Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) WADUK JATIBARANG
Zaky Dhanisworo
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Daerah tangkapan air (DTA) Waduk Jatibarang cenderung mengalami perubahan tutupan lahan seiring dengan alih fungsi lahan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan degradasi yang menjadi penyebab pendangkalan waduk. Salah satu upaya pencegahan adalah pemantauan secara berkala terhadap perubahan tutupan lahan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis perubahan tutupan lahan di daerah tangkapan air Waduk Jatibarang dari tahun 2015 hingga 2020. Untuk mengetahui besarnya perubahan tutupan lahan daerah tersebut dapat digunakan teknologi penginderaan jauh yang berbasis citra satelit dari data Google Earth. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yaitu dengan melakukan klasifikasi tutupan lahan berdasarkan kemiripan maksimum (maximum likehood). Klasifikasi tutupan lahan menghasilkan lima klasifikasi tutupan lahan, yaitu badan air, tanah terbuka, pemukiman, hutan/vegetasi dan semak/belukar. Dari hasil klasifikasi tersebut, diketahui perubahan tutupan lahan dengan klasifikasi pemukiman bertambah luas sebesar 8,5% dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu dari 457,6 Ha pada Tahun 2015 menjadi 906,5 Ha pada Tahun 2020. Klasifikasi tutupan lahan hutan/vegetasi mengalami pengurangan luas sebesar 6,0%, yaitu dari 2888,9 Ha pada Tahun 2015 menjadi 2572,9 Ha pada Tahun 2020. Walaupun luas tutupan lahan klasifikasi hutan/vegetasi berkurang, DTA diidentifikasikan berkondisi baik karena presentasenya yang tinggi yaitu 48,7% dari keseluruhan DTA Waduk Jatibarang.
Kata Kunci: Perubahan tutupan lahan; daerah tangkapan air; citra satelit
Abstract
The catchment area of the Jatibarang Reservoir tends
to changes in land cover along with the land uses
change over time. This can lead to degradation which is the cause of reservoir
sedimentation. One of the preventive measures is periodic monitoring of land
cover change. The purpose of this study is to analyze land cover change in the catchment
area of the Jatibarang Reservoir from 2015 to 2020.
To determine the percentage of land cover changes in the area, remote sensing
technology based on satellite imagery from Google Earth data can be used. One
of the methods used to determine land cover changes is by classifying land
cover based on maximum likelihood classification. Land cover classification
resulted in five land cover classifications, that is water body, bareland, developed land, forest/vegetation
and shrubs. From the results of this classification, it is known that changes
in land cover by classification of developed land area increased by 8.5% over a
period of 5 years, from 457.6 Ha in 2015 to 906,5 Ha in 2020. Classification of
the forest/vegetation area decreased by 6.0%, from 2888.9 Ha in 2015 to 2572.9
Ha in 2020. Although classification of the forest/vegetation area was
decreased, the catchment area was identified as being in good condition because
its high percentage of 48.7% of the total catchment area of Jatibarang
Reservoir.
Keywords: Land cover change; catchment area;
satellite imagery
Pendahuluan
Waduk Jatibarang adalah salah satu bendungan yang dibangun di
Semarang yang terletak di dua
wilayah Kecamatan, meliputi
Mijen serta Gunungpati. Pembangunan dimulai
pada tahun 2009 dan diselesaikan
pada tahun 2014. Waduk ini berada di aliran
Sungai Kreo yang merupakan anak Sungai Garang dengan daerah tangkapan
air seluas 54 km2, luas
genangan 189 Ha, dan volume tampungan
sebesar 20,4 juta m3.
Waduk Jatibarang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air baku, pengendali banjir, irigasi, pembangkit tenaga listrik dan budidaya ikan tawar.
Waduk mempunyai kapasitas daya tampung tertentu dan kapasitas tersebut dapat berubah karena
adanya pendangkalan waduk yang disebabkan faktor alami maupun
tidak alami. Pendangkalan waduk dapat menyebabkan berkurangnya umur rencana waduk (umur efektif waduk),
menimbulkan penurunan dayaguna, produktivitas air, kualitas air dan daya dukung waduk hingga
sebagai salah satu faktor penyebab banjir di daerah hilir.
Perubahan penggunaan lahan dimana tegakan
(pohon dan vegetasi) menjadi lahan pertanian
menunjukkan bahwa luasan daerah tangkapan
air di wilayah tersebut mengalami
degradasi (Apriliana,
2015). Penyebab utama pendangkalan waduk terjadi karena aliran permukaan mengangkut sedimen dari daerah tangkapan
air yang terdegradasi. Pengangkutan
sedimen yang tidak terkendali melalui aliran permukaan sebagai penyebab pendangkalan waduk tersebut karena alih fungsi lahan.
Berkurangnya penutupan vegetasi permanen (hutan) di bagian hulu adalah salah satu faktor penyebab
pendangkalan pada waduk.
Kondisi penataan lahan pada bagian hulu Waduk Jatibarang
tergolong masih baik dimana sebagian
besar lahan di bagian hulu terdiri
dari 50% vegetasi, 20%, pemukiman, 25% persawahan dan 5% tegalan (Silitonga dkk., 2018). Vegetasi yang dominan mempengaruhi kondisi kesuburan perairan di Waduk Jatibarang. DTA Waduk Jatibarang sebagian besar merupakan hutan yang tergolong lebat sehingga mampu mengurangi energi kinetis air sebagai faktor pengendalian pendangkalan Waduk Jatibarang (Rasina dkk., 2016). Alih fungsi lahan
terjadi seiring dengan pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang diikuti
pula dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan sarana pemukiman. Alih fungsi lahan tersebut
dapat terlihat dengan banyaknya penggundulan hutan yang terjadi. Hal inilah yang menyebabkan degradasi daerah aliran sungai
(DAS) sehingga menjadi penyebab pendangkalan waduk. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pemantauan secara berkala terhadap perubahan tutupan lahan di daerah tangkapan air (DTA).
Metode Penelitian
Informasi tutupan lahan berupa peta
hasil klasifikasi citra dapat diperoleh
melalui teknik penginderaan jauh. Teknik ini dianggap penting
dan efektif dalam pemantauan tutupan lahan karena kemampuannya
dalam menyediakan informasi keragaman spasial di permukaan bumi dengan cepat,
luas, tepat, serta mudah (Sampurno
dkk., 2016). Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan data citra satelit untuk
mendapatkan gambaran secara umum tingkat
perubahan dari tahun ke tahun.
Data gambar dari citra satelit ini
diolah dengan perangkat lunak ArcGIS sehingga diperoleh data raster
klasifikasi tutupan lahan. Metode ini
cukup baik digunakan untuk dapat mengetahui tingkat perubahan tutupan lahan suatu
daerah.
Data citra satelit diperoleh dari Google Earth yang menyediakan
kualitas dan resolusi gambar yang tinggi dan tersedia dalam data historis. Gambar citra satelit lokasi yang ditinjau adalah daerah tangkapan air Waduk Jatibarang. Proses pembuatan klasifikasi tutupan lahan menggunakan
metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang merupakan salah satu metode untuk klasifikasi
citra. Klasifikasi citra adalah suatu
proses penyusunan atau pengelompokan semua pixel ke dalam beberapa
kelas berdasarkan suatu kriteria atau kategori objek
yang menghasilkan peta dalam bentuk raster. Dalam proses klasifikasi terbimbing ini menggunakan metode pengkelasan kemiripan maksimum (maximum likehood).
Berdasarkan interpretasi
visual dan pengetahuan mengenai
karakteristik distribusi tutupan lahan di DTA Waduk Jatibarang, lima kelas diidentifikasi sebagai tipe klasifikasi
tutupan lahan, yaitu badan air, tanah terbuka, pemukiman, hutan/vegetasi dan semak/belukar. Untuk menganalisis perubahan tutupan lahan pada Tahun 2015 dan 2020, luas setiap klasifikasi
tutupan lahan ditentukan berdasarkan klasifikasi citra tersebut.
Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan
secara spesifik pada DTA Waduk Jatibarang. Untuk penentuan batas DTA dilakukan pemotongan data citra tersebut dengan area pemotongan DTA hasil dari delineasi. Delineasi batas DTA menggunakan data digital elevation model (DEM).
Pengumpulan Data
Data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data sekunder meliputi data
peta Digital Elevation Model (DEM) yang disediakan Badan Informasi Geospasial (BIG), yaitu DEM
Nasional (DEMNAS), dan data citra satelit
resolusi tinggi dari Google Earth. Perubahan yang ditinjau yaitu pada tahun awal Waduk Jatibarang
beroperasi, yaitu Tahun 2015, dan data citra satelit terkini yang tersedia yaitu Tahun 2020. Data citra satelit DTA Waduk Jatibarang Tahun 2015 dan 2020 ditunjukkan pada Gambar 2. Data gambar
citra satelit yang digunakan adalah data akuisisi pada Bulan Juni 2015 dan Agustus 2020, sehingga data tersebut dapat diasumsikan mendekati kondisi musim yang serupa.
Gambar 1
Citra Satelit Google Earth DTA Waduk
Jatibarang Tahun 2015 dan
2020
Hasil
dan Pembahasan
Proses delineasi
batas DTA dengan data
DEMNAS pada daerah tangkapan
air waduk dilakukan untuk mendapatkan batasan area yang ditinjau
(Gambar 3). Delineasi
batas DTA dilakukan menggunakan perangkat Geographic
information System (GIS). Kemudian pemotongan data citra satelit menggunakan polygon
hasil delineasi batas DTA untuk mendapatkan data citra satelit yang sesuai (Gambar 4).
Gambar 3
Delineasi Data DEMNAS DTA Waduk
Jatibarang
Gambar 4
Hasil pemotongan citra satelit sesuai batas DTA Waduk Jatibarang
Klasifikasi tutupan lahan terbagi menjadi
lima klasifikasi tutupan lahan, yaitu badan air, tanah terbuka, pemukiman, hutan/vegetasi dan semak/belukar. Pengolahan data citra dilakukan dengan perangkat lunak ArcGIS. Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode maximum
likelihood classification (MLC). MLC mempertimbangkan
faktor prior probability yaitu
peluang dari suatu piksel untuk
dikelaskan ke dalam kelas atau
kategori tertentu. Hasil klasifikasi dengan metode ini cukup
dapat dipercaya untuk mendapatkan gambaran umum dan kecenderungan perubahan yang terjadi. Hasil klasifikasi tutupan lahan DTA Waduk Jatibarang pada Tahun 2015 dan 2020 dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar
5
Peta klasifikasi tutupan lahan DTA Waduk Jatibarang
Dari hasil pengolahan data tersebut didapatkan data perubahan tutupan lahan yang terjadi pada DTA Waduk Jatibarang (Tabel 1). Didapatkan perubahan tutupan lahan dengan
klasifikasi pemukiman yang terjadi cukup signifikan
yaitu dari 457,6 Ha pada Tahun 2015 menjadi 906,5 Ha pada Tahun 2020. Perubahan tutupan lahan klasifikasi
pemukiman bertambah sebesar 8,5% dalam kurun waktu 5 tahun.
Sebaliknya terjadi pada klasifikasi tutupan lahan hutan/vegetasi
yang mengalami pengurangan sebesar 6,0%, yaitu dari 2888,9 Ha pada Tahun 2015 menjadi 2572,9 Ha pada Tahun
2020. Walaupun luas tutupan lahan klasifikasi
hutan/vegetasi berkurang, DTA diidentifikasikan dalam kondisi baik
karena presentasenya yang tinggi yaitu 48,7% dari keseluruhan DTA Waduk Jatibarang.
Tabel 1 Luas masing-masing klasifikasi tutupan lahan
No |
Jenis Tutupan Lahan |
Luas (Ha) Tahun 2015 |
Luas (Ha) Tahun 2015 |
||||
1 |
Badan air |
91,4 |
1,7% |
86,8 |
1,6% |
|
|
2 |
Tanah terbuka |
885,7 |
16,8% |
522,2 |
9,9% |
|
|
5 |
Pemukiman |
457,6 |
8,7% |
906,5 |
17,2% |
|
|
3 |
Hutan/vegetasi |
2888,9 |
54,7% |
2572,9 |
48,7% |
|
|
4 |
Semak/belukar |
954,3 |
18,1% |
1189,5 |
22,5% |
|
|
Penurunan luas lahan tegakan (pohon dan vegetasi hutan) berbanding terbalik dengan laju erosi, jumlah
erosi dan sedimentasi. Sedangkan luasan pemukiman berbanding lurus dengan laju
erosi, jumlah erosi, dan sedimentasi (Apriliyana, 2015). Jika perubahan
tata guna lahan ini terus terjadi
tanpa pengelolaan lahan yang tepat, dikhawatirkan dapat mengancam keberlangsungan umur Waduk Jatibarang.
Seiring dengan alih fungsi lahan
yang terjadi, dapat mengakibatkan laju erosi, jumlah erosi,
dan sedimentasi meningkat dari Tahun 2015 sampai Tahun 2020.
Kesimpulan
Klasifikasi tutupan lahan citra satelit
Google Earth menghasilkan lima klasifikasi
tutupan lahan, yaitu badan air, tanah terbuka, pemukiman, hutan/vegetasi dan semak/belukar. Dari data akuisisi pada Tahun 2015 dan 2020
dapat terlihat kecenderungan perubahan yang terjadi. Alih fungsi
lahan yang terjadi pada DTA
Waduk Jatibarang dapat menjadi ancaman
untuk keberlangsungan waduk, seperti penurunan kualitas air dan pendangkalan waduk akibat dari laju
erosi, jumlah erosi, dan sedimentasi yang meningkat. Tutupan lahan hutan/vegetasi
di DTA Waduk Jatibarang mengalami penurunan selama 5 Tahun dari Tahun 2015, namun masih diidentifikasikan
berkondisi baik karena presentase hutan yang tinggi mencapai 48,7% dari keseluruhan luas DTA Waduk Jatibarang.
BIBLIOGRAFI
Apriliyana, D. (2015). Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Rawapening
terhadap Erosi dan Sedimentasi Danau Rawapening. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota.
Biro Penerbit Planologi Undip Vol. 11 (1).
Rasina, A.S.,
Sasmito, B. dan Wijaya,
A.P. (2016). Pengaplikasian Penginderaan Jauh
dan SIG untuk Pemantauan Aliran
Permukaan dalam Pengendalian Pendangkalan Waduk Jatibarang.
Jurnal Geodesi Undip: Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 (ISSN : 2337-845X).
Sampurno, R.M. dan
Thoriq, A.
(2016).
Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) di Kabupaten Sumedang. Jurnal Teknotan Vol. 10 No. 2.
Silitonga, Y.T.E., Sulardiono, B. dan Purnomo, P. W. (2018). Peranan Tata Guna Lahan Bagian Hulu
terhadap Kesuburan Perairan pada Waduk Jatibarang, Semarang. Journal of Maquares-Management
of Aquatic Resources.
Copyright holder: Zaky Dhanisworo (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |