Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 9, September
2022
KECERDASAN
EMOSI DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
PADA KARYAWAN EVENT ORGANIZER DI SALATIGA
Jennifer Nagata Kristano, Sutarto Wijono
Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan organizational
citizenship behavior pada organisasi. Subjek dalam penelitian
ini berjumlah 38 orang yang
diambil dengan teknik sampel jenuh.
Metode pengambilan data menggunakan skala organizational
citizenship behavior yang disusun berdasarkan dimensi OCB menurut Organ (1988) dengan koefisien reliabilitas 0,903 dan menggunakan skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan aspek kecerdasan emosi menurut Goleman (2002) dengan koefisien reliabilitas 0,712. Analisis data
dilakukan dengan uji korelasi Pearson dan bantuan
software SPSS. Hasil penelitian menujukkan bahwa r=0.518; p
<0.01, yang artinya dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan positif
dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan organizational citizenship behavior. Artinya semakin tinggi tingkat kecerdasan emosi karyawan, maka semakin tinggi tingkat organizational citizenship behavior karyawan event organizer di Salatiga.
Kata Kunci: Perilaku
Organisasi Kewarganegaraan;
Kecerdasan Emosi; Penyelenggara Acara
Abstract
This
study aims to determine the relationship between emotional intelligence and
organizational citizenship behavior in organizations. Subjects in this study
amounted to 38 people who were taken with a saturated sample technique. The
data collection method uses an organizational citizenship behavior scale which
is based on the OCB dimension according to Organ (1988) with a reliability
coefficient of 0.903 and uses an emotional intelligence scale which is based on
aspects of emotional intelligence according to Goleman (2002) with a
reliability coefficient of 0.712. Data analysis was carried out with the
Pearson correlation test and the help of SPSS software. The results showed that
r=0.518; p <0.01, which means it can be concluded that there is a positive
and significant relationship between emotional intelligence and organizational
citizenship behavior. This means that the higher the level of emotional
intelligence of employees, the higher the level of organizational citizenship
behavior of event organizer employees in Salatiga.
Keywords: Citizenship
Organizational Behavior; Emotional Intelligence; Event Organizer
Pendahuluan
Perekonomian dunia saat ini sedang menghadapi persaingan global yang sangat intensif akibat teknologi informasi yang terus berkembang mengakibatkan tingginya dinamika yang memicu perubahan di berbagai kondisi lingkungan bisnis, sehingga disebut sebagai era Revolusi Industri 4.0 (Pratama & Iryanti, 2020). Begitu pula persaingan bisnis dalam lingkup penyedia jasa seperti Event Organizer (EO) di era komputerisasi saat ini sangatlah kuat. Event organizer (EO) adalah jasa penyedia berbagai kebutuhan acara dalam perencanaan, pengaturan, dan desain konsep, maupun praktek di lapangan, dengan tugas utamanya membantu klien untuk dapat menyelenggarakan acara yang diinginkan sesuai dengan permintaan klien.
Di Salatiga sendiri perkembangan EO (event organizer) sangatlah pesat, terbukti dari banyaknya
event organizer yang mulai bermunculan
dari yang besar maupun kecil. Sebagai contoh di Salatiga terdapat beberapa EO yakni DSW Wedding Organizer dan Liandra
EO. Beberapa tahun ke belakang
Event Organizer (EO) mengalami perkembangan yang sangat signifikan
dikarenakan peluangnya
sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha profesional, dan terutama anak-anak muda sangat menyukai event
organizer. Dengan adanya berbagai
kompetitor dalam bisnis di kota Salatiga yang terbilang tidak terlalu luas ini,
pemilik usaha jasa khususnya event organizer bukan hanya menuntut karyawan untuk bekerja sesuai
dengan harapan saja, tetapi juga karyawan yang mau bekerja melebihi dari apa yang seharusnya
dilakukan. Perilaku karyawan yang melebihi dari apa yang seharusnya
dilakukan, dapat digolongkan dalam perilaku extra-role. Perilaku
extra-role mengacu pada perilaku
di tempat kerja yang tidak termasuk dalam job description formal karyawan,
namun jika ditampilkan oleh karyawan akan sangat dihargai karena dapat meningkatkan
efektifitas dan kelangsungan
organisasi (Triningsih
& Wahyuni, 2003). Pada suatu
kesempatan, Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006) menyebut perilaku yang melebihi harapan ini sebagai
organizational citizenship behavior (OCB). Perilaku OCB dapat dikembangkan di kalangan karyawan melalui sikap positif, suportif lingkungan dan sikap organisasi. Selanjutnya, agar organisasi mana
pun menjadi berhasil, karyawan harus memiliki perilaku OCB yang dapat
menciptakan perilaku positif (Kapil dan Rastogi, 2018).
Berdasarkan wawancara terkait dengan OCB yang sudah dilakukan pada 30 Oktober 2021 terhadap 10 orang karyawan EO di Salatiga, hasil menunjukkan bahwa 70% dari mereka merasakan sungkan untuk bertanya yang menimbulkan miskomunikasi, kurang kompak dalam kerja tim di lapangan, kecenderungan individualis, hubungan antara karyawan senior dengan junior/ bahkan trainee yang terlalu formal, merasa kurang akrab antar karyawan oleh karena mereka hanya bertemu saat ada job event. Sementara ada 30% lainnya mengatakan bahwa mereka dapat melakukan kolaborasi dengan dengan saling membantu tim kerja mereka dan mereka dapat penuh semangat dalam menyelesaikan semua tanggung jawab saat ada job event.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku kerja yang melebihi kebutuhan dasar seorang pekerja yang bersifat inovatif dan spontan untuk mencapai tujuan organisasi, suka menolong orang lain, secara sukarela melakukan tugas tambahan, dan mematuhi aturan dan prosedur tempat kerja (Shanker, 2012). Menurut Gong, Greenwood, Hoyte, Ramkissom, dan He (2018) yang menduga bahwa seorang karyawan memiliki OCB yang rendah karena adanya kebutuhan akan pujian dan penghargaan terlepas dari performa kerja sebenarnya. Hal ini menjadi tidak menguntungkan bagi organisasi untuk dapat memperoleh kesuksesan dalam menghadapi berbagai kompetitor (Nosratabadi, Khedry & Bahrami, 2019). OCB dipengaruhi oleh beberapa hal faktor. Menurut Robbins (2006) dan (Hoffman, 2007) ada beberapa hal yang menjadi penentu OCB, yaitu kepribadian, suasana hati (mood), persepsi terhadap dukungan organisasi, budaya organisasi, kecerdasan emosi, dan kepuasan kerja. Dalam penelitian ini penuis berfokus pada kecerdasan emosi. Dikarenakan kecerdasan emosi dapat mendorong tumbuhnya perilaku saling menolong dan membantu secara sukarela diantara karyawan di luar kewajiban mereka.
Kecerdasan emosi adalah prediktor untuk meningkatkan perilaku altruistik yang membantu seorang individu untuk berubah dengan mudah dari emosi negatif menjadi positif emosi dan orang-orang dengan emosi positif lebih mungkin membantu orang lain dalam suasana hati yang baik dan positif sehingga dapat lebih aktif untuk membangun jejaring sosial dan aktivitas sosial di arena kerja. Goleman (2009) mengatakan kecerdasan emosi sebagai kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan kebutuhan atau dorongan impulsif, tidak membesar-besarkan kesenangan atau kesusahan, mampu mengatur reactive needs, menjaga agar bebas stress, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, dan kemampuan untuk berempati pada orang lain serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa dan memberikan banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari baik untuk dirinya sendiri maupun untuk rekan kerjanya. Secara umum kecerdasan emosi terdiri atas 5 aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati) dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 2002).
Hubungan antara kecerdasan
emosi dan OCB telah
menjadi salah satu subjek penelitian yang banyak diteliti. Dalam penelitian Aderibigbe & Mjoli
(2019) menggunakan sampel sebanyak 1.532 karyawan lulusan pria dan wanita dari berbagai
sektor ekonomi di Nigeria.
Pada penelitian ini, variabel OCB menggunakan teori dari Podsakoff, Mackenzie,
Moorman, & Fetter (1990) dengan alat ukur kuesioner
OCB versi modifikasi dari Argentero, Corteze, & Ferreti (2008) dengan koefisien reliabilitas 0,82. Untuk mengukur kecerdasan emosinya menggunakan teori dari Palmer & Stough (2001) dengan alat ukur kuesioner
kecerdasan versi modifikasi dari Seyal, Afzaal, & Chin (2012) dengan koefisien reliabilitas 0,81. Dari penelitian
ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara OCB dan kecerdasan emosional dengan R =0,473,
p<0,01. Sehingga dapat disimpulkan bahwa OCB secara signifikan positif terkait dengan kecerdasan emosional. Selain itu,
penelitian milik Yu &
Takahashi (2020) dengan responden
540 pegawai berpengetahuan dari organisasi publik dan non-publik yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi formal di daratan Cina. Responden dipilih menggunakan metode purposive convenience sampling. Penelitian ini menggunakan Wong
& Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS) untuk
mengukur kecerdasan emosi dan OCB individu diukur dengan 16 item yang dirancang
oleh Lee dan Allen (2002). Dari penelitian ini diperoleh hasil
bahwa efek total dari EI ke OCB (e = 0,642) kira-kira 1,7 kali lipat dari EI ke Counterproductive Work Behavior (CWB)
(e = -.384) dengan arah
yang berlawanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang yang berpendidikan akan menunjukkan efek kecerdasan emosi yang lebih besar pada OCB dan efek kecerdasan emosi yang lebih kecil pada CWB secara emosi.
Jika dibandingkan penelitian yang ada sebelumnya, perbedaan yang paling mendasar adalah responden penelitian yang dipilih dan alat ukur yang digunakan. Objek yang diteliti dalam penelitian ini merupakan karyawan pada organisasi di bidang jasa event organizer yang mengkonsentrasikan pada faktor kecerdasan emosi dalam hubungannya terhadap OCB pada karyawan event organizer di Salatiga. Dalam penelitian ini menggunakan skala kecerdasan yang dikembangkan oleh Goleman (2002) dan skala OCB yang dikembangkan oleh Organ (1988).. Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu kecerdasan emosi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap OCB pada karyawan event organizer di Salatiga, yang berarti semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi organizational citizenship behavior pada karyawan EO di Salatiga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lecerdasan emosi dan OCB pada karyawan event organizer di Salatiga.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu kecerdasan emosi yang merupakan variabel X (variabel bebas) dan organizational citizenship behavior sebagai variabel Y (variabel terikat). Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk dapat menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol secara efektif emosi dirinya hingga emosi orang lain di sekitarnya. Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku atau tindakan seorang karyawan secara spontan, sukarela, tanpa berpikir akan mendapatkan reward dan merasa ingin berkontribusi lebih dari job description untuk mendorong kesuksesan organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang memberi penekanan pada data numerik dan diolah secara statistik (Azwar, 2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 38 orang yang jumlahnya sama dengan populasi dan diambil dari keseluruhan partisipan pada karyawan event organizer di Salatiga menggunakan teknik sampling jenuh dengan penentuan sampel dari seluruh populasi yang digunakan sebagai sampel.
Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner kepada partisipan menggunakan 2 skala pengukuran yang terdiri dari skala kecerdasam emosi dan skala OCB. Kedua skala tersebut memiliki 4 pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Penelitian ini menggunakan angket/ kuesioner dalam pengumpulan data. Kuesioner termasuk dalam teknik untuk mengumpulkan data penelitian yang diberikan kepada responden dengan pemberian beberapa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono, 2018). Dalam pengukuran variabel yang diteliti, menggunakan skala likert yang terdiri dari dua pernyataan favorable dan unfavorable. Instrumen penelitian berupa angket/kuesioner diberikan kepada subjek dalam bahasa Indonesia. Karena penelitian ini dilakukan pada masa pandemic, maka penyebaran kuesioner penelitian dilakukan secara online via google form dengan tujuan agar penyebaran kuesioner dapat dilakukan secara luas dengan menghemat waktu dan biaya.
Skala penelitian variabel kecerdasan emosi menggunakan skala yang dikemukakan oleh Goleman (2002), didalamnya terdiri dari 5 aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain. Pada skala ini terdapat 12 aitem favorable dan 4 aitem unfavorable. Skala penelitian variabel kecerdasan emosi menggunakan skala yang dikemukakan oleh Goleman (2002), didalamnya terdiri dari 5 dimensi, yaitu altruisme (perilaku membantu meringankan pekerjaan), civic virtue (terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi), conscientiousness (melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan- peraturan di organisasi), courtesy (membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka), sportsmanship (toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh). Pada skala ini terdapat 11 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable.
Skala penelitian dari kedua variabel
yang digunakan dilakukan
uji reliabilitas terlebih dahulu untuk melakukan
penentuan kepercayaan dan keandalan sebuah alat ukur yang digunakan dengan menggunakan standar keandalan dengan nilai berkisar antara nol sampai
satu yaitu Cronbach's Alpha
yang memiliki nilai keandalan minimum sebesar 0.70
(Hair, Black, Babin, Anderson, & Tatham, 2006).
Pada variabel kecerdasan emosi memiliki koefisien reliabilitas alpha
(a) = 0,712 > 0,70 dan tergolong ke dalam standar
yang reliabel. Sedangkan
pada variabel organizational citizenship behavior memiliki koefisien reliabilitas alpha (a) = 0,903 > 0,70 dan tergolong ke dalam
standar yang reliabel. Teknik
analisis data menggunakan pengolahan statistik dengan software SPSS 21 for windows sebagai aplikasi bantu pengujian data yang kemudian terlebih dahulu melakukan pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur kedua variabel,
uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas Kolmogorov-smirnov, uji linearitas, dan selanjutnya pengujian hipotesis menggunakan teknik product moment dari Karl Pearson.
Hasil dan Pembahasan
Analisis deskriptif
Kategorisasi skor variabel kepemimpinan transformasional dari 38 subjek mulai dari kategori
sangat rendah hingga sangat
tinggi dapat dilihat pada tabel 1.1. Pada kategori “Sangat Tinggi” persentase
sebesar 7,9%, pada kategori
“Tinggi” didapat persentase
sebesar 28,9%, dan kategori
“Sedang” didapat persentase
sebesar 31,6%. Berdasarkan tabel di atas rata-rata sebesar 55,9 yang berada pada kategori “Sedang”. Dari seleksi aitem yang dilakukan terdapat 5 aitem yang gugur. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa tingkat kecerdasan
emosi ada pada tingkat yang sedang.
Tabel 1.1. Analisis deskriptif
variabel kecerdasan emosi
Kategori |
Interval |
Frekuensi |
Persentase |
Sangat rendah |
50 < x < 52,5 |
6 |
15,8% |
Rendah |
52,6 < x < 55,1 |
6 |
15,8% |
Sedang |
55,2 < x < 57,7 |
12 |
31,6% |
Tinggi |
57,8 < x < 60,3 |
11 |
28,9% |
Sangat tinggi |
60,4 < x < 63 |
3 |
7,9% |
Total |
|
38 |
100% |
Sedangkan hasil analisis deskriptif pada variabel OCB disusun dengan menggunakan lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kategorisasi skor variabel Organizational citizenship behavior (OCB) dari 38 subjek dimulai dari kategori
sangat rendah hingga sangat
tinggi dapat dilihat pada tabel 1.2. Pada kategori “Sangat Tinggi” persentase
sebesar 31,6%, pada kategori
“Tinggi” didapat persentase
sebesar 26,4%, kategori
“Sedang” didapat persentase
sebesar 15,8%, dan untuk kategori “Rendah” terdapat persentase sebesar 7,8%. Dari seleksi aitem yang dilakukan terdapat 7 aitem yang gugur. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa tingkat kecerdasan
emosi ada pada tingkat yang sangat tinggi.
Tabel 1.2. Analisis deskriptif
variabel organizational citizenship behavior (OCB)
Kategori |
Interval |
Frekuensi |
Persentase |
Sangat rendah |
48 < x < 50 |
7 |
18,4% |
Rendah |
51 < x < 53 |
3 |
7,8% |
Sedang |
54 < x < 56 |
6 |
15,8% |
Tinggi |
57 < x < 59 |
10 |
26,4% |
Sangat tinggi |
60 < x < 63 |
12 |
31,6% |
Total |
|
38 |
100% |
Uji Normalitas
Pada penelitian ini dilakukan uji asumsi klasik dengan
menggunakan uji normalitas
yang dilakukan pada kedua variabel menggunakan Kolomogorov-Smirnov dengan
bantuan program SPSS 21.0 for windows.
Tabel 1.3. Hasil Uji Normalitas Kolomogorov-Smirnov
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov yang menunjukkan nilai signifikansi 0,931 yang artinya, nilai taraf signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel kecerdasan emosi dan OCB berdistribusi normal.
Uji
Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kedua variabel yang diteliti apakah linier secara signifikan atau tidak. Uji linearitas ini menggunakan test for linearity. Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel 2.2 diperoleh nilai F sebesar 11,632 dengan nilai signifikansi (deviation from linearity) mendapatkan hasil 0,783 yang artinya, nilai taraf signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kecerdasan emosi dengan OCB adalah linear atau dengan kata lain ada hubungan yang linear antara variable kecerdasan emosi dengan OCB, karena telah memenuhi syarat asumsi linearitas (p>0,05).
Uji Korelasi
Dengan menggunakan uji korelsi Karl Pearsn pada tabel 3.1 diperoleh nilai r sebesar 0.518 dengan signifikansi sebesar 0,000 yang artinya p < 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa variable kecerdasan emosi dengan OCB memiliki hubungan yang positif dan signifikan. Oleh karena itu, semakin tinggi kecerdasan emosional karyawan maka semakin tinggi pula organizational citizenship behavior (OCB) karyawan.
Tabel 1.5. Hasil Uji Korelasi
Uji korelasi telah dilakukan pada tabel antara kecerdasan emosi dengan OCB menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel kecerdasan emosi dan OCB dengan hasil uji statistic r=0.518; p = 0.00 (p =<0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis dapat diterima dengan kata lain adanya hubungan/korelasi antara kecerdasan emosi dan OCB pada karyawan event organizer di Salatiga. Oleh karena itu, semakin tinggi kecerdasan emosional karyawan maka semakin tinggi pula organizational citizenship behavior (OCB) karyawan.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mubarok, Sedjo, Prabawati (2019) dimana terdapat hubungan signifikan positif antara variabel kecerdasan
emosi dan OCB. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi
OCB, atau sebaliknya
semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah
OCB. Dengan kata lain variabel
kecerdasan emosi mempunyai peran terhadap meningkatnya OCB karyawan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan.
Pertama, sebagian besar
karyawan EO menganggap bahwa karyawan
dengan tingkat kecerdasan emosi yang baik membuatnya dapat memberikan layanan yang terbaik khususnya dalam meningkatkan OCB karyawan. Hal ini didukung oleh penelitian milik Mubarok, Sedjo, Prabawati (2019), Aderibigbe & Mjoli (2019), Ghewari & Pawat (2021) yang menyatakan adanya karyawan yang mempunyai
kecerdasan emosi yang baik akan menghasilkan
kinerja yang baik, sebab ketika karyawan
tersebut dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri
dan orang lain, maka pekerjaannya
pun dapat dilakukan dengan efektif dan efisien baik dalam
melaksanakan tugasnya, termasuk melayani/ membantu rekan kerjanya.
Kedua,
adanya anggapan bahwa karyawan yang
cerdas secara emosional akan berkontribusi secara signifikan lebih tinggi, di luar batas atau ruang
lingkup pekerjaan mereka tugas dan tanggung jawab untuk membantu rekan kerja dan pelanggan atau
klien. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian milik Riaz et al. (2018) yang menyatakan bahwa karyawan yang memahami dan mengelola emosi diri dan orang lain, akan
berkinerja lebih baik dalam
pekerjaan, lebih banyak berlatih di jejaring sosial dan aktivitas sosial di
arena kerja, serta dengan mudah menarik rekan kerjanya.
Ketiga, adanya anggapan bahwa karyawan yang dapat merasakan emosi
yang positif dan menyenangkan
dapat mendorongnya untuk lebih kooperatif
dalam bekerja dengan divisi atau rekan kerja lain sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dalam organisasi. Hal ini didukung oleh penelitian oleh Putri (2018) yang menyatakan
bahwa karyawan dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu mengolah emosi dengan baik sehingga dapat menjalin
hubungan yang baik dengan rekan kerjanya dan dapat
memberikan hasil kerja yang lebih baik. Orang dengan kecerdasan emosi yang lebih tinggi akan mampu
menghadapi tantangan bahkan menjadikannya lebih
produktif dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang sangat dibutuhkan di dunia
kerja.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh kesimpulan adanya hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan organizational
citizenship behavior (OCB) pada karyawan EO di Salatiga. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosi karyawan
maka akan semakin tinggi tingkat organization citizenship behavior (OCB) karyawan.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat kecerdasan
emosi yang termasuk dalam kategori sedang dan tingkat OCB termasuk dalam kategori tinggi dengan sumbangan efektif kecerdasan
emosi terhadap OCB sebesar 37,2%, sementara sebesar 62,8% dipengaruhi oleh
factor lain. Sehingga pada sebagian karyawan menganggap bahwa tingkat kecerdasan emosi yang bagus
membuatnya dapat memberikan layanan yang terbaik khususnya dalam meningkatkan OCB karyawan.
Namun,
pada sebagian karyawan lain
menganggap bahwa baik atau buruknya tingkat
kecerdasan emosi karyawan tidak mempengaruhi mereka.
Selain itu dalam penelitian ini pun masih memiliki keterbatasan dalam hal jumlah responden
yang hanya 38 orang, tentunya
masih kurang untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya sehingga disarankan untuk peneliti selanjutnya dapat mengambil sampel yang lebih banyak guna
keakuratan data yang lebih baik dalam penelitiannya.
Selain itu, penelitian ini tidak memiliki konstruk sikap yang dapat membantu sebagai mediator. Dan
juga penulis hanya mengumpulkan data dari sektor event organizer dan dari
satu kota, Salatiga. Oleh karena itu generalisasi hasil mungkin menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini.
Untuk penelitian yang selanjutnya,
penulis menyarankan untuk dapat menemukan
faktor lain yang dominan
yang dapat mempengaruhi OCB
karyawan EO sebab kajian-kajian mengenai event
organizer masih sangat terbatas
dan data yang dilaporkan sendiri dikumpulkan untuk penelitian ini melalui satu sumber.
Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan
dengan mengambil beberapa tanggapan dengan tambahan konstruk sikap sebagai mediator. Atau dengan menggunakan
subjek dengan sifat pekerjaannya mandiri (jenis pekerjaan yang tidak saling berkaitan satu dengan lainnya)
untuk mengetahui situasi awal objek
penelitian dengan kelompok yang akan diteliti.
Aderibigbe J. K., Mjoli
T. Q. (2019). Relationship
between occupational stress,organizational citizenship behavior, psychological
capital and emotional intelligence among nigerian employees. African Journal of Business and
Economic Research, 14(1), 85-111.
Azwar, S. (2012). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghewari, A. A. & Pawar S. N. (2021).
Emotional intelligence and organizational citizenship behavior: the
mediating role of job satisfaction. South Asian Journal Of
Management, 28(4), 95-120.
Gong, B.,
Greenwood, R. A., Hoyte, D., Ramkissoon, A., &
He, X. (2018). Millennials and organizational citizenship behavior: The role of
job crafting and career anchor on service. Management Research Review,
41(7), 774–788.
Goleman, D. (2002). Emotional
intelligence (terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2001). Working with emotional intelligence
(terjemahan).
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosi/Daniel Goleman. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kapil, R. & Rastogi, R. (2018). Promoting organizational citizenship behavior: The roles of leader–member exchange and organizational job embeddedness. South Asia Journal of Human Resources Management, 5(1), 56-75.
Mubarok A. F., Sedjo P., Prabawati I. N. (2019). Kecerdasan emosi dan organizational citizenship behavior pada perawat. Jurnal Psikologi, 12(2), 143-156.
Nosratabadi, S., Khedry,
H., & Bahrami, P. (2015). A survey on the
relationship of organizational commitment and organizational citizenship
behavior.
Organ, D. W. (1997). Organizational citizenship behavior:
It’s construct clean-up time. Human Performance,
10(2), 85-97.
Organ, D. W., and Ryan, K. (1995). A meta-analytic review of attitudinal and dispositional predictors of organizational citizenship behavior. Personnel Psychology, 48(4), 775-803.
Organ, D. W., Podsakoff, MacKenzie.
(2006). Organizational citizenship behavior its nature, antecedent, and consequences. London:
Sage Publication.
Organ, D. W., (1988). Organizational citizenship behavior: The
good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexington books.
Pratama, H. A., Iryanti, H.
D. (2020). Transformasi SDM dalam
menghadap tantangan revolusi 4.0 di sektor kepelabuhan. Majalah Ilmiah Bahari Jogja, 18(1), 71-80.
Robbin, S.
P., (2006). Perilaku Organisasi (edisi kesepuluh). Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Robbins, S. S., & Judge, T. (2012). Perilaku
organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Riaz F, Naeem S, Khanzada B, Butt K. (2018). Impact of emotional
intelligence on turnover intention, job performance and organizational citizenship
behavior with mediating role of
political skill. Journal of Health Education Research
& Development, 6(2), 1-8.
Rungkat, D. S. & Arianti, R. (2021). Hubungan
antara kepemimpinan transformasional dengan organizational citizenship
behavior pada perawat. Jurnal Psikologi Konseling, 19(2).
Shanker, M.
(2012). Organizational citizenship behavior: Leveraging effects on transformational
leaders' emotional intelligence. Aweshkar
Research Journal, 13(1).
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian
kombinasi (mixed methods). Bandung: CV Alfabeta.
Supriyanto, Achmad S., Ekowati, Maharani V., Masyhuri (2019) The relationship among spiritual intelligence, emotional intelligence, organizational citizenship behavior, and employee performance. Etikonomi, 18(2). 249-258.
Triningsih, E., dan Wahyuni S. (2003).
Pengaruh atribut kepribadian terhadap organizational
citizenship behavior. Jurnal Fokus Manajerial, 1(2),
89-10.
Turnipseed, D. L. (2017). Emotional intelligence and OCB: The moderating role of work locus of control. The Journal of Social Psychology, 158(3), 322-336.
Turnipseed, D. L., & Vandewaa, E. A. (2012). Relationship between emotional intelligence and organizational citizenship behavior. Psychological Reports, 110(3), 899–914.
Ulrich, D. (1998). A new mandate for human resources. Harvard Business Review. 124 134.
Yu, H. & Takahashi, Y. (2020). Emotional intelligence and extra-role behavior of knowledge employees:
Mediating and moderating effects. Organizations and Markets in Emerging
Economies, 2(22), 389–406.
Copyright holder: Jennifer Nagata Kristano,
Sutarto Wijono (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |