2019). Older entrepreneurship: a literature review and research agenda. Journal of Enterprising Communities, 13(1–2), 178–195. https://doi.org/10.1108/JEC-08-2018-0054

 

Şahin, F., Karadağ, H., & Tuncer, B. (2019). Big five personality traits, entrepreneurial self-efficacy and entrepreneurial intention: A configurational approach. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research, 25(6), 1188–1211. https://doi.org/10.1108/IJEBR-07-2018-0466

 

Saputro, F. R. A. (2019). Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Minat Berwirausaha pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Universitas Muhamadiyah Surakarta.

 

Setyawati, C. Y., & Ricky, G. (2021). The Effect of Entrepreneurial Orientation On Entrepreneurial Intention: Self-Efficiency As A Mediatior (Case Study on Young Entrepreneurs in Surabaya). Business and Accounting Research (IJEBAR) Peer Reviewed-International Journal, 5, 57–73. https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/IJEBAR

 

Untu, Y. I., Oey, D., & Widjaja, H. (2019). Pengaruh Need For Achievement Dan Self-Efficacy Terhadap Entrepreneurial Intention Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Jurnal Manajerial Dan Kewirausahaan, I(2), 374–382.

 

Wardoyo, T. W., Mujiasih, E., & Soedarto Tembalang Semarang, J. S. (2015). Efikasi Diri dan Minat Berwirausaha Pada Pegawai Masa Persiapan Pensiun di Pemerintah Kota Cirebon. Jurnal Empati, 4(4), 315–319.

 

Wijangga, J., & Sanjaya, E. L. (2019). The Relationship between Entrepreneurial Self-Efficacy and Entrepreneurial Intention among University Students. Journal of Entrepreneur and Entrepreneurship, 8(1), 19–24.

 

Copyright holder:

Didacus Pindho Bismoko, Anny Nurbasari (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: