Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
11, November 2022
STUDI
LITERATUR EVALUASI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA
PENDERITA HIV/AIDS (ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME)
Dila Qhoirul Nisa1, Salman2
Program
Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Singaperbangsa Karawang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
HIV/AIDS adalah salah satu penyakit menular yang paling mematikan, pengobatan diperlukan untuk menurunkan risiko penularan HIV. Sejak peningkatan cepat diagnosis
HIV/AIDS pada tahun 2007, jumlah
pasien HIV/AIDS di Indonesia terus
meningkat. Menurut
statistic UNAIDS, ada 630.000 orang yang hidup dengan HIV/AIDS, 49.000 diantaranya tertular penyakit ini untuk
pertama kalinya pada tahun 2017, dan Indonesia memiliki
kematian akibat AIDS. Penelitian ini bertujuan unruj mengetahui hasil dari evaluasi penggunaan
antiretroviral pada penderita HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan metodologi tinjauan Pustaka, mengumpulkan 10
publikasi yang memenuhi persyaratan inklusi tinjauan tentang penggunaan ARV dan efek sampingnya, Interaksi Obat, penurunan jumlah CD4, dan dampak kepatuhan obat terhadap kemanjuran terapi ARV. Hasil dari penelitaian ini menyatakan bahwa keberhasilan dalam pengobatan ARV pada Penderita HIV
/AIDS merupakan faktor dari Kepatuhan Penggunaan obat Antiretroviral seharusnya dikonsumsi setiap hari dengan
dosis yang selalu tepat dan dikonsumsi seumur hidup. Ketidakpatuhan
dalam mengonsumsi
Antiretroviral dapat menimbulkan
resistensi. Selain itu menyebabkan jumlah CD4 dan sistem kekebalan tubuh menurun sehingga membuat virus menjadi ganas
Kata
Kunci: HIV/AIDS, ARV, Antiretroviral
Abstract
HIV/AIDS is one of the deadliest infecti Since the rapid increase in HIV/AIDS diagnoses in 2007, the number of
HIV/AIDS patients in Indonesia has continued to increase. According to UNAIDS
statistics, there are 630,000 people living with HIV/AIDS, 49,000 of whom
contracted the disease for the first time in 2017, and Indonesia has AIDS
deaths. This study aims to determine the results of the evaluation of
antiretroviral use in HIV / AIDS sufferers. This study used a literature review
methodology, collecting 10 publications that met the requirements for review
inclusion on the use of ARVs and their side effects, drug interactions, CD4
cell count reduction, and the impact of drug adherence on the efficacy of
antiretroviral therapy.ous diseases, treatment is
needed to reduce the risk of HIV transmission. The results of this study state
that success in the treatment of ARV in HIV / AIDS sufferers is a factor of
Adherence The use of antiretroviral drugs should be consumed daily at the right
dose and consumed for life. Non-compliance in taking Antiretrovirals can lead
to resistance. In addition, it causes the amount of CD4 and the immune system
to decrease, making the virus malignant
Keywords: HIV/AIDS,
ARV, Antiretroviral
Pendahuluan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang merusak sel-sel CD4 dalam sistem kekebalan tubuh dan menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan berbagai
jenis infeksi dan penyakit. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala dan infeksi akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan penderitanya menjadi rentan terhadap infeksi. HIV menjadi salah satu masalah terbesar
dalam bidang Kesehatan yang
menjadi beban dan tantangan di Indonesia serta
dunia secara global. Tercatat
sebanyak 36,9 juta jiwa yang terinfeksi HIV di seluruh dunia dan 1,8 juta jiwa diantaranya baru terinfeks pada tahun 2017. Terdapat satu juta kematian
akibat penyakit yang berkaitan dengan HIV/AIDS berdasarkan data World Health Organization (WHO).
Sejak awal epidemi HIV/AIDS di
Indonesia pa tahun 2007, jumlah
orang yang hidup dengan penyakit ini terus
meningkat. Menurut informasi dari UNAIDS (The
Joint United Nations Programme on HIV and AIDS), ada
lebih dari 630.000 jiwa dengan 49.000 diantaranya baru terinfeksi di tahun 2017. Selain itu, UNAIDS melaporkan bahwa jumlah kematian akibat AIDS di Indonesia mencapai
39.00 orang (Dewi,
2022).
HIV/AIDS sampai saat ini belum
bisa disembuhkan namun infeksi dan replikasi HIV masih bisa dicegah dengan
obat. Pengobatan Tersebut dikenal dengan terapi antiretroviral (Andhika
& Wirawan, 2017).
Sejak munculnya terapi antiretroviral, Highly Active Antiretroviral
Therapy (HAART) pada tahun 1996, prognosis infeksi HIV dan harapan kelangsungan hidup telah berubah. Saat ini kombinasi
antiretroviral menjadi pengobatan
terbaik bagi penderita HIV/AIDS. Tahun 2017
WHO melaporkan 59% pasien
HIV di berbagai negara telah
menggunakan ARV. Pemberian
ARV bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalah tubuh pasien dengan mengurangi
jumlah replikasi HIV dan
juga bertujuan untuk mencegah penularan infeksi secara seksual kepada orang lain dan dari ibu penderita
kepada anakanya, sehingga jumlah infeksi baru dan kematian akibat infeksi oportunistik dapat dikurangi. Terapi Antiretroviral adalah terapi yang dijalankan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan cara mengkonsumsi obat seumur hidup
(Galistiani
& Mulyaningsih, 2013).
Antiretroviral telah
terbukti mampu mengubah prognosis infeksi HIV, terapi dalam penerapannya
terdapat kendala dan persyaratan yang harus dipenuhi. Waktu memulai terapi ARV menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan terapi.
Diagnosis yang terlambat dan memulai
terapi ARV menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan terapi.
Diagnosis yang terlambat dan memulai
terapi ARV saat pasien sudah memiliki
beberapa penyakit akibat imunodefisiensi menjadi halangan dalam upaya untuk
menurunkan angka mortalitas akibat HIV/AIDS.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan pada Studi Literatur ini menggunakan
metode Systematic Literature Review (SLR), yaitu sebuah studi
literatur secara sistematik, menyeluruh, dengan mengidentfiikasi mengevaluasi, dan mengumpulkan
data-data penelitian yang telah
ada dan berdasarkan teori teori yang relevan mengenai Antiretroviral
pada Penderita HIV/AIDS. Literatur
review ini disusun melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi.
Hasil
Dan Pembahasan
Tabel
1. Penelitian Terdahulu
Peneliti, Tahun |
Judul Penelitian |
Metode Penelitian |
Sampel |
Output |
Safitri Riska dkk, 2019 |
Studi Terapi
AntiRetroviral Pada Pasien
HIV/AIDS di Kota Samarinda |
Observasional secara
retrospektif (data rekam medik pasien) |
233
populasi pasien |
Karakteristik pasien
HIV/AIDS didominasi oeh laki- laki (74,2%), usia 25-49 tahun (72,5%),
tingkat Pendidikan SMA (21,4%) serta
pekerjaan terbanyak pegawai swasta (57,9%) dengan pola pengobatan
fixed dose combination (FDC) yang telah menjadi satu tablet ARV (Safitri et al., 2019). |
Syafirah Yuli, Rahmatin, Bahar. |
Gambaran Pemberian Regimen Antiretroviral pada Pasien
HIV/AIDS di RSUP Dr. M. Djamil
Padang Thun 2017 |
Deskriptif retrospektif
(rekam medik pasien) |
97 pasien HIV/AIDS |
Penderita HIV/AIDS pada penelitian ini terbanyak adalah usia produktif dengan rentang usia 26-45 tahun. Sebagian pasien (50,5%) mendapat regimen
kombinasi tenofir+lamivudine/emtrisitabin+efavirenz (TDF+3TC/FTC+EFV), terdapat efek samping yang kombinasi antara kombinasi dari duviral dan neviral . semua regimen
antiretroviral lini pertama
dengan kesesuaian obat, dosis, pasien, dan indikasi yang sesuai pedoman nasional (Syafirah et al., 2020). |
Evaluasi Terapi
Antiretroviral Pasien HIV/AIDS |
Observasional Retrospektif
melalui rekam medik pasien, Purposive
sampling. |
99
pasien |
TDF
+ 3TC + EFV adalah rejimen
terapi antiretroviral yang umum
digunakan oleh pasien
HOV/AIDS yang dirawat di RSU X Surakarta, sedangkan AZT + 3TC+NVP adalah regimwn yang digunakan oleh anak-anak dan ibu hamil. Rasionalitas erapi
antiretroviral pada pasien HIV/AIDS rawat inap di rumah sakit umum
X Surakarta sebesar 83 kasus
(83,84%) dari 99 kasus pasien, yang terdiri dari 100% tepat indikasi, 88,89% tepat pasien, 94,95% tepat obat dan 96,97% tepat dosis (Anggriani et al., 2019). |
|
Githa dan Lia, 2013 |
Kepatuhan Pengobatan
Antiretroviral Pada Pasien HIV/AIDS di RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto |
Cross sectional |
31 pasien |
Hasil
penelitian
menyatakan bahwa faktor kondisi psikologis seminggu terakhir, faktor kondisi psikologis sebulan terakhir dan faktor efek samping
obat mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan terapi ARV pada ODHA
di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. |
Kejadian Interaksi
Obat pada Pasien HIV/AIDS
yang menerima antiretroviral di RSUD Dr.Soedarso Periode 2018 |
45
pasien |
Observasional, cross sectional |
Interaksi pada penggunaan
obat ARV dan non-ARV pada pasien
HIV/AIDS di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak sebesar 69,35%. Interaksi
berdasarkan tingkat keparahan interaksi yaitu mayor 15,45%; moderat
60%; dan minor 24,55%, sedangkan berdasarkan mekanisme interaksi yaitu interaksi farmakokinetik sebesar 90% dan interaksi farmakodinamik sebesar 2,73%;
dan interaksi yang tidak diketahui sebesar 7,27% (Yuniarti et al., 2020). |
|
Jelly,
Disty, dan Medi, 2020 |
Analisis
Efektivitas Biaya Penggunaan Obat Antiretroviral Atripla dan T/H/A pada Pasien
HIV Rawat Inap RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi Tahun
2017-2018 |
24 pasien |
rekam
medis |
Untuk
mengukur efektivitas berdasarkan lama rawat Ditentukan dengan Nilai Average
Length Of Stay (ALOS) yaitu rata-rata antara 6-9 hari sebagai indikator pencapaian efektivitas. Didapatkan hasil bahwa antiretoviral Atripla memiliki efktivitas yang tinggi dengan biaya yang rendah (Permatasari
et al., 2020). |
PROFIL PENGGUNAAN ARV DAN NILAI
CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS DI RS X PEKANBARU |
Deskriptif |
126 orang |
Penderita
HIV/AIDS terbanyak adalah
laki-laki (75,40%) dan usia
terbanyak dewasa awal (70,63%), kombinasi
terapi antiretroviral (ARV) yang terbanyak adalah lini 1 (92,86%) dan seluruhnya tepat waktu dalam
pengambilan obat (100%). 90
pasien (71,43%) memiliki tes CD4 berulang selama setahu. Dari 90 pasien tersebut ditentukan bahwa jumlah CD4 pada saat pemeriksaan awal berada pada kisaran 200-499
(52,22%), tetapi pemeriksaan
CD4 enam bulan setelah terapi menunjukan peningkatan jumlah CD4 pada 67 orang (74,45%) pada pemeriksaan CD4 1 tahun setelah terapi yang meningkat sebanyak 78 orang
(86,7%). Artinya mayoritas
nilai CD4 pasien meningkat setelah memperoleh ARV. |
|
EVALUASI PENGGUNAAN
OBAT ANTIRETROVIRAL PADA PASIEN ODHA (ORANG DENGAN HIV AIDS) DI RUMAH SAKIT
UMUMUN DATA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH |
Observasi deskriptif yang dikerjakan secara prospektif |
36 pasien |
Evaluasi Penggunaan
Obat Antiretroviral Pada Pasien
Orang Dengan HIV AIDS di RSUD Undata
Provinsi Sulawesi Tengah. Beberapa
pasien HIV AIDS yang tidak
patuh dalam mengkonsumsi Antiretroviral. Antiretroviral yang paling banyak digunakan pada penderita HIV AIDS yaitu Golongan NtRTI (Andhika & Wirawan, 2017). |
|
Dina, Arwin,
Zakudin, Nia (2012) |
Terapi
Antiretroviral Lini Kedua
Pada RS. Cipto Mangunkusumo |
Kohort
|
44 orang |
.Subyek
yang menggunakan obat ARV
lini kedua pada penelitian dini tidak terlalu banyak diakibatkan karena deteksi kegagalan terapi masih lebih banyak
berdasarkan kegagalan klinis dan imunologis. Perlu dikembangkan lebih lanjut perangkat diagnostik sederhana yang dapat memprediksi kegagalan virologi lebih dini untuk daerah
dengan sumber daya terbatas . |
Ani, ida
dan olga (2019) |
POLA PENGGUNAAN
OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DARI KLINIK HIV/AIDS
SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG |
Deskriptif, retrospektif
|
87 pasien |
Dari
hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan obat Antiretroviral (ARV) sudah
sesuai dengan standar Permenkes No.87 tahun 2014 tentang pedoman pengobatan
Antiretroviral, dengan penggunaan
terbanyak pada kombinasi lini pertama tenofovir+lamivudine+efavirenz (Anggriani
et al., 2019). |
Berdasarkan tabel diatas didapatkan
10 jurnal yang membahas penggunaan dan efek dari penggunaan Antiretroviral
pada Penderita HIV/AIDS. Penelitian
safitri dkk., (2019), menjelaskan Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas penderita HIV/AIDS terbanyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 173 orang (74,2%) dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan
yang jumlahnya hanya 60
orang (25,7 %). Kedua penelitian
ini sesuai dengan laporan Kemenkes bahwa persentase penderita HIV/AIDS laki-laki 2 kali lebih banyak dibandingkan penderita HIV/AIDS perempuan (Safitri
et al., 2019).Tingginya persentase penderita HIV/AIDS berjenis kelamin laki-laki ini diasumsikan terjadi akibat dari penularan melalui pekerja seks komersial (PSK) yang dapat menularkan HIV/AIDS kepada setiap partnernya.
Salah satu hal lain yang
juga menjadi kontribusi tingginya angka kejadian infeksi HIV pada laki-laki yaitu meningkatnya kecenderungan praktek lelaki seks lelaki (LSL). Hal ini didukung dengan
laporan Kemenkes RI dimana resiko penularan
terbesar adalah melalui homoseksual dan heteroseksual. Serta penggunaan narkoba suntik yang bisa menyebabkan terjadinya HIV/AIDS. Kombinasi obat ARV yang paling banyak digunakan pada rumah sakit dan puskesmas kota Samarinda yaitu Tenofovir-Lamivudin-Efavirenz
karena kombinasi obat ini merupakan
kombinasi pilihan pertama yang sudah ditetapkan oleh pemerintah untuk pasien HIV/AIDS. Hal ini sudah sesuai
dengan yang direkomendasikan
oleh WHO dan Depkes RI untuk
regimen first-line ARV.
Syafirah dkk (2020) Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 6,2% pasien HIV/AIDS
yang mengalami perburukan klinis setelah menjalani terapi antiretroviral
minimal 6 bulan. Tambahan gejala klinis yang dialami pasien tersebut adalah infeksi mata (uveitis dan vitritis), infeksi telinga (otitis media), mastitis dan gangguan
integritas kulit (Syafirah
et al., 2020).
Hasil penelitian Yasin et al (2011) melaporkan 8,5% pasien yang mengalami perburukan klinis diantaranya hepatitis, infeksi pernafasan dan kandidiasis oral. Keseluruhan pasien tersebut mengalami penurunan berat badan 5-10%.17 Penurunan berat badan yang lebih dari 10% mempunyai risiko terjadinya progresivitas penyakit menjadi lebih buruk.
Pada penelitian ini ditemukan data pasien yang mendapatkan antiretroviral berbeda
dari awal terapi yaitu sebanyak
6,2%, sebelumnya seluruh pasien tersebut menggunakan terapi zidovudin, lamivudin dan nevirapin (duviral dan neviral), kemudian diganti menjadi kombinasi terapi antiretroviral lini I yang lainnya (pada tabel 4.5). Alasan terapi antiretroviral yang diubah
pada pasien tersebut tidak dapat ditemukan
keseluruhannya, namun terdapat data pasien yang memiliki efek samping
terhadap nevirapin. Efek samping dan toksisitas merupakan salah satu indikasi medis
untuk mengganti pengobatan HIV. Data penelitian ini juga memperlihatkan adanya 12,4% pasien yang menggunakan kombinasi obat dengan potensi
interaksi yang merugikan. yaitu adanya potensi
interaksi obat antara zidovudin dengan rifampisin, nevirapin dengan rifampisin, kotrimoksazol dengan rifampisin serta ketokonazol dengan nevirapin. Interaksi antara zidovudin dan rifampisin menyebabkan efektivitas zidovudin berkurang.26 Penggunaan
rifampisin dengan kotrimoksazol dapat menurunkan kadar kotrimoksazol di dalam plasma.27 Interaksi antara rifampisin dengan nevirapin dapat menurunkan kadar nevirapin dalam plasma sebesar 20-58%. Pedoman nasional merekomendasikan
efavirenz sebagai pilihan
antiretroviral untuk para pasien
tuberculosis yang mendapatkan obat
berbasis rifampisin karena rifampisin memiliki interaksi yang merugikan dengan nevirapin.24 Interaksi antara ketokonazol dengan nevirapin menyebabkan kadar ketokonazol naik hingga 68% dan kadar nevirapin juga mengalami kenaikan 15-30%. Oleh karena itu penggunaan bersama ketokonazol dan nevirapin tidak dianjurkan dalam pedoman nasional.
Yunita dkk, (2019) terapi ARV lini pertama pada pasien HIV/AIDS dewasa 2NRTI
(Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors) + 1NRTI (Nonnucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitors). Pemberian kombinasi dengan minimal 3 obat ARV untuk menjamin efektivitas obat. Kombinasi 2NRTI + 1NNRTI
juga bertujuan untuk menekan viral load pada pasien
HIV (Nugraheni
et al., 2019).
Pada penelitian ini, pembeian antiretroviral dalam bentuk FDC (Fixed Dose Combination) lebih
direkomendasikan di rumah sakit umum X Surakarta. Jenis FDC yang digunakan untuk pasien dewasa
yaitu kombinasi TDF 300 mg
+ 3TC 300 mg + EFV 600 mg, sedangkan FDC untuk pasien anak
yaitu kombinasi AZT 60 mg +
3TC 30 mg + NVP 50 mg. DC antiretroviral sangat disarankan
untuk diberikan pada pasien HIV/AIDS, karena memiliki keuntungan diantaranya, penyesuaian dosis dengan berat
badan pasien dapat diatur sehingga menjamin efektifitas dan menurunkan kejadian efek samping, menurunkan
risiko resistensi obat jika digunakan
secara tunggal dan kepatuhan untuk pengobatan jangka panjang, menghindari peresepan monoterapi (Kemenkes, 2011b; Llibre dkk., 2010). Rejimen terapi antiretroviral lini pertama yang dianjurkan pemerintah adalah TDF+ 3TC (atau FTC) + EFV atau dengan paduan alternatif
yaitu AZT + 3TC + EFV (atau
NVP) atau TDF + 3TC (atau
FTC) + NVP. NNRTI (Efaviren dan Nevirapin)
memiliki manfaat yang sama dalam terapi
infeksi HIV ketika dikombinasikan dengan dua NRTI. pasien HIV saat pasien benar-benar
tidak dapat menerima golongan NNRTI
(efavirenz dan nevirapine). Rejimen lini kedua yang digunakan pada pasien HIV/AIDS di
rumah sakit umum X Surakarta yaitu Tenofovir
(TDF)+ Zidovudine (AZT)+Lopinavir (LPV/r) . Penggunaan
lini kedua menjadi pilihan pada Penambahan lopinavir bertujuan untuk mencegah resistensi pasien pada golongan NNRTI.
Githa
dan Lia (2013) Hasil penelitian menyatakan
bahwa faktor kondisi psikologis seminggu terakhir, faktor kondisi psikologis sebulan terakhir dan faktor efek samping obat
mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan terapi ARV pada ODHA di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Hasil uji hipotesis
Spearman Rank menyatakan besarnya
pengaruh faktor kondisi psikologis seminggu terakhir terhadap kepatuhan terapi ARV pada ODHA di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto secara statistic dinyatakan dengan p= 0,408, besarnya pengaruh faktor kondisi psikologis sebulan terakhir terhadap kepatuhan terapi ARV pada ODHA di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto secara statistic dinyatakan dengan p 0,524, besarnya pengaruh faktor efek samping obat
terhadap kepatuhan terapi ARV pada ODHA di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto secara statistic dinyatakan dengan p= 0,449.
Yuniarti dkk, (2020) Kombinasi
antiretroviral yang paling banyak digunakan
merupakan terapi lini pertama yaitu
kombinasi tenofovir + lamivudin
+ efavirenz dengan persentase
sebesar 80% (Yuniarti
et al., 2020).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anwar, dkk (2018) yang
menyatakan bahwa dari 95 pasien sebesar 73,68% pasien menerima terapi kombinasi tenofovir + lamivudin +
efavirenz. Kombinasi tersebut
banyak digunakan karena tenofovir (TDF) tersedia dengan sediaan satu kali sehari yang lebih mudah diterima
oleh pasien HIV/AIDS, karena
diingat lagi bahwa penderita HIV/AIDS harus menggunakan terapi ARV seumur hidup. Berdasarkan mekanisme interaksi obat, dari 110 interaksi yang terjadi antara ARV dan ARV, ARV dan non-ARV, serta
non-ARV dan non-ARV diperoleh bahwa
sebagian besar interaksi terjadi melalui mekanisme farmakokinetik (90,91%). Interaksi
dengan mekanisme farmakokinetik melibatkan adanya interaksi pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Kebanyakan interaksi terjadi pada fase metabolisme karena sebagian besar obat dimetabolisme
melalui sitokrom P450 yang terletak pada retikulum endoplasma halus di hati.
Jelly, Disty,
dan Medi, (2020) Atripla merupakan
terapi kombinasi yang banyak digunakan pada pasien HIV yang dirawat inap di RSUD Raden Mattaher sehingga pengkajian pada terapi kombinasi ini dapat dilihat
berdasarkan persentase efektivitas (Permatasari
et al., 2020).
Pada persentase efektivitas
pengobatan pasien HIV, atripla menunjukkan nilai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan T/H/A. Hal ini dikarenakan atripla memiliki kelebihan yaitu dengan memberikan
jadwal pemberian dosis yang nyaman bagi penggunanya/pasien dengan mengkonsumsi
jumlah obat yang sedikit yaitu satu
tablet dalam satu hari. Dalam hal
ini memungkinkan pengguna/pasien. memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rejimen ini dibandingkan
dari terapi T/H/A yang berbasis PI (Protease Inhibitor) umum
yang tersedia yang membuat pasien mengonsumsi obat dalam jumlah
yang banyak dalam satu hari. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur
efektivitas berdasarkan
lama rawat. Ditentukan dengan Nilai Average Length Of Stay (ALOS) yaitu rata-rata antara 6-9 hari sebagai indikator
pencapaian efektivitas. Didapatkan hasil bahwa antiretoviral Atripla memiliki efktivitas yang tinggi dengan biaya yang rendah.
Jelly, Disty,
dan Medi (2020). Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan pasien dalam pengakumulasian biaya selama masa rawatan (Permatasari
et al., 2020).
Hal ini juga sangat penting
bagi pihak rumah sakit dalam
pengelolaan obat yang digunakan jauh lebih efektif dan efisien. Karena rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik berupa penyediaan
barang ataupun jasa tanpa mengutamakan
keuntungan dalam melakukan kegiatan yang didasarkan efisiensi dan produktivitas. bahwa untuk mengukur efektivitas berdasarkan lama rawat. Ditentukan dengan Nilai Average Length Of Stay (ALOS) yaitu rata-rata antara 6-9 hari sebagai indikator
pencapaian efektivitas. Didapatkan hasil bahwa antiretoviral Atripla memiliki efktivitas yang tinggi dengan biaya yang rendah.
Ratna
(2022) Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan terhadap 126 sampel didapatkan hasil bahwa penderita HIV/AIDS terbanyak adalah laki-laki (75,40%) dan usia terbanyak dewasa awal
(70,63%),
kombinasi terapi
antiretroviral (ARV) yang terbanyak adalah lini 1 (92,86%) dan seluruhnya tepat waktu dalam pengambilan
obat (100%). Jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan CD4 rutin selama 1 tahun adalah sebanyak 90 orang
(71,43%). Dari 90 pasien tersebut
diketahui jumlah CD4 saat pertama diperiksa
paling banyak pada rentang jumlah CD4 antara 200 - 499 sel/mm3 (52,22%), saat pemeriksaan CD4 pada 6 bulan setelah terapi jumlah CD4 yang meningkat sebanyak 67 orang (74,45%), pada pemeriksaan
CD4 1 tahun setelah terapi yang meningkat sebanyak 78 orang (86,7%). Artinya
mayoritas nilai CD4 pasien meningkat setelah memperoleh ARV.
Andhika,
Wirawan Wayan, Tamrin (2017)
Penggunaan obat Antiretroviral
seharusnya dikonsumsi setiap hari dengan
dosis yang selalu tepat dan dikonsumsi seumur hidup. Ketidakpatuhan
dalam mengonsumsi
Antiretroviral dapat menimbulkan
resistensi. Selain itu menyebabkan jumlah CD4 dan sistem kekebalan tubuh menurun sehingga membuat virus menjadi ganas (Andhika
& Wirawan, 2017).
Dina, Arwin, Zakudin, Nia (2012) Sebagai kesimpulan, masalah gagal terapi dan resistensi obat ARV harus diwaspadai pada penanganan jangka panjang anak terinfeksi
HIV. Subyek yang menggunakan
obat ARV lini kedua pada penelitian dini tidak terlalu
banyak diakibatkan karena deteksi kegagalan terapi masih lebih banyak
berdasarkan kegagalan klinis dan imunologis. Perlu dikembangkan lebih lanjut perangkat
diagnostik sederhana yang dapat memprediksi kegagalan virologi lebih dini untuk
daerah dengan sumber daya terbatas.
Ani, ida dan olga (2019) Dari tabel di atas, terlihat bahwa pasien HIV/AIDS sebagian besar menerima pengobatan tambahan dengan kotrimoksasol yang merupakan bagian dari pelayanan
HIV (Anggriani
et al., 2019).
Kotrimoksasol berpotensi untuk beriteraksi dengan lamivudine dan zidovudine. Kotrimoksasol
berinteraksi dengan
lamivudine dengan cara menghambat sekresi renal dari lamivudine. Namun untuk lamivudine, tingkat keparahannya minor dengan signifikansi 5 sehingga tidak perlu tindakan
pencegahan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan obat Antiretroviral (ARV) sudah sesuai dengan standar
Permenkes No.87 tahun 2014 tentang pedoman pengobatan Antiretroviral, dengan
penggunaan terbanyak pada kombinasi lini pertama tenofovir+lamivudine+efavirenz.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil literature review tentang Penggunaan Antiretroviral pada pada
Penderita HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan dalam pengobatan ARV pada Penderita HIV /AIDS merupakan faktor dari Kepatuhan
Penggunaan obat Antiretroviral
seharusnya dikonsumsi setiap hari dengan
dosis yang selalu tepat dan dikonsumsi seumur hidup. Ketidakpatuhan
dalam mengonsumsi
Antiretroviral dapat menimbulkan
resistensi. Selain itu menyebabkan jumlah CD4 dan sistem kekebalan tubuh menurun sehingga membuat virus menjadi ganas
Andhika, A., &
Wirawan, W. (2017). Evaluasi Penggunaan Obat Antiretroviral Pada Pasien Odha
(Orang Dengan HIV AIDS) Di Rumah Sakit Umum Undata Palu Provinsi Sulawesi
Tengah. Farmakologika: Jurnal Farmasi, 14(2), 149–158. Google Scholar.
Anggriani, A., Lisni, I., & Liku,
O. S. (2019). Pola penggunaan obat antiretroviral (ARV) pada resep pasien rawat
jalan dari Klinik HIV/AIDS salah satu Rumah Sakit Swasta Di Kota Bandung. Jurnal
Riset Kefarmasian Indonesia, 1(1), 64–81. Google Scholar.
Ani, Ida, Olga. 2019. Pola Penggunaan Obat
Antiretroviral (ARV) Pada Resep Pasien Rawat Jalan dari Klinik HIV/AIDS Salah
Satu Rumah Sakit Swasta Di Kota Bandung. 1(1):64-81. Google
Scholar.
Dewi, R. S. (2022). Profil Penggunaan
Arv Dan Nilai CD4 Pada Pasien Hiv/Aids Di RS X Pekanbaru. Jurnal Ilmiah
Farmasi Farmasyifa| Vol, 5(1). Google Scholar.
Galistiani, G. F., &
Mulyaningsih, L. (2013). Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral Pada Pasien
HIV/AIDS Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Media Farmasi, 10(2),
94–103. Google Scholar.
Muktiarti, Akib Arwin, Munasir, nia. 2012. Terapi
Antiretroviral Lini Kedua pada HIV Anak di RS. Cipto Mangunkusumo. Sari
Pedriatri. 14(2): 130-136. Google
Scholar.
Nugraheni, A. Y., Amelia, R., &
Rizki, I. F. (2019). Evaluasi terapi antiretroviral pasien HIV/AIDS. Jurnal
Farmasetis, 8(2), 45–54. Google Scholar.
Permatasari, J., Wicaksono, D. A.,
& Andriani, M. (2020). Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Obat
Antiretroviral Atripla dan T/H/A pada Pasien HIV Rawat Inap RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi Tahun 2017-2018. PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia
(Pharmaceutical Journal of Indonesia), 17(1), 216–224. Google Scholar.
Safitri, N. R., Fadraersada, J.,
& Rusli, R. (2019). Studi Terapi Antiretroviral pada Pasien HIV/AIDS Di
Kota Samarinda. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 9,
7–13. Google Scholar.
Syafirah, Y., Rahmatini, R., &
Bahar, E. (2020). Gambaran Pemberian Regimen Antiretroviral pada Pasien
HIV/AIDS di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas,
9(1S). Google Scholar.
Yuniarti, N., Yuswar, M. A., &
Untari, E. K. (2020). Kejadian interaksi obat pada pasien HIV/AIDS yang
menerima antiretroviral di RSUD Dr. Soedarso Pontianak periode 2018. Jurnal
Cerebellum, 6(1), 6–11. Google Scholar.
Copyright holder: Dila Qhoirul Nisa, Salman (2022) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |