Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 9, September 2022
PERBANDINGAN BIAYA PENGOBATAN KOMBINASI AMLODIPIN -CANDESARTAN �DENGAN AMLODIPIN-IRBESARTAN PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP BPJS DI RUMAH SAKIT EVASARI
Erlita, Shirly Kumala, Prih Sarnianto
Magister Farmasi
Universitas Pancasila Jakarta, Indonesia
Abstrak
Hipertensi
merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling lazim. Prevalensinya bervariasi
menurut umur, ras, pendidikan dan banyak variabel lain.
Besarnya biaya pengobatan hipertensi dipengaruhi beberapa hal seperti pemilihan
obat, tindakan medis yang diberikan Di Era JKN pembayaran untuk pelayanan di
rumah sakit menggunakan sistem Ina-CBGs dimana besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan
didasarkan pada kelompok diagnosis penyakit dan prosedur penanganannya.
Pembayaran klaim BPJS yang bersifat paket membuat rumah sakit harus melakukan
pengendalian biaya-biaya terkait pelayanan pasien rawat inap agar tidak merugi.
Tujuan penelitian ini mengkaji perbandingan biaya pengobatan terapi kombinasi amlodipin-candesartan dengan kombinasi amlodipin�irbesartan pada pasien �rawat inap dengan menggunakan BPJS di RS Evasari. dari penelitian ini diperoleh hasil unit cost dalam
pengobatan pasien hipertensi dengan kombinasi amlodipin-irbesartan
lebih rendah yaitu Rp. 5.991.007,66 dengan rata-rata lama rawat selama 3 hari.
Sedangkan pada kombinasi amlodipin-candesartan unit cost yang
dikeluarkan sebesar Rp. 10.025.676,16 dengan rata-rata rawat selama 5 hari. �unit cost yang menjadi �pengeluaran
paling besar biaya obat dan alkes untuk kombinasi amlodipin-candesartan Rp. 3.148.406,26 dan kombinasi amlodipin-irbesartan Rp. 2.108.379. Perbedaan
biaya yang cukup besar dipengaruhi oleh lama rawat inap yang dibutuhkan
berbeda. Pasien dengan kombinasi amlodipin-candesartan
memerlukan lama rawat yang lebih lama bila dibandingkan dengan kombinasi amlodipin-irbesartan.
Kata
Kunci: perbandingan biaya, unit cost, kombinasi obat , hipertensi, BPJS.
Abstract
Hypertension is the most common
cardiovascular disease. The prevalence varies according to the age, race,
education and many other variables. The amount of cost of curing hypertension
is affected by several factors such as drug selection, medical action given. In
era JKN, the payment for the service in the hospital utilizes Ina-CBGs system in
which the amount of claim payment by Social Health Security is based on the
group of disease diagnosis and the handling procedure. The payment of �BPJS claim which is in package makes the
hospital control costs related to outpatients service in order not to get loss. The aim of this study is to review comparison of
therapy treatment cost combination of amlodipin-candesartan and amlodipine-ir
besartan combination dengan kombinasi amlodipin�irbesartan in outpatients by
means of BPJS in Evasari Hospital. From this study, the result of cost unit is
obtained in hypertension patient treatment with amlodipin-irbesartan combination which is lower amounting Rp.
5,991.007.66 with the average of hospitalization duration of 3 days, whereas in
amlodipin-candesartan combination, the cost unit spent is Rp. 10,025,676.16
with the average of hospitalization for 5 days. The cost unit that becomes the
biggest spending is drug cost and health devices for amlodipin-candesartan
combination which is Rp. 3,148,406.26 and amlodipin-irbesartan combination
which is p. 2,108,379.63. The quite big
difference of cost is affected by the duration of hospitalization required
which is different. Patients with amlodipin-candesartan combination requires longer hospitalization than
those with amlodipin-irbesartan combination.
Keywords:
cost comparison, cost unit, drug combination, Hypertension, BPJS
Pendahuluan
Hipertensi merupakan
penyakit kardiovaskuler yang paling lazim. Prevalensinya bervariasi menurut
umur, ras, pendidikan dan banyak variabel lain. Penurunan tekanan darah secara
farmakologis yang efektif dapat mencegah kerusakan pembuluh-pembuluh darah dan
terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pengetahuan tentang
mekanisme dan cara kerja antihipertensi memungkinkan prediksi efektivitas dan
toksisitasnya secara akurat, sehingga penggunaan obat secara rasional baik
tunggal atau kombinasi dapat menurunkan tekanan darah dengan resiko minimal
terhadap terjadinya toksisitas yang serius terhadap sebagian besar pasien (Katzung B.G., 2018).
Menurut WHO, hipertensi
telah membunuh 9,4 juta jiwa warga dunia setiap tahunnya. Pada 2025 mendatang,
diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. Prevalensi penderita
hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Terdapat 40%
penderita hipertensi dinegara berkembang sedangkan penderita hipertensi
dinegara maju sekitar 35% (Nildawati dkk,2020). Prevalensi
hipertensi di Indonesia mencapai 25,8% dari populasi penduduk Indonesia usia 18
tahun ke atas, dan cenderung meningkat (Riskesdas, 2018). Jumlah penderita
hipertensi yang terus meningkat membuat biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat
sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran khusus dalam peningkatan efisiensi atau
penggunaan dana secara rasional. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan
adalah pendekatan farmakoekonomi. Farmakoekonomi didefinisikan sebagai
deskripsi dan analisis biaya pada masyarakat atau sistem pelayanan kesehatan.
Farmakoekonomi mengidentifikasi, mengukur dan membandingkan biaya dan
konsekuensi dari produk dan pelayanan farmasi (A.S.
Muniati, 2018).
Sebelum Era Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), pelaksanaan pelayanan di rumah sakit umumnya fee for service (FFS) dan tarif
ditentukan oleh rumah sakit. Tarif rumah sakit biasanya telah meliputi biaya
yang dikeluarkan dan profit yang diinginkan oleh rumah sakit tersebut. Namun,
di era JKN pembayaran untuk pelayanan di rumah sakit
menggunakan sistem Ina-CBGs (Indonesia Case Based Groups) dengan besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan didasarkan pada kelompok diagnosis
penyakit dan prosedur penanganannya (Permenkes, 2018). Pembayaran klaim BPJS yang
bersifat paket membuat rumah sakit harus melakukan pengendalian biaya-biaya
terkait pelayanan pasien rawat inap agar tidak merugi. Salah satu pengendalian
biaya ini adalah penggunaan obat. Harga obat antihipertensi yang sangat bervariasi
menjadi salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan untuk
mempertimbangkan biaya penggunaan obat bagi pasien. Dalam pengendalian biaya
pelayanan tidak hanya dengan penggunaan obat yang murah, bisa dilihat dari
efektivitas dari penggunaan obat tersebut. Bila harga obat lebih mahal namun
lebih efektif dan dapat memperpendek lamanya rawat inap maka hal itu dapat
menguntungkan untuk rumah sakit.
Penggunaan
kombinasi amlodipin-candesartan dan amlodipin-irbesartan di RS Evasari sering
digunakan dalam pengobatan pasien hipertensi rawat inap dibanding kombinasi
obat lain.. Penelitian ini dimaksudkan
untuk membandingkan cost effective kedua regimen obat antihipertensi yang
paling banyak digunakan di RS Evasari, yaitu kombinasi amlodipin-candesartan dibandingkan dengan kombinasi amlodipin-irbesartan.
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian Cross sectional dengan penelusuran data
restrosfektif. Data yang diambil dari rekam medik pasien rawat inap BPJS yang
menggunakan antihipertensi kombinasi Amlodipin-Irbesartan dan kombinasi
amlodipin-candesartan periode Januari-Desember 2018. Pengambilan data untuk penelitian dilaksanakan di bagian rekam medis dan
bagian keuangan rumah sakit Evasari pada bulan Maret�Juni 2019. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi yang di rawat inap BPJS di RS Evasari
dan menggunakan terapi kombinasi amlodipin-candesartan atau kombinasi amlodipin�irbesartan.
Total pasien hipertensi yang dirawat inap BPJS di RS Evasari periode
Januari-Desember 2018 sebanyak 93 pasien. Dari 93 pasien tersebut yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi� hanya 78
pasien yang terdiri dari 38 pasien menggunakan kombinasi Amlodipin-Irbesartan
dan kombinasi Amlodipin-Candesartan. Analisis data dengan menggunakan software
SPSS versi 23 meliputi analisis univariat dan bivariat.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Analisis
Univariat
Hasil analisis Univariat pasien hipertensi rawat
inap di RS Evasari disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1
Distribusi
Karakteristik Pasien Yang Menerima Terapi Kombinasi Amlodipin-Irbesartan dan
Kombinasi Amlodipin-Candesartan pada Pasien Hipertensi Rawat Inap BPJS di RS
Evasari periode Januari-Desember 2018
Karakteristik |
Amlodipin-irbesartan |
Amlodipin-candesartan |
Total |
|||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
|
Jenis kelamin |
|
|||||
Laki
� laki |
20 |
52.6 |
21 |
55.3 |
41 |
53.9 |
Perempuan |
18 |
47.4 |
17 |
44.7 |
35 |
46,1 |
Umur |
|
|||||
<30tahun |
2 |
5.3 |
0 |
0 |
2 |
2.6 |
30-39
tahun |
1 |
2.6 |
2 |
5.3 |
3 |
3.9 |
40-49
tahun |
7 |
18.4 |
7 |
18.4 |
14 |
18.4 |
50-59
tahun |
17 |
44.7 |
7 |
18.4 |
24 |
31.6 |
≥60
tahun |
11 |
28.9 |
22 |
57.9 |
33 |
43.4 |
Lama rawat |
|
|
|
|
|
|
1-3
hari |
27 |
71.1 |
15 |
39.4 |
42 |
55.3 |
4-6
hari |
7 |
18.4 |
14 |
36.8 |
21 |
27.6 |
>6 hari |
4 |
10.5 |
9 |
23.7 |
13 |
17.1 |
Penyakit
penyerta |
|
|
|
|
|
|
0
penyakit |
1 |
2.6 |
4 |
10.5 |
5 |
6.6 |
1
penyakit |
12 |
31.6 |
21 |
55.3 |
33 |
43.4 |
2
penyakit |
21 |
55.3 |
10 |
26.3 |
31 |
40.8 |
≥
3 penyakit |
4 |
10.5 |
3 |
7.9 |
7 |
9.2 |
Berdasarkan karateristik jenis kelamin pasien
hipertensi rawat inap BPJS di RS Evasari, dari 76 pasien� berjenis kelamin laki-laki sebanyak 41 pasien
(53,9%) lebih banyak dibandingkan dengan berjenis perempuan yaitu 35 pasien
(46,1%). Pada penggunaan kombinasi Amlodipin-Irbesartan pasien berjenis kelamin
laki-laki yaitu 20 pasien (52,6%) sedangkan kelompok kombinasi
amlodipin-candesartan yaitu 21 pasien (55,3%). Hasil penelitian yang dilakukan Aristoteles (2018) juga menunjukan bahwa
pasien hipertensidengan jenis kelamin laki-laki (53,3%) lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan (46,7%). (Aristoteles, 2018). Begitu juga dengan penelitian Ani Rahayu dkk
(2020) menunjukkan bahwa pasien hipertensi paling banyak diderita pada pasien
laki-laki menunjukkan persentasi hampir 57. WHO yang mengatakan bahwa secara
umum, laki-laki memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan
wanita, hal ini disebabkan karena laki - laki lebih banyak melakukan kebiasaan
hidup yang bisa menimbulkan hipertensi seperti merokok, pemarah, mengkonsumsi
minuman alkohol (WHO, 2014).
Berdasarkan umur, pasien hipertensi terbanyak umur
≥60 tahun yaitu 33 pasien (43,4%). Dari 33 pasien, sebanyak 22 pasien
(57,9%) menggunakan kombinasi Amlodipin-Candesartan yang� juga merupakan jumlah pasien terbanyak di
kelompoknya. Sedangkan pada kombinasi Amlodipin-Irbesartan terbanyak berumur
50-59 yaitu 17 pasien (44,7%). Kelompok pasien paling sedikit ada pada kelompok
umur <30 tahun hanya terdapat 2 pasien (2.6%) pasien tersebut menggunakan
kombinasi Amlodipin-Irbesartan. Berdasarkan data dari Riskesdas 2018, hipertensi terjadi pada kelompok
umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) (Riskesdas,2018). Tekanan darah meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia, akibat bertambahnya pengapuran dinding pembuluh arteri sehingga
elastisitas dinding pembuluh darah arteri menurun. Hal ini yang dapat
mengakibatkan tekanan darah tinggi (Tjay T.H. and Rahardja
K., 2015). Lumen pada
pembuluh darah yang mengalami penyempitan dan dinding pembuluh darah menjadi
kaku disebabkan telah terjadi penumpukan zat kolagen pada lapisan otot pembuluh
darah. Kondisi ini secara berangsur-angsur akan berdampak pada peningkatan
tekanan darah sistolik (Fikri D. F., 2017). Perubahan struktur pembuluh darah besar berpengaruh terhadap
peningkatan tekanan darah pada pasien usia lanjut. Pengobatan hipertensi pada usis
lanjut sedikit ada perbedaan dengan usia muda karena adanya perubahan
fisiologis akibat proses penuaan, perubahan fisiologi tubuh yang berpengaruh terhadap
konsentrasi obat, waktu eliminasi obat, penurunan fungsi dan respon organ tubuh terhadap obat sehingga berpengaruh
terhadap penyerapan obat (Tjay T.H. and Rahardja
K., 2015).
Berdasarkan waktu
yang dibutuhkan� pasien hipertensi
dirawat terbanyak pada kelompok 1-3 hari yaitu 42 pasien (55,3%). Penggunaan kombinasi
Amlodipin-Irbesartan terbanyak yaitu 27 pasien (71,1%) dan kombinasi
Amlodipin-Candesartan 15 pasien (39,5%). Kelompok lama rawat ≥ 6hari
total pasien yaitu 13 pasien(17,1%) terdiri dari kombinasi Amlodipin-Candesartan
yaitu 9 pasien (23,6%) lebih banyak dibandingkan dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan yaitu 4 pasien (10,4%).Hasil ini
sejalan dengan penelitian Y.M. Bambungan,dkk
(2018) bahwa dari data rekam
medik pasien maka dapat diketahui jika pasien yang lama perawatannya < 7 hari
dengan jumlah pasiennya yaitu 92 pasien (67,2%) lebih banyak dibandingkan
pasien dengan lama perawatan ≥7 hari dengan 45 pasien (32,8%) (Y.M. Bambungan,dkk. 2018).
Pasien dengan lama rawat 1-3 hari paling banyak
diumur 50-59 tahun (36,8%) dan >60 tahun (18,4%).
�Pengobatan
hipertensi pada usia lanjut ada sedikit perbedaan dengan usia muda karena
adanya perubahan fisiologis akibat proses penuaan, perubahan fisiologi tubuh
yang berpengaruh terhadap konsentrasi obat, waktu eliminasi obat, penurunan
fungsi dan respon organ tubuh terhadap obat sehingga berpengaruh terhadap
penyerapan obat sehingga membutuhkan perawatan secara spesifik karena
harus ditangani semaksimal mungkin.
Berdasarkan penyakit penyerta,� pasien paling banyak memiliki 1 dan 2
penyakit penyerta. Pasien yang menggunakan kombinasi obat Amlodipin-Candesartan
paling banyak memiliki 1 penyakit penyerta yaitu sebanyak 21 pasien (55,3%).
Sedangkan pada kombinasi Amlodipin-Irbesartan paling banyak memiliki 2 penyakit
penyerta sebanyak 21 pasien (55,3%). Pasien dengan tanpa penyakit penyerta
merupakan paling sedikit pada kedua kelompok kombinasi obat sebanyak 5 pasien
(6,6%) dari total pasien. Dari data terapi kombinasi Amlodipin-Candesartan
pasien yang memiliki 1 penyakit penyerta paling banyak diumur >60 tahun yaitu
13 pasien (34,2%) sedangkan pada kelompok terapi kombinasi Amlodipin-Irbesartan
pasien yang memiliki 2 penyakit penyerta terdapat diumur 50-59 tahun �(23,7%) dan umur >60 tahun (15,7%)
B. Analisis Bivariat
Hasil
analisis bivariat pasien hipertensi rawat inap BPJS di RS Evasari disajika pada
tabel 2. Berdasarkan hasil tabel dibawah didapat pasien yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 41 pasien (53,9%) dan pasien berjenis perempuan yaitu 35
pasien (46,1%). Kelompok kombinasi amlodipin-irbesartan pasien yang berjenis
kelamin laki-laki yaitu 20 pasien (52,6%) dan pasien berjenis kelamin perempuan
yaitu 18 pasien (47,4%) sedangkan kelompok kombinasi Amlodipin-Candesartan
pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 21 pasien (55,3%) dan pasien
berjenis kelamin perempuan yaitu 17 pasien (44,7%). Berdasarkan hasil uji
Mann Whitney diperoleh nilai p
(0,819) >0.05 Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan antara kelompok kombinasi Amlodipin-Irbesartan dengan
amlodipin-candesartan pada jenis kelamin. Hasil yang sejalan diperoleh
oleh Liberty dkk (2020) yaitu berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan berobat pasien
hipertensi pada beberapa fasilitas tingkat yang ada kota Palembang dengan nilai
p-value=0,19, karena baik laki-laki maupun perempuan telah paham tujuan
pengobatan hipertensi (Liberty dkk.2020).
Pasien
hipertensi dengan umur ≥60 tahun terdapat 33 pasien (43,4%). Pasien
dengan kombinasi amlodipin-candesartan dengan umur >60 tahun yaitu 22 pasien
(57,9%) dan kombinasi Amlodipin-Irbesartan yaitu 11 pasien (28.9%). Pada
kelompok umur 50-59 tahun terdapat 24 pasien (31,6%), dengan kombinasi
Amlodipin-Irbesartan yaitu 17 pasien (44,7%) dan kombinasi
Amlodipin-Candesartan 7 pasien (18,4%). Pada kelompok� umur 40-59 tahun total pasien hipertensi
berjumlah 14 pasien (18,4%) dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan dan
Amlodipin-Candesartan sama-sama memiliki 7 pasien (18,4%). Pada kelompok umur
30-39 tahun hanya terdapat 3 pasien (3,9%), dengan kombinasi
Amlodipin-Candesartan 2 pasien (5,3%). lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok kombinasi amlodipin-irbesartan yang hanya 1 pasien (2.6%). Pada
kelompok umur <30 tahun hanya terdapat 2 pasien (2.6%) dengan �kombinasi amlodipin-irbesartan� 2 pasien (5,3%). Berdasarkan hasil uji
Mann Whitney pada umur pasien diperoleh
nilai p (0,055) >0.05 Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan pemakaian
terapi antara kelompok kombinasi
Amlodipin-Irbesartan dengan amlodipin-candesartan.
Berdasarkan
lama rawat pasien hipertensi pada kelompok 1-3 hari terdapat 42 pasien (55,3%)
dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan sebanyak 27 pasien (71,1%) sedangkan
kombinasi Amlodipin-Candesartan 15 pasien (39,5%). Pada kelompok lama rawat 3-6
hari total pasien yaitu 21 pasien (27,6%) dengan kombinasi
Amlodipin-Candesartan terdapat 14 pasien (36,8%) sedangkan kombinasi
Amlodipin-Irbesartan� yaitu 7 pasien
(18,4%). %). Pada kelompok lama rawat ≥6hari total pasien yaitu 13 pasien
(17,1%) dengan kombinasi Amlodipin-Candesartan yaitu 9 pasien (23,6%) sedangkan
kombinasi Amlodipin-Irbesartan� yaitu 4
pasien (10,4%). Hasil perhitungan dengan menggunakan uji
Mann Whitney lama rawat diperoleh
nilai p (0,007)<0.05. Hal ini berarti terdapat perbedaan antara kelompok kombinasi Amlodipin-Irbesartan dengan
Amlodipin-Candesartan.
Tabel 2
Distribusi
Karakteristik Pasien Yang Menerima Terapi Kombinasi Amlodipin-Irbesartan dan
Kombinasi Amlodipin-Candesartan pada Pasien Hipertensi
�Rawat Inap BPJS di RS Evasari periode
Januari-Desember 2018
No. |
Parameter |
Pasien Amlodipin-irbesartan |
Pasien �amlodipin-candesartan |
P- value |
||
N=38 |
% |
N=38 |
% |
|||
1 |
Usia |
|
|
|
|
0,055 |
Rentang |
21-77 |
34-89 |
|
|||
Rata-rata |
54,341 � 11,259 |
60,842 � 172275 |
|
|||
a. < 30
tahun |
2 |
5,26 |
0 |
0 |
|
|
b. 30-39
tahun |
1 |
2,63 |
2 |
5,26 |
|
|
c. 40-49
tahun |
7 |
18,42 |
7 |
18,42 |
|
|
d. 50-59
tahun |
17 |
44,74 |
7 |
18,42 |
|
|
e. > 60
tahun |
11 |
28,95 |
22 |
57,90 |
|
|
2 |
Jenis kelamin |
0,819 |
||||
a. Laki-laki |
20 |
52,63 |
21 |
55,26 |
|
|
b. Perempuan |
18 |
47,37 |
17 |
44,74 |
|
|
3 |
Lama Rawat |
0,007 |
||||
a. 1-3 hari |
27 |
71,05 |
15 |
39,47 |
|
|
b. 4-6 hari |
7 |
18,42 |
14 |
36,84 |
|
|
c. >= 6
hari |
4 |
10,53 |
9 |
23,68 |
|
|
4 |
Penyakit
Penyerta |
0,01 |
||||
a. 0 penyakit |
1 |
2,63 |
4 |
10,53 |
|
|
b. 1 penyakit |
12 |
31,58 |
21 |
55,26 |
|
|
c. 2 penyakit |
21 |
55,26 |
10 |
26,32 |
|
|
d. >= 3
penyakit |
4 |
10,53 |
3 |
7,89 |
|
|
5 |
TD masuk RS |
|
|
0,576 |
||
a. <
140/90 |
7 |
18,42 |
9 |
23,68 |
|
|
b. >=
140/90 |
31 |
81,58 |
29 |
76,32 |
|
|
6 |
TD keluar RS |
0,500 |
||||
a. <
140/90 |
32 |
84,21 |
34 |
89,47 |
|
|
b. >=
140/90 |
6 |
15,79 |
4 |
10,53 |
|
|
7 |
Rata-Rata
biaya |
5.991.008 |
10.025.676 |
0,001 |
Berdasarkan pasien hipertensi dengan penyakit
penyerta ≥ 3 penyakit terdapat 7 pasien (9.2%) dengan kombinasi
Amlodipin-Irbesartan yaitu 4 pasien (10,5%) sedangkan kombinasi
Amlodipin-Candesartan 3 pasien (7.9%). Pada kelompok penyakit penyerta 2
penyakit terdapat 31 pasien (31,8%) dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan yaitu
21 pasien (55,3%) dan kombinasi Amlodipin-Candesartan� sebanyak 10 pasien (26,3%). Pada kelompok
penyakit penyerta 1 penyakit terdapat 33 pasien (43,4%) dengan kombinasi
Amlodipin-Candesartan yaitu 21 pasien (55,3%) dan kombinasi
Amlodipin-Irbesartan yaitu 12 pasien (31,6%). Pada kelompok tanpa penyakit
penyerta total pasien yaitu 5 pasien (6.6%) dengan kombinasi
Amlodipin-Candesartan ada 4 pasien (10,5%) dan kombinasi Amlodipin-Irbesartan
yaitu 1 pasien (2,6%). Hasil perhitungan dengan menggunakan uji
Mann Whitney untuk penyakit penyerta
menghasilkan p(0,01)<0.05. Hal ini berarti terdapat perbedaan antara
kelompok kombinasi Amlodipin-Irbesartan
dengan amlodipin-candesartan. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Ani
Rahayu dkk (2020) bahwa pasien hipertensi lebiih banyak disertai
penyakit penyerta sebanyak 81,15% pasien dan penyakit penyerta yang paling
banyak adalah CVD dan hiperlipidemia (68,33 %) (Ani
Rahayu, dkk 2020).
Berdasarkan pasien hipertensi dengan tekanan darah
masuk <140/90 yaitu 16 pasien (21,6%) dengan kombinasi amlodipin-irbesartan
yaitu 7 pasien (18,4%) sedangkan kombinasi amlodipin-candesartan 9 pasien
(23,7%). Pada kelompok pasien hipertensi dengan tekanan darah masuk
≥140/90 yaitu 60 pasien (78,9%) dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan
yaitu 31 pasien (81,6%) dan kombinasi Amlodipin-Candesartan� yaitu 29 pasien (76,3%). Berdasarkan perhitungan
menggunakan uji Mann
Whitney tekanan darah masuk pasien diperoleh nilai p (0,576)>0,05. Hal
ini berarti tidak terdapat perbedaan antara kelompok kombinasi Amlodipin-Irbesartan dengan Amlodipin-Candesartan.
Jumlah pasien hipertensi dengan tekanan darah keluar
<140/90 yaitu 66 pasien (86,8%) dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan sebanyak
32 pasien (84,2%) sedangkan kombinasi Amlodipin-Candesartan 34 pasien (89,4%). Pada
kelompok pasien hipertensi dengan tekanan darah masuk ≥140/90 yaitu 10
pasien (13,2%) dengan kombinasi Amlodipin-Irbesartan yaitu 6 pasien (15,8%) dan
kombinasi Amlodipin-Candesartan� yaitu 10
pasien (26,3%). Hasil perhitungan dengan menggunakan uji
Mann Whitney tekanan darah masuk
pasien diperoleh nilai p(0,500)>0.05. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan antara kelompok kombinasi
Amlodipin-Irbesartan dengan Amlodipin-Candesartan.
Berdasarkan rata-rata biaya total pasien hipertensi dengan
kombinasi Amlodipin-Irbesartan yaitu Rp.5.991.008 sedangkan kombinasi
Amlodipin-Candesartan Rp.10.025.676. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
uji
Mann Whitney rata-rata biaya total diperoleh
nilai p (0,001) <0.05. Hal ini berarti terdapat perbedaan antara rata-rata
biaya total kelompok kombinasi
Amlodipin-Irbesartan dengan Amlodipin-Candesartan.
Perhitungan rata-rata biaya langsung pada pasien
hipertensi rawat inap BPJS di RS Evasari disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3
Distribusi Perhitungan Rata-Rata Biaya
langsung pada Pasien Terapi Obat Kombinasi Amlodipin-Irbesartan dan kombinasi
Amlodipin-Candesartan pada Pasien Hipertensi
Rawat Inap BPJS di RS Evasari periode Januari-Desember 2018
No |
Komponen
Biaya Langsung |
Pasien
hipertensi Amlodipin-Irbesartan
(N=38) |
Pasien
hipertensi Amlodipin-Candesartan (N = 38) |
Rata-rata
biaya(Rp) |
Rata-rata biaya(Rp) |
||
1 |
Obat dan Alkes |
2.108.379,63 |
3.148.406,26 |
2 |
Laboratorium |
1.285.394,76 |
1.539.915,84 |
3 |
Radiologi |
466.500,63 |
468.644,74 |
4 |
Konsultasi |
343.552,63 |
769.210,53 |
5 |
Tindakan medis |
1.136.802,90 |
2.827.690,26 |
6 |
Penunjang |
650.377,11 |
1.271.808.53 |
Total |
� 5.991.007,66 |
� 10.025.676,16 |
|
Rata- rata lama rawat inap (hari) |
� 3 |
� 5 |
Besaran
unit cost dalam pengobatan pasien
hipertensi dengan kombinasi amlodipin-irbesartan lebih rendah yaitu Rp.
5.991.007,66 dengan rata-rata lama rawat selama 3 hari. Sedangkan pada
kombinasi amlodipin-candesartan unit cost
yang dikeluarkan sebesar Rp. 10.025.676,16 dengan rata-rata rawat selama 5
hari. �Jenis unit cost yang memberikan porsi pengeluaran paling besar pada kedua
kombinasi terapi hipertensi adalah biaya obat dan alkes� yaitu sebesar Rp. 2.108.379,63 untuk
kombinasi amlodipin-irbesartan dan Rp. 3.148.406,26 untuk kombinasi
amlodipin-candesartan. Salah satu yang mempengaruhi perbedaan unit cost obat dan alkes karena dipengaruhi
dari harga terapi kombinasi amlodipin-irbesartan yang lebih murah dibandingkan
dengan harga terapi kombinasi amlodipin-candesartan. faktor yang juga
mempengaruhi lama rawat yang lebih panjang memerlukan obat dan alkes lebih
banyak.Hasil ini sejalan dengan penelitian Ani Rahayu dkk (2020) Total
biaya langsung pada terapi hipertensi yang tertinggi adalah biaya obat yaitu
untuk terapi yang menggunakan kombinasi B (FDC Valsartan-HCT + Amlodipin) yaitu
sebesar Rp.11.198.707, hal ini di sebabkan karena 89,19% pasien yang
menggunakan kombinasi B menderita hipertensi dengan penyakit penyerta (Ani Rahayu dkk, 2020).
Biaya tindakan pada
penelitian ini meliputi jasa konsultasi dokter umum dan spesialis, jasa
visitasi dokter umum dan spesialis serta jasa asuhan keperawatan oleh tenaga
perawat. Unit cost tindakan terbesar dikeluarkan pada kelompok kombinasi
amlodipin-candesartan sebesar Rp. 2.827.690,26. Adapun besaran biaya visite dokter terkait dengan jumlah
visitasi yang dilakukan dan lamanya rawat inap yang dijalani pasien. Semakin
banyak visitasi yang dilakukan dan semakin lama rawat inap yang dijalani
pasien, maka besar biaya visitasi dokter juga akan meningkat. Unit cost
paling sedikit untuk kombinasi amlodipin-irbesartan diketahui berasal dari
biaya konsultasi sebesar Rp. 343.552,63 bila dibandingkan dengan kombinasi
amlodipin-candesartan sebesar Rp. 769.210,53. Hal ini dipengaruhi semakin lama rawat inap yang dijalani
pasien, maka besar biaya konsultasi juga akan meningkat.
Pada
kelompok kombinasi amlodipin-candesartan unit cost paling sedikit berasal dari biaya pemeriksaan radiologi
sebesar Rp. 468.644,74.� Pada kelompok
kombinasi amlodipin-candesartan unit cost
paling sedikit berasal dari biaya pemeriksaan radiologi sebesar Rp. 468.644,74.
namun unit cost radiologi dari
masing-masing kelompok kombinasi tidak berbeda jauh karena pemeriksaan
radiologi pada pasien hipertensi tidak rutin.�
Perbedaan biaya yang cukup besar dipengaruhi oleh lama rawat inap yang
dibutuhkan berbeda. Pasien dengan kombinasi amlodipin-candesartan memerlukan
lama rawat yang lebih lama bila dibandingkan dengan kombinasi
amlodipin-irbesartan.
Kesimpulan
Rata-rata biaya medik langsung pada
kombinasi Amlodipin-Irbesartan yaitu Rp. 5.991.007,66 dengan lama rawat
rata-rata selama 3 hari. Rata-rata biaya medik langsung pada kombinasi
Amlodipin-Candesartan sebesar Rp. 10.025.676,16 dengan lama rawat rata-rata
selama 5 hari. Anti hipertensi kombinasi Amlodipin-Irbesartan lebih cost effective untuk terapi hipertensi
dibandingkan dengan kombinasi Amlodipin-Candesartan sehingga dapat
direkomendasikan sebagai pilihan terapi untuk hipertensi.
Aristoteles.2018. Korelasi Umur dan Jenis Kelamin dengan
Penyakit Hipertensi Di Emergency Center Unit Rumah Sakit Islam Siti Khadijah
Palembang 2017. Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 9-16. Program
Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis STIKes Muhammadiyah
Palembang. diakses https://ejr. stikesmuhkudus.ac.id/index.php/ijp/article/viewFile/576/409.
diunduh 3 Oktober 2022
Bambungan,YM, R.A. Oetari, Satibi.(2017). Analisis Biaya
Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Rawat Inap Di Rsud Sorong. Volume VII Nomor 2,
Mei 2017 pISSN 2089-4686 eISSN 2548-5970. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan. Fakultas
Farmasi, Universitas Setia Budi Surakarta https://2trik.jurnalelektronik.com/index.php/2trik/article/
download/7203/46
Fikri D. F.,2017, Analisis Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi
pada Pasien Hipertensi komplikasi Diabetes Melitus Rawat Inap peserta BPJS di
RSUD Sukoharjo Tahun 2016.
Katzung B G.(2018). Basic Clinical Pharmacology. 14th Ed.
North America : Mc Graw Education. 2018.
Kementerian Kesehatan RI, Riset
Kesehatan Dasar 2018. Jakarta ; Badan Penelitian &� Pengembangan Kesehatan; 2018.
Kementerian Kesehatan.(2018) Peraturan Menteri Kesehatan No 6
tentang perubahan ketiga Permenkes No. 52 tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan dalam penyelenggaraan Program jaminan Kesehatan: 2018
Liberty I.A.,dkk. (2017). Determian Kepatuhan Berobat Pasien
Hipertensi Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2017. https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/
index.php/jpppk/article/view/428
Muniati Srie Andi.(2018).Analisis Efektivitas Biaya (Aeb, Cost-Effectiveness
Analysis/Cea) Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Ulkus Kaki Diabetikum Di Rsup
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar http://repositori.uinalauddin.ac.id/12977/1/Andi%20Srie%20Muniati%20T_70100114036-.pdf
Nildawati,dkk (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Barayya Kota Makassar. Bina
Generasi ; Jurnal Kesehatan Edisi 12 Volume (1) 2020 P- Issn : 1979-150x ; E-
Issn: 2621-2919 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar https://ejurnal.biges.ac.id/index.php/kesehatan/
article/download/158/110/615
Pusat Data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-hipertensi.pdf diakses : 1 agustus 2019
Rahayu Ani,dkk (2020).Analisis Efektivitas Biaya Terapi
Antihipertensi Kombinasi Tetap di Satu Rumah Sakit Jakarta Selatan. JMPF
Vol. 10 No. 1 : 1-13 ISSN-p : 2088-8139 ISSN-e : 2443-2946. https://jurnal.ugm.ac.id/jmpf/article/download/43667/pdf
Tjay T.H. and Rahardja K., 2015, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek - Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Wahyuningtiyas D.A., 2015, Analisis Efektivitas Biaya Terapi
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Tahun 2014, Skripsi, Dalam Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Copyright holder: Erlita, Shirly Kumala, Prih Sarnianto (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |