Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
11, November 2022
PENGARUH
GAYA HIDUP SEHAT TERHADAP KESEHATAN MENTAL REMAJA
Elsya Martia1,
Salman2
Program
Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Singaperbangsa Karawang, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh gaya hidup sehat
terhadap Kesehatan mental remaja.
Metode yang digunakan pada
review ini merupakan suatu tinjauan literature (literature
review) terhadap sepuluh
jurnal berdasarkan teori-teori yang relevan. Hasil
uji setelah dikomposit 6 variavel diatas, sebagaian besar remaja memiliki gaya hidup sehat
(71, 84%) dan gaya hidup tidak sehat (26,72%). Setelah dikomposit 3 variabel diatas, sebanyak 9,4% remaja memiliki gangguan kesehatan mental dan mayoritas remaja tidak mengalami
gangguan kesehatan mental
(90,6%). Sebanyak 32,9% responden
mengalami depresi dengan memiliki keadaan psikososial yang tergangu. Dari hasil uji hubungan didapatkan nilai P value sebesar 0,000 dimana nilai ini
(2-sided) < 0,05. Simpulan, Adanya
hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gaya hidup
sehat dengan perilaku gaya hidup
sehat serta ada hubungan antara
sikap terhadap gaya hidup sehat
dengan perilaku gaya hidup sehat.
Kata
Kunci: Mental, Remaja,
Gaya Hidup Sehat
Abstract
This study aims to
see the effect of a healthy lifestyle on adolescent mental health. The method
used in this review is a literature review of ten journals based on relevant
theories. The test results after being composited with the 6 variables above,
most of the adolescents have a healthy lifestyle (71, 84%) and an unhealthy
lifestyle (26.72%). After composited the 3 variables above, 9.4% of adolescents
had mental health disorders and the majority of
adolescents did not experience mental health disorders (90.6%). A total of
32.9% of respondents experienced depression with a disturbed psychosocial
state. From the results of the relationship test, it was found that the P value
was 0.000 where this value (2-sided) <0.05. Conclusion, There
is a significant relationship between knowledge about a healthy lifestyle with
healthy lifestyle behavior and there is a relationship between attitudes
towards a healthy lifestyle with a healthy lifestyle behavior.
Keywords:
Mental, Adolescent, Healthy Lifestyle
Pendahuluan
Masa remaja
adalah tahap antara masa kanak – kanak dan kedewasaan. Remaja mengalam sejumlah perubahan dalam waktu yang bersamaan, antara lain perubahan fisik yang disertai dengan proses perkembangan kognitif mentak, psikologis dan reproduksi yang mengontrol fungsi seksual. Masa transisi remaja yang bervariasi seringkali berujung pada konflik (Adliyani,
2015).
Konflik dapat muncul dari dalam
diri seseorang atau lingkungan sekitarnya, konflik dapat menyebabkan masalah kesehatan mental pada remaja. Masa remaja akhir merupakan periode umum munculnya
masalah kesehatan mental (Adliyani,
2015),
karena remaja berkeinginan untuk mencoba hal – hal
baru untuk menunjukkan bahwa mereka dewasa, tetapi perilaku ini dapat menimbulkan
bahaya yang memiliki pengaruh merugikan pada mereka.
Kesehatan jiwa
menjadi salah satu masalah kesehatan terpenting didunia. Khususnya di Indonesia. Menurut
data Kementerian Kesehatan RI (2016), depresi memengaruhi 35 juta orang, biopolar memengaruhi 21 juta orang, demensia memengaruhi 47,5 juta orang, dan skizofrenia memengaruhi 21 juta orang. Menurut penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat 3,2 juta remaja berusia 12-17 tahun (The National Institute Of
Mental Health 2021), gejala gangguan
mental bisa berupa kecemasan, depresi, gangguan saat tidur,
menyakiti diri sendiri dan percobaan bunuh diri. Menurut
World Federation of Mental Health (2012) pada tahun
2020 depresi akan dapat menjadi salah satu gangguan mental yang paling umum serta penyebab
kematian kedua setelah serangan jantung (Ramadhanti,
A, 2020).
Depresi
merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang
sangat rentan dialami oleh remaja (Pratiwi
& Djuwita, 2022).
Depresi pada remaja tidak hanya sekedar
perasaan stress atapun sedih seperti hal
yang dating dan pergi begitu
saja, namun sebuah keadaan serius yang bias mempengaruhi perilaku, emosi dan cara berfikir remaja.
Menurut National Institute of Mental Health (2016), gejala depresi meliputi tidak hanya kesedihan, tetapi juga perubahan suasana hati, perasaan
khawatir, pesimisme, kecemasan, kepekaan dan mudah marah, fokus
yang buruk, dan perubahan nafsu makan yang mempengaruhi penurunan berat badan. Penurunan berat badan, kesulitan tidur, ketidaknyamanan atau gangguan pencernaan
tanpa alasan yang jelas.Factor psikososial
menjadi salah satu fartor penyebab depresi pada remaja. Faktor psikososial adalah perasaan sepi, perasaan tidak aman, perasaan
bosan, ketidakmampuan berkonsetrasi, banyak diam, tidak berinteraksi, menyendiri dan lain sebagainya (Ramadhanti,
A, 2020).
Gaya hidup sehat (Healthy Lifestyle) Gaya hidup
sehat mencakup beberapa macam, seperti Nutrisi (Nutrition), Emosi (Emotion), Latihan (Exercise), Berpikir (Thingking), dan Aspek Sosial serta
Spiritual (Adenengsi
& Rusman, 2019).
Gaya hidup sehat ini berhubungan dengan penurunan semua penyebab kematian, dan peningkatan umur dan kesejahteraan hidup. Kesehatan digambarkan sebagai keadaan fisik, mental, dan sosial yang bebas dari masalah
penyakit dan memungkinkan aktivitas berlangsung secara maksimal. Untuk mencapai standar kesehatan yang dapat diterima, diperlukan strategi pengaturan lingkungan sekitar dan aktivitas sehari-hari yang mencerminkan gaya hidup sehat.
Gaya hidup
yang tidak sehat seperti mengkonsumsi alcohol, merokok, narkoba serta makanan cepat
saji berpengaruh pada kesehatan. Pengaruh gaya hidup berhubungan
dengan kesehatan yang dinilai diri sendiri,
misalnya kondisi kesehatan yang positif berkorelasi dengan tidak konsumsi alkohol dan merokok serta gizi yang sehat dan aktivitas fisik yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh
Hoare menyatakan bahwa seseorang yang memiliki gangguan kesehatan mental lebih sering mengkonsumsi
makanan yang tidak sehat sehingga dapat mempengaruhi berat bedan. Mengkonsumsi
makanan siap saji secara rutin
bukan hanya menyebabkan obesitas, berdampak juga pada mental. Dilansir
dari Reader Digest, sebuah studi menunjukan bahwa pengaruh konsumsi makanan cepat saji pada psikologis. Mengonsumsi makanan cepat saji
secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kecemasan.
Metode
Penelitian
Metode
yang digunakan pada review ini
merupakan suatu tinjauan literature (literature review) terhadap sepuluh jurnal berdasarkan teori-teori yang relevanPenelitian
ini merupakan penelitian observasional analitik cross sectional. Program SPPS digunakan untuk pengolahan data univariat dan bivariat. Pengolahan data univariat digunakan untuk menilai frekuensi
variabel penelitian, sedangkan pengolahan data bivariat digunakan untuk menguji hubungan
antar variabel.. Uji hubungan dilakukan dengan uji korelasi chi-square.
Hasil Dan Pembahasan
Gaya hidup sehat di Indonesia terutama pada lingkungan sekolah terdapat makanan dan minuman yang kurang sehat serta lingkungan
yang tidak bersih dan ditambah lagi gaya
hidup remaja yang terpengaruh dari lingkungan sekitarnya sehingga banyak remaja yang ingin mencoba hal baru
misalnya mengkonsumsi alkohol dan merokok.
Tabel 1
Gaya Hidup Remaja
Karakteristik Gaya hidup
Remaja |
Sering/iya |
Jarang/tidak |
Mengkonsumsi Buah
|
15,27% |
84,73% |
Minuman Berkabonasi
|
26,72% |
73,28% |
Makanan cepat
saji |
12,12% |
87,88% |
Mengkonsumsi Sayur |
42,38% |
57,62% |
Mengkonsumsi Alkohol
|
4,86% |
95,14% |
Kebiasan Merokok |
10,57% |
89,43% |
Gaya hidup |
Sehat (71,84%) |
Tidak Sehat
(26,72%) |
Setelah
dikomposit 6 variavel diatas, sebagaian besar remaja memiliki
gaya hidup sehat (71, 84%) dan gaya hidup tidak sehat
(26,72%).
Tabel 2
Kesehatan Mental Remaja
Karakteristik Kesehatan Mental Remaja |
Iya |
Tidak |
Merasa Kesepian |
5,98% |
94,02% |
Merasa cemas |
4,28% |
95,72% |
Upaya Bunuh
Diri |
0,74% |
99,26% |
Kesehatan
Mental |
9,4% |
90,6% |
Setelah
dikomposit 3 variabel diatas, sebesar 9,4% remaja mengalami gangguan kesehatan mental dan mayoritas remaja tidak mengalami gangguan kesehatan mental
(90,6%).
Tabel 3
Hubungan Faktor Psikososial dengan tingkat Depresi
Variabel |
Depresi |
Tidak Depresi |
P Value |
|
Faktor Psikososial |
Baik |
12,7% |
37,3% |
0,000 |
Terganggu |
32,9% |
17,1% |
||
Total |
45,6% |
54,4% |
Sebesar
32,9% remaja mengalami depresi dengan mempuanyai keadaan psikososial yang terganggu. Dari hasil uji hubungan, nilai P adalah 0,000, yaitu nilai ini
(2-sisi) adalah 0,05. Akibatnya,
adalah mungkin untuk menyimpulkan bahwa ada hubungan
antara variabel psikososial dan prevalensi depresi yang disebabkan oleh internalisasi, eksternalisasi,
dan kesulitan perhatian. Gangguan internalisasi ditandai dengan emosi, putus asa,
memandang rendah diri sendiri, kemurungan,
dan kecemasan. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan emosi penolakan,
ketidakmampuan memahami perasaan orang lain, dan menyalahkan
orang lain. Gelisah, melamun,
sulit berkonsentrasi, berperilaku tanpa berpikir, dan mudah teralihkan perhatiannya merupakan gejala dari kesulitan memusatkan perhatian (Fitri
et al., 2021).
Depresi lebih sering terjadi pada remaja wanita dari
pada pada laki-laki, karena perubahan hormonal yang mempengaruhi perubahan suasana hati.
Hal ini sesuai dengan temuan
Bauman (2013), yang menemukan bahwa
remaja putri memiliki risiko depresi 1,73 kali lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Lebih lanjut, National Institute
of Mental Health (2011) mencatat bahwa
hormon yang bekerja pada otak memengaruhi emosi dan suasana hati, oleh karena itu gadis remaja lebih rentan terhadap
depresi karena elemen internal intrinsik pada wanita, selain variabel lingkungan dan faktor lainnya (Utina,
2012).
Remaja
pada penelitian ini mengalami gangguan kesehatan mental yaitu sebesar 9,4%, pada Riskesdas tahun 2018 sebesar 9,8% dan lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil Riskesdas tahun 2013 6%. Berdasarkan penelitian korelasional
cross-sectional dan deskriptif yang dilakukan Yoo dan Kim (2020) mengkonsumsi alcohol berhubungan persepsi stress, gangguan mood
dan ide bunuh diri. Dalam Fitriana dan Mustafida (2019), alcohol memiliki
efek buruk terhadap otak bagian
hipokasmus (Fitriana
& Mustafida, 2019).
Pada Penelitian
cross-sectional yang dilakukan oleh Tanihata (2012) menunjukkan bahwa remaja yang merokok memiliki risiko 1,5 kali untuk mengalami gangguan kesehatan mental. Gaya hidup yang
tidak sehat seperti konsumsi alkohol dan merokok meningkatkan risiko keinginan bunuh diri.Selanjutnya, merokok memiliki hubungan signifikan dengan depresi pada remaja di Korea. Perokok berisiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami
depresi dibanding nonperokok. Merokok dikaitkan dengan berbagai macam masalah kesehatan mental, seperti depresi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku gaya hidup berisiko,
masalah kesehatan dan kurangnya sumber daya untuk pencapaian
pendidikan mungkin terkait erat sudah
pada tahap awal kehidupan remaja.
Upaya
membantu remaja untuk menghindari depresi dapat disesuaikan
dengan penyeba depresi. Variable yang dapat disesuaikam, seperti lingkungan harus digunakan untuk mencegah depresi remaja. Kesehatan mental remaja
sangat dipengaruhi oleh dukungan
sosial terutama dari keluarga dan teman untuk mencapai
hasil yang diharapkan. Menurut Rarasati (2012), jika remaja membutuhkan
cinta dan dukungan yaitu seperti dukungan
spiritual, dukungan materi
dan nasihat dari orang tua mereka untuk
keputusan dan masa depan mereka, depresi dapat dihindari dengan mengatasi tuntutan remaja mengenai cinta dan dukungan dari orang tua mereka, dan kerabat dekat (TY,
1995).
Mengkonsumsi
buah-buahan dan sayuran
pada penelitian ini memiliki efek protektif
dengan gangguan kesehatan mental remaja. Penelitian meta-analisis yang dilakukan Liu (2016) memberitahukan
bahwa terdapat asosiasi terbalik konsumsi buah dengan
depresi. Studi crossectional yang dilakukan Hong
dan Peltzer (2017) juga menyatakan
bahwa asupan buah dan sayur serta sarapan secara
teratur terbukti positif berhubungan dengan stress yang dirasakan, tekanan mental dan depresi (Safitri
& Hidayati, 2013).
Menurut
penelitian crossectioanl
Park (2018) dikorea Selatan remaja
yang mengkonsumsi makanan siap saji atau
minuman berakohol yang berlebih memiliki kemungkinan untuk merasakan kepuasan tidur 0,81 kali lebih rendah. Mengkonsumsi makanan siap saji
berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental yang tidak baik. Sering
mengkonsumsi makanan siap saji mempunyai
efek yang merugikan terhadap kesehatan fisik individu fisik yang menurun bisa mempengaruhi kesehatan mental, misalnya depresi. Selain itu, konsumsi makanan
cepat saji berkaitan dengan kebahagiaan rendah, depresi yang lebih tinggi, dan tekanan kejiwaan (yaitu kekhawatiran, depresi, kebingungan, insomnia, kecemasan,
agresi, dan perasaan tidak berharga). Namun, stres dan depresi juga dapat meningkatkan konsumsi makanan cepat saji
dan dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik. Komponen yang mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat adalah perilaku, karena baik buruknya
lingkungan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat sangat bergantung pada
perilaku manusia. Hal ini juga dipengaruhi oleh tradisi, konvensi, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku alami lainnya. Kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh perilakunya. Tingkah laku yang baik dan sehat juga akan berpengaruh baik terhadap kesehatan. Penelitian Istiningtyas pada mahasiswa PSIK UNDIP tahun 2010 menemukan adanya hubungan yang substansial antara pengetahuan tentang pola hidup
sehat dengan kebiasaan pola hidup sehat, serta
hubungan antara sikap terhadap pola hidup sehat
dengan perilaku pola hidup sehat.
Kualitas hidup seseorang akan meningkat sebagai hasil dari perilaku
yang sehat (Istiningtyas,
2010).
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil yang telah di indentifikasi dari berbagai macam sumber mengenai pengaruh gaya hidup
sehat terhadap kesehatan mental remaja. Sebesar 32,9% responden mengalami depresi dengan memiliki keadaan psikososial yang tergangu. Dari hasil uji hubungan didapatkan nilai P value sebesar 0,000 yaitu nilai ini
(2-sided) < 0,05. Sehingga disimpulkan
bahwa ada hubungan antara faktor psikososial dengan kejadian depresi yang disebabkan oleh adanya gangguan internalisasi, gangguan eksternalisasi dan gangguan perhatian. Adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gaya hidup
sehat dengan perilaku gaya hidup
sehat serta ada hubungan antara
sikap terhadap gaya hidup sehat
dengan perilaku gaya hidup sehat.
Perilaku yang sehat akan meningkatkan kualitas hidup seseorang.
BIBLIOGRAFI
Adenengsi, Y., & Rusman, A. D. P. (2019). Hubungan Food
Choice Terhadap Kesehatan Mental Pada Remaja Di Kota Parepare. Jurnal Ilmiah
Manusia Dan Kesehatan, 2(3), 410–422. Google Scholar.
Adliyani, Z. O. N. (2015). Pengaruh perilaku individu
terhadap hidup sehat. Jurnal Majority, 4(7), 109–114. Google Scholar.
Fitri, R., Asniar, A., & Jannah, S. R. (2021). Determinan
Gaya Hidup Sehat Remaja Boarding School dan Non Boarding School. Jurnal
Keperawatan Silampari, 5(1), 282–294. Google Scholar.
Fitriana, V., & Mustafida, S. (2019). Gambaran Pola Asuh
Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Remaja. Jurnal Profesi Keperawatan
(JPK), 6(1). Google Scholar.
Istiningtyas, A. (2010). Hubungan antara pengetahuan dan
sikap tentang gaya hidup sehat dengan perilaku gaya hidup sehat mahasiswa Di
PSIK UNDIP Semarang. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. Google Scholar.
Pratiwi, S. D., & Djuwita, R. (2022). Hubungan Gaya Hidup
dengan Kesehatan Mental Remaja di Indonesia (Analisis Data Global School-Based
Student Health Survey Indonesia 2015). Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas, 7(1), 382–393. Google Scholar.
Ramadhanti, A, A. (2020). Hubungan Antara Tipe Pola Asuh dan
Depresi Pada Remaja. Jurnal Pendidikan Dokter 08. Google Scholar.
Safitri, Y., & Hidayati, E. (2013). Hubungan antara pola
asuh orang tua dengan tingkat depresi remaja di SMK 10 November Semarang. Jurnal
Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 1(1). Google Scholar.
TY, A. (1995). Proses Berhenti Merokok. Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran, 102, 37–39.
Utina, S. S. (2012). Alkohol dan pengaruhnya terhadap
kesehatan mental. Jurnal Health and Sport, 5(2). Google Scholar.
Copyright
holder: Elsya Martia, Salman (2022) |
First publication
right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |